Sintesis N-Maleoil Kitosan Melalui Reaksi Amidasi Antara Kitosan Dengan Anhidrida Maleat

(1)

SINTESIS N-MALEOIL KITOSAN MELALUI REAKSI AMIDASI

ANTARA KITOSAN DENGAN ANHIDRIDA MALEAT

SKRIPSI

NAOMI FEBRIANTI SITORUS

090802037

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

SINTESIS N-MALEOIL KITOSAN MELALUI REAKSI AMIDASI ANTARA KITOSAN DENGAN ANHIDRIDA MALEAT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

NAOMI FEBRIANTI SITORUS 090802037

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

PERSETUJUAN

Judul : SINTESIS N-MALEOIL KITOSAN MELALUI

REAKSI AMIDASI ANTARA KITOSAN DENGAN ANHIDRIDA MALEAT

Kategori : SKRIPSI

Nama : NAOMI FEBRIANTI SITORUS

Nomor Induk Mahasiswa : 090802037

Program : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, September 2013 Komisi Pembimbing :

Pembimbing II Pembimbing I

Dra. Herlince Sihotang, M.Si Prof. Dr. Jamaran Kaban, M.Sc

NIP. 195503251986012002 NIP. 195106301980021001

Diketahui/ Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nst, MS


(4)

PERNYATAAN

SINTESIS N-MALEOIL KITOSAN MELALUI REAKSI AMIDASI ANTARA KITOSAN DENGAN ANHIDRIDA MALEAT

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, September 2013

NAOMI FEBRIANTI SITORUS 090802037


(5)

PENGHARGAAN

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana sains di Fakultas MIPA USU sesuai rencana dan kehendak-Nya. Banyak hal sebagai pembelajaran dan pembentukan dalam setiap waktu penulis rasakan sehingga semakin melihat dan merasakan kasih dan kebesaran-Nya. Dalam pelaksanaan penelitian hingga penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari banyak mendapat bantuan, motivasi dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Jamaran Kaban, M.Sc. sebagai pembimbing I dan Ibu Dra.Herlince Sihotang,M.Si sebagai pembimbing II yang dengan sabar telah memberikan motivasi, bimbingan dan saran sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Ibu Dr.Rumondang Bulan,M.S dan Bapak Drs.Albert pasaribu, M.Sc sebagai Ketua dan sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU.

3. Bapak Prof.Dr. Jamaran Kaban, M.Sc selaku ketua bidang Kimia Organik FMIPA USU, Bapak Dr Mimpin Ginting,MS selaku Kepala Laboratorium Kimia Organik FMIPA USU Medan.

4. Seluruh dosen Departemen Kimia FMIPA USU dan terkhusus kepada Bapak Dr. Adil Ginting, M.Sc sebagai dosen wali yang telah membimbing penulis kuliah di Departemen Kimia FMIPA USU serta seluruh pegawai yang membantu dalam administrasi.

5. Teman-teman Asisten Laboratorium Kimia Organik yaitu bang bayu, bang samuel, bang denny, kak mutiara, ito egitarius, menda, despit, yabes, sophia dan dian, teman-teman angkatan 2009 (seperti Atika, Fantoso, Ari, Septian, dll), seluruh anggota IMK, KTB ku Tabitha Gavrila (kak ony, kak saulina, melda, ningsih, rimenda, despita), adek-adek kelompok kecilku (ranyco, geofry, randi dan ruben) yang telah membantu memberi semangat dan motivasi kepada penulis untuk melakukan penelitian ini.

6. Sepupuku (helbin dan jernih), seluruh keluarga Sitorus dan Sitio serta pihak– pihak yang tidak disebutkan namun tulus membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini .

Akhirnya saya mengucapkan terimakasih kepada orangtua saya (T. Sitorus dan R. br Sitio) dan saudara-saudariku terkasih (kak tina, dek jopi n dek rahel) yang telah memberi waktu, materi, motivasi bahkan dengan setia mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan sintesis senyawa N-maleoil kitosan dengan reaksi amidasi antara 1,6 gram kitosan dengan 6 gram anhidrida maleat. Dan dilakukan analisis spektrofotometer FT-IR dan 1H-NMR, penentuan nilai HLB dengan metode titrasi dan penentuan derajat substitusi dari hasil analisis FT-IR. Amidasi dilakukan dalam pelarut asam asetat 2%, metanol dan N,N-dimetilformamida (DMF) melalui pengadukan selama 20 jam pada suhu kamar. Proses penghilangan pelarut dilakukan dengan penyaring vakum dan diikuti pencucian dengan etanol untuk menghasilkan senyawa N-maleoil kitosan. Senyawa N-maleoil kitosan yang dihasilkan sebanyak 7,3 gram. Derajat substitusi dan nilai HLB dari N-maleoil kitosan masing-masing sebesar 42,17 % dan 11.


(7)

SYNTHESIS OF N-MALEOYL CHITOSAN THROUGH AMIDATION REACTION BETWEEN CHITOSAN WITH

MALEIC ANHYDRIDE

ABSTRACT

Had been synthesized of N-maleoyl chitosan through amidation reaction between 6 g of chitosan with 1,6 g of maleic anhydride. Determining by analysis of FT-IR and 1 H-NMR spectrophometer, determination of the HLB value by titration method and the degree of substitution by result of analysis of FT-IR. Amidation was solvent in acetic acid 2%, methanol and N,N-dimethylformamide (DMF) by stirring for 20 hours at room temperature. Solvent removal process is done with a vacuum filter and followed washing with ethanol to produce N-maleoyl chitosan. Compound N-maleoyl chitosan produced as 7.3 grams. Degree of substitution and the HLB value of the N-maleoyl chitosan respectively 42.17% and 11.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Lampiran xi

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 4

1.6. Metodologi Penelitian 4

1.7. Lokasi Penelitian 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kitin 5

2.1.1. Struktur Kitin 6

2.1.2. Sifat-sifat Fisika dan Kimia 6

2.2. Kitosan 7

2.2.1. Struktur Kitosan 7

2.2.2. Sifat-sifat Fisika dan Kimia 8

2.3. Kegunaan Kitin dan Kitosan 10

2.4. Reaksi Transformasi Kitosan 11

2.5. Anhidrida Asam 14

2.6. Amida 17

2.7.Polaritas Ikatan dan Gaya Intermolekul 20

2.8. Surfaktan 21

2.9. Derajat Substitusi 23

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Alat-alat 24

3.2. Bahan-Bahan 25

3.3. Prosedur Penelitian 26

3.3.1. Pembuatan Reagen 26

3.3.1.1. Pembuatan Larutan HCl 0,5 N 26 3.3.1.2. Pembuatan Larutan HCl 0,05 N 26 3.3.1.3. Pembuatan Larutan KOH 0,1 N 26 3.3.1.4. Pembuatan Larutan KOH 0,5 N 26


(9)

3.3.1.5. Pembuatan Larutan KOH 0,02 N 26 3.3.1.6. Pembuatan Larutan KOH-Alkohol 0,5 N 27 3.3.1.7. Pembuatan Larutan H2C2O4 0,1 N 27

3.3.1.8. Pembuatan Larutan NaOH 1 N 27 3.3.1.9. Pembuatan Alkohol Netral 95% 27 3.3.1.10. Pembuatan Larutan Asam Asetat 2% 27 3.3.1.11. Pembuatan Larutan Indikator Phenolptalein 27

3.3.2. Pembuatan N-Maleoil Kitosan 28

3.3.3. Prosedur Analisis 28

3.3.3.1. Analisis Bilangan Penyabunan 28

3.3.3.2. Analisis Bilangan Asam 29

3.3.3.3. Penentuan Harga HLB (Hydrophilic Lypophylic 29

Balance)

3.3.3.4. Analisis Spektrofotometer FT-IR 29 3.3.3.5. Penentuan Derajat Substitusi 30 3.3.3.6. Analisis Spektrofotometer 1H-NMR 30

3.3.4. Bagan Penelitian 31

3.3.4.1. Pembuatan N-Maleoil Kitosan 31 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pembuatan N-Maleoil Kitosan 32

4.2. Analisis Spektrofotometer FT-IR 34

4.3. Penentuan Derajat Substitusi 37

4.4. Analisis Spektrofotometer 1H-NMR 38

4.5. Harga HLB 41

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 43

5.2. Saran 43

DAFTAR PUSTRAKA 44


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Data Penentuan Bilangan Asam 41


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur Polimer Kitin 6

Gambar 2. Struktur Polimer Selulosa 6

Gambar 3. Struktur Polimer Kitosan 8

Gambar 4. Reaksi antara Kitosan dan Anhidrida Suksinat 12 Gambar 5. Reaksi antara Kitosan dengan Anhidrida Ftalat 13

Gambar 6. Reaksi-reaksi Anhidrida Asam 16

Gambar 7. Struktur Anhidrida Maleat 17

Gambar 8. Skala Rentang Nilai HLB untuk Beberapa Zat Aktif Permukaan 22 Gambar 9. a) Kitosan dan b) N-Maleoil Kitosan Hasil Sintesis 32

Gambar 10. Spektrum FT-IR N-Maleoil Kitosan 34

Gambar 11. Spektrum 1H-NMR N-Maleoil Kitosan 39 Gambar 12. Daerah Pergeseran Kimia Masing-Masing Proton Hasil Analisa


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A. Spektrum FT-IR Kitosan 48

Lampiran B. Spektrum FT-IR Anhidrida Maleat 49

Lampiran C. Spektrum 1H-NMR N-Maleoil Kitosan pada pergeseran

kimia (δ) = 1,1 – 1,9 ppm 50 Lampiran D. Spektrum 1H-NMR N-Maleoil Kitosan pada pergeseran

kimia (δ) = 2,8 – 3,8 ppm 51 Lampiran E. Spektrum 1H-NMR N-Maleoil Kitosan pada pergeseran

kimia (δ) = 5,9 – 8,0 ppm 52 Lampiran F. 1H-NMR dari kitosan komersial ( DD=88% ) dalam pelarut

D2O/d4-CD3COOD sebagai pembanding 53

Lampiran G. Gambar alat-alat yang digunakan dalam penelitian 54


(13)

ABSTRAK

Telah dilakukan sintesis senyawa N-maleoil kitosan dengan reaksi amidasi antara 1,6 gram kitosan dengan 6 gram anhidrida maleat. Dan dilakukan analisis spektrofotometer FT-IR dan 1H-NMR, penentuan nilai HLB dengan metode titrasi dan penentuan derajat substitusi dari hasil analisis FT-IR. Amidasi dilakukan dalam pelarut asam asetat 2%, metanol dan N,N-dimetilformamida (DMF) melalui pengadukan selama 20 jam pada suhu kamar. Proses penghilangan pelarut dilakukan dengan penyaring vakum dan diikuti pencucian dengan etanol untuk menghasilkan senyawa N-maleoil kitosan. Senyawa N-maleoil kitosan yang dihasilkan sebanyak 7,3 gram. Derajat substitusi dan nilai HLB dari N-maleoil kitosan masing-masing sebesar 42,17 % dan 11.


