Pengaruh Penambahan Asam Fulvat dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Broiler

(1)

RINGKASAN

NAJIBAH SAMIYAH. D24080276. Pengaruh Penambahan Asam Fulvat dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Broiler. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Heri Ahmad Sukria, M.Sc.Agr. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sumiati, M.Sc.

Asam fulvat merupakan senyawa yang dihasilkan dari penguraian zat organik yang disebut humus atau senyawa humat. Humat terbagi dalam tiga kategori yaitu asam fulvat, asam humat dan humin. Asam fulvat bersifat sangat reaktif sebagai chelator dalam penyerapan dan transfer zat-zat makanan. Bentuk molekulnya yang sangat ringan dan kecil menyebabkan asam fulvat mudah terserap ke dalam jaringan dan sel. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan asam fulvat dalam ransum terhadap performa ayam broiler.

Ternak yang digunakan adalah DOC (Day Old Chick) strain CP 707 sebanyak 375 ekor yang dipelihara selama lima minggu. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Febuari sampai Maret 2012 yang berlokasi di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Unggas (Kandang C), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan dalam penelitian ini adalah R0 (ransum basal tanpa penambahan asam fulvat), R1 (R0 + 0,25% asam fulvat), R2 (R0 + 0,5% asam fulvat), R3 (R0 + 0,75% asam fulvat), dan R4 (R0 + 1% asam fulvat). Ransum dan air minum diberikan ad libitum.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan, setiap ulangan terdiri atas 15 ekor ayam. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA (Analysis of Variance), dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji jarak Duncan. Peubah yang diamati meliputi konsumsi ransum, bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan mortalitas.

Penambahan asam fulvat 0,25% - 1,0% dalam ransum tidak mempengaruhi performa ayam broiler, akan tetapi penambahan 0,50% dapat menurunkan mortalitas ayam broiler sebesar 87,5% dibandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan asam fulvat.


(2)

ABSTRACT

Effects of Fulvic Acid Supplementation on Performances of Broiler Chickens

Samiyah, N., H. A. Sukria, and Sumiati

Fulvic acid (FA), a class of compounds resulting from decomposition of organic matter, is a part of the humic structure. FA has ability to chelate trace minerals to enhance the uptake of nutrients. This study was designed to investigate whether inclusions of FA into diets of broiler chickens could improve broiler performances. Three hundred and seventy five broilers were allocated into five groups : (R0) control diet (without fulvic acid), (R1) = R0 + 0.25% FA, (R2) = R0 + 0.5% FA, (R3) = R0 + 0.75% FA, (R4) = R0 + 1% FA. Each treatment consisted of 5 replications and used 15 broilers of each. Feed and water were offered ad libitum . Parameters observed were feed intake, final body weight, body weight gain, feed conversion ratio (FCR) and mortality. Data from completely Randomized Design were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) and any significant different was further tested using Duncan multiple range test. Feed intake, final body weight, body weight gain, feed conversion ratio were not affected by fulvic acid supplementation (P>0.05). Supplementation of fulvic acid 0.50% decreased mortality rate of broilers composed to the control diet.


(3)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Ayam pedaging (broiler) merupakan ternak yang memiliki pertumbuhan yang cepat dalam memproduksi daging sehingga memiliki potensi sangat besar dalam upaya pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat. Permintaan terhadap daging ayam semakin bertambah seiring dengan meningkatnya penghasilan dan kesadaran penduduk akan pentingnya protein hewani. Menurut Badan Pusat Statistik (2011), populasi ayam broiler di Indonesia meningkat dari 902.052.418 ekor pada tahun 2008, menjadi 986.871.712 ekor pada tahun 2010. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi yang terdapat dalam pakan. Selain itu, penambahan zat aditif dalam pakan telah banyak dilakukan untuk membantu proses pencernaan dan metabolisme yang diperlukan agar ransum yang dikonsumsi menjadi efisien digunakan oleh tubuh ayam.

Imbuhan pakan atau feed additives adalah salah satu bahan yang dicampurkan di dalam pakan yang dapat mempengaruhi kesehatan, produktivitas maupun keadaan gizi ternak, meskipun bahan tersebut bukan untuk mencukupi kebutuhan zat gizi (Adams, 2000). Imbuhan pakan berupa prebiotik, probiotik, enzim dan lain-lain digunakan pada pakan ayam untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan. Prebiotik adalah substrat yang mampu merubah mikro ekologi usus sedemikian rupa, sehingga mikroba yang menguntungkan dapat berkembang dengan baik. Prebiotik alami dapat diperoleh dari ekstrak tanaman maupun bahan organik yang terdekomposisi, antara lain gambut. Dari hasil ekstrak tanah gambut secara kimiawi diperoleh fraksi humin, asam humat dan asam fulvat (Stevenson, 1994).

Asam fulvat adalah asam organik yang timbul secara alamiah saat terjadi penguraian zat organik yang disebut humus atau sekarang disebut sebagai senyawa humat. Asam fulvat merupakan bagian dari asam humat yang dapat larut dalam alkali dan dalam asam pada kondisi netral. Bentuk molekulnya yang sangat ringan dan kecil menyebabkan asam fulvat mudah terserap ke dalam jaringan dan sel (Islam et al., 2005). Asam fulvat dapat membantu produksi enzim, struktur hormon, dan kebutuhan dalam penggunaan vitamin. Selain itu, asam fulvat dapat


(4)

menyerap logam berat dan racun polutan, serta dapat membantu memperbaiki ketidakseimbangan sel. Kompiang dan Supriyati (2007) melaporkan bahwa penambahan asam humat hingga 300 mg/L dalam air minum mempunyai potensi sebagai bahan pakan tambahan yang dapat meningkatkan performa ayam pedaging.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh penambahan asam fulvat dalam ransum terhadap performa ayam broiler yang meliputi konsumsi ransum, bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan mortalitas.


(5)

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler

Broiler merupakan galur ayam hasil rekayasa genetika teknologi yang memiliki karakteristik ekonomi dan ciri khas pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging, konversi ransum rendah, siap potong dalam usia relatif muda dan menghasilkan daging yang memiliki serat lunak (Bell dan Weaver, 2002). Standar pertumbuhan ayam broiler CP 707 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar Pertumbuhan Ayam Broiler CP 707

Umur (minggu) Konsumsi Pakan Berat Badan FCR

1 150 175 0,86

2 515 487 1,06

3 1175 932 1,26

4 2120 1467 1,45

5 3297 2049 1,61

6 4625 2634 1,76

7 6021 3177 1,89

Sumber: Charoen Pokphand (2011)

Temperatur dan kelembaban relatif merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup ternak. Ayam sebagai hewan homeotermis, dapat mengatur suhu tubuhnya relatif konstan, sekalipun temperatur lingkungan berubah-ubah. Kondisi suhu lingkungan yang optimal bagi ayam adalah 21 ºC (Suprijatna et al., 2005). Tingginya kelembaban relatif akan menghambat penguapan panas melalui panting. Kelembaban yang baik untuk pertumbuhan optimal ayam broiler berkisar antara 50-60% (Appleby et al., 2004). Ayam broiler kurang toleran terhadap suhu lingkungan yang tinggi, terutama setelah ayam berumur lebih dari tiga minggu (Gunawan dan Sihombing, 2004). Pada ayam broiler berumur diatas tiga minggu, keadaan suhu lingkungan optimum untuk pertumbuhan berkisar antara 20-25 ºC dengan kelembaban berkisar antara 50-70% (Borges et al., 2004). Apabila suhu tubuh ayam broiler lebih rendah daripada suhu lingkungan, maka nutrien yang ada di dalam tubuh sebagian besar digunakan oleh ayam broiler untuk memproduksi


(6)

panas tubuh (Bruzual et al., 2000). Suhu optimum kandang untuk pemeliharaan ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Suhu Optimum Kandang Ayam Broiler

Umur (minggu) Suhu (ºC) Kelembaban (%)

1 30-32 50%-70%

2 29 50%-70%

3 28 50%-70%

4 26 50%-70%

5 23 50%-70%

>5 22 50%-70%

Sumber : Charoen Pokphand (2011)

Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa meningkatnya kepadatan kandang akan menyebabkan berkurangnya konsumsi ransum, menurunnya pertumbuhan, menurunkan efisiensi makanan, meningkatnya mortalitas dan meningkatnya kanibalisme. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepadatan kandang yaitu temperatur lingkungan, tipe kandang, ukuran ayam dan umur ayam (Mazia, 2009). Kapasitas kandang ayam pedaging sesuai dengan tingkat umur disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kapasitas Kandang Ayam Pedaging Sesuai dengan Tingkat Umur Umur (hari) Kapasitas (ekor/m2)

1 – 7 40 – 50

8 – 14 20 – 25

>14 8 – 12

Sumber : Mazia (2009)

Hasil penelitian Sufi (2008) menyatakan bahwa konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, serta bobot badan akhir dipengaruhi oleh kepadatan kandang. Pada kepadatan kandang 10 ekor/m2 memiliki tingkat konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan bobot badan akhir yang lebih tinggi dibandingkan dengan kepadatan kandang 12 dan 14 ekor/m2. Kepadatan kandang yang semakin


(7)

tinggi juga meningkatkan suhu dan kelembaban. Pengaruh kepadatan kandang terhadap suhu udara kandang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh Kepadatan Kandang Terhadap Suhu Udara Kandang Kepadatan

(ekor/m2)

Suhu (ºC)

Pagi Siang Sore

10 26,30 31,28 28,84

13 26,39 31,43 29,13

16 26,48 31,56 29,36

Sumber : Kususiyah (1992)

Cekaman panas (heat stres) terjadi akibat ketidakseimbangan antara jumlah panas yang dilepaskan dari tubuh ke lingkungan dengan jumlah panas yang dihasilkan tubuh sehingga terjadi perubahan fisiologis dan metabolisme dalam upaya mempertahankan diri dengan pengembangan sistem homeostasis yang ada. Cekaman panas berdampak pada terganggunya pembentukan sel-sel darah putih serta terjadinya pelepasan glukokortikoid yang dapat mengganggu kekebalan (imunitas) tubuh (Sugito, 2007).

Kekebalan tubuh ayam broiler dapat dilihat dari bobot bursa fabrisius dan jumlah benda darah putih (leukosit). Bursa fabrisius merupakan salah satu organ limfoid primer yang fungsinya sebagai tempat pendewasaan dan diferensiasi bagi sel dari sistem pembentukan antibodi (Scanes et al., 2004). Wirapati (2008) melaporkan bahwa persentase bobot bursa fabrisius ayam broiler umur lima minggu yaitu sekitar 0,04%-0,12% dari bobot hidup. Unggas yang mempunyai bobot relatif bursa fabricius lebih besar akan lebih tahan terhadap berbagai penyakit (Heckert et al., 2002). Leukosit merupakan sel darah yang memiliki inti sel dan memiliki kemampuan gerak yang independen (Frandson, 1992). Leukosit berperan dalam merespon kekebalan tubuh. Swenson (1984) menyatakan bahwa jumlah leukosit unggas lebih banyak dibandingkan dengan leukosit pada mamalia, yaitu berkisar antara 20.000-30.000/mm3.


(8)

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum adalah ransum yang dimakan dengan jumlah dan waktu tertentu dan digunakan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup. Konsumsi ransum pada ayam pedaging tergantung pada strain, umur, aktivitas serta temperatur lingkungan (Wahju, 2004). Faktor lain yang mempengaruhi konsumsi ransum antara lain adalah besar dan bangsa ayam, suhu lingkungan, tahap produksi dan energi dalam ransum.

Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan menurunnya konsumsi ransum. Penelitian Lu et al. (2007) menunjukkan bahwa konsumsi ransum dan pertambahan bobot hidup ayam broiler umur 5-8 minggu yang dipelihara pada suhu lingkungan 34 ºC adalah 93,6 dan 22,29 gram/ekor, keduanya nyata lebih rendah dibandingkan dengan ayam yang dipelihara pada suhu lingkungan 21 ºC yakni 169 dan 61,45 gram/ekor.

