Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Peternakan Ayam Ras Petelur Yuki Farm di Harau Kabupaten Limapuluh Kota

(1)

FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN

PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR YUKI

FARM

DI HARAU KABUPATEN LIMAPULUH KOTA

YULIA CANSERILINA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Peternakan Ayam Ras Petelur Yuki Farm di Harau Kabupaten Limapuluh Kota adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013 Yulia Canserilina H34104096


(4)

i

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(5)

ABSTRAK

YULIA CANSERILINA. Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Peternakan Ayam Ras Petelur Yuki Farm di Harau Kabupaten Limapuluh Kota. Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI.

Pertumbuhan ekonomi pertanian di Indonesia berada pada subsektor peternakan unggas. Salah satu peternakan unggas adalah peternakan Yuki Farm yang berada di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat. Dalam budidaya ayam ras petelur ada beberapa faktor produksi yang harus diperhatikan. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi telur ayam ras dan menganalisis pendapatan peternakan ayam ras petelur di Yuki Farm. Penelitian ini menggunakan metoda analisis kuantitatif. Analisis faktor produksi dilakukan dengan fungsi produksi Cobb-douglass dan analisis pendapatan dilakukan dengan metoda R/C-rasio. Berdasarkan analisis tersebut, produksi telur ayam ras dipengaruhi oleh tujuh faktor produksi yaitu DOC, pakan, sekam, tenaga kerja, vaksin, obat-obatan, dan desinfektan. Dari tujuh faktor terdapat enam faktor yang berpengaruh positif terhadap hasil produksi telur ayam ras yaitu pakan, tenaga kerja, sekam, vaksin, obat-obatan, dan desinfektan sedangkan untuk DOC berpengaruh negatif terhadap hasil produksi telur ayam ras. Dari analisis cobb-douglass diperoleh bahwa elastisitas produksi bernilai negatif, artinya proses produksi tidak dapat ditingkatkan dengan menambahkan jumlah input, karena penambahan input akan mengurangi jumlah total produksi. Untuk hasil dari analisis pendapatan diperoleh bahwa peternakan Yuki Farm telah efisien dan menguntungkan. Hal itu dijelaskan dari nilai R/C-rasio yang diperoleh lebih besar dari satu.

Kata Kunci : Unggas, analisis faktor produksi, analisis pendapatan, Cobb-Douglass, dan R/C-rasio.

ABSTRACT

YULIA CANSERILINA, Factors of production and revenue of laying hens’ farm in Yuki Farm in Harau, Limapuluh Kota Regency. Supervised by ANNA FARIYANTI

Indonesia’s agricultural economic growt is powerd by the poultry industry. One of those poultry industry is Yuki Farm in Kabupaten Limapuluh Kota, West Sumatera. There are several critical factors that must be considered in the laying hens farming. There fore this research was conducted to analyze affecting the

amount off egg production and to analyze its effect on farmer’s income in Yuki


(6)

v

conducted by Cobb-Douglass production function and revenue analysis was conducted using R / C-rasio. Based on these analyses, have seven factors of production in laying hens’ farms are DOC, feed, chaff, labor, vaccines, medicines, and disinfectants. Of the seven factors in egg production there are six factors have good influence for the egg production. There factor are feed, chaff, labor, vaccines, medicines, and disinfectants. In the other, DOC have bad influence for the egg production. Base on Cobb-douglass analysis, the value elasticity of product is negative. Its mean the production process can’t increase with added input value because the added input will decrease total value production. Base on income analysis, the Yuki Farm has an efficient and good profit, because the R/C-rasio more than one.

Keywords: Poultry, analysis of production factor, revenue analysis, Cobb-Douglass, dan R/C- rasio.


(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN

PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR YUKI

FARM

DI HARAU KABUPATEN LIMAPULUH KOTA

YULIA CANSERILINA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(8)

(9)

Judul Skripsi : Faktor-Faktor Prod u . セ@ an Pendapatan Petemakan Ayam Ras Petelur Yuki Farm di Harau Kabupaten Limapuluh Kota

Nama Yulia Canserilina

NRP : H34104096

Disetujui oleh

Dr. Ir. Anna Fari yanti, M.Si Pembimbing

...

Diketahui oleh

MS


(10)

Judul Skripsi : Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Peternakan Ayam Ras Petelur Yuki Farm di Harau Kabupaten Limapuluh Kota

Nama : Yulia Canserilina

NRP : H34104096

Disetujui oleh

Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen


(11)

v

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 ini yaitu Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Peternakan Ayam Ras Petelur Yuki Farm di Harau Kabupaten Limapuluh Kota.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si selaku pembimbing, Ir. Harmini, MS selaku dosen evaluator kolokium yang telah banyak memberi saran, Dr. Amzul Rifin, SP, MA selaku dosen penguji utama, dan Yanti Nuraeni Muflikh, SP, MAgribuss selaku dosen penguji komisi pendidikan. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada kedua orang tua (Masri dan Mahdalini) dan saudara (Diko Sri Handratmo dan Kurnia Sri Febrilina) atas perhatian, dukungan moril dan materil serta do’a yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Yonfitri, Ibu Teri Sina, Kak Fitri, dan seluruh pekerja di peternakan Yuki Farm yang telah bersedia untuk memberikan informasi dan gambaran mengenai kegiatan peternakan ayam ras petelur. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ramdhanu Priatsah selaku pembahas pada seminar hasil dan kepada Nil Fadli, Ashabul Yamin, Delki Abadi, Dian Susanty, Fitriani, Sherly Marcelina, Made Gayatri, serta seluruh sahabat-sahabat lainnya atas sharing pengetahuan dan motivasi yang diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013 Yulia Canserilina


(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 7

TINJAUAN PUSTAKA 7

Pengaruh Faktor Produksi Terhadap Produksi Peternakan 7

DOC (Day Old Chick) 8

Pakan dan Tenaga Kerja 8

Obat-obatan, Vaksin, dan Desinfektan 9

Analisis Pendapatan Usahatani Ayam Ras Petelur 10

Analisis Faktor-Faktor Produksi Ayam Ras Petelur 12

Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu 12

KERANGKA PEMIKIRAN 13

Kerangka Pemikiran Teoritis 13

Faktor Produksi 14

Fungsi Produksi 14

Pendapatan Usahatani 18

Kerangka Pemikiran Operasional 20

METODE PENELITIAN 20

Jenis dan Sumber Data 21

Metode Analisis Data 21

Analisis Fungsi Produksi 21

Identifikasi Variabel Bebas dan Terikat 22

Analisis Regresi 22

Pengujian Hipotesis 23


(13)

i

Biaya Usahatani 25

Biaya Tetap, Biaya Variabel, dan Total Biaya 25

Biaya Tunai dan Biaya Diperhitungkan 25

Pendapatan Usahatani 25

GAMBARAN UMUM PETERNAKAN YUKI FARM 27

Keadaan Umum Usaha 27

Manajemen dan Tatalaksana Usaha Budidaya Ayam Ras Petelur 28

Sumber Daya Yuki Farm 29

Teknis Budidaya Ayam Ras Petelur di Yuki Farm 32

Persiapan Kandang 32

Pemeliharaan DOC 32

Pemeliharaan Layer 33

Produk Afkir 33

ANALISIS FAKTOR PRODUKSI AYAM RAS PETELUR 34

Analisis Fungsi Produksi 34

Analisis Regresi Linier Berganda 35

Analisis Regresi Komponen Utama 37

Analisis Parsial Koefisien Regresi 40

Analisis Elastisitas Produksi Telur Ayam Ras 46

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 47

Penerimaan Usahatani Peternakan Ayam Ras Petelur 47

Biaya Peternakan Yuki Farm 47

Analisis Pendapatan Peternakan Yuki Farm 50

KESIMPULAN DAN SARAN 52

Kesimpulan 52

Saran 52

DAFTAR PUSTAKA 54


(14)

DAFTAR TABEL

1 Populasi unggas di Indonesia tahun 2006-2010 2

2 Populasi ayam ras petelur terbesar di Indonesia tahun 2006-2010 2 3 Konsumsi telur unggas di Sumatera Barat tahun 2006-2010 2 4 Produksi telur unggas di Sumatera Barat tahun 2006-2010 3 5 Populasi ayam ras petelur di Sumatera Barat tahun 2006-2010 3 6 Perhitungan analisis pendapatan dan R/C rasio peternakan ayam ras

petelur 27

7 Persentase rata-rata produksi telur ayam ras berdasarkan umur

produksi ayam 33

8 Harga ayam afkir 34

9 Penggunaan faktor produksi per periode produksi di peternakan Yuki

Farm pada satu siklus produksi 34

10 Uji signifikansi model produksi telur ayam ras di Yuki Farm pada

satu siklus produksi 35

11 Hasil parameter penduga fungsi produksi peternakan Yuki Farm

pada satu siklus produksi 36

12 Hasil uji parsial untuk koefisien faktor produksi peternakan ayam ras

petelur di Yuki Farm 36

13 Hasil dari variabel X yang dibakukan 37

14 Hasil uji PCA untuk nilai akar ciri dan proporsi keragamannya 37 15 Hasil signifikansi untuk populasi dan pakan setelah dilakukan PCA 38 16 Hasil analisis regresi untuk populasi dan pakan setelah dilakukan

PCA 38

17 Vektor ciri pada variabel Zi 39

18 Nilai rata-rata, standar deviasi, dan Zi untuk variabel Xi 40 19 Nilai ragam dan t-hitung pada masing-masing variabel 41 20 Hasil pendugaan persamaan fungsi produksi dan elastisitas produksi 41 21 Penerimaan peternakan ayam ras petelur pada satu siklus produksi 47 22 Biaya tetap pada satu siklus produksi di Yuki Farm 48 23 Biaya usahatani pada satu siklus produksi di peternakan Yuki Farm 49 24 Pendapatan usahatani pada satu siklus produksi di peternakan Yuki


(15)

i

DAFTAR GAMBAR

1 Persentase produksi peternakan Indonesia tahun 2006-2010 1 2 Persentase pertumbuhan populasi dan produksi ayam ras petelur di

