Inhibisi Ekstrak Etanol Kumis Kucing, Pegagan, Sambiloto, dan Tempuyung terhadap Aktivitas Enzim Pengubah Angiotensin I secara In Vitro

INHIBISI EKSTRAK ETANOL KUMIS KUCING, PEGAGAN,
SAMBILOTO, DAN TEMPUYUNG TERHADAP AKTIVITAS
ENZIM PENGUBAH ANGIOTENSIN I SECARA IN VITRO

LANY YULINDA

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRAK
LANY YULINDA. Inhibisi Ekstrak Etanol Kumis Kucing, Pegagan, Sambiloto,
dan Tempuyung terhadap Aktivitas Enzim Pengubah Angiotensin I secara In Vitro.
Dibimbing oleh DYAH ISWANTINI PRADONO dan LATIFAH K.
DARUSMAN.
Kumis kucing, pegagan, sambiloto, dan tempuyung merupakan tanaman obat
yang berpotensi sebagai antihipertensi. Ekstrak etanol 30% tanaman ini diteliti
daya inhibisinya terhadap aktivitas enzim pengubah angiotensin I (ACE) secara in
vitro. Penelitian dilakukan pada kondisi optimum (suhu 32 °C, pH 8.3, dan

konsentrasi ACE 25 mU/mL) menggunakan ekstrak tunggal dengan konsentrasi
14, 25, 50, dan 100 ppm serta ekstrak gabungan dengan komposisi tertentu.
Hasilnya dibandingkan dengan kaptopril sebagai kontrol positif. Uji inhibisi ACE
dengan ekstrak tunggal menunjukkan bahwa ekstrak tunggal kumis kucing 50
ppm, pegagan 100 ppm, sambiloto 100 ppm, dan tempuyung 14 ppm, memiliki
daya inhibisi terbesar, berturut-turut sebesar 76.98, 58.69, 53.74, dan 62.89%.
Gabungan ekstrak kumis kucing, pegagan, dan tempuyung dengan komposisi
25:50:7 memiliki inhibisi sebesar 76.87%, lebih besar daripada kaptopril.

ABSTRACT
LANY YULINDA. In Vitro Inhibition of Ethanol Extract of Kumis Kucing,
Pegagan, Sambiloto, and Tempuyung towards Angiotensin I Converting Enzyme
Activity. Supervised by DYAH ISWANTINI PRADONO and LATIFAH K.
DARUSMAN
Kumis kucing, pegagan, sambiloto, and tempuyung are medicinal plants
potential as antihypertension. Thirty percent ethanol extracts of these plants were
investigated towards angiotensin I converting enzyme (ACE) inhibition activity in
vitro. The research was conducted at the optimum condition (32 °C of incubation
temperature, pH 8.3, and 25 mU/mL of ACE concentration) by using 14, 25, 50,
and 100 ppm of single extract concentration, and combined extract with specific

compositions. The results were compared with captopril as positive control.
Inhibition test of ACE with single extracts showed that 50 ppm of kumis kucing,
100 ppm of pegagan, 100 ppm of sambiloto, and 14 ppm of tempuyung have the
highest inhibition of 76.98, 58.69, 53.74, and 62.89%, respectively. Combined
extract of kumis kucing, pegagan, and tempuyung of 25:50:7 ratio showed 76.87%
inhibition, higher than captopril.

INHIBISI EKSTRAK ETANOL KUMIS KUCING, PEGAGAN,
SAMBILOTO, DAN TEMPUYUNG TERHADAP AKTIVITAS
ENZIM PENGUBAH ANGIOTENSIN I SECARA IN VITRO

LANY YULINDA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Judul : Inhibisi Ekstrak Etanol Kumis Kucing, Pegagan, Sambiloto, dan
Tempuyung terhadap Aktivitas Enzim Pengubah Angiotensin I secara In
Vitro
Nama : Lany Yulinda
NIM : G44086007

Menyetujui
Pembimbing II

Pembimbing I

Dr. Dyah Iswantini Pradono, MAgr Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS
NIP 19530824 197603 2 001
NIP 19670730 199103 2 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Kimia,

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS
NIP 19501227 197603 2 002

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyusun dan menyelesaikan karya ilmiah. Karya
ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juni
sampai November 2010 bertempat di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka,
Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Dyah Iswantini Pradono,
MAgr dan Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS selaku pembimbing yang telah
memberi banyak arahan, motivasi, saran, dan solusi dari setiap permasalahan yang
dihadapi penulis selama melaksanakan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pusat Studi Biofarmaka melalui
penelitian KKP3T atas materi dan bantuan dana yang diberikan pada penelitian ini.
Penulis juga berterima kasih kepada Ibu Nunuk, Mba Ina, Mba Dina, Bapak Didi,

Wiwi, Endi dan Nio di Pusat Studi Biofarmaka yang telah membantu penulis
dalam pemakaian alat dan bahan di laboratorium tersebut.
Ungkapan terima kasih kepada Ibu dan kakak atas dukungannya baik secara
rohani maupun material. Tak lupa, ungkapan terima kasih penulis sampaikan
kepada teman-teman seperjuangan di kelas penyelenggaraan khusus angkatan
2008, teman satu bimbingan (Anggi, Mba Rani, dan Eka) dan teman satu
laboratorium (Paul, Ayu, Mitha, Irul, Danang) yang telah memberikan semangat
dan motivasi dalam menyusun karya ilmiah ini.
Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Bogor, Agustus 2011
Lany Yulinda

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 19 Juli 1986 dari Ayah (Alm)
Khaidir dan Ibu Tisnawati. Putri kedua dari dua bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 1
Cikampek pada tahun 2000 dan pada tahun yang sama, lulus seleksi masuk
Akademi Kimia Analisis Bogor (AKA). Setelah lulus dari AKA pada tahun 2006,

bekerja sebagai staf Quality Assurance (QA) di PT Kalbe Morinaga Indonesia
selama periode tahun 2007˗2008. Pada tahun 2008 melanjutkan kembali
pendidikan di Institut Pertanian Bogor Kelas Penyelenggaraan Khusus Program
Studi Kimia.
Selama perkuliahan di AKA penulis pernah mengikuti kegiatan praktik kerja
lapangan di Laboratorium Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Cibinong selama periode bulan Juli˗Agustus 2006.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vii
PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Hipertensi...................................................................................................
Enzim Pengubah Angiotensin I (ACE) .......................................................
Kumis Kucing ............................................................................................
Pegagan......................................................................................................
Sambiloto ...................................................................................................
Tempuyung ................................................................................................


1
2
2
2
3
3

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ........................................................................................... 3
Metode Penelitian ...................................................................................... 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Flavonoid .........................................................................................
Kadar Air ...................................................................................................
Ekstraksi ....................................................................................................
Uji Toksisitas Larva Udang ........................................................................
Inhibisi Ekstrak Tunggal terhadap Aktivitas ACE secara In Vitro ...............
Inhibisi Ekstrak Gabungan terhadap Aktivitas ACE secara In Vitro ............

