Aktivitas antibakteri kitosan berdasarkan perbedaan derajat deasetilasi dan bobot molekul

AKTIVITAS ANTIBAKTERI KITOSAN BERDASARKAN
PERBEDAAN DERAJAT DEASETILASI
DAN BOBOT MOLEKUL

INDAH KARINA YULINA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini Saya menyatakan bahwa tesis Aktivitas Antibakteri Kitosan
Berdasarkan Perbedaan Derajat Deasetilasi dan Bobot Molekul adalah karya Saya dengan
arahan dari Komisi Pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011


Indah Karina Yulina
NRP G451090141

ABSTRACT
INDAH KARINA YULINA. Antibacterial activity of chitosan based on the difference of
degree deacetylation and molecular weight. Supervised by PURWANTININGSIH and
IRMA H. SUPARTO.
Chitosan is a derivatives product of chitin that can be found as waste from fishery
industries. The application chitosan as antibacterial agent is affected by the degree of
deacetylation and molecular weight. Increasing the value of deacetylation degree and
decreasing its molecular weight can be done by hydrolisis of chitosan using sodium
hydroxide. This effort can be use to increase the antibacterial activity of chitosan. The
method to determine deacetylation degree can be done by Fourier Transform Infrared,
molecular weight by viscometry, and bacterial activity by well difusion method.
Hydrolisis of chitosan showed an increased of degree deacetylation up to 21.18% and
molecular weight decrease to 63.33%. Based on antibacterial activity to E. coli and S.
aureus, after hydrolisis the activity were higher. Compared to chitosan before hydrolisis,
the difference of degree deacetylation and molecular weight influence the antibacterial
activity.

Keywords: chitosan, degree of deacetylation, molecular weight, antibacterial activity

RINGKASAN
INDAH KARINA YULINA. Aktivitas Antibakteri Kitosan Berdasarkan Perbedaan
Derajat Deasetilasi dan Bobot molekul. Dibimbing oleh PURWANTININGSIH dan
IRMA H. SUPARTO.
Kitosan berasal dari limbah pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan
rajungan yang diperoleh dengan cara mendeasetilasi kitin. Kitosan merupakan produk
hasil turunan kitin dengan rumus N-asetil-D-glukosamin, merupakan polimer kationik
yang mempunyai jumlah sekitar 2000-3000 monomer, berat molekul sekitar 800 kDa, dan
tidak toksik (Suptijah 2006). Pemanfaatan limbah cangkang rajungan sebagai kitosan
selain dapat mengatasi masalah lingkungan juga dapat menaikkan nilai tambah bagi
petani rajungan, mengingat saat ini limbah kulit rajungan masih kurang pemanfataannya.
Kitosan banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang karena memiliki keunggulankeunggulan seperti tidak beracun, biodegradabel meskipun memiliki massa relatif yang
besar, biokompatibel, tidak larut dalam air, dan tidak larut dalam H 2 SO 4 . Aktivitas
antibakteri kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul (BM), derajat deasetilasi (DD). Dari
beberapa penelitian sebelumnya, terlihat hubungan antara nilai DD dan BM kitosan
terhadap aktivitas antibakteri. Nilai DD atau BM sangat tergantung pada proses
deasetilasi kitin. Deasetilasi kitin dapat dilakukan secara termokimiawi dan enzimatis.
Proses deasetilasi secara termokimia adalah yang paling sering dilakukan, karena

kemudahan, efisiensi waktu dan biaya produksi. Namun, dalam beberapa hal ada
kekurangannya, yaitu prosesnya tidak terarah sehingga kitosan yang dihasilkan memiliki
BM dan DD yang tidak seragam. Beberapa usaha yang dilakukan peneliti terdahulu untuk
meningkatkan DD adalah dengan menggunakan kondisi optimum proses deasetilasi.
Kitosan komersial terkadang tidak seluruhnya memiliki kondisi yang diharapkan.
Kitosan komersial yang beredar di pasaran, pada umumnya mempunyai nilai DD 70%
yang biasa diaplikasikan dalam industri pengolahan makanan. Pada penelitian ini,
hidrolisis kitosan bertujuan dapat meningkatkan nilai DD dan menurunkan BM, sehingga
dapat diaplikasikan sebagai antibakteri dan diharapkan dapat meningkatkan aktivitasnya.
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu : (1) hidrolisis kitosan A
dengan penambahan NaOH dihasilkan kitosan B, (2) karakterisasi kadar air, kadar abu,
DD, viskositas, dan BM kitosan, (3) uji aktivitas antibakteri kitosan dengan metode difusi
sumur agar terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, dan (4)
menentukan konsentrasi hambat minimal (KHM) kitosan sebagai antibakteri.
Penambahan NaOH pada kitosan prinsipnya adalah hidrolisis amida dalam larutan
basa yang dapat menghilangkan gugus N-asetil menjadi amina. Karakterisasi kitosan
yang diukur adalah kadar air, kadar abu, DD, viskositas, dan BM. Setelah proses
deasetilasi, nilai DD kitosan meningkat hingga 21.18% dan BM kitosan menurun hingga
63.33%. Gugus asetamida berubah menjadi amina sebagian atau seluruhnya. Kondisi
gugus amina dalam larutan akan terprotonasi membentuk –NH 3 + sehingga hambatan

berotasi menjadi berkurang bahkan hilang. Dengan demikian rigiditas kitosan menurun
dan kelarutan (softness) meningkat saat DD meningkat. Semakin tinggi DD, residu amina
semakin banyak sehingga muatan positif kitosan juga semakin banyak. Di dalam larutan,
tingginya muatan positif akan menghasilkan gaya tolak-menolak yang akan membuat
polimer kitosan yang sebelumnya berbentuk gulungan, membuka menjadi rantai lurus,
dengan demikian viskositas larutan akan menurun. Proses hidrolisis yang terjadi lebih
banyak menghidrolisis gugus amida menjadi amina dibanding memutuskan ikatan
glikosidik pada kitosan. Dengan demikian, ikatan polimer antar rantai molekul kitosan
tidak banyak mengalami degradasi, sehingga BM kitosan tidak mengalami penurunan
yang drastis.