Konsumsi ransum setiap minggu bertambah sesuai dengan pertambahan bobot badan. Setiap minggunya ayam mengkonsumsi ransum lebih banyak dibandingkan dengan minggu sebelumnya (Fadilah, 2004). Pemberian ransum bertujuan untuk menjamin pertumbuhan berat badan dan menjamin produksi daging agar menguntungkan (Sudarso dan Siriwa, 2007).

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan (PBB) mencerminkan tingkat kemampuan ayam broiler dalam mencerna ransum untuk diubah menjadi bobot badan. Pertambahan bobot badan sebagai kriteria untuk mengukur pertumbuhan. Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai proses yang sangat kompleks meliputi pertambahan bobot hidup dan pertambahan semua bagian tubuh secara merata dan serentak (Maynard et al., 1979). Menurut Rose (1997), pertumbuhan meliputi peningkatan ukuran sel-sel tubuh akan peningkatan sel-sel individual dimana pertumbuhan itu mencakup empat komponen utama yaitu adanya peningkatan ukuran skeleton, peningkatan total lemak tubuh dalam jaringan adipose dan peningkatan ukuran bulu, kulit dan organ dalam.

Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa peningkatan bobot badan mingguan tidak terjadi secara seragam. Setiap minggu pertumbuhan ayam pedaging mengalami peningkatan hingga mencapai pertumbuhan maksimal,


(9)

setelah itu mengalami penurunan. Bonnet et al. (1997) menyatakan bahwa PBB ayam pedaging umur 4 s/d 6 minggu yang dipelihara pada suhu lingkungan 32 ºC sebesar 515 gram/ekor, sedangkan pada suhu 22 ºC PBB ayam pedaging sebesar 1084 gram/ekor.

Konversi Ransum

Menurut Wahju (2004), konversi ransum adalah jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu unit PBB, semakin besar ukuran dan tua ternak maka nilai konversinya akan semakin tinggi. Angka konversi ransum yang kecil berarti banyaknya ransum yang digunakan untuk menghasilkan satu kilogram daging semakin sedikit (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Faktor utama yang mempengaruhi konversi ransum adalah temperatur, kualitas ransum, kualitas air, pengafkiran, penyakit, manajemen pemeliharaan dan juga faktor pemberian ransum, penerangan dan faktor sosial (Anggorodi, 1979).

Mortalitas

Mortalitas merupakan indikator kematian yang diukur dengan persentase. Angka mortalitas merupakan perbandingan antara jumlah seluruh ayam yang mati dengan jumlah total ayam yang dipelihara (Bell dan Weaver, 2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat mortalitas antara lain bobot badan, tipe ayam, iklim, kebersihan, suhu lingkungan, sanitasi peralatan, kandang serta penyakit. Pemeliharaan ayam broiler dinyatakan berhasil jika angka kematian secara keseluruhan kurang dari 5%. Angka mortalitas dipengaruhi umur, ayam broiler umur lima hingga delapan minggu memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan umur dua hingga empat minggu (Bell dan Weaver, 2002).

Beberapa penyakit yang biasanya menyerang ayam broiler di suatu peternakan antara lain:

1. Chronic Respiratory Disease (CRD). Amer et al. (2009) menyatakan bahwa pemeliharaan ayam broiler dalam kandang dengan kepadatan yang tinggi dan sirkulasi udara yang kurang baik dapat menyebabkan ayam broiler terinfeksi bakteri Mycoplasma gallisepticum. Mycoplasma gallisepticum menyerang saluran pernafasan di bagian kantong udara. Kantong udara dipenuhi mukus. Tahap infeksi yang lebih akut


(10)

menyebabkan mukus berwarna kuning dan kental (Bell dan Weaver, 2002). Gejala yang terlihat pada ayam muda adalah adanya indikasi kesulitan bernafas seperti bersin dan nafas yang bersuara (ngorok). Jika termasuk dalam kasus yang parah maka mortalitas dapat mencapai 30% (Ginting, 1988). Menurut Bell dan Weaver (2002), gejala CRD pada ayam dewasa adalah ayam terlihat depresi dan tidak aktif, konsumsi ransum menurun namun mortalitasnya rendah.

2. Sudden Death Syndrome (SDS). Sudden Death Syndrome merupakan kematian yang dikarenakan metabolic disorder. Sudden Death Syndrome biasanya menyerang ayam broiler jantan, bobot badan tinggi, dengan pertumbuhan yang cepat. Kepadatan kandang yang tinggi juga meningkatkan resiko terinfeksi SDS (Bolton et al., 1972). Konfirmasi hasil nekropsi mengenai SDS sulit didapatkan karena tidak ada tanda khusus, daging dalam keadaan baik dan gizzard dalam keadaan terisi penuh. Kematian yang mendadak ini sering disebut juga sebagai heart attack atau flipover (Leeson dan Summers, 2005). Faktor-faktor lain yang menyebabkan terjadinya Sudden Death Syndrome adalah kontinuitas pencahayaan (Onowiwu et al., 1979), penyimpangan kandungan kalsium dan fosfor dalam pakan (Scheideler et al., 1995), dan frekuensi makan (Bowes dan Julian, 1988).

Pakan Ayam Broiler

Pakan adalah campuran dari bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap maupun yang masih akan dilengkapi, yang secara khusus mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya (SNI, 2006a dan SNI, 2006b). Pakan ternak terdiri atas pakan buatan pabrik dan buatan sendiri. Pakan buatan pabrik biasanya dikenal dalam bentuk pelet dengan ukuran yang bervariasi, sedangkan pakan buatan sendiri dapat dibuat sepanjang bahan baku tersedia dengan berbasis bahan baku lokal.

Fungsi ransum yang diberikan pada prinsipnya untuk memenuhi kebutuhan pokok untuk hidup, membentuk sel-sel dan jaringan tubuh, serta menggantikan bagian-bagian yang merupakan zat-zat yang diperlukan ayam adalah karbohidrat, lemak, dan protein akan membentuk energi sebagai hasil


(11)

pembakarannya (Sudaryani dan Santoso, 1995). Kebutuhan dan kandungan zat makanan ayam broiler disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6.

Tabel 5. Kebutuhan Zat Makanan Ayam Broiler Umur

(hari)

Zat Makanan EM

(kkal/kg)

Protein (kcal)

Ca (%)

P avl (%)

Lysin (%)

Meth (%) 0 – 18 hari 3050 22,00 0,95 0,45 1,30 0,50 19 – 30 hari 3100 20,00 0,92 0,41 1,15 0,44 Sumber : Leeson dan Summers (2005)

Keterangan : EM = Energi Metabolis, P avl = P available (P tersedia) Tabel 6. SNI Pakan Broiler Starter dan Finisher

No

Parameter Satuan Starter a Finisher b

1 Kadar Air % Maks. 14,0 Maks. 14,0

2 Protein Kasar % Min. 19,0 Min. 18,0

3 Lemak Kasar % Maks. 7,4 Maks. 8,0

4 Serat Kasar % Maks. 6,0 Maks. 6,0

5 Abu % Maks. 8,0 Maks. 8,0

6 Kalsium % 0,90 - 1,20 0,90-1,20

7 Fosfor Total % 0,60 - 1,00 0,60-1,00 8 Fosfor Tersedia % Min. 0,40 Min. 0,40 9 Total Aflatoksin mg/kg Maks. 50,0 Maks. 50,0 10 Energi Metabolis kkal/kg Min. 2900 Min. 2900 11 Asam Amino

Lisin % Min. 1,10 Min. 0,90

Metionin % Min. 0,40 Min. 0,30

Metionin + sistin % Min. 0,60 Min. 0,60 Sumber : aSNI 01-3930-2006

b


(12)

Feed Additive

Imbuhan pakan atau feed additive adalah suatu bahan yang dicampurkan di dalam pakan yang dapat mempengaruhi kesehatan, produktivitas, maupun keadaan gizi ternak, meskipun bahan tersebut bukan untuk mencukupi kebutuhan zat gizi (Adams, 2000). Imbuhan pakan yang sudah umum digunakan dalam industri perunggasan adalah antibiotika, enzim, prebiotik, probiotik asam organik flavor pewarna dan antioksidan. Dari semua imbuhan pakan, antibiotika merupakan imbuhan pakan yang paling luas penggunaannya di seluruh dunia.

Prebiotik merupakan bahan pakan berupa serat yang tidak dapat dicerna oleh ternak berperut tunggal (monogastrik). Prebiotik disebut juga sebagai nutrisi yang sesuai bagi bakteri menguntungkan, tetapi tidak cocok bagi bakteri yang kurang menguntungkan. Dengan kata lain, prebiotik dapat meningkatkan bakteri yang menguntungkan dalam usus (Gibson et al., 1998).

Asam Fulvat

Asam fulvat adalah asam organik yang timbul secara alamiah saat terjadi penguraian zat organik yang disebut humus atau senyawa humat. Asam fulvat merupakan bagian dari asam humat yang dapat larut dalam alkali dan dalam asam pada kondisi netral. Stevenson (1994) membagi humat dalam tiga kategori yaitu asam fulvat, asam humat dan humin. Asam fulvat berwarna kuning terang sampai kuning kecoklatan. Menurut Schnitzer dan Khan (1978) asam fulvat memiliki kemasaman total yang lebih besar dan mempunyai berat molekul yang lebih ringan sehingga lebih mudah bergerak atau berpindah. Asam fulvat tertinggal dalam larutan setelah pemindahan asam humat dengan asidifikasi (Weber, 2008). Proses humifikasi dapat dilihat pada Gambar 1.


(13)

As 0,7%-2,6% daripada a berbagai s karena ad Komposis Tabel 7. P E

Sumber : S As seperti N format. N Meskipun seperti ha

Tid

Tidak l basa 

Ga sam fulvat m %. Kadar k asam huma senyawa org danya kecen si kimia asam Persentase K Elemen C H O N S Stevenson ( sam humat NaOH, Na4P

Namun yan n memberik

alnya perea

ak larut

arut dalam dan asam

Humin

ambar 1. Di Sum memiliki ka

karboksil a at (Tan, 19 ganik yang nderungan m fulvat da Komposisi K

(1982) dan asam f P2O7, aseti

ng member an hasil ya ksi lain, di

Bahan

Laru

Bahan organik

agram Hum mber : Steven adar oksigen

asam fulva 982). Menu mempunya molekul a an asam hum

Kimia Asam Asam Hum 50 – 6 4 – 6 4 – 6 2 – 6 0 – 2

fulvat dapat laseton, cu rikan hasil ang cukup b

iantaranya

n Humat

ut dalam ba larut dalam

Huma

mifikasi Asa nson (1994)

n 44%-54% at dua sam urut Lehning

i gugus karb ir yang me mat dapat di m Fulvat dan mat (%) 60 6 6 6 2 t diekstraks upferron, h paling ba baik, NaOH yaitu laruta

Lar

asa & tidak  m asam

at

Bahan Hum

am Fulvat % dan kadar

mpai tiga k ger (1982), boksil. Kela embentuk i ilihat pada T n Asam Hum

Asam 4 4

si dengan b hidroksikuin aik adalah H juga mem

an alkali d

rut 

Larut  n Non  mat

nitrogen se kali lebih t , air melaru arutannya te ikatan hidr Tabel 7.

mat m Fulvat (%

40 – 50 44 – 50 4 – 6 <2 – 6

0 – 2

berbagai per nolin, dan NaOH (8 miliki kelem dapat melaru

dalam basaa dan  asam

Asam Fulvat

ebesar tinggi utkan erjadi rogen. %) reaksi asam 80%). mahan utkan


(14)

silika dari bahan mineral, protoplasma dan komponen dari jaringan organik segar sehingga bercampur dengan humus. Selain itu, autooksidasi beberapa senyawa organik dan reaksi kimia (kondensasi) juga dapat terjadi pada kondisi alkalin. Oleh karena itu banyak peneliti melakukan ekstraksi bertahap dengan mengkombinasikan beberapa pereaksi. Metode reaksi yang sering dipakai untuk memisahkan asam humat dan asam fulvat adalah metode berdasarkan International Humic Substances Society (IHSS). Pereaksi yang digunakan dalam metode ini ada dua, yaitu asam klorida dan NaOH (Stevenson, 1982). Separasi senyawa humat paling baik dengan menggunakan Na4P2O7 0,1M dan NaOH 0,1N

pada pH 13. Natrium dalam Na4P2O7 akan menggantikan Ca, Fe dan Al yang

terikat pada asam humat ataupun asam fulvat sehingga terbentuk larutan Na-humat/fulvat dan endapan Ca/Fe/Al-pirofosfat (Kononova, 1966).