5

6
6
6
7
8

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan .................................................................................................... 9
Saran .......................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 9
LAMPIRAN ................................................................................................... 12

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Reaksi yang dikatalisis oleh ACE............................................................. 2

2


Tanaman kumis kucing ............................................................................ 2

3

Tanaman pegagan .................................................................................... 2

4

Tanaman sambiloto .................................................................................. 3

5

Tanaman tempuyung ................................................................................ 3

6

Nilai LC50 ekstrak etanol kumis kucing, pegagan, sambiloto dan
tempuyung terhadap A. salina .................................................................. 7

7


Persen inhibisi ekstrak etanol kumis kucing, pegagan, sambiloto
dan tempuyung terhadap aktivitas enzim ACE ......................................... 8

8

Persen inhibisi kontrol positif dan gabungan ekstrak kumis kucing
(K), pegagan (P), sambiloto (S), dan tempuyung (T) terhadap aktivitas
enzim ACE .............................................................................................. 8

9

Struktur kaptopril ..................................................................................... 9

10 Struktur ACE ........................................................................................... 9

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1


Bagan alir penelitian ................................................................................ 13

2

Kurva standar kuersetin ........................................................................... 14

3

Kadar flavonoid kumis kucing, pegagan, sambiloto, dan tempuyung ........ 15

4

Kadar air kumis kucing, pegagan, sambiloto, dan tempuyung .................. 16

5

Aktivitas ekstrak sampel terhadap larva A. salina setelah 24 jam.............. 17

6

Contoh perhitungan nilai LC50 ekstrak sampel menggunakan
metode probit ........................................................................................... 18

7

Kurva standar asam hipurat ...................................................................... 19

8

Hasil uji aktivitas ekstrak sampel terhadap enzim ACE secara
in vitro ..................................................................................................... 20

9

hasil uji aktivitas ekstrak gabungan terhadap enzim ACE secara
in vitro ..................................................................................................... 21

PENDAHULUAN
Indonesia dikelilingi oleh 17 000 pulau
dan merupakan negara kepulauan terbesar di
dunia. Hampir 60% wilayahnya tertutup oleh
hutan, sehingga menjadi rumah bagi sekitar
90% spesies tanaman obat di kawasan Asia
Tenggara (Handa et al. 2006). Berbagai
macam tanaman obat telah diteliti untuk
diketahui aktivitasnya terhadap berbagai
macam penyakit. Salah satu penyakit yang
mengancam masyarakat sekarang ini adalah
hipertensi.
Obat antihipertensi yang sekarang ini
banyak digunakan adalah inhibitor enzim
pengubah angiotensin I (ACE). Inhibitor ACE
bekerja dengan cara menurunkan atau
mencegah pembentukan angiotensin II yang
dapat meningkatkan tekanan darah. Hansen et
al. (1995) meneliti berbagai tanaman obat
yang berasal dari India, Cina, dan Cili melalui
pendekatan terhadap ACE, begitu pula
Yingsukpisarn (2005) yang meneliti berbagai
tanaman di Thailand. Tanaman lain yang juga
telah diteliti sebagai inhibitor ACE antara lain
Ruellia praetermissa oleh Salah et al. (2001)
dan Lee et al. (2004) yang meneliti sejenis
jamur Tricholoma giganteum sebagai inhibitor
ACE.
Pegagan, kumis kucing, sambiloto, dan
tempuyung telah dikenal sebagai obat-obatan
herbal alami. Kumis kucing dan sambiloto
telah lama digunakan oleh masyarakat Asia
sebagai tanaman obat tradisional untuk
mengobati hipertensi (Hembing 1997;
Jarukamjorn dan Nemoto 2008; BIT-LIPI
2009). Pegagan serta tempuyung juga telah
diteliti oleh Darusman et al. (2009) sebagai
tanaman yang berpotensi menjadi obat
antihipertensi. Oleh karena itu, keempat
tanaman tersebut dipilih untuk diteliti daya
inhibisinya terhadap ACE. Selain telah
dipercaya sebagai antihipertensi, tanaman ini
mengandung senyawa golongan flavonoid
(Olah et al. 2003; Krishnaiah et al. 2009; Roy
et al. 2010; Sriningsih et al. 2005).
Pendekatan aktivitas senyawa golongan
flavonoid terhadap ACE belum banyak diteliti
di Indonesia. Sementara hasil penelusuran
dokumen paten di Kantor Paten pada tanggal
6 Juli 2010 menunjukkan telah terdapat paten
mengenai senyawaan flavonoid sebagai
antihipertensi, di antaranya kuersetin (Jalili
2004), flavonoid dari tanaman Passiflora sp.
(Foo et al. 2006), dan flavonol glikosida
(Verhoeyen dan Wiseman 2008).
Penelitian Darusman et al. (2009) terhadap
tanaman pegagan dan tempuyung merupakan

yang pertama kalinya di Indonesia. Daya
inhibisi yang diperoleh masih relatif rendah,
sehingga perlu dilakukan kembali penelitian
berbagai tanaman obat sebagai inhibitor ACE,
dengan terlebih dahulu melakukan uji
kuantitatif senyawa flavonoid. Dalam
penelitian ini, daya inhibisi ekstrak etanol dari
kumis kucing, pegagan, sambiloto, dan
tempuyung yang mempunyai kandungan
flavonoid tertinggi terhadap enzim ACE diuji
secara in vitro.

TINJAUAN PUSTAKA
Hipertensi
Hipertensi (tekanan darah tinggi) adalah
kenaikan tekanan arteri melebihi normal dan
tekanan itu bertahan. Menurut WHO, definisi
hipertensi ialah arus tekanan darah sistolik
140 mmHg atau lebih atau arus tekanan darah
diastolik 90 mmHg atau lebih. Pada
kebanyakan kasus, hipertensi terdeteksi saat
pemeriksaan fisik karena penyakit tertentu,
sehingga sering disebut sebagai “the silent
killer” dan tanpa disadari, penderita
mengalami komplikasi pada organ-organ vital
seperti jantung, otak, atau ginjal. Hipertensi
menjadi penyebab kematian nomor 3 setelah
strok dan tuberkulosis, yakni mencapai 6.7%
dari populasi kematian pada semua umur di
Indonesia (Depkes RI 2009).
Flavonoid merupakan senyawa kimia
polifenol yang dapat dicirikan melalui
aktivitas farmakologi seperti antioksidan,
antihelmintik, antiradang, antivirus, dan
antitumor. Kebanyakan aktivitas tersebut
karena
kemampuan
flavonoid
untuk
menghambat enzim seperti tripsin, protein
kinase, dan topoisomerase (Barolli et al.
2000). Penelitian-penelitian lain secara umum
memperlihatkan bahwa senyawa aktif untuk
antihipertensi berasal dari senyawa golongan
flavonoid, di antaranya flavan-3-ol dan
prosianidin (Actis-Goretta et al. 2003).
Senyawa aktif kuersetin menjadi salah satu
senyawa flavonoid yang telah diuji
antihipertensi secara in vitro (Duarte et al.
2001; Perez-Viscaino et al. 2009).
Enzim Pengubah Angiotensin I (ACE)
Enzim pengubah angiotensin I (ACE)
adalah glikoprotein peptidildipeptida hidrolase
dan termasuk kelas zink protease yang
membutuhkan zink dan klorida agar menjadi
aktif. ACE berperan di dalam tubuh pada
proses pengaturan tekanan darah. Jenis

peptida ini pada dasarnya mengatalisis reaksi
angiotensin I menjadi angiotensin II, dengan
memecah dipeptida histidil-leusina dari
ujung˗C
angiotensin
I
menghasilkan
angiotensin II dan asam hipurat (Gambar 1)
(Actis-Goretta et al. 2003). Jika hidrolisis
angiotensin I berlebihan, maka tekanan darah
akan meningkat (Shalaby et al. 2004).

