The Off Season Flowering Induction of „Keprok‟ Citrus Tree (Citrus reticulata)

INDUKSI PEMBUNGAAN DI LUAR MUSIM PADA
TANAMAN JERUK KEPROK (Citrus reticulata)

MUHAMMAD DARMAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Induksi Pembungaan di Luar
Musim pada Tanaman Jeruk Keprok (Citrus reticulata)” adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014

Muhammad Darmawan
NIM A252110231

iv

RINGKASAN
M. DARMAWAN. Induksi Pembungaan di Luar Musim pada Tanaman Jeruk
Keprok (Citrus reticulata). Dibimbing oleh ROEDHY POERWANTO dan
SLAMET SUSANTO.
Tujuan penelitian ini adalah (1) mempelajari efektivitas perlakuan
induktor pembungaan (Prohexadion-Ca, Paclobutrazol, dan strangulasi) terhadap
pembungaan tanaman jeruk keprok, (2) memperlajari efektivitas perlakuan zat
pemecah dormansi (etephon, BAP, dan KNO3) terhadap pembungaan tanaman
jeruk keprok, (3) mempelajari pengaruh interaksi antara perlakuan induktor

pembungaan dan zat pemecah dormansi pada pembungaan tanaman jeruk keprok.
Penelitian ini dilakukan di kebun jeruk petani di Desa Tangkil, Kecamatan
Caringin Kabupaten Bogor yang berlangsung dari bulan November 2012 sampai
Juli 2013. Percobaan ini menggunakan rancangan blok terpisah (Split Block
Design) yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah induksi pembungaan
yang terdiri atas empat taraf yaitu kontrol, Prohexadion Ca, Paclobutrazol, dan
strangulasi, serta faktor kedua adalah pemberian zat pemecah dormansi yang
terdiri atas empat taraf, yaitu kontrol, etepon, BAP dan KNO3. Terdapat 16
kombinasi perlakuan dan empat ulangan sehingga akan digunakan 64 tanaman
sebagai satuan percobaan.
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman jeruk yang
berumur 5 tahun. Perlakuan induksi pembungaan, yaitu Prohexadion-Ca
diaplikasikan pada daun sebanyak dua kali yaitu setelah trubus menjadi dewasa
dan satu minggu setelah aplikasi pertama dengan konsentrasi 500 ppm/pohon
dengan volume semprot 1 liter larutan. Paclobutrazol diaplikasikan pada tanah
sebanyak satu kali setelah trubus menjadi dewasa dengan dosis 2 g/pohon dalam 1
liter larutan. Stragulasi dilakukan dengan pelilitan kawat berdiameter 2 mm pada
pangkal pohon dan dibuka pada 14 hari setelah pelilitan. Kawat dililitkan pada
ketinggian 30 cm pada pangkal pohon. Pelilitan kawat dilakukan setelah trubus
menjadi dewasa. Pemberian zat pemecah dormansi dilakukan pada 45 HSA (Hari

Setelah Aplikasi) induksi pembungaan. Zat pemecah dormansi yang diberikan
adalah pemberian etephon dengan konsentrasi 200 ppm/pohon, BAP 200
ppm/pohon, dan KNO3 40 g/ pohon dalam 1 liter larutan.
Hasil penelitian menunjukkan perlakuan penginduksi pembungaan
(Prohexadion-Ca, Paclobutrazol, strangulasi) berpengaruh nyata dalam
mempercepat pembungaan dan meningkatkan jumlah bunga dan buah tanaman
jeruk. Perlakuan Prohexadion-Ca dapat mempercepat pembungaan yang lebih
baik dari pada Paclobutrazol. Paclobutrazol, Prohexadion-Ca dan strangulasi
meningkatkan jumlah buah dengan meningkatkan C/N rasio di daun. Perlakuan
zat pemecah dormansi tidak memberikan pengaruh yang nyata pada percepatan
pembungaan dan peningkatan jumlah bunga dan buah.
Kata kunci: Giberelin, residu, produksi di luar musim.

v

SUMMARY
M. DARMAWAN. The Off-Season Flowering Induction of „Keprok‟ Citrus Tree
(Citrus reticulata). Supervised by ROEDHY POERWANTO and SLAMET
SUSANTO.
The purposes of this study were to study (1) the effectiveness of flowering

induction treatments (Prohexadion-Ca, Paclobutrazol, and strangulation) toward
Keprok, (2) the effectiveness of dormancy-breaking substance treatments (etephon,
BAP, and KNO3) on the flowering of Keprok, and (3) the interaction effect
between flowering induction treatment and dormancy-breaking substances on the
flowering of Keprok.
This research was conducted at orange farm in Tangkil, Caringin Bogor
Sub-district which lasted from November 2012 until July 2013. This experiment
used a separated block design (Split Block Design) which consisted of two factors.
The first factor is the flowering induction consists of four levels i.e. control,
Prohexadion-Ca, Paclobutrazol, and strangulation. Whereas, the second factor was
the provision of dormancy -breaking substances consisted of four levels i.e.
control, etephon, BAP and KNO3. From treatment combination, there were 16
trial units and 4 replications. As a result 64 plants were used.
Young citrus tres used in this research have similarity of age (5 years).
Flowering induction treatment, namely, Prohexadion-Ca, was applied to the
leaves twice. The first application after flush getting mature and the second was
one week after the first application was done, with a concentration of 500 ppm/
plant in a liter of water. Paclobutrazol was applied to the soil once after flush
getting mature with of 2 g/plant in a liter of water. Strangulation was done by a
wire twist with diameter of 2 mm. The wire was twisted at a height of 30 cm. The

wire twist was made after trubus getting mature. Dormancy-breaking substance
treatment was applied 45 (HSA) flowering induction. Each dormancy-breaking
substance was in liter of water added with 200 ppm ethepon, 200 ppm BAP, and
40 g KNO3 for each tree.
The results showed that the flowering induction treatments (Prohexadion-Ca,
Paclobutrazol, strangulation) gives the significant effect to accelerate of flowering
and increase the number of flower and fruit on keprok tree. Prohexadion-Ca
treatment has ability to accelerate of flowering time better than Paclobutrazol.
Paclobutrazol, Prohexadion-Ca and strangulation gives the effects to increase the
number of fruit due to these treatments are able to increase the C/N rasio in the
leaves tissue. Dormantion breaking treatments doesn‟t gives the significant effect
to accelerate of flowering time and increase the number of flower and fruit.
Keywords: Gibberellin, residue, off-season production.

vi

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

vii

INDUKSI PEMBUNGAAN DI LUAR MUSIM PADA
TANAMAN JERUK KEPROK (Citrus reticulata)

MUHAMMAD DARMAWAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

viii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Darda Efendi, MSi

ix

Judul Tesis : Induksi Pembungaan di Luar Musim pada Tanaman Jeruk Keprok
(Citrus reticulata)
Nama
: Muhammad Darmawan
NIM
: A252110231

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Prof Dr Ir Roedhy Poerwanto, MSc
Ketua

Prof Dr Ir Slamet Susanto, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian: 11 Maret 2014