Hasil uji aktivitas antibakteri kitosan terhadap E. coli dan S. aureus menunjukkan
aktivitas antibakteri kitosan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi.
Peningkatan konsentrasi larutan kitosan sebanding dengan diameter zona bening yang
terbentuk. Kitosan hasil hidrolisis menunjukkan aktivitas yang lebih besar dibandingkan
kitosan sebelum hidrolisis, baik terhadap bakteri E. coli maupun S. aureus. Dengan
demikian, aktivitas antibakteri sebanding dengan peningkatan DD dan penurunan BM
kitosan. Hal ini terkait dengan viskositas kitosan yang besar pada kitosan dengan BM
tinggi, sehingga kitosan sulit berdifusi.
Konsentrasi hambat minimal kitosan sebelum hidrolisis adalah 625 ppm baik

terhadap E. coli maupun S. aureus, sedangkan hidrolisat kitosan menunjukkan nilai KHM
312.5 ppm terhadap E. coli dan 625 ppm terhadap S. aureus. Dengan demikian, kitosan B
lebih efektif dalam melakukan penghambatan terhadap E. coli, tetapi menunjukkan KHM
yang sama terhadap S. aureus.
Kata kunci: kitosan, derajat deasetilasi, bobot molekul, aktivitas antibakteri

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam
bentuk apapun tanpa izin IPB.

AKTIVITAS ANTIBAKTERI KITOSAN BERDASARKAN
PERBEDAAN DERAJAT DEASETILASI
DAN BOBOT MOLEKUL

INDAH KARINA YULINA


Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Laksmi Ambarsari, MS.

Judul Tesis
Nama
NRP

: Aktivitas Antibakteri Kitosan Berdasarkan Perbedaan Derajat
Deasetilasi dan Bobot molekul
: Indah Karina Yulina

: G451090141

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Purwantiningsih Sugita, M.S
Ketua

Dr. dr. Irma H. Suparto, M.S
Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi Kimia

Dekan Sekolah Pascasarjana

\

Prof. Dr. Purwantiningsih Sugita, M.S


Tanggal Ujian: 20 Juli 2011

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Lulus: 08 Agustus 2011

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam tak lupa
selalu tercurah kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, sahabat, keluarga,
dan pengikutnya hingga akhir zaman. Ucapan terima kasih yang tak ternilai
kepada Ayahanda (alm) dan Ibunda tercinta, atas kesabaran dan keikhlasan telah
memberikan dorongan moral, material, dan selalu berdoa memohon kepada Allah
SWT untuk kesuksesan penulis. Selain itu, penulis juga menyampaikan rasa
terima kasih yang dalam kepada seluruh keluarga atas cinta, kasih, sayang, dan
dorongan semangat, serta Mas Amirudin atas semua motivasi dan kesabarannya
kepada penulis selama menempuh pendidikan.
Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada Prof. Dr.
Purwantiningsih Sugita, M.S selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ketua
Program Studi Kimia, serta Dr. dr. Irma H. Suparto, M.S selaku Anggota Komisi

Pembimbing, atas segala curahan waktu, bimbingan, arahan, serta dorongan moral
kepada penulis. Pada kesempatan kali ini penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Dr. Laksmi Ambarsari, M.S selaku penguji sidang tesis Luar Komisi, yang
telah banyak memberikan masukan dan arahan dalam penyempurnaan tesis ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa
pascasarjana Mayor Kimia, khususnya angkatan 2009 atas segala jalinan
persahabatan, kerjasama, dan kebersamaan dalam menempuh perkuliahan.
Kepada semua pihak yang telah membantu dengan tulus selama mengikuti
perkuliahan sampai selesainya tesis ini, juga disampaikan terima kasih.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2011

Indah Karina Yulina

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Indramayu pada tanggal 16 Juli 1984 sebagai putri
ketiga dari tiga bersaudara, dari ayah H. Abdul Mutholib, ME (alm) dan ibu Hj.
Wati. Pendidikan menengah ditempuh penulis di Sekolah Menengah Umum
Negeri 2 Cirebon dan lulus pada tahun 2002. Penulis menempuh gelar sarjana dan

menjadi mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia Departemen Kimia
Universitas Negeri Semarang (UNNES) melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB) dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun 2009, penulis
menempuh program magister sains pada Mayor Kimia Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor yang dibiayai oleh Kementerian Agama RI melalui
program Beasiswa Umum Daerah (BUD).

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................

xii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................

xiii

DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................


xiv

PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................
Tujuan Penelitian ....................................................................................
Hipotesis Penelitian ................................................................................

1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Kitosan ....................................................................................................
Karakteristik Kitosan ..............................................................................
Bakteri dan Senyawa Antibakteri ...........................................................
Aktivitas Antibakteri Kitosan .................................................................
Mekanisme Antibakteri Kitosan .............................................................

4
5
8
13
16

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat ..................................................................................
Alat dan Bahan .......................................................................................
Metode Penelitian ...................................................................................
Hidrolisis Kitosan A dengan NaOH ................................................
Karakterisasi Kitosan A dan B ........................................................
Uji Aktivitas Antibakteri .................................................................

19
19
19
19
20
22

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hidrolisis Kitosan dan Karakterisasinya .................................................
Hubungan antara Viskositas, Bobot Molekul, dan Derajat
Deasetilasi ...............................................................................................
Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Kitosan ..................................................
Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) Kitosan terhadap
E. coli dan S. aureus ...............................................................................

36

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan .................................................................................................
Saran .......................................................................................................

40
40

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................

41

LAMPIRAN ......................................................................................................

46

24
31
32

DAFTAR TABEL

Halaman
1

Parameter mutu kitosan niaga ....................................................................

7

2

Aktivitas antimikroba kitosan dan turunannya ...........................................

14

3

Konsentrasi hambat minimal (KHM) kitosan terhadap
E. coli dan S. aureus ...................................................................................

15

4

Kitosan A dan B dibandingkan standar ......................................................

25

5

Perbandingan spektrum FTIR kitosan A dan B ..........................................

28

6

Nilai viskositas spesifik, kinematik, dan intrinsik kitosan
A dan B .......................................................................................................

30

Hubungan bobot molekul, viskositas intrinsik, dan derajat
deasetilasi kitosan ..............................................................................

31

Konsentrasi hambat minimal (KHM) kitosan A dan B .....................

37

7
8

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1

Struktur kimia (a) selulosa, (b) kitin, dan (c) kitosan ................................

4

2

(a) Bakteri Escherichia coli dan (b) Bakteri Staphylococcus
aureus .........................................................................................................

9

Perbandingan struktur dinding sel bakteri gram negatif dan
positif ..........................................................................................................

11

4

Penentuan derajat deasetilasi dengan metode base line .............................

21

5

Reaksi hidrolisis kitosan .............................................................................

24

6

Spektrum FTIR kitosan A dan B .......................................................

26

7

Mekanisme reaksi hidrolisis kitosan .................................................

29

8

Aktivitas antibakteri kitosan A dan B terhadap E. coli ..............................

34

9

Aktivitas antibakteri kitosan A dan B terhadap S. aureus ................

34

10 Contoh cara penentuan KHM kitosan A dengan difusi sumur agar
terhadap bakteri S. aureus, dengan konsentrasi (1) 5000, (2) 2500,
(3) 1250, (4) 625, (5) 312.5, (6) 156.25, dan (7) amoksisilin
100 ppm .............................................................................................