Gambar 1 Reaksi yang dikatalisis oleh ACE
(Chusman dan Cheung 1971).
Potensi inhibitor ACE sebelumnya telah
dilaporkan oleh Salah et al. (2001) pada
tanaman R. praetermissa, oleh Lee et al.
(2004) pada sejenis jamur yaitu, T. giganteum,
dan secara in vivo oleh Zhao et al. (2007) pada
hidrolisat gelatin yang berasal dari timun laut.
Di Indonesia sendiri penelitian tentang
inhibisi ACE telah dilakukan oleh Darusman
et al. (2009) pada tanaman pegagan dan
tempuyung.

polifenol,
yaitu
sinesetin,
eufatorin,
rosmarinat, kikhorat, dan asam kafeat.
Berdasarkan pengujian farmakologi, ekstrak
etanol 50% memiliki kemampuan yang lebih
baik sebagai diuretik dan urikosurik.
Penelitian untuk membandingkan kumis
kucing dengan tanaman lain juga telah
dilakukan.
Tanaman
kumis
kucing
dibandingkan dengan tanaman dalam famili
yang sama, tanaman ground ivy atau
Glechoma hederacea L, dalam hal
kemampuan sebagai antioksidan. Kedua
tanaman ini diuji dalam bentuk ekstrak kasar
maupun fraksi menggunakan berbagai pelarut.
Hasil yang diperoleh menunjukkan keduanya
merupakan antioksidan yang efisien. Tanaman
kumis kucing bekerja lebih baik dalam bentuk
ekstrak kasar dibandingkan dengan tanaman
ground ivy yang perlu melalui tahapan
fraksionasi
untuk
meningkatkan
kemampuannya
sebagai
antioksidan
(Matkowski 2008).
Pegagan

Kumis Kucing

Tanaman pegagan (Gambar 3) berdasarkan
ilmu taksonomi termasuk famili Apiaceae,
marga Centella, dan jenis Centella asiatica L.
Tanaman ini biasa digunakan sebagai sayuran
tradisional di Cina, India, Srilanka, dan
Indonesia, dan telah dibudidayakan di
berbagai negara berkembang.

Kumis kucing (Gambar 2) termasuk famili
Lamiaceae dengan marga Orthosiphon dan
memiliki nama Latin Orthosiphon stamineus
Benth. Tanaman kumis kucing adalah salah
satu tanaman obat yang populer, digunakan
secara turun-temurun di kawasan Asia
Tenggara dalam pengobatan bermacammacam penyakit.

Gambar 3 Tanaman pegagan.

Gambar 2 Tanaman kumis kucing.
Olah et al. (2003) melakukan penelitian
untuk mengetahui komponen-komponen
utama yang terkandung di dalam tanaman
kumis kucing dengan menggunakan 2 pelarut
yang berbeda, etanol 50% dan etanol 70%.
Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa
pada kedua ekstrak terdapat senyawa

Krishnaiah et al. (2009) telah meneliti
komponen-komponen yang terdapat pada 6
tanaman obat, salah satunya pegagan. Hasil
penelitian tersebut menyatakan bahwa
pegagan mengandung alkaloid, tanin, saponin,
flavonoid, dan fenol. Zainol et al. (2008)
meneliti lebih jauh lagi kandungan senyawa
aktif yang terdapat pada tanaman pegagan,
dan diketahui tanaman tersebut mengandung
senyawa
aktif
utama
asiatikosida,
madekasosida, dan asam asiatat.
Pegagan berperan antara lain sebagai
antimikrob dan antioksidan. Ullah et al.
(2009) menyatakan bahwa hasil fraksionasi
tanaman
pegagan
berpotensi
sebagai

antioksidan, dan juga berpotensi sebagai
antimikrob serta antifungi.
Sambiloto
Sambiloto (Gambar 4) termasuk famili
Acanthaceae, marga Andrographis, dan jenis
Andrographis paniculata Nees. Bagian yang
digunakan umumnya seluruh bagian tanaman.
Sifat khas tanaman ini adalah pahit,
mendinginkan dan membersihkan darah.

Gambar 4 Tanaman sambiloto.
Andrografolida merupakan senyawa aktif
pada sambiloto yang berpotensi sebagai
antibakteri
dan
antidiabetes.
Peranan
sambiloto sebagai antioksidan juga telah
banyak diteliti, salah satunya oleh Ojha et al.
(2009) dengan menggunakan pelarut metanol.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan
sambiloto memiliki kemampuan sebagai
antioksidan. Sambiloto dalam ekstrak
kloroform menunjukkan fungsi sebagai
antimikrob, antara lain pada Escherichia coli
dan Salmonella typhymurium. Berdasarkan
hasil tersebut, dilakukan analisis komponen
yang terkandung pada ekstrak tanaman
sambiloto, dan diketahui tanaman tersebut
mengandung senyawa fenol, asam karboksilat
aromatik, dan ester (Roy et al. 2010).
Tempuyung
Tempuyung (Gambar 5) termasuk tanaman
obat asli Indonesia dari famili Asteraceae,
marga Sonchus, dan jenis Sonchus arvensis L.
Tempuyung tumbuh liar di tempat terbuka
yang terkena sinar matahari atau sedikit
terlindung. Tumbuhan yang berasal dari
Eurasia ini bisa ditemukan pada daerah yang
banyak turun hujan pada ketinggian 50˗1.650
m dpl (BIT-LIPI 2009).
Tempuyung mengandung banyak senyawa
kimia, seperti golongan flavonoid, kumarin,
taraksasterol, dan asam fenolat bebas. Pustaka
lain
menyebutkan
daun
tempuyung
mengandung senyawa kimia antara lain
luteolin, flavon, flavonol, dan auron.

Gambar 5 Tanaman tempuyung.
Sriningsih et al. (2005) meneliti herba
tempuyung untuk mengetahui jenis flavonoid
yang terkandung di dalamnya menggunakan
pelarut metanol. Hasil yang diperoleh
menunjukkan kandungan senyawa flavonoid
golongan flavon, yakni 7,4’-hidroksiflavon.
Tanaman tempuyung dikenal memiliki
efek diuretik. Pada tahun 2006, Imelda dan
Andani meneliti efek diuretik tanaman ini
dibandingkan dengan furosemida. Furosemida
merupakan obat diuretik kuat yang telah teruji
secara medis ilmiah dengan kemampuan 60%
lebih tinggi dibandingkan dengan diuretik
yang lain, dan hasil penelitian tersebut
membuktikan
tanaman
tempuyung
mempunyai efek diuretik yang lebih baik
daripada furosemida pada dosis tertentu.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah
simplisia pegagan, sambiloto, kumis kucing,
dan tempuyung yang diperoleh dari 3 tempat
berbeda, yaitu Bogor (Kebun Percobaan
Biofarmaka), Sukabumi (Kebun Percobaan
Cicurug), dan Bandung (Kebun Percobaan
Manoko), etanol 96%, aseton, HCl, AlCl 3, air,
etanol 30%, telur udang Artemia salina, air
laut, Tween-80, hipuril-L-histidil-L-leusina
(Sigma), NaCl, NaOH, bufer HEPES (Sigma),
ACE (Sigma), kaptopril, dan etil asetat.
Alat
yang
digunakan
adalah
spektrofotometer ultraviolet-tampak (UV-Vis)
Hitachi, penguap putar, oven, pengering
vakum, vial uji, dan inkubator.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan terdiri
dari 5 tahap, yakni analisis kandungan
flavonoid secara kuantitatif, penetapan kadar
air, ekstraksi sampel yang memiliki
kandungan flavonoid tertinggi, pengujian
toksisitas ekstrak (LC50), dan pengujian daya
inhibisi ekstrak terhadap aktivitas ACE.