Gambar 2. Model Struktur Asam Fulvat Sumber : Buffle (1977)

Asam fulvat ikut serta dalam semua proses kehidupan tanaman, hewan dan lain-lain. Asam fulvat berperan antara lain menyediakan elektrolit penting (Senesi, 1990), meningkatkan dan mengangkut zat makanan (Prakash, 1971), mengkatalisa reaksi enzim (Khristeva dan Luk Yaneko, 1962) dan merangsang metabolisme (Rashid, 1985). Selain itu asam fulvat juga dapat menurunkan deposit cadmium pada organ ginjal, hati dan otot pada ayam broiler (Herzig et al, 2007). Fungsi asam fulvat adalah : 1) transpor nutrien (mengikat mineral Na dan K dalam saluran pencernaan), 2) meningkatkan availabilitas (ketersediaan) zat nutrisi sehingga lebih mudah diabsorbsi, 3) meningkatkan aktivitas enzim dan melindungi saluran pencernaan dari bahan yang merugikan (Jackson, 1997).


(15)

Suplemen humat mempunyai efek pengobatan pada seluruh sistem pencernaan, menghilangkan racun dan infeksi, berperan sebagai antibiotik dan antivirus yang menghilangkan penyakit dalam aliran darah, mendukung sistem kekebalan dan meningkatkan kesehatan seluruh tubuh (Robert, 2001).

Hasil penelitian Wulandari (2012) menyatakan bahwa suplementasi asam fulvat dalam ransum ayam broiler taraf 0,25%-1% yang dipelihara selama lima minggu memiliki bobot bursa fabrisius dan jumlah leukosit yang lebih tinggi dibandingkan dengan bobot bursa fabrisius dan jumlah leukosit pada ayam broiler yang tidak mendapat suplementasi asam fulvat. Hal ini menunjukkan bahwa ayam broiler yang mendapat suplementasi asam fulvat memiliki kekebalan tubuh yang lebih baik terhadap stres dan serangan penyakit. Pengaruh penambahan asam fulvat dalam ransum terhadap bobot bursa fabrisius dan jumlah leukosit ayam broiler disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Bobot Bursa Fabrisius dan Jumlah Leukosit Ayam Broiler yang Mendapat Suplementasi Asam Fulvat Dalam Ransum

Peubah R0 R1 R2 R3 R4 Bursa Fabrisius

(gram)

0,74±0,22 0,79±0,08 0,87±0,15 0,74±0,16 0,92±0,08

Leukosit (ribu/mm3)

9,12±6,15 21,2±9,3 17,4±7,5 17,2±2,9 18,6±3,7 Keterangan : R0 (ransum kontrol tanpa asam fulvat), R1 (R0 + 0,25% FA), R2 (R0 + 0,50% FA),

R3 (R0 + 0,75% FA), R4 (R0 + 1,0% FA) Sumber : Wulandari (2012)

Bailey et al. (1996) dan Kocabagli et al. (2002) mencobakan asam humat pada ayam sebagai growth promotor. Karaoglu et al. (2004) melaporkan tidak ada pengaruh pemberian suplemen asam humat terhadap bobot hidup akhir ayam broiler. Penggunaan asam fulvat sebagai imbuhan pakan pada ayam pedaging telah diteliti oleh Supriyati (2006), suplementasi asam fulvat pada air minum ayam dapat meningkatkan kinerja ayam pedaging, bobot hidup dan rasio konversi pakan. Asam fulvat juga mempunyai fungsi meningkatkan ketersediaan nutrien dan membuat nutrien mudah diserap, mentransfer nutrien, mengkatalis enzim pereaksi dan vitamin dalam sel, merangsang metabolisme atau sintesis, serta meningkatkan daya serap air dan gas sel membran (Supriyati, 2007). Kompiang et al. (2002) melaporkan adanya perbaikan perkembangan pertumbuhan bacillus


(16)

spp, mikroba yang digunakan sebagai probiotik, in vitro, dengan suplementasi asam humat pada media kultur.


(17)

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan Febuari hingga Maret 2012. Pemeliharaan ayam broiler dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas (Kandang C), pembuatan ransum dilaksanakan di Laboratorium Industri Pakan, analisis bahan baku dan ransum dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Ternak

Penelitian ini menggunakan 375 ekor ayam broiler umur satu hari (DOC) Cobb strain CP 707 yang diproduksi oleh PT. Charoen Pokphand Jaya Farm dan dipelihara sampai umur 35 hari.

Kandang dan Peralatan

Penelitian ini menggunakan kandang dengan sistem litter yang bersekat dengan jumlah 25 sekat. Masing-masing sekat berukuran 1 x 1,5 m dan berisi 15 ekor ayam. Peralatan penelitian yang digunakan diantaranya thermohigrometer, timbangan digital, tempat pakan, tempat air minum, lampu pijar 100 watt, brooder, detergen, kapur, dan desinfektan.

Ransum

Ransum disusun berdasarkan kebutuhan nutrien menurut Leeson dan Summers (2005). Ransum dibagi menjadi 2 periode yaitu periode starter (0-18 hari) dan periode finisher (19-35 hari). Ransum diberikan dalam bentuk pellet. Asam fulvat yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam fulvat dalam bentuk cair. Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung, bungkil kedelai, bungkil kelapa, Corn Gluten Meal (CGM), Meat Bone Meal (MBM), pollard, minyak, dicalcium phospat (DCP), CaCO3, garam, premix,

DL-metionin dan L-lysin. Komposisi dan kandungan nutrien ransum dapat dilihat pada Tabel 9 serta kandungan asam fulvat yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 10.


(18)

Tabel 9. Komposisi dan Kandungan Nutrien Ransum Penelitian Periode Starter (0-18 hari) dan Periode Finisher (19-35 hari)

Bahan Pakan Starter Finisher

Jagung (%) 49,66 49,65

Bungkil Kedelai (%) 25,18 22,04

Bungkil Kelapa (%) 5,00 7,00

Pollard (%) 3,00 4,00

CGM (%) 5,71 9,00

MBM (%) 5,50 0,00

Minyak (%) 3,50 4,00

DCP (%) 0,70 1,58

CaCO3 (%) 0.54 1.27

Garam (%) 0,42 0,49

Premix (%) 0,25 0,25

DL-Meth (%) 0,28 0,25

L-Lysin (%) 0,26 0,47

Total (%) 100 100

Kandungan Nutrien :

EM (kkal/kg)1) 3050 3100

EB (kkal/kg)2) 4113 4413

Kadar Air (%)3) 11,94 6,67

PK (%)3) 21,57 19,99

SK (%)3) 2,44 2,41

LK (%)3) 6,12 7,44

Ca (%)4) 0,61 0,98

P Total (%)4) 0,46 0,57

P avl (%)1) 0,45 0,41

Meth (%)1) 0,63 0,59

Lysin (%)1) 1,20 1,19

Na (%)1) 0,22 0,21

Cl (%)1) 0,39 0,43

Keterangan: 1) Berdasarkan perhitungan software Brill.

2) Hasil Analisis EB di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB (2012).

3) Hasil Analisis Proksimat di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, IPB (2012).

4) Hasil Analisis Ca dan P di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Fakultas Peternakan, IPB (2012).


(19)

Tabel 10. Kandungan Asam Fulvat yang Digunakan Dalam Penelitian

Komponen Jumlah

Asam Fulvat (%) 74,26

Bahan Organik (%) 22,29

Asam Humat (%) 0,55

C (%) 12,90

N (%) 0,51

P (%) 0,04

Na (%) 22,19

K (ppm) 109,00

Ca (ppm) 8,23

Mg (ppm) 4,08

Fe (ppm) 44,85

Zn (ppm) 4,05

pH 9,40 Keterangan : Hasil Analisis di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan

Sumberdaya Lahan, IPB (2011) Prosedur

Pembuatan Ransum. Bahan baku ditimbang sesuai dengan formula ransum. Asam fulvat dicampurkan pada bahan yang tidak mudah menggumpal yakni bungkil kelapa. Setelah pencampuran asam fulvat homogen dicampur dengan bahan baku yang lain. Selanjutnya ransum dimasukkan ke dalam mesin pelleter untuk pencetakkan pellet. Setelah pendinginan pellet, pellet dimasukkan ke dalam mesin crumble. Ransum yang telah selesai dibuat selanjutnya dianalisis kandungan nutrisinya dengan analisis proksimat, analisis Energi Bruto, serta analisis Ca dan P.

Persiapan Kandang. Kandang dibuat bersekat berjumlah 25 dengan masing-masing sekat berukuran 1 m x 1,5 m. Sebelum digunakan kandang dibersihkan, dikapur dan disemprot dengan desinfektan. Sekam ditaburkan sebagai litter setinggi 5 cm dari lantai dan disemprot menggunakan desinfektan ke seluruh bagian ruangan. Setiap sekat dilengkapi dengan tempat pakan, tempat air minum,


(20)

lampu pijar 100 watt dan brooder, serta pemasangan tirai di sekeliling kandang. Kandang diistirahatkan sebelum ayam masuk.

Pemeliharaan Ayam. Masing-masing sekat diisi dengan 15 ekor ayam broiler. Pemeliharaan ayam broiler dilakukan selama lima minggu. Sebelum ayam mendapat perlakuan dilakukan penimbangan bobot badan awal, pemasangan wingband, serta pemberian air gula. Kebutuhan pakan untuk per minggu telah disiapkan dan disimpan dalam plastik berlabel. Pakan dan air minum diberikan secara ad libitum. Pemberian pakan pada minggu pertama dilakukan setiap tiga jam sekali beserta pemisahan benda asing dari pakan, sedangkan pada minggu selanjutnya pemberian pakan dilakukan pada pagi, siang dan sore hari. Pemberian air minum dilakukan setiap pagi dan sore hari. Pencatatan suhu dan kelembaban kandang dilakukan pada jam 07.00, 14.00, dan 17.00. Pada setiap minggu dilakukan penimbangan konsumsi dan sisa pakan serta penimbangan ayam per ekor untuk mengetahui bobot badan dan pertambahan bobot badan.

Rancangan dan Analisis Data Perlakuan

Ransum perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut : R1 : ransum kontrol (tanpa penambahan asal fulvat) R2 : ransum dengan penambahan asam fulvat 0,25% R3 : ransum dengan penambahan asam fulvat 0,50% R4 : ransum dengan penambahan asam fulvat 0,75% R5 : ransum dengan penambahan asam fulvat 1,0%

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan. Model matematika dalam rancangan tersebut adalah sebagai berikut:


(21)

௜ ௜௝

߬

ߝ௜௝

Yij = µ +߬ +ߝ Keterangan :

Y : nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ : nilai rataan umum

: efek perlakuan ke-i

: galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (Anova) dan dilakukan uji Duncan terhadap data yang berbeda nyata (Steel dan Torrie, 1993). Peubah yang Diamati

Konsumsi ransum. Konsumsi ransum rataan per ekor per minggu dihitung dari selisih antara jumlah ransum yang diberikan selama tujuh hari dengan sisa ransum. Perhitungan sisa ransum dilakukan dengan memisahkan ekskreta dan sekam (benda asing) dari sisa ransum.

Bobot Badan Akhir. Bobot badan akhir adalah bobot badan ayam yang ditimbang pada minggu terakhir setelah lima minggu pemeliharaan sebelum ayam dipanen.

Pertambahan Bobot Badan (PBB). Penimbangan bobot badan pertama saat DOC datang dengan dilakukan satu per satu untuk mengetahui bobot badan DOC rata-rata. Bobot badan awal didapat pada saat penimbangan sebelum perlakuan. Penimbangan selanjutnya dilakukan setiap minggu. Perhitungan pertambahan bobot badan dihitung dengan cara penimbangan bobot badan per ekor pada akhir minggu dikurangi bobot badan per ekor dari minggu sebelumnya. Perhitungan PBB dilakukan tujuh hari sekali.

Konversi Ransum. Konversi ransum diperoleh dari perbandingan jumlah konsumsi ransum rataan dengan pertambahan bobot badan (feed/gain) setiap minggu selama penelitian.

