BAB 2 PEMBAHASAN
FSH memainkan peranan penting pada diferensiasi sel sel sertoli testis dan fungsi spermatogenesis. Studi terdahulu yang menggunakan tikus androgen- binding
protein ABP sebagai marker aksi FSH pada sel sel sertoli testis telah mendemonstrasikan pengaturan ABP secara n vivo dan in vitro. Sekarang para peneliti
telah memperluas studi ini untuk mengevaluasi pengaturan FSH oleh ABP mRNA dengan menggunakan hibridisasi Northern blot. Pada tikus yang belum dewasa
testicular ABP mRNA [1.7- and 2.3-kilobase kb species] meningkat sesuai dengan
umur dan meningkat sampai maksimum pada 20 hari sesudah kelahiran, sesuai dengan peningkatan konsentrasi FSH di plasma. Untuk menentukan efek langsung FSH pada
sel sel sertoli, peneliti menguji ABP mRNA in vitro. Pada kultur sel sel sertoli FSH ditemukan bahwa ketiadaan FSH akan menyebabkan ABP mRNA pada kultur menurun
sesuai dengan waktu.
3
Efek FSH terhadap ABP mRNA ini ditiru oleh cAMP analog Bu2cAMP. Setelah
penurunan ABP mRNA selama kultur, administrasi FSH tidak memberikan hasil peningkatan yang dapat dideteksi pada 1.7-kb ABP mRNA dalam 3 hari, dimana cAMP
dan c-fos mRNA meningkat dengan cepat dalam 15 menit. Sebaliknya kadar ABP mRNA 2.3 kb dirubah oleh FSH. Begitu juga setelah kekurangan, plasminogen
activator jaringan dan inhibin alpha mRNA meningkat selama 6 jam setelah pemberian FSH.
3
Pada penelitian lain FSH memodulasi fungsi testis melalui sel sel sertoli. Efek FSH terhadap aktifitas S-adenosyl-L-methionine decarboxylase
AdoMetDC diinvestigasi pada kultur sel sertoli yang diisolasi dari tikus berusia 18 hari. Berlawanan
dengan penemuan peneliti terdahulu bahwa FSH menginhibisi aktifitas sel sertoli ornithine decarboxylase ODC, FSH menstimulasi aktifitas AdoMetDC sampai 160-
300 diatas kadar dari sel sel control selama 2-6 jam treatment. Aktifitas enzim yang
Universitas Sumatera Utara
distimulasi menurun 20-30 dibawah nilai control. Untuk menentukan apakah ada efek FSH yang berlawanan terhadap aktifitas AdoMetDC dan ODC dimediasi oleh
mekanisme yang sama beberapa agent yang meningkatkan kadar cAMP intraseluler digunakan. Semua agent yang dipelajari menstimulasi aktifitas AdoMetDC sel sel sertoli
pada 5 jam setelah mereka ditambahkan dan secara signifikan menginhibisi aktifitas ODC. Pada kemunculan FSH efek stimulasi dari agent ini terhadap AdoMetDCadalah
sama atau sedikit lbih besar dari yang disebabkan oleh FSH sendiri atau agent tersebut sendiri. Kombinasi antara dbcGMP dengan FSH atau dbcAMP menghasilkan efek
sinergi atau efek tambahan terhadap aktifitas AdoMetDC. Data menunjukkan bahwa kerja FSH terhadap aktifitas AdoMetDC di sel sertoli juga dimediasi melalui cAMP.
4
Pada penelitian lain Tissue type t dan urokinase type u plasminogen activators Pas disekresikan oleh sel sel sertoli didalam tubulus seminiferus dan tergantung pada
stimulasi FSH atau keberadaan sel sel spermatogenik. Pada studi ini peneliti menganalisa produksi dari PAs oleh sel sertoli tikus yang telah diberi retinoid. Sebagai
tambahan karena retinoid memodulasi respon sertoli sel terhadap FSH apakah menambah potensi atau justru antagonis kerjanya, peneliti telah menginvestigasi
modulasi yang mungkin dari produksi PA yang distimulasi oleh FSH.
5
Pada penelitian lain treatment terhadap tikus jantan yang di hipofisektomi dan belum dewasa dengan 50 microgram ovine FSH NIH-FSH-S12 dua kali sehari selama
5 hari menstimulasi kuantitas dari 17 beta-hydroxyandrogen yang diproduksi oleh leydig sel yang diisolasi sebagai respon terhadap hCG. Pretreatment dari preparat FSH
dengan suatu antiserum LH pada satu studi berkurang dan pada studi yang lain menyingkirkan efek stimulasi dari FSH, tapi hanya sedikit kapasitas hormone untuk
menstimulasi sel sertoli in vivo epididymal androgen-binding protein. Administrasi dari preparat FSH yang lain yang lebih poten LER-1881 tidak memiliki efef yang nyata
pada karakter dose-response terhadap leydig sel tapi nyata pada NIH-FSH-S12 pada kapasitasnya untuk menstimulasi sel sertoli. Ketika semua preparat hormone diuji
kemampuannya untuk menstimulasi sekresi steroid dari sel leydig normal in vitro, suatu hubungan yang erat dijumpai antara aktifitas stimulasi leydig sel dan kemampuan
mereka untuk merubah kemampuan merespon sel leydig setelah treatment in vivo.