Tanggal Lulus:


x

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini. Tesis
yang disusun ini berjudul Induksi Pembungaan di Luar Musim pada Tanaman
Jeruk Keprok (Citrus reticulta). Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar magister di Program Studi Agronomi dan Hortikultura,
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih Penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Roedhy Poerwanto,
M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, M.Sc selaku pembimbing, serta Dr. Ir.
Maya Melati, MS, M.Sc selaku ketua Program Studi Angronomi dan Hortikultura.
Terima kasih pula Penulis sampaikan kepada para dosen Program Studi Agronomi
dan Hortikultura, teman-teman mahasiswa pascasarjana Program Studi Agronomi
dan Hortikultura dan teman-teman mahasiswa pascasarjana Sulawesi Selatan yang
telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
(alm) ayah, ibu, kakak dan seluruh keluarga besar atas segala doa dan kasih
sayangnya selama ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas pembiayaan biaya kuliah pada program

Beasiswa Unggulan (BU) On Going. Penulis juga menyampaikan terima kasih
atas pembiayaan penelitian dalam tesis ini melalui program Sistem Inovasi
Nasional (SINAS) dengan No kontrak 38/SEK/INSINAS/PPK/I/2013 tanggal 14
Januari 2013 yang diketuai oleh Prof. Dr. Ir. Roedhy Poerwanto, M.Sc.
Semoga tulisan dan penelitian ini dapat memberi manfaat bagi dunia
Pertanian dan pihak lain yang membutuhkannya.

Bogor, Mei 2014
Muhammad Darmawan

xi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

ix
ix

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis

1
1
2
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi dan Morfologi Tanaman Jeruk
Syarat Tumbuh
Fisiologi Pembungaan
Pengaruh Prohexadion-Ca dalam Pembungaan
Pengaruh Paclobutrazol dalam Pembungaan
Strangulasi
Etephon
BAP (6-Benzyl Amino Purin)
Kalium Nitrat (KNO3)

3
3
3
4
5
6
7
8
8
9

3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Rancangan Percobaan
Pelaksanaan Penelitian

10
10
10
10
11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan Vegetatif
Pertumbuhan Generatif
Kandungan Karbohidrat, Nitrogen, dan Rasio C/N
Kualitas Buah

15
15
20
24
25

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

27
27
27

DAFTAR PUSTAKA

28

LAMPIRAN

32

RIWAYAT HIDUP

36

xii

DAFTAR TABEL
1 Jumlah tunas per cabang tanaman jeruk keprok pada perlakuan induktor
pembungaan dan zat pemecah dormansi
2 Panjang per tunas tanaman jeruk keprok pada perlakuan induktor
pembungaan dan zat pemecah dormansi
3 Jumlah daun tanaman jeruk keprok pada perlakuan induktor pembungaan
dan zat pemecah dormansi
4 Tingkat kehijauan daun, luas daun dan kandungan klorofil daun pada
perlakuan induktor pembungaan dan zat pemecah dormansi
5 Bunga pertama muncul, total bunga, fruit set, total buah pada perlakuan
induktor pembungaan dan zat pemecah dormansi
6 Gugur buah, jumlah buah panen, dan bobot panen pada perlakuan
induktor pembungaan dan zat pemecah dormansi
7 Pengaruh interaksi antara perlakuan induktor pembungaan dan zat
pemecah dormansi terhadap kandungan karbohidrat, nitrogen, dan rasio
C/N daun.
8 Bobot buah, berat biji, berat daging buah, berat kulit, berat jus pada
perlakuan induktor pembungaan dan zat pemecah dormansi
9 Edible portion, juice portion, padatan terlarut total, asam tertitrasi pada
perlakuan induktor pembungaan dan zat pemecah dormansi

15
18
18
19
20
21

25
26
27

DAFTAR GAMBAR
1 Perbandingan perlakuan faktor induktor pembungaan terhadap jumlah
bunga yang muncul
2 Perbandingan perlakuan faktor induktor pembungaan terhadap total buah
yang terbentuk

20
22

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Alur pelaksanaan penelitian di lapangan
Dena pengacakan percobaan di lahan
Analisis kandungan karbohidrat total daun metode Luff-Schoorl
Analisis kandungan nitrogen daun metode Semimikro Kjedhal

32
33
34
35

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jeruk merupakan salah satu komoditi tanaman buah-buahan yang tumbuh
dan berkembang dengan baik di Indonesia. Buah jeruk sangat digemari oleh
masyarakat karena rasanya enak, segar, dan mengandung vitamin C. Peluang
pasar komoditi jeruk di dalam negeri terbuka cukup luas yang disebabkan oleh
meningkatnya pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan, dan kesadaran
masyarakat akan pentingnya gizi di samping berkembangnya agroindustri. Saat ini
Indonesia adalah negara pengimpor jeruk terbesar kedua di ASEAN setelah
Malaysia. Selama kurun waktu 2005 sampai 2010 impor mencapai 550 809 ton
per tahun dengan nilai mencapai US $ 650 128 774 selama lima tahun (BPS 2011).
Produksi jeruk bersifat musiman karena tanaman jeruk hanya dapat berbuah
dalam beberapa bulan saja setiap tahunnya. Sifat ini tidak menguntungkan karena
pada musim panen pasokan buah jeruk berlebih. Pasokan buah jeruk impor pada
saat tidak musim buah menyebabkan terjadi yang stabilitas harga jual buah jeruk
lokal di pasaran tidak terjamin. Untuk mengatasi permasalahan tersebut
diperlukan teknik budidaya yang dapat mengatur produksi buah di luar musim,
sehingga pasokan buah jeruk diharapkan tersedia sepanjang tahun.
Aktivitas fisiologi yang berperan dalam mempengaruhi perubahan
pembungaan antara lain kandungan karbohidrat, kandungan nitrogen, dan rasio
C/N yang terdapat dalam tanaman (Vemmos 1995). Berbagai upaya perlu
dilakukan untuk meningkatkan pembungaan dan produksi antara lain rekayasa
terhadap tanaman dan lingkungan tumbuhnya. Langkah-langkah yang diperlukan
untuk induksi pembungaan seperti pengaturan suhu (Poerwanto et al. 1994), stress
air (Susanto et al. 1993), strangulasi (Thamrin 2008, Yamanishi et al. 1993), dan
aplikasi zat pengatur tumbuh (Efendi 1994, Poerwanto dan Susanto 1996).
Zat pengatur tumbuh yang komersil dan banyak digunakan untuk produksi
buah di luar musim adalah Paclobutrazol. Paclobutrazol menghambat biosintesis
giberelin sehingga dapat mengalihkan pertumbuhan vegetatif menuju ke
pertumbuhan reproduktif. Paclobutrazol dapat menginduksi produksi buah di luar
musim pada tanaman mangga (Efendi 1994, Susanto dan Poerwanto 1999), jeruk
(Poerwanto dan Inoue 1994), dan manggis (Rai et al. 2004). Penggunaan
Paclobutrazol untuk menginduksi pembungaan di luar musim sangat efektif tetapi
Paclobutrazol meninggalkan residu pada tanah. Residu Paclobutrazol pada
perkebunan mangga bisa sampai 2 tahun yang mengakibatkan pertumbuhan
vegetatif tanaman terhambat dan mengganggu lingkungan (data tidak
dipublikasikan). Diduga penggunaan Paclobutrazol secara berlebihan akan
mengakibatkan terjadinya pencemaran air dan tanah sehingga pertumbuhan
tanaman akan terganggu (Adiel et al. 2011). Terhambatnya pertumbuhan vegetatif
oleh residu Paclobutrazol akan mengganggu produksi pada tahun-tahun
berikutnya.
Akhir-akhir ini telah ditemukan zat penghambat tumbuh yang mempunyai
sifat fisiologi mirip dengan Paclobutrazol tetapi tidak meninggalkan residu setelah
diaplikasikan. Zat tersebut adalah Prohexadion-Ca. Menurut Kofidis et al. (2008),
Prohexadione-Ca menyebabkan penurunan pertumbuhan dengan cara memblokir