Kabupaten Limapuluh Kota tahun 2006-2010 4

3 Harga rata-rata penjualan telur ayam ras di Yuki Farm dalam satu

siklus produksi 6

4 Elastisitas produksi dan daerah-daerah produksi 15

5 Kurva keuntungan usahatani 19

6 Kerangka pemikiran operasional 20

7 Bangunan kantor 29

8 Bangunan kandang 29

9 Mess pekerja 30

10 Gudang pakan dan output 30

11 Pengadukan/ peracikan pakan 31

12 Kendaraan operasional 31

DAFTAR LAMPIRAN

1 Penjulan telur ayam ras, harga telur, dan pendapatan Yuki Farm

pada Agustus 2010–Juni 2012 56

2 Penggunaan faktor-faktor produksi peternakan ayam ras petelur di

Yuki Farm pada satu siklus produksi 57

3 Nilai skor komponen utama 59

4 Siklus pemeliharaan ayam ras petelur di peternakan Yuki Farm 61 5 Produksi peternakan Indonesia tahun 2007-2011 62 6 Populasi dan produksi ayam ras petelur di Kabupaten Limapuluh

Kota tahun 2006-2010 62

7 Nilai elastisitas produksi peternakan Yuki Farm pada satu siklus

produksi 62

8 Hasil analisis regresi fungsi produksi peternakan Yuki Farm dengan

metoda OLS 63

9 Uji normalitas dan homoskesdatisitas fungsi produksi peternakan

ayam ras petelur Yuki Farm 64

10 Uji PCA fungsi produksi peternakan ayam ras petelur Yuki Farm 64 11 Hasil analisis regresi hasil produksi telur ayam ras dengan variabel

independen SK1 dan SK2 di Yuki Farm 65

12 Uji normalitas dan homoskesdatisitas hasil produksi telur ayam ras dengan variabel independen SK1 dan SK2 di Yuki Farm 65


(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertanian di Indonesia memberikan peran yang cukup besar dalam perekonomian secara keseluruhan. Pertanian Indonesia secara umum mencakup sektor perikanan, peternakan, kehutanan, dan tanaman. Salah satu aspek penting dalam pembangunan ekonomi pertanian berada pada sub sektor peternakan.

Komoditas usaha peternakan yang banyak dikembangkan oleh masyarakat adalah sapi potong, kerbau, kambing, dan unggas. Produksi terbesar dalam perkembangan usaha pada sub sektor peternakan adalah industri perunggasan. Hal itu terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Persentase Produksi Peternakan Indonesia Tahun 2006-2010 (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2011) Gambar 1 menunjukkan bahwa persentase produksi ternak di Indonesia pada tahun 2006-2010 yang paling banyak dihasilkan adalah hasil produksi pada sub sektor perunggasan. Jenis unggas yang umum dipelihara sebagai kegiatan ekonomi yaitu ayam ras petelur, ayam ras pedaging, ayam buras, itik, dan puyuh.

Untuk populasi unggas di Indonesia pada tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 menjelaskan bahwa populasi peternakan unggas rata-rata tertinggi adalah populasi ayam ras pedaging, sedangkan untuk ayam ras petelur berada pada posisi ketiga. Meskipun ayam ras petelur berada pada urutan ketiga, namun ayam ras petelur memberikan kontribusi yang baik bagi perekonomian Indonesia. Selain itu, telur ayam ras dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat Indonesia dengan harga yang relatif lebih murah jika dibandingkan dengan harga unggas yang lain. Eddy Wahyudin selaku Sekretaris Jendral Pinsar Unggas Nasional menegaskan bahwa peternakan layer menyediakan sumber protein yang murah dan mudah diolah masyarakat1. Oleh karena itu, industri peternakan ayam ras petelur harus lebih dikembangkan lagi.

1

Yopi. November 2011. Tantangan Baru. Trobos : 26 10%

1% 2% 2%

42% 43%

Daging Sapi potong Daging Kerbau Daging Kambing Daging Domba Daging Unggas Telur Unggas


(17)

2

Tabel 1 Populasi Unggas di Indonesia Tahun 2006-2010

Jenis Unggas (.000 ekor)

2006 2007 2008 2009 2010 Populasi

Rata-rata (%) Rata-rata Ayam

Buras 291.085 272.251 243.423 249.963 257.544 262.853,20 19,67 Ayam Ras

Pedaging 797.527 891.659 902.052 1.026.378 986.871 920.897,40 68,90 Ayam Ras

Petelur 100.201 111.488 107.955 111.417 105.210 107.254,20 8,02 Itik 32.480 35.866 39.839 40.679 44.301 38.633,00 2,89

Puyuh - 6.640 6.683 7.618 7.053 6.998,50 0,52

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, 2011 (diolah)

Provinsi penghasil telur terbesar di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 menjelaskan bahwa provinsi Jawa Timur merupakan provinsi yang mempunyai populasi telur terbesar di Indonesia, selanjutnya Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara, dan pada urutan kelima ada Sumatera Barat.

Tabel 2 Populasi Ayam Ras Petelur Terbesar Di Indonesia Tahun 2006-2010 Provinsi

(.000 ekor) 2006 2007 2008 2009 2010

Populasi Rata-rata

(%) Rata-rata Jawa Timur 30.364 34.926 31.472 33.046 21.959 30.353,4 42,23 Jawa Tengah 13.160 14.920 15.569 16.519 17.712 15.576,0 21,67 Jawa Barat 10.351 11.462 10.303 10.403 11.252 10.754,2 14,96 Sumatera Utara 8.080 9.777 7.698 7.702 8.350 8.321,4 11,58 Sumatera Barat 6.177 6.460 6.684 7.203 7.801 6.865,0 9,55 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, 2011 (diolah)

Berdasarkan data tersebut dijelaskan bahwa penghasil telur terbesar di Pulau Sumatera adalah Provinsi Sumatera Utara dan Sumetera Barat. Kedua provinsi ini adalah provinsi yang memenuhi permintaan telur untuk Pulau Sumatera. Untuk dapat memenuhi permintaan itu maka dilakukan perencanaan produksi. Sumatera Barat merupakan provinsi yang memiliki populasi yang masih sedikit dibandingkan Sumatera Utara. Walaupun demikian, perkembangan industri perunggasan ayam ras petelur berkembang pesat di provinsi ini. Perkembangan industri ayam ras petelur di Provinsi Sumatera Barat diiringi dengan meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap telur ayam ras. Hal ini ditunjukkan oleh Tabel 3.

Tabel 3 Konsumsi Telur Unggas Di Sumatera Barat Tahun 2006-2010

Jenis Unggas

(.000 Ton) 2006 2007 2008 2009 2010

Konsumsi

Rata-rata (%) Rata-rata Telur Ayam Buras 2.321 2.058 2.107 2.668 2.345 2.299,80 6,52 Telur Ayam Ras 25.776 25.602 25.500 29.421 34.128 28.085,40 79,65 Telur Itik 4.764 4.549 4.782 5.014 5.274 4.876,60 13,83 Sumber : Dinas Peternakan Sumatera Barat, 2011 (diolah)


(18)

Tabel 3 menjelaskan bahwa konsumsi masyarakat Sumatera Barat untuk telur ayam ras paling banyak dibandingkan dengan telur ayam buras dan telur itik. Selain itu, konsumsi telur ayam ras di Sumatera Barat cenderung meningkat dari tahun 2006-2010. Peningkatan konsumsi disertai dengan meningkatnya jumlah produksi telur. Peningkatan jumlah produksi itu terlihat pada Tabel 4 yang menjelaskan produksi telur unggas di Sumatera Barat pada tahun 2006-2010.

Tabel 4 Produksi Telur Unggas Di Sumatera Barat Tahun 2006-2010

Jenis Unggas

(.000 Ton) 2006 2007 2008 2009 2010

Produksi Rata-rata

(%) Rata-rata Telur Ayam Buras 3.262 5.21 2.963 3.751 3.197 3.293,25 5,24 Telur Ayam Ras 49.315 85.29 51.533 55.537 57.842 53.556,75 85,28 Telur Itik 5.768 9.50 5.791 6.072 6.186 5.954,25 9,48 Sumber : Dinas Peternakan Sumatera Barat, 2011 (diolah)

Berdasarkan Tabel 4 dan Tabel 5 dapat disimpulkan bahwa jumlah konsumsi telur ayam ras di Sumatera Barat masih dapat dipenuhi oleh jumlah produksi telur di daerah tersebut. Walaupun demikian, Sumatera Barat juga harus memenuhi permintaan dari provinsi lain yaitu, Riau, Jambi, dan Bengkulu. Oleh karena itu, peluang usaha untuk ayam ras petelur di Sumatera Barat cukup menjanjikan karena permintaan masyarakat terhadap telur ayam ras akan terus meningkat.

Salah satu daerah penghasil telur ayam ras yang cukup besar di Sumatera Barat adalah Kabupaten Limapuluh Kota. Daerah penghasil telur terbesar di jelaskan oleh Tabel 5.

Tabel 5 Populasi Ayam Ras Petelur di Sumatera Barat Tahun 2006-2010

Kabupaten / Kota

(juta Ekor) 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata

(%) Rata-rata Kab. Lima Puluh

Kota 27,651 30,331 31,294 36,503 36,983 32,552 68.67 Padang 4,160 3,954 4,332 3,476 3,514 3,887 8.20 Payakumbuh 3,167 3,668 3,930 3,723 3,752 3,848 8.12 Kab. Tanah Datar 3,064 4,688 4,718 4,743 5,127 4,468 9.43 Kab. Padang

Pariaman 1,563 2,740 3,026 2,898 3,010 2,647 5.58 Sumber : Dinas Peternakan Sumatera Barat, 2011 (diolah)

Tabel 5 menjelaskan bahwa Kabupaten Limapuluh Kota merupakan daerah penghasil telur terbesar di provinsi Sumatera Barat. Jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain, Rata-rata produksi telur ayam yang dihasilkan Kabupaten Limapuluh Kota sebanyak 68,67 persen setiap tahun, sedangkan 31,33 persen lagi dihasilkan oleh daerah lain di Sumatera Barat. Perkembangan populasi ayam ras petelur di Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2006-2010 selalu mengalami peningkatan. Peningkatan populasi ini memiliki hubungan positif dengan jumlah produksi yang dihasilkan. Persentase pertumbuhan populasi dan produksi ayam ras petelur di Kabupaten Limapuluh Kota digambarkan oleh Gambar 2.