36

3

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1

Penentuan kadar air kitosan (AOAC 1999) ................................................

47

2

Penentuan kadar abu kitosan (AOAC 1999) ..............................................

47

3

Penentuan derajat deasetilasi kitosan menggunakan metode
base-line spektrum FTIR .............................................................................

48

4

Uji viskositas dan penentuan bobot molekul kitosan ..................................

50

5

Perhitungan derajat polimerisasi kitosan A dan B .......................................

54

6

Uji aktivitas antibakteri kitosan terhadap E. coli menggunakan
metode difusi sumur agar ..................................................................

55

Uji aktivitas antibakteri kitosan terhadap S. aureus menggunakan
metode difusi sumur agar ..................................................................

56

7

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kitosan berasal dari limbah pengolahan industri perikanan, khususnya
udang dan rajungan yang diperoleh dengan cara mendeasetilasi kitin. Kitosan
merupakan produk hasil turunan kitin dengan rumus N-asetil-D-glukosamin,
merupakan polimer kationik yang mempunyai jumlah sekitar 2000-3000
monomer, berat molekul sekitar 800 kDa, dan tidak toksik (Suptijah 2006).
Pemanfaatan limbah cangkang rajungan sebagai kitosan selain dapat mengatasi
masalah lingkungan juga dapat menaikkan nilai tambah bagi petani rajungan,
mengingat saat ini limbah kulit rajungan masih kurang pemanfataannya.
Kitosan banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang karena memiliki
keunggulan-keunggulan seperti tidak beracun, biodegradabel meskipun memiliki
massa relatif yang besar, biokompatibel, tidak larut dalam air, dan tidak larut
dalam H 2 SO 4 . Kitosan berperan dalam beberapa hal, seperti sebagai penukar ion
(Yahaya 2008), sebagai adsorben (Rosa et al. 2008), antifungi (Ramisz et al.
2005), antitumor (Qin et al. 2004), dan antibakteri (No et al. 2002; Thatte 2004;
Liu et al. 2006).
Saat ini, beberapa studi tentang kitosan difokuskan pada aktivitas antibakteri
dan penggunaannya dalam makanan. Beberapa penelitian menunjukkan aktivitas
antibakteri kitosan dapat melawan pertumbuhan bakteri gram negatif maupun
positif. Jeon et al. (2001) melaporkan, konsentrasi hambat minimal (KHM)
kitosan terhadap Streptococcus mutans dan Micrococcus luteus sebesar 0.8% v/v,
sedangkan terhadap Staphylococcus epidermidis dan Bacillus subtilis mempunyai
KHM 0.6% v/v. Sedangkan menurut Sugumar et al. (2010), uji aktivitas
antibakteri kitosan pada konsentrasi 0.05% b/v terhadap Staphylococcus aureus
dalam PBS menunjukkan penurunan densitas sel hingga 6.8×104 cfu/ml dalam
waktu 6 jam.
Aktivitas antibakteri kitosan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
bobot molekul (BM), derajat deasetilasi (DD), viskositas, pelarut, konsentrasi, pH,
temperatur, kekuatan ionik, mikroba yang diuji, ion logam, dan keberadaan
senyawa organik. Di antara beberapa faktor tersebut, yang paling berpengaruh

terhadap aktivitas antibakteri adalah bobot molekul dan derajat deasetilasi (Rafaat
et al. 2008).
Liu et al. (2006) melaporkan bahwa penurunan BM pada kitosan dengan
konsentrasi di atas 100 ppm, akan meningkatkan aktivitas antibakteri Escherichia
coli. Hasil penelitian No et al. (2002) dan Tsai et al. (2004) menunjukkan bahwa
aktivitas antibakteri kitosan yang mempunyai BM rendah mampu menghambat
bakteri gram positif dan negatif lebih baik dibandingkan oligomernya. Sementara
itu, Hongpattarakere & Riyaphan (2008) melaporkan bahwa kitosan dengan DD
74.80% menunjukkan nilai hambat minimal 625 ppm terhadap E. coli dan S.
aureus, serta 312.5 ppm terhadap C. albicans.
Dari beberapa penelitian sebelumnya, terlihat hubungan antara nilai DD dan
BM kitosan terhadap aktivitas antibakteri. Nilai DD atau BM sangat tergantung
pada proses deasetilasi kitin. Deasetilasi kitin dapat dilakukan secara
termokimiawi dan enzimatis. Secara kimiawi, deasetilasi kitin dilakukan dengan
penambahan NaOH (No et al. 2000), sedangkan secara enzimatis digunakan
enzim kitin deasetilase (Rochima et al. 2004). Proses deasetilasi secara
termokimia adalah yang paling sering dilakukan, karena kemudahan, efisiensi
waktu dan biaya produksi. Namun, dalam beberapa hal ada kekurangannya, yaitu
prosesnya tidak terarah sehingga kitosan yang dihasilkan memiliki BM dan DD
yang tidak seragam. Beberapa usaha yang dilakukan peneliti terdahulu untuk
meningkatkan DD adalah dengan menggunakan kondisi optimum proses
deasetilasi. Prasetyaningrum (2007) melaporkan kondisi optimum proses
deasetilasi kitin adalah dengan NaOH 50% pada suhu 100˚ C selama 1 jam dan
diperoleh DD 71.2%. Rochima et al. (2004) melaporkan proses deasetilasi kitosan
secara enzimatis dengan enzim kitin deasetilase dapat meningkatkan DD hingga
±20% (dari 70% menjadi 90%). Hidrolisis kitosan secara kimiawi dengan NaOH
pernah dilakukan oleh Zhou et al. (2008), yaitu pada suhu 100ºC selama 30 menit
dan dilakukan perendaman selama 2 kali, berhasil meningkatkan nilai DD hingga
15% (dari 75.1% menjadi 90.3%).
Kitosan komersial terkadang tidak seluruhnya memiliki kondisi yang
diharapkan. Kitosan komersial yang beredar di pasaran, pada umumnya
mempunyai nilai DD 70% yang biasa diaplikasikan dalam industri pengolahan

makanan. Pada penelitian ini, hidrolisis kitosan diharapkan meningkatkan nilai
DD dan menurunkan BM, sehingga dapat diaplikasikan sebagai antibakteri dan
aktivitasnya meningkat.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kitosan dengan nilai DD lebih
dari 90% dan BM kurang dari 150 kDa yang dapat meningkatkan aktivitas
antibakteri terhadap E. coli dan S. aureus.

Hipotesis Penelitian
1.

Proses hidrolisis dapat meningkatkan DD dan menurunkan BM kitosan.

2.

Tingginya aktivitas antibakteri kitosan dipengaruhi oleh DD yang tinggi dan
BM yang rendah.