Universitas Sumatera Utara
Disimpulkan bahwa pengaruh stimulasi FSH pada sel leydig tikus mungkin sebagai hasil kontaminasi dari LH pada preparat hormone.
6
meningkat dalam 2 hari dibandingkan dengan SD control dan menurun Pada penelitian lain, jumlah sel sel sertoli tetap stabil dan tidak dapat dimodifikasi oleh
hormone setelah masa pubertas pada mamalia, walaupun data terkini menggunakan model hamster Djungarian dewasa menantang pernyataan ini dengan
mendemonstrasikan penurunan jumlah sel sel sertoli setelah pengurangan gonadotropin dan kemudian mengkontrol kadarnya setelah FSH replacement. Study saat ini bertujuan
untuk menentukan apakah sel setoli dewasa akhirnya berdiferensiasi dengan menggunakan karakteristik diferensiasi seluler termasuk proliferasi, lokalisasi protein
penghubung dan mengekspresikan marker maturasi, pada model hamster Djungrian dewasa. Hamster dewasa Long Day LD photoperiod 16L:8D di ekspos ke Short Day
SD photoperiod 8L:16D selama 11 minggu untuk menekan gonadotropin dan menerima FSH eksogen selama 10 hari. Proliferasi sel sertoli diukur dengan
menggunakan immunofluorescence dengan kolokalisasi dari GATA4 dan proliferasi antigen nucleus sel. Marker maturasi dari sel sertoli immature, cytokeratin 18 [KRT18];
mature, GATA1 dan protein penghubung actin, espin, claudin 11 [CLDN11] juga dilokalisasi dengan menggunakan immunofluorescence. Sebagai respon terhadap FSH
treatment proliferasi secara bertahap kemudian. Pada hamster LD, protein penghubung kolokalisasi pada aspek basal dari sel sertoli. Treatment FSH segera merekondisikan
lokalisasi marker penghubung ini pada fenotipe LD. Marker protein yang menunjukkan kedewasaan tetap konsisten. Hal ini menunjukkan bahwa FSH memainkan peranan
penting dalam mengatur proses diferensiasi.
7
Pada suatu penelitian, peneliti mendemonstrasikan bahwa androgen sendiri, pada ketiadaan gonadotropin, memulai spermatogenesis yang komplit pada
hypogonadal hpg mencit. Walaupun perbandingan sel sertoli terhadap sel bakal normal pada mencit hpg dengan spermatogenesis yang diinduksi androgen. Jumlah sel
sertoli dan sel bakal hanya mencapai 40 dari mencit non hpg, dan jumlah sel sertoli tidak dipengaruhi oleh androgen treatment yang dimulai pada usia 21 hari. Peneliti
menghipotesa bahwa observasi ini ditujukan untuk menghilangkn ketergantungan
Universitas Sumatera Utara
proliferasi sel sertoli terhadap gonadotropin selama masa perinatal ketika sel sertoli masih terlihat normal dalam kapasitasnya terhadap sel bakal. Dengan tujuan untuk
menguji hipotesa, peneliti menguji efek dari pemberian androgen dan gonadotropin pada mencit hpg diikuti dengan induksi spermatogenesis pada treatmen selama 8
minggu dengan 1 cm subdermal silastic testosterone implants. Newborn pups postnatal day 0-1 diinjeksikan secara sub cutan dengan recombinant human FSH rhFSH 0.5
IU20 microliters atau saline satu kali sehari selama 14 hari, dengan atau tanpa single dose of testosterone propionate TP 100 micrograms20 microliters arachis oil atau
human chorionic gonadotropin hCG 1 IU20 microliters. Hpg yang tidak diberi perlakuan dan secara fenotipe normal dipelajari sebagai control secara simultan. Pada
usia 21 hari, semua mencit yang mendapat perlakuan menerima 1 cm silastic subdermal testosterone implant dan akhirnya setelah implantasi testoteron, semua
mencit dibunuh. Sebagaimana yang diharapkan, spermatogenesis yang lengkap secara kualitatif pada semua grup diinduksi oleh testosterone walaupun kadar FSH sirkulasi
tidak terdeteksi. rhFSH eksogen meningkatkan ukuran testis sebanyak 43 P0.002 tapi single neonatal dose baik TP atau hCG menurunkan efek FSH walaupun TP atau
hCG tidak memiliki efek sendiri sendiri. Sebaliknya single neonatal dose dari TP atau hCG meningkatkan ukuran vesika seminalis ketika FSH tidak memberikan efek.