(19)

4

Gambar 2 Persentase Pertumbuhan Populasi dan Produksi Ayam Ras Petelur di Kabupaten Limapuluh Kota Tahun 2006-2010 (Dinas Peternakan Kabupaten Limapuluh Kota, 2011)

Gambar 2 menunjukkan bahwa hasil pertumbuhan populasi dan produksi ayam petelur mengalami peningkatan dari tahun 2006-2010 ke tahun. Peningkatan populasi untuk ayam ras petelur pada tahun 2006-2010 sebesar 21,20 persen sedangkan untuk peningkatan produksi dari tahun 2006-2010 adalah 32,23 persen. Keadaan tersebut menggambarkan bahwa produksi telur ayam ras semakin banyak dibudidayakan oleh peternakan ayam di Kabupaten Limapuluh Kota.

Dalam membudidayakan ayam ras petelur ada beberapa faktor produksi yang harus diperhatikan. Penentuan faktor produksi tersebut tergantung pada hasil yang diinginkan oleh peternak. Salah satu faktor produksi yang paling penting pada peternakan ayam ras petelur adalah Day Old Chick (DOC) dan pakan ternak. Pemilihan DOC yang baik akan memberikan hasil produksi yang optimal dan pemberian pakan pada ayam ras petelur juga akan mempengaruhi hasil produksi dari ayam tersebut. Namun peternakan di Indonesia masih dihadapkan oleh harga DOC dan pakan yang tinggi, sehingga pada akhirnya peternak sangat sulit untuk memperoleh DOC dan pakan yang baik. Tingginya harga DOC dan pakan sebagai

input utama dalam menghasilkan telur ayam ras akan berpengaruh dalam pemilihan DOC dan pakan yang akan dipilih peternak untuk diusahakannya. Sehingga secara tidak langsung tingginya harga faktor produksi utama akan mempengaruhi jumlah produksi yang optimal. Kondisi ini penting untuk diperhatikan, karena peternakan ayam ras petelur merupakan salah satu komoditas peternakan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat produksi ayam ras petelur yang akan berdampak pada besarnya pendapatan yang diterima peternak. Berdasarkan hal tersebut, maka analisis mengenai faktor-faktor produksi dan pendapatan peternak ayam ras petelur menjadi objek yang menarik untuk dikaji.

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00

2006 2007 2008 2009 2010

P

e

rt

um

buh

a

n

(%

)

Tahun

Populasi (%) Produksi (%)


(20)

Perumusan Masalah

Yuki Farm merupakan salah satu usaha peternakan ayam ras petelur yang menjalankan usahanya di Kabupaten Limapuluh Kota. Usaha peternakan ayam ras petelur ini telah dirintis sejak tahun 1999 yang berlokasi di Balai Rupih, Simalanggang, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Limapuluh Kota. Pada tahun 2000 usaha peternakan dikembangkan pada lokasi ke-2 di Jorong Boncah, Batu Balang Kecamatan Harau dan tahun 2004 usaha kembali dikembangkan di lokasi ke-3 di Solok Bio Bio, Kecamatan Harau, Kabupaten Limapuluh Kota. Peternakan

ayam Yuki Farm berkembang pesat dengan total populasi ayam pada tiga lokasi usaha berjumlah 177.175 ekor.

Peternakan ini memasok telur ayam ras untuk daerah Riau, Bandung dan Sumatera Barat. Rata-rata produksi telur ayam ras yang dihasilkan sebanyak 84.800 butir per hari atau 593.000 butir per minggu. Usaha peternakan ayam ras petelur Yuki Farm dihadapkan pada masalah aktivitas produksi. Dalam penggunaan faktor produksi seperti pakan, permintaan, tenaga kerja, dan OVD perlu diperhatikan pada saat proses produksi agar tidak terjadi penggunaan yang berlebihan dan dapat merugikan peternak sehingga menyebabkan tingkat produksi tidak optimal. Selain itu, penggunaan yang berlebihan dari input-input produksi dapat merugikan dari sisi finansial dan dapat juga memberikan hasil produksi yang tidak optimal.

Peternakan Yuki Farm tidak hanya dihadapkan pada masalah penggunaan faktor-faktor produksi. Faktor lain yang dihadapi oleh peternakan ini adalah permintaan terhadap telur ayam ras yang mengalami fluktuasi setiap bulan. Hal ini terlihat dari jumlah penjualan telur ayam ras di Yuki Farm yang berluktuasi. Penjualan telur ayam yang fluktuatif mengakibatkan harga telur ayam ras ikut mengalami fluktuasi, hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Fluktuasi penjualan dan harga telur ayam ras juga berpengaruh kepada pendapatan peternakan Yuki Farm (Lampiran 1). Selain itu, keadaan itu menuntut peternak untuk selalu meningkatkan efisiensi produksi agar tetap bertahan di pasar. Kondisi harga yang fluktuatif tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah bahan baku pakan, permintaan musiman (lebaran dan hari-hari besar tertentu), harga DOC, dan faktor-faktor lainnya. Mahalnya harga input produksi, terutama untuk Day Old Chicken (DOC) dan pakan berpengaruh terhadap harga telur yang berlaku pada saat itu.

Kondisi naik turunnya harga telur yang terjadi di Yuki Farm tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah produksi telur pada Yuki Farm itu saja, namun perubahan harga tersebut juga dipengaruhi oleh peternakan ayam ras petelur di Kabupaten Limapuluh Kota dan harga telur untuk daerah sekitar Kabupaten Limapuluh Kota. Daerah-daerah yang cukup berpengaruh terhadap fluktuasi harga telur diantaranya adalah Kota Payakumbuh, Kabupaten Tanah Datar, Kota Bukittinggi dan Kota Pekanbaru. Meningkatnya jumlah permintaan di daerah Kota Bukittinggi dan Pekanbaru, serta kurangnya hasil produksi telur di Kota Payakumbuh dan Kabupaten Tanah Datar membuat harga telur menjadi tinggi. Hal ini dikarena hasil produksi telur dari Yuki Farm dijual untuk daerah Bukittinggi dan Pekanbaru, begitu juga untuk hasil produksi dari Kota Payakumbuh dan Kabupaten Tanah Datar.


(21)

6

Gambar 3 Harga Rata-rata Penjualan Telur Ayam Ras di Yuki Farm dalam Satu Siklus Produksi (Yuki Farm, 2012)

Adanya fluktuasi harga ini dapat mempengaruhi kondisi pendapatan peternak ayam ras petelur, karena pada saat melakukan kegiatan produksi peternak membutuhkan biaya yang cukup besar. Oleh karena itu, untuk melihat dampak dari fluktuasi harga diperlukan suatu analisis terhadap pendapatan peternak dari usaha yang dilakukan. Analisis tersebut bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan peternakan ayam ras petelur memberikan keuntungan untuk peternakan Yuki Farm di Kabupaten Limapuluh Kota.

Mengacu pada uraian diatas, selain perlunya analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi telur ayam ras di Peternakan Yuki Farm, analisis pendapatan juga perlu dilakukan. Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini antara lain:

1 Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi telur ayam ras pada peternakan Yuki Farm, Kabupaten Limapuluh Kota?

2 Apakah peternakan ayam ras petelur di Yuki Farm, Kabupaten Limapuluh Kota menguntungkan?

Tujuan Penelitian

Setelah menyampaikan latar belakang yang mendasari perumusan masalah pada penelitian ini, maka tujuan dari penelitian adalah:

1 Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi telur ayam ras di Yuki Farm, Kecamatan Limapuluh Kota.

2 Menganalisis keuntungan peternakan ayam ras petelur di Yuki Farm, Kecamatan Limapuluh Kota.

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

H

a

rg

a

R

a

ta

-ra

ta

(

R

p)

Waktu Penjualan


(22)

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas tentang komoditas ayam ras petelur yang dibudidayakan oleh Yuki Farm. Penelitian ini menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi usaha peternakan ayam ras petelur dalam satu kali siklus produksi periode Agustus 2010 sampai Juni 2012 dan menganalisis pendapatan di peternakan Yuki Farm. Alat analisis yang digunakan pada analisis faktor-faktor produksi adalah analisis Cobb-Douglass, sedangkan analisis pendapatan dilakukan dengan menghitung R/C-rasio.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Faktor Produksi Terhadap Produksi Peternakan

Tingkat produksi suatu barang tergantung pada faktor produksi yang digunakan. Faktor produksi yang terlibat dalam produksi biasanya adalah jumlah modal, jumlah tenaga kerja, jumlah kekayaan alam, dan tingkat teknologi yang digunakan. Dengan demikian, jumlah produksi yang berbeda-beda juga akan memerlukan berbagai faktor produksi yang berbeda. Selain itu, untuk suatu tingkat produksi tertentu dapat juga digunakan gabungan faktor produksi yang berbeda. Proses itu dilakukan dengan membandingkan berbagai faktor produksi hingga diperoleh faktor produksi yang paling ekonomis untuk menghasilkan sejumlah barang tertentu (Sukirno, 2004).

Penentuan faktor produksi tergantung pada komoditas yang diproduksi. Dalam industri peternakan faktor produksi merupakan hal penting untuk menghasilkan produk akhir. Pada industri ayam ras pedaging, faktor produksi yang mempengaruhi hasil produksi adalah DOC (Day Old Chick), pakan, kandang, modal, tenaga kerja dan jumlah penelitian. Namun dalam melakukan optimalisasi produksi, terkadang tidak semua faktor produksi itu menjadi kendala utama dalam kegiatan produksi. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Istiamuji (2011) yang menganalisis peternakan puyuh menjelaskan bahwa produksi peternakan puyuh dipengaruhi oleh faktor bibit, pakan, vaksin, obat-obatan, kandang, tenaga kerja, dan modal. Pada penelitian tersebut peneliti menganalisis jenis puyuh dengan karakteristik yang berbeda. Perbedaan karakteristik dari output yang ingin diperoleh membuat pengaruh faktor produksi menjadi semakin penting untuk diperhatikan.

Berbeda dengan Istiamuji (2011) yang mengkaji tentang usaha peternakan puyuh, dalam peternakan ayam ras pedaging faktor-faktor produksi yang mempengaruhi hasil produksi yaitu bibit DOC, pakan, vaksin dan obat-obatan, kandang (lahan), tenaga kerja, serta sekam dan kapur (Latifah, 2011 ; Siregar, 2008 ; Ermayati, 2006 dan Murni, 2006). Berikut akan dijelaskan berapa besar faktor-faktor produksi tersebut mempengaruhi hasil produksi pada peternakan unggas, khususnya ayam ras.