TINJAUAN PUSTAKA

Kitosan
Kitosan merupakan senyawa kimia yang berasal dari bahan hayati kitin,
suatu senyawa organik yang melimpah di alam setelah selulosa. Kitin umumnya
diperoleh dari kerangka hewan invertebrata dari kelompok Arthopoda sp, Molusca
sp, Coelenterata sp, Annelida sp, Nematoda sp, dan beberapa dari kelompok
jamur. Selain dari kerangka hewan invertebrata, juga banyak ditemukan pada
bagian insang ikan, trachea, dinding usus dan pada kulit cumi-cumi.
Kitin tersusun dari unit-unit N-asetil-D-glukosamin (2-acetamido-2-deoxyD-glucopyranose) yang dihubungkan secara linier melalui ikatan β-(14). Kitin
secara alami berfungsi sebagai polisakarida struktural seperti selulosa (Sugiyono
2004). Pada proses deasetilasi, gugus N-asetil pada kitin akan hilang dan
digantikan dengan gugus amina yang bila dilarutkan dalam asam akan bermuatan
positif, sehingga kitosan bersifat polikationik. Adanya gugus reaktif amino pada
C-2 dan gugus hidroksil pada C-3 dan C-6 pada kitosan akan sangat berperan
dalam aplikasinya, antara lain sebagai pengawet dan penstabil warna, sebagai
flokulan dan membantu proses reverse osmosis dalam penjernihan air, sebagai
aditif untuk produk agrokimia. Kitosan bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi
merupakan kelompok yang terdeasetilasi sebagian dengan derajat polimerisasi
yang beragam.

(a)

(b)

(c)

Gambar 1 Struktur kimia (a) Selulosa, (b) Kitin, dan (c) Kitosan
(Sumber: Nadarajah 2005)

Karakteristik Kitosan
Kitosan mempunyai sifat spesifik, seperti sifat bioaktif, biokompatibel,
pengkelat, tidak beracun, dan biodegradabel (Struszczyk 1993). Keterbatasan
penggunaan kitosan saat ini adalah karena sifatnya yang tidak larut dalam air.
Kitosan juga tidak larut dalam beberapa pelarut organik seperti alkohol, aseton,
dimetil formamida dan dimetilsulfoksida tetapi kitosan larut baik dalam asam
asetat dan asam format berkonsentrasi rendah. Kelarutan kitosan dipengaruhi oleh
bobot molekul, derajat deasetilasi, dan rotasi spesifiknya yang beragam,
bergantung pada sumber dan metode isolasi serta transformasinya (Sugita et al.
2009).
Pada umumnya, karakterisasi kitosan yang dilakukan diantaranya dari
derajat deasetilasi dan bobot molekulnya. Derajat deasetilasi merupakan
persentase atau yang menunjukkan gugus asetil yang hilang digantikan dengan
amina. Derajat deasetilasi kitosan menunjukkan keberadaan atau jumlah sisi
kationik potensial yang ada di sepanjang rantai polimer. Derajat deasetilasi
kitosan dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH sebagai penghidrolisis kitin dan suhu
proses. Larutan NaOH konsentrasi tinggi ≤( 40%) berfungsi memutuskan ikatan
antar gugus karboksil dengan atom nitrogen dari N-asetil. Tingginya konsentrasi
NaOH menyebabkan gugus fungsional amino (-NH3+) yang mensubstitusi gugus
asetil di dalam sistem larutan semakin aktif sehingga proses deasetilasi semakin
baik (Rochima 2004). Perendamanan dengan NaOH selain dapat meningkatkan
derajat deasetilasi juga dapat mengakibatkan terjadinya depolimerisasi, oleh
karena itu perendaman dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi dan waktu
yang singkat. Chang et al. (1997) menemukan bahwa laju deasetilasi yang
optimum diperoleh dengan konsentrasi NaOH sebesar 60% sedangkan Rochima
(2004)

menjelaskan

perendaman

kitosan

dengan

larutan

NaOH

50%

menghasilkan derajat deasetilasi mencapai 99%. Kitosan komersial biasanya
mempunyai derajat deasetilasi > 70%.
Beberapa metode yang digunakan untuk menentukan derajat deasetilisasi
diantaranya adalah linear potentiometric titration, infrared spectroscopy, nuclear
magnetic resonance spectroscopy, pyrolysis-mass spectrometry, first derivative
UV- spectrophotometry dan titrimetry. Pengukuran DD yang dilakukan pada

penelitian ini menggunakan metode garis dasar spektroskopi FTIR karena
memiliki beberapa keuntungan, yaitu relatif cepat, contoh tidak perlu murni, dan
tingkat ketelitian tinggi dengan kisaran DD contoh yang luas dibandingkan
dengan teknik titrimetri dan metode spektroskopi lainnya (Sugita et al. 2009).
Viskositas kitosan tergantung dari BM kitosan, konsentrasi larutan, DD, pH
dan suhu. Tinggi rendahnya viskositas dari kitosan dapat terjadi selama proses
ekstraksi kitosan. No et al. (2000) menyebutkan viskositas kitosan dipengaruhi
oleh perlakuan fisik seperti (penggilingan, pemanasan, autoklaf, dan ultrasonik)
dan perlakuan kimia (ozon) yang diiringi dengan peningkatan waktu perlakuan
dan suhu. Nilai viskositas dinyatakan dalam viskositas spesifik, kinematik dan
intrinsik. Viskositas spesifik ditentukan dengan membandingkan secara langsung
kecepatan aliran suatu larutan dengan pelarutnya. Viskositas kinematik diperoleh
dengan memperhitungkan densitas larutan. Baik viskositas spesifik maupun
kinematik dipengaruhi oleh konsentrasi larutan.
Pengukuran

viskositas

polimer

salah

satunya

dilakukan

dengan

menggunakan viskometer Ostwald yang termasuk jenis viskometer kapiler. Pada
viskometer Ostwald, pengukuran viskometer dilakukan dengan menentukan
waktu yang dibutuhkan oleh sejumlah volume larutan untuk mengalir di antara
dua tanda kalibrasi. Waktu alir larutan ini kemudian dibandingkan dengan waktu
alir pelarut murninya. Dengan cara ini akan diperoleh nilai viskositas spesifik,
yang tidak mempunyai satuan (Rochima 2005).
Secara umum, viskositas lebih banyak dinyatakan dengan satuan Poise.
Terminologi viskositas yang menghubungkan viskositas dalam Poise dengan
viskositas spesifik adalah viskositas kinematik, yang diperoleh dari perkalian
viskositas dengan densitas larutan. Viskositas kinematik dihubungkan dengan
viskositas spesifik melalui koefisien kinematik yang besarannya tergantung pada
viskometer kapiler yang digunakan.
Kelarutan kitosan dalam larutan asam asetat dipengaruhi oleh suhu dan
lamanya perendaman dalam larutan NaOH. Asam asetat tergolong asam lemah
golongan asam karboksilat yang mengandung gugus karboksil (-COOH). Gugus
karboksil mengandung sebuah gugus karbonil dan sebuah gugus hidroksil. Titik
didihnya mencapai 118ºC dan baunya sangat tajam. Peningkatan kelarutan