Mortalitas. Mortalitas dihitung berdasarkan jumlah ayam yang mati selama penelitian berlangsung dibagi dengan jumlah ayam awal penelitian dikalikan dengan 100%. Pengamatan dilakukan setiap hari. Ketika terdapat ayam yang mati


(22)

maka dicatat bobot mati, bobot ayam yang hidup dalam perlakuan tersebut serta sisa pakan perlakuannya.


(23)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Ransum

Ransum penelitian disusun berdasarkan rekomendasi Leeson dan Summers (2005) dan dibagi dalam dua periode, yakni periode starter (0-18 hari) dan periode finisher (19-35 hari). Kandungan protein pada periode starter dan finisher adalah 21,57% dan 19,99% dengan kandungan energi pada periode starter dan finisher adalah 4113 kkal/kg dan 4413 kkal/kg. Kandungan protein dan energi ransum tersebut sesuai dengan standar kandungan nutrien ransum ayam broiler periode starter dan finisher yang telah ditetapkan oleh SNI, yakni kandungan protein dan energi periode starter adalah minimal 19% dan 2900 kkal/kg (SNI, 2006a) serta kandungan protein dan energi periode finisher adalah minimal 18% dan 2900 kkal/kg (SNI, 2006b). Selain itu, kadar air yang terkandung dalam ransum juga berada dalam kisaran normal kadar air ransum yang telah ditetapkan oleh SNI, yakni periode starter 11,94% dan periode finisher 6,67 % dimana kadar air ransum menurut SNI adalah maksimal 14% (SNI, 2006a dan SNI, 2006b).

Suhu dan Kelembaban Kandang

Suhu dan kelembaban kandang penelitian dicatat setiap hari pada pagi hari (07.00 WIB), siang hari (14.00 WIB) dan sore hari (17.00 WIB) selama lima minggu. Rataan suhu dan kelembaban kandang disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4.

0 5 10 15 20 25 30 35

1 2 3 4 5

Suhu

 

(°C)

Minggu ke‐

pagi

siang

sore


(24)

0 20 40 60 80 100

1 2 3 4 5

Kelembaban

 

(%)

Minggu ke‐

pagi

siang

sore

Gambar 4. Rataan Kelembaban Kandang Selama Penelitian

Umumnya pada anak ayam umur 1-2 minggu memerlukan suhu lingkungan yang lebih tinggi dibandingkan ayam broiler umur lebih dari tiga minggu. Pada minggu 1-2 suhu lingkungan telah sesuai dengan suhu kandang yang dibutuhkan oleh anak ayam yakni 29-32 ºC (Charoen Pokphand, 2011). Sedangkan pada ayam broiler umur 3-5 minggu suhu kandang berfluktuatif dimana pada pagi hari 25,2 ºC, siang hari 30,77 ºC dan pada sore hari 27,4 ºC. Suhu yang berfluktuatif tidak sesuai dengan suhu kandang yang dibutuhkan ayam broiler pada usia 3-5 minggu yakni 23-28 ºC (Charoen Pokphand, 2011).

Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Ayam Broiler

Rataan konsumsi ransum, bobot badan awal, bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan mortalitas ayam broiler setelah lima minggu pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 11.

Konsumsi Ransum

Rataan konsumsi ransum ayam broiler selama lima minggu pemeliharaan berkisar antara 2605 sampai 2718 gram/ekor. Konsumsi ransum ayam broiler pada penelitian ini lebih rendah dari standar konsumsi ransum ayam broiler strain CP 707 yang dipelihara pada suhu 19–27 ºC selama lima minggu yaitu 3297 gram/ekor (Charoen Pokphand, 2011). Lebih rendahnya konsumsi ransum penelitian dari standar diduga karena perbedaan ransum yang digunakan serta lingkungan pemeliharaan yang berbeda.


(25)

Tabel 11. Rataan Konsumsi Ransum, Bobot Badan Awal, Bobot Badan Akhir, Pertambahan Bobot Badan, Konversi Ransum, dan Mortalitas Selama Penelitian

Peubah R0 R1 R2 R3 R4

Konsumsi ransum (gram/ekor)

2718±86,25 2605±130,36 2620±65,18 2650±86,42 2675±77,24

Bobot badan awal

(gram/ekor)

48 ± 2,44 47 ± 2,38 48 ± 2,68 48± 1,95 50 ± 1,00

Bobot badan akhir

(gram/ekor)

1521±90,67 1468±106,04 1474±22,26 1490±70,43 1481±35,04

Pertambahan bobot badan (gram/ekor)

1473±91,38 1421±107,96 1427±23,59 1442±70,09 1431±34,18

Konversi ransum (gram/ekor)

1,85 ± 0,10 1,84 ± 0,05 1,84 ± 0,04 1,84 ± 0,04 1,87 ± 0,04

Mortalitas (ekor)

8 (2,13%) 3 (0,8%) 1 (0,27%) 6 (1,6%) 7 (1,9%) Keterangan : R0 (ransum kontrol tanpa asam fulvat), R1 (R0 + 0,25% FA), R2 (R0 + 0,50% FA),

R3 (R0 + 0,75% FA), R4 (R0 + 1,0% FA)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan asam fulvat dalam ransum tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap konsumsi ransum (P>0,05). Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Supriyati (2006) dimana penambahan asam fulvat dalam air minum mampu meningkatkan kinerja ayam pedaging, bobot hidup dan rasio konversi ransum. Perbedaan ini diduga akibat perbedaan media pemberian asam fulvat serta perbedaan asam fulvat yang digunakan. Rataan konsumsi ransum ayam broiler setiap minggu selama pemeliharaan disajikan pada Gambar 5.

Konsumsi ransum ayam broiler meningkat pada setiap minggunya selama pemeliharaan. Namun, pada minggu ke-lima konsumsi ransum ayam broiler tidak mengalami kenaikan yang signifikan dan bahkan konsumsi ransum ayam broiler pada perlakuan R2 mengalami penurunan. Penurunan konsumsi ransum ini diduga


(26)

Gambar 5. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler Selama Penelitian 0

100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

1 2 3 4 5

Konsumsi

 

Ransum

 

(g/ekor)

Minggu ke‐

R0  R1  R2  R3  R4 

Keterangan : R0 (ransum kontrol tanpa asam fulvat), R1 (R0 + 0,25% FA), R2 (R0 + 0,50% FA), R3 (R0 + 0,75% FA), R4 (R0 + 1,0% FA)

akibat tingginya suhu kandang pada minggu ke-lima. Suhu kandang pada minggu ke-lima berkisar antara 24,9 – 30,5 ºC, sedangkan suhu kandang optimum yang baik untuk broiler pada minggu ke-lima adalah 23 ºC (Charoen Pokphand, 2011). Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan naiknya suhu tubuh ayam. Emmans dan Charles (1977) memperkirakan penurunan konsumsi ransum adalah 1,5% setiap 1 ºC kenaikan suhu lingkungan di atas 18 ºC pada ayam di daerah tropis. Penurunan konsumsi ransum antara lain disebabkan oleh meningkatnya konsumsi air minum yang digunakan untuk mempertahankan suhu tubuh akibat lingkungan yang bertambah panas.

Selain karena suhu lingkungan yang relatif tinggi, faktor lain yang menyebabkan konsumsi ransum yang lebih rendah adalah manajemen pemeliharaan. Manajemen pemeliharaan yang kurang baik menyebabkan lingkungan yang kurang nyaman bagi ayam broiler dan menurunnya performa ayam broiler. Dalam penelitian ini penimbangan ayam broiler per ekor yang dilakukan setiap minggu dan banyaknya aktivitas manusia di lingkungan sekitar kandang menyebabkan lingkungan yang kurang nyaman dan berdampak pada menurunnya konsumsi ransum yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap performa ayam broiler.


(27)

Bobot Badan Akhir

1521

1468 1474

1490

1481

1400 1450 1500 1550

R0 R1 R2 R3 R4

Gambar 6. Rataan Bobot Badan Akhir Ayam Broiler Selama Penelitian Keterangan : R0 (ransum kontrol tanpa asam fulvat), R1 (R0 + 0,25% FA), R2 (R0 + 0,50% FA), R3 (R0 + 0,75% FA), R4 (R0 + 1,0% FA)

Rataan bobot badan akhir ayam broiler selama lima minggu pemeliharaan berkisar antara 1468–1521 gram/ekor. Bobot badan akhir tertinggi dicapai oleh perlakuan R0 yakni sebesar 1521 gram/ekor. Hasil ini didukung dengan konsumsi ransum perlakuan R0 (kontrol) tertinggi dibanding dengan konsumsi ransum perlakuan yang lain. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan asam fulvat dalam ransum tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap bobot badan akhir ayam broiler (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa asam fulvat tidak mengganggu proses pertumbuhan ayam broiler. Karaoglu et al. (2004) menyampaikan bahwa suplementasi asam humat dalam ransum hingga 0,30% tidak mempengaruhi bobot badan akhir ayam broiler.

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan (PBB) merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengukur laju pertumbuhan seekor ternak. Menurut Tillman et al. (1991), pertambahan bobot badan diperoleh melalui pengukuran kenaikan bobot badan dengan melakukan penimbangan ayam broiler secara berulang-ulang dalam kurun waktu tiap hari, tiap minggu atau tiap bulan. Dalam penelitian ini penimbangan ayam broiler per ekor dilakukan setiap minggu.


(28)

0 100 200 300 400 500

1 2 3 4 5

Per

tambahan

 

Bobot

 

Badan

(g/ekor)

Minggu

ke-R0

R1

R2

R3

R4

Gambar 7. Rataan PBB Ayam Broiler Selama Penelitian

Keterangan : R0 (ransum kontrol tanpa asam fulvat), R1 (R0 + 0,25% FA), R2 (R0 + 0,50% FA), R3 (R0 + 0,75% FA), R4 (R0 + 1,0% FA) Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan ayam broiler pada perlakuan yang diberi penambahan asam fulvat dalam ransum tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan kontrol (P>0,05). Kocabagli et al. (2002), Karaoglu et al. (2004) dan Yalcin et al. (2005) telah melaporkan bahwa penambahan humat sebesar 0,1%-0,25% tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan ayam broiler.

Konversi Ransum

Rataan nilai konversi ransum yang diperoleh selama lima minggu pemeliharaan adalah 1,85 (R0); 1,84 (R1); 1,84 (R2); 1,84 (R3); 1,87 (R4). Nilai konversi ransum ayam broiler yang dipelihara selama lima minggu dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan nilai konversi ransum ayam broiler strain CP 707 yang dipelihara selama lima minggu yaitu 1,61 (Charoen Pokphand, 2011). Tingginya nilai konversi ransum diduga akibat tingginya mortalitas yang disebabkan oleh serangan penyakit dan tingginya suhu lingkungan selama penelitian sehingga mempengaruhi konsumsi ransum.


(29)

0 0.3 0.6 0.9 1.2 1.5 1.8 2.1 2.4 2.7

1 2 3 4 5

Konve

r

si Ransum

Minggu

ke-R0

R1

R2

R3

R4

Gambar 8. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler Selama Penelitian Keterangan : R0 (ransum kontrol tanpa asam fulvat), R1 (R0 + 0,25% FA),

R2 (R0 + 0,50% FA), R3 (R0 + 0,75% FA), R4 (R0 + 1,0% FA)

Berdasarkan hasil analisa ragam menunjukkan bahwa penambahan asam fulvat dalam ransum ayam broiler tidak menunjukkan hasil yang berbeda terhadap konversi ransum (P>0,05). Gambar 7 dapat dilihat bahwa angka konversi ransum meningkat pada setiap minggunya. Faktor utama yang mempengaruhi konversi ransum adalah temperatur, kualitas ransum, kualitas air, pengafkiran, penyakit, manajemen pemeliharaan dan juga faktor pemberian ransum, penerangan dan faktor sosial (Anggorodi, 1979).