(23)

8

DOC (Day Old Chick)

Bibit atau DOC merupakan faktor penting dalam kegiatan produksi karena menjamin kelangsungan usaha peternakan ayam ras pedaging (Ritonga, 2008 ; Ermayati, 2006 ; Murni, 2006 dan Ginting, 2003). Menurut Ginting (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa rata-rata biaya DOC yang dikeluarkan oleh sektor budidaya (onfarm) ayam pedaging adalah 26,98 persen. Biaya DOC merupakan biaya terbesar kedua setelah pakan.

Kontinuitas bibit sangat mempengaruhi kelangsungan produksi ternak yang akan dilakukan agar hasil produksi ternak tetap terjaga (Ritonga,2008 ; Siregar,2008 ; Ermayati,2006 ; Murni,2006 dan Ginting,2003). Fadilah (2004) menyatakan bahwa Day Old Chick (DOC) yang berkualitas baik antara lain mempunyai ciri kakinya besar dan basah seperti berminyak, terlihat aktif dan beratnya tidak kurang dari 37 gram. Suprijatna dan Kartasudjana (2005), menambahkan bahwa kualitas DOC yang dipelihara harus yang terbaik, karena performance yang jelek bukan saja dipengaruhi oleh faktor pemeliharaan tetapi juga oleh kualitas DOC pada saat diterima.

Pemilihan DOC yang baik dalam pemeliharaan ayam ras pedaging juga dilakukan pada peternakan ayam ras petelur. Menurut Rasyaf (2003) DOC yang baik akan memberikan produksi yang maksimal. Astuti (2009) menyatakan bahwa ciri-ciri DOC yang baik adalah:

1 Anak ayam terlihat aktif, lincah, mata terbuka lebar, dan bebas penyakit. 2 Kaki besar dan basah seperti berminyak.

3 Bulu cerah dan memenuhi seluruh permukaan tubuh (tidak rontok dan kusam).

4 Dubur terlihat bersih.

5 Nafsu makan dan minum terlihat normal. Pakan dan Tenaga Kerja

Faktor lain yang juga harus diperhatikan adalah pakan dan tenaga kerja karena biasanya kebutuhan pakan untuk peternakan ayam ras pedaging mencapai 60-70 persen dari total biaya produksi. Menurut Ginting (2003) pengelolaan pakan sangat penting dilakukan karena secara statistik pakan merupakan faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi ayam ras pedaging. Biaya yang dikeluarkan oleh peternak setiap periode produksinya adalah 63,97 persen. Pengelolaan yang dilakukan meliputi jenis pakan, kualitas pakan dan konsentrasi pakan yang diberikan pada ayam ras pedaging.

Menurut Rasyaf (2003), pakan ayam ras pedaging di Indonesia dibagi menjadi dua jenis sesuai dengan masa pemeliharaannya. Pakan ayam ras pedaging masa awal (pakan starter) mempunyai kandungan nutrisi yang cukup tinggi yaitu untuk protein sebesar 23 persen dan sumber energi lebih rendah dari pakan finisher yaitu sebesar 300 kkal/kg. Pakan ini diberikan untuk ayam umur satu hari sampai empat minggu. Kemudian untuk pakan ayam ras pedaging untuk masa akhir (pakan finisher) merupakan pakan lanjutan dari pakan starter setelah berumur empat minggu sampai siap panen. Dengan kandungan nutrisi yaitu protein lebih rendah 19 persen dan sumber energi lebih tinggi sebesar 3200 kkal/kg. Berbeda dengan pakan ayam ras pedaging, pakan untuk ayam ras petelur dibagi menjadi 3 jenis yaitu pakan starter, grower, dan pakan layer. Menurut Astuti (2009) pemberian pakan ayam dibagi 3 jenis:


(24)

1 Pakan ayam anakan (starter). Pemberian pakan pada starter ini dilakukan menjadi 4 bagian. Minggu pertama (umur 1-7 hari) ayam diberi pakan sebanyak 17 gram/ekor/hari. Minggu kedua (umur 8-14 hari) dengan pakan 43 gram/ekor/hari, minggu ketiga (umur 15-21 hari) diberikan pakan 66 gram/ekor/hari, dan minggu keempat (diatas 21 hari) diberikan pakan sebanyak 100 gram/ekor/hari.

2 Pakan periode grower. Pemberian jumlah pakan pada masa ini dinaikan 5 persen setiap minggunya dari 60 gram/ekor/hari pada minggu ke-10 hingga minggu ke-16. Pemberian pakan dilakukan 2-3 kali sehari.

3 Pakan ayam layer. Pada periode ini, pemberian pakan kepada ayam akan berpengaruh terhadap tingkat produktivitasnya. Penambahan jumlah pakan disesuaikan dengan penambahan produksi telur hingga produksi puncak. Pada umumnya puncak produksi dimulai dari 8-10 minggu setelah ayam mulai bertelur (umur 34-36 minggu). Maka pada saat itu perlu dilakukan penambahan pakan sebanyak 5-10 persen per minggu. Setelah mencapai puncak, maka akan dilakukan penurunan bobot pakan sebesar 1gram/ekor/minggu. Pengurangan ini dilakukan hingga mencapai 10-13 persen dari pemberian pakan data produksi puncak.

Untuk pemilihan penggunaan tenaga kerja juga merupakan hal penting dalam mengalokasikan sumber dana. Penggunaan tenaga kerja akan bernilai positif apabila dapat memberikan manfaat yang optimal dalam proses produksi. Sistem kerja di peternakan ayam dibedakan menjadi sistem kerja rotasi dan sistem kerja per kelompok atau per kandang. Pada dasarnya tenaga kerja dibagi menjadi tenaga kerja langsung dan tenaga kerja tidak langsung. Untuk tenaga kerja langsung biasanya adalah pekerja yang terlibat langsung dengan kegiatan produksi. Biasanya tenaga kerja tidak langsung termasuk kedalam biaya tetap dan tenaga kerja langsung digolongkan dalam biaya variabel. Menurut Ritonga (2008) penggunaan tenaga kerja langsung disebut juga dengan tenaga kerja harian. Obat-obatan, Vaksin, dan Desinfektan

Obat-obatan, vaksin, dan desinfektan (VOD) merupakan faktor penting dalam usaha peternakan ayam ras petelur maupun pedaging. Pada umumnya pemberian OVD sering dilakukan melalui air minum, suntikan, dan semprotan. Pada peternakan ayam ras pedaging, program pemberian OVD berbeda-beda sesuai dengan umur ayam dan kebutuhannya. Menurut Ermayati (2006), koefisien penggunaan OVD diperoleh dari penggunaan OVD dibagi dengan jumlah output ayam ras pedaging. Dengan demikian, maka persentase biaya yang dikeluarkan untuk OVD adalah sebesar 2,55 persen (Murni, 2006). Penggunaan OVD pada ayam ras pedaging juga diterapkan dalam peternakan ayam ras petelur. Pemberian OVD pada ayam ras petelur juga dilakukan melalui pakan, minuman, dan suntikan. OVD yang akan diberikan juga berbeda-beda sesuai dengan umur ayam dan kebutuhan ayam tersebut.

Faktor produksi lain yang sangat mempengaruhi hasil produksi peternakan ayam ras adalah lokasi kandang (Ritonga, 2008). Pemilihan lokasi kandang sebagai faktor produksi utama yang mempengaruhi usaha peternakan ayam ras pedaging pada Kelompok Bina Usahatani Muslim (KBTM) dikarenakan usaha ini berjalan ditiga lokasi. Dari analisis yang dilakukan Ritonga (2008) maka dapat disimpulkan bahwa pemilihan lokasi kandang harus diperhatikan.


(25)

10

Menurut Astuti (2009) jenis kandang berdasarkan pemeliharaannya dibagi menjadi empat, yaitu kandang anak ayam (starter), kandang remaja (grower), kandang pullet (developer), kandang ayam produksi (layer). Kandang anak ayam digunakan untuk memelihara ayam berumur 0-5 minggu. Kandang remaja digunakan untuk memelihara ayam berumur 5-10 minggu. Setelah 10 minggu maka ayam dipindah ke kandang pullet hingga berumur 16 minggu. Setelah ayam berumur 16 minggu maka dibentuk kandang individu yang berfungsi sebagai kandang ayam produksi.

Analisis Pendapatan Usahatani Ayam Ras Petelur

Analisis pendapatan usahatani banyak digunakan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan usahatani yang dilakukan memberikan manfaat untuk orang yang melakukannya (petani). Sebagian besar analisis usahatani menghitung selisih antara penerimaan (revenue) dan pengeluaran atau biaya (cost) sehingga diperoleh pendapatan (profit). Biaya pengeluaran dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu, biaya tunai serta biaya total sehingga pendapatan yang dihasilkan adalah pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total.

Penelitian terhadap peningkatan pendapatan banyak dilakukan, diantaranya penelitian Sulaiman (2007) tentang analisis pendapatan peternak plasma ayam broiler pada sistem bagi hasil dan sistem kontrak. Penelitian dilakukan di Cipinang Farm Kabupaten Bandung. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis mekanisme kemitraan dan seberapa besar tingkat pendapatan yang diperoleh oleh peternak mitra antara peternak yang melakukan sistem kontrak dan bagi hasil serta melakukan perbedaan skala usaha berdasarkan jumlah populasi ternak. Analisis yang dilakukan dibagi menjadi dua, yaitu analisis deskriptif dan analisis pendapatan. Analisis pendapatan dilihat berdasarkan tiga skala usaha, yaitu usaha ternak skala I 2000-3000 ekor, skala II 5000-7000 ekor, skala III 7000-8000 ekor. Sistem bagi hasil yang disepakati adalah 50 persen untuk peternak dan 50 persen untuk perusahaan. Sistem kontrak yang disepakati adalah 25 persen untuk peternak dan 75 persen untuk perusahaan. Performa sistem bagi hasil lebih baik dilihat dari nilai IP (Indeks Prestasi) yang berimplikasi juga pada pendapatan dan nilai R/C-rasio. Peternak yang mendapatkan bonus adalah peternak yang memiliki IP lebih besar dari 250 pada setiap periode pemeliharaan. Nilai IP yang diperoleh untuk skala I, II, dan III secara perturut-turut adalah 257, 242, dan 246. Selain melihat nilai IP maka dilihat juga nilai R/C-rasio pada masing-masing skala. Untuk skala I R/C-rasio yang diperoleh adalah 1,10. Sedangkan untuk skala II dan III adalah 1,02 dan 1,26. Dari nilai R/C-rasio yang diperoleh maka peternakan dengan skala III memiliki pendapatan terbesar yaitu Rp 982,10/Kg bobot jual. Sedangkan untuk skala I dan II diperoleh pendapatan sebesar Rp 272,47/Kg bobot dan Rp 260,40/Kg bobot.