berbanding lurus dengan peningkatan derajat deasetilasi. Hal ini disebabkan gugus
asetil pada kitin yang dipotong oleh proses deasetilasi akan menyisakan gugus
amina. Ion H pada gugus amina menjadikan kitosan mudah berinteraksi dengan
air melalui ikatan hidrogen.
Sifat kitosan hanya dapat larut dalam asam encer, seperti asam asetat, asam
format, asam sitrat kecuali kitosan yang telah disubstitusi dapat larut dalam air.
Adanya gugus karboksil dalam asam asetat akan memudahkan pelarutan kitosan
karena terjadinya interaksi hidrogen antara gugus karboksil dengan gugus amina
dari kitosan. Dalam larutan asam, gugus amina bebas sangat cocok sebagai
polikationik untuk mengkelat logam atau membentuk dispersi. Karena dalam
larutan asam kitosan akan menjadi polimer dengan struktur lurus sehingga sangat
berguna untuk flokulasi, pembentuk film atau imobilisasi enzim (Eldin et al.
2008). Hal tersebut didukung oleh Goy et al. (2009) dalam suasana asam, gugus
amina bebas dari kitosan akan terprotonasi membentuk gugus amino kationik
(NH3+). Kation dalam kitosan tersebut jika bereaksi dengan polimer anionik akan
membentuk kompleks elektrolit.

Tabel 1 Parameter mutu kitosan niaga*
Parameter

Ciri

Ukuran partikel

Serpihan sampai bubuk

Kadar air

≤ 10%

Kadar abu

≤ 2%

Derajat deasetilasi

≥ 70%

Warna larutan

tidak berwarna

Viskositas (cps):
 Rendah

< 200

 Medium

200-799

 Tinggi

800-2000

 Sangat tinggi

>2000

* Sumber: Jamaludin (1994)

Klasifikasi kitosan berdasarkan BM dapat dibedakan menjadi 3, meliputi
kitosan dengan BM rendah, yaitu 150 kDa (Goy et al. 2009). Oleh karena itu, kitosan komersial
mempunyai spesifikasi BM antara 100-1000 kDa. Bobot molekul kitosan
bergantung pada degradasi yang terjadi selama proses deasetilasi. Bobot molekul
dan viskositas kitosan dipengaruhi oleh bahan baku utama pembuatan kitosan.
Bobot molekul kitosan dapat ditentukan dengan metode kromatografi, light
scattering dan viskometri. Pada penelitian ini, metode yang digunakan untuk
menentukan BM kitosan adalah dengan viskometri (Tarbojevich & Cosani 1996).

Bakteri dan Senyawa Antibakteri
Bakteri merupakan protista bersel tunggal yang bersifat prokariot dan tidak
mengandung struktur yang terbatasi oleh membran di dalam sitoplasma. Sel-sel
bakteri dapat berbentuk bola, elips, batang, atau spiral. Bakteri yang paling umum
berukuran 0.5-1.0 × 2.0-5.0 µm. Spesies bakteri tertentu menunjukkan adanya
pola penataan sel, seperti berpasangan, gerombol, rantai atau filamen (Pelczar et
al. 2007). Berdasarkan struktur dinding selnya, bakteri digolongkan dalam dua
kelompok, yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Bakteri gram
positif adalah bakteri yang memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal. Tebalnya
lapisan peptidoglikan ini membuat bakteri gram positif tahan terhadap sistem
osmosis yang dapat memecahkan sel bakteri tersebut. Contohnya Staphylococcus
aureus, Lactobacillus bulgaricus, Bacillus cereus, Candida lambica, dan
sebagainya. Lapisan bakteri gram negatif lebih tipis dibandingkan bakteri gram
positif, tetapi mempunyai membran luar yang tebal sehingga bersama-sama
dengan lapisan peptidoglikan, keduanya membentuk pelindung yang kuat untuk
sel. Contoh bakteri gram negatif adalah Escherichia coli, Pseudomonas
aeruginosa,

Xanthomonas

campestris,

Salmonella

enterica,

Salmonella

tiphymurium, Enterobacter aerogenes.
Staphylococcus aureus merupakan jenis bakteri dari famili Microcaceae dan
suku Staphylococcus. Staphylococcus aureus adalah bakteri kokus gram positif
yang tertata dalam bentuk tunggal atau gerombolan seperti anggur, mudah tumbuh
pada banyak perbenihan bakteri dalam keadaan aerobik dan anaerobik fakultatif.

Staphylococcus aureus menghasilkan koagulase dan merupakan patogen utama
bagi manusia. Bakteri ini dijumpai pada selaput hidung, kulit kantung rambut.
Hampir setiap orang akan mengalami beberapa tipe infeksi bakteri ini sepanjang
hidupnya, dari infeksi kulit ringan, keracunan makanan sampai infeksi berat
(Jawetz 2005).
Escherichia coli termasuk dalam famili Enterobacteriaceae dan suku
Escherichia, suatu kelompok besar bakteri gram negatif yang heterogen. Habitat
alaminya adalah saluran usus manusia dan hewan (Jawetz 2005). E. coli
merupakan bakteri gram negatif dan termasuk flora normal saluran pencernaan,
tetapi dapat juga menyebabkan berbagai penyakit pada manusia seperti infeksi
pada saluran urin dan diare. Dalam suatu biakan, E. coli membentuk koloni bulat
konveks halus dengan pinggir-pinggir yang nyata. Suhu optimum untuk
pertumbuhan bakteri ini adalah 30-37 ˚C. Pada umumnya berwarna putih, kadang
berwarna putih kekuningan, coklat keemasan, jingga kemerahan, atau merah
berombak-ombak, basah, dan homogen. Bakteri ini peka terhadap streptomisin,
tetrasiklin, kloramfenikol, furadatin dan asam nalidiksat.