Mortalitas

Laju mortalitas atau mortality rate didapatkan berdasarkan perbandingan antara jumlah ayam yang mati selama pemeliharaan dengan total ayam yang dipelihara (Bell dan Weaver, 2002). Mortalitas selama lima minggu pemeliharan berjumlah 25 ekor (6,67%) dengan mortalitas tertinggi terjadi pada perlakuan tanpa penambahan asam fulvat (R0) yakni sebanyak 8 ekor (2,13%) dan mortalitas terendah pada perlakuan dengan penambahan asam fulvat 0,50% (R2) sebanyak 1 ekor (0,27%).

Bell dan Weaver (1990) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi mortalitas pada ayam adalah bobot badan, bangsa ternak, tipe ayam, iklim, kebersihan lingkungan dan penyakit. Puncak mortalitas ayam broiler selama pemeliharaan terjadi pada minggu ke-lima. Pada periode finisher (3-5 minggu) mortalitas lebih tinggi dibandingkan dengan periode starter (0-3


(30)

minggu). Demikian didukung oleh Bell dan Weaver (2002) bahwa angka mortalitas dipengaruhi oleh umur, dimana ayam broiler umur lima hingga delapan minggu memiliki tingkat mortalitas lebih tinggi dibandingkan umur dua hingga empat minggu. Mortalitas yang tinggi pada minggu ke-lima juga diduga diakibatkan karena kekebalan tubuh yang rendah. Pada periode ayam berumur lebih dari tiga minggu merupakan periode dimana peluang terjadinya kematian lebih tinggi karena pada periode tersebut antibodi bawaan telah berkurang (Amrullah, 2003).

Kekebalan tubuh yang rendah pada minggu ke-lima diduga diakibatkan karena bobot badan yang tinggi pada minggu tersebut dan tingginya suhu lingkungan. Pada minggu ke-lima suhu kandang berkisar antara 24,9-30,5 ºC. Ayam broiler kurang toleran terhadap suhu lingkungan yang tinggi, terutama setelah ayam berumur lebih dari tiga minggu (Gunawan dan Sihombing, 2004). Pada ayam broiler yang berumur di atas tiga minggu, keadaan suhu lingkungan optimum untuk pertumbuhan berkisar antara 20-25 ºC dengan kelembaban berkisar antara 50%-70% (Borges et al., 2004). Sedangkan di Indonesia yang merupakan negara tropis mempunyai suhu dan kelembaban lingkungan harian yang tinggi, dimana suhu mencapai 27,7-34,6 ºC dan kelembaban antara 55,8%-86,6% (Badan Pusat Statistik, 2003). Peningkatan suhu lingkungan juga dapat diakibatkan karena kepadatan kandang yang tinggi (Jahja, 2000) dan kecepatan laju pertumbuhan (Bonnet et al., 1997). Peningkatan kepadatan kandang didukung dengan tingginya bobot badan pada minggu ke-lima atau minggu akhir pemeliharaan. Peningkatan suhu kandang mendukung terjadinya cekaman panas (heat stres).

Cekaman panas (heat stres) terjadi akibat ketidakseimbangan antara jumlah panas yang dilepaskan dari tubuh ke lingkungan dengan jumlah panas yang dihasilkan tubuh sehingga terjadi perubahan fisiologis dan metabolisme dalam upaya mempertahankan diri dengan pengembangan sistem homeostasis yang ada. Cekaman panas berdampak pada terganggunya pembentukan sel-sel darah putih serta terjadinya pelepasan glukokortikoid yang dapat mengganggu kekebalan (imunitas) tubuh (Sugito, 2007). Cekaman panas yang berdampak pada menurunnya kekebalan tubuh akibat terganggunya fungsi kerja hati dan ginjal


(31)

yang mengakibatkan semakin beratnya ginjal dan hati bekerja dalam detoksifikasi (Aengwanich dan Simaraks, 2004). Mortalitas yang terjadi dalam penelitian ini diduga disebabkan oleh Sudden Death Syndroem (SDS) dan gangguan pernafasan (Chronic Respiratory Disease / CRD).

Sudden Death Syndrome ditunjukkan dengan gejala ayam mati dengan posisi punggung di bawah (Onowiwu et al., 1979) dan bobot badan mortalitas yang tinggi. Demikian juga yang terjadi pada ayam broiler yang mati dalam penelitian ini, dimana Sudden Death Syndrome (SDS) ditunjukkan dengan gejala ayam mati mendadak dengan posisi punggung di bawah. SDS terjadi akibat ayam mengalami gagal kerja jantung ketika terjadi cekaman panas akibat turunnya tekanan darah (Tony, 2001). Selain itu, kepadatan kandang yang tinggi juga meningkatkan resiko terinfeksi penyakit SDS (Bolton et al., 1972). Faktor-faktor lain yang menyebabkan terjadinya Sudden Death Syndrome adalah kontinuitas pencahayaan (Onowiwu et al., 1979), penyimpangan kandungan kalsium dan fosfor dalam pakan (Scheideler et al., 1995), dan frekuensi makan (Bowes dan Julian, 1988). Selain disebabkan oleh SDS, mortalitas ayam broiler dalam penelitian ini juga disebabkan karena Chronic Respiratory Disease (CRD).

Mortalitas akibat Chronic Respiratory Disease (CRD) dicirikan dengan adanya kesulitan bernafas seperti bersin dan nafas yang bersuara atau mengorok (Bell dan Weaver, 2002). Dalam penelitian ini, CRD ditunjukkan dengan terdengarnya ayam yang bersuara atau mengorok. Chronic Respiratory Disease disebabkan karena infeksi dari bakteri Mycoplasma gallisepticum yang menyerang saluran pernafasan di bagian kantong udara. Menurut Amer et al. (2009), pemeliharaan ayam broiler dalam kandang dengan kepadatan tinggi dan sirkulasi udara yang kurang baik dapat menyebabkan ayam broiler terinfeksi bakteri Mycoplasma gallisepticum.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa cekaman panas berdampak pada terganggunya pembentukan sel-sel darah putih (leukosit). Leukosit merupakan sel darah yang memiliki inti sel dan memiliki kemampuan gerak yang independen (Frandson, 1992). Leukosit berperan dalam merespon kekebalan tubuh. Hasil penelitian Wulandari (2012) menunjukkan bahwa rataan jumlah leukosit ayam broiler yang mendapat perlakuan suplementasi asam fulvat


(32)

0,25-1% dalam ransum berkisar antara 17,2-21,20 x 103/mm3 sedangkan perlakuan tanpa suplementasi asam fulvat jumlah leukosit berada di bawah kisaran normal yakni 9,12 x 103/mm3. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa leukosit ayam broiler berkisar antara 16.000 – 40.000/mm3. Jumlah leukosit yang lebih tinggi pada perlakuan dengan penambahan asam fulvat menunjukkan bahwa perlakuan tersebut memiliki kekebalan tubuh yang lebih baik. Selain dari jumlah leukosit, kekebalan tubuh ayam broiler dapat dilihat pada bobot bursa fabrisius.

Bursa fabrisius merupakan salah satu organ limfoid primer yang fungsinya sebagai tempat pendewasaan dan diferensiasi bagi sel dari sistem pembentukan antibodi (Scanes et al., 2004). Wirapati (2008) melaporkan bahwa persentase bobot bursa fabrisius ayam broiler umur lima minggu yaitu sekitar 0,04% - 0,12% dari bobot hidup. Wulandari (2012) melaporkan bahwa bobot bursa fabrisius ayam broiler yang mendapat tambahan asam fulvat 0,25% – 1% dalam ransum relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pada perlakuan yang tidak mendapat tambahan asam fulvat. Unggas yang mempunyai bobot relatif bursa fabrisius lebih besar akan lebih tahan terhadap berbagai penyakit (Heckert et al., 2002).

Dengan demikian terlihat bahwa ayam broiler yang mendapat perlakuan penambahan asam fulvat dalam ransum memiliki kekebalan tubuh yang lebih baik terhadap serangan penyakit dan stres yang ditunjukkan dengan jumlah leukosit yang berada dalam kisaran normal, bobot bursa fabrisius yang lebih tinggi serta mortalitas yang lebih rendah dibandingkan dengan ayam broiler yang mendapat perlakuan tanpa penambahan asam fulvat. Hal ini diduga karena asam fulvat yang memiliki berat dan bentuk molekul yang sangat ringan dan kecil mampu masuk ke dalam jaringan dan sel sehingga mampu membantu dalam proses pembentukan sel darah putih serta karena asam fulvat mampu menyediakan elektrolit penting yang dibutuhkan oleh tubuh (Senesi, 1990) sehingga asam fulvat mampu meningkatkan kekebalan tubuh.


(33)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Penambahan asam fulvat 0,25% – 1,0% dalam ransum tidak mempengaruhi performa ayam broiler, akan tetapi mampu menurunkan mortalitas. Penggunaan 0,50% merupakan taraf terbaik dalam menurunkan mortalitas.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh dan potensi asam fulvat melalui air minum terhadap performa dan imunitas ayam broiler.


(34)

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM FULVAT DALAM

RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM BROILER

SKRIPSI NAJIBAH SAMIYAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(35)

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM FULVAT DALAM

RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM BROILER

SKRIPSI NAJIBAH SAMIYAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(36)

RINGKASAN

NAJIBAH SAMIYAH. D24080276. Pengaruh Penambahan Asam Fulvat dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Broiler. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Heri Ahmad Sukria, M.Sc.Agr. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sumiati, M.Sc.

Asam fulvat merupakan senyawa yang dihasilkan dari penguraian zat organik yang disebut humus atau senyawa humat. Humat terbagi dalam tiga kategori yaitu asam fulvat, asam humat dan humin. Asam fulvat bersifat sangat reaktif sebagai chelator dalam penyerapan dan transfer zat-zat makanan. Bentuk molekulnya yang sangat ringan dan kecil menyebabkan asam fulvat mudah terserap ke dalam jaringan dan sel. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan asam fulvat dalam ransum terhadap performa ayam broiler.

Ternak yang digunakan adalah DOC (Day Old Chick) strain CP 707 sebanyak 375 ekor yang dipelihara selama lima minggu. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Febuari sampai Maret 2012 yang berlokasi di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Unggas (Kandang C), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan dalam penelitian ini adalah R0 (ransum basal tanpa penambahan asam fulvat), R1 (R0 + 0,25% asam fulvat), R2 (R0 + 0,5% asam fulvat), R3 (R0 + 0,75% asam fulvat), dan R4 (R0 + 1% asam fulvat). Ransum dan air minum diberikan ad libitum.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan, setiap ulangan terdiri atas 15 ekor ayam. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA (Analysis of Variance), dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji jarak Duncan. Peubah yang diamati meliputi konsumsi ransum, bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan mortalitas.

Penambahan asam fulvat 0,25% - 1,0% dalam ransum tidak mempengaruhi performa ayam broiler, akan tetapi penambahan 0,50% dapat menurunkan mortalitas ayam broiler sebesar 87,5% dibandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan asam fulvat.


(37)

ABSTRACT

Effects of Fulvic Acid Supplementation on Performances of Broiler Chickens

Samiyah, N., H. A. Sukria, and Sumiati

Fulvic acid (FA), a class of compounds resulting from decomposition of organic matter, is a part of the humic structure. FA has ability to chelate trace minerals to enhance the uptake of nutrients. This study was designed to investigate whether inclusions of FA into diets of broiler chickens could improve broiler performances. Three hundred and seventy five broilers were allocated into five groups : (R0) control diet (without fulvic acid), (R1) = R0 + 0.25% FA, (R2) = R0 + 0.5% FA, (R3) = R0 + 0.75% FA, (R4) = R0 + 1% FA. Each treatment consisted of 5 replications and used 15 broilers of each. Feed and water were offered ad libitum . Parameters observed were feed intake, final body weight, body weight gain, feed conversion ratio (FCR) and mortality. Data from completely Randomized Design were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) and any significant different was further tested using Duncan multiple range test. Feed intake, final body weight, body weight gain, feed conversion ratio were not affected by fulvic acid supplementation (P>0.05). Supplementation of fulvic acid 0.50% decreased mortality rate of broilers composed to the control diet.