Bagan alir
Lampiran 1.

penelitian

ditunjukkan

Analisis Kandungan Flavonoid
Kuantitatif (Depkes RI 2000)

pada

Secara

Analisis kandungan flavonoid dilakukan
terhadap simplisia pegagan, kumis kucing,
sambiloto, dan tempuyung dari 3 tempat
berbeda. Setiap 5 g simplisia diekstraksi
dengan cara maserasi dengan etanol 96% (24
jam), selanjutnya direfluks selama 6 jam pada
suhu 70 °C dan pelarut diuapkan dengan
penguap putar.
Ekstrak ditimbang setara dengan 200 mg
simplisia lalu dimasukkan ke dalam labu alas
bulat. Sistem hidrolisis ditambahkan ke
dalamnya: 1.0 mL larutan heksametilenatetramina 0.5% (b/v), 20.0 mL aseton, dan 2.0
mL larutan HCl 25%, kemudian dipanaskan
sampai mendidih selama 30 menit, dan
disaring menggunakan kapas. Selanjutnya
ditambahkan kembali aseton sebanyak 20 mL
untuk dididihkan kembali selama 30 menit.
Pengerjaan dilakukan sebanyak 2 kali.
Seluruh filtrat dikumpulkan ke dalam labu
takar. Setelah labu mendingin, volume
ditepatkan dengan aseton sampai 100 mL dan
dikocok hingga tercampur sempurna.
Filtrat hasil hidrolisis diambil sebanyak 20
mL, dimasukkan ke dalam corong pemisah,
ditambahkan akuades sebanyak 20 mL,
kemudian ditambahkan 15 mL etil asetat
untuk pengocokan pertama dan 10 mL etil
asetat untuk pengocokan kedua dan ketiga.
Fraksi etil asetat dikumpulkan ke dalam labu
ukur 50 mL dan ditambahkan etil asetat
sampai tepat 50 mL. Sepuluh mL filtrat yang
dihasilkan dipindahkan ke dalam labu takar 25
mL, kemudian ditambahkan 1 mL larutan 2 g
AlCl3 dalam 100 mL asam asetat glasial 5%
(v/v). Larutan asam asetat glasial 5% (v/v)
lalu ditambahkan secukupnya sampai tepat 25
mL. Absorbans diukur dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang
370.8 nm dengan kuersetin sebagai standar.
Penetapan Kadar Air (AOAC 1984)
Cawan porselen yang bersih dipanaskan ke
dalam oven bersuhu (105+3) °C selama 30
menit dan ditimbang hingga diperoleh bobot
konstan cawan kosong. Serbuk simplisia
kering ditimbang sebanyak +3 g ke dalam
cawan tersebut dan dipanaskan kembali dalam
oven (105+3) °C selama 3 jam. Setelah itu,
cawan dipindahkan ke dalam desikator selama
15 menit lalu ditimbang. Pengeringan dan

penimbangan sampel dilakukan lagi setiap 1
jam sampai diperoleh bobot konstan.
Ekstraksi Sampel (Darusman et al. 2009)
Serbuk kering simplisia kumis kucing,
pegagan, sambiloto, dan tempuyung, yang
memiliki kandungan flavonoid tertinggi,
masing-masing sebanyak 1 000 g dimaserasi
dengan pelarut etanol 30% (2×24 jam), lalu
disaring. Filtrat yang diperoleh dipekatkan
dengan penguap putar hingga diperoleh
ekstrak pekat, kemudian dikeringkan dengan
pengering vakum dan disimpan pada suhu -20
°C sampai dilakukan analisis.
Uji Toksisitas Larva Udang (Meyer et al.
1982)
Telur udang A. salina ditetaskan dalam
gelas piala yang berisi air laut yang telah
disaring. Penetasan dibantu oleh aerasi agar
kadar oksigen terlarut dalam air tercukupi
sehingga telur udang tersebut menetas
menjadi larva. Larutan ekstrak dibuat menjadi
2 000 ppm, yaitu sebanyak 0.02 g ekstrak
dilarutkan dalam 10 mL air laut. Ekstrak yang
sukar larut dapat dibantu dengan penambahan
Tween-80. Setelah 48 jam, sebanyak 10 ekor
larva udang dan 1 000 µL air laut dimasukkan
ke dalam vial uji. Selanjutnya diikuti dengan
penambahan 1 000 µL larutan ekstrak
sehingga konsentrasi akhir dalam vial adalah
1 000 ppm. Penambahan 500 µL larutan
ekstrak dan 1 500 µL air laut dilakukan untuk
konsentrasi 500 ppm, 100 µL larutan ekstrak
dan 1 900 µL air laut untuk 100 ppm, dan 10
µL larutan ekstrak dan 1 990 µL air laut untuk
10 ppm. Setiap konsentrasi dilakukan 3 kali
pengulangan. Kontrol dilakukan tanpa
penambahan larutan ekstrak. Setelah 24 jam,
larva udang yang mati dihitung.
Penentuan Daya Inhibisi Terhadap
Aktivitas ACE Secara In Vitro (Chusman
dan Cheung 1971)
Aktivitas inhibisi ACE diukur dengan
metode Chusman dan Cheung (1971) dengan
sedikit modifikasi pada komposisi substrat.
Larutan sampel sebanyak 50 L dengan 50 L
larutan ACE (25 mU/mL) di pra-inkubasi
pada 32 oC selama 10 menit, kemudian
campuran diinkubasi dengan 50 L substrat
(Hip-His-Leu 8 mM dalam bufer HEPES 50
mM yang mengandung NaCl 300 mM pada
pH 8.3) selama 30 menit pada suhu yang
sama. Reaksi diakhiri dengan penambahan
HCl 1 M (200 L). Larutan diekstraksi dengan

penambahan 1.5 mL etil asetat, dan
disentrifugasi (4000×g) selama 15 menit. Satu
mL supernatan dipindahkan ke tabung reaksi
yang lain dan diuapkan pada suhu kamar
selama 2 jam dalam vakum atau pengering
oven. Setelah kering, dilarutkan dalam 3 mL
air distilasi dan absorbans ditentukan pada
panjang gelombang 228 nm menggunakan
spektrofotomer UV-Vis.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Flavonoid
Tanaman obat sebanyak 16 sampel dari 4
jenis tanaman yang berbeda diuji kadar
flavonoidnya untuk mengetahui pengaruh
kadar flavonoid terhadap nilai inhibisi ACE,
karena senyawa flavonoid diduga berperan
sebagai inhibitor ACE. Perbedaan sampel
dijumpai pada jenis tanaman kumis kucing
dan pegagan asal Sukabumi dan Bandung.
Kumis kucing yang diuji kadar flavonoid
ada 2 jenis yang berbeda, yaitu kumis kucing
bunga putih dan bunga ungu. Sementara
tanaman pegagan yang diuji ada beberapa
jenis yang dibedakan dengan nomor harapan,
yaitu nomor jenis tanaman pegagan yang
berpotensi sebagai obat antihipertensi.
Pemberian nomor harapan pada pegagan
diawali dengan kata CASI, yang berarti
Centella asiatica.