(14)

SYNTHESIS OF N-MALEOYL CHITOSAN THROUGH AMIDATION REACTION BETWEEN CHITOSAN WITH

MALEIC ANHYDRIDE

ABSTRACT

Had been synthesized of N-maleoyl chitosan through amidation reaction between 6 g of chitosan with 1,6 g of maleic anhydride. Determining by analysis of FT-IR and 1 H-NMR spectrophometer, determination of the HLB value by titration method and the degree of substitution by result of analysis of FT-IR. Amidation was solvent in acetic acid 2%, methanol and N,N-dimethylformamide (DMF) by stirring for 20 hours at room temperature. Solvent removal process is done with a vacuum filter and followed washing with ethanol to produce N-maleoyl chitosan. Compound N-maleoyl chitosan produced as 7.3 grams. Degree of substitution and the HLB value of the N-maleoyl chitosan respectively 42.17% and 11.


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai negara maritim, Indonesia mempunyai potensi hasil perikanan laut yang sangat melimpah, seperti udang dan kepiting. Kulit udang mengandung 15 – 20 % kitin dan kulit kepiting mengandung 18,70 – 32,20 % kitin (Marganov, 2003). Kitin dikenal sebagai 2-asetamida-2-deoksi-β-D-glukosa melalui ikatan β(1-4). Kitin dapat terdegradasi oleh kitinase. Imunogenisitasnya sangat rendah, terlepas dari kehadiran nitrogen. Kitin dianggap sebagai selulosa dengan hidroksil pada posisi C-2 digantikan oleh sebuah gugus asetamido. seperti selulosa, berfungsi secara alami sebagai polisakarida struktural (Kumar, 2000).

Sifat kitin yang tidak beracun dan mudah terdegradasi mendorong dilakukannya modifikasi kitin dengan tujuan mengoptimalkan kegunaan maupun memperluas bidang aplikasi kitin. Salah satu senyawa turunan kitin yang banyak dikembangkan karena aplikasinya yang luas adalah kitosan (Bhuvana, 2006).

Kitosan dapat ditransformasi secara kimia menjadi berbagai senyawa turunannya sehingga kitosan digunakan secara luas dalam berbagai bidang. Keistimewaan dari kitosan, sehingga dapat digunakan dalam industri dikarenakan sifat-sifatnya : 1) berasal dari alam dan dapat diproduksi kembali, 2) biodegradable dan tidak mencemari lingkungan, 3) biokompatibel, 4) dan struktur molekulnya dapat/mudah ditransformasi menjadi turunannya. Sifat-sifat istimewa ini menjadi pendorong untuk melengkapi metode mengadopsi biopolimer yang bernilai, sebagai bahan dasar yang selanjutnya ditransformasi secara kimia menjadi bermacam turunannya guna keperluan tertentu. (Tharanathan and Kittur, 2003). Senyawa ini merupakan biopolimer alam yang penting dan bersifat polikationik sehingga dapat


(16)

diaplikasikan dalam berbagai bidang seperti adsorben logam, penyerap zat warna tekstil, bahan pembuatan kosmetik serta agen antibakteri (Bhuvana, 2006).

Beberapa peneliti sebelumnya melakukan transformasi kitosan diantaranya sintesis N-stearoil kitosan dari hasil amidasi antara kitosan dengan stearoil klorida yang dapat digunakan sebagai kosmetik (Simanjuntak, 2005), sintesis ester kitosan dengan mereaksikan klorokitosan dengan natrium oleat (Kemit, 1995), dan sintesis dari kitosan laurat melalui reaksi transesterifikasi metil laurat dengan kitosan asetat (Manalu, 2008). Sedangkan sintesis kitosan suksinat sebagai antibakteri lingkungan dan agen penahan lipatan pada kapas yang diperoleh dengan melarutkan kitosan dalam asam asetat dan metanol kemudian direaksikan dengan anhidrida suksinat (Noerati, 2007).

Adanya gugus amin pada kitosan memberikan sifat kimia bahwa senyawa tersebut potensial untuk diubah menjadi turunannya N–asil yang dikenal sebagai senyawa amida. Pereaksi yang paling umum digunakan untuk N-asetilasi dari kitosan adalah asil anhidrida. Pengaruh pelarut pada N-asetilasi dari film kitosan diuji dengan sejumlah pelarut seperti metanol dan formamida serta campuran pelarut biner seperti metanol-etanol, metanol-formamida, dan etanol-formamida dan tingkat reaksi ditentukan selama 30 menit (Roberts, 1992).

Hirano et al., (2002) mensintesis N-asil lemak jenuh kitosan yang merupakan turunan kitosan larut dalam air melalui reaksi antara kitosan dengan beberapa anhidrida asam seperti anhidrida propionat, butirat, pentanoat, heksanoat, oktanoat, dekanoat, laurat, meristat, palmitat dan anhidrida stearat.

Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk mensintesis N-maleoil kitosan melalui reaksi amidasi antara kitosan dengan anhidrida maleat.


(17)

1.2. Permasalahan

Bagaimana kondisi reaksi antara kitosan dan anhidrida maleat membentuk N-maleoil kitosan?

1.3. Pembatasan Masalah

1. Kitosan yang digunakan adalah kitosan komersial dari salah satu perusahaan swasta dengan Derajat Deasetilasi sekitar 85%.

2. Senyawa N-maleoil kitosan diperoleh dari hasil reaksi amidasi antara anhidrida maleat dengan kitosan menggunakan pelarut asam asetat 2%, metanol dan dimetiformamida.

3. Senyawa N-maleoil kitosan yang diperoleh dilakukan penentuan nilai HLB menggunakan metode titrasi, penetuan Derajat Substitusi (DS), analisa dengan menggunakan spektroskopi FT-IR dan spektroskopi 1H-NMR.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk mensisntesis senyawa N-maleoil kitosan melalui reaksi amidasi antara anhidrida maleat dengan kitosan menggunakan pelarut asam asetat 2%, metanol dan dimetiformamida.

2. Untuk mengetahui Derajat Substitusi (DS) dan nilai HLB dari senyawa N-maleoil kitosan menggunakan metode titrasi.

3. Untuk mengetahui karakteristik senyawa N-maleoil kitosan berdasarkan hasil analisis spektroskopi FT-IR dan 1H-NMR.


(18)

1.5. Manfaat Penelitian

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dalam pengembangan kimia organik sintesis dari turunan kitosan berupa senyawa N-maleoil kitosan yang larut dalam air.

1.6. Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui eksperimen laboratorium. Dimana kitosan terlebih dahulu dilarutkan dalam pelarut asam asetat 2%, kemudian ditambahkan pelarut metanol sambil diaduk hingga homogen. Anhidrida maleat dilarutkan dalam N-N-dimetilformamida yang kemudian dicampurkan dalam larutan kitosan pada temperatur kamar sambil diaduk selama 20 jam. Campuran ditambahkan larutan NaOH 1N hingga pH 9 dan ditambahkan dengan etanol. Selanjutnya disaring dan dicuci dengan etanol kemudian dikeringkan menggunakan penyaring vakum. Hasilnya dianalisis dengan spektrofotometer FT-IR dan 1H-NMR dan diikuti dengan penentuan nilai HLB dan derajat substitusinya.

1.1Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA-USU Medan dan pengukuran pH dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar UPT LIDA USU. Analisis spektrofotometer FT-IR dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA-UGM Yogyakarta dan analisis spektrofotometer 1H-NMR dilakukan di Pusat Penelitian LIPI – Serpong.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kitin

Kitin merupakan biopolimer alami yang melimpah pada kulit luar kepiting, udang, dan juga dinding sel jamur dan serangga. Pada saat ini, hanya sedikit jumlah limbah cangkang yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan bahan sumber kitin, sehingga pengolahan cangkang menimbulkan pencemaran lingkungan. Akhir-akhir ini, nilai komersial dari kitin melonjak karena sifat-sifat yang menguntungkan dari turunannya yang larut dalam air sehingga cocok digunakan dalam industri kimia, bioteknologi, bidang pertanian, pengolahan pangan, kosmetik, peternakan, kedokteran, proteksi lingkungan, industri pembuatan kertas dan tekstil. Produksi kitin masih terbatas pada musim panen Crustaceae, yaitu terbatasnya jumlah limbah cangkang di beberapa negara. Karena kitin dan turunannya yang larut dalam air, merupakan komponen utama dari dinding sel beberapa Zygomycetes, perhatian telah dialihkan ke jamur untuk digunakan sebagai sumber alternatif kitin dengan menggunakan mikroorganisme pada media yang sederhana dan tersedia dalam jumlah yang dibutuhkan (Kumar, 2000; Synowiecki and Al-Kateeb, 2003).

Kitin mempunyai rumus umum (C8H13O5)n dimana kadar C = 47,29%, H =

6,45%, N = 6,89% dan O = 39,37%. Kitin adalah polisakarida yang memiliki cabang pada β(1-4)-2-asetamida-2-deoksi-D-glukosa (juga dinamakan sebagai N-asetil-D-glukosamin) (Windholz, 1976).


(20)

2.1.1. Struktur Kitin

Kitin merupakan polisakarida yang menyerupai selulosa. Residu monosakarida pada selulosa adalah β-D-glukosa sedangkan pada kitin adalah N-asetil-β-D-glukosa dimana gugus hidroksil OH) pada posisi C-2 digantikan oleh gugus asetamido (-NHCOCH3), dimana monosakaridanya dihubungkan melalui ikatan β(1,4)

(Tharanathan dan Kittur, 2003).