2

biosintesis giberelin. Prohexadion-Ca adalah bahan kimia yang dapat
dimetabolisme dengan cepat dalam jaringan tanaman (Evans et al. 1999) dan
sangat efektif dalam menghambat pertumbuhan tunas tanaman apel (Medjdoub
dan Blanco 2003). Prohexadione-Ca saat ini digunakan untuk menekan
pertumbuhan vegetatif dari buah pohon pome dan juga mengontrol tinggi tanaman
dipohon buah-buahan lainnya, sayuran dan biji-bijian (Kofidis et al. 2008). Hasil
penelitian Adiel et al. (2011) menunjukan bahwa Prohexadion-Ca dapat
menginduksi pembungaan pada mangga. Prohexadion-Ca efektif dalam menekan
pertumbuhan vegetatif, meningkatkan jumlah pembungaan, dan meningkatkan
hasil dan kualitas buah pada rasberry (Poledica et al. 2012). Aplikasi
Prohexadion-Ca juga telah efektif digunakan untuk mempercepat pembungaan
pada tanaman apel (Owens dan Stiver 1999), ceri (Elfving et al. 2003), dan
mangga (Adiel et al. 2011). Prohexadione-Ca adalah pengatur tumbuh yang relatif
baru, dengan efek residu pendek yang berlangsung hanya beberapa minggu (Adil
et al. 2011). Dengan demikian tidak seperti Paclobutrazol, penggunaan
Prohexadion-Ca dapat menghambat pertumbuhan tanaman vegetatif dan
menginduksi bunga tanpa menyebabkan resiko pada tanah.
Pengaturan pembungaan dapat pula dilakukan secara fisik yaitu dengan
strangulasi. Susanto et al. (2002) menyatakan bahwa strangulasi pada tanaman
jeruk pamelo mampu menginduksi tanaman untuk berbunga dan membentuk buah.
Penelitian Putra (2002) menyatakan bahwa strangulasi batang utama dengan
penggunaan kawat 2.0 mm dalam waktu tiga bulan mampu meningkatkan
pembungaan jeruk pamelo „Nambangan‟. Hasil penelitian lainnya menunjukan
bahwa strangulasi pada tanaman jeruk pamelo menghambat translokasi fotosintat
dari tajuk ke akar sehingga terjadi peningkatan akumulasi karbohidrat di bagian
tajuk yang akan merangsang tanaman jeruk untuk berbunga dan membentuk buah
(Susanto 2002, Yamanishi et al. 1995).
Aplikasi Paclobutrazol pada tanaman mangga menyebabkan mata tunas
menjadi dorman dan pecah tunas akan terjadi setelah beberapa bulan aplikasi
Paclobutrazol. Pemberian etephon, BAP, atau KNO3 dapat mempercepat pecah
tunas dan pembentukan bunga (Poerwanto et al. 1995). Etephon merupakan salah
satu zat pengatur tumbuh sintetik yang mampu mengatasi dormansi tunas
generatif, antara lain pada mangga dan jeruk (Syahbudin 1999). BAP adalah salah
satu sitokinin sintetik yang dapat mendorong pembelahan sel, morfogenesis,
pertunasan, pembelahan kloroplas, serta menghambat senesen dan absisi. KNO3
dapat menyerempakkan pecah tunas pada tanaman mangga (Efendi 1994).
Tujuan Penelitian
1 Mempelajari efektivitas perlakuan induktor pembungaan (Prohexadion-Ca,
Paclobutrazol, dan strangulasi) terhadap pembungaan tanaman jeruk keprok
2 Mempelajari efektivitas perlakuan zat pemecah dormansi (etephon, BAP, dan
KNO3) terhadap pembungaan tanaman jeruk keprok
3 Mempelajari pengaruh interaksi antara perlakuan induktor pembungaan dan
zat pemecah dormansi pada pembungaan tanaman jeruk keprok.

3

Hipotesis
1. Terdapat satu atau lebih perlakuan penginduktor pembungaan yang
mempercepat pembungaan tanaman jeruk keprok.
2. Terdapat salah satu atau lebih zat pemecah dormansi yang dapat memecah
dormansi pada tanaman jeruk keprok.
3. Terdapat interaksi antara perlakuan induktor pembungaan dan zat pemecah
dormansi pada pembungaan tanaman jeruk keprok.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi dan Morfologi Tanaman Jeruk
Jeruk merupakan tanaman yang termasuk dalam famili Rutaceae, sub famili
Aurantioideae. Famili Rutaceae terdiri dari 130 genus dan yang paling banyak
dibudidayakan adalah genus Citrus. Genus Citrus terdiri dari dua sub genus yaitu
Papeda dan Eucitrus. Papeda memiliki tangkainya panjang, pangkal daun
bersayap, dan buahnya tidak dapat dimakan karena adanya tetes-tetes minyak
pedas yang banyak dalam kantong juice, sedangkan Eucitrus merupakan jenis
tanaman jeruk yang paling banyak dan paling luas dibudidayakan karena buahnya
enak untuk dimakan. Jeruk keprok (Citrus reticulata) merupakan salah satu
spesies yang termasuk di dalam subgenus Eucitrus (Samson 1980).
Genus Citrus pada umumnya berupa pohon atau perdu, posisi daun
berhadap-hadapan atau berseling, bentuk daun bisa berupa daun tunggal atau
majemuk. Jeruk berdaun menyirip dan beranak daun satu (unifoliatus) dan dahan
yang lebih dewasa biasanya tidak berduri. Pohon jeruk mempunyai akar tunggang
dan mempunyai beberapa rambut akar. Bunga tumbuh pada ketiak daun, tunggal
atau dalam rangkaian. Bunga jeruk berbau sangat harum bila membuka penuh,
kelopak berbentuk segi tiga yang runcing atau tumpul, dan berbulu halus. Dari
luar bunga jeruk berwarna putih hijau kekuningan atau putih kekuningan dengan
bintik kelenjar kuning muda sedangkan dari dalam berwarna putih. Buah
merupakan jenis beri yang spesial yang disebut hesperidium, lapisan luar kaku
dan mengandung banyak kelenjar minyak atsiri. Kulit buah mula-mula berwarna
hijau tetapi setelah masak warna berubah menjadi kuning atau jingga. Lapisan
kulit ini disebut flavedo. Lapisan tengah bersifat seperti spon, terdiri atas jaringan
bunga karang yang biasanya berwarna putih yang disebut dengan albedo. Biji
berisi satu atau lebih embrio (poliembrioni) (Harjadi 1996).
Syarat Tumbuh
Jeruk dapat tumbuh pada daerah antara 45oLU-35oLS. Di daerah subtropis,
tanaman jeruk ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 650 m dpl, sedangkan
di daerah katulistiwa sampai ketinggian 2000 m dpl. Suhu optimum untuk
pertumbuhan dan perkembangan jeruk antara 25oC-30oC. Aktivitas pertumbuhan
jeruk akan berkurang bila temperatur kurang dari 13o C tetapi masih bisa bertahan
pada temperatur kurang dari 13oC (Pracaya 1999).