Hasil analisis kadar flavonoid dari
keseluruhan sampel dapat dilihat pada Tabel
1. Penggunaan simplisia dari
3 tempat
berbeda memungkinkan adanya perbedaan
kandungan hara. Kadar flavonoid tertinggi
yang diperoleh pada masing-masing jenis
tanaman dapat digunakan sebagai rujukan
untuk pembudidayaan tanaman dari segi
kandungan flavonoid. Variasi hasil yang
diperoleh mencerminkan variasi informasi
kimiawi contoh yang timbul akibat perbedaan
asal dan kondisi lingkungan. Chew et al.
(2004) menyatakan bahwa asal contoh yang
berbeda memiliki pengaruh yang dominan
terhadap variasi kandungan kimia contoh.
Day
dan
Underwood
(1981)
menggolongkan perolehan analit hasil analisis
kuantitatif dalam 3 kelompok, yaitu analit
yang merupakan penyusun utama, penyusun
minor dan penyusun kelumit. Analisis
kuantitatif pada seluruh ekstrak simplisia
memperlihatkan keberadaan flavonoid sebagai
penyusun minor karena kadar yang dimiliki
berada di antara 0.01 dan 1%. Dengan
demikian, walaupun flavonoid pada tanaman
berperan
strategis
dalam
mekanisme
pengobatan, jumlahnya dalam seluruh
tanaman tersebut tidak begitu banyak.
Lampiran 2 memberikan persamaan kurva
standar kuersetin yang digunakan untuk
menentukan kadar flavonoid, sedangkan
perhitungan kadar flavonoid terdapat pada
Lampiran 3

Tabel 1 Kadar flavonoid dan kadar air tanaman
Simplisia
Kumis kucing putih Bogor
Kumis kucing putih Sukabumi
Kumis kucing ungu Sukabumi
Kumis kucing putih Bandung
Kumis kucing ungu Bandung
Pegagan Bogor
CASI 007 Sukabumi
CASI 008 Sukabumi
CASI 016 Sukabumi
CASI 007 Bandung
CASI 008 Bandung
Sambiloto Bogor
Sambiloto Sukabumi
Tempuyung Bogor
Tempuyung Sukabumi
Tempuyung Bandung

Kadar flavonoid×10-1 (%)
1.6049
2.1189
1.1881
1.5350
1.9052
1.4850
1.1201
1.0102
1.0817
0.8935
0.7547
0.4855
0.5597
0.4484
0.5410
0.4521

Kadar air (%)
8.35
11.15
10.77
5.90
7.71
12.00
12.84
13.15
12.46
7.52
6.51
6.65
10.72
8.07
11.10
8.33

Kadar Air
Kandungan air dalam suatu bahan
memengaruhi daya tahannya terhadap
serangan mikrob, sehingga dapat diperkirakan
cara penanganan terbaik bagi sampel dalam
hal tempat dan waktu penyimpanan. Data
kadar air ditunjukkan pada Tabel 1, sedangkan
perhitungannya di Lampiran 4.
Kadar air yang diperoleh dari masingmasing serbuk tanaman bergantung pada asal
tanaman tersebut diperoleh. Menurut Winarno
(1997), apabila kadar air yang terkandung
dalam suatu bahan kurang dari 10%, maka
kestabilan optimum bahan akan tercapai dan
pertumbuhan mikrob dapat dikurangi.
Menurut
Fardiaz
(1989),
air
dapat
memengaruhi penampakan, tekstur, serta cita
rasa makanan. Air juga akan memengaruhi
daya tahan bahan pangan terhadap serangan
mikrob yang dinyatakan dengan aw, yaitu
jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh
mikroorganisme untuk pertumbuhannya.
Berdasarkan kadar air yang diperoleh pada
penelitian, serbuk tanaman dari daerah Bogor
dan Bandung relatif stabil terhadap serangan
mikrob, sedangkan serbuk tanaman dari
daerah Sukabumi dengan nilai kadar air di
atas 10% mungkin dikarenakan kelembapan
yang lebih di daerah tersebut atau hasil
pengukuran yang belum konstan. Serbuk
tanaman dengan nilai kadar air lebih dari 10%
harus langsung digunakan agar tidak terjadi
penyimpangan, atau dapat dikeringkan
kembali untuk menghindari aktivitas mikrob.
Ekstraksi
Ekstraksi digunakan untuk memperoleh
kandungan senyawa yang larut dalam pelarut.
Ekstraksi dilakukan secara maserasi dengan
menggunakan pelarut etanol 30% selama
2×24 jam. Maserasi merupakan metode
ekstraksi komponen dengan merendam contoh
dalam pelarut yang sesuai selama waktu
tertentu. Maserasi cocok digunakan untuk
senyawa yang belum diketahui sifat-sifatnya,
karena dapat menjaga kandungan senyawa
dalam sampel yang tidak tahan panas agar
tidak rusak, sehingga ekstrak diperoleh dalam
jumlah yang besar.
Etanol 30% dipilih sebagai pelarut
ekstraksi berdasarkan penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Darusman et al. (2009):
ekstrak etanol 30% memiliki aktivitas inhibisi
yang optimum. Simplisia tanaman yang
diektraksi adalah yang memiliki kandungan
flavonoid setara kuersetin tertinggi, yaitu

kumis kucing bunga putih asal Sukabumi,
pegagan asal Bogor, dan sambiloto asal
Bogor.
Rendemen ekstrak etanol kumis kucing,
pegagan, sambiloto, dan tempuyung berturuturut adalah 6.82, 5.96, 7.12 dan 9.05%. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa pelarut etanol
30% bekerja lebih efektif pada simplisia
tanaman tempuyung, mungkin dikarenakan
perbedaan kandungan senyawa dari masingmasing simplisia tanaman tersebut.
Uji Toksisitas Larva Udang
Nilai konsentrasi letal 50% (LC50) yang
dihasilkan dari uji letalitas larva udang
(BSLT) secara umum memberikan indikasi
adanya senyawa toksik yang terkandung
dalam suatu bahan alam. Larva udang yang
digunakan adalah yang berada pada kondisi
paling peka terhadap kondisi lingkungannya.
Membran kulitnya yang sangat tipis,
memungkinkan terjadinya difusi zat dari
lingkungan yang memengaruhi metabolisme
dalam tubuhnya. Biasanya dipilih larva
berumur 2 hari atau 48 jam. Jika berumur
lebih dari 48 jam, dikhawatirkan kematian
larva bukan disebabkan toksisitas ekstrak,
melainkan oleh terbatasnya persediaan
makanan (Meyer et al. 1982).
Uji toksisitas diperlukan untuk mengetahui
konsentrasi yang dapat menyebabkan
keracunan sehingga dapat diketahui jumlah
penggunaan yang tepat. LC50 adalah
konsentrasi dari suatu bahan yang dapat
menyebabkan 50% kematian dalam suatu
populasi, dalam hal ini A. salina. Jumlah larva
udang yang mati dihitung setelah penambahan
ekstrak selama 24 jam (Lampiran 5). Contoh
perhitungan nilai LC50 menggunakan metode
probit diberikan pada Lampiran 6.
Gambar 6 menunjukkan nilai LC50 ekstrak
etanol pegagan di bawah 1 000 ppm,
sedangkan ekstrak etanol kumis kucing,
sambiloto, dan tempuyung berada di atas 1
000 ppm. Ekstrak etanol pegagan diduga
mempunyai senyawa metabolit sekunder yang
lebih aktif dan toksik, sedangkan pada ekstrak
etanol kumis kucing, sambiloto, dan
tempuyung mungkin ada beberapa senyawa
metabolit sekunder yang menghambat
metabolit sekunder lain yang aktif. Nilai LC50
masing-masing ekstrak dapat dijadikan
sebagai batas konsentrasi tertinggi pada
penentuan ragam konsentrasi ekstrak dalam
uji aktivitas ACE, sebab formulasi obat akan
lebih aman jika konsentrasinya dibuat di
bawah LC50 (Setiawan 2006). .