Analisis pendapatan juga dilakukan oleh Firwiyanto (2008) dengan judul skripsi analisis pendapatan dan tingkat kepuasan peternak terhadap pelaksanaan kemitraan ayam broiler (kasus kemitraan peternak plasma Rudi Jaya PS Sawangan Kota Depok). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pendapatan peternak mitra dan peternak mandiri. Alat analisis yang digunakan pada penelitian berupa analisis deskriptif, analisis pendapatan, dan R/C-rasio.


(26)

Analisis perbedaan tingkat pendapatan dilakukan dengan uji ANOVA. Penelitian ini dilakukan terhadap peternak dengan jumlah ayam sebanyak 5000 ekor. Berdasarkan perhitungan pendapatan, maka peternakan mandiri memperoleh pendapatan terbesar yaitu Rp 12.453.546. Sedangkan pendapatan untuk peternak sistem kontrak dan peternak mitra lebih rendah dibandingkan pendapatan peternak mandiri, yaitu Rp 8.002.453,66 dan Rp 10.646.463.

Setelah diperoleh analisis pendapatan, maka selanjutnya dilakukan analisis R/C-rasio. R/C-rasio terbesar diperoleh oleh peternak sistem kontrak yaitu 1,163, disusul oleh R/C-rasio peternak mandiri sebesar 1,162 dan peternak mitra sistem bagi hasil sebesar 1,118. Dilihat dari pendapatan dan R/C-rasio, usaha peternakan ayam broiler masih menguntungkan pada setiap peternak. Hasil pendapatan bersih usaha ternak tersebut kemudian diuji secara statistik untuk melihat perbedaan dari ketiga sampel yang di uji. Pengujian dilakukan dengan uji Anova dan uji-t. Uji Anova dilakukan untuk membandingkan pendapatan yang diterima dari ketiga sampel. Dari hasil uji Anova diperoleh bahwa F-hitung lebih besar dari F-tabel (33,46 > 3,32) hal ini menunjukkan bahwa pendapatan untuk peternak mandiri, peternak mitra sistem kontrak dan peternak sistem bagi hasil berbeda nyata. Setelah diketahui bahwa pendapatan masing-masing peternak berbeda nyata, maka uji statistik dilanjutkan pada uji-t. Uji-t ini bertujuan untuk membandingkan pendapatan bersih dari ketiga sampel secara perpasangan (Mandiri vs bagi hasil ; mandiri vs kontrak ; bagi hasil vs kontrak). Dari hasil uji-t diperoleh bahwa pendapatan peternak mitra lebih kecil jika dilihat dari sistem bagi hasil maupun sistem kontrak jika dibandingkan dengan peternak mandiri.

Penelitian analisis pendapatan juga dilakukan oleh Lestari (2009) dengan judul penelitian analisis pendapatan dan tingkat kepuasan peternak plasma terhadap pelaksanaan kemitraan ayam broiler. Penelitian ini dilakukan pada PT.X di Yogyakarta. Dari hasil penelitian diperoleh beberapa karakteristik responden, mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki 94 persen, berusia 25-35 tahun 54 persen, menempuh pendidikan SMA 52 persen, jumlah tangunggan keluarga 1-2 orang 42 persen, jumlah ternak yang dipelihara antara 2.000-10.000 ekor 84 persen, pengalaman berternak kurang dari lima tahun 62 persen, status kepemilikan lahan milik sendiri 96 persen, alasan berternak ayam karena sebagai pekerjaan utama 44 persen, alasan bermitra dengan PT.X untuk meningkatkan keuntungan 58 persen, lama bermitra dengan PT.X selama satu tahun 36 persen, sumber informasi langsung tentang PT.X 48 persen, dan manfaat yang diperoleh dengan kemitraan adalah resiko usaha rendah 30 persen. Dari karakteristik yang ada diperoleh R/C rasio untuk peternak yang memproduksi skala besar adalah 1,066, sedangkan peternak yang berproduksi dalam skala sedang memperoleh nilai R/C rasio 1,096. Dari nilai R/C rasio untuk skala besar dan nilai R/C rasio untuk skala sedang diperoleh bahwa nilai R/C rasio untuk skala usaha sedang memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan nilai R/C rasio yang diperoleh pada skala usaha besar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa besarnya skala usaha yang dijalankan tidak menjadi jaminan bahwa usaha itu akan memperoleh keuntungan yang lebih besar jika dibandingkan dengan skala usaha yang lebih kecil.


(27)

12

Analisis Faktor-Faktor Produksi Ayam Ras Petelur

Tingkat produksi yang dihasilkan suatu komoditi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang digunakan. Penelitian tentang faktor-faktor produksi telah banyak dilakukan, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Ardilawanti (2012) dengan judul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Ayam Broiler di Kecamatan Bantimurung Kabupaten Maros. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh pakan ayam, kepadatan kandang, HOK, dan biaya obat-obatan, terhadap produksi ayam broiler di Kecamatan Bantimurung Kabupaten Maros. Estimasi fungsi produksi dilakukan dengan analisis Cobb-Douglass. Data diolah menggunakan program software SPSS. Sebanyak 70 responden dipilih sebagai sampel penelitian yang ditentukan secara acak di antara 140 peternak. Hasil penelitian diperoleh nilai F-hitung sebesar 227,719 lebih besar dari F-tabel yaitu sebesar 2,74 (F-hitung > F-tabel) pada taraf kepercayaan

sebesar α = 0,05 yang berarti bahwa pakan, kepadatan kandang, HOK, dan biaya obat-obatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi ayam broiler di Kecamatan Bantimurung Kabupaten Maros. Adapun besar pengaruh dari faktor-faktor tersebut yaitu sebesar 93,30 persen, sedangkan 6,70 persen dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dapat dijelaskan pada persamaan.

Penelitian yang sama juga dilakukuan oleh Vidiayanti (2004) dengan judul Analisis Pendapatan dan Efisiensi Usaha Ternak Sapi Perah (Studi Kasus Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah (KUNAK) Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor Jawa Barat). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi terhadap produksi susu segar. Pengumpulan data dilakukan terhadap 30 orang peternak responden yang dipilih secara acak dari 180 orang peternak sapi perah yang ada di daerah tersebut. Alat analisis yang digunakan adalah Cobb-Douglass. Dari hasil penelitian diperoleh nilai F-hitung sebesar dari F-tabel pada taraf kepercayaan sebesar α = 0,01 yang berarti bahwa konsentrat, tenaga kerja, hijauan, dan sapi laktasi berpengaruh pada hasil produksi susu. Adapun besar pengaruh dari faktor-faktor tersebut adalah 90,3 persen, sedangkan 9,7 persen dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dapat dijelaskan pada persamaan.

Dalam penelitian tentang faktor-faktor produksi yang dilakukan oleh Ardilawanti (2012) menggunakan analisis Cobb-Douglass dengan menggunakan SPSS, sedangkan Vidiayanti (2004) melakukan analisis Cobb-Douglass dengan mengggunakan Minitab. Dalam penelitiannya, masing-masing peneliti menjelaskan bahwa faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi berpengaruh atau berkorelasi terhadap masing-masing komoditi yang dijelaskan.

Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu

Berdasarkan referensi dari kegiatan penelitian sebelumnya, penulis mencoba untuk menganalisis pendapatan dan faktor-faktor produksi peternakan ayam ras petelur di Yuki Farm. Adapun persamaan mendasar yang penulis lakukan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sulaiman (2007), Firwiyanto (2008), dan Lestari (2009) yaitu sama-sama menganalisis pendapatan pada peternakan ayam. Namun, terdapat perbedaan komoditas yang diteliti. Untuk Sulaiman


(28)

(2007), Firwiyanto (2008), dan Lestari (2009) menganalisis pendapatan untuk ayam broiler sedangkan penulis menganalisis pendapatan telur ayam ras. Walaupun demikian, alat analisis yang digunakan sama yaitu R/C-rasio.

Penelitian tentang faktor-faktor produksi yang dilakukan oleh Ardilawanti (2012) menggunakan analisis Cobb-Douglass dengan menggunakan SPSS, sedangkan Vidiayanti (2004) melakukan analisis Cobb-Douglass dengan mengggunakan Minitab. Walaupun komoditas yang diteliti berbeda dengan penulis, yaitu ayam broiler dan sapi namun alat analisis yang gunakan dalam penelitian tersebut sama dengan alat analisis yang penulis gunakan. Sedangkan untuk mengetahui faktor-faktor produksi pada peternakan ayam ras, penulis merujuk pada penelitian Ritonga (2008), Murni (2006), Ermayanti (2006), Ginting (2003), Siregar (2008), Fadilah (2004), dan Latifah (2011).

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Usahatani

Menurut Soekartawi et al (2011) usahatani merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Sedangkan menurut Rahim dan Hastuti (2008), usahatani merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, pestisida) dengan efektif, efisien dan kontinyu untuk menghasilkan produk yang tinggi sehingga pendapatan usahanya meningkat. Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara tani dalam menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasi penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin. Soekartawi (1990), menambahkan bahwa tujuan dari usahatani antara lain dikategorikan menjadi dua yaitu maximum profit dan minimum profit. Konsep maximum profit adalah bagaimana mengalokasikan sumber daya dengan jumlah tertentu seefesien mungkin. Sedangkan konsep minimum profit adalah bagaimana menekan biaya produksi sekecil-kecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu.

Suratiyah (2006), mengklasifikasikan usahatani menjadi empat bagian yaitu corak dan sifat, organisasi, pola, dan tipe. Usahatani berdasarkan corak dan sifat dibagi menjadi dua yaitu komersial dan subsistence. Usahatani komersial merupakan usahatani yang telah memperhatikan kualitas dan kuantitas produk, sedangkan usahatani subsistence hanya memenuhi kebutuhan sendiri. Menurut organisasinya usahatani dibagi menjadi tiga bagian yaitu usaha individual yang mana seluruh proses dikerjakan oleh petani sendiri beserta keluarganya, usaha kolektif yaitu usahatani yang seluruh proses produksi dikerjakan oleh suatu kelompok, dan usaha kooperatif yaitu usahatani yang setiap prosesnya dikerjakan secara individual namun pada beberapa bagian dikerjakan oleh kelompok.