4

Tanaman jeruk tumbuh baik pada tipe tanah yang berdrainase baik,
memiliki porositas yang baik, dan bersolum dalam seperti jenis tanah aluvial.
Kisaran pH yang optimal untuk pertumbuhan jeruk adalah 5-8. Air diperlukan
untuk pertumbuhan, pembungaan, dan produksi jeruk, namun jeruk peka terhadap
kondisi tergenang dan kelembaban yang tinggi karena dapat menimbulkan
penyakit (Samson 1980).
Fisiologi Pembungaan
Pohon buah mengalami siklus tumbuh dari embrio (dalam biji), kecambah,
yuwana (juvenil) dan dewasa. Tanaman akan mengalami perubahan secara
perlahan-lahan dari masa muda ke masa dewasa. Masa muda tanaman ditandai
dengan belum adanya kemampuan untuk berbunga pada tanaman tersebut. Bagian
bawah yang jauh dari akar telah menjadi dewasa, sedangkan bagian yang dekat
dari akar biasanya masih muda. Pada saat tanaman mulai mampu berbunga
disebut sebagai masa transisi. Masa transisi pada tanaman tidak berlangsung
serentak. Transisi dari juvenil ke dewasa melalui suatu tahapan dimana bagianbagian bawah tetap mempertahankan karakteristik juvenil sementara bagian atas
pohon mulai berbunga (Poerwanto 2003).
Bagian batang yang berbatasan dengan akar juga tetap pada fase juvenil.
Beberapa ahli fisiologi menghubungkan fenomena ini dengan produksi hormon
akar yang ditranslokasikan ke atas. Perubahan peningkatan hormon ini dalam
meristem apikal bertanggung jawab untuk transisi dari juvenil ke tahap dewasa.
Pucuk apikal juvenil dan dewasa mempunyai tipe RNA yang berbeda dengan
kode genetik suatu klon tetap. Perubahan ini mencerminkan represi dan ekspresi
gen yang dibawa hormon (Poerwanto 2003)
Giberelin merupakan zat pengatur tumbuh (ZPT) yang berperan dalam
proses pembungaan. Aplikasi ZPT memberikan respon yang berbeda pada setiap
jenis tanaman, demikian juga dengan giberelin. Tidak semua tanaman yang diberi
giberelin dapat berbunga. Goldlochmidt dan Monselise (1972) menyatakan bahwa
penurunan giberelin diperlukan untuk menginduksi pembungaan pada tanaman
jeruk dan tanaman berkayu lainnya. Goldschmidt dan Monselise (1972)
selanjutnya juga menyatakan bahwa penghambatan pembungaan oleh giberelin
mungkin merupakan pengaruh langsung yang disebabkan oleh peningkatan
pertumbuhan vegetatif.
Lang (1952) menyatakan bahwa proses pembentukan bunga dibagi menjadi
empat tahap. Pertama, induksi atau inisiasi bunga dan diferensiasi primordia
bunga. Kedua, penyusunan/organisasi bunga dan diferensiasi bagian-bagian bunga
secara individu. Ketiga, pematangan bunga dan biasanya terjadi bersamaan
dengan proses pertumbuhan bagian-bagian bunga, diferensiasi jaringan sporogen,
meiosis, tepung sari dan perkembangan kantung embrio. Keempat, antehis atau
bunga mekar. Induksi bunga merupakan suatu tahapan ketika kuncup vegetatif
dirangsang secara biokimia dan berubah menjadi pucuk reproduktif. Tidak ada
perubahan morfologi yang menandakan tahap ini terjadi (Poerwanto 2003).
Inisiasi bunga merupakan bagian awal dari fase reproduktif tanaman
(Khrisnapoorty 1981). Pada tahap ini tunas vegetatif dirangsang secara biokimia
dan berubah menjadi tunas reproduktif. Menurut Janick (1972) inisiasi bunga
diatur oleh hubungan antara kandungan karbohidrat dan nitrogen (nisbah C/N)

5

pada tanaman. Nisbah C/N yang tinggi dapat menginduksi pembungaan,
sedangkan bila nisbah C/N rendah tanaman akan lebih mengarah pada
pertumbuhan vegetatif. Guardiola (1981) menyatakan inisiasi bunga merupakan
tahap paling selektif terhadap faktor hormon dan lingkungan, jika kondisinya
tidak sesuai maka perkembangan tunas bunga menjadi terhambat.
Induksi bunga adalah fase yang paling penting dalam proses pembungaan.
Pada fase ini terjadi perubahan fisiologis atau biokimia pada mata tunas dari
pertumbuhan vegetatif mengarah pada pertumbuhan generatif. Induksi
pembungaan merupakan fase yang penting karena perubahan hanya nampak pada
kuncub bunga, sedangkan perubahan secara morfologis tidak ada. Induksi
pembungaan berkaitan dengan beberapa faktor. Faktor tersebut adalah faktor
eksternal, internal dan manipulasi oleh manusia. Faktor eksternal yaitu suhu,
stress air, dan panjang hari; faktor internal yaitu kandungan nitrogen, karbohidrat,
asam amino, dan hormon serta faktor manipulasi oleh manusia seperti
girdling/ringing, pemangkasan, pengeringan, pamangkasan akar, pelengkungan
cabang, dan pemberian zat pengatur tumbuh.
Aplikasi zat pengatur tumbuh yang berpotensi menurunkan aktivitas
giberelin endogen diharapkan mampu meningkatkan pembungaan pada tanaman
jeruk. Menurut Wattimena (1987), Paclobutrazol adalah senyawa aktif yang
menghambat produksi giberelin, sehingga secara tidak langsung menyediakan
sebagian besar fotosintat untuk pertumbuhan generatif. Prohexadion-Ca adalah
senyawa yang dapat menyebabkan penuruan pertumbuhan dengan cara memblokir
biosintesis giberelin, sehingga dapat menghambat pertumbuhan vegetatif (Adiel et
al. 2011)
Mengacu pada penelitian Goldsmidt dan Monselise (1972) bahwa dalam
pengaturan pembungaan digunakan zat yang dapat menekan biosintesis giberelin
yang disebut sebagai zat penghambat tumbuh. Penggunaan zat penghambat
tumbuh secara langsung menekan pertumbuhan vegetatif sehingga akan
meningkatkan nisbah C/N dan mendorong terjadinya inisiasi tunas bunga.
Penggunaan retardan dalam mengatur pembungaan kadang-kadang menyebabkan
dormansi tunas, sehingga tunas-tunas yang sudah terinisiasi tidak dapat muncul
dan berkembang menjadi tunas bunga. Menurut Ryugo (1988) pemecahan
dormansi dari tunas-tunas bunga tersebut tergantung pada keberadaan cadangan
karbohidrat pada tanaman.
Pengaruh Prohexadione-Ca dalam Pembungaan
Akhir-akhir ini telah ditemukan zat penghambat tumbuh yang mempunyai
sifat fisiologi mirip dengan Paclobutrazol tetapi tidak meninggalkan residu setelah
aplikasi. Zat pengatur tumbuh tersebut ialah Prohexadion-Ca. Prohexadione-Ca
menyebabkan penurunan pertumbuhan dengan cara memblokir biosintesis
giberelin. Prohexadione-Ca adalah zat pengatur tumbuh yang relatif baru, dengan
efek residu pendek yang berlangsung hanya beberapa minggu (Adil et al. 2011).
Prohexadion-Ca adalah bahan kimia yang dianggap sebagai zat pengatur
tumbuh yang paling aman karena tidak menyebabkan kontaminasi pada tanah,
dan penggunaan Prohexadion-Ca dengan dosis yang rendah dapat menekan
pertumbuhan pada tanaman apel (Unrath 1999). Prohexadion-Ca adalah bahan
kimia yang dengan cepat dimetabolisme dalam jaringan tanaman (Evans et al.