LC50 (ppm)

1500

1254.833

1211.178 1211.178

1000
485.675
500
0

Gambar 6 Nilai LC50 ekstrak etanol kumis
kucing, pegagan, sambiloto dan
tempuyung terhadap A. salina.
Inhibisi Ekstrak Tunggal terhadap
Aktivitas ACE secara In Vitro
Seluruh ekstrak tanaman yang telah
diperoleh nilai toksisitasnya diuji aktivitas
ACE secara in vitro menggunakan metode
Chusman dan Cheung (1981) dengan sedikit
modifikasi pada komposisi substrat (Hip-HisLeu 8 mM dalam buffer HEPES 50 mM yang
mengandung NaCl 300 mM pada pH 8.3).
Konsentrasi yang digunakan pada pengujian
berada di bawah nilai LC50 dari masingmasing ekstrak, maka menurut LC50 yang
diperoleh, dipilih konsentrasi terendah hingga
mencapai 400 ppm. Namun, konsentrasi
ekstrak di atas 100 ppm membuat ACE sangat
tidak stabil yang akan berpengaruh pada hasil
yang diperoleh. Karena itu, dalam pengujian
digunakan konsentrasi 14, 25, 50, dan 100
ppm.
Pengujian pada konsentrasi bervariasi ini
dimaksudkan untuk melihat pengaruh
penambahan konsentrasi ekstrak terhadap
peningkatan
daya
inhibisi.
Pengujian
dilakukan dengan blangko (tanpa penambahan
ekstrak) dan kontrol positif (kaptopril pada
konsentrasi 14 dan 100 ppm). Hasil yang
diperoleh berupa absorbans. Semakin rendah
nilai absorbans yang dihasilkan, semakin
besar daya inhibisi terhadap aktivitas ACE.
Uji enzimatik dilakukan pada kondisi
optimum, yakni pada suhu inkubasi 32 °C, pH
8.3, konsentrasi enzim ACE 25 mU/mL, dan
waktu inkubasi 30 menit. Panjang gelombang
maksimum yang digunakan sebesar 228 nm
(Darusman et al. 2009). Absorbans yang
terukur berasal dari sisa asam hipurat hasil
reaksi antara substrat dan ACE yang tidak
dihambat oleh ekstrak tanaman. Absorbans ini
kemudian diubah menjadi konsentrasi asam
hipurat berdasarkan persamaan linear kurva
standar, yakni y = 0.0547x + 0.0068 dengan

nilai R2 sebesar 0.999 (Lampiran 7). Nilai y
adalah absorbans asam hipurat yang terukur
dan x adalah konsentrasi asam hipurat
tersebut. Hasil uji (Lampiran 8) menunjukkan
bahwa semua ekstrak yang diuji berpotensi
menghambat aktivitas ACE, kecuali ekstrak
tempuyung pada konsentrasi 50 dan 100 ppm.
Kedua konsentrasi tersebut menghasilkan nilai
negatif, berturut-turut sebesar ˗26.30% dan
˗141.01%. Hasil negatif pada inhibisi ACE
tidak berarti bahwa tanaman tersebut tidak
bekerja sebagai obat, sebaliknya mungkin
dapat bekerja pada mekanisme reaksi
hipotensi (Hansen et al. 1995). Daya inhibisi
ekstrak tidak selalu mengalami peningkatan
seiring dengan meningkatnya onsentrasi
ekstrak, hal ini mungkin dikarenakan
ketidakstabilan ACE.
Gambar 7 menunjukkan daya inhibisi dari
variasi konsentrasi masing-masing ekstrak
etanol kumis kucing, pegagan, sambiloto, dan
tempuyung. Terlihat bahwa masing-masing
ekstrak memiliki daya inhibisi terbesar di
konsentrasi yang berbeda-beda. Ekstrak etanol
kumis kucing memiliki inhibisi terbesar pada
konsentrasi 50 ppm, pegagan pada konsentrasi
100 ppm, sambiloto 100 ppm, dan tempuyung
14 ppm. Hasil yang diperoleh pada ekstrak
etanol pegagan dan tempuyung sesuai dengan
penelitian sebelumnya (Darusman et al.
2009). Senyawa metabolit sekunder dalam
ekstrak etanol kumis kucing, pegagan,
sambiloto, dan tempuyung yang diduga dapat
menginhibisi aktivitas ACE adalah flavonoid.
Namun, berdasarkan data kadar flavonoid,
inhibisi pegagan seharusnya lebih besar
daripada
tempuyung.
Diperoleh
hasil
sebaliknya, hal ini menunjukkan bahwa hasil
inhibisi tidak bergantung pada besarnya
kandungan flavonoid pada tanaman.
Flavonoid merupakan kelas utama
senyawa polifenol yang menunjukkan
berbagai aktivitas farmakologi. Senyawa ini
menarik bagi para peneliti dan farmakologis
karena beberapa alasan, di antaranya sebagian
besar bahan makanan yang kaya akan
flavonoid seperti teh, anggur, bawang putih,
apel, dan cokelat hitam secara umum
diketahui
memiliki
efek
terhadap
kardiovaskular sehingga tanaman obat yang
mengandung senyawa flavonoid banyak
digunakan sebagai obat-obatan (PerezVizcaino et al. 2009). Senyawa bioaktif
flavonoid yang telah diteliti dapat mencegah
terjadinya hipertensi melalui pendekatan
terhadap aktivitas ACE adalah flavan-3-ol,
prosianidin Actis-Goretta et al. 2003) dan
kuersetin (Duarte et al. 2001).

100
75

76.98
62.89

58.69

% inhibisi

50

53.74

25
0
-25

14

25

-50

50

Konsentrasi (ppm)
Pegagan
Sambiloto

Kumis kucing

100

Tempuyung

Gambar 7 Persen inhibisi ekstrak etanol kumis kucing, pegagan, sambiloto dan tempuyung
terhadap aktivitas enzim ACE.
terhadap aktivitas ACE secara in vitro.
Gambar 8 menunjukkan daya inhibisi dari
kontrol positif kaptopril dan berbagai
gabungan ekstrak dengan nisbah yang
bervariasi (Lampiran 9). Penggabungan
ekstrak
tunggal
dimaksudkan
untuk
mendapatkan persen inhibisi yang lebih
tinggi. Selain itu, diharapkan diperoleh
formulasi obat yang lebih efisien jika
diaplikasikan dalam skala industri. Gabungan
ekstrak etanol kumis kucing, pegagan, dan
tempuyung dengan komposisi 25:50:7
mempunyai daya inhibisi terbesar, yakni
76.87%. Darusman et al. (2009) menyatakan
bahwa gabungan ekstrak pegagan dan
tempuyung menghasilkan daya inhibisi
sebesar 51.27% dengan komposisi 1:2 pada
konsentrasi 14 ppm. Dari kedua hasil ini
terlihat bahwa komposisi 3 ekstrak tanaman
menghasilkan nilai inhibisi lebih baik.

