Pemeriksaan Saksi pada Tahap Persidangan

penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan telah lengkap dan dilakukan penuntutan, maka ia dapat melimpahkan perkara ke pengadilan negeri, dengan permintaan agar segera diadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan. Hal ini diatur dalam Pasal 139 KUHP. Pidana dapat dibedakan 3 macam : a. Perkara biasa, yang diatur dalam Pasal 152-202 KUHAP, dimana pelimpahan perkara ke pengadilan dilakukan oleh penuntut umum dengan surat pelimpahan disertai surat dakwaan. Perkara yang diperiksa secra biasa yaitu perkara yang sulit pembuktian dan penerapan hukumnya. b. Perkara singkat, yang diatur dalam Pasal 203-204 KUHAP, adlah perkara kejahatan ataupun pelanggaran yang tidak termasuk tindak pidan ringan yang menurut penuntut umum pembuktian dan penerapan hukumnya mudah serta sifatnya sederhana. Dalam perkara ini penuntut umum pembuktian dan penerapan hukumnya mudah serta sifatnya sederhana. Dalam perkara ini penuntut umum menghadapkan terdakwa, saksi ahli, juru bahasa dan barang-barang bukti. Tidak pidana yang didakwakan diberitahu dengan lisan kepada terdakwa atau penasehat hukum. c. Perkara cepat, yang diatur dalam pasal 205-210 KUHAP, yaitu mengenai penjarakurungan maksimum tiga bulan dan atau denda Rp. 7.500,- dan penghinaan ringan. Pemeriksaan perkara disidang, hakim berhak mengubah cara pemeriksaan perkara itu, misalnya dalam penuntut umum mengajukan pemeriksaan secara singkat tapi hakim mengajukan harus diperiksa secara biasa. Hal ini mengakibatkan surat tuduhan atau surat dakwaan dalam bentuk tertulis dan hal ini juga mempunyai akibat hukum yang kepada batas hukum yang dijatuhkan oleh hakim. Kasus ini telah biasa disidangkan dalm arti telah lengkap semua bahan yang diperlukan, maka untuk pertama kalinya terdakwa dipanggil masuk untuk mendengarkan dakwaan jaksa penuntut umum setelah sebelumnya identitas terdakwa dibacakan oleh hkim yang bersangkutan. Selanjutnya pemeriksaan dilakukan terhadap para saksi yang ada yang akan memberikan keterangan di sidang pengadilan, yang pertama-tama didengar keterangannya adalah korban yang menjadi saksi Pasal 160 ayat 1 butir b KUHAP. Keterangan yang diberikan oleh saksi dipersidangan pengadilan mempunyai nilai sebagai alat bukti yang sah, seperti yang disebutkan didalam Pasal 185 ayat 1 KUHAP. Keterangan saksi ini berguna untuk membuktikan salah atau tidaknya tersangka atau terdakwa. III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Metode penelitian yang dipakai adalah metode pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan dengan melihat, menelaah hukum serta hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum, konsepsi, pandangan, doktrin, peraturan hukum yang berkenaan dengan masalah kedudukan saksi mahkota dihadapan jaksa penuntut umum pada saat persidangan. Pendekatan yuruidis empiris merupakan pendekatan terhadap masalah dengan melihat keabsahan kesaksian yang diberikan oleh saksi mahkota jika dihubungkan dengan ketentuan dalam KUHAP merupakan langkah utama untuk mendapatkan hasil penelitian sesuai dengan apa yang diinginkan. Adapun bentuk dari penelitian ini adalah berbentuk deksriptis, artinya suatu bentuk penelitian dimana penulis memaparkan atau menjelaskan dari suatu masalah yang telah penulis identifikasikan sebelumnya dengan memberikan jawaban yang relevan terhadap masalah tersebut secara jelas. Pendekatan masalah secara yuridis normatif dan yuridis empiris dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai gejala dan objek yang akan diteliti.

B. Sumber dan Jenis Data

Dalam melakukan penelitian dengan menemukan data baik data sekunder maupun primer. Data sekunder dan primer ini didapat dari penelitian pustaka dan lapangan. 1. Data Primer Data yang langsung dari lapangan dari pemberi data atau orang yang berhubungan langsung dengan objek penelitian lapangan berupa peraturan saksi-saksi dengan mengadakan wawancara dengan mengadakan wawancara langsung pada saksi persidangan pidana 2. Data Sekunder Data yang tidak langsung diperoleh dari lapangan, tetapi diperoleh dari studi pustaka. Studi pustaka ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum skunder dan bahan hukum tersier. a. Bahan hukum primer Bahan-bahan hukum yang mengikat, seperti: 1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana. 2. Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia 3. Undang-undang Saksi dan Korban Tahun 2010 b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yaitu berupa bahan hukum yang meliputi peraturan pelaksanaan, Kepres dan Peraturan Pemerintah. c. Bahan Hukum Tersier Bahan-bahan penunjang lain yang ada relevansinya dengan pokok permasalahan, memberikan informasi, petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan skunder, bukan merupakan bahan hukum, namun secara signifikan dapat dijadikan