6

1999) dan sangat efektif dalam menghambat pertumbuhan tunas tanaman apel
(Medjdoub dan Blanco 2003). Prohexadion-Ca efektif dalam menekan
pertumbuhan vegetatif, meningkatkan pembungaan, serta meningkatkan hasil dan
kualitas buah pada rasberry (Poledica et al. 2012). Aplikasi Prohexadion-Ca juga
telah efektif digunakan untuk mempercepat pembungaan pada tanaman apel
(Owens dan Stiver 1999), ceri (Elfving et al. 2003), dan mangga (Adiel et al.
2011).
Beberapa tahun terakhir, Prohexadione-Ca telah digunakan sebagai
alternatif untuk pengganti Dominozide. Dominozide menimbulkan masalah dalam
pencemaran lingkungan dan penggunaannya saat ini sangat dibatasi.
Prohexadione-Ca dianggap aman karena tidak memiliki efek terhadap mamalia
dan berpotensi rendah untuk bioakumulasi dalam lingkungan. Prohexadione-Ca
saat ini digunakan untuk menekan pertumbuhan vegetatif dari buah pohon pome
dan juga mengontrol tinggi tanaman di pohon buah-buahan lainnya, sayuran, dan
biji-bijian (Kofidis et al. 2008). Hasil penelitian Adiel et al. (2011) menunjukkan
bahwa Prohexadion-Ca dapat menginduksi pembungaan pada mangga.
Prohexadion-Ca diaplikasikan pada tanaman melalui daun. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian melalui daun lebih efektif jika dilakukan
beberapa kali dengan dosis yang rendah. Prohexadion-Ca dengan dosis 0.5 g per
liter air menyebabkan tanaman mangga berbunga lebih cepat 30 hari
dibandingkan tanaman kontrol (Adiel et al. 2011), sedangkan dengan dosis 0.20.4 g per liter Prohexadion-Ca efektif menghambat pertumbuhan tanaman apel
sebesar 27%-36% dibandingkan kontrol. Dengan demikian tidak seperti
Paclobutrazol, penggunaan Prohexadion-Ca dapat menghambat pertumbuhan
vegetatif tanaman dan induksi bunga tanpa menyebabkan residu pada tanah.
Pengaruh Paclobutrazol dalam Pembungaan
Paclobutrazol dapat diaplikasikan pada tanaman melalui daun atau tanah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan melalui tanah lebih efektif
dibandingkan perlakuan melalui daun, sedangkan penyemprotan melalui daun
akan lebih efektif jika dilakukan beberapa kali dengan dosis yang rendah (Voon
et al. 1992).
Paclobutrazol diserap oleh tanaman melalui daun, pembuluh batang, atau
akar, kemudian translokasikan secara akropetal melalui xylem ke bagian tanaman
yang lain. Pada meristem sub apikal senyawa ini akan menghambat biosintesis
giberelin yang selanjutnya akan menyebabkan penurunan laju pembelahan sel
sehingga menghambat pertumbuhan vegetatif dan secara tidak langsung akan
mengalihkan fotosintat ke pertumbuhan reproduktif yang diperlukan untuk
membentuk bunga dan buah (Susanto dan Poerwanto 1999)
Paclobutrazol dapat menginduksi pembungaan beberapa pohon buah-buahan
tropis (Voon et al. 1992) sebagai akibat dari kemapuan menghambat biosintesis
giberelin. Giberelin merupakan faktor endogen yang menghambat pembungaan
jeruk dan beberapa pohon buah-buahan lain. Poerwanto dan Inoue (1990) telah
membuktikan bahwa aktivitas mirip giberelin pada tanaman jeruk Satsuma yang
terinduksi bunganya, lebih rendah daripada yang tidak terinduksi.

7

Penghambatan biosintesis giberelin oleh Paclobutrazol yaitu pada proses
oksidasi kauren menjadi asam kaurenat, berakibat meningkatnya biosintesis asam
absisat (ABA) yaitu hormon yang berperan dalam dormansi tunas (Wattimena
1987). Terhambatnya biosintesis giberelin menyebabkan perpanjangan sel pada
meristem apikal berjalan lambat sehingga menekan pertumbuhan vegetatif pada
tanaman (Susanto dan Poerwanto 1999).
Pembungaan berhubungan dengan kandungan giberelin dalam tanaman.
Kandungan giberelin yang tinggi akan menekan kandungan karbohidrat pada
pucuk yang aktif tumbuh sehingga menghambat pembungaan. Pemberian
Paclobutrazol sebagai zat penghambat tumbuh yang meghambat biosintesis
giberelin dapat menginduksi pembungaan (Sach 1977)
Aplikasi Paclobutrazol secara nyata berperan menginduksi pembungaan
tanaman mangga di luar musim pada tanaman. Bunga muncul pada 61-71 hari
setelah aplikasi Paclobutrazol dengan persentase pembungaan 83.3%-100%,
sementara pada kontrol tidak berbunga sama sekali. Selain itu, Paclobutrazol
secara nyata menghambat pertumbuhan vegetatif tanaman mangga, yaitu
menurunkan total tunas dan memperpendek panjang tunas. Induksi pembungaan
terjadi pada 61-71 hari setelah perlakuan Paclobutrazol pada tanaman mangga
(Susanto dan Poerwanto 1999). Konsentrasi pemberian Paclobutrazol dan efek
penggunaan Paclobutrazol pada setiap tanaman bervariasi, hal ini dipengaruhi
oleh faktor genetik dan faktor lingkungan (Voon et al. 1992). Lontoh et al.
(1989) menyatakan bahwa penggunaan Paclobutrazol memiliki efek residu pada
tahun berikutnya, hal ini diperkuat oleh Lyer dan Kurian (1991) yang menyatakan
bahwa, efek Paclobutrazol dapat bertahan selama 2 tahun. Dari beberapa
penelitian penggunaan Paclobutrazol terlihat bahwa konsentrasi dan waktu
pemberian Paclobutrazol harus tepat sehingga ada jaminan akan keberhasilan
pembungaan.
Strangulasi
Salah satu cara menginduksi pembungaan pada tanaman yaitu dengan cara
pengikatan batang ataupun cabang tanaman dengan menggunakan kawat.
Pengikatan batang ataupun cabang tanaman dengan menggunakan kawat disebut
dengan strangulasi. Strangulasi dapat menginduksi pembungaan rambutan diduga
karena pengaruh pada berbagai hal. Pertama, akan menghambat translokasi
fotosintat dari tajuk ke akar, sehingga terjadi penumpukan karbohidrat di bagian
tajuk. Penumpukan karbohidrat ini akan menyebabkan peningkatan nisbah C/N
pada tajuk. Nisbah C/N yang tinggi pada tajuk penting dalam pembungaan. Kedua,
hambatan translokasi karbohidrat ke akar menyebabkan akar kekurangan energi
untuk melakukan aktivitasnya. Aktivitas akar akan berkurang dalam mengabsorsi
air, unsur hara, sintesis hormon. Rendahnya absorsi hara terutama nitrogen akibat
dari strangulasi akan menyebabkan nisbah C/N pada tajuk akan meningkat. Absori
air yang berkurang akan menyebabkan stress air fisiologis pada tanaman. Stress
air akan menyebabkan hidrolisis pati dan protein menjadi bentuk yang lebih
sederhana yang akan digunakan tanaman menginduksi bunga. Ketiga,
terganggunya fungsi akar karena akan menyebabkan berkurangnya sintesis
hormon, termasuk giberelin (Poerwanto 2003).