(a)

(b)

Gambar 2 (a) Bakteri Esherichia coli dan (b) Bakteri Staphylococcus aureus

Senyawa antibakteri adalah senyawa yang dapat mengganggu pertumbuhan
dan metabolisme bakteri. Berdasarkan aktivitasnya zat antibakteri dibedakan
menjadi dua jenis yaitu bakteriostatik dan bakterisidal. Berdasarkan spektrum
aksinya, zat antibakteri dibagi menjadi tiga, yaitu spektrum luas, spektrum sempit
dan spektrum terbatas. Spektrum luas jika senyawa tersebut efektif melawan
prokariot baik membunuh maupun menghambat bakteri gram positif dan gram

negatif, sedangkan disebut sebagai antibakteri berspektrum sempit jika senyawa
tersebut efektif melawan sebagian bakteri gram positif atau gram negatif.
Senyawa antibakteri yang dapat melawan satu spesies bakteri tertentu saja disebut
antibakteri berspektrum terbatas (Suprianto 2008).
Bakteri gram positif cenderung lebih sensitif terhadap komponen antibakteri
hal ini disebabkan oleh struktur dinding sel bakteri gram positif yang relatif lebih
sederhana sehingga memudahkan senyawa antibakteri untuk masuk ke dalam sel
dan menemukan sasaran untuk bekerja, sedangkan struktur dinding sel bakteri
gram negatif relatif lebih kompleks dan berlapis tiga yaitu lapisan luar yang
berupa lipoprotein, lapisan tengah yang berupa lipopolisakarida, dan lapisan
dalam peptidoglikan (Pelczar et al. 2007).
Peptidoglikan merupakan molekul polimer yang bervariasi stukturnya antara
jenis bakteri yang satu dengan lainnya. Namun, pada dasarnya adalah sama, yaitu
merupakan

jaring-jaring

makromolekul

yang

menyelimuti

sel

bakteri.

Peptidoglikan didesain untuk mempertahankan bentuk sel dan mencegah lisis
bakteri pada lingkungan hipotonik. Rantai peptidoglikan tersusun oleh unit-unit
N-asetilglukosamin dan asam N-asetilmuramat. Ketika unit-unit glikan (gula)
berubah dan terhubung secara kovalen, maka akan terjadi perubahan pada dimensi
peptidoglikan tersebut (Thorpe 1995).
Susunan dua dimensi dari peptidoglikan tersusun secara paralel oleh rantairantai glikan yang dihubungkan dengan jembatan peptida. Unit-unit asam
muramat disubstitusi oleh tetrapeptida, yang dihubungkan secara langsung
maupun melalui jembatan interpeptida. Pada S. aureus, jembatan interpeptida
terdiri dari lima unit glisin. Ketika struktur dua dimensi ini terhubung bersama
dengan ketat melalui ikatan kovalen, maka akan menghasilkan struktur yang
sangat kuat. Meskipun ada kemungkinan terjadi kerenggangan pada struktur dua
dimensi ini akan tetapi struktur ini sangat resisten terhadap kerusakan.
Untuk membedakan bakteri gram positif dan bakteri gram negatif digunakan
pewarnaan gram. Gram positif akan memberikan warna ungu dan warna merah
untuk bakteri gram negatif (Pelczar et al. 2007). Menurut Suprianto (Thorpe
1995), cara kerja senyawa antibakteri dipengaruhi oleh sifat-sifat zatnya antara
lain polaritas dan keadaan molekul. Sifat hidrofilik sangat penting untuk

menjamin bahwa antibakteri larut dalam air ketika pertumbuhan bakteri terjadi,
sedangkan pada saat yang sama antibakteri bekerja pada membran sel yang
hidrofobik sehingga membutuhkan sifat hidrofobik (Gambar 3).

Gambar 3 Perbandingan struktur dinding sel bakteri gram negatif dan positif
(Sumber: Suprianto 2008)

Kerja antibakteri juga dipengaruhi berbagai faktor, antara lain konsentrasi
zat antibakteri, spesies bakteri, jumlah bakteri, dan pH lingkungan. Telah lama
diketahui bahwa beberapa jenis rempah-rempah mempunyai sifat antibakteri.
Bahkan peneliti-peneliti yang pertama selalu beranggapan bahwa rempah-rempah
merupakan bahan yang selalu menolak kehidupan mikroba (Suprianto 2008).
Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki
khasiat

membunuh

atau

menghambat

pertumbuhan

kuman,

sedangkan

toksisitasnya terhadap manusia relatif kecil (Sulistiyaningsih 2007). Definisi lain
menyebutkan bahwa antibiotik merupakan obat yang digunakan untuk membasmi
mikroba penyebab infeksi pada manusia, yang harus memiliki sifat toksisitas yang
selektif, artinya obat tersebut bersifat toksik pada mikroba, tetapi tidak toksik pada
tuan rumah atau manusia (Pelczar 2007). Berdasarkan mekanisme kerjanya
(Setiabudy dan Ganiswarna 1995), antibiotik digolongkan menjadi:

1. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel mikroba
Antibiotik ini bekerja dengan cara mencegah digabungkannya asam Nasetilmuramat, yang dibentuk di dalam sel, ke dalam struktur mukopeptida yang
biasanya memberi bentuk kaku pada dinding sel bakteri. Oleh karena tekanan
osmotik dalam sel kuman lebih tinggi daripada diluar sel maka kerusakan dinding
sel kuman akan menyebabkan terjadinya lisis, yang merupakan dasar efek
bakterisidal pada kuman yang peka. Contoh: penisilin, sefalosporin, basitrasin,
amoksisilin.
2. Antibiotik yang menggangu metabolisme sel mikroba
Untuk kelangsungan hidupnya, mikroba membutuhkan asam folat. Kerja
antibiotik ini adalah berkompetisi dengan zat pemula asam folat, yaitu asam para
amino benzoat yang akan digunakan oleh mikroba tersebut. Dengan demikian
yang terbentuk adalah analog dari asam folat yang mengakibatkan kehidupan
mikroba akan terganggu. Contoh: sulfonamid, trimetoprim, asam p-aminosalisilat
dan sulfon.
3. Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat
Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini adalah rifampisin dan
golongan kuinolon. Rifampisin berikatan dengan enzim polimerase RNA (pada
subunit) sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut.
Sedangkan golongan kuinolon menghambat enzim DNA girase pada kuman, yang
fungsinya menata kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk spiral hingga
bisa muat dalam sel kuman yang kecil.
4. Antibiotik yang menghambat sintesis protein
Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein.
Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada
bakteri, ribosom terdiri dari dua sub unit, yaitu ribosom 30S dan 50S. Untuk
berfungsi pada sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal
rantai mRNA menjadi ribosom 70S. Penghambatan sintesis protein terjadi dengan
berbagai cara. Misalnya: streptomisin berikatan dengan komponen ribosom 30S
dan menyebabkan kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA pada waktu sintesis
protein. Akibatnya akan terbentuk protein yang abnormal dan nonfungsional pada

sel mikroba. Contoh: golongan aminoglikosida, makrolid, linkomisin, tetrasiklin
dan kloramfenikol.