(38)

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM FULVAT DALAM

RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM BROILER

NAJIBAH SAMIYAH D24080276

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(39)

Judul : Pengaruh Penambahan Asam Fulvat dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Broiler

Nama : Najibah Samiyah

NIM : D24080276

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Heri Ahmad Sukria, M.Sc. Agr) (Dr. Ir. Sumiati, M.Sc) NIP: 19660705 199103 1 003 NIP: 19611017 198603 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc, Agr) NIP: 19670506 199103 1 001


(40)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Najibah Samiyah, dilahirkan di Solo pada tanggal 22 Mei 1990. Penulis merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara pasangan Bapak H. Ahmad Gholib dan Ibu Hj. Jauharotun Nafisah.

Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1996 di SDN Tanjung 3 Klaten dan pada tahun 2002 Penulis lulus dari SDN 2 Mangkuyudan Solo. Pendidikan

lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2002 dan diselesaikan pada tahun 2005 di SMP Al Muayyad Solo. Pendidikan lanjutan tingkat atas (SMA) diselesaikan pada tahun 2008 di MA Al Muayyad Solo.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Kementrian Agama dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Penulis aktif sebagai anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan sebagai staf Komunikasi dan Informasi periode 2009-2010. Penulis juga menjadi anggota aktif organisasi CSS MoRA IPB (Community of Santri Scholar of Ministry of Religious Affairs) sevagai staf Divisi Minat dan Bakat periode 2009-2010 dan sebagai kepala Divisi Informasi dan Komunikasi pada periode 2010-2011.

Bogor, Oktober 2012

Najibah Samiyah D24080276


(41)

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohiim.

Alhamdulillahirrobbil’alamiin.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang telah diberikan sehingga Penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan Asam Fulvat dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Broiler”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan informasi mengenai potensi asam fulvat dalam pakan ayam broiler dan dapat dijadikan referensi yang baik dalam pengembangan ternak unggas khususnya ayam broiler di Indonesia.

Skripsi ini merupakan hasil studi penelitian pengaruh penambahan asam fulvat dalam ransum terhadap performa ayam broiler sehingga diharapkan dengan adanya tulisan ini dapat memberikan informasi tentang manfaat asam fulvat dalam bidang ilmu peternakan. Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis memohon maaf bilamana masih terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Semoga semua yang tertuang dalam tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Oktober 2012

Najibah Samiyah D24080276


(42)

DAFTAR ISI

Halaman RINGKASAN ... i ABSTRACT ... ii LEMBAR PERNYATAAN ... iii LEMBAR PENGESAHAN ... iv RIWAYAT HIDUP ... v KATA PENGANTAR ... vi DAFTAR ISI ... vii DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 Ayam Broiler ... 3 Konsumsi Ransum ... 6 Pertambahan Bobot Badan ... 6 Konversi Ransum ... 7 Mortalitas ... 7 Pakan Ayam Broiler ... 8 Feed Additive ... 10

Asam Fulvat ... 10 METODE ... 15 Lokasi dan Waktu ... 15 Materi ... 15 Ternak ... 15 Kandang dan Peralatan ... 15 Ransum ... 15 Prosedur ... 17 Pembuatan Ransum ... 17 Persiapan Kandang ... 17 Pemeliharaan Ayam ... 18 Rancangan dan Analisis Data ... 18 Perlakuan ... 18 Rancangan Percobaan ... 18 Peubah yang Diamati ... 19


(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20 Kualitas Ransum ... 20 Suhu dan Kelembaban Kandang ... 20 Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Ayam Broiler ... 22 Konsumsi Ransum ... 22 Bobot Badan Akhir ... 24 Pertambahan Bobot Badan ... 25 Konversi Ransum ... 25 Mortalitas ... 26 KESIMPULAN DAN SARAN ... 30 Kesimpulan ... 30 Saran ... 30 UCAPAN TERIMA KASIH ... 31 DAFTAR PUSTAKA ... 32 LAMPIRAN ... 37


(44)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Standar Pertumbuhan Ayam Broiler CP 707 ... 3 2. Suhu Optimum Kandang Ayam Broiler ... 4 3. Kapasitas Kandang Ayam Pedaging Sesuai dengan Tingkat Umur 4 4. Pengaruh Kepadatan Kandang Terhadap Suhu Udara Kandang ... 5 5. Kebutuhan Zat Makanan Ayam Broiler ... 9 6. SNI Pakan Broiler Starter dan Finisher ... 9 7. Persentase Komposisi Kimia Asam Fulvat dan Asam Humat ... 11 8. Bobot Bursa Fabrisius dan Jumlah Leukosit Ayam Broiler yang

Mendapat Suplementasi Asam Fulvat Dalam Ransum ... 13 9. Komposisi dan Kandungan Nutrien Ransum Penelitian Periode

Starter dan Finisher ... 16 10. Kandungan Asam Fulvat yang Digunakan Dalam Penelitian ... 17 11. Rataan Konsumsi Ransum, Bobot Badan Awal, Bobot Badan

Akhir, Pertambahan Bobot Badan, Konversi Ransum dan Mortalitas Selama Penelitian ... 22


(45)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Diagram Humifikasi Asam Fulvat ... 11 2. Model Struktur Asam Fulvat ... 12 3. Rataan Suhu dan Kelembaban Kandang Selama Penelitian ... 20 4. Rataan Kelembaban Kandang Selama Penelitian ... 21 5. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler Selama Penelitian ... 23 6. Rataan Bobot Badan Akhir Ayam Broiler Selama Penelitian ... 24 7. Rataan PBB Ayam Broiler Selama Penelitian ... 25 8. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler Selama Penelitian ... 26


(46)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Mortalitas Ayam Broiler Selama Lima Minggu Pemeliharaan ... 38 2. Suhu dan Kelembaban Kandang Selama Pemeliharaan ... 38 3. Rataan Bobot Badan Awal Ayam Broiler ... 40 4. Sidik Ragam Konsumsi Ransum 5 Minggu Pemeliharaan ... 40 5. Sidik Ragam Konsumsi Ransum Minggu Pertama ... 40 6. Sidik Ragam Konsumsi Ransum Minggu Kedua ... 40 7. Sidik Ragam Konsumsi Ransum Minggu Ketiga ... 40 8. Sidik Ragam Konsumsi Ransum Minggu Keempat ... 41 9. Sidik Ragam Konsumsi Ransum Minggu Kelima ... 41 10. Sidik Ragam PBB 5 Minggu Pemeliharaan ... 41 11. Sidik Ragam PBB Minggu Pertama ... 41 12. Uji Jarak Duncan PBB Minggu Pertama ... 41 13. Sidik Ragam PBB Minggu Kedua ... 42 14. Uji Jarak Duncan PBB Minggu Kedua ... 42 15. Sidik Ragam PBB Minggu Ketiga ... 42 16. Sidik Ragam PBB Minggu Keempat ... 42 17. Sidik Ragam PBB Minggu Kelima ... 42 18. Sidik Ragam Konversi Ransum Lima Minggu Pemeliharaan ... 43 19. Sidik Ragam Konversi Ransum Minggu Pertama ... 43 20. Uji Jarak Duncan Konversi Ransum Minggu Pertama ... 43 21. Sidik Ragam Konversi Ransum Minggu Kedua ... 43 22. Uji Jarak Duncan Konversi Ransum Minggu Kedua ... 44 23. Sidik Ragam Konversi Ransum Minggu Ketiga ... 44 24. Sidik Ragam Konversi Ransum Minggu Keempat ... 44 25. Sidik Ragam Konversi Ransum Minggu Kelima ... 44


(47)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Ayam pedaging (broiler) merupakan ternak yang memiliki pertumbuhan yang cepat dalam memproduksi daging sehingga memiliki potensi sangat besar dalam upaya pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat. Permintaan terhadap daging ayam semakin bertambah seiring dengan meningkatnya penghasilan dan kesadaran penduduk akan pentingnya protein hewani. Menurut Badan Pusat Statistik (2011), populasi ayam broiler di Indonesia meningkat dari 902.052.418 ekor pada tahun 2008, menjadi 986.871.712 ekor pada tahun 2010. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi yang terdapat dalam pakan. Selain itu, penambahan zat aditif dalam pakan telah banyak dilakukan untuk membantu proses pencernaan dan metabolisme yang diperlukan agar ransum yang dikonsumsi menjadi efisien digunakan oleh tubuh ayam.

Imbuhan pakan atau feed additives adalah salah satu bahan yang dicampurkan di dalam pakan yang dapat mempengaruhi kesehatan, produktivitas maupun keadaan gizi ternak, meskipun bahan tersebut bukan untuk mencukupi kebutuhan zat gizi (Adams, 2000). Imbuhan pakan berupa prebiotik, probiotik, enzim dan lain-lain digunakan pada pakan ayam untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan. Prebiotik adalah substrat yang mampu merubah mikro ekologi usus sedemikian rupa, sehingga mikroba yang menguntungkan dapat berkembang dengan baik. Prebiotik alami dapat diperoleh dari ekstrak tanaman maupun bahan organik yang terdekomposisi, antara lain gambut. Dari hasil ekstrak tanah gambut secara kimiawi diperoleh fraksi humin, asam humat dan asam fulvat (Stevenson, 1994).

Asam fulvat adalah asam organik yang timbul secara alamiah saat terjadi penguraian zat organik yang disebut humus atau sekarang disebut sebagai senyawa humat. Asam fulvat merupakan bagian dari asam humat yang dapat larut dalam alkali dan dalam asam pada kondisi netral. Bentuk molekulnya yang sangat ringan dan kecil menyebabkan asam fulvat mudah terserap ke dalam jaringan dan sel (Islam et al., 2005). Asam fulvat dapat membantu produksi enzim, struktur hormon, dan kebutuhan dalam penggunaan vitamin. Selain itu, asam fulvat dapat


(48)

menyerap logam berat dan racun polutan, serta dapat membantu memperbaiki ketidakseimbangan sel. Kompiang dan Supriyati (2007) melaporkan bahwa penambahan asam humat hingga 300 mg/L dalam air minum mempunyai potensi sebagai bahan pakan tambahan yang dapat meningkatkan performa ayam pedaging.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh penambahan asam fulvat dalam ransum terhadap performa ayam broiler yang meliputi konsumsi ransum, bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan mortalitas.


(49)

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler

Broiler merupakan galur ayam hasil rekayasa genetika teknologi yang memiliki karakteristik ekonomi dan ciri khas pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging, konversi ransum rendah, siap potong dalam usia relatif muda dan menghasilkan daging yang memiliki serat lunak (Bell dan Weaver, 2002). Standar pertumbuhan ayam broiler CP 707 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar Pertumbuhan Ayam Broiler CP 707

Umur (minggu) Konsumsi Pakan Berat Badan FCR

1 150 175 0,86

2 515 487 1,06

3 1175 932 1,26

4 2120 1467 1,45

5 3297 2049 1,61

6 4625 2634 1,76

7 6021 3177 1,89

Sumber: Charoen Pokphand (2011)

Temperatur dan kelembaban relatif merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup ternak. Ayam sebagai hewan homeotermis, dapat mengatur suhu tubuhnya relatif konstan, sekalipun temperatur lingkungan berubah-ubah. Kondisi suhu lingkungan yang optimal bagi ayam adalah 21 ºC (Suprijatna et al., 2005). Tingginya kelembaban relatif akan menghambat penguapan panas melalui panting. Kelembaban yang baik untuk pertumbuhan optimal ayam broiler berkisar antara 50-60% (Appleby et al., 2004). Ayam broiler kurang toleran terhadap suhu lingkungan yang tinggi, terutama setelah ayam berumur lebih dari tiga minggu (Gunawan dan Sihombing, 2004). Pada ayam broiler berumur diatas tiga minggu, keadaan suhu lingkungan optimum untuk pertumbuhan berkisar antara 20-25 ºC dengan kelembaban berkisar antara 50-70% (Borges et al., 2004). Apabila suhu tubuh ayam broiler lebih rendah daripada suhu lingkungan, maka nutrien yang ada di dalam tubuh sebagian besar digunakan oleh ayam broiler untuk memproduksi


(50)

panas tubuh (Bruzual et al., 2000). Suhu optimum kandang untuk pemeliharaan ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Suhu Optimum Kandang Ayam Broiler

Umur (minggu) Suhu (ºC) Kelembaban (%)

1 30-32 50%-70%

2 29 50%-70%

3 28 50%-70%

4 26 50%-70%

5 23 50%-70%

>5 22 50%-70%

Sumber : Charoen Pokphand (2011)

Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa meningkatnya kepadatan kandang akan menyebabkan berkurangnya konsumsi ransum, menurunnya pertumbuhan, menurunkan efisiensi makanan, meningkatnya mortalitas dan meningkatnya kanibalisme. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepadatan kandang yaitu temperatur lingkungan, tipe kandang, ukuran ayam dan umur ayam (Mazia, 2009). Kapasitas kandang ayam pedaging sesuai dengan tingkat umur disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kapasitas Kandang Ayam Pedaging Sesuai dengan Tingkat Umur Umur (hari) Kapasitas (ekor/m2)

1 – 7 40 – 50

8 – 14 20 – 25

>14 8 – 12

Sumber : Mazia (2009)

Hasil penelitian Sufi (2008) menyatakan bahwa konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, serta bobot badan akhir dipengaruhi oleh kepadatan kandang. Pada kepadatan kandang 10 ekor/m2 memiliki tingkat konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan bobot badan akhir yang lebih tinggi dibandingkan dengan kepadatan kandang 12 dan 14 ekor/m2. Kepadatan kandang yang semakin


(51)

tinggi juga meningkatkan suhu dan kelembaban. Pengaruh kepadatan kandang terhadap suhu udara kandang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh Kepadatan Kandang Terhadap Suhu Udara Kandang Kepadatan

(ekor/m2)

Suhu (ºC)

Pagi Siang Sore

10 26,30 31,28 28,84

13 26,39 31,43 29,13

16 26,48 31,56 29,36

Sumber : Kususiyah (1992)

Cekaman panas (heat stres) terjadi akibat ketidakseimbangan antara jumlah panas yang dilepaskan dari tubuh ke lingkungan dengan jumlah panas yang dihasilkan tubuh sehingga terjadi perubahan fisiologis dan metabolisme dalam upaya mempertahankan diri dengan pengembangan sistem homeostasis yang ada. Cekaman panas berdampak pada terganggunya pembentukan sel-sel darah putih serta terjadinya pelepasan glukokortikoid yang dapat mengganggu kekebalan (imunitas) tubuh (Sugito, 2007).

Kekebalan tubuh ayam broiler dapat dilihat dari bobot bursa fabrisius dan jumlah benda darah putih (leukosit). Bursa fabrisius merupakan salah satu organ limfoid primer yang fungsinya sebagai tempat pendewasaan dan diferensiasi bagi sel dari sistem pembentukan antibodi (Scanes et al., 2004). Wirapati (2008) melaporkan bahwa persentase bobot bursa fabrisius ayam broiler umur lima minggu yaitu sekitar 0,04%-0,12% dari bobot hidup. Unggas yang mempunyai bobot relatif bursa fabricius lebih besar akan lebih tahan terhadap berbagai penyakit (Heckert et al., 2002). Leukosit merupakan sel darah yang memiliki inti sel dan memiliki kemampuan gerak yang independen (Frandson, 1992). Leukosit berperan dalam merespon kekebalan tubuh. Swenson (1984) menyatakan bahwa jumlah leukosit unggas lebih banyak dibandingkan dengan leukosit pada mamalia, yaitu berkisar antara 20.000-30.000/mm3.


(52)

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum adalah ransum yang dimakan dengan jumlah dan waktu tertentu dan digunakan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup. Konsumsi ransum pada ayam pedaging tergantung pada strain, umur, aktivitas serta temperatur lingkungan (Wahju, 2004). Faktor lain yang mempengaruhi konsumsi ransum antara lain adalah besar dan bangsa ayam, suhu lingkungan, tahap produksi dan energi dalam ransum.

Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan menurunnya konsumsi ransum. Penelitian Lu et al. (2007) menunjukkan bahwa konsumsi ransum dan pertambahan bobot hidup ayam broiler umur 5-8 minggu yang dipelihara pada suhu lingkungan 34 ºC adalah 93,6 dan 22,29 gram/ekor, keduanya nyata lebih rendah dibandingkan dengan ayam yang dipelihara pada suhu lingkungan 21 ºC yakni 169 dan 61,45 gram/ekor.

Konsumsi ransum setiap minggu bertambah sesuai dengan pertambahan bobot badan. Setiap minggunya ayam mengkonsumsi ransum lebih banyak dibandingkan dengan minggu sebelumnya (Fadilah, 2004). Pemberian ransum bertujuan untuk menjamin pertumbuhan berat badan dan menjamin produksi daging agar menguntungkan (Sudarso dan Siriwa, 2007).

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan (PBB) mencerminkan tingkat kemampuan ayam broiler dalam mencerna ransum untuk diubah menjadi bobot badan. Pertambahan bobot badan sebagai kriteria untuk mengukur pertumbuhan. Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai proses yang sangat kompleks meliputi pertambahan bobot hidup dan pertambahan semua bagian tubuh secara merata dan serentak (Maynard et al., 1979). Menurut Rose (1997), pertumbuhan meliputi peningkatan ukuran sel-sel tubuh akan peningkatan sel-sel individual dimana pertumbuhan itu mencakup empat komponen utama yaitu adanya peningkatan ukuran skeleton, peningkatan total lemak tubuh dalam jaringan adipose dan peningkatan ukuran bulu, kulit dan organ dalam.

Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa peningkatan bobot badan mingguan tidak terjadi secara seragam. Setiap minggu pertumbuhan ayam pedaging mengalami peningkatan hingga mencapai pertumbuhan maksimal,


(53)

setelah itu mengalami penurunan. Bonnet et al. (1997) menyatakan bahwa PBB ayam pedaging umur 4 s/d 6 minggu yang dipelihara pada suhu lingkungan 32 ºC sebesar 515 gram/ekor, sedangkan pada suhu 22 ºC PBB ayam pedaging sebesar 1084 gram/ekor.

Konversi Ransum

Menurut Wahju (2004), konversi ransum adalah jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu unit PBB, semakin besar ukuran dan tua ternak maka nilai konversinya akan semakin tinggi. Angka konversi ransum yang kecil berarti banyaknya ransum yang digunakan untuk menghasilkan satu kilogram daging semakin sedikit (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Faktor utama yang mempengaruhi konversi ransum adalah temperatur, kualitas ransum, kualitas air, pengafkiran, penyakit, manajemen pemeliharaan dan juga faktor pemberian ransum, penerangan dan faktor sosial (Anggorodi, 1979).

Mortalitas

Mortalitas merupakan indikator kematian yang diukur dengan persentase. Angka mortalitas merupakan perbandingan antara jumlah seluruh ayam yang mati dengan jumlah total ayam yang dipelihara (Bell dan Weaver, 2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat mortalitas antara lain bobot badan, tipe ayam, iklim, kebersihan, suhu lingkungan, sanitasi peralatan, kandang serta penyakit. Pemeliharaan ayam broiler dinyatakan berhasil jika angka kematian secara keseluruhan kurang dari 5%. Angka mortalitas dipengaruhi umur, ayam broiler umur lima hingga delapan minggu memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan umur dua hingga empat minggu (Bell dan Weaver, 2002).

Beberapa penyakit yang biasanya menyerang ayam broiler di suatu peternakan antara lain:

1. Chronic Respiratory Disease (CRD). Amer et al. (2009) menyatakan bahwa pemeliharaan ayam broiler dalam kandang dengan kepadatan yang tinggi dan sirkulasi udara yang kurang baik dapat menyebabkan ayam broiler terinfeksi bakteri Mycoplasma gallisepticum. Mycoplasma gallisepticum menyerang saluran pernafasan di bagian kantong udara. Kantong udara dipenuhi mukus. Tahap infeksi yang lebih akut


(54)

menyebabkan mukus berwarna kuning dan kental (Bell dan Weaver, 2002). Gejala yang terlihat pada ayam muda adalah adanya indikasi kesulitan bernafas seperti bersin dan nafas yang bersuara (ngorok). Jika termasuk dalam kasus yang parah maka mortalitas dapat mencapai 30% (Ginting, 1988). Menurut Bell dan Weaver (2002), gejala CRD pada ayam dewasa adalah ayam terlihat depresi dan tidak aktif, konsumsi ransum menurun namun mortalitasnya rendah.

2. Sudden Death Syndrome (SDS). Sudden Death Syndrome merupakan kematian yang dikarenakan metabolic disorder. Sudden Death Syndrome biasanya menyerang ayam broiler jantan, bobot badan tinggi, dengan pertumbuhan yang cepat. Kepadatan kandang yang tinggi juga meningkatkan resiko terinfeksi SDS (Bolton et al., 1972). Konfirmasi hasil nekropsi mengenai SDS sulit didapatkan karena tidak ada tanda khusus, daging dalam keadaan baik dan gizzard dalam keadaan terisi penuh. Kematian yang mendadak ini sering disebut juga sebagai heart attack atau flipover (Leeson dan Summers, 2005). Faktor-faktor lain yang menyebabkan terjadinya Sudden Death Syndrome adalah kontinuitas pencahayaan (Onowiwu et al., 1979), penyimpangan kandungan kalsium dan fosfor dalam pakan (Scheideler et al., 1995), dan frekuensi makan (Bowes dan Julian, 1988).

Pakan Ayam Broiler

Pakan adalah campuran dari bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap maupun yang masih akan dilengkapi, yang secara khusus mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya (SNI, 2006a dan SNI, 2006b). Pakan ternak terdiri atas pakan buatan pabrik dan buatan sendiri. Pakan buatan pabrik biasanya dikenal dalam bentuk pelet dengan ukuran yang bervariasi, sedangkan pakan buatan sendiri dapat dibuat sepanjang bahan baku tersedia dengan berbasis bahan baku lokal.

Fungsi ransum yang diberikan pada prinsipnya untuk memenuhi kebutuhan pokok untuk hidup, membentuk sel-sel dan jaringan tubuh, serta menggantikan bagian-bagian yang merupakan zat-zat yang diperlukan ayam adalah karbohidrat, lemak, dan protein akan membentuk energi sebagai hasil


(55)

pembakarannya (Sudaryani dan Santoso, 1995). Kebutuhan dan kandungan zat makanan ayam broiler disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6.

Tabel 5. Kebutuhan Zat Makanan Ayam Broiler Umur

(hari)

Zat Makanan EM

(kkal/kg)

Protein (kcal)

Ca (%)

P avl (%)

Lysin (%)

Meth (%) 0 – 18 hari 3050 22,00 0,95 0,45 1,30 0,50 19 – 30 hari 3100 20,00 0,92 0,41 1,15 0,44 Sumber : Leeson dan Summers (2005)

Keterangan : EM = Energi Metabolis, P avl = P available (P tersedia) Tabel 6. SNI Pakan Broiler Starter dan Finisher

No

Parameter Satuan Starter a Finisher b

1 Kadar Air % Maks. 14,0 Maks. 14,0

2 Protein Kasar % Min. 19,0 Min. 18,0

3 Lemak Kasar % Maks. 7,4 Maks. 8,0

4 Serat Kasar % Maks. 6,0 Maks. 6,0

5 Abu % Maks. 8,0 Maks. 8,0

6 Kalsium % 0,90 - 1,20 0,90-1,20

7 Fosfor Total % 0,60 - 1,00 0,60-1,00 8 Fosfor Tersedia % Min. 0,40 Min. 0,40 9 Total Aflatoksin mg/kg Maks. 50,0 Maks. 50,0 10 Energi Metabolis kkal/kg Min. 2900 Min. 2900 11 Asam Amino

Lisin % Min. 1,10 Min. 0,90

Metionin % Min. 0,40 Min. 0,30

Metionin + sistin % Min. 0,60 Min. 0,60 Sumber : aSNI 01-3930-2006

b


(56)

Feed Additive

Imbuhan pakan atau feed additive adalah suatu bahan yang dicampurkan di dalam pakan yang dapat mempengaruhi kesehatan, produktivitas, maupun keadaan gizi ternak, meskipun bahan tersebut bukan untuk mencukupi kebutuhan zat gizi (Adams, 2000). Imbuhan pakan yang sudah umum digunakan dalam industri perunggasan adalah antibiotika, enzim, prebiotik, probiotik asam organik flavor pewarna dan antioksidan. Dari semua imbuhan pakan, antibiotika merupakan imbuhan pakan yang paling luas penggunaannya di seluruh dunia.