Berdasarkan rekomendasi JNC VII (2003),
mekanisme obat yang dapat digunakan
sebagai antihipertensi adalah diuretik,
penyekat-β, inhibitor ACE, antagonis kalsium
(CCB), dan penghambat reseptor angiotensin
(ARB).
Inhibitor
ACE
menyebabkan
penurunan angiotensin II dan kenaikan
bradikinin, senyawa
vasodilator
yang
potensial, sehingga menyebabkan efek
samping hiperkalemia, angiodema, dan batuk
kering, akibat dari kenaikan bradikinin
(Walker 2007).
Inhibisi Ekstrak Gabungan terhadap
Aktivitas ACE secara In Vitro

% inhibisi

Ekstrak etanol tunggal yang memiliki daya
inhibisi terbesar, yaitu kumis kucing 50 ppm,
pegagan 100 ppm, sambiloto 100 ppm, dan
tempuyung 14 ppm, digabungkan menjadi
beberapa gabungan dan diuji daya inhibisinya
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

76.87
59.27

30.49
22.87

73.65 71.31 73.23

54.78

59.14 55.51

49.07

25.34

Kontrol positif dan gabungan ekstrak
Gambar 8 Persen inhibisi kontrol positif dan gabungan ekstrak kumis kucing (K), pegagan (P),
sambiloto (S) dan tempuyung (T) terhadap aktivitas enzim ACE.

Penelitian terhadap pegagan telah
dilakukan sebelumnya oleh Hansen et al.
(1995) melalui reaksi penghambatan ACE.
Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa
tanaman pegagan memiliki daya inhibisi
terbesar dibandingkan dengan tanaman lain
yakni sebesar 50% dalam ekstrak etanol
96%. Inhibisi oleh gabungan ekstrak
tanaman lebih besar dibandingkan dengan
ekstrak tunggalnya maupun dengan kontrol
positif (kaptopril 14 dan 100 ppm), yaitu
sebesar 22.87 dan 30.49%. Kaptopril
(Gambar 9) merupakan obat yang lazim
diberikan pada penderita hipertensi.
Kaptopril memiliki afinitas yang tinggi
terhadap ACE dan berkompetisi dengan
angiotensin I, sebagai substrat alami, untuk
mencegah terjadinya angiotensin II. Pada
penelitian digunakan substrat hipuril-Lhistidil-L-leusina
sebagai
pengganti
angiotensin I.

Gambar 9

Struktur kaptopril (Jurca dan
Laura 2010).

Chusman dan Ondetti telah melakukan
berbagai penelitian sejak 1967 mengenai
inhibitor ACE. Hasil-hasil penelitian yang
diperoleh membawa keduanya kepada
simpulan bahwa inhibitor ACE bekerja
dengan cara mengikat tapak aktif dari ACE,
yaitu S1, S1' dan S2 (Gambar 10).

gugus karboksil seperti pada inhibitor
lainnya, tetapi oleh gugus –SH. Ternyata hal
ini mengakibatkan potensi kaptopril sebagai
obat antihipertensi menjadi 1 000 kali lebih
kuat (Chusman dan Ondetti 1999).
Mekanisme yang terjadi pada inhibitor ACE
dapat dijadikan rujukan mekanisme inhibisi
yang mungkin terjadi pada ekstrak tanaman,
namun harus dibuktikan dengan penelitian
lebih lanjut.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kadar flavonoid tertinggi terdapat pada
ekstrak tanaman kumis kucing bunga putih
asal Sukabumi (0.21%), pegagan asal Bogor
(0.15%), sambiloto asal Bogor (0.056%) dan
tempuyung asal Sukabumi (0.054%).
Ekstrak etanol 30% tunggal kumis kucing 50
ppm, pegagan 100 ppm, sambiloto 100 ppm,
dan tempuyung 14 ppm memiliki daya
inhibisi terbesar untuk masing-masing jenis
sampel berturut-turut sebesar 76.98, 58.69,
53.74, dan 62.89%. Gabungan ekstrak kumis
kucing, pegagan dan tempuyung dengan
komposisi 25:50:7 memiliki persen inhibisi
sebesar 76.87%.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk mengetahui senyawa spesifik yang
memengaruhi daya inhibisi terhadap
aktivitas ACE.

DAFTAR PUSTAKA
Actis-Goretta L, Ottaviani JI, Keen CL,
Fraga CG. 2003. Inhibition of
angiotensin converting enzyme (ACE)
activity by flavan-3-ols and procyanidin.
FEBS Lett 555:597-600.
[AOAC]. 1984. Official Methods
Analysis Virginia: AOAC Int.

of

Gambar 10 Struktur ACE (Chusman dan
Ondetti 1999).

Barolli MG, Werner AR, Slep LD, Pamillo
AB. 2000. Formation of complexes of
flavonoids and metals, determination of
the stochiometry and stability constants.
Molecules 5:516-517.

Pengikatan
ACE
oleh
kaptopril
dilakukan pada ketiga tapak aktif ACE,
namun pengikatan Zn tidak dilakukan oleh

[BIT-LIPI] Balai Informasi Teknologi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
2009. Hipertensi [terhubung berkala].

http://www.bit.lipi.go.id/pangan_kesehat
an/artikel_hipertensi/tanaman_obat.pdf
[27 Mei 2010].
Chew OS, Hamdan MR, Ismail Z, Ahmad
MN. 2004. Assessment of herbal
medicine by chemometrics: assisted
interpretation of FTIR spectra. Malaysia:
Universiti Sains Malaysia.
Cushman DW, Cheung HW. 1981.
Spectrophotometric assay and properties
of the angiotensin converting enzyme of
the rabbit lung. Biochem Pharmacol
20:1637-1648.
Chusman DW, Ondetti MA. 1999. Design of
angiotensin
converting
enzyme
inhibitors. Nat America Inc 5:1110-1113.
Darusman LK, Iswantini D, Indariani S.
2009. Formulasi dan mikroenkapsulasi
ekstrak pegagan (Centella asiatica) dan
tempuyung (Sonchus arvensis) sebagai
antihipertensi: Daya inhibisinya terhadap
angiotensin I converting enzyme (ACE)
secara in vitro [laporan penelitian].
Bogor: Pusat Studi Biofarmaka.
Day RA, Underwood AL. 1981. Analisa
Kimia
Kuantitatif.
Soendoro
R,
Widaningsih, Rahadjeng S, penerjemah.
Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari:
Quantitative Analysis.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 2000. Penentuan
Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Jakarta: Depkes RI.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 2009. Hipertensi
penyebab
kematian
nomor
tiga
[terhubung
berkala].
http://www.depkes.go.id/index.php/berit
a/press-release/810-hipertensi-penyebabkematian-nomor-tiga.html
[2
April
2010].
Duarte J et al. 2001. Antihypertensive
effects of the flavonoid quercetin in
spontaneously hypertensive rats. Brit J
Pharmacol 133:177-124.
Fardiaz S. 1989. Analisis Mikrobiologi
Pangan. Jakarta: Raja Grapindo Persada.