O O O O O H O

HOH2C H H HO NH H H H HOH2C

NH

HOH2C

O H NH H H HO C O CH3 OH H C O CH3 H C O CH3 H C-2 C-2 C-2 n Gambar 1. Struktur Polimer Kitin

O O O O O H O

HOH2C H H HO OH H H H HOH2C

OH

HOH2C

O H OH H H HO OH H H H C-2 C-2 C-2 n Gambar 2. Struktur Polimer Selulosa

2.1.2. Sifat-sifat Fisika dan Kimia

2.1.2.1. Sifat Fisika

Kitin merupakan bahan yang mirip dengan selulosa yang sama-sama mempunyai sifat-sifat dalam kelarutannya dan reaktivitasnya yang rendah. Kitin berwarna putih, keras, tidak elastis, polisakarida yang mengandung nitrogen. Kitin dapat larut di dalam


(21)

HCl, H2SO4, H3PO4, dikloroasetat, trikloroasetat, dan asam formiat. Kitin juga larut di

dalam larutan pekat garam netral yang panas (Synowiecki dan Al-Kateeb, 2003).

2.1.2.2. Sifat Kimia

Karena keberadaan gugus nitrogen, molekul kitin cendrung bergabung dengan makro molekul lain dan menyebabkan jenis struktur dan sifat fisikokimia baru. Misalnya, ikatan kovalen antara kitin dan protein yang terbentuk antara N-asetil dari kitin bereaksi dengan α-asam amino (terutama tirosin), dan protein kutikular akan membentuk kompleks stabil namun, mudah terdisosiasi setelah pH berubah. Kitin dapat dianggap sebagai basa lemah, oleh karena itu dapat mengalami reaksi netralisasi sebagai senyawa yang bersifat alkali. (Tharanathan dan Kittur, 2003).

2.2. Kitosan

Kitosan merupakan jenis polimer alam yang mempunyai bentuk rantai linier, sebagai produk deasetilasi kitin melalui proses reaksi kimia menggunakan basa kuat (Muzarelli, 1988). Kitosan adalah poly-D-glukosamine (tersusun lebih dari 5000 unit glukosamin dan asetilglukosamin) dengan berat molekul lebih dari satu juta dalton, merupakan dietary fiber (serat yang bisa dimakan) kedua setelah selulosa (Simunek et al.,2006).

2.2.1. Struktur Kitosan

Kitosan adalah polisakarida alam yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Jika sebagian besar gugus asetil pada kitin disubstitusikan oleh atom hidrogen menjadi gugus amino dengan penambahan larutan basa kuat berkonsentrasi tinggi, hasilnya dinamakan kitosan atau kitin terdeasetilasi. Kitosan mempunyai rumus-rumus umum (C6H9NO3)n

atau disebut sebagai poli (β-(1-4)-2-amino-2-deoksi-D-glukopiranosa). Kitosan bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi merupakan kelompok yang terdeasetilasi sebagian


(22)

dengan derajat polimerisasi yang berbeda. Kitin dan kitosan adalah nama untuk dua kelompok senyawa yang dibatasi dengan stoikiometri, kitin adalah poli N-asetilglukosamin yang terdeasetilasi sedikit. Derajat deasetilasi biasanya bervariasi diantara 8-15%, tetapi tergantung pada sumber yang digunakan untuk memperoleh kitin, dan metode yang digunakan untuk isolasi dan pemurnian. Sedangkan kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin dengan derajat deasetilasi antara 50-70% (Bastaman, 1989).

O O O O O H O

HOH2C H

H HO

NH2 H

H

H HOH2C

NH

HOH2C

O H NH2 H H HO OH H C O CH3 H H C-2 C-2 C-2 n Gambar 3. Struktur Polimer Kitosan

Pada proses deasetilasi kitin yang diperoleh dari kulit udang dan cangkang kepiting menjadi kitosan, kitin ditambah NaOH 60 % , lalu campuran diaduk dan dipanaskan pada suhu 120oC selama 4 jam. Campuran disaring melalui kertas saring

wollfram, selanjutnya larutan dititrasi menggunakan HCl untuk mengendapkan kembali kitosan yang masih ada dalam larutan. Campuran yang menghasilkan endapan disentrifuge untuk memisahkan kitosan. Padatan yang diproleh dicuci dengan akuades, padatan yang didapat berupa serbuk kitosan berwarna putih krem, lalu dikeringkan pada 80oC selama 24 jam,maka diperoleh hasil sebanyak 55% (Puspawati dan Simpen, 2010).

2.2.2. Sifat-sifat Fisika dan Kimia

2.2.2.1. Sifat Fisika

Pada umumnya polisakarida alami seperti selulosa, dekstran, pektin, alginat, agar-agar, karagenan bersifat netral atau sedikit asam, sedangkan kitin dan kitosan bersifat


(23)

basa (Kumar, 2000). Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih kekuningan dengan rotasi spesifik [�]11 -3 hingga -10o (pada konsentrasi asam asetat 2%). Kitosan larut pada kebanyakan larutan asam organik seperti asam asetat, asam format, dan asam piruvat pada pH sekitar 4,0 tetapi tidak larut pada pH lebih besar dari 6,5, juga tidak larut dalam pelarut air, alkohol, dan aseton. Dalam asam mineral pekat seperti HCl dan HNO3, kitosan larut pada konsentrasi 0,15 – 1,1%, tetapi tidak

larut pada konsentrasi 10%. Kitosan tidak larut dalam H2SO4 pada berbagai

konsentrasi, sedangkan di dalam H3PO4 tidak larut pada konsentrasi 1% sementara

pada konsentrasi 0,1% sedikit larut. Kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul, derajat deasetilasi, dan rotasi spesifiknya yang beragam bergantung pada sumber dan metode isolasi serta transformasinya (Sugita dkk, 2009).

2.2.2.2 Sifat Kimia

Adanya gugus amino dan hidroksil dari kitosan menyebabkan kitosan mudah dimodifikasi secara kimia antara lain dalam reaksi pembentukan:

a. N-Asilasi

Metode yang paling sederhana adalah dengan mereaksikan asam karboksilat dengan kitosan, pemanasan larutan kitosan dalam asam formiat 100% pada suhu 90oC dengan penambahan piridin sedikit demi sedikit untuk menghasilkan N-formilkitosan, serta N-asetil dalam asam asetat 20% (Kaban, 2007).

Pereaksi yang paling umum digunakan untuk N-asilasi kitosan adalah asil anhidrida dan telah digunakan dalam kondisi heterogen dan homogen. Tiga sistem yang telah diuji adalah : (a) anhidrida asetat- asam asetat glacial-HClO4; (b) anhidrida

asetat pada temperatur ruangan selama 120 jam yang diikuti proses refluks anhidrida asetat selama 2 jam; (c) anhidrida asetat-metanol pada temperatur ruangan. Dari ketiganya, metode yang paling baik digunakan adalah metode yang terakhir (Roberts, 1992).


(24)

b. O-Asilasi

Gugus amino kitosan lebih reaktif daripada gugus hidroksilnya. Karenanya gugus amino perlu diproteksi selama proses asilasi untuk menghasilkan O-Asil kitosan. Metode proteksi yang dilakukan antara lain melalui pembuatan basa Schiff disusul O-Asetilasi menggunakan larutan asetat anhidrida-piridin untuk mencegah hidrolisis asam dari basa schiff. Pembuatan O-Asetil kitosan dapat juga dilakukan dengan melarutkan kitosan dalam asam formiat 90% yang mengandung asetat anhidrida dan HClO4, dengan asumsi protonasi gugus amino akan mencegah terjadinya N-Asetilasi.

N- dan O-Asilasi kitosan juga dapat diperoleh bersamaan dengan menggunakan asil klorida. Caranya dengan merefluks kitosan dalam campur dodekanoil klorida berlebih-piridin-kloroform dan ditambah asam klorida sesudah direfluks 5 jam. Produk yang diperoleh sesudah 9 jam larut dalam kloroform, benzen, dietil eter dan piridin (Kaban, 2007).

c. Eter Kitosan

Pembuatan derivat O-alkil kitosan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu O-alkilasi kitin diikuti pengurangan N-asetilasi dan O-alkilasi derivat kitosan, dimana gugus amino diproteksi selama reaksi alkilasi. Karboksimetil kitosan yang diperoleh melalui prosedur pertama menghasilkan garam natrium dengan gugus amin bebas dalam bentuk basa maupun garam hidroklorida dari amino dengan gugus karboksimetil dalam bentuk asam. Sensitifitas terhadap penambahan elektrolit meningkat dengan bertambahnya karboksimetilasi. Perlakuan alkali kitin dengan epiklorohidirin pada 0-15oC diikuti deasetilasi menghasilkan O-hidroksialkil kitosan (Kaban, 2007).

2.3. Kegunaan Kitin dan Kitosan

Dewasa ini, aplikasi kitin dan kitosan sangat banyak dan meluas. Di bidang industri, kitin dan kitosan berperan sebagai koagulan polielektrolit pengolahan limbah cair, pengikat dan penjerap ion logam, mikroorganisme, mikroalga, pewarna, residu pestisida, lemak, tanin, PCB (poliklorinasi bifenil), mineral dan asam organik, media


(25)

kromatografi affinitas, gel dan pertukaran ion, penyalut berbagai serat alami dan sintetik, pembentuk film dan membran mudah terurai, meningkatkan kualitas kertas, pulp, dan produk tekstil. Sementara dibidang pertanian dan pangan, kitin dan kitosan digunakan antara lain untuk pencampur ransum pakan ternak, antimikroba, antijamur, serat bahan pangan, penstabil pembentuk gel, pembentuk tekstur, pengental, dan pengemulsi produk olahan pangan, pembawa zat aditif makanan, flavor, zat gizi, pestisida, herbisida, virusida tanaman dan penjernih sari buah. Biopolimer ini juga berguna sebagai antikoagulan, antitumor, antivirus, pembuluh darah-kulit dan ginjal sintetik, bahan pembuat lensa kontak, aditif kosmetik, membrane dialisis, bahan

shampoo dan kondisioner rambut, zat hemostatik, penstabil liposom, bahan ortopedik, pembalut luka dan benang bedah yang mudah diserap, serta mempertinggi daya kekebalan (Sugita dkk, 2009).