8

Thamrin (2008) menyatakan bahwa strangulasi dengan cara melilitkan
kawat dengan diameter 3.0 mm pada batang utama, menekan kawat ke batang
sedalam 3.0 mm, dan dilepaskan tiga bulan setelah aplikasi dapat mempercepat
terbentuknya kuncup bunga, meningkatkan bunga mekar, buah terbentuk, dan
fruit set per pohon, jika dibandingkan dengan tanpa perlakuan strangulasi.
Strangulasi dapat meningkatkan kandungan karbohidrat daun dan nisbah C/N
dibandingkan tanaman kontrol, tetapi kandungan nitrogen pada daun akan
menurun dibandingkan kontrol. Tanaman yang diberi perlakuan strangulasi
memiliki panjang tunas yang lebih pendek dan memiliki jumlah tunas yang lebih
sedikit dibandingkan dengan tanpa perlakuan strangulasi. Tanaman yang
diberikan perlakuan strangulasi dapat mempercepat pembungaan, meningkatkan
jumlah kuncup bunga, dan jumlah cluster. Tanaman yang diberikan perlakuan
strangulasi juga memiliki jumlah karbohidrat yang lebih lebih tinggi dibandingkan
dengan tanpa perlakuan strangulasi (Ramda 2005).
Hasil percobaan pada Rambutan di Bogor menunjukan bahwa perlakuan
ringing pada bulan Mei, Juni, atau Juli dapat menyebabkan pohon rambutan
berbunga lebih awal daripada kontrol (Poerwanto 2001). Percobaan Poerwanto
(2001) menunjukan bahwa tanaman yang tidak diperlakukan (cek) berbunga pada
awal Oktober, sedangkan tanaman yang diringing berbunga mulai pertengahan
Juni. Dengan mengatur waktu ringing dapat diatur pula waktu berbunga rambutan,
sehingga waktu panen rambutan juga dapat diatur (Poerwanto 2003).
Etephon
Etephon (asam 2-kloroetil fosfonat) merupakan salah satu zat pengatur
tumbuh sintetik yang mampu mengatasi dormansi tunas generatif antara lain pada
leci (Poerwanto et al. 1997), mangga (Efendi 1994), dan jeruk keprok siem
(Sostenes 1996). Fungsi etephon setelah pemberian Paclobutrazol adalah sebagai
zat pemecah dormansi mata tunas generatif, karena menurut Mehouachi et al.
(1996), aplikasi Paclobutrazol juga meningkatkan biosintesis asam absisat dan hal
itu menyebabkan pucuk yang telah terinduksi berbunga mengalami dormansi.
Menurut Moore (1979), etephon dalam jaringan tanaman terhidrolisis
menghasilkan etilen, ion klor, dan fosfat. Etilen disamping berfungsi mendorong
pemecahan dormansi tunas, juga mendorong terjadinya absisi.
Etephon adalah senyawa yang secara spontan melepas etilen setelah kontak
dengan air. Etephon mampu merangsang pembungaan nanas dan mempercepat
pembungaan pada jeruk keprok dibandingkan dengan kontrol. Muchjajib dan
Espino (1991) menambahkan bahwa aplikasi Paclobutrazol yang diberikan
bersamaan dengan etephon mampu meningkatkan persentase pembungaan pada
tanaman rambutan. Penelitian yang dilakukan oleh Chandraparnih et al. (1992)
pada tanaman lychee yang berumur 15 tahun menunjukkan bahwa pemberian
Paclobutrazol 1000 ppm (foliar sprays) yang diikuti dengan aplikasi etephon 400
ppm ternyata dapat meningkatkan pembungaan sampai 300%.
BAP (6-Benzyl Amino Purin)
BAP merupakan turunan adenin yang aktivitasnya tinggi dalam mendorong
pembelahan sel. BAP mempunyai struktur yang serupa dengan kinetin dan
merupakan salah satu jenis sitokinin sintetik (Wattimena 1987).

9

Tidak seperti auksin dan giberelin, sitokinin hanya sedikit yang
ditranslokasikan melalui jaringan yang hidup pada tanaman. Sitokinin dibawa
secara pasif sepanjang aliran transpirasi pada xylem dari akar, yang merupakan
sumber utama produksinya, menuju ke bagian-bagian lain dalam tanaman
(Krishnamoorty 1981).
Krishnamoorty (1981) menyatakan bahwa selama pecah tunas, terjadi
perubahan-perubahan dalam tunas, yaitu peningkatan pada kandungan sitokinin,
asam nukleat, protein, poliamin, respirasi produksi etilen dan sebagainya.
Chandraparnih et al. (1992) menambahkan bahwa total kandungan sitokinin
meningkat dalam xylem 30 hari sebelum pembentukan tunas bunga dan maksimal
selama pembentukan bunga dan bunga mekar (antesis). Hasil penelitian
Chandraparnih et al. (1992) menunjukkan bahwa kandungan sitokinin yang tinggi
berkorelasi positif dengan pembentukan bunga. Sitokinin berfungsi mendorong
pemecahan tunas bunga yang mengalami dormansi. Watimmena (1987)
menyatakan bahwa pemberian BAP 100 ppm dapat mempercepat pecah tunas
serta meningkatkan jumlah tunas pecah. Penelitian Sostenes (1996) menyatakan
bahwa pemberian zat pemecah dormansi BAP dengan dosis 100 ppm yang
diaplikasikan tiga bulan setelah pemberian Paclobutrazol berpengaruh dalam
meningkatkan jumlah tunas, panjang tunas, dan jumlah daun dibandingkan
dengan kontrol.
Kalium Nitrat (KNO3)
Kalium nitrat (KNO3) mengandung dua unsur hara esensial yang dibutuhkan
tanaman, yaitu kalium dan nitrogen. Peranan utama kalium dalam metabolisme
tanaman adalah sebagai katalisator, terlibat dalam sintesis protein dari asam-asam
amino, dan metabolisme karbohidrat. Ion kalium dalam sel tanaman mempunyai
peranan dalam transportasi karbohidrat fotosintesis dan meningkatkan
permeabilitas membran. Nitrogen dalam tanaman berperan pada sintesis asam
amino saat pembentukan protein (Prahardini et al. 1989).
KNO3 mampu berperan sebagai zat pemecah dormansi pada tanaman jeruk.
Penelitan yang dilakukan oleh Erez et al. (1971) membuktikan bahwa KNO3
efektif dalam memecah dormansi pada peach dan beberapa tanaman decidious.
Bondan dan Linsangan (1979) menyatakan bahwa zat pemecah dormansi KNO3
dapat menginduksi pembungaan pada mangga. Lebih lanjut Subhandrabandhu dan
Tongumpai (1990) menambahkan bahwa KNO3 efektif dalam memecahkan
dormansi beberapa varietas mangga di Thailand. Menurut Efendi (1994), KNO3
yang diaplikasikan setelah pemberian Paclobutrazol pada mangga mampu
mempercepat dan meningkatkan persen pembungaan dibandingkan perlakuan
Paclobutrazol secara mandiri.
Aplikasi KNO3 efektif untuk merangsang munculnya tunas bunga pada
tanaman mangga (Efendi 1994). Prahardini et al. (1989) juga menyatakan bahwa
aplikasi KNO3 pada jeruk keprok siem mampu mempercepat pembungaan,
meningkatkan persen rantang reproduktif, serta jumlah bunga dan jumlah bakal
buah per tanaman dibandingkan kontrol.