Treatment FSH dan TP secara signfikan meningkatkan jumlah absolute dari sperma testis dibandingkan dengan treatment saline, dimana hCG dan TP meningkatkan
sperma testis yang diekspresikan secara relative terhadap ukuran testis. Evaluasi terhadap jumlah sel sertoli dan sel bakal mendemonstrasikan peningkatan jumlah
absolute dari populasi sel sertoli dan sel bakal yang diinduksi oleh pemberian hormone pada neonatal. Pada ekspresi per satu sertoli sel jumlah sel bakal pada mencit yang
diberi perlakuan berada diantara 85-90 dari control non hpg. Peneliti menyimpulkan bahwa treatment dengan FSH eksogen selama dua minggu pertama dari masa post
natal, dihubungkan dengan waktu alamiah dari proliferasi sel sertoli, meningkatkan jumlah sel sertoli dan ukuran terakhir dari testis dewasa dan produksi sel bakal. Dengan
begitu sekresi gonadotropin pada neonatal merupakan penentu yang penting dari kapasitas produksi testis dewasa. Sebagai tambahan exposure androgen pada neonatal
Universitas Sumatera Utara
mungkin penting sebagai tanda organ seks tambahan pada mencit hpg, dengan efek jangka panjang dari perubahan sensitifitas organ seks tambahan terhadap testosterone
eksogen dikemudian hari.
8
Satu dari hormone endokrin yang utama yang mempengaruhi diferensiasi sel sertoli pada masa pubertas dan membantu menjaga diferensiasi pada testis dewasa
adalah FSH. FSH dapat memodulasi fungsi utama diferensiasi sel sertoli, termasuk stimulasi dari protein pengikat besi, transferrin. Studi terdahulu telah menunjukkan
bahwa FSH merubah kadar cAMP dan permulaan gen c-fos. Studi ini di desain untuk menginvestigasi pengaturan transkripsi dari diferensiasi sel sertoli dengan menguji kerja
dari FSH pada promoter gen c-fos permulaan dan promoter dari fungsi diferensiasi dari gen transferin. Pengaturan c-fos oleh FSH diinvestigasi dengan berbagai jenis
chloramphenicol acetyltransferase CAT buatan yang terdiri dari bagian dari c-fos promoter, seperti serum response element SRE, cAMP response element CRE, dan
AP1phorbol esterTPA response element TRE yang dimasukkan kedalam kultur sel sertoli. Observasi mengindikasikan bahwa FSH dapat menstimulasi respon dari ketiga
elemen, sebaik promoter c-fos yang dibuat. Yang menarik, FSH ditemukan memiliki efek yang lebih baik pada SRE-CAT dibandingkan dengan analog cAMP, disebabkan karena
kerja yang berbeda dari masing masing agent. Gel mobility shift assays digunakan untuk konfirmasi hasil reporter gen. Nuclear extracts dari FSH yang menstimulasi sel
sertoli menyebabkan AP1 oligonucleotide yang di label membentuk DNA kompleks protein, yang mengindikasikan aktivasi dari gen c-fos dan mengikat c-fosjun complex.
Nuclear extracts dari FSH dan cAMP yang menstimulasi sel sertoli membentuk gel shift yang sama dengan SRE dan CRE oligonucleotide. Observasi ini mendukung data
reporter gen yang mengindikasikan bahwa FSH dapat mempengaruhi baik SRE dan CRE. suatu gel mobility shift assay juga dilakukan dengan suatu oligonucleotide yang
terdiri dari 5-flanking ETS domain dari SRE ETS-SRE yang menyebabkan pembentukan dari kompleks ternary. FSH yang menstimulasi Sertoli cell nuclear
extracts ditemukan untuk membantu ETS-SRE gel shift yang tidak ada pada sel yang distimulai oleh cAMP. Observasi ini mengimplikasikan bahwa kerja FSH terhadap SRE
merupakan bagian yang hilang darikerja cAMP. Ekspresi gen transferin diuji untuk
Universitas Sumatera Utara
mengetahui pengaturan diferensiasi dari sel sertoli. Dibangun CAT yang terdiri dari mutan yang mengalami delesi 3-kb promoter transferin tikus digunakan.