(29)

14

Usahatani berdasarkan polanya dibagi menjadi tiga yaitu usahatani khusus yang hanya mengusahakan satu cabang usahatani saja, usahatani tidak khusus yang merupakan usahatani dengan mengusahakan beberapa cabang usaha dengan batas yang tegas, dan usahatani campuran yaitu usahatani yang mengusahakan beberapa cabang bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas yang tegas. Usahatani berdasarkan tipe dibagi berdasarkan komunitas yang diusahakan, seperti usahatani ayam, usahatani sapi, usahatani kambing, dan usahatani jagung.

Faktor Produksi

Soekartawi (1990), mengatakan bahwa hasil akhir dari suatu proses produksi adalah produk atau output. Nicholson (1995), mengatakan bahwa produksi merupakan kegiatan dalam menghasilkan output dengan menggunakan kombinasi input produksi dan teknologi terbaik yang dimiliki. Soekartawi et al (2011), menambahkan bahwa input dalam produksi disebut juga sebagai faktor produksi.

Faktor produksi disebut juga sebagai “korbanan produksi”, dimana faktor

produksi disebut juga sebagai input di dalam berproduksi yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk (output). Dalam menghasilkan suatu produk maka diperlukan adanya pengetahuan mengenai hubungan antara faktor input dan output. Hubungan antara input dan output disebut juga factor relationship (Soekartawi, 1990).

Produk atau produksi dalam bidang pertanian dan bidang lainnya dapat memiliki hasil yang bervariasi. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kualitas pada faktor-faktor produksi. Pada umumnya, produk yang memiliki kualitas yang baik dihasilkan oleh proses produksi yang baik dan penggunaan faktor produksi yang baik (Nicholson, 1995). Menurut Sukirno (2004), hubungan antara faktor-faktor produksi (input) dengan tingkat produksi yang dihasilkan (output) disebut dinyatakan dalam suatu fungsi produksi. Adapun komponen input yang digunakan dalam suatu sistem produksi dan operasi untuk menghasilkan output dipengaruhi oleh jumlah kekayaan alam, jumlah tenaga kerja, energi, teknologi, modal, dan informasi. Antar komponen dalam unsur masukan tidak dapat dipisah-pisahkan tetapi secara bersama-sama membentuk suatu sistem dalam pentransformasian untuk mencapai suatu tujuan akhir bersama.

Fungsi Produksi

Nicholson (1995) menyatakan fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Dalam hal ini, variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan yang menjelaskan biasanya berupa input. Soekartawi et al (2011), menambahkan bahwa variabel input di dalam produksi dapat berupa tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim, dan lain-lain yang mempengaruhi besar kecilnya produksi. Namun tidak semua input dapat dipakai dalam analisis, hal tersebut tergantung dari penting tidaknya pengaruh input yang digunakan terhadap produksi. Hubungan kedua variabel ini dapat ditulis dalam bentuk matematika sederhana seperti berikut:

Y = f (X1, X2, X3,……, Xn) atau Y = a + b1X1 + b2X2+…. + bnXn


(30)

Dimana :

Y : Jumlah hasil produksi (output) Xn : Faktor-faktor produksi (input)

f : Bentuk hubungan yang mentransformasikan input ke output. a : intersep (perpotongan)

b : koefisien regresi

Produk rata-rata didefinisikan sebagai produk total persatu-satuan produksi variabel, sedangkan produk marginal didefinisikan sebagai perubahan dari produk total yang disebabkan oleh perubahan satu unit faktor produksi (Lipsey et al, 1986). Soekartawi (1990), menyebutkan bahwa tingkat produktivitas dari suatu produksi yang dilaksanakan memiliki dua tolak ukur yaitu produk marginal (PM) dan produk rata-rata (PR).

Perubahan suatu produksi bisa disebabkan oleh adanya penggunaan faktor produksi dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi. Rahim dan Hastuti (2008), mendefinisikan elastisitas produksi sebagai persentase perbandingan dari hasil produksi atau output sebagai akibat dari persentase perubahan dari input atau faktor produksi, atau dengan kata lain persentase perubahan hasil atau produk pertanian dibandingkan dengan persentase perubahan input atau korbanan.

Berdasarkan hubungan antara faktor produksi dan produksi pada fungsi produksi maka hal tersebut merupakan konsep efisiensi teknis. Penggunaan fungsi produksi dalam memproduksi output akan dikatakan efisien secara teknis apabila penggunaan fungsi produksi tersebut dapat menghasilkan suatu produksi yang maksimal. Menurut Nicholson (1995), seseorang pengusaha mencapai keuntungan maksimal bila telah menentukan pilihan kombinasi faktor-faktor produksi secara optimal. Hubungan fisik antara input dan output dapat digambarkan pada suatu fungsi produksi seperti Gambar 4.

Gambar 4 Elastisitas Produksi dan Daerah-Daerah Produksi (Nicholson, 1995)

I II

Y

Xn

X1 X2 X3

PM

PR PT


(31)

16

Dari Gambar 4 daerah produksi berdasarkan elastisitas produksinya dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:

1 Daerah I (daerah irrasional) yaitu daerah yang elastisitas produksi > 1. Pada daerah ini penambahan input dilakukan hingga produk marjinal (PM) mencapai titik maksimal namun belum dapat mencapai produksi maksimal. 2 Daerah II (daerah rasional) yaitu daerah yang elastisitas produksinya antara

0 sampai 1. Pada daerah ini penambahan input akan memberikan peningkatan total produksi hingga tercapai produksi maksimal (MP=0). 3 Daerah III (daerah irrasional) yaitu daerah yang elastisitas produksinya < 1 .

Pada daerah ini, jika dilakukan penambahan input menyebabkan MP bernilai negatif sehingga total produksi akan mengalami penurunan.

Hubungan masukan dan produksi pertanian mengikuti kaidah kenaikan hasil yang berkurang (The Law of Diminishing Returns). Jika suatu faktor produksi variabel dengan jumlah tertentu ditambahkan terus menerus pada sejumlah faktor produksi yang tetap, akhirnya akan dicapai suatu keadaan dimana setiap penambahan satu unit faktor produksi variabel akan menghasilkan tambahan produksi yang besarnya semakin berkurang (Lipsey et al.1986).

Menurut Lipsey et al (1986), elastisitas produksi, didefinisikan sebagai persentase perubahan output yang diakibatkan oleh perubahan input.

1 Elastisitas produksi lebih dari satu (Ep>1)

Elastisitas produksi lebih dari satu dicapai pada waktu kurva produksi marjinal berada diatas kurva produksi rata-rata yang menunjukan kenaikan hasil yang bertambah. Setiap penambahan input satu persen dalam proporsi atau perbandingan yang tetap akan menyebabkan kenaikan output yang lebih besar dari satu persen dan keuntungan masih bisa ditingkatkan. Jadi di daerah increasing return to scale belum tercapai pendapatan yang maksimum karena pendapatan masih bisa diperbesar apabila pemakaian input variabel dinaikan.

2 Elastisitas produksi sama dengan satu (Ep=1)

Elastisitas produksi sama dengan satu dicapai pada saat produksi rata-rata maksimum (PR=PM). Pada daerah ini, kenaikan satu persen input dalam proporsi yang tetap akan menghasilkan kenaikan output sebesar satu persen atau constant return to scale.

3 Elastisitas produksi diantara nol dan satu (0 < Ep < 1)

Pada daerah ini penambahan input sebesar 1% akan menyebabkan penambahan input sebesar 1% dan paling rendah 0%, tergantung harga input dan outputnya. Di daerah ini akan dicapai pendapatan yang maksimum. Daerah produksi ini disebut daerah produksi rasional.

4 Elastisitas produksi sama dengan nol (Ep=0)

Elastisitas produksi sama dengan nol dicapai pada waktu produksi total mencapai maksimum atau pada waktu produksi marjinal sama dengan nol.

5 Elastisitas produksi kurang dari nol (Ep<0)

Elastisitas produksi kurang dari nol dicapai pada waktu produksi total menurun atau pada waktu produk marjinalnya negatif. Pada daerah ini, penambahan pemakaian input akan menyebabkan penurunan produksi total. Daerah produksi ini disebut daerah produksi yang tidak rasional.


(32)

Menurut Soekartawi (1990), analisis fungsi produksi ada tiga macam yaitu fungsi produksi linier, kuadratik, dan eksponensial (cobb-douglass). Fungsi produksi linier ada dua yaitu linier sederhana dan linier berganda. Secara matematik, dapat dituliskan dengan :

Y = b0 X1b1 X2b2 ...Xnbneu

dimana : Y : produksi X : input produksi

b : besaran yang akan diduga u : kesalahan

e : logaritma natural (e = 2,718)

Fungsi produksi adalah suatu fungsi untuk persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel (variabel bebas/ independent variabel dan variabel tidak bebas/ dependent variabel). Analisis fungsi produksi pada proses produksi pertanian umumnya menggunakan analisis fungsi Cobb-douglass.

Biaya Produksi Usahatani

Proses produksi sangat erat kaitannya dengan faktor produksi. Untuk memperoleh faktor-faktor produksi tersebut ada biaya-biaya yang harus dibayarkan. Hernanto (1989), menyebutkan bahwa biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani dalam proses produksi serta membawanya menjadi produk disebut biaya produksi. Klasifikasi biaya dibagi menjadi empat, yaitu biaya tetap, biaya variabel, biaya tunai, dan biaya tidak tunai (biaya diperhitungkan). Pengklasifikasian biaya ini bertujuan untuk mengetahui kebenaran jumlah biaya yang tertera pada pernyataan pendapatan. Masing-masing dari biaya tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

1 Biaya Tunai

Hernanto (1989), menyebutkan bahwa biaya tunai usahatani merupakan sejumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani baik secara tunai maupun kredit. Biaya tunai berasal dari biaya tetap dan biaya tidak tetap . Soekartawi (1995), mendefinisikan biaya tetap sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Besarnya biaya tetap tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Besar biaya tetap dapat dihitung dengan menetapkan langsung nilai-nilai dari biaya tersebut. Misalnya dalam pembayaran listrik yang harus dibayar. Karena tidak diketahui berapa banyak listrik yang digunakan, maka untuk menghitung biaya listrik dapat diperhitungkan langsung nilai rupiah yang dibayarkan untuk penggunaan listrik tersebut.

Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan bila proses produksi dilaksanakan. Besarnya biaya variabel tergantung dari banyaknya jumlah produk yang akan diproduksi. Soekartawi (1995), merumuskan biaya variabel yaitu :

= ∑Xi xi

n i=1


(33)

18

Dimana : VC = Biaya tidak tetap

Xi = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tidak tetap Pxi = Harga Input

n = Jenis-jenis input

2 Biaya Diperhitungkan (Biaya Tidak Tunai)

Hernanto (1989), menjelaskan bahwa biaya diperhitungkan usahatani merupakan sejumlah uang yang tidak dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Biaya tidak tunai atau diperhitungkan meliputi biaya variabel dan biaya tetap (biaya penyusutan).

Pendapatan Usahatani

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya biaya dan pendapatan sangat kompleks, sehingga faktor itu dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari umur petani, pendidikan, pengetahuan, pengalaman, keterampilan, luas lahan, dan modal. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi biaya dan pendapatan adalah ketersediaan input, harga input, permintaan output, dan harga output.

Suratiyah (2006), menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani dibagi menjadi dua yaitu faktor-faktor intern dan ekstern. Faktor intern usahatani yang mempengaruhi pendapatan usahatani yaitu kesuburan lahan, luas lahan garapan, ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan modal dalam usahatani, penggunaan input teknologi, pola tanam, lokasi tanaman, fragmentasi lahan, status penguasaan lahan, cara pemasaran output, efisiensi penggunaan input dan tingkat pengetahuan maupun keterampilan petani dan tenaga kerja. Adapun yang mempengaruhi faktor ekstern usahatani diantaranya sarana transportasi, sistem tataniaga, penemuan teknologi baru, fasilitas irigasi, tingkat harga output dan input, ketersediaan lembaga perkreditan, adat istiadat masyarakat dan kebijakan pemerintah.

Soekartawi et al (2011), mengatakan bahwa dalam usahatani para petani memperhitungkan biaya-biaya yang dikeluarkannya, serta memperhitungkan penerimaan yang diperoleh. Biaya atau pengeluaran total usahatani adalah semua nilai masukan yang habis dipakai atau dikeluarkan yang habis diproduksi. Biaya dalam usahatani dibedakan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani, sedangkan biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran secara tidak tunai yang dikeluarkan oleh petani dalam penggunaan faktor produksi seperti sewa lahan yang diperhitungkan atas lahan milik sendiri, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penggunaan bibit dari hasil produksi, dan penyusutan dari sarana produksi.

Soekartawi et al. (2011), menjelaskan bahwa terdapat beberapa definisi yang digunakan untuk melihat analisis pendapatan usahatani diantaranya:

1 Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual dengan jangka waktu pembukuan umumnya setahun. 2 Pendapatan tunai usahatani (farm net cash flow) yaitu selisih antara

penerimaan tunai dan pengeluaran tunai usahatani dan merupakan kemampuan suatu usahatani untuk menghasilkan uang tunai.


(34)

3 Pendapatan bersih usahatani (net farm income) merupakan selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan kedalam usahatani.

Penerimaan usahatani dinilai berdasarkan perkalian antara total produksi dengan harga pasar yang berlaku, mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani benih, digunakan untuk pembayaran, dan yang disimpan (Soekartawi et al, 2011). Menurut Suratiyah (2006), penerimaan usahatani adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari usahatani selama satu periode yang diperhitungkan dari hasil penjualan atau penaksiran kembali.

Dalam melakukan analisis pendapatan usahatani selalu diikuti dengan pengukuran efesiensi. Hernanto (1989), mengatakan bahwa salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan (revenue-cost rasio atau R/C). Analisis R/C digunakan untuk mengetahui keuntungan relative usahatani yang dilakukan berdasarkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran dalam satu-satuan biaya. Uraian diatas dapat dijelaskan oleh Gambar 5.

Dari Gambar 5 dijelaskan kapan usahatani itu memperoleh keuntungan. Usahatani itu memperoleh untung, apabila R/C > 1, artinya penerimaan yang diperoleh lebih besar dari setiap unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Apabila R/C < 1, maka setiap unit yang dikeluarkan akan lebih besar dari pada penerimaan yang diperoleh, dan apabila R/C = 1 maka kegiatan usaha tersebut impas (tidak untung/ tidak rugi).

Kerangka Pemikiran Operasional

Setiap usaha pada umumnya bersifat komersial. Tujuan perusahaan dalam melakukan suatu usaha adalah memaksimalkan keuntungan dan meminimumkan biaya agar usaha yang dijalankan tetap berjalan lancar. Maksimisasi keuntungan

Gambar 5 Kurva Keuntungan Usahatani (Soekartawi, 1995) Rp

R

TC

VC

FC

Y


(35)

20

berarti bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki dengan seefisien mungkin agar diperoleh keuntungan maksimum, sedangkan minimisasi berarti menekan biaya sekecil-kecilnya untuk memperoleh tingkat produksi tertentu.

Peternakan Yuki Farm merupakan peternakan yang mengusahakan ayam ras petelur. Peternakan ini bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimumkan biaya agar usaha yang dijalankan tetap berjalan lancar. Oleh karena itu, peningkatan pendapatan peternak ayam ras petelur dapat dicapai jika para peternak mampu mengendalikan input-input produksi, hal itu dapat dilakukan dengan cara mengetahui faktor-faktor produksi yang mempengaruhi hasil produksi telur. Hasil analisis pendapatan dan faktor-faktor produksi ayam ras petelur diharapkan dapat memberikan rekomendasi bagi para peternak ayam ras petelur. Berdasarkan uraian diatas maka kerangka pemikiran oprasional dapat dilihat seperti pada Gambar 6.

Gambar 6 Kerangka Pemikiran Operasional

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di peternakan Yuki Farm yang terletak di Desa Bio-Bio, Kecamatan Harau, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa perusahaan tersebut merupakan salah satu perusahaan peternakan ayam ras petelur di Limapuluh Kota dengan usaha berskala besar dan belum menggunakan alat analisis tertentu dalam menjalankan usaha tersebut. Penelitian lapang dilakukan pada bulan Mei sampai September 2012.

Input :

DOC, Pakan, Sekam, Tenaga Kerja, Obat-obatan, Vaksin,

dan Desinfektan

Output :

Telur Ayam Ras dan Afkir

Harga Input Harga Output

Biaya Penerimaan

Pendapatan :

1.Keuntungan atas biaya tunai 2.Keuntungan atas biaya total


(36)

Jenis dan Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dan wawancara langsung dengan pihak-pihak terkait, yaitu pemilik dan karyawan Yuki Farm serta konsumen ayam ras petelur di pasar-pasar. Data sekunder merupakan data penunjang dan pelengkap yang diperoleh dari dinas terkait, buku panduan, majalah, studi pustaka serta literatur lainnya yang berkaitan. Data yang dipergunakan adalah data pada Agustus 2010 sampai Juni 2012. Jenis data yang dikumpulkan dari perusahaan adalah gambaran umum perusahaan yang meliputi ketenagakerjaan, proses produksi, dan pemasaran, ketersediaan dan penggunaan input, data produksi telur ayam ras, harga jual produk, biaya produksi yang meliputi biaya tetap dan biaya variabel.

Teknik pengumpulan data primer diambil dengan wawancara terstruktur dan pengamatan langsung dilapangan. Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya untuk menggali informasi-informasi yang ingin diketahui dalam penelitian ini. Adapun pertanyaan tersebut berisi tentang karakteristik umum dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan peternakan ayam ras petelur.

Pengumpulan data dilakukan pada satu kali periode produksi ayam ras petelur. Dalam satu periode terdapat 20 bulan produksi, dimana dalam satu bulan produksi itu diasumsikan sama dengan hasil produksi satu orang peternak ayam ras petelur. Sedangkan dalam satu kali periode produksi terdapat tiga jenis DOC, sehingga jumlah data keseluruhan yang akan dianalisis adalah 60 sampel.

Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui gambaran umum dan menjelaskan mengenai biaya dan pendapatan peternakan ayam ras petelur di lokasi penelitian secara deskriptif. Analisa kuantitatif yang digunakan adalah analisis biaya dan pendapatan usahatani, analisis rasio penerimaan dan biaya (R/C-rasio), serta analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produksi usahatani. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer, yaitu Microsoft Excel dan minitab 14. Analisis kuantitatif ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang pendapatan dan penggunaan faktor-faktor produksi usahatani di lokasi penelitian.

Analisis Fungsi Produksi

Pada kegiatan penelitian ini fungsi produksi yang digunakan untuk analisis produksi ayam ras petelur dapat diduga dengan menggunakan analisis fungsi produksi Cobb-Douglass. Fungsi produksi Cobb-Douglass merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel dimana variabel dependen yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X) (Soekartawi, 1990). Adapun tahap-tahap dalam menganalisis fungsi produksi adalah sebagai berikut:


(37)

22

Identifikasi Variabel Bebas dan Terikat

Identifikasi variabel dilakukan dengan mendaftarkan faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi telur ayam ras. Variabel dependen disini yaitu produksi telur ayam ras, sedangkan faktor-faktor produksi atau variabel independen telur ayam ras meliputi populasi, pakan, tenaga kerja, sekam, vaksin, obat-obatan, dan desinfektan.

Analisis Regresi

Analisis regresi menjelaskan tentang hubungan dua atau lebih dari variabel sebab-akibat, artinya variabel yang satu akan mempengaruhi variabel lainnya (Soekartawi, 1990). Model fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:

Y = b0 X1b1 X2b2...Xnbneu

dimana : Y = produksi telur ayam ras

X = faktor-faktor produksi telur ayam ras b = besaran yang akan diduga

u = kesalahan

e = logaritma natural (e = 2,718)

Selanjutnya persamaan tersebut kemudian diubah dalam bentuk linier berganda yang merupakan hubungan fungsional linier antara dua atau lebih variabel penjelas X dengan satu variabel respon Y, dengan persamaan:

Dimana: Y : produksi telur ayam ras (butir) bo :intercept /konstanta

b1, b2, …., b7 : koefisien arah regresi masing-masing produksi X1, .., X7

X1 : populasi (ekor)

X2 : pakan (Kg)

X3 : tenaga kerja (HOK)

X4 : sekam (kg)

X5 : vaksin (liter)

X6 : obat-obatan (Kg)

X7 : desinfektan (liter)

u : kesalahan

Dengan menggunakan regresi linier berganda dapat diketahui besarnya nilai t-hitung, F-hitung, dan R2. Nilai t-hitung digunakan untuk menguji secara statistik apakah koefisien regresi dari masing-masing parameter bebas (Xn) yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tidak bebas (Y). Sedangkan nilai F-hitung digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas X1,X2,X3,X4,X5,X6,X7 secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel

Y, jika diperoleh hasil F-hitung lebih besar dari F-tabel maka variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel Y. Koefisien determinasi R2 digunakan untuk mengukur tingkat kesesuaian model dugaan, yang merupakan ukuran deskriptif tingkat kesesuaian antara data aktual dengan ramalannya, semakin tinggi nilai R2 maka semakin akurat antara data aktual dengan ramalannya.