Foo LY, Lu Y, Watson RR, penemu; New
Zealand Patent. 24 Jun 2008. Extract of
passion fruit and uses there of. US
7390517 B2.
Handa SS, Rakesh DD, Vasisht K. 2006.
Compendium of Medicinal and Aromatic
Plants Asia. Italia: United Nations
Industrial Development Organization and
The International Centre for Science and
High Technology.
Hansen K et al. 1995. In vitro screening of
traditional
medicines
for
antihypertensive effect based on inhibiton of
the angiotensin converting enzyme
(ACE). J Ethnopharmacol 48:43-51.
Hembing. 1997. Hidup Sehat Cara
Hembing.
Jakarta:
Elex
Media
Komputido.
Imelda ER, Andani. 2006. Perbandingan
efek diuretika serta kadar natrium dalam
darah antara pemberian ekstrak etanol
daun tempuyung (Sonchus arvensis
Linn) dengan furosemida. J Sains Teknol
Farm 11:76-80.
Jalili, penemu; Neddle & Rosenberg. 31 Jan
2008. Quercetine supplementation to
treat hypertension. US 0026076 A1.
Jarukamjorn K, Nemoto N. 2008.
Pharmacological aspect of Andrographis
paniculata on health and its major
diterpenoid constituent andrographolide.
J Health Sci 54:370-381.
[JNC] Joint National Committe. 2003. The
Seventh Report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High
Blood
Pressure.
Maryland:
NIH
Publication No. 03-5233.
Jurca T, Vicas L. 2010. Complexes of the
ACE-inhibitor
captopril.
Farmacia
58:198-202.
Krishnaiah, Devi, Bono, Sarbatly. 2009.
Studies of phytochemical constituents of
six Malaysian medicinal plants. J Med
Plan 3:067-072.
Lee DH, Kim JH, Park JS, Choi YJ, Lee JS.
2004. Isolation and characterization of a
novel angiotensin I-converting enzyme

inhibitory peptide derived from the
edible mushroom Tricholoma giganteum.
Peptides 25:621-627.
Matkowski A. 2008. Antioxidant activity of
extract and different solvent fraction of
Glechoma hederacea L. and Orthosiphon
stamineus (Benth.) Kudo. Adv Clin Exp
Med 615-624.
Meyer BN et al. 1982. Brine shrimp: A
convenient general bioassay for active
plant constituents. Planta Med 45:31-34.
Ojha SK, Nandave M, Kumari S, Arya DS.
2009.
Antioxidant
activity
of
Andrographis paniculata in ischemic
myocardium of rats. Glo J Pharm 3:154157.
Olah N-K, Radu L, Mogosan C, Hanganu D,
Gocan S. 2003. Phytochemical and
pharmacological studies on Orthosiphon
stamineus
Benth.
(Lamiaceae)
hydroalcoholic extract. J Pharm Biomed
Anal 33:117-123.
Perez-Vizcaino F, Duarte J, Jimenez R,
Santos-Buelga C, Osuna A. 2009.
Antihypertensive effects of the flavonoid
quercetin. Pharm Rep 61:67-75.
Roy S, Rao K, Bhuvaneswari Ch, Giri A,
Mangamoori LK. 2010. Phytochemical
analysis of Andrographis paniculata
extract and its antimicrobial activity.
World J Microbiol Biotechnol 26:85-91.
Salah AM, Dongmo AB, Kamanyi A,
Bopelet
M,
Wagner
H.
2001.
Angiotensin-converting
enzymeinhibitory effect by Ruellia praetermissa.
Pharm Biol 39:16-19.
Setiawan MP. 2006. Inhibisi ekstrak air dan
etanol
sambiloto
(Andographis
paniculata [Burm.f.] Ness) terhadap
aktivitas tirosin kinase [skripsi]. Bogor:
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Shalaby SM, Zakora M, Otte J. 2006.
Performance of two commonly used
angiotensin-converting
enzyme
inhibition assays using FA-PGG and
HHL as substrates. J Dairy Res 73:178186.

Sriningsih et al. 2005. Analisa senyawa
golongan flavonoid herba tempuyung
(Sonchus
arvensis
L.).
Jakarta:
Universitas Pancasila.
Ullah MO, Sultana S, Haque A, Tasmin S.
2009. Antimicrobial, cytotoxic and
antioxidant activity of Centella asiatica.
Eur J Sci 30:260-264.
Verhoeyen ME, Wiseman SA. penemu;
Unilever Intelectual Property Group. 8
Mei 2008. Use of plants with increased
levels of flavonol glycosides in reducing
hypertension. US 0107792 A1.
Walker L. 2007. Antihypertensive drugs
[terhubung berkala].
http://www.drexelmed.edu/documents/ph
armacology_physiology/lectures/nov-2007.pdf [27 Mei 2010].
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Yingsukpisarn S. 2005. Angiotensin
converting enzyme inhibition activity
and antihypertensive effect of Thai
medical plants [tesis]. Thailand: Faculty
of Graduate Studies, Mahidol University.
Zainol NA, Voo SC, Sarmidi MR, Aziz RA.
2008. Profiling of Centella asiatica (L.)
urban extract. Malay J Anal Sci 12:322327.
Zhao Y et al. 2007. Antihypertensive effect
and purification of an ACE inhibitory
peptide from sea cucumber gelatin
hydrolysate. Process Biochem 42:15861591.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Bagan alir penelitian
Kumis kucing, pegagan, sambiloto, dan tempuyung

Evaluasi kandungan flavonoid secara kuantitatif

Simplisia dengan kandungan flavonoid
tertinggi

Penentuan kadar air, ekstraksi semua sampel, dengan
etanol 30% dan penentuan nilai LC50 semua ekstrak

Penentuan daya inhibisi ekstrak tunggal dan
gabungan terhadap ACE secara in vitro

Lampiran 2 Kurva standar kuersetin
Konsentrasi
kuersetin (ppm)
0
1
3
6
12
24
50

Absorbans
( = 370.8 nm)
0.000
0.027
0.090
0.177
0.353
0.713
1.329

1,600
y = 0.026x + 0.016
R² = 0.996

1,400

Absorbans

1,200
1,000
0,800
0,600
0,400
0,200
0,000
0

10

20

30

40

Konsentrasi kuersetin (ppm)

50

60

Lampiran 3 Kadar flavonoid kumis kucing, pegagan, sambiloto, dan tempuyung
Sampel
Sampel asal Bogor
Kumis kucing bunga putih
Pegagan
Sambiloto
Tempuyung
Sampel asal Sukabumi
Kumis kucing bunga putih
Kumis kucing bunga ungu
CASI 007
CASI 008
CASI 016
Sambiloto
Tempuyung
Sampel asal Bandung
Kumis kucing bunga putih
Kumis kucing bunga ungu
CASI 007
CASI 008
Tempuyung
Kadar flavonoid (%) =

Kadar flavonoid (ppm)
Ulangan 1
Ulangan 2

Kadar flavonoid × 10-1 (%)
Ulangan 1
Ulangan 2

Rerata kadar flavonoid × 10-1 (%)

12.8209
11.9254
3.8657
2.9701

12.8582
12.2612
3.9030
3.0075

1.6026
1.4643
0.4832
0.4455

1.6072
1.5056
0.4879
0.4513

1.6049
1.4850
0.4855
0.4484

16.8134
9.5000
9.2388
8.1194
8.7910
4.3881
4.3881

17.2239
9.5373
9.2015
8.1567
8.8284
4.5746
4.4761

2.0933
1.1857
1.1223
1.0079
1.0794
0.5480
0.5480

2.1444
1.1904
1.1178
1.0125
1.0840
0.5713
0.5340

2.1189
1.1881
1.1201
1.0102
1.0817
0.5597
0.5410

12.2985
15.2836
7.1866
6.0672
3.0448

12.2612
15.3209
7.2239
6.1045
3.0821

1.5373
1.9028
0.8912
0.7524
0.4494

1.5327
1.9075
0.8958
0.7570
0.4549

1.5350
1.9052
0.8935
0.7547
0.4521

Lampiran 4 Kadar air kumis kucing, pegagan, sambiloto, dan tempuyung
Sampel
Sampel asal Bogor
Kumis kucing bun