Aktivitas Antibakteri Kitosan
Kitosan sebagai antibakteri sudah dibuktikan dari beberapa penelitian
sebelumnya (Tsai et al. 2000; No et al. 2002; Liu et al. 2006; Rafaat 2008).
Menurut Thatte (2004), aktivitas antibakteri kitosan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu sumber kitosan, unit monomer yang menyusun kitosan, mikroba
yang diuji, derajat deasetilasi, pH media tumbuh, bobot molekul kitosan,
keberadaan ion logam bebas, dan kondisi lingkungan (kadar air, nutrisi yang
tersedia bagi mikroba). Aktivitas antibakteri kitosan dan turunannya terhadap
beberapa bakteri gram negatif dan positif seperti ditunjukkan Tabel 2.
Tsai et al. (2004) menunjukkan bahwa kitosan dengan BM rendah (12 kDa)
memiliki aktivitas antibakteri yang lebih baik dibanding bentuk oligomernya.
Menurut Thatte (2004), kitosan dengan BM yang sangat besar (lebih besar dari
500 kDa) memiliki aktivitas antibakteri yang kurang efektif dibandingkan kitosan
dengan BM yang lebih rendah. Hal ini terkait dengan viskositasnya yang besar
pada kitosan BM tinggi sehingga sulit bagi kitosan untuk berdifusi.
Hirano dan Nagao (1998) dan Uchida et al. (1989), menunjukkan bahwa
aktivitas kitosan dan kitooligosakarida tergantung pada panjang rantainya. Uchida
et al. (1989) menghasilkan kitosan oligosakarida dengan produk utamanya adalah
oligomer dengan derajat polimerisasi (DP) lebih besar atau sama dengan 2 dan
sejumlah kecil D-glukosamin. Kitosan dan hasil hidrolisis kitosan sama-sama
menghambat E. coli, tetapi terhadap P. aeruginosa, B. subtilis, dan S. aureus
kitosan hidrolisat bersifat lebih aktif sebagai antibakteri. Tsai et al. (2004)
menghidrolisis kitosan menggunakan enzim selulase selama 18 jam dan
dihasilkan kitooligosakarida dengan DP 1-8 yang memiliki aktivitas antibakteri.
Kitooligosakarida dengan konsentrasi 0.5% mampu menghambat E. coli dengan
baik (Jeon dan Kim 2000).

Tabel 2 Aktivitas antimikroba kitosan dan turunannya
Antimikroba

Konsentrasi
(ppm)

Bakteri uji

Referensi

A. Hydrophila
E. coli
L. monocytogenes
P. aeruginosa
S. typhimurium
Shigella dysentriae
S. aureus
Vibrio cholerae
V. parahaemolyticus

Tsai et al.
(2000)

500-1000

E. coli
P. fluorescens
S. typhimurium
V. parahaemolyticus
L. monocytogenes
S. aureu
B. megaterium
B. cereus
Lactobacillus plantarum
L. brevis
L. bulgaricus

No et al. (2002)

Kitosan BM
rendah (12 kDa)

100

E. coli
P. aeruginos
S. aureus
B. cereus
Saccharomyces
cerevisiae

Tsai et al.
(2004)

Kitosan BM
rendah (160 kDa)

150-375

E. coli
S. aureus

Felt et al. (2000)

Kitooligosakarida
(DP 1-8)

5-29

A. Hydrophila
E. coli
L. monocytogenes
P. aeruginosa
S. typhimurium
Shigella dysentriae
S. aureus
Vibrio cholerae
V. parahaemolyticus

Tsai et al.
(2000)

Kitooligosakarida
(DP 3-6)

5000

E. coli

Jeon & Kim
(2000)

Kitosan

50-1000

Kitosan

Konsentrasi hambat minimal (KHM) didefinisikan sebagai konsentrasi
terendah suatu antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan suatu organisme
sesudah diinkubasi selama satu malam. Hal itu tergantung dari banyak faktor dan
tidak ada prosedur standar untuk membandingkan hasil KHM dari beberapa
peneliti. Tetapi KHM biasanya digunakan sebagai suatu indikator praktis dari
aktivitas utama suatu zat melawan mikroorganisme patogen (Goy et al. 2009).
Tabel 3 menunjukkan KHM kitosan terhadap E. coli dan S. aureus dari beberapa
sumber pustaka.

Tabel 3 Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) kitosan terhadap E. coli dan S.
aureus
Organisme

KHM (ppm)

Pustaka

Bakteri gram negatif

20

Liu et al. 2001

Escherichia coli

100

Tsai et al. 1999

468

Du et al. 2009

650

Hongpattarakere & Riyaphan 2008

1000

No et al. 2002, Balicka-Ramisz et
al. 2005, Fernandes et al. 2008

Bakteri gram positif

20

Liu et al. 2001

Staphylococcus
aureus

100

Devlieghere et al. 2004

>800

Omura et al. 2003

700

Hongpattarakere & Riyaphan 2008

1250

Balicka-Ramisz et al. 2005

Beberapa tahun terakhir, aplikasi kitosan dan turunannya sebagai
antimikroba (bahan pengawet) makanan telah dilaporkan oleh beberapa peneliti
(Roller et al. 2002; Sagoo et al. 2002; Zivanovic et al. 2004). Roller et al. (2002)
menunjukkan bahwa kitosan bekerja sinergis dengan pengawet tradisional seperti
asam benzoat, asam asetat, dan sulfit. Penambahan kitosan 0.6% dalam
penggunaan sulfit pada konsentrasi yang rendah (170 ppm) mampu menghambat
mikroorganisme perusak lebih efektif (3-4 log cfu/g) dibandingkan penggunaan
sulfit secara tunggal dengan konsentrasi yang tinggi (340 ppm). Kombinasi

penggunaan sulfit dan kitosan tersebut mampu memperpanjang umur simpan sosis
daging sapi selama 24 hari pada suhu 4 ºC. Sagoo et al. (2002) juga melaporkan
kemampuan kitosan dalam memperpanjang umur simpan sosis daging babi.
Perendaman sosis daging babi dalam larutan kitosan 1% mampu menurunkan
jumlah mikroba (total mikroba yang hidup, khamir, kapang, dan bakteri asam
laktat) sebanyak 13 log cfu/g selama 18 hari pada suhu 7 ºC. Kitosan juga dapat
mengawetkan ikan hering dn kod, yaitu berfungsi sebagai edible film sehingga
mampu meningkatkan kualitas produk perikanan selama penyimpanan. Zivanovic
et al. (2004) memanfaatkan kitosan dalam produk emulsi. Penambahan 0.1%
kitosan polisakarida dapat menjamin keamanan dari produk emulsi o/w. Model
emulsi yang digunakan terdiri dari campuran 20% minyak jagung, 1% tween 20,
1.5% tripticase soy broth, 0.58% asam asetat, dan kitosan polisakarida.