Prebiotik merupakan bahan pakan berupa serat yang tidak dapat dicerna oleh ternak berperut tunggal (monogastrik). Prebiotik disebut juga sebagai nutrisi yang sesuai bagi bakteri menguntungkan, tetapi tidak cocok bagi bakteri yang kurang menguntungkan. Dengan kata lain, prebiotik dapat meningkatkan bakteri yang menguntungkan dalam usus (Gibson et al., 1998).

Asam Fulvat

Asam fulvat adalah asam organik yang timbul secara alamiah saat terjadi penguraian zat organik yang disebut humus atau senyawa humat. Asam fulvat merupakan bagian dari asam humat yang dapat larut dalam alkali dan dalam asam pada kondisi netral. Stevenson (1994) membagi humat dalam tiga kategori yaitu asam fulvat, asam humat dan humin. Asam fulvat berwarna kuning terang sampai kuning kecoklatan. Menurut Schnitzer dan Khan (1978) asam fulvat memiliki kemasaman total yang lebih besar dan mempunyai berat molekul yang lebih ringan sehingga lebih mudah bergerak atau berpindah. Asam fulvat tertinggal dalam larutan setelah pemindahan asam humat dengan asidifikasi (Weber, 2008). Proses humifikasi dapat dilihat pada Gambar 1.


(57)

As 0,7%-2,6% daripada a berbagai s karena ad Komposis Tabel 7. P E

Sumber : S As seperti N format. N Meskipun seperti ha

Tid

Tidak l basa 

Ga sam fulvat m %. Kadar k asam huma senyawa org danya kecen si kimia asam Persentase K Elemen C H O N S Stevenson ( sam humat NaOH, Na4P

Namun yan n memberik

alnya perea

ak larut

arut dalam dan asam

Humin

ambar 1. Di Sum memiliki ka

karboksil a at (Tan, 19 ganik yang nderungan m fulvat da Komposisi K

(1982) dan asam f P2O7, aseti

ng member an hasil ya ksi lain, di

Bahan

Laru

Bahan organik

agram Hum mber : Steven adar oksigen

asam fulva 982). Menu mempunya molekul a an asam hum

Kimia Asam Asam Hum 50 – 6 4 – 6 4 – 6 2 – 6 0 – 2

fulvat dapat laseton, cu rikan hasil ang cukup b

iantaranya

n Humat

ut dalam ba larut dalam

Huma

mifikasi Asa nson (1994)

n 44%-54% at dua sam urut Lehning

i gugus karb ir yang me mat dapat di m Fulvat dan mat (%) 60 6 6 6 2 t diekstraks upferron, h paling ba baik, NaOH yaitu laruta

Lar

asa & tidak  m asam

at

Bahan Hum

am Fulvat % dan kadar

mpai tiga k ger (1982), boksil. Kela embentuk i ilihat pada T n Asam Hum

Asam 4 4

si dengan b hidroksikuin aik adalah H juga mem

an alkali d

rut 

Larut  n Non  mat

nitrogen se kali lebih t , air melaru arutannya te ikatan hidr Tabel 7.

mat m Fulvat (%

40 – 50 44 – 50 4 – 6 <2 – 6

0 – 2

berbagai per nolin, dan NaOH (8 miliki kelem dapat melaru

dalam basaa dan  asam

Asam Fulvat

ebesar tinggi utkan erjadi rogen. %) reaksi asam 80%). mahan utkan


(58)

silika dari bahan mineral, protoplasma dan komponen dari jaringan organik segar sehingga bercampur dengan humus. Selain itu, autooksidasi beberapa senyawa organik dan reaksi kimia (kondensasi) juga dapat terjadi pada kondisi alkalin. Oleh karena itu banyak peneliti melakukan ekstraksi bertahap dengan mengkombinasikan beberapa pereaksi. Metode reaksi yang sering dipakai untuk memisahkan asam humat dan asam fulvat adalah metode berdasarkan International Humic Substances Society (IHSS). Pereaksi yang digunakan dalam metode ini ada dua, yaitu asam klorida dan NaOH (Stevenson, 1982). Separasi senyawa humat paling baik dengan menggunakan Na4P2O7 0,1M dan NaOH 0,1N

pada pH 13. Natrium dalam Na4P2O7 akan menggantikan Ca, Fe dan Al yang

terikat pada asam humat ataupun asam fulvat sehingga terbentuk larutan Na-humat/fulvat dan endapan Ca/Fe/Al-pirofosfat (Kononova, 1966).

Gambar 2. Model Struktur Asam Fulvat Sumber : Buffle (1977)

Asam fulvat ikut serta dalam semua proses kehidupan tanaman, hewan dan lain-lain. Asam fulvat berperan antara lain menyediakan elektrolit penting (Senesi, 1990), meningkatkan dan mengangkut zat makanan (Prakash, 1971), mengkatalisa reaksi enzim (Khristeva dan Luk Yaneko, 1962) dan merangsang metabolisme (Rashid, 1985). Selain itu asam fulvat juga dapat menurunkan deposit cadmium pada organ ginjal, hati dan otot pada ayam broiler (Herzig et al, 2007). Fungsi asam fulvat adalah : 1) transpor nutrien (mengikat mineral Na dan K dalam saluran pencernaan), 2) meningkatkan availabilitas (ketersediaan) zat nutrisi sehingga lebih mudah diabsorbsi, 3) meningkatkan aktivitas enzim dan melindungi saluran pencernaan dari bahan yang merugikan (Jackson, 1997).


(1)

17 26,2 78 28 79 27,8 73 18 24 91 33,9 55 25,6 81

19 24,8 86 32,2 54 30 80 20 25,6 83 28 79 25,9 82 21 24,6 94 31,4 59 30,6 85 22 30,1 84 32 55 28,1 70 23 25,3 81 31,2 64 27,8 72 24 24,8 85 30,4 65 28 77 25 24,7 89 30,2 71 27,8 73 26 26,5 89 31,2 58 25,6 85 27 24,4 84 30,4 56 27,7 89 28 24,2 84 31,8 55 26,8 90 29 24,1 87 28,5 60 27,9 84 30 25 86 30 67 26,3 81 31 25 86 31 64 25 78 32 25,7 87 32,7 60 30 66 33 24,2 88 31,4 60 28,6 65 34 25,1 80 30,9 51 27,9 84 35 24,7 75 29 63 27 84

36 25,4 88


(2)

Lampiran 3. Rataan Bobot Badan Awal Ayam Broiler Perlakuan

Ulangan

Rataan 1 2 3 4 5

R0 49 50 45 45 50 47,8 R1 45 50 45 49 49 47,6 R2 48 45 51 46 50 48,0 R3 49 50 49 45 50 48,6 R4 49 51 49 50 51 50,0 Lampiran 4. Sidik Ragam Konsumsi Ransum 5 Minggu Pemeliharaan

SK db JK KT F Sig. Perlakuan 4 40806,64 10201,66 1,211 0,337 Galat 20 168470,27 8423,51 Total 24 209276,90 Lampiran 5. Sidik Ragam Konsumsi Ransum Minggu Pertama

SK db JK KT F Sig. Perlakuan 4 59,87 14,97

Galat 20 199,04 9,95 1,504 0,24 Total 24 258,91 Lampiran 6. Sidik Ragam Konsumsi Ransum Minggu Kedua

SK db JK KT F Sig. Perlakuan 4 311,10 77,77 0,543 0,71 Galat 20 2863,97 1431,20 Total 24 3175,07 Lampiran 7. Sidik Ragam Konsumsi Ransum Minggu Ketiga

SK db JK KT F Sig. Perlakuan 4 6533,54 1633,38 1,64 0,20 Galat 20 19972,62 998,63 Total 24 26506,15


(3)

Lampiran 8. Sidik Ragam Konsumsi Ransum Minggu Keempat

SK db JK KT F Sig. Perlakuan 4 15059,55 3764,89 1,65 0,20 Galat 20 45652,91 2282,64 Total 24 60712,46 Lampiran 9. Sidik Ragam Konsumsi Ransum Minggu Kelima

SK db JK KT F Sig. Perlakuan 4 28565,96 7141,49 2,80 0,054 Galat 20 50988,04 2549,40

Total 24 79554,00 Lampiran 10. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan 5 Minggu Pemeliharaaan

SK db JK KT F Sig. Perlakuan 4 8847,44 2211,86 0,41 0,79 Galat 20 106856,00 5342,80

Total 24 115703,44

Lampiran 11. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Minggu Pertama

SK db JK KT F Sig. Perlakuan 4 232,24 58,06 3,62 0,02* Galat 20 320,80 16,04

Total 24 553,04 Keterangan : * = berbeda nyata (p<0,05)

Lampiran 12. Uji Jarak Duncan Pertambahan Bobot Badan Minggu Pertama Perlakuan N

alpha = 0,05

1 2 3

5 5 83,20

4 5 85,40 85,40

Duncan 3 5 86,20 86,20 86,20 1 5 90,40 90,40

2 5 91,20


(4)

Lampiran 13. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Minggu Kedua

SK db JK KT F Sig. Perlakuan 4 1808,96 452,24 3,47 0,026* Galat 20 2602,80 130,14 Total 24 4411,76 Keterangan : * = berbeda nyata (p<0,05)

Lampiran 14. Uji Jarak Duncan Pertambahan Bobot Badan Minggu Kedua Perlakuan N

alpha = 0,05

1 2

5 5 226,00 4 5 226,80

Duncan 1 5 240,80 240,80

3 5 244,00

2 5 245,60

Sig. 0,65 0,537 Lampiran 15. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Minggu Ketiga

SK db JK KT F Sig. Perlakuan 4 2854,56 713,64 0,50 0,74 Galat 20 28678,80 1433,94 Total 24 31533,36 Lampiran 16. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Minggu Keempat

SK db JK KT F Sig. Perlakuan 4 6853,84 1713,46 1,06 0,40 Galat 20 32406,40 1620,32

Total 24 39260,24

Lampiran 17. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Minggu Kelima

SK db JK KT F Sig. Perlakuan 4 3760,96 940,24 0,71 0,60 Galat 20 26537,20 1326,86 Total 24 30298,16


(5)

Lampiran 18. Sidik Ragam Konversi Ransum Selama Lima Minggu Pemeliharaan

SK db JK KT F Sig. Perlakuan 4 0,003 0,001 0,253 0,90 Galat 20 0,068 0,003

Total 24 0,071

Lampiran 19. Sidik Ragam Konversi Ransum Minggu Pertama

SK db JK KT F Sig. Perlakuan 4 0,092 0,023 5,942 0,003* Galat 20 0,078 0,04

Total 24 0,170 Keterangan : * = berbeda nyata (p<0,05)

Lampiran 20. Uji Jarak Duncan Konversi Ransum Minggu Pertama Perlakuan N

alpha = 0,05

1 2 3

2 5 1,18

1 5 1,22 1,22

Duncan 3 5 1,30 1,30

4 5 1,33

5 5 1,34

Sig. 0,277 0,075 0,373 Lampiran 21. Sidik Ragam Konversi Ransum Minggu Kedua

SK Db JK KT F Sig. Perlakuan 4 0,052 0,013 11,041 0,00* Galat 20 0,022 0,001 Total 24 0,074


(6)

Lampiran 22. Uji Jarak Duncan Konversi Ransum Minggu Kedua Perlakuan N

alpha = 0,05

1 2

2 5 1,35

1 5 1,36

Duncan 3 5 1,38

5 5 1,45

4 5 1,46

Sig. 0,16 0,52 Lampiran 23. Sidik Ragam Konversi Ransum Minggu Ketiga

SK db JK KT F Sig. Perlakuan 4 0,071 0,018 1,085 0,39 Galat 20 0,328 0,016 Total 24 0,400

Lampiran 24. Sidik Ragam Konversi Ransum Minggu Keempat

SK db JK KT F Sig. Perlakuan 4 0,003 0,001 0,185 0,94 Galat 20 0,081 0,004 Total 24 0,084

Lampiran 25. Sidik Ragam Konversi Ransum Minggu Kelima

SK db JK KT F Sig. Perlakuan 4 0,003 0,001 0,253 0,90 Galat 20 0,068 0,003 Total 24 0,071