10

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Percobaan dilakukan di kebun jeruk petani di Desa Tangkil, Kecamatan
Caringin, Kabupaten Bogor yang terletak pada ketinggian 700 m dari permukaan
laut dan mempunyai suhu rata-rata harian maksimum 30±2oC dan minimum
21±2oC. Penelitian ini berlangsung dari November 2012 sampai Juli 2013.
Pengujian karbohidrat dan nitrogen dilakukan di Laboratorium Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor. Pengujian
kandungan klorofil dilakukan di Laboratorium Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas buah di lakukan di
Laboratorium Pasca Panen Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut
Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Penelitian menggunakan tanaman jeruk keprok berumur 5 tahun yang
memiliki kesamaan diameter batang dan ukuran tajuk, hal ini bertujuan untuk
menyeragamkan kondisi tanaman. Bahan-bahan yang digunakan antara lain pupuk
kandang 60 kg/tanaman, Prohexadion-Ca, Paclobutrazol, etephon, BAP, KNO3,
tali, dan label. Alat-alat yang digunakan adalah tangga, alat penyiram, jangka
sorong, piloks untuk menandai, ember plastik, pengaduk, kawat 2 mm untuk
strangulasi, cool box, tang, dan Chlorophyll Meter (SPAD-502).
Bahan yang digunakan untuk analisis buah adalah jeruk keprok yang
diperoleh dari hasil panen, fenoftalein, NaOH 0.1 N, dan aquades. Peralatan yang
digunakan untuk analisis kualitas buah terdiri dari timbangan analitik, hand
reftaktometer, dan alat titrasi.
Rancangan Percobaan
Percobaan ini menggunakan Rancangan Blok Terpisah (Split Block Design).
Faktor pertama adalah induktor pembungaan yang terdiri atas empat taraf yaitu,
kontrol (I1), aplikasi Prohexadione-Ca (I2), Paclobutrazol (I3), dan strangulasi (I4).
Faktor kedua adalah aplikasi pemberian zat pemecah dormansi yang terdiri atas
empat taraf yaitu, kontrol (D1), etepon (D2), BAP (D3), dan KNO3 (D4). Terdapat
16 kombinasi perlakuan dan empat ulangan sehingga digunakan 64 tanaman
sebagai satuan percobaan. Data yang diperoleh diuji dengan uji DMRT (Duncan‟s
Multiple Range Test) pada taraf nyata 5%.
Model linier dari rancangan blok terpisah secara umum dapat dituliskan
sebagai berikut :
Yijk = µ + Kk + αi + ik + j + ik + (α )ij + ijk
Dimana :
Yijk : Nilai pengamatan pada faktor induksi taraf ke-i, faktor zat
pemecah dormansi taraf ke-j dan blok ke-k
µ
: Komponen aditif dari rataan
Kk : Pengaruh blok ke-k
αi
: Pengaruh utama faktor induksi ke-i

11

: Pengaruh utama faktor zat pemecah dormansi ke-j
(α )ij : Komponen interaksi dari faktor induksi ke-i dan faktor pemecah
dormansi ke-j.
: Komponen acak dari faktor induksi yang menyebar normal (0,ϭδ2)
ik
: Komponen acak dari faktor pemecah dormansi yang menyebar
ik
normal (0, ϭγ2)
:
Pengaruh acak dari interaksi induksi dan zat pemecah dormansi
ijk
yang menyebar normal
j

Pelaksanaan Percobaan
Persiapan Penelitian
Tanaman dipilih sebanyak 64 tanaman berdasarkan ukuran tajuk, umur
tanaman, dan kondisi tanaman. Setiap perlakuan diberikan label sesuai dengan
jenis perlakuan. Untuk keperluan pengamatan vegetatif pada setiap percobaan
dipilih 4 tunas berdasarkan arah mata angin per tanaman.
Pemupukan awal dilakukan sebelum perlakukan dasar dengan menggunakan
pupuk kandang sapi dengan dosis 60 kg/pohon yang diberikan sebelum perlakuan
dimulai. Pemangkasan (prunning) dilakukan sebelum perlakuan dimulai, hal ini
bertujuan untuk menghilangkan cabang-cabang yang kering dan terserang oleh
hama dan penyakit. Selain itu, dilakukan pembersihan gulma, penyemprotan
insektisida, dan penyemprotan fungisida.
Perlakuan Penelitian
Prohexadione-Ca diaplikasi pada daun dengan konsentrasi 500 ppm/pohon
dalam 1 liter air dan diaplikasikan sebanyak 2 kali. Aplikasi pertama dilakukan
setelah trubus menjadi dewasa (9 Desember 2012) dan aplikasi yang kedua
dilakukan pada 1 minggu setelah perlakukan pertama dilakukan (16 Desember
2012). Paclobutrazol diaplikasikan pada tanah sebanyak 1 kali dengan dosis 2
g/pohon dalam 1 liter air yang diaplikasikan ketika trubus menjadi dewasa (9
Desember 2012). Strangulasi dilakukan dengan cara melilitkan kawat berdiameter
2 mm pada pangkal pohon. Pelilitan dilakukan pada ketinggian 30 cm dari
pangkal pohon. Pelilitan dilakukan sekuat-kuatnya sampai kulit batang terluka.
Strangulasi diaplikasikan pada tanggal 9 Desember 2012 dan kawat di lepaskan 2
minggu setelah proses pelilitan (23 Desember 2012). Pemberian zat pemecah
dormansi dilakukan pada 45 HSA (Hari Setelah Aplikasi) induksi pembungaan
yaitu tanggal 23 Januari 2013. ZPT yang diberikan adalah etephon dengan
konsentrasi 200 ppm/pohon dengan volume 1 liter air, BAP dengan konsentrasi
200 ppm/pohon dengan volume 1 liter air, dan KNO3 40 g/pohon dalam 1 liter air.
Pengambilan sampel daun untuk analisis kandungan karbohidrat dan
kandungan nitrogen dilakukan sebelum tanaman berbunga. Analisis kandungan
karbohidrat daun dilakukan dengan metode Luff-Schoorl sedangkan untuk analisis
kandungan nitrogen dengan menggunakan metode Semimikro Kjeldhal.
Pengamatan luas daun dilakukan dengan menggunakan alat Leaf Area Meter.
Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian dengan mengambil daun ke-5 dari
tajuk yang sudah dewasa. Pengukuran tingkat kehijauan daun dilakukan dengan
menggunakan alat Chlorophyll Meter (SPAD-502) Minolta yang dilakukan pada
akhir penelitian yaitu tanggal 17 Februari 2013. Pengamatan kandungan klorofil