2.4. Reaksi Transformasi Kitosan.

Kitosan mempunyai reaktifitas kimia yang baik karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil (-OH) dan gugus amina (-NH2) pada rantainya, merupakan polisakarida

bersifat basa. Kebanyakan polisakarida yang terdapat di alam bersifat netral dan asam seperti selulosa, dekstran, peptin, asam alginat, agar, dan agarose (Kumar, 2000).

Kitosan memiliki gugus hidroksil dan amin yang dapat memberi jembatan hidrogen secara intermolekuler atau intramolekuler. Dengan demikian terbentuk jaringan hidrogen yang kuat, membuat kitosan tidak larut dalam air. Terdapatnya gugus fungsi dari kitosan (gugus hidroksil primer pada C-6, gugus hidroksil sekunder pada C-3 dan gugus amino pada posisi C-2) membuatnya mudah dimodifikasi secara kimia, dan ditransformasi menjadi turunannya. Karena adanya gugus amino, kitosan merupakan polielektrolit kationik (pKa 6,5) dan bersifat sebagai basa, hal yang sangat jarang terjadi secara alami (Kaban, 2007).


(26)

2.4.1. Reaksi Asilasi Kitosan dengan Anhidrida Suksinat menghasilkan N-Suksinil Kitosan

N-asilasi menggunakan anhidrida suksinat dapat dilakukan dengan mereaksikan kitosan dengan anhidrida suksinat dalam asam asetat 2 % dan metanol 1 : 1 (v/v). Diaduk selama 3 jam dan kemudian dibiarkan selama 20 jam.

O O O O H O H HO H H NH2 H OH O H O H HO H H NH2 H O HO * * n + O H O H HO H H NH2 H OH O H O H HO H H NH H O HO * * n

kitosan anhidrida suksinat

OH O

O

N-suksinil kitosan

Gambar 4. Reaksi antara Kitosan dan Anhidrida Suksinat

Kelarutan dari kitosan suksinat yang dihasilkan secara signifikan ditingkatkan. Maksimum kelarutannya dalam air dicapai pada konsentrasi 50 g/L. Kitosan suksinat yang dihasilkan digunakan sebagai anti bakteri dan penahan lipatan pada kapas

(Noerati dkk., 2007).

2.4.2. Reaksi N-Asilasi Kitosan dengan Anhidrida Ftalat menghasilkan N-Ftaloyl Kitosan

Dapat diperoleh dari reaksi amidasi antara kitosan dengan anhidrida ftalat dalam pelarut DMF dan kondisi refluks. Reaksi dapat dilihat pada gambar 5 (Bangun, 2006).


(27)

O H O H HO H H NH2 H O OH * * O O O DMF 130oC

O H O H HO H H NH H O OH C O C OH O * * n n kitosan anhidrida ftalat N-Ftaloyl kitosan

Gambar 5. Reaksi antara Kitosan dengan Anhidrida Ftalat

2.4.3. Reaksi antara Kitosan Asetat Dengan Metil Laurat Menghasilkan Senyawa Ester Kitosan Laurat

Reaksi antara kitosan dengan anhidrida asetat menghasilkan senyawa ester yang merupakan kitosan asetat. Dalam hal ini kitosan terlebih dahulu direaksikan dengan asetaldehida membentuk aldimin untuk melindungi gugus amina. Kitosan laurat diperoleh dari reaksi transesterifikasi antara metil laurat dengan kitosan asetat. Selanjutnya dilakukan deproteksi dengan menambahkan natrium bikarbonat untuk memperoleh kitosan laurat (Manalu, 2008).

Reaksinya sebagai berikut :

O HOH2C H O H HO NH2 H O H

n

CH3CHO

O HOH2C H O H HO N H O H

n

kitosan aldimin kitosan

HC CH3

H3C C O CH3 O

C O


(28)

O H2C

H O H HO N H O H

n

HC CH3 O C CH3

O

kitosan asetat

C11H23COOCH3

metil laurat

NaOCH3 refluks

O

O C C11H23 O CH2 H HO HO H N CH CH3 H O n H NaHCO3 O

O C C11H23 O

CH2 H

HO

HO

H NH2 H O

n H

kitosan laurat

2.5. Anhidrida Asam

Anhidrida asam berasal dari dua asam karboksilat yang melepaskan satu molekul air.

R C OH O HO C R O R C O

O C R

O

Gugus Fungsi Anhidrida

Dua molekul asam karboksilat

Anhidrida asam

H2O

2.5.1. Tatanama Anhidrida

Anhidrida dinamai dengan menambahkan kata anhidrida di depan nama asamnya. Salah satu anhidrida asam ialah anhidrida asetat :


(29)

H3C C O

O C CH3

O

Anhidrida asetat (td 139,5oC) (Wilbraham dan Matta, 1992).

2.5.2. Pembuatan Anhidrida

Dengan sedikit kekecualian, anhidrida asam tidak dapat dibentuk langsung dari asam karboksilat induknya, tetapi harus dibuat dari derivat asam karboksilat yang lebih reaktif. Satu jalur ke anhidrida ialah dari klorida asam dan suatu karboskilat.

R-C-Cl + -O-C-R' R-C-O-C-R' + Cl

-O O O O

suatu klorida asam suatu ion karboksilat suatu anhidrida

Jalur lain pembuatan anhidrida ialah dengan mereaksikan asam karboskilat dan anhidrida asetat. Suatu reaksi reversible terjadi antara suatu asam karboskilat dan suatu anhidrida. Letak kesetimbangan dapat digeser ke kanan dengan menyuling asam asetat segera setelah asam ini terbentuk (Fessenden dan Fessenden, 1986).

Salah satu contoh pembuatan anhidrida asam ialah pembuatan anhidrida maleat dari asam maleat dimana 100 gram asam maleat dicampurkan dengan 1,1,2,2,-tetrakloroetan sebanyak 100 ml dalam sebuah labu destilat, termometer dan kondensor dirangkai membentuk rangkaian alat destilasi. Campuran dipanaskan dalam suhu kamar ketika suhu mencapai 150oC, sebanyak 75 ml 1,1,2,2,-tetrakloroetan dan antara 15-15,5 ml air dihasilkan pada labu destilat. Destilasi dilanjutkan dengan menggunakan kondensor udara dan labu destilat sebelumnya diganti dengan labu detilat lain ketika suhu mencapai 150oC. Anhidrida maleat dihasilkan pada suhu 195-197oC. Kemudian anhidrida maleat yang dihasilkan, direkristalisasi dengan kloroform. Anhidrida maelat murni yang dihasilkan memiliki titik lebur sebesar 54oC sebanyak 70 gram (83%) (Furniss et al,1989).


(30)

2.5.3. Reaksi Anhidrida

Beberapa asam dikarboksilat tertentu mudah melepas air dalam pemanasan apabila dapat membentuk cincin beranggota lima atau enam. Misalnya :

H2C

H2C OH

OH C O

C O

kalor H2C H2C

O C O

C O

H2O

Asam suksinat anhidrida suksinat air

OH OH

C O C O

kalor

O C O

C O

H2O

Asam ftalat anhidrida ftalat air

Anhidrida asam dari asam monokarboksilat berwujud cair, sedangkan asam dikarboksilat dan asam karboksilat aromatik berwujud padat (Wilbraham dan Matta, 1992).

Reaksi pembuatan anhidrida asam umumnya berlangsung antara asil klorida dengan garam dari asam karboksilat. Sifat kimia anhidrida asam sama dengan klorida asam, namun anhidrida bereaksi sedikit lebih lambat daripada klorida asam. Anhidrida bereaksi dengan air menghasilkan asam, dengan amina menjadi amida, dengan alkohol membentuk ester, dan dengan LiAlH4 menghasilkan alkohol primer.


(31)

R O R C O C O anhidrida asam R C OH O R C NH2 O R C OR' O R C H O LiAlH4 R C H OH H

H2O NH3 R'OH LiAlH4

asam amida ester aldehida

Gambar 6. Reaksi-reaksi Anhidrida Asam (Riswiyanto, 2009)

2.5.4. Anhidrida Maleat

Anhidrida asam maleat memiliki rumus molekul C4H2O3 dengan berat molekul 98,06

g/mol dan densitas 1,48. Senyawa ini larut dalam air membentuk asam maleat dan sedikit larut dalam beberapa pelarut seperti aseton, etil asetat, toluena dan karbon tetraklorida (Windholz, 1976).

O

O O

Gambar 7. Struktur Anhidrida Maleat

2.6. Amida

Amida adalah turunan ammonia atau amina dari asam organik. Senyawanya mungkin sederhana, bersubstituen satu atau dua, misalnya :


(32)

R C OH O R C NH2 O

asam karboksilat amida sederhana

R C N H O R R C N R O R amida bersubstituen satu amida bersubstituen dua

Keelektronegatifan oksigen dalam ikatan amida menarik pasangan elektron pada nitrogen amida ke arah oksigen. Karena elektron demikian itu tak tersedia untuk menerima proton, maka nitrogen amida sangat kurang sifat basanya dibanding nitrogen amina. Amida biasanya tidak menerima proton dalam larutan asam. Tetapi amida berikatan hidrogen dengan sesamanya dan dengan air (Wilbraham dan Matta, 1992) :

R C N H O H R C N H O H R C N H

O H O H

H

δ+ δ

-δ+

ikatan hidrogen pada amida ikatan hidrogen dengan air

2.6.1. Tatanama Amida

Amida umumnya dibuat dengan jalan mereaksikan suatu klorida asam dengan amina, ammonia, amina monosubstitusi, atau amina disubstitusi. Pemberian nama senyawa amida, yaitu dengan mengganti akhiran –oat (IUPAC) atau –at (trivial) dari asam karboksilat dengan –amida. Jika atom nitrogen suatu amida berikatan dengan gugus alkil atau aril,maka gugus yang berikatan pada nitrogen amida ditunjukkan dengan N-.


(33)

Berikut ini contoh beberapa senyawa amida.

H3C C

NH2 O

C NH2 O

H3C C

NHCH3 O

H C

N(CH3)2 O

asetamida (amida 1o)

benzamida (amida 1o)

N-metilasetamida (amida 2o)

N,N-dimetilformamida (amida 3o)

Amida siklik mempunyai nama khusus, yaitu diberi akhiran –laktam sebagai pengganti dari gugus lakton yang di dalam cincinnya mengandung atom nitrogen (Riswiyanto, 2009).

NH H3C

NH O O α β γ ε α

β−butirolaktam ε−kaprolaktam

2.6.3. Pembuatan Amida

Ada beberapa cara membuat amida. Salah satu metodenya ialah dehidrasi garam ammonium dari asam karboksilat dimana jika asam karboksilat dicampur dengan amina akan diperoleh garam, karena asam adalah pemberi proton dan amina adalah penerima proton. Molekul air dari garam ammonium kering dapat dihilangkan dengan memanaskannya. Reaksi ini disebut dehidrasi dan produk organiknya ialah amida.

Amida juga dapat dibuat dari reaksi ammonia atau amina dengan turunan asam karboksilat. Ester, terutama metal ester, dan anhidrida asam adalah turunan asam karboksilat yang sering digunakan. Jika ester digunakan sebagai bahan baku, terbentuk alkohol sebagai hasil samping reaksi. Jika yang digunakan anhidrida, hasil sampingnya asam karboksilat (Wilbraham dan Matta, 1992).


(34)

2.7. Polaritas Ikatan dan Gaya Intermolekul

Polaritas ikatan adalah konsep yang berguna untuk menggambarkan pembagian elektron antara atom. Pasangan elektron bersama antara dua atom tidak selalu dibagi rata dan hal ini menyebabkan polaritas ikatan. Atom, seperti nitrogen, oksigen dan halogen, yang lebih elektronegatif dari karbon memiliki kecenderungan untuk memiliki muatan negatif parsial. Atom seperti karbon dan hidrogen memiliki kecenderungan untuk menjadi lebih netral atau memiliki muatan positif parsial. Dengan demikian, polaritas ikatan timbul dari perbedaan elektronegativitas dari dua atom yang berpartisipasi dalam pembentukan ikatan. Hal ini juga tergantung pada kekuatan tarik antara molekul, dan interaksi ini disebut interaksi antar molekul atau gaya intermolekul. Sifat fisik, misalnya titik didih, titik leleh dan kelarutan dari molekul sebagian besar ditentukan oleh interaksi elektron bebas antarmolekul. Ada tiga jenis interaksi intermolekul elektron bebas yaitu interaksi dipol-dipol, gaya van der Waals dan ikatan hidrogen. Interaksi ini meningkat secara signifikan sebanding dengan meningkatnya berat molekul dan juga meningkatnya polaritas molekul.

Interaksi antara ujung positif dari salah satu dipol dan ujung negatif dipol lain disebut interaksi dipol-dipol. Sebagai hasil dari interaksi dipol-dipol, molekul polar yang dihubungkan secara bersama lebih kuat dari molekul nonpolar. Interaksi dipol-dipol muncul ketika elektron tidak dipakai bersama dalam ikatan kovalen karena adanya poerbedaan elektronegatifitas.

Kekuatan relatif lemah tarik-menarik yang ada antara molekul nonpolar disebut van der Waals maupun gaya dispersi London. Gaya dispersi antara molekul jauh lebih lemah daripada ikatan kovalen dalam molekul. Elektron bergerak terus dalam obligasi dan molekul, sehingga setiap saat satu sisi molekul dapat memiliki kepadatan lebih elektron dari sisi lain, yang menimbulkan dipol sementara. Karena dipol dalam molekul diinduksi, interaksi antara molekul juga disebut interaksi dipol-dipol terinduksi. Gaya van der Waals adalah yang paling lemah dari semua interaksi antar molekul.


(35)

Ikatan hidrogen adalah gaya tarik-menarik antara hidrogen yang terikat pada atom elektronegatif dari satu molekul dan atom elektronegatif yang sama (intramolekul) atau molekul yang berbeda (intermolekul). Ikatan hidrogen ini menyebabkan kekuatan yang luar biasa kuat tarik-menarik antara molekul yang sangat polar dimana hidrogen kovalen terikat pada nitrogen, oksigen atau fluor. Oleh karena itu, ikatan hidrogen adalah tipe khusus dari interaksi antara atom. Sebuah ikatan hidrogen terbentuk setiap kali ikatan kovalen polar melibatkan atom hidrogen di dekat atom elektronegatif seperti O atau N yang menarik elektron dari ikatan hidrogen yang biasanya ditunjukkan dengan garis putus-putus daripada garis padat. Sebagai contoh, molekul air membentuk ikatan hidrogen intermolekul (Sarke dan Nahar, 2007).

2.8. Surfaktan

Sabun, tanah liat dan beberapa permen mungkin telah digunakan sebagai zat pembasah detergen dan stabilisator disperse sejak zaman sejarah awal, namun surfaktan sintetis dikembangkan dan telah diterapkan secara luas hanya dalam beberapa dekade terakhir.

Zat aktif permukaaan yang teradsorbsi pada antarmuka air-minyak adalah sebagai akibat gugus hidrofilik (menyukai air) atau gugus polar dan lipofilik (menyukai minyak) atau gugus nonpolar. Beberapa gugus hidrofilik yang diarahkan ke fase polar adalah gugus –OH, -COOH, dan –SO4H. Contoh gugus lipofilik (disebut

juga hidrofobik) adalah hidrokarbon alifatik dan siklik. Melalui orientasi pada antarmuka air-minyak, molekul-molekul surfaktan membentuk semacam “jembatan” antara fase polar dan fase nonpolar.

Zat aktif tersebut harus diimbangi dengan jumlah yang tepat antara gugus yang larut dalam air dan gugus yang larut dalam minyak sehingga dapat terorientasi pada antarmuka dan menurunkan tegangan. Jika molekul terlalu hidrofilik, itu berarti tetap dalam fase cairan dan tidak berpengaruh pada antarmuka. Jika terlalu lipofilik dapat larut sepenuhnya dalam fase minyak dan sedikit muncul di antarmuka. Zat aktif permukaan harus terdiri dari bagian hidrofilik dan lipofilik sehingga seimbang, bila


(36)

awalnya tersebar dalam fase minyak atau air, akan bermigrasi ke antarmuka dan menjadi berorientasi dengan gugus hidrofilik dalam air dan gugus lipofilik dalam minyak. Menurut Winsor (1956), senyawa yang mengandung bagian hidrofilik dan lipofilik umumnya disebut sebagai zat amphiphilic. Winsor telah menunjukkan pentingnya keseimbangan hidrofil-lipofil dari zat amphiphilic dalam fenomena kelarutan dan emulsifikasi.

Griffin (1949), merancang sebuah skala sembarang nilai sebagai ukuran keseimbangan hidrofilik-lipofilik (HLB = Hydrophilic-Lipophilic Balance) dari zat aktif permukaan. Dengan sistem nomor ini, kemungkinan untuk membuat berbagai rentang HLB yang optimal untuk setiap kelas surfaktan dapat dilihat pada Gambar 8 berikut:

0

3

6 15 18

12

9

H

id

ro

fi

li

k

L

ipof

il

ik

Zat pelarut

Detergen

Zat pengemulsi o/w

Zat penyebar dan pembasah

Zat pengemulsi w/o

Kebanyakan zat antibusa

Skala HLB


(37)

Nilai HLB dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : HLB = 20 1 S

A

Dimana S adalah bilangan penyabunan dan A adalah bilangan asam (Martin, 1960).

2.9. Derajat Substitusi

Derajat N-asilasi dapat dievaluasi dengan metode FT-IR dari perbandingan absorbansi pada 1655 cm-1 (dianggap berasal dari pita amida I) dan absorbansi pada 3450 cm-1 (berasal dari pita hidroksil), dihitung menggunakan persamaan :

DS (%) =

A1655

A3450 0,12 x 100

Dimana DS adalah derajat substitusi dan nilai 0,12 mewakili gugus asetil yang spesifik dalam kitosan asli (Moore dan Roberts, 1980).

Istilah log(P/Po) dinamakan absorbans dan diberi tanda A. Transmitans, T = P/Po adalah hanya fraksi tenaga jatuh yang ditransmisi oleh suatu contoh. Transmitans persen, %T = P/Po x 100 juga dijumpai. Jika A = log(P/Po) dan T = P/Po, maka A = log (1/T) (Day dan Underwood, 1981).


(38)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

- Alat vakum Fisons

- Kertas saring biasa

- Neraca Analitis Metler PM 480

- Erlenmeyer 250 ml Pyrex

- Beaker gelas 250 ml Pyrex

- Beaker gelas 25 ml Pyrex

- Erlenmeyer Vakum Pyrex

- Tabung CaCl2 Pyrex

- Botol akuades - Magnetik Bar

- Labu leher dua Pyrex

- Kondensor Bola Pyrex

- Buret (25 ml ±0,05 ml) Pyrex

- Hotplate stirrer Fisons

- Rotarievaporator Heidolph

- Bola karet

- Pipet volume Pyrex

- Labu takar 250 ml Pyrex

- Labu takar 100 ml Pyrex

- Corong Buchner Pyrex

- Pipet tetes - Spatula


(39)

- Stopper

- pH meter Walklab

- Spektrofotometer FT-IR Shimadzu

- Spektrofotometer 1H-NMR Delta2-NMR 500 MHz

3.2. Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

- Anhidrida Maleat p.a.(E.Merck)

- Kitosan

- Metanol p.a.(E.Merck)

- Asam asetat glassial p.a.(E.Merck) - N-N-dimetilformamida p.a.(E.Merck)

- Alkohol 96% p.a.(E.Merck)

- Natrium Hidroksida (pellet) p.a.(E.Merck) - Kalium Hidroksida (pellet) p.a.(E.Merck)

- Phenolptalein p.a.(E.Merck)

- Natrium Sulfat Anhidrous p.a.(E.Merck)

- Asam Klorida 37% p.a.(E.Merck)

- Kalium Bromida - Akuades

- Larutan buffer pH 7 p.a.(E.Merck) - Larutan buffer pH 4 p.a.(E.Merck)


(40)

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Reagen

3.3.1.1. Pembuatan Larutan HCl 0,5 N

Diukur sebanyak 10,45 ml larutan HCl 37% lalu diencerkan dengan akuades dalam labu takar 250 ml sampai garis batas dan distandarisasi dengan menggunakan larutan KOH 0,1 N dan indikator BTB.

3.3.1.2. Pembuatan Larutan HCl 0,05 N

Diukur sebanyak 25 ml larutan HCl 0,5 N lalu diencerkan dengan akuades dalam labu takar 250 ml sampai garis batas dan distandarisasi dengan menggunakan larutan KOH 0,1 N dan indikator BTB.

3.3.1.3. Pembuatan Larutan KOH 0,1 N

Ditimbang KOH pellet sebanyak 1,4 gram dan dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 250 ml sampai garis batas dan distandarisasi dengan menggunakan larutan H2C2O4 0,1 N dan indikator phenolptalein.

3.3.1.4. Pembuatan Larutan KOH 0,5 N

Ditimbang KOH pellet sebanyak 14 gram dan dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 500 ml sampai garis batas dan distandarisasi dengan menggunakan larutan H2C2O4 0,1 N dan indikator phenolptalein.

3.3.1.5. Pembuatan Larutan KOH 0,02 N

Diukur sebanyak 50 ml larutan KOH 0,1 N lalu diencerkan dengan akuades dalam labu takar 250 ml hingga garis batas dan distandarisasi dengan menggunakan larutan H2C2O4 0,1 N dan indikator phenolptalein.


(41)

3.3.1.6. Pembuatan Larutan KOH-alkohol 0,5 N

Ditimbang KOH pellet sebanyak 7 gram dan dilarutkan dengan alkohol dalam labu takar 250 ml hingga garis batas dan distandarisasi dengan menggunakan larutan H2C2O4 0,1 N dan indikator phenolptalein.

3.3.1.7. Pembuatan Larutan H2C2O4 0,1 N

Ditimbang H2C2O4.2H2O sebanyak 1,575 gram dan dilarutkan dengan akuades dalam

labu takar 250 ml hingga garis batas.

3.3.1.8. Pembuatan Larutan NaOH 1 N

Ditimbang NaOH pellet sebanyak 10 gram dan dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 250 ml hingga garis batas.

3.3.1.9. Pembuatan Alkohol Netral 95%

Diukur sebanyak 247,4 ml alkohol 96% lalu diencerkan dengan akuades dalam labu takar 250 ml hingga garis batas kemudian ditambahkan 3 tetes indikator phenolptalein dan ditetesi dengan larutan KOH 0,1 N hingga menjadi larutan merah muda.

3.3.1.10. Pembuatan Larutan Asam Asetat 2%

Diukur sebanyak 5 ml asam asetat glassial lalu diencerkan dengan akuades dalam labu takar 250 ml hingga garis batas.

3.3.1.11. Pembuatan Larutan Indikator Phenolptalein

Ditimbang sebnyak 1 gram phenolptalein dan dilarutkan dengan alkohol dalam labu takar 100 ml hingga garis batas.


(42)

3.3.2. Pembuatan N-Maleoil Kitosan

Dimasukkan 1,6 gram kitosan dan 50 ml larutan asam asetat 2% ke dalam labu leher dua, kemudian dirangkai alat refluks yang dilengkapi dengan tabung CaCl2. Campuran

diaduk dengan menggunakan magnetik bar hingga kitosan larut. Kemudian ditambahkan 50 ml metanol ke dalam labu leher dua sambil diaduk hingga homogen. Sebanyak 6 gram anhidrida maleat dimasukkan ke dalam beaker gelas dan dilarutkan dengan 10 ml pelarut N-N-dimetilformamida hingga larut. Selanjutnya larutan anhidrida maleat dicampurkan ke dalam larutan kitosan sambil diaduk pada temperatur kamar selama ±20 jam. Campuran ditambahkan dengan larutan NaOH 1N hingga pH = 9. Ke dalam larutan ditambahkan 40 ml etanol dan disaring. Endapan dicuci dengan etanol dan disaring menggunakan penyaring vakum. Endapan yang diperoleh ditimbang massanya. Selanjutnya hasil yang diperoleh dianalisis dengan spektrofotometer FT-IR dan 1H-NMR dan diikuti dengan penentuan nilai HLB dan derajat substitusinya.

3.3.3. Prosedur Analisis

3.3.3.1. Analisis Bilangan Penyabunan

Analisis ini dilakukan terhadap kitosan dan N-maleoil kitosan.

Ditimbang sampel sebanyak ± 0,1 gram dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 25 ml larutan KOH-alkohol 0,5 N dan dipanaskan hingga mendidih. Didinginkan dan ditambahkan 3 tetes indikator phenolptalein kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,05 N hingga warna merah muda hilang. Dilakukan titrasi terhadap larutan blanko pada kondisi yang sama. Dicatat volume HCl 0,05 N yang terpakai dan dihitung bilangan penyabunan dengan menggunakan rumus :

Bilangan penyabunan =

(V.blanko - V.titrasi) x N.HCl x 56,1 massa sampel (gram)


(43)

3.3.3.2. Analisis Bilangan Asam

Analisis ini dilakukan terhadap kitosan dan N-maleoil kitosan.

Ditimbang sampel sebanyak ± 0,1 gram dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 10 ml larutan alkohol netral. Erlenmeyer tersebut ditutup dengan plastik dan dipanaskan sampai mendidih. Larutan tersebut didinginkan dan ditambahkan 3 tetes indikator phenolptalein dan dititrasi dengan larutan KOH 0,02 N sampai terbentuk warna merah muda. Dicatat volume KOH 0,02 N yang terpakai dan dihitung bilangan asam dengan menggunakan rumus :

Bilangan asam =

V.KOH x N.KOH x 56,1 massa sampel (gram)

3.3.3.3. Penentuan Harga HLB (Hydrophylic-Lypophylic Balance)

Analisis ini dilakukan terhadap kitosan dan N-maleoil kitosan. Harga HLB dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

HLB = 20 1 S A

dimana : S = Bilangan penyabunan A= Bilangan asam

3.3.3.4. Analisis Spektrofotometer FT-IR

Untuk masing-masing cuplikan seperti anhidrida maleat, kitosan, dan N-maleoil kitosan berwujud padat dioleskan pada plat KBr hingga terbentuk lapisan tipis yang transparan dan diukur spektrumnya dengan alat spektrofotometer FT-IR model Shimadzu.


(44)

3.3.3.5. Penentuan Derajat Substitusi

Derajat substitusi dari N-maleoil kitosan dapat dievaluasi dengan metode FT-IR dari perbandingan absorbansi pada 1655 cm-1 (dianggap berasal dari pita amida I) dan absorbansi pada 3450 cm-1 (berasal dari pita hidroksil), dihitung menggunakan persamaan :

DS (%) =

A1655

A3450 0,12 x 100

Dimana DS adalah derajat substitusi dan nilai 0,12 mewakili gugus asetil yang spesifik dalam kitosan asli.

3.3.3.6. Analisis Spektrofotometer 1H-NMR

Cuplikan senyawa N-maleoil kitosan hasil sintesis dilarutkan dalam D2O

selanjutnya diukur spektrumnya dengan spektrofotometer resonansi magnet inti proton model Delta2-NMR 500 MHz, serta digunakan tetra metil silan (TMS) sebagai pembanding.


(45)

3.3.4. Bagan Penelitian

3.3.4.1. Pembuatan N-Maleoil Kitosan

1,6 gram Kitosan 6 gram Anhidrida Maleat

dimasukkan ke dalam labu leher dua

ditambahkan 50 ml larutan asam asetat 2%

diaduk hingga larut

larutan kitosan

ditambahkan 10 ml larutan N-N-dimetilformamida

larutan anhidrida maleat dimasukkan ke dalam beaker glass

dimasukkan larutan anhidrida maleat ke dalam larutan kitosan sambil diaduk pada temperatur kamar selama 20 jam

ditambahkan larutan NaOH 1N hingga pH = 9 ditambahkan 40 ml etanol

disaring

filtrat endapan

dicuci dengan etanol

disaring dengan penyaring vakum

Hasil

Analisis FT-IR

ditimbang massanya ditambahkan 50 ml metanol

diaduk hingga homogen

diaduk hingga larut

Analisis

1H-NMR

Penentuan Harga HLB

Penentuan Derajat Substitusi


(46)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pembuatan N-Maleoil Kitosan

Pembuatan N-maleoil kitosan melalui reaksi amidasi antara anhidrida maleat dengan kitosan dimana 1,6 gram kitosan dilarutkan terlebih dahulu dengan pelarut asam asetat 2% dan diikuti dengan penambahan metanol. Kemudian 6 gram anhidrida maleat dilarutkan dengan dimetiformamida yang selanjutnya dicampurkan dengan larutan kitosan sambil diaduk selama ± 20 jam pada suhu kamar yang kemudian direaksikan dengan larutan NaOH 1N hingga pH 9 yang selanjutnya dicuci dengan etanol dan disaring menggunakan penyaring vakum. N-maleoil kitosan yang diperoleh berbentuk padatan kuning pucat sebanyak 7,3 gram yang dapat dilihat pada gambar 9.

a. Kitosan b. N-Maleoil Kitosan Hasil Sintesis

Gambar 9. a) Kitosan dan b) N-Maleoil Kitosan Hasil Sintesis

Dalam penelitian ini, pelarut yang digunakan dalam melarutkan kitosan adalah larutan asam asetat 2% menghasilkan larutan kitosan dan diikuti penambahan metanol dengan perbandingan kedua perlarut yang sama. Kemudian anhidrida maleat


(47)

dilarutkan dalam pelarut N-N-dimetilformamida yang merupakan pelarut aprotik polar menghasilkan larutan anhidrida maleat. Anhidrida maleat tidak dilarutkan dalam pelarut protik polar hal ini dikarenakan jika menggunakan pelarut protik polar seperti air akan menguraikan anhidrida maleat menjadi asam maleat. Adanya penambahan metanol pada larutan kitosan adalah untuk mengikat air yang ada pada larutan kitosan yang berasal dari asam asetat 2% sehingga membentuk jembatan hidrogen yang kuat antara air dan metanol. Adanya jembatan hidrogen antara air dan metanol membuat air didalam larutan tidak bebas dan terikat ke metanol sehingga ketika larutan anhidrida maleat dicampurkan dengan larutan kitosan maka air tidak akan menguraikan anhidrida maleat yang sudah dilarutkan menjadi asam maleat.

N-maleoil kitosan yang dihasilkan tenyata tidak larut dalam air. Hal ini mungkin dikarenakan terjadi jembatan hidrogen antara gugus NH2 dengan gugus

hidroksil pada rantai polimer sehingga menghasilkan interaksi yang sangat kuat dan stabil.


(48)

34

4.2. Analisis Spektrofotometer FT-IR

Senyawa N-maleoil kitosan yang diperoleh dianalisis dengan spektrofotometer FT-IR yang memberikan spektrum dengan puncak-puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3448 cm-1, 2939 cm-1, 2368 cm-1, 2337 cm-1, 1851 cm-1, 1658 cm-1, 1566 cm-1, 1427 cm-1, 1388 cm-1, 1311 cm-1, 1257 cm-1, 1080 cm-1, 663 cm-1, 617 cm-1, 524 cm-1, 354 cm-1, 324 cm-1 yang dapat dilihat pada gambar 10.


(49)

35

Hasil analisis spektrofotometer FT-IR dari senyawa kitosan memberikan dukungan spektrum dengan munculnya puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 3448,72 cm-1 menunjukkan vibrasi gugus -NH dan O-H yang saling tumpang tindih dan didukung oleh serapan pada daerah bilangan gelombang 1635,64 cm-1 yang membuktikan adanya gugus -NH dan C=O. Serapan pada daerah bilangan gelombang 2924,09 cm-1 menunjukkan vibrasi C-H sp3 (Silverstain et al., 1981). Puncak lainnya pada daerah bilangan gelombang 1033,85 cm-1 yang menunjukkan karakteristik C-O-C simetris eter siklik yang dapat dilihat pada lampiran A.

Hasil analisis spektrofotometer FT-IR dari senyawa N-maleoil kitosan memberikan dukungan spektrum dengan munculnya puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 3448,72 cm-1 menunjukkan vibrasi gugus N-H dan O-H yang saling tumpang tindih. Hal ini didukung dengan adanya muncul serapan pada daerah bilangan gelombang 1658,78 cm-1 yang merupakan gugus khas dari C=O amida dan 1257,59 cm-1 yang merupakan gugus -NHCO amida. Serapan pada daerah bilangan gelombang 1566,20 cm-1 menunjukkan adanya ikatan rangkap C=C. Bilangan gelombang 2939,52 cm-1 merupakan serapan khas dari vibrasi stretching C-H sp3. Adanya dua buah pita yang dihasilkan oleh uluran C-O dan tekukan O-H dalam spektrum asam-asam karboksilat muncul pada bilangan gelombang 1427,32 cm-1 dan 1388,75 cm-1 secara berturut-turut (Silverstain et al., 1981).

Dengan munculnya peak baru pada bilangan gelombang 1566,20 cm-1 yang menunjukkan serapan vibrasi ikatan rangkap C=C dari senyawa N-maleoil kitosan membuktikan bahwa proses reaksi sudah berlangsung.

Berdasarkan dukungan teori ini, maka mekanisme reaksi amidasi antara kitosan dengan anhidrida maleat secara hioptesis dapat diperkirakan sebagai berikut :


(50)

36

CH3COOH CH3COO- + H+

O O O H+ .. .. O O O O H O H HO H H NH2 H O OH * * + .. O O O H + + anhidrida maleat kitosan n O H O H HO H H N H O OH * * n H H O O HO +

OH- O

H O H HO H H NH H O OH * * n O O O OH -H pH=9 -HOH .. O H O H HO H H NH H O OH * * n O O O H OH -OH -O H O H HO H H NH H O OH * * n HO O O H -HOH anhidrida maleat terprotonasi N-maleoil kitosan


(51)

37

Reaksi antara kitosan dengan anhidrida maleat menghasilkan N-maleoil kitosan. Oksigen dari salah satu karbonil anhidrida maleat mengalami protonasi H+ dari CH3COOH yang menghasilkan anhidrida maleat yang terprotonasi. Kemudian

kitosan direaksikan dengan anhidrida maleat yang terprotonasi dimana sepasang elektron bebas dari atom N pada gugus NH2 menyerang karbokation dari karbonil

yang terprotonasi sehingga elektron pada elektron π (phi) berpindah ke atom O membentuk ikatan yang baru antara N dan C dan menghasilkan N terprotonasi. Selanjutnya basa OH- dari NaOH mengabstraksi salah satu hidrogen dari atom N sehingga elektron pada hidrogen berpindah ke atom N yang terprotonasi membentuk amina sekunder yang memiliki sepasang elektron bebas yang stabil dan melepaskan HOH. Kemudian OH- mengabstraksi H pada OH dari anhidrida maleat sehingga membentuk ikatan π (phi) pada karbonil amida dan menghasilkan O-. O- yang tidak stabil menyerang H+ dari H-OH membentuk OH karboksilat sehingga menghasilkan senyawa amida N-maleoil kitosan.

4.3. Penentuan Derajat Substitusi

Penentuan derajat substitusi dari senyawa N-maleoil kitosan yang dihasilkan dianalisis berdasarkan spektrum FT-IR. Nilai intensitas %T pada bilangan gelombang 1658,78 cm-1 dan 3448,72 cm-1 masing-masing adalah 5,884 dan 0,536 yang dapat dilihat pada Gambar 10. Perhitungan nilai derajat substitusinya dapat dihitung berdasarkan persamaan dibawah ini :

DS (%) =

A1655

A3450 0,12 x 100

(Moore dan Roberts, 1980)

Absorbansi pada bilangan gelombang 1658,78 cm-1 ( A1658,78 )

%T = 5,884 T = 0,0584

A1658,78 = log 1

T

= log 1

0,0584


(52)

38

Absorbansi pada bilangan gelombang 3448,72 cm-1 ( A3448,72 )

%T = 0,536 T = 0,00536

A3448,72 = log 1

T

= log 1

0,00536

= 2,2708

Derajat Substitusi (%) =

A1658,78

A3448,72 0,12 x 100

1,2303

2,2708 0,12

x 100 =

= 42,17

4.4. Analisis Spektrofotometer 1H-NMR

Spektrum 1H-NMR kitosan komersial ditunjukkan pada lampiran F. Standar internal yang digunakan untuk menempatkan pergeseran kimia dari proton adalah D2O/d4

-CD3COOD dimana pergeseran kimia (δ) standar internal muncul pada 4,67 ppm.

Pergeseran kimia (δ) proton asetal (-CH) dari glukosamin tumpang tindih dengan pergeseran kimia dari standar internal dan muncul di 4,58 ppm. Pergeseran kimia (δ) proton -CH-NH2 muncul di 3.01 ppm. Proton dari -CH-OH, HOHC-CH-CHCH2- dan

–CH2-OH tumpang tindih dan ditentukan pada pergeseran kimia (δ) di 3,75 ppm.

Pergeseran kimia (δ) dari -CH-CH2 dan –CH2-OH muncul di 3,59 ppm. Proton dari

asetamido (-NHCO-CH3) muncul di 1,94 ppm (Champagne, 2008).

Senyawa N-maleoil kitosan hasil sintesis yang dihasilkan dianalisis dengan spektrofotometer 1H-NMR yang memberikan spektrum dengan puncak-puncak pergeseran kimia (δ) pada daerah 1,14-1,16 ppm; 1,88 ppm; 2,83-2,99 ppm; 3,32 ppm; 3,60-3,64 ppm; 4,8 ppm; 5,96 ppm; 6,48 ppm; dan 7,90 ppm (Gambar 11).


(53)

39

Gambar 11. Spektrum 1H-NMR N-Maleoil Kitosan

Dukungan hasil analisis spektrofotometer 1H-NMR memberikan spektrum (Gambar 11) dengan puncak-puncak pergeseran kimia (δ) pada daerah 1,88 ppm puncak singlet menunjukkan 3 buah proton dari gugus –CH3 yang berasal dari –

NHCOCH3. Pergeseran kimia (δ) pada daerah 2,83 ppm puncak singlet menunjukkan

1 buah proton pada (–CH-)(H2) yang berikatan dengan (-NH2). Pergeseran kimia (δ)

pada daerah 2,99 ppm puncak singlet menunjukkan 2 proton dari gugus (-CH-)(H2) yang berikatan dengan (-NH-). Pergeseran kimia (δ) pada daerah 3,32 ppm puncak singlet menunjukkan 1 buah proton dari gugus –OH dari alkohol. Penggunaan pelarut D2O menyebabkan terjadinya pergantian hidrogen dari gugus –OH dengan deuterium

sehingga terjadi reaksi (Pavia et al., 2001) :

-CH-OH + D2O -CH-OD + HOD

Pergeseran kimia (δ) pada daerah 3,60-3,64 ppm menunjukkan 14 buah proton dari gugus (-CH-) pada senyawa glukopiranosa (H2, H3, H4, H5). Pergeseran kimia (δ) pada daerah 4,8 ppm puncak singlet menunjukkan 1 buah proton dari (-COOH) yang tergantikan menjadi (-COOD). Sama halnya dengan alkohol, hidrogen dari


(54)

40

gugus karboksil (-COOH) akan tergantikan dengan deuterium dari D2O. Dalam

proton D2O akan akan terkonversikan ke gugus –COOD dan dapat dilihat dari reaksi

pergantian deuterium berikut (Pavia et al., 2001) :

R-COOH + D2O R-COOD + HOD

Pergeseran kimia (δ) pada daerah 5,96 ppm menunjukkan 3 buah proton dari gugus (-CH-) pada senyawa glukopiranosa (H1). Pergeseran kimia (δ) pada daerah 6,86-6,9 ppm puncak doublet-doublet menunjukkan 2 buah proton dari gugus – CH=CH-. Pergeseran kimia (δ) pada daerah 7,90 ppm puncak singlet menunjukkan 1 buah proton dari gugus –NH yang berasal dari (-NHCOC-) (Gambar 12).

O H O OH H H H NH H OH O H H HO O O H O OH H H H NH2 H O OH * * OH O O OH HN H3C

O H H

n

1 2 3 4 5 6 H H 1 1 2 2 3 3 4 4 5 5 6 6

N-maleoil kitosan kitin kitosan

Gambar 12. Daerah pergeseran kimia masing-masing proton hasil analisis spektrofotometer 1H-NMR dari senyawa N-maleoil kitosan.

Dari hasil analisis spektrofotometer 1H-NMR dapat disimpulkan bahwa reaksi amidasi sudah berlangsung dan terbentuk senyawa N-maleoil kitosan dimana dalam hal ini masih terlihat ketiga jenis N-H dari gugus –NH2, -NHCOCH3 dan


(55)

41

4.5. Harga HLB

Harga HLB (Hydrophylic Lypophylic Balance) dari kitosan dan N-maleoil kitosan dilakukan berdasarkan metode titrasi. Data dan perhitungannya dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 1. Data Penentuan Bilangan Asam

Sampel Massa Sampel (gram) Massa sampel rata-rata (gram) Volume titrasi (ml) Volume titrasi rata-rata (ml) Bilangan Asam Kitosan 0,101 0,101 1,0

1,0 11,10

0,102 1,0

0,101 1,0

N-maleoil kitosan

0,101

0,102

2,05

2,0 22

0,102 1,95

0,102 2,0

Tabel 2. Data Penentuan Bilangan Penyabunan

Sampel Massa Sampel (gram) Massa sampel rata-rata (gram) Volume titrasi (ml) Volume titrasi rata-rata (ml) Bilangan Penyabunan Blanko - - 21,85

21,81 -

- 21,80

- 21,80

Kitosan

0,101

0,101

21,70

21,72 2,49

0,101 21,75

0,102 21,70

N-maleoil kitosan

0,102

0,102

21,50

21,45 9,90

0,101 21,45

0,102 21,40

Harga HLB dari kitosan dan N-maleoil kitosan dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :

HLB = 20 1 S A dimana : S = Bilangan penyabunan


(56)

42

a. HLB senyawa kitosan HLB = 20 1 2,49

11,10 = 15,51

b. HLB senyawa N-maleoil kitosan HLB = 20 1 9,90

22 = 11

Penentuan harga HLB yang dilakukan terhadap senyawa kitosan dan N-maleoil kitosan masing-masing diperoleh yaitu 15,51 dan 11 menunjukkan senyawa tersebut dapat digunakan sebagai zat pengemulsi o/w.

Harga HLB dari kitosan sebesar 15,51 lebih tinggi dibandingkan dengan harga HLB dari N-maleoil kitosan yaitu 11. Apabila ditinjau hanya berdasarkan hasil derajat substitusi sebesar 42,17% antara kitosan dengan anhidrida maleat, maka seharusnya harga HLB semakin tinggi. Ternyata harga HLB dari kitosan lebih tinggi dari N-maleoil kitosan. Hal ini kemungkinan disebabkan harga HLB yang dibandingkan merupakan senyawa polimer, maka faktor jembatan hidrogen dari gugus -NH2 dengan


(57)

43

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Kitosan sebanyak 1,6 gram dilarutkan dengan larutan asam asetat 2% yang diikuti penmbahan pelarut metanol dan direaksikan dengan anhidrida maleat sebanyak 6 gram dalam pelarut N-N-dimetilformamida pada suhu kamar selama 20 jam dapat menghasilkan 7,3 gram senyawa N-maleoil kitosan.

2. Derajat substitusi (DS) dari senyawa N-maleoil kitosan berdasarkan spektrum FT-IR sebesar 42,17 % yang menyebabkan N-maleoil kitosan yang dihasilkan tidak larut dalam air dan nilai HLB dari N-maleoil kitosan sebesar 11.

5.2. Saran

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk mensintesis N-maleoil kitosan yang menghasilkan derajat substitusi lebih besar dengan menggunakan kitosan yang mempunyai berat molekul yang lebih rendah dan kondisi reaksi yang sesuai sehingga dapat larut dalam air .


(58)

44

DAFTAR PUSTAKA

Bangun, S. 2006. Sintesis Senyawa N-Ftaloyl Kitosan Melalui Reaksi Amidasi Antara Kitosan Dengan Ftalat Anhidrida. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Bastaman, S. 1989. Studies on Degradation and Extraction of Chitin and Chitosan from Prawn Shells. England : The Queen’s University of Belfast.

Bhuvana, 2006. Studies on Frictional Behaviour of Chitosan-Coated Fabrics Aux Res.J., Vol 6(4) : 123-130

Champagne, L. M. 2008. The Synthesis of Water Soluble N-Acyl Chitosan Derivatives for Characterization As Antibacterial Agents. B.S. Xavier Univertsity of Lousiana.

Day, R.A. dan Underwood, A.I. 1981. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga

Fessenden dan Fessenden .1986. Kimia Organik. Edisi ketiga. Jilid I. Jakarta : Erlangga.

Furniss, B.S., Hannaford, A.J., Smith, P.W.G., dan Tatchel, A.R. 1989. Textbook Of Practical Organic Chemistry. Fifth Edition. United States. : Longman Scientific & Technical.

Griffin, W.C. 1949. Cosmetic Chemistry. J.Soc 1 : 311. Dalam Martin, A.N. 1960.

Physical Pharmacy. Philadelphia : Lea & Febiger.

Hirano, S.; Yamaguchi, Y.; Kamiya, M. 2002. Carbohydrate Polymer. 48 (2), 203- 207.

Kaban, J. 2007. Studi Karakteristik dan Aplikasi Film Pelapis Kelat Logam Alkali Tanah Alginat-Kitosan. Disertasi Program Doktor Ilmu Kimia. Sekolah Pascasarjana USU Medan.

Kemit, R. 1995. Sintesa Ester Kitosan Oleat dari Hasil Reaksi Esterifikasi Kloro Kitosan dengan Natrium Oleat. Skripsi Jurusan Kimia FMIPA USU Medan.

Kumar, M.N.V.R. 2000. A Review of Chitin and Chitosan Application. Reactive & Functional Polymers 46(1): hal 1-27.

Manalu, S.M. 2008. Sintesis Kitosan Laurat melalui Reaksi Transesterifikasi Metil Laurat dengan Kitosan Asetat. Skripsi Jurusan Kimia FMIPA USU Medan. Martin, A.N. 1960. Physical Pharmacy. Philadelphia : Lea & Febiger.


(59)

45

Moore, G.K. dan Roberts, G.A.F. 1980. Determination of The Degree of N-acetylation of Chitosan. Int. J. Biol. Macromol. 2 : 115-116

Mukherjee. 2001. In Vivo Testing of A Bone Graft Containing Osteoblastts in A Paste form in Acritical Size Defect Model in Rats. Jurnal ASM, Vol. 82, No. 4, p. 3432-3495.

Muzzarelli, R. V., Baldassare, F. Conti, P. Ferrara, dan G. Biagini. 1988. Biological Activity of Chitosan: Ultrastructural Study Biomaterial. 9:247-252.

Noerati, K., Radiman, C.L., Achmad, S., dan Arcana, I.M. 2008. Synthesis Chitosan Succinate as Environmentally Anti Bacterial and Crease Resistant Agent On Cotton. Proceeding of The International Seminar on Chemistry (pp. 703-708). Pavia, L.D., Lampman, G.M., dan Kriz, G.S. 2001. Introduction To Spectroscopy.

United States of America : Thomson Learning, Inc.

Puspawati, N.M., dan Simpen, I.N. 2010. Optimasi Deasetilasi Khitin Dari Kulit Udang dan Cangkang Kepiting Limbah Restoran Seafood Menjadi Khitosan Melalui Variasi Konsentrasi NaOH. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Jurnal Kimia 2010 PP. 79090. ISSN 1907-9850.

Riswiyanto. 2009. KimiaOrganik. Jakarta : Erlangga.

Roberts, G. A. F. 1992. Chitin Chemistry. London : The Macmillan Press ltd.

Sarker, S.D. dan Nahar, L. 2007. Chemistry For Pharmacy Students. England : John Wiley & Sons, Ltd.

Silverstein,R.M., Bassier, G.C. dan Morril, T.C. 1981. Spectrometric Identification of Organic Compound. 4th Editiobn. New York : John Wiley and Sons.

Simanjuntak, P. 2005. Sintesis N – Stearoil Kitosan melalui reaksi antara Stearoil Klorida dengan Kitosan. Skripsi Jurusan FMIPA USU Medan.

Simunek, J.G., B. Tishchenko, dan Hodrova. 2006. Effect of Chitosan of Human Colonic Bacteria”. Jounal Folia Microbiology. Vol. 51 (4), hal : 306- 308. Sugita, P., Wukirsari, T., Sjahriza, A., dan Wahyono, D. 2009. Kitosan Sumber

Biomaterial Masa Depan. Bogor : IPB press.

Tharanathan and Kittur. 2003. Chitin The Undisputed Biomolecule of Great Potential. Critical Reviews in Food Scienceand Nutrition, 43, 1; ProQuestMedical Library.

Wilbraham, A.C. dan Matta, M.S. 1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Bandung : ITB-Press.


(60)

46

Winsor, P.A. 1956. Solvent Properties of Amphiphilic Compounds. London : Butterworth’s Scientific Publications. Mfg Chemist. 27 : 89. Dalam Martin, A.N. 1960. Physical Pharmacy. Philadelphia : Lea & Febiger.


(61)

48


(62)

49


(63)

50

Lampiran C. Spektrum 1H-NMR N-Maleoil Kitosan pada pergeseran kimia (δ) = 1,1 – 1,9 ppm


(64)

51

Lampiran D. Spektrum 1H-NMR N-Maleoil Kitosan pada pergeseran kimia (δ) = 2,8 – 3,8 ppm


(65)

52

Lampiran E. Spektrum 1H-NMR N-Maleoil Kitosan pada pergeseran kimia (δ) = 5,9 – 8,0 ppm


(66)

53

Lampiran F. 1H-NMR dari kitosan komersial ( DD=88% ) dalam pelarut D2O/d4


(67)

54

Lampiran G. Gambar alat-alat yang digunakan dalam penelitian


(1)

Lampiran B. Spektrum FT-IR Anhidrida Maleat


(2)

Lampiran C. Spektrum 1H-NMR N-Maleoil Kitosan pada pergeseran kimia (δ) = 1,1 – 1,9 ppm


(3)

Lampiran D. Spektrum 1H-NMR N-Maleoil Kitosan pada pergeseran kimia (δ) = 2,8 – 3,8 ppm


(4)

Lampiran E. Spektrum 1H-NMR N-Maleoil Kitosan pada pergeseran kimia (δ) = 5,9 – 8,0 ppm


(5)

Lampiran F. 1H-NMR dari kitosan komersial ( DD=88% ) dalam pelarut D2O/d4-CD3COOD sebagai pembanding (Champagne, 2008)


(6)

Lampiran G. Gambar alat-alat yang digunakan dalam penelitian

Alat refluks pH meter