(38)

Setelah dilakukan analisis regresi linier berganda, selanjutnya juga dilakukan analisis elastisitas produksi. Elastisitas produksi adalah persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan input (Soekartawi, 1990). Elastisitas produksi dapat dihitung dengan rumus :

̂

̂ ̂ ̂

Dimana : Ep = Elastisitas produksi

dY = Perubahan jumlah produksi telur ayam ras (butir) dX = Perubahan jumlah input

β = Nilai koefisien input

̂ = Rata-rata produksi telur ayam ras

̂ = Input rata-rata Pengujian Hipotesis

Suliyanto (2005), menjelaskan bahwa pengujian hipotesis yang dilakukan dari hasil model fungsi produksi pada pengolahan data meliputi:

a Pengujian terhadap model penduga

Pengujian ini untuk mengetahui bersama-sama apakah faktor-faktor produksi berpengaruh nyata terhadap produksi telur ayam ras.

Hipotesis:

H0 : b1 = b2 =...= bi = 0

H1 : salah satu dari b ≠ 0

Uji statistik yang digunakan adalah uji F:

F- itung= 2⁄(k-1) (1- 2) (n-k)⁄

Keterangan: k : Jumlah variabel termasuk intersept n : Jumlah pengamatan atau responden

Kriteria uji : F-hitung > F-tabel (k-1),n-k) pada taraf nyata α : tolak 0

F-hitung < F-tabel (k-1, n-k) pada taraf nyata α : terima H0

Jika F-hitung > F-tabel (k-1),n-k) pada taraf nyata α, maka dapat disimpulkan bahwa variabel bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi, sedangkan jika F-hitung < F-tabel (k-1, n-k) pada taraf nyata α, maka variabel secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap produksi.

b Pengujian untuk masing-masing parameter

Pengujian untuk masing-masing parameter yaitu uji-t yang menguji secara statistik bagaimana pengaruh nyata dari setiap variabel bebas (X) yang digunakan secara terpisah terhadap variabel tidak bebas (Y). Jika t-hitung > t-tabel (α, n-k-1) maka tolak H0, sedangkan untuk t-hitung < t-tabel (α, n-k-1) maka terima H0.

Dengan n adalah jumlah responden dan k adalah jumlah variabel.

Jika tolak H0, artinya variabel bebas yang digunakan berpengaruh nyata

terhadap variabel tidak bebas dari nilai produksi dalam model, sedangkan jika terima H0, artinya variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak


(39)

24

bebas (produksi). Apabila tidak menggunakan tabel, maka dapat dilihat nilai P, dengan kriteria sebagai berikut, jika P-value < α, maka variabel yang diuji (faktor produksi) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (produksi) dan jika

P-value > α, maka variabel yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel

tidak bebas (produksi).

c Pengujian Homoskedastisitas

Prasetyo (2008), menyatakan bahwa homoskedastisitas adalah kondisi dimana komponen error pada model regresi memiliki ragam yang sama untuk setiap variabel independen. Asumsi ini dapat dilihat berdasarkan tingkat penyebaran nilai-nilai residual terhadap nilai-nilai prediksi. Jika penyebarannya tidak membentuk pola yang sistematis seperti linier atau kuadratik, maka keadaan asumsi tersebut telah terpenuhi, jika asumsi ini tidak terpenuhi maka hasil uji signifikansi koefisien regresi disetiap variabel independen tidak valid atau akurat. d Pengujian Multikolinieritas

Prasetyo (2008), menyebutkan bahwa multikolinieritas dapat diartikan adanya hubungan linier diantara variabel independen. Uji signifikansi koefisien regresi menjadi tidak valid, jika terdapat hubungan linier antar variabel independen. Ada banyak cara untuk menguji adanya multikolinier, yaitu dengan koefisien determinasi (R2) atau dapat juga diukur dengan Variance Inflation Faktor (VIF). Suliyanto (2005), menyatakan jika VIF > 10, maka dapat disimpulkan bahwa model dugaan ada multikolinieritas dan jika VIF < 10 maka model dugaan terbebas dari adanya multikolinieritas.

Analisis yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah multikolinieritas adalah analisis regresi komponen utama. Pada analisis regresi komponen utama, semua variabel penjelas masuk ke dalam model, tetapi sudah tidak terjadi multikolinieritas karena sudah dihilangkan pada tahap analisis komponen utama (Prasetyo, 2008). Melalui penggunaan analisis komponen utama akan dihasilkan variabel-variabel baru yang merupakan kombinasi linier dari variabel-variabel asal dan antar variabel bersifat saling bebas. Variabel-variabel yang baru ini disebut komponen utama dan selanjutnya akan diregresikan dengan variabel responnya.

Analisis Penerimaan Usahatani

Soekartawi et al. (1986) menyatakan bahwa penerimaan nilai berdasarkan perkalian antara total produksi dengan harga pasar yang berlaku dan meliputi semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga, digunakan dalam usahatani, digunakan untuk pembayaran dan untuk penyimpanan. Penerimaan usahatani dapat dituliskan sebagai berikut:

TR = Y. Py Dimana : TR = Total penerimaan

Y = Produksi telur Py = Harga telur


(1)

61

Lampiran 4 Siklus pemeliharaan ayam ras petelur di peternakan Yuki Farm

Kegiatan Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

Pemilihan DOC

Pemeliharaan

Starter

Pemeliharaan

Grower

Pemeliharaan

Layer


(2)

62

Lampiran 5 Produksi Peternakan Indonesia Tahun 2007-2011

Jenis Produksi (Ton)

2007 2008 2009 2010 2011

Daging Sapi potong 339.479 392.511 409.310 436.452 465.823 Daging Kerbau 41.757 39.032 34.645 35.912 37.468 Daging Kambing 63.615 66.027 73.825 68.793 70.715 Daging Domba 56.852 47.028 54.265 44.865 44.946 Daging Unggas 1.339.940 1.380.534 1.430.327 1.565.685 1.642.913 Telur Unggas 1.381.943 1.323.606 1.306.867 1.366.201 1.432.188 Sumber : Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2011 (diolah)

Lampiran 6 Populasi dan Produksi Ayam Ras Petelur di Kabupaten Limapuluh Kota Tahun 2006-2010

Tahun Populasi (ekor) Pertumbuhan (%)

Produksi (Kg)

Pertumbuhan (%)

2006 3.828.659 17,88 24.738.430 17,14

2007 3.934.111 18,37 25.493.039 17,66

2008 4.058.991 18,95 26.302.262 18,22

2009 4.734.398 22,11 31.294.821 21,68

2010 4.858.940 22,69 36.503.751 25,29

Jumlah 21.415.099 21,20 144.332.302 32,23 Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Limapuluh Kota, 2011 (diolah)

Lampiran 7 Nilai Elastisitas Produksi Peternakan Yuki Farm Pada Satu Siklus Produksi

Variabel X Rata-rata Y Rata-rata Koefisien Ep

DOC 6534.50 159689.35 -135.29 -5.5361

Pakan 24067.73 159689.35 2.78 0.4190

Tenaga

Kerja 80.27 159689.35

873.68

0.4392

Sekam 813.74 159689.35 14.68 0.0748

Vaksin 19.18 159689.35 1,473.61 0.1770

Obat-obatan 38.35 159689.35 736.81 0.1769

Desinfektan 23.97 159689.35 1,180.34 0.1772


(3)

63 Lampiran 8 Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Peternakan Yuki Farm

dengan Metode OLS

The regression equation is

Produksi (butir)_Y = - 491681 + 73,8 populasi (ekor)_X1 + 12,7 pakan (Kg)_X2 + 400 HOK (Jam)_X3 + 3,7 Sekam (Kg)_X4

+ 317290 Vaksin (Kg)_X5 - 944119 Obat (Kg)_X6 + 1249546 Desinfektan (Kg)_X7

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -491681 163246 -3,01 0,004

populasi (ekor)_X1 73,76 25,91 2,85 0,006 1,629 pakan (Kg)_X2 12,730 1,462 8,71 0,000 12,587 HOK (Jam)_X3 400,4 258,0 1,55 0,127 6,076 Sekam (Kg)_X4 3,72 59,57 0,06 0,950 15,955 Vaksin (Kg)_X5 317290 629919 0,50 0,617 1135763,235 Obat (Kg)_X6 -944119 378106 -2,50 0,016 1637398,157 Desinfektan (Kg)_X7 1249546 592495 2,11 0,040 1570404,520

S = 14797,6 R-Sq = 91,4% R-Sq(adj) = 90,3%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 7 1,21174E+11 17310519075 79,05 0,000 Residual Error 52 11386401073 218969251

Total 59 1,32560E+11

Source DF Seq SS populasi (ekor)_X1 1 1216423785 pakan (Kg)_X2 1 1,06594E+11 HOK (Jam)_X3 1 3670736085 Sekam (Kg)_X4 1 5744831736 Vaksin (Kg)_X5 1 2489846958 Obat (Kg)_X6 1 483742332 Desinfektan (Kg)_X7 1 973908095


(4)

64

Lampiran 9 Uji Normalitas dan Homoskesdatisitas Fungsi Produksi Peternakan Ayam Ras Petelur Yuki Farm

Lampiran 10 Uji PCA Fungsi Produksi Peternakan Ayam Ras Petelur Yuki

Farm 50000 25000 0 -25000 -50000 99.9 99 90 50 10 1 0.1 Residual P e r c e n t 200000 150000 100000 50000 20000 0 -20000 -40000 Fitted Value R e s id u a l 16000 0 -16000 -32000 -48000 20 15 10 5 0 Residual F r e q u e n c y 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 20000 0 -20000 -40000 Observation Order R e s id u a l

Normal Probability Plot Versus Fits