9
Penelitian lain menguji efek FSH bersama dengan insulin, FSH dan insulin mengatur metabolisme glycide pada sel sertoli dan kemudian menstimulasi produksi
lactate. Efek stimulasi dari FSH dan insulin ini tidak membutuhkan sintesa protein, modulasi dari aktifitas enzim danatau pengaturan transport glukosa. Investigasi terkini
dilkukan untuk mengkarakterisasikan pengaturan hormonal dari metabolisme lipid pada sel sertoli. Data mengindikasikan bahwa FSH dan insulin memiliki efek regulasi pada
metabolisme lipid sel sertoli. Setelah 8 jam preinkubasi dengan insulin 5 µgml, aktifitas enzim ATP-citrate lyase pada sel sertoli yang dikultur meningkat dari 0.19 ke
0.34 nmol NAD+ formed µg protein-1 min-1. FSH 100 ngml tidak memilik efek terhadap enzim. Aktifitas Glycerol phosphate dehydrogenase tidak dipengaruhi oleh
berbagai hormone. Ketika sel sertoli dari tikus yang berusia 19 hari diinkubasi dengan [1,214C]acetate selama 90 atau 360 menit, label [14C] memperlihatkan dominasi fraksi
trigliserida dan fosfolipid dengan jumlah lipid lain yang sedikit. Pada sel sertoli yang diberi perlakuan sebelumnya dengan insulin dan FSH peningkatan pada asetat yang
berintegrasi dengan lipid diobservasi. Kebanyakan label ini berada dalam lipid yang teresterifikasi dan persentasenya meningkat sesuai waktu treatment peningkatan ini
ditandai oleh trigliserida pada sel control. Karena trigliserida sel sertoli berpartisipasi dalam pengaturan spermatogenesis, data ini menyatakan bahwa pengaturan hormonal
dari metaboisme lipid pada sel sertoli adalah penting tidak hanya untuk menjaga energi dari sel itu sendiri tapi juga untuk proses spermatogenesis.
10
Suatu studi dilakukan untuk menentukan kapan FSH mulai meningkatkan sel sel sertoli pada fetus tikus, dan untuk menentukan apakah efek FSH dimediasi oleh cAMP-
dependent protein kinase PKA. Ketika testes dari 15-17 hari fetus tikus dikultur dengan atau tanpa FSH selama 48 jam, FSH tidak meningkatkan sel sertoli pada fetus yang
berusia 15 hri tapi dapat meningkatkan sel sertoli testes pada fetus dengan usia 16-17 hari. Anti FSH tikus diinjeksikan kedalam fetus usia 16 hari dalam uterus. 24 jam
kemudian, testes yang telah diinjeksikan dan mereka yang masih intak dikultur dengan atau tanpa FSH selama 48 jam. Tanpa FSH, sel sertoli secara signifikan lebih rendah
Universitas Sumatera Utara
pada fetus yang diinjeksikan anti FSH dibandingkan dengan fetus yang masih intak. Ketika PKA inhibitor ditambahkan kepada kultur testes yang berusia 16 hari dengan
FSH, peningkatan sel sertoli oleh FSH diinhibisi. Peneliti menyimpulkan bahwa antara 16-17 hari gestasi, FSH hipofise fetus menstimulasi sel sertoli dengan cara
mengaktivasi aktifitas PKA.
11
Peran FSH dan testosterone pada spermatogenesis masih merupakan kontroversi. Pada studi terkini peneliti meneliti keterlibatan hormon hormon pada
pengaturan meiosis pada tikus jantan pada kondisi in vitro. Pada seri pertama percobaan middlelate pachytene spermatocytes dikultur bersama dengan sel sertoli
selama 2 minggu dengan tidak ada FSH danatau testosteron. Treatment dengan FSH dan testosteron mengurangi sedikit persentase apoptosis sel bakal pada kultur. Jumlah
spermatid yang dibentuk in vitro meningkat oleh FSH atau testosteron ketika dibandingkan dengan kultur yang menjadi kontrol. Jumlah TP1 mRNAs pada kultur yang
diberi FSH- atau FSH ditambah testoteron lebih tinggi dari kontrol. Pada seri lain dari percobaan permatid di inkubasi selama 24 jam pada media dengan kondisi kultur sel
sertoli tidak ada FSH dan atau testosteron. TP1 mRNA terdiri dari spermatid yang diinkubasi dalam media dari kultur sel sertoli dengan FSH dan atau testosteron adalah
2-3 kali lipat lebih tinggidari spermatid yang diinkubasi pada kultur sel sertoli tanpa adanya hormon. Hasil ini mengindikasikan bahwa FSH dan testosteron memiliki efek
yang positif atau efek yng tumpang tindih pada meiosis dan ekspresi post meiosis dari gen spesifik sel bakal, efek ini tidak dapat dihubungkan hanya dengan kemampuan
mereka untuk mereduksi apoptosis sel bakal. Penggunaan sistem kultur ini seharusnya dapat membantu untuk menguji efek dari berbagai hormon atau faktor faktor pada
setiap tahapan dalam rangka untuk lebih mengerti mengenai pengaturan mereka.
12
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KESIMPULAN