Mekanisme Antibakteri Kitosan
Kitin dan kitosan telah diteliti sebagai bahan antimikroba terhadap berbagai
sasaran organisme seperti ganggang, bakteri, ragi, dan jamur dalam eksperimen
yang melibatkan in vivo dan in vitro. Interaksi antimikroba dengan kitosan dalam
berbagai bentuk (solusi, film dan komposit). Umumnya, kitosan dianggap sebagai
bakterisidal (pembunuh bakteri) atau bakteriostatik (menghambat pertumbuhan
bakteri tetapi tidak berarti apakah dapat atau tidak membunuh bakteri). Data
terbaru dalam literatur memiliki kecenderungan untuk mengkarakterisasi kitosan
sebagai bakteriostatik daripada bakterisida, meskipun mekanisme yang tepat
belum sepenuhnya dipahami dan beberapa faktor pendukung aksi antibakteri (Goy
et al. 2009). Antimikroba alami dapat diperoleh dari mikroorganisme
(bakteriosin), hewan (lisozim, laktoperoksidase, dan antibiotik peptida), serta
tumbuhan (fitoaleksin, asam organik, minyak atsiri, dan ekstrak tumbuhan).
Secara umum, mekanisme penghambatan kitosan dan turunannya sebagai
senyawa antimikroba belum diketahui secara pasti, namun beberapa peneliti
mengklasifikasikan menjadi 3, meliputi (1) interaksi dengan membran sel, yaitu
kitosan merupakan polikation yang dapat berikatan dengan muatan negatif dari
membran sel bakteri melalui interaksi elektrostatik, sehingga mempengaruhi
permeabilitas membran sel dan mengakibatkan terjadinya kebocoran bahan-bahan

intraseluler seperti enzim, protein, materi genetik, dan lain-lain; (2) inaktivasi
enzim-enzim penting, yaitu kitosan berikatan dengan DNA dan menghambat
mRNA dalam sintesis protein; dan (3) perusakan bahan-bahan genetik mikroba,
yaitu kitosan sebagai pengkelat logam mampu mengikat ion-ion logam pada
larutan intrasel yang berperan penting bagi kelangsungan hidup sel bakteri (Goy et
al. 2009).
Chen et al. (2005) dan Goy et al. (2009) melaporkan, hasil interaksi
elektrostatik di interferensi dua kali lipat adalah (1) dengan mempromosikan
perubahan pada properti dinding membran permeabilitas, sehingga memprovokasi
ketidakseimbangan osmotik internal dan akibatnya menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dan (2) oleh hidrolisis dari peptidoglikan dalam mikroorganisme
dinding, yang mengarah kebocoran intraselular ion elektrolit seperti kalium dan
molekul dengan BM rendah konstituen protein (misalnya : asam nukleat, glukosa,
dan laktat dehidrogenase).
Muzarelli et al. (1990) adalah yang pertama kali mendokumentasikan
mekanisme antibakteri kitosan yang menunjukkan perubahan pada dinding sel
bakteri dan organel melalui mikrograf elektron. Hasil tersebut kemudian diperkuat
oleh Helander et al. (2001) yang menunjukkan bahwa kitosan merusak
perlindungan membran luar dari bakteri gram negatif. Mikroskop elektron
memperlihatkan bahwa kitosan menyebabkan terjadinya perubahan pada
permukaan sel dan menutupi membran luar bakteri dengan struktur vesikular.
Kitosan berikatan dengan membran luar dan menyebabkan kehilangan fungsi
barier dari membran sel bakteri. Sifat ini memungkinkan kitosan diaplikasikan
sebagai pelindung/pengawet makanan.
Mekanisme antibakteri kitosan berdasarkan sifat hidrofilik dan analisis
muatan negatif pada permukaan sel bakteri, dan karakteristik penyerapan kitosan
pada sel bakteri telah dipelajari oleh Chung et al. (2003). Meskipun sifat hidrofilik
di antara sesama bakteri gram negatif sama, namun distribusi muatan pada
permukaan sel bakteri yang satu dengan lainnya memiliki sedikit perbedaan.
Permukaan sel bakteri yang memiliki muatan negatif lebih banyak akan
menghasilkan interaksi yang lebih baik dengan kitosan. Hal tersebut ditunjukkan
menggunakan Transmission electron micrography (TEM). Sifat hidrofilik bakteri

gram negatif lebih besar dibanding gram positif. Jumlah kitosan yang diserap dan
efisiensi penghambatan terhadap bakteri memiliki hubungan yang erat (koefisien
korelasi 0,988). Analisis relative cell density (RCD) menunjukkan jumlah residu
sel dalam larutan setelah diadsorpsi menggunakan resin. Nilai RCD yang lebih
rendah menunjukkan densitas muatan negatif yang lebih tinggi pada permukaan
sel bakteri. Semakin banyak muatan negatif pada permukaan sel, semakin banyak
kitosan diserap, yang akan menyebabkan kebocoran sel karena meningkatkan
permeabilitas sel.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-April 2011 di Laboratorium
Kimia Organik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium
Kimia Pusat Studi Satwa Primata LPPM IPB, dan Pusat Laboratorium Terpadu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan antara lain neraca analitik, FTIR jenis Perklin
Elmer seri SpectrumOne, viskometer Ostwald, pH meter, cawan petri, mikropipet,
pengaduk magnet, inkubator, autoklaf.
Bahan-bahan yang digunakan adalah kitosan A (merupakan kitosan niaga
dari Bratako dengan DD 70.15% dan BM 3.105 g/mol (hasil karakterisasi
Wahyono (2009)), NaOH, asam asetat 1% (PT. Kalbe Farma), Bakteri
Staphylococcus aureus (ATCC 25923) dan Escherichia coli (ATCC 25922),
Nutrient agar (NA), NaCl, Standar Mc Farland (BaCl 2 dan H 2 SO 4 ).

Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu : (1) hidrolisis kitosan
A dengan penambahan NaOH dihasilkan kitosan B, (2) karakterisasi kadar air,
kadar abu, viskositas, BM, dan DD kitosan, (3) uji aktivitas antibakteri kitosan
dengan metode difusi sumur agar terhadap bakteri S. aureus dan E. coli, dan (4)
menentukan KHM kitosan sebagai antibakteri.

Hidrolisis Kitosan A dengan NaOH
Hidrolisis kitosan A dilakukan dengan menambahkan NaOH 50%
(Prasetyaningrum 2007). Sebanyak 50 g kitosan A ditambahkan 500 mL NaOH,
dan diaduk selama 1 jam pada suhu 100ºC. Residu kemudian dicuci dengan
aquades sampai pH netral dan dikeringkan dalam oven bersuhu 60ºC selama 4
jam. Kitosan yang dihasilkan kemudian dinamakan kitosan B.

Karakterisasi Kit