12

menggunakan metode Dan Sims (2002). Pengambilan sampel buah untuk analisis
kualitas buah dilakukan pada saat buah sudah siap untuk dipanen.
Pengamatan
Pada tiap tanaman sebanyak 4 ranting contoh diberi tanda untuk pengamatan
vegetatif. Ranting di luar contoh digunakan untuk sampel analisis kandungan
karbohidrat dan kandungan nitrogen. Sampel daun untuk analisis kandungan
karbohidrat dan nitrogen diambil dari daun yang sudah dewasa (berkembang
penuh dan berwarna hijau tua). Peubah yang diamati adalah:
Pertumbuhan vegetatif
1. Jumlah tunas per cabang
Pengamatan dilakukan setelah tunas pecah dan keluar bakal daun diamati
setiap minggu.
2. Panjang tunas (cm)
Pengamatan diukur dari pangkal tunas sampai pada titik tumbuh tunas
terminal dan diamati setiap minggu.
3. Jumlah daun per tunas
Pengamatan dilakukan setelah tunas pecah dan diamati setiap minggu.
Untuk pengolahan data, jumlah daun dikelompokan dalam selang waktu 2
minggu.
4. Luas daun contoh (cm2)
Luas daun diukur dengan menggunakan alat Leaf Area Meter. Daun yang
diamati adalah daun ke-5 dari tajuk yang sudah dewasa. Pengamatan
dilakukan pada akhir penelitian.
5. Kehijauan daun (unit)
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan alat Chlorophyll Meter
(SPAD-502) Minolta, dengan mengambil daun dari tajuk yang sudah
dewasa. Pengamatan tingkat kehijauan daun dilakukan pada akhir penelitian
yaitu 17 Februari 2013.
6. Analisis kandungan klorofil (mg/g)
Analisis kandungan klorofil dilakukan berdasarkan metode Dan Sims
(2002). Sampel daun yang diambil adalah daun ke-5 yang dihitung dari atas
(daun yang paling muda). Sampel daun ditimbang dengan berat ±0.02 g.
Daun tersebut dihaluskan dan ditambahkan acetris (85% aseton + 15% tris)
sebanyak 1 ml. Daun yang sudah halus dimasukan ke dalam microtube 2 ml,
sisa sampel dibilas dengan acetris sampai microtube penuh 2 ml. Setelah itu
disentrifugasi dengan kecepatan 14 000 rpm selama 10 detik. Supernatan
diambil 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan acetris 3 ml ke dalam tabung reaksi dan ditutup dengan kaleng
kemudian dikocok dengan menggunakan vortex. Absorbansi diukur dengan
spektrophotometer pada panjang gelombang 470 nm, 537 nm, 647 nm, dan
663 nm.
Klorofil a : 0.018173*A663 – 0.000897*A537 – 0.003406*A647
Klorofil b : 0.02405*A647 – 0.004305*A537 – 0.005507*A663

13

Pembungaan
1. Waktu bunga pertama muncul (HSAIP).
Saat pertama berbunga adalah saat pertama muncul tunas bunga pada
tanaman setelah perlakuan induksi pembungaan.
2. Total bunga mekar.
Total bunga mekar adalah jumlah total bunga mekar di setiap tanaman
dihitung setiap satu minggu sekali setelah perlakuan.
Buah
1. Fruit set (%)
Fruit set diamati setelah fase bunga mekar, dihitung dari jumlah buah yang
terbentuk. Fruit set dihitung setiap dua minggu sekali dengan
menggunakan rumus :
Jumlah Bakal Buah Terbentuk
x 100 %
� �
=
Jumlah Total Bunga Terbentuk

2. Jumlah buah
Jumlah buah yang terbentuk dihitung pada setiap tanaman, dilakukan
setiap satu minggu sekali setelah perlakuan.
3. Persentase gugur buah (%)
Persentase gugur buah dihitung di akhir penelitian. Perhitungan gugur
buah dihitung dengan menggunakan rumus :
Jumlah buah gugur
Gugur buah =
x 100 %
Jumlah buah terbentuk
4. Jumlah buah panen
Jumlah buah panen dihitung pada akhir penelitian.
5. Bobot panen (kg)
Bobot panen dihitung pada akhir penelitian.

Analisis Kimia
1. Analisis karbohidrat (%)
Analisis kandungan karbohidrat dilakukan dengan menggunakan metode
Luff-Schoorl (Lampiran 3)
2. Analisis nitrogen (%)
Analisis kandungan nitrogen dilakukan dengan menggunakan metode
Semimikro Kjeldhal (Lampiran 4)
3. Rasio C/N (%)
Perhitungan rasio C/N yang dilakukan dengan menggunakan rumus: :
Kandungan karbohidrat
Rasio C/N =
Kandungan nitrogen
Kualitas Buah Jeruk Keprok
1. Bobot buah (g)
Pengukuran dilakukan dengan menimbang setiap sampel buah hasil panen
setiap tanaman.
2. Kulit buah (g)
Pengukuran dilakukan dengan menimbang bobot kulit buah yang telah
dipisahkan dengan daging buah dan biji.

14

3. Daging buah (g)
Pengukuran dilakukan dengan menimbang bobot daging buah yang telah
dipisahkan dengan kulit buah dan biji .
4. Biji (g)
Pengukuran dilakukan dengan menimbang bobot biji buah yang telah
dipisahkan dengan daging buah dan kulit buah.
5. Jus (g)
Pengukuran dilakukan dengan menimbang total jus yang diperoleh dari
setiap buah.
6. Edible portion (%)
Pengukuran edible portion mengacu pada Muchtadi dan Sugiyono (1989)
dengan menimbang bobot daging buah dan membandingkan dengan
bobot total buah. Pengamatan menggunakan timbangan analitik dan
dihitung dengan rumus :
Bobot Daging Buah
BDD =
x 100 %
Bobot Total Buah
7. Juice portion (%)
Pengukuran juice portion dengan menimbang bobot jus buah dan
membandingkan dengan total buah. Pengamatan menggunakan timbangan
analitik dan dihitung dengan rumus :
Bobot Jus Buah
x 100 %
JP =
Bobot Total Buah
8. Padatan Terlarut Total (%)
Prosedur mengacu pada AOAC (1995), dimana padatan terlarut total
diukur dengan refraktometer dan dinyatakan dalam oBrix. Daging buah
dihancurkan, kemudian diambil sarinya menggunakan kain saring.
Selanjutnya sari buah tersebut diletakkan pada prisma reftraktometer,
kemudian ditutup dan dilakukan pembacaan di tempat terang. Sebelum
dan sesudah digunakan, prisma refraktometer dibersihkan dengan aquades
dan tisu.
9. Asam Tertitrasi (%)
Prosedur mengacu pada AOAC (1995) dimana kandungan asam diukur
dengan menghitung persen asam tertitrasi. Pengukuran kadar asam
dilakukan dengan menimbang sari jeruk sebesar 10 g kemudian
diencerkan pada labu takar 250 ml. Larutan dipipet 25 ml, dimasukan ke
dalam erlenmeyer 125 ml yang dilakukan sebanyak dua kali. Pengukuran
dilakukan dengan metode titrasi basa dengan menggunakan NaOH 0.1 N
dan ind