Studi Pengaruh Dari Berbagai Konsentrasi Asam-Asam Organik Terhadap Kelarutan, Derajat Deasetilasi, Viskositas Dan Berat Molekul Kitosan
STUDI PENGARUH DARI BERBAGAI KONSENTRASI
ASAM-ASAM ORGANIK TERHADAP KELARUTAN,
DERAJAT DEASETILASI,VISKOSITAS
DAN BERAT MOLEKUL
KITOSAN
SKRIPSI
ASTRI ANJELINA NASUTION
070822001
PROGRAM STUDI S1 KIMIA EKSTENSI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
(2)
STUDI PENGARUH DARI BERBAGAI KONSENTRASI ASAM – ASAM ORGANIK TERHADAP KELARUTAN, DERAJAT DEASETILASI,
VISKOSITAS DAN BERAT MOLEKUL KITOSAN
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
ASTRI ANJELINA NASUTION 070822001
PROGRAM STUDI S1 KIMIA EKSTENSI DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2011
(3)
PERSETUJUAN
Judul : STUDI PENGARUH DARI BERBAGAI
KONSENTRASI ASAM-ASAM ORGANIK TERHADAP KELARUTAN, DERAJAT DEASETILASI, VISKOSITAS DAN BERAT MOLEKUL KITOSAN
Kategori : SKRIPSI
Nama : ASTRI ANJELINA NASUTION
Nomor Induk Mahasiswa : 070822001
Program Studi : S1 KIMIA EKSTENSI
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di
Medan, Januari 2011 Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc. Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc., M.Phill. NIP. 195504051983031001 NIP. 19530817983031002
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
Dr. Rumondang Bulan, M.S. NIP. 19540830195032001
(4)
PERNYATAAN
STUDI PENGARUH DARI BERBAGAI KONSENTRASI ASAM – ASAM ORGANIK TERHADAP KELARUTAN, DERAJAT DEASETILASI,
VISKOSITAS DAN BERAT MOLEKUL KITOSAN
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Januari 2011
ASTRI ANJELINA NASUTION 070822001
(5)
PENGHARGAAN
Assalamu Alaikum Wr. Wb
Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, dengan limpah karuania-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dalam waktu yang telah ditetapkan.
Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar, M.S.c., M.Phill. selaku dosen pembimbing 1 serta dosen wali saya yang telah memberikan ide dan topic pada krispsi ini, serta memberikan tunjuk ajar untuk kesempurnaan skripsi ini. Bapak Prof. Dr. Zul Alfian, M.S.c. selaku dosen pembimbing 2 saya pada penyelesaian penelitian dan penyusunan skripsi ini yang telah memberikan banyak arahan, panduan dan masukan kepada saya untuk menyempurnakan kajian ini. Paduan ringkas, padat dan professional yang telah diberikan agar penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia, Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, M.S. dan Bapak Drs. Firman Sebayang, M.Sc. Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, semua dosen pada Departemen Kimia FMIPA USU, semua pegawai di FMIPA USU. Rekan-rekan kuliah di Kimia Ekstensi stambuk 07 (Ema, Sukma, Irma, Ika), Kimia Ekstensi stambuk 08 (Dita, Mawaddah). Adik-adik asisten Lab. Kimia Dasar (Prima, Hari), asisten Lab. Kimfis. Teman – teman di Call Center Telkomsel Infomedia Medan.
Secara khusus dan tulus dengan penuh rasa cinta saya menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Ayahanda A.Rizal Nst dan Ibunda Anna Wati yang selama ini tiada henti- hentinya memberikan dukungan, semangat, perhatian dan selalu mendoakan saya dalam menyelesaikan studi di Departemen Kimia FMIPA USU. Buat kakak dan adik-adik tersayang kak Riska, Arini, Wawan, Devi yang memberikan dukungan dan doa kepada saya. Dan yang tidak terlupakan ucapan terima kasih saya kepada orang yang paling banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, yang paling banyak memberikan motivasi Bobby Irwansyah. Terima kasih buat kalian semua, tanpa kalian semua saya tidak akan dapat menyelesaikan semua ini. Semoga Allah Swt yang akan membalasnya.
(6)
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang studi pengaruh dari berbagai konsentrasi asam organik terhadap kelarutan,viskositas dan berat molekul kitosan. Pada penelitian ini kitosan dilarutkan dengan 3 jenis pelarut asam organik yaitu asam asetat, asam formiat dan asam sitrat dengan konsentrasi 1%. Penentuan derajat deasetilasi kitosan menggunakan spektrum FT-IR. Kitosan dengan variasi waktu dan konsentrasi dilarutkan dengan asam asetat dan asam formiat dan diukur viskositasnya dengan menggunakan Viskosimeter Brook-Field. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran waktu alir diolah untuk mencari nilai viskositas spesifik dan viskositas relatif. Kemudian dari viskositas spesifik dan viskositas relatif dapat diketahui nilai inheren dan viskositas tereduksi. Nilai dari viskositas intrinsik merupakan merupakan grafik viskositas inheren dan viskositas tereduksi diekstrapolasikan ke konsentrasi nol. Untuk penentuan berat molekul kitosan yang digunakan menggunakan persamaan Sakura-Houwink.
Kitosan dapat larut dalam asam asetat dan asam formiat sedangkan dalam asam sitrat tidak larut. Derajat deasetilasi kitosan dalam pelarut asam asetat sebesar 83,38% dan kitosan dalam pelarut asam formiat sebesar 82,38%. Nilai viskositas semakin besar dengan semakin besarnya konsentrasi kitosan. Berat molekul kitosan dalam pelarut asam asetat 893.000 dan dalam pelarut asam formiat 810.000. Sehingga dari berat molekul yang diperoleh dapat dikatakan bahwa berat molekul kitosan yang digunakan tinggi sesuai dengan laporan Protan.
(7)
THE STUDIED EFFECT OF ORGANIC ACIDS CONSENTRATION ON SOLUBILITY, DEGREE OF DEASETILAZED, VISCOSITY,
AND MOLECULER WEIGHT OF CHITOSAN ABSTRACT
The effect of organic acids consentration on solubility, degree of deasetilazed, viscosity and moleculer weight of chitosan has been studied. In this research, chitosan was dissolved with three types of organic acid solvents ; acetat acid, formiat acid, and citrat acid in concentration of 1%. The degree of deasetilazed chitosan was determined by using FT-IR spectrum. Chitosan of various time and concentration was dissolved with asetat acid and formiat acid and it’s viscocity was measured by using Brook – Field Viscosimeter. The data gained from the result of flow time measurment was then processed to find the specific viscocity and relative viscocity values. And then trough specific viscocity and relative viscocity could be know. The value of intrinsic viscocity was inherent viscocity graph and reduced viscocity was extrapolated to concentration zero. The moleculer weight of used chitosan was determined by using Sakurada – Houwink equation.
Chitosan was soluble in acetat acid and formiat formiat acid, while in citrat acid it was insoluble. The degree of deacetilazed chitosan in acetat acid solvent was 83.38% and chitosan in formiat acid solvent was 82.38%. The greater concentration of chtosan, the larger value of viscocity would be. The molecular weight of chitosan in acetat acid solvent 893,000 and in formiat acid solvent it was 810,000. So, based on the molecular weight it could be stated that the molecular weight of chitosan used was high according to Protan Statement.
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan ii
Pernyataan iii
Penghargaan iv
Abstrak v
Abstract vi
Daftar Isi vii
Daftar Tabel ix
Daftar Gambar x
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 2
1.3 Batasan Masalah 2
1.4 Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
1.6 Metodologi Penelitian 3
1.7 Lokasi Penelitian 4
Bab 2 Tinjauan Pustaka
2.1 Kitosan 5
2.1.1 Sifat-Sifat Kitin dan Kitosan 7 2.1.2 Analisa Karakteristik Kitosan 8
2.1.3 Kegunaan Kitosan 9
2.1.3.1 Industri Tekstil 10
2.1.3.2 Bidang Fotografi 10
2.1.3.3 Bidang Kedokteran/Kesehatan 10
2.1.3.4 Industri Fungisida 11
2.1.3.5 Industri Kosmetik 11
2.1.3.6 Industri Pengolahan Pangan 11
2.1.3.7 Penanganan Limbah 12
2.2 Spektrofotometri FT-IR (Fourier Transform Infra Red) 12 2.3 Penentuan Berat Molekul dengan Metode Viskositas 14 Bab 3 Metode Penelitian
3.1 Bahan yang digunakan 15
3.2 Alat yang digunakan 15
3.3 Prosedur Penelitian 16
3.3.1 Pembuatan Larutan Pereaksi 16
3.3.1.1 Larutan Asam Asetat 1% 16
3.3.1.2 Larutan Asam Sitrat 1% 16
(9)
3.3.2 Perlakuan Terhadap Kitosan 16
3.3.2.1 Uji Kelarutan Kitosan 16
3.3.2.2 Penentuan Derajat Deasetilasi 17 3.3.2.3 Penentuan Berat Molekul Kitosan 18
3.4 Bagan Penelitian 19
3.4.1 Uji Kelarutan Kitosan 19
3.4.2 Penentuan Berat Molekul 20
Bab 4 Hasil dan Pembahasan
4.1 Kelarutan Kitosan 21
4.2 Derajat Deasetilasi 22
4.3 Viskositas Larutan Kitosan 23
4.4 Berat Molekul Kitosan 24
Bab 5 Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan 28
5.2 Saran 28
Daftar Pustaka 29
(10)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pembagian Berat Molekul Kitosan Berdasarkan 8 Viskositas Larutan
Tabel 2.2 Penggunaan Kitin dan Kitosan 9
Tabel 4.1 Uji Kelarutan Kitosan 21
Tabel 4.2 Viskositas Larutan Kitosan dalam Asam Asetat 23 Tabel 4.3 Viskositas Larutan Kitosan dalam Asam Formiat 24 Tabel 4.4 Hubungan Antara Konsentrasi Larutan Kitosan 25
dalam Asam Asetat dengan Viskositas Relatif dan Viskositas Instrinsik
Tabel 4.5 Hubungan Antara Konsentrasi Larutan Kitosan 26 dalam Asam Formiat dengan Viskositas Relatif
dan Viskositas Instrinsik
Tabel 4.6 Berat Molekul Larutan Kitosan dengan Asam Asetat 27 Tabel 4.7 Berat Molekul Larutan Kitosan dengan Asam Formiat 27
(11)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Kitin 6
Gambar 2.2 Struktur Kitosan 6
(12)
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang studi pengaruh dari berbagai konsentrasi asam organik terhadap kelarutan,viskositas dan berat molekul kitosan. Pada penelitian ini kitosan dilarutkan dengan 3 jenis pelarut asam organik yaitu asam asetat, asam formiat dan asam sitrat dengan konsentrasi 1%. Penentuan derajat deasetilasi kitosan menggunakan spektrum FT-IR. Kitosan dengan variasi waktu dan konsentrasi dilarutkan dengan asam asetat dan asam formiat dan diukur viskositasnya dengan menggunakan Viskosimeter Brook-Field. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran waktu alir diolah untuk mencari nilai viskositas spesifik dan viskositas relatif. Kemudian dari viskositas spesifik dan viskositas relatif dapat diketahui nilai inheren dan viskositas tereduksi. Nilai dari viskositas intrinsik merupakan merupakan grafik viskositas inheren dan viskositas tereduksi diekstrapolasikan ke konsentrasi nol. Untuk penentuan berat molekul kitosan yang digunakan menggunakan persamaan Sakura-Houwink.
Kitosan dapat larut dalam asam asetat dan asam formiat sedangkan dalam asam sitrat tidak larut. Derajat deasetilasi kitosan dalam pelarut asam asetat sebesar 83,38% dan kitosan dalam pelarut asam formiat sebesar 82,38%. Nilai viskositas semakin besar dengan semakin besarnya konsentrasi kitosan. Berat molekul kitosan dalam pelarut asam asetat 893.000 dan dalam pelarut asam formiat 810.000. Sehingga dari berat molekul yang diperoleh dapat dikatakan bahwa berat molekul kitosan yang digunakan tinggi sesuai dengan laporan Protan.
(13)
THE STUDIED EFFECT OF ORGANIC ACIDS CONSENTRATION ON SOLUBILITY, DEGREE OF DEASETILAZED, VISCOSITY,
AND MOLECULER WEIGHT OF CHITOSAN ABSTRACT
The effect of organic acids consentration on solubility, degree of deasetilazed, viscosity and moleculer weight of chitosan has been studied. In this research, chitosan was dissolved with three types of organic acid solvents ; acetat acid, formiat acid, and citrat acid in concentration of 1%. The degree of deasetilazed chitosan was determined by using FT-IR spectrum. Chitosan of various time and concentration was dissolved with asetat acid and formiat acid and it’s viscocity was measured by using Brook – Field Viscosimeter. The data gained from the result of flow time measurment was then processed to find the specific viscocity and relative viscocity values. And then trough specific viscocity and relative viscocity could be know. The value of intrinsic viscocity was inherent viscocity graph and reduced viscocity was extrapolated to concentration zero. The moleculer weight of used chitosan was determined by using Sakurada – Houwink equation.
Chitosan was soluble in acetat acid and formiat formiat acid, while in citrat acid it was insoluble. The degree of deacetilazed chitosan in acetat acid solvent was 83.38% and chitosan in formiat acid solvent was 82.38%. The greater concentration of chtosan, the larger value of viscocity would be. The molecular weight of chitosan in acetat acid solvent 893,000 and in formiat acid solvent it was 810,000. So, based on the molecular weight it could be stated that the molecular weight of chitosan used was high according to Protan Statement.
(14)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini budidaya udang telah berkembang dengan pesat sehingga udang dijadikan komoditas ekspor non migas yang dapat dihandalkan dan merupakan biota laut yang bernilai ekonomis tinggi. Udang pada umumnya dimanfaatkan sebagai bahan makanan yang memiliki nilai gizi tinggi (Widodo, dkk., 2006). Pemanfaatan udang untuk keperluan konsumsi menghasilkan limbah dalam jumlah besar yang belum dimanfaatkan secara komersial. Cangkang hewan invertebrata laut, terutama Crustacea mengandung kitin dalam kadar tinggi, berkisar antara 20-60% tergantung spesies. Cumi-cumi mempunyai kandungan kitin paling sedikit, sekitar 20%, sedangkan cangkang kepiting dapat mengandung kitin sampai 70%. Salah satu alternatif upaya pemanfaatan limbah cangkang udang agar memiliki nilai dan daya guna yang bernilai ekonomis tinggi adalah pengolahan menjadi kitin dan kitosan.
Kitin, polimer alami kedua yang paling banyak tersedia di alam setelah selulosa, merupakan polimer aminoglukan dari N-asetil-D-glukosamin yang tidak larut air (Rochima, dkk., 2007). Dan kitosan adalah produk deasetilasi kitin oleh deasetilasi alkali heterogen dengan menggunakan larutan NaOH yang konsentrasinya pekat (Hwang dan Shin, 2001). Kitosan merupakan bahan kimia multiguna berbentuk serat dan merupakan kopolimer berbentuk tipis, berwarna putih atau kuning, dan tidak berbau (Rismana, 2001). Adanya gugus reaktif amino pada atom C-2 dan gugus hidroksil pada atom C-3 dan C-6 pada kitosan bermanfaat dalam aplikasinya yang luas sebagai pengawet, penstabil warna produk pangan, sebagai flokulan (Muzzarelli, 1977).
(15)
Selama dua dekade terakhir ini, kitosan dan beberapa turunannya telah banyak menarik perhatian besar untuk sifat-sifat biologi kitosan dan pemakaian dalam bidang medis, industri makanan, dan pertanian. Dibandingkan dengan penyelidikan dalam bidang makanan dan biologi, sifat-sifat rheologi dari larutan dengan konsentrasi tinggi (pekat) jarang diamati hingga sekarang, walaupun ada beberapa laporan yang telah dipublikasikan untuk sifat-sifat dengan konsentrasi encer dari larutan kitosan. (Hwang dan Shin, 2001).
Menurut Muzzarelli (1977) kitosan larut dalam asam asetat encer dan membentuk larutan jeli. Dan jika menggunakan asam – asam keras kitosan didapati mudah sekali terdegradasi dan hancur. Berdasarkan data di atas peneliti ingin melihat pengaruh serta perubahan konsentrasi dari kelarutan kitosan.
1.2. Permasalahan
Adapun permasalahan dari penelitian ini adalah apakah ada pengaruh dari berbagai konsentrasi asam - asam organik terhadap kelarutan, derajat deasetilasi, viskositas dan berat molekul kitosan.
1.3. Batasan Masalah
Penelitian ini hanya dibatasi pada :
1. Sampel yang digunakan adalah kitosan.
2. Pelarut yang digunakan adalah asam asetat, asam sitrat dan asam formiat 3. Analisa karakterisasi kitosan yang dilakukan meliputi kelarutan, derajat
deasetilasi dengan menggunakan FT-IR, penentuan viskositas menggunakan viskosimeter Brook-Field, sedangkan untuk penentuan berat molekul akan didapatkan dari data viskositas intrinsik.
(16)
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asam-asam organik terhadap kelarutan, derajat deasetilasi, viskositas dan berat molekul kitosan.
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah agar diperoleh standar mutu kitosan sehingga analisa kitosan ditujukan untuk menentukan karakterisasi yang berhubungan dengan sumber bahan kitosan dan tujuan penggunaan.
1.6. Metodologi Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium, yaitu melihat pengaruh berbagai konsentrasi asam - asam organik terhadap kelarutan, derajat deasetilasi, viskositas intrinsik dan berat molekul dengan cara melarutkan kitosan dengan menggunakan 3 pelarut yang berbeda namun dengan konsentrasi yang sama, yaitu asam asetat 1%, asam formiat 1% dan asam sitrat 1% untuk uji kelarutan. Kemudian ditentukan derajat deasetilasi kitosan, menggunakan spektrum FT-IR. Sedangkan untuk menentukan viskositas dan berat molekul larutan kitosan dengan menggunakan viskosimeter Brook–Field, dimana kitosan dilarutkan dengan asam asetat dan asam sitrat dengan konsentrasi 1%.
Data dari hasil penelitian diolah dengan menggunakan rumus :
1. Penentuan derajat deasetilasi kitosan dengan spektrum FT-IR
2. Penentuan berat molekul larutan kitosan diukur berdasarkan viskositas instrinsik [η].
(17)
1.7. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU, Laboratorium Balai Pengujian dan Identifikasi Barang – Bea Cukai Belawan, Laboratorium Perusahaan Industri Karet Tanjung Morawa.
(18)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kitosan
Kitin merupakan polisakarida rantai linier dengan rumus β (1-4) 2-asetamida-2-deoksi-D-glucopyranosa (Muzzarelli, 1977) dan kitin sebagai prekursor kitosan pertama kali ditemukan pada tahun 1811 oleh orang Prancis bernama Henri Braconnot sebagai hasil isolasi dari jamur. Sedangkan kitin dari kulit serangga ditemukan pada tahun 1820 (Rismana, 2002). Kitin tersebar luas di alam dan dijumpai sebagai bahan pembentuk kerangka luar (eksoskleton) kelompok hewan krustacea, insekta, moluska, dan dinding sel jamur tertentu dan ditaksir dihasilkan di alam sekitar 109 hingga 1010 ton pertahunnya (Kumar, 2000).
Kitosan adalah produk deasetilasi kitin oleh deasetilasi alkali heterogen dengan menggunakan larutan NaOH yang konsentrasinya pekat (Hwang dan Shin, 2001, atau reaksi enzimatis menggunakan enzim chitin deacetylase (Rismana, 2001). Kitosan adalah polimer alami dengan struktur molekul yang menyerupai selulosa (serat pada sayur-sayuran dan buah-buahan) bedanya terletak pada gugus rantai C-2 di mana gugus hidroksi (OH) pada C-2 digantikan oleh amina (NH2) (Hardjito, 2006).
Kitosan ditemukan oleh C. Rouget pada tahun 1959. Kitosan memiliki rumus umum (C6H11NO4)n atau disebut dengan β {(1
(19)
-4)-2-Amino-2-Deoksi--D-glucopyranosa}. Perbedaan kandungan amina adalah sebagai patokan untuk menentukan apakah polimer ini dapat dibentuk menjadi kitin atau kitosan. Dimana kitosan mengandung gugus amina lebih besar dari 60%, sebaliknya kitin mengandung amina lebih kecil dari 60% (Robert, 1978).
CH2OH CH2OH
H
OH H OH H
H NHCOCH3 H NHCOCH3 n
Gambar 2.1 Struktur Kitin
CH2OH CH2OH
H
OH H OH H
H NH2 H NH2 n
Gambar 2.2 Struktur Kitosan
Isolasi kitin dari limbah udang dilakukan secara bertahap. Tahap awal dimulai dengan pemisahan protein dengan larutan basa, demineralisasi, pemutihan (bleancing) dengan aseton dan natrium hipoklorit. Sedangkan untuk transformasi kitin menjadi kitosan dilakukan tahap deasetilasi dengan basa berkonsentrasi tinggi, pencucian, pengeringan dan penepungan hingga menjadi kitosan bubuk (Widodo, dkk., 2006).
(20)
2.1.1. Sifat – Sifat Kitin dan Kitosan
Kitin merupakan senyawa yang stabil terhadap pereaksi kimia. Kitin bersifat hidrofobik, tidak dapat larut dalam air, alkohol, asam anorganik encer, alkali encer dan pekat dan hampir semua pelarut-pelarut organik (Sirait, 2002). Kitin merupakan zat padat yang tidak berbentuk (amorphous) dan bersifat polikationik (Widodo, dkk., 2006). Kitin dapat larut dalam asam klorida, asam sulfat dan asam posfat pekat, dalam larutan Dimetilasetamida-LiCl dan asam formiat 98-100% (Robert, 1978).
Multiguna kitosan tidak terlepas dari sifat alaminya. Sifat alami tersebut dapat dibagi menjadi dua besar yaitu sifat kimia dan biologi.
Sifat-sifat biologi kitosan antara lain:
1. Bersifat biokompatibel artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai akibat samping, tidak beracun, mudah diuraikan oleh mikroba (biodegradable)
2. Dapat berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif
3. Mampu meningkatkan pembentukan yang berperan dalam pembentukan tulang 4. Bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, antitumor, antikolesterol
5. Bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat (Rismana, 2002).
Kitosan dengan bentuk amino bebas tidak selalu larut dalam air pada pH lebih dari 6,5 sehingga memerlukan asam untuk melarutkannya (Sirait, 2002), kitosan berwarna putih atau kuning, dan berbentuk kristal (Poerwadi, 2006), kitosan bermuatan positif dengan nilai pKa sekitar 6,3-7,3 sehingga banyak dimanfaatkan dalam berbagai keperluan (Hendri, dkk., 2008), kitosan juga tidak dapat larut dalam larutan basa kuat, asam sulfat, dalam beberapa pelarut organik seperti alkohol, aseton, dimetil formamida dan dimetilsulfoksida, sedikit larut dalam HCl dan HNO3. Berat
molekul kitosan adalah sekitar 1,2 x 106, bergantung pada degradasi yang terjadi selama proses deasetilasi (Nuraida, 2004). Kitosan dapat larut dalam asam formiat, asam asetat, asam sitrat dan menurut Peniston dalam 20% asam sitrat juga dapat larut. Asam organik lainnya juga tidak dapat melarutkan kitosan (Muzzarelli, 1977).
(21)
Kitosan dibedakan dari kitin oleh kelarutannya dalam larutan asam encer. Kitosan bermuatan positif karena kelompok amina pada pH asam, yang besarannya tergantung pada tingkat deasetilasi, dan dengan demikian kitosan diklasifikasikan sebagai polielektrolit kationik, sedangkan polisakarida yang lain memberikan muatan netral ataupun anionik (Hwang dan Shin, 2001).
Berdasarkan kedua sifat tersebut maka kitosan mempunyai sifat fisik khas yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan gel, pasta, membran, dan serat yang sangat bermanfaat dalam aplikasinya (Rismana, 2002).
2.1.2. Analisa Karakteristik Kitosan
Karakteristik kitosan yang paling sering dianalisa adalah viskositas, derajat deasetilasi, berat molekul, pH, residu protein, kadar air, kadar abu, kandungan lemak, kadar logam berat, warna dan lain-lain yang bersangkutan dengan tujuan penggunaannya (Sirait, 2002). Berat molekul kitosan dapat mempengaruhi membran kitosan, ukuran kristal dan sifat morfologi daripada filim pembalutnya. Kristalinitas membran meningkat dengan menurunnya dalam berat molekul kitosan (Lubis, 2006).
Menurut Protan (1987), berat molekul kitosan dapat dibedakan berdasarkan viskositas larutannya. Adapun berat molekul kitosan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Pembagian Berat Molekul Kitosan Berdasarkan Viskositas Larutan Viskositas (cps) Berat Molekul
(22)
0 – 399 Rendah
400 – 799 Menengah
800 – 1600 Tinggi
(Protan, 1987)
Berdasarkan kategori di atas, telah dilaporkan bahwa derajat deasetilasi kitosan antara 73-87 didapati viskositas tinggi yaitu sekitar 1650 cps. Kitosan didapati mudah terhidrolisis dengan dipengaruhi suhu sehingga penggunaan kitosan sebaiknya pada saat diperlukan.
2.1.3. Kegunaan Kitosan
Dalam industri pangan, kitin dan kitosan bermanfaat sebagai pengawet dan penstabil warna produk. Beberapa contoh aplikasi kitin dan kitosan dalam bidang nustrisi (suplemen dan sumber serat), pangan (flavor, pembentuk tekstur, emulsifier, penjernih minuman), medis (mengobati luka, contact lens, membran untuk dialisis darah, antitumor), kesehatan kulit dan rambut), lingkungan dan pertanian (penjernih air, menyimpan benih, fertilizer dan fungisida) dan lain- lain seperti proses finishing kertas, menyerap warna pada produk cat (Hidayat, 2007).
Tabel 2.2 Penggunaan Kitin dan Kitosan
(23)
Penjernihan
- Limbah industri pangan - Industri sari buah - Pengolahan wine dan
Minuman beralkohol - Penjernihan air minum - Penjernihan kolam renang - Penjernihan zat warna - Penjernihan tanin
Koagulasi/flokulan Flokulan pektin/protein Flokulan protein/mikroba Koagulasi Flokulan mikroba Pembentuk kompleks Pembentuk kompleks
Pengambilan Protein Mengendapkan bahan protein Detoksifikasi Limbah Industri Membentuk senyawaan kompleks
dengan logam dan bahan kimia berbahaya
Biomedis Menurunkan kadar kolesterol
Bioteknologi Mempercepat penyembuhan luka Imobilisasi enzim
Industri Tekstil Meningkatkan ketahanan warna Kosmetik Substantive rambut dan kulit Fotografi Melindungi filim dari kerusakan Pertanian Bersifat sebagai fungistatik (Robert,1978).
(24)
Serat tenun dapat dibuat dari kitin dengan cara membuat suspense kitin dalam asam formiat, kemudian ditambahkan triklor asam asetat dan segera dibekukan pada suhu 20oC selama 24 jam. Jika larutan ini dipintal dan dimasukkan kedalam etil asetat maka akan terbentuk serat tenun yang potensial untuk industri tekstil. Pada kerajinan batik, pasta kitosan dapat menggantikan “malam” (wax) sebagai media pembantikan.
2.1.3.2. Bidang Fotografi
Jika kitin dilarutkan dalam larutan Dimetilasetamida-LiCl, maka dari larutan ini dapat dibuat film untuk berbagai kegunaan. Pada industri film untuk fotografi, penambahan tembaga kitosan dapat memperbaiki mutu film yaitu meningkatkan fotosensitivitasnya
2.1.3.3. Bidang Kedokteran/Kesehatan
Kitin dan turunannya (karboksimetil kitin, hidroksietil kitin dan etil kitin) dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan benang operasi. Benang operasi ini mempunyai keunggulan dapat diurai dan diserap dalam jaringan tubuh, tidak bersifat toksik, dapat disterilisasi dan dapat disimpan dalam jangka waktu lama.
Kitin dan kitosan dapat digunakan sebagai bahan pempercepat penyembuhan luka bakar, lebih baik dari yang terbuat dari tulang rawan. Selain itu juga sebagai
(25)
bahan pembuatan garam-garam glukosamin yang mempunyai banyak manfaat di bidang kedokteran.
Glukosamin terasetilasi merupakan bahan antitumor, sedangkan glukosamin sendiri bersifat toksik terhadap sel-sel tumor sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol darah dan kolesterol liver. Karena kitin tidak dapat dicerna dalam pencernaan, maka ia berfungsi sebagai dietary fiber yang berguna melancarkan pembuangan sisa-sisa pencernaan.
2.1.3.4. Industri Fungisida
Kitosan mempunyai sifat antimikrobia melawan jamur lebih kuat dari kitin. Jika kitosan ditambahkan pada tanah, maka akan menstimulur pertumbuhan mikrobia mikrobia yang dapat mengurai jamur. Selain itu, kitosan juga dapat disemprotkan pada tanaman tomat dan dapat menghilangkan virus Tobacco mozaik.
2.1.3.5. Industri Kosmetik
Kini telah dikembangkan produk baru shampoo kering mengandung kitin yang disuspensi dalam alkohol. Termasuk pembuatan lotion dan shampoo cair yang mengandung 0,5-0,6% garam kitosan. Shampo ini mempunyai kelebihan dapat meningkatkan kekuatan dan berkilaunya rambut, karena adanya interaksi antara polimer tersebut dengan protein rambut.
(26)
2.1.3.6. Industri Pengolahan Pangan
Karena sifat kitin dan kitosan yang dapat mengikat air dan lemak, maka keduanya dapat digunakan sebagai media pewarnaan makanan. Mikrokristalin kitin jika ditambahkan pada adonan akan dapat meningkatkan pengembangan volume roti tawar yang dihasilkan. Selain itu juga sebagai pengental dan pembentuk emulsi lebih baik daripada mikrokristalin selulosa. Pada pemananasan tinggi kitin akan menghasilkan pyrazine yang potensial sebagai zat penambah cita rasa.
Karena sifat yang dapat bereaksi dengan asam-asam seperti polifenol, maka kitosan sangat cocok untuk menurunkan kadar asam pada buah-buahan, sayuran dan ekstrak kopi. Bahkan terakhir diketahui sebagai penjernih jus appel lebih baik daripada penggunaan bentonit dan gelatin. Kitin dan kitosan tidak beracun sehingga tidak berbahaya bagi kesehatan manusia.
2.1.3.7. Penanganan Limbah
Karena sifat polikationiknya, kitosan dapat dimanfaatkan sebagai agensia penggumpal dalam penanganan limbah terutama limbah berprotein yang kemudian dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pada penanganan limbah cair, kitosan sebagai chelating agent yang dapat menyerap logam beracun seperti mercuri, timah, tembaga, pluranium dan uranium dalam perairan dan untuk mengikat zat warna tekstil dalam air limbah (Krissetiana, 2004).
(27)
2.2. Spektrofotometri FT-IR (Fourier Trasform Infra Red)
Spektrofotometri infra-merah adalah sangat penting dalam kimia modern, terutama dalam bidang kimia organik. Ia merupakan alat rutin dalam penemuan gugus fungsional, pengenalan senyawa, dan analisa campuran. Kebanyakan gugus, seperti C-H, O-C-H, C=N, dan C=N, menyebabkan pita absorpsi infra-merah, yang berbeda hanya sedikit dari satu molekul ke yang lain tergantung pada substituen yang lain (Day dan Underwood,1990).
Pancaran infra-merah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnet yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Bagi kimiawan organik, sebagian besar kegunaannya terbatas di antara 4000 cm-1 dan 666 cm-1 (2,5 – 15,0 µ m). Akhir-akhir ini muncul perhatian pada daerah infra-merah dekat, 14.290 – 4000 cm-1 (0,7 – 2,5 µm) dan daerah infra-merah jauh, 700 – 200 cm-1 (14,3 – 50 µm) (Silverstein, dkk., 1986).
Spektrofotometri infra-merah juga digunakan untuk penentuan struktur, khususnya senyawa organik dan juga untuk analisis kuantitatif, seperti analisa kuantitatif pencemaran udara, misalnya karbon monoksida dalam udara dengan teknik non-dispersive (Khopkar, 2003).
Pada dasarnya Spektrofotometri FT-IR (Fourier Trasform Infra Red) adalah sama dengan spektrofotometri IR dispersi, yang membedakannya adalah pengembangan pada sistim optiknya sebelum berkas sinar infra-merah melewati contoh.
Cara Kerja Alat Spektrofotometer FTIR
Sistim optik Spektrofotometer FT-IR seperti pada gambar dibawah ini dilengkapi dengan cermin yang bergerak tegak lurus dan cermin yang diam. Dengan demikian
(28)
radiasi infra-merah akan menimbulkan perbedaan jarak yang ditempuh menuju cermin yang bergerak (M) dan jarak cermin yang diam (F). Perbedaan jarak tempuh radiasi tersebut adalah 2 yang selanjutnya disebut sebagai retardasi ( δ ). Hubungan antara intensitas radiasi IR yang diterima detektor terhadap retardasi disebut sebagai interferogram. Sedangkan sistim optik dari Spektrofotometer IR yang didasarkan atas bekerjanya interferometer disebut sebagai sistim optik Fourier Transform Infra Red.
Gambar 2.3 Cara Kerja Spektrofotometer FT-IR
Pada sistim optik FT-IR digunakan radiasi LASER (Light Amplification by Stimulated Emmission of Radiation) yang berfungsi sebagai radiasi yang diinterferensikan dengan radiasi infra merah agar sinyal radiasi infra-merah yang diterima oleh detektor secara utuh dan lebih baik.
Detektor yang digunakan dalam Spektrofotometer FT-IR adalah TGS (Tetra Glycerine Sulphate) atau MCT (Mercury Cadmium Telluride). Detektor MCT lebih banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan detektor TGS, yaitu memberikan respon yang lebih baik pada frekwensi modulasi tinggi, lebih sensitif, lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh temperatur, sangat selektif terhadap energi vibrasi yang diterima dari radiasi infra-merah
(29)
2.3. Penentuan Berat Molekul dengan Metode Viskositas
Salah satu karakteristik dari larutan polimer berbobot molekul tinggi dibandingkan dengan pelarut murninya adalah kenaikan viskositas larutannya oleh pertambahan konsentrasi. Karena berat/ukurannya yang besar, molekul polimer dalam larutan akan menurunkan mobilitas dan mempengaruhi sifat aliran campuran yang sebanding dengan jumlah molekul terlarut. Karena itu, pengamatan perubahan viskositas ini dapat digunakan untuk menentukan bobot/berat molekul polimer terlarut.
Hubungan antara viskositas intrinsik dengan berat molekul rerata viskositas diberikan oleh persamaan empiris Mark-Houwink,
[η] = K. Ma
K dan a adalah tetapan karakteristik polimer-pelarut pada suhu tertentu (Wirjosentono.,dkk. 1995).
(30)
METODE PENELITIAN
3.1. Bahan yang digunakan 1.Kitosan
2.Asam Asetat glassial p.a. (E. Merck) 3.Asam Sitrat p.a. (E. Merck) 4.Asam Formiat p.a. (E. Merck) 5.Aquades
3.2. Alat yang digunakan
1.Alat-alat gelas yang biasa digunakan di Laboratorium Kimia Pyrex
2.Neraca Analisis Mettler
3.Hot Plate Ikamag REG
4.Magnetik Stirer 5.Plat Kaca
6.Spektrofotometer FT – IR (Fourier Transform-Infra Red) 7.Viskosimeter Brook Field
3.3. Prosedur Penelitian
(31)
3.3.1.1 Larutan Asam Asetat 1%
Sebanyak 1 mL asam asetat glassial diencerkan dengan aquades di dalam labu takar 100 mL sampai garis tanda, kemudian dihomogenkan.
3.3.1.2 Larutan Asam Sitrat 1%
Sebanyak 1 g asam sitrat p.a diencerkan dengan aquades di dalam labu takar 100 mL sampai garis batas, kemudian dihomogenkan.
3.3.1.3 Larutan Asam Formiat 1%
Sebanyak 1 mL asam formiat glassial diencerkan dengan aquades di dalam labu takar 100 mL sampai garis batas, kemudian dihomogenkan.
3.3.2. Perlakuan Terhadap Kitosan
3.3.2.1 Uji Kelarutan Kitosan
a. Kitosan dengan Asam Asetat 1%
Sebanyak 2 g kitosan dilarutkan dengan 100 mL asam asetat 1% ,
dihomogenkan dengan magnetik stirrer, ditentukan juga kelarutannya setelah dibiarkan selama 1, 2, 3, 4, dan 5 hari.
(32)
Sebanyak 2 g kitosan dilarutkan dengan 100 mL asam sitrat 1%, kemudian dihomogenkan dengan magnetik stirrer, ditentukan juga kelarutannya setelah dibiarkan selama 1, 2, 3, 4, dan 5 hari.
c. Kitosan dengan Asam Formiat 1%
Sebanyak 2 g kitosan dilarutkan dengan asam formiat 1% sebanyak 100 mL, kemudian dihomogenkan dengan magnetik stirrer, ditentukan juga
kelarutannya setelah dibiarkan selama 1, 2, 3, 4, dan 5 hari.
3.3.2.2 Penentuan Derajat Deasetilasi
Penentuan derajat deasetilasi kitosan dengan spektrum FT-IR menggunakan persamaan Domszy and Roberts yaitu:
%DD = 100 – [(A1655/ A3450) x 100/1,33
Dimana:
A1655 = absorbansi pada bilangan gelombang 1655 cm-1
A3450 = absorbansi pada bilangan gelombang 3450 cm-1
1,33 = tetapan yang diperoleh dari perbandingan A1655/A3450 untuk kitosan dengan
asetilasi penuh
(33)
Kitosan yang sudah dilarutkan dalam asam asetat 1% dan asam formiat 1% sehingga menjadi larutan kitosan dengan konsentrasi 0,2%; 0,4%; 0,6%; 0,8% dan 1,0% dimasukkan ke dalam beaker glass 500 mL dan diukur waktu alir dan viskositasnya dengan viskosimeter Brook-Field. Dan perhitungannya menggunakan persamaan Sakura - Houwink.
[η] = Kv.Mva
dimana :
η = Viskositas instrinsik Kv untuk kitosan = 8,93 x 10 dl.g-1 M = Berat Molekul a = 0,71
dengan menggunakan persamaan tersebut dapat ditentukan berat molekul kitosan. Ditentukan juga berat molekul kitosan setelah dibiarkan selama 1,2,3,4 dan 5 hari.
(34)
3.4.1 Uji Kelarutan Kitosan
ditimbang sebanyak 2 g
ditambah dengan larutan asam asetat 1 % sebanyak 100 mL
diaduk dengan magnetik stirrer hingga larutan menjadi homogen dengan variasi waktu 1x24 jam diamati perubahan yang terjadi
Kitosan dilarutkan juga dengan asam sitrat 1% dan asam formiat 1%.
3.4.2 Penentuan Berat Molekul Kitosan Kitosan
(35)
ditimbang sebanyak 0,2 g
ditambah dengan asam asetat 1% diaduk dengan magnetik stirrer hingga larutan menjadi homogen dalam beaker glass 500 mL
divariasikan terhadap waktu 1x24 jam
diukur viskositasnya
ditentukan berat molekulnya dengan persamaan Mark-Houwink
BAB 4 Kitosan
Larutan kitosan 0.2%
(36)
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kelarutan Kitosan
Kitosan sebanyak 2 g dilarutkan dengan 3 jenis pelarut yang berbeda namun dengan konsentrasi yang sama, diamati perubahan dan ditentukan kelarutannya setelah dibiarkan selama 1,2,3,4 dan 5 hari.
Tabel 4.1 Uji Kelarutan Kitosan
N
o Sampel Pelarut
Dilarutkan pada hari
ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5 1 Kitosan 2 g Asam Asetat 1%
+ + + + +
100 mL
2 Kitosan 2 g
Asam Formiat 1%
+ + + + +
100 mL
3 Kitosan 2 g Asam Sitrat 1%
- - - - -
100 mL
Keterangan : + (larut) - (tidak larut)
Dari data penelitian di atas, diperoleh bahwa kitosan dapat larut dalam asam asetat dan asam formiat yang merupakan asam – asam organik. Seperti menurut Dunn et al. (1997), kitosan hanya dapat larut dalam asam encer, Adanya gugus karboksil dalam asam asetat maupun asam formiat akan memudahkan pelarutan kitosan karena terjadinya interaksi hidrogen antara gugus karboksil dengan gugus amina dari kitosan.
(37)
Kitosan yang digunakan ditentukan terlebih dahulu dengan menggunakan Spektrofotometer FT-IR. Data spektrofotometer FT-IR seperti pada lampiran II dan III memberikan puncak – puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1579,39 cm-1 dan 1664,80 cm-1 menunjukkan gugus amida dan pada bilangan gelombang 3429,54 cm-1 dan 3386,80 menunjukkan gugus Hidroksil (OH), kedua gugus tersebut menunjukkan ciri – ciri kitosan.
Dan untuk menentukan derajat deasetilasi kitosan dengan spectrum FT-IR dari lampiran II dan III menggunkan persamaan Domszy and Roberts yaitu:
%DD = 100 - [ (A1655 / A3450) x 100/1,33]
= 1 – (0,1661) x 100% DD = 83,38 %
%DD = 100 - [ (A1655 / A3450) x 100/1,33]
= 1 – (0,1762) x 100% DD = 82,38 %
(38)
dan pada perhitungan derajat deasetilasi berdasarkan kedua gugus tersebut, menurut Rigby (1936) telah mendapati derajat Deasetilasi larutan kitosan dalam asam asetat adalah 83,38% dan larutan kitosan dalam asam formiat 82,38% Ini menunjukkan derajat deasetilasi kitosan yang dihasilkan dari penelitian ini telah sesuai dengan penelitian sebelumnya.
4.3 Viskositas Larutan Kitosan
Dari hasil pengukuran viskositas larutan kitosan dengan variasi pelarut kitosan, konsentrasi, dan lama perendaman maka diperoleh hasil yang ditunjukan oleh Tabel 4.2 dan 4.3.
Tabel 4.2 Viskositas Larutan Kitosan dalam Asam Asetat
No
Konsentrasi Larutan
(%)
Viskositas Larutan Kitosan Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5
1 0,2 43 38 37 32 28
2 0,4 135 112 98 87 78
3 0,6 300 286 249 205 189
4 0,8 490 412 385 366 315
5 1,0 760 646 575 505 485
Tabel 4.3 Viskositas Larutan Kitosan dalam Asam Formiat
No
Konsentrasi Larutan
(%)
Viskositas Larutan Kitosan Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5
1 0,2 40 35 33 30 25
2 0,4 130 110 95 80 75
3 0,6 298 285 245 200 186
4 0,8 480 410 380 350 310
5 1,0 750 644 570 500 480
Dari Tabel 4.2 dan 4.3 dapat diketahui bahwa larutan kitosan didapati menurun setelah hari – hari berikutnya, ini disebabkan karena mengalami proses hidrolisis di dalam
(39)
larutan asam. Kadar hidrolisis dari berbagai sampel kitosan didapati tidak sama, bergantung kepada berat molekul kitosan.
Pada konsentrasi pelarut yang sama, kadar hidrolisis untuk larutan kitosan yang konsentrasi tinggi didapati tetap tinggi. Ini karena dalam persen kandungan pelarut yang tinggi terdapat banyak ion hidrogen dari asam yang bereaksi dengan molekul polimer kitosan. Hubungan antara rantai polimer dan pelarut akan menjadi sama, hal ini akan menyebabkan kitosan akan lebih mudah terhidrolisis.
Jika kadar hidrolisis pada suatu kitosan yang mempunyai konsentrasi yang sama di dalam pelarut yang berkonsentrasi sama dan mempunyai kekuatan ion sama adalah bergantung kepada berat molekul atau panjang rantai molekul kitosan yang digunakan. Kitosan yang mempunyai rantai molekul yang sama akan lebih lama terhidrolisis, oleh karena itu kitosan dengan konsentrasi 1% adalah yang paling lama terhidrolisis.
4.4 Berat Molekul Larutan Kitosan
Dari hasil pengukuran waktu alir larutan kitosan dengan variasi konsentrasi dan lama perendaman, maka dapat ditentukan viskositas relatif (ηr) dan viskositas spesifik (ηsp).
untuk memperoleh viskositas instrinsik [ η ], grafik ηsp/C – vs – konsentrasi dan grafik
ln ηr/C – vs- konsentrasi diekstrapolasikan ke konsentrasi nol berdasarkan kepada
persamaan :
ηsp/C = [ η ] + KI[ η ] 2 C (persamaan Huggins)
(ln ηr/C) = [ η ] + KII[ η ] 2 C (persamaan Kreamer)
Dimana C = konsentrasi larutan kitosan
Berat molekul Mv bagi kitosan berdasarkan perkaitan viskositas instrinsik dengan berat molekul melalui persamaan Sakurada – Houwink.
(40)
[η] = Kv.Mva dimana :
η = Viskositas instrinsik Kv untuk kitosan = 8,93 x 10 dl.g-1 M = Berat Molekul a = 0,71
Tabel 4.4 Hubungan Antara Konsentrasi Larutan Kitosan dalam Asam Asetat dengan Viskositas Relatif dan Viskositas Intrinsik
Lama Perendaman (Hari) Konsentrasi Kitosan (%) Waktu Alir Larutan (detik) Viskositas Relatif (ηr = t/t0)
Viskositas Spesifik (ηsp= ηr-1)
lnηr/C ηsp/C
1
0,2 354 12,65 11,65 12,69 58,25
0,4 1110 39,71 38,71 9,20 96,78
0,6 2466 88,27 87,27 7,47 145,40
0,8 4032 144,12 143,12 6,21 178,90 1,0 6258 223,50 222,50 5,41 222,50
2
0,2 314 11,21 10,21 12,08 51,05
0,4 965 34,46 33,46 8,85 83,65
0,6 2090,5 74,66 73,66 7,19 122,76 0,8 3412 121,85 120,85 6,00 151,06 1,0 5383 192,25 191,25 5,25 191,25
3
0,2 268,5 9,58 8,58 11,30 42,90
0,4 804,5 28,73 27,73 8,39 69,32
0,6 1700,5 60,73 59,73 6,84 99,55
0,8 2757 98,46 97,46 5,73 121,82
1,0 4393 156,90 155,90 5,05 155,90
4
0,2 215,5 7,70 6,70 10,20 33,50
0,4 625 22,32 21,32 7,76 53,30
0,6 1290 46,07 45,07 6,38 122,76
0,8 2074 74,07 73,07 5,38 151,06
1,0 3323 118,67 117,67 4,77 191,25
5
0,2 156 5,59 4,59 8,60 22,95
0,4 420 15,00 14,00 6,77 35,95
0,6 864 30,88 29,88 5,72 49,80
0,8 1356 48,53 47,53 4,85 59,41
(41)
Tabel 4.5 Hubungan Antara Konsentrasi Larutan Kitosan dalam Asam Formiat dengan Viskositas Relatif dan Viskositas Intrinsik
Lama Perendaman (Hari) Konsentrasi Kitosan (%) Waktu Alir Larutan (detik) Viskositas Relatif (ηr = t/t0)
Viskositas Spesifik (ηsp= ηr-1)
lnηr/C ηsp/C
1
0,2 352 11,74 10,74 12,32 53,70
0,4 1107 36,90 35,90 9,02 89,75
0,6 2464 82,14 81,14 7,35 135,24
0,8 4029 134,30 133,30 6,13 166,63 1,0 6255 208,50 207,50 5,34 207,50
2
0,2 312 10,40 9,40 11,71 47,00
0,4 962 32,07 31,07 8,67 77,68
0,6 2088,5 69,62 68,62 7,08 114,37 0,8 3409 113,64 112,64 5,92 140,80 1,0 5380 179,34 178,34 5,19 178,34
3
0,2 266,5 8,89 7,89 10,92 39,45
0,4 801,5 26,72 25,72 8,21 64,30
0,6 1698,5 56,62 55,62 6,73 92,70
0,8 2754 91,80 90,80 5,65 113,50
1,0 4391 146,37 145,37 4,99 145,37
4
0,2 213,5 7,12 6,12 9,82 30,60
0,4 622 20,74 19,74 7,58 49,35
0,6 1288 42,94 41,94 6,27 69,90
0,8 2071 69,04 68,04 5,30 85,05
1,0 3320 110,67 109,67 4,70 109,67
5
0,2 154 5,14 4,14 8,19 20,70
0,4 417 13,90 12,90 6,58 32,25
0,6 861 28,70 27,70 5,59 46,17
0,8 1354 45,14 44,14 4,76 55,18
(42)
Tabel 4.6 Berat Molekul Larutan Kitosan dengan Asam Asetat Lama Perendaman
(hari)
Viskositas Instrinsik [ η ]
Berat Molekul
1 15 893.000
2 13,9 802.500
3 12,8 714.500
4 11,2 592.000
5 9,5 470.000
Tabel 4.7 Berat Molekul Larutan Kitosan dengan Asam Formiat Lama Perendaman
(hari)
Viskositas Instrinsik [ η ]
Berat Molekul
1 14 810.000
2 13,2 746.000
3 11,5 614.500
4 10,5 540.500
5 9 435.000
Dari hasil perhitungan antara viskositas tereduksi, viskositas inheren diplotkan terhadap konsentrasi. Kemudian kedua kurva tersebut diekstrapolasi ke konsentrasi C=0, dan hasilnya merupakan viskositas instrinsik [ η ]. Hubungan viskositas instrinsik dengan berat molekul melalui persamaan Sakurada – Houwink, maka dari hubungan tersebut diperoleh hasil yang menentukan penurunan berat molekul larutan kitosan yang drastis.
(43)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
1. Kitosan dapat larut dalam asam – asam organik seperti asam asetat dan asam formiat, sedangkan di dalam larutan asam sitrat terlihat bahwa kitosan tidak larut.
2. Untuk derajat deasetilasi larutan kitosan dari pelarut asam asetat sebesar 83,38% dan dari pelarut asam formiat 82,38%.
3. Semakin besar konsentrasi larutan kitosan maka nilai dari viskositas, viskositas relatif dan viskositas spesifik akan semakin besar juga yang akan mempengaruhi terhadap berat molekul.
4. Berat molekul larutan kitosan dengan dalam pelarut asam asetat sebesar 893.000 dan dalam pelarut asam formiat sebesar 810.000. Dari berat molekul yang diperoleh dapat dikatakan bahwa berat molekul tinggi sesuai dengan laporan Protan (1987).
5.2. SARAN
Perlu dilakukan oleh peneliti yang lain untuk menentukan parameter seperti pH, residu protein, kadar air, kadar abu, kandungan lemak yang lain dari kitosan.
(44)
DAFTAR PUSTAKA
Day,Jr. R.A and Underwood, A.L. 1990. Quantitative Analysis. Terjemahan Drs. R. Soendoro, dkk. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Dunn, ET., EW. Grandmaison dan MFA. Goosen. 1997. Applications and properties of
chitosan. Di dalam MFA. Goosen (ed). Applications of Chitin and Chitosan.
Technomic Pub. Basel.
Jae Kwan Hwang dan Hae Hun Sie. 2001. Rheological Properties of Chitosan Solutions. Korea-Australia Rheology Jurnal.
Hardjito,L. 2006. Chitosan Sebagai Bahan Pengawet Pengganti Formalin. Majalah Pangan : Media Komunikasi dan Informasi. No 46/XV/Januari 2006.
Hendri, J., dkk. 2008. “Studi Pengikatan Kitosan pada Polietilen Tergrafting Asam Akrilat yang Diperoleh dengan Radiasi Gamma”. Prosiding Seminar Nasioanal Sains Dan Teknologi-II. Bandar Lampung: Jurusan Kimia F-MIPA Universitas Lampung.
Hidayat, Nur. 2007. Pemanfaatan Kitosan.
Diakses tanggal 29 November 2008.
2008.
Lubis, W. Rosalina. 2006. Tesis: Pengaruh Berat Molekul dan Konsentrasi Larutan Kitosan Sebagai Bahan Campuran Untuk Meningkatkan Kekuatan Kertas dari Pulp Tandan Kelapa Sawit. Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Terjemahan A. Saptorahardjo. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia UI-Press.
Krissetiana, H. 2004. Kitin dan Kitosan dari Limbah Udang. Suara Merdeka Diakses tanggal 29 November 2008.
Kumar, M.N.V.R. 2000. A Review of Chitin and Chitosan Applications. India: Department of Chemistry, University of Roorkee.
(45)
Muzzarelly, R.A.A. 1977. Chitin. New York. Oxford: Perngamon Press.
Nuraida. 2004. Jurnal: Berbagai Ragam Pemanfaatan Polimer. Medan: Jurusan Kimia F-MIPA Universitas Sumatera Utara.
Panduan Tatacara Penulisan Tugas Akhir. 2005. Dokumen Nomor: Akad/05/2005. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Poerwadi, B. 2006. Jurnal: Slow Release Pupuk Cair NPK dengan Membran Komposit Selulosa-Kitosan. Malang: F-MIPA Universitas Brawijaya. Protan, Inc. 1987. Chitin and Chitosan. General Properties and Application. PLI-002.
Protan A/S. Norway.
Rismana, E. 2001. Serat Kitosan Mengikat Lemak.
Diakses tanggal 29 November 2008.
Rismana, E. 2002. Langsing dan Sehat Lewat Limbah Perikanan. Diakses tanggal 29 November 2008.
R.M. Silverstein., dkk. 1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Diterjemahkan oleh Drs. A.J. Hartono, dkk. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Robert, G.A.F. 1978. Chitin Chemistry. Nottingham Politechnic: Mc. Millan.
Rochima, E. 2005. Jurnal: Karakterisasi Kitin dan Kitosan Asal Limbah Rajungan Cirebon Jawa Barat. Bogor: Departemen Teknologi Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
Rochima, E., dkk. 2007. Jurnal: Viskositas dan Berat Molekul Kitosan Hasil Reaksi Enzimatis Kitin Deasetilasi Isolat Bacillus papandayan K29-14. Bandung: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran dan Departemen Teknologi Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
Sirait, R. Iriani. 2002. Teses: Pemanfaatan Kitosan dari Kulit Udang (Panaeus monodon) dan Cangkang Belangkas (Tachypleus gigas), untuk Menurunkan Kadar Ni. Cr Limbah Cair Industri Pelapisan Logam. Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
(46)
Widodo, A., dkk. 2006. Jurnal: Potensi Kitosan dari Sisa Udang Sebagai Koagulan Logam Berat Limbah Cair Industri Tekstil. Surabaya: Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS).
Wirjosentono, B., dkk. 1995. Analisis dan Karakteristik Polimer. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Medan: Penerbit Universitas Sumatera Utara USU Press.
(47)
(48)
(49)
(50)
Gambar 5: Grafik Plot menurut Persamaan Huggins (I) dan Kraemer (II) bagi Larutan Kitosan (Kitosan dan Asam Asetat) hari ke-1
(51)
Gambar 5: Grafik Plot menurut Persamaan Huggins (I) dan Kraemer (II) bagi Larutan Kitosan (Kitosan dan Asam Asetat) hari ke-2
(52)
Gambar 6: Grafik Plot menurut Persamaan Huggins (I) dan Kraemer (II) bagi Larutan Kitosan (Kitosan dan Asam Asetat) hari ke-3
(53)
Gambar 7: Grafik Plot menurut Persamaan Huggins (I) dan Kraemer (II) bagi Larutan Kitosan (Kitosan dan Asam Asetat) hari ke-4
(54)
Gambar 8: Grafik Plot menurut Persamaan Huggins (I) dan Kraemer (II) bagi Larutan Kitosan (Kitosan dan Asam Asetat) hari ke-5
(55)
Gambar 9: Grafik Plot menurut Persamaan Huggins (I) dan Kraemer (II) bagi Larutan Kitosan (Kitosan dan Asam Formiat) hari ke-1
(56)
Gambar 10: Grafik Plot menurut Persamaan Huggins (I) dan Kraemer (II) bagi Larutan Kitosan (Kitosan dan Asam Formiat) hari ke-2
(57)
Gambar 11: Grafik Plot menurut Persamaan Huggins (I) dan Kraemer (II) bagi Larutan Kitosan (Kitosan dan Asam Formiat) hari ke-3
(58)
Gambar 12: Grafik Plot menurut Persamaan Huggins (I) dan Kraemer (II) bagi Larutan Kitosan (Kitosan dan Asam Formiat) hari ke-4
(59)
Gambar 13: Grafik Plot menurut Persamaan Huggins (I) dan Kraemer (II) bagi Larutan Kitosan (Kitosan dan Asam Formiat) hari ke-5
(1)
Gambar 8: Grafik Plot menurut Persamaan Huggins (I) dan Kraemer (II) bagi Larutan Kitosan (Kitosan dan Asam Asetat) hari ke-5
(2)
Gambar 9: Grafik Plot menurut Persamaan Huggins (I) dan Kraemer (II) bagi Larutan Kitosan (Kitosan dan Asam Formiat) hari ke-1
(3)
Gambar 10: Grafik Plot menurut Persamaan Huggins (I) dan Kraemer (II) bagi Larutan Kitosan (Kitosan dan Asam Formiat) hari ke-2
(4)
Gambar 11: Grafik Plot menurut Persamaan Huggins (I) dan Kraemer (II) bagi Larutan Kitosan (Kitosan dan Asam Formiat) hari ke-3
(5)
Gambar 12: Grafik Plot menurut Persamaan Huggins (I) dan Kraemer (II) bagi Larutan Kitosan (Kitosan dan Asam Formiat) hari ke-4
(6)
Gambar 13: Grafik Plot menurut Persamaan Huggins (I) dan Kraemer (II) bagi Larutan Kitosan (Kitosan dan Asam Formiat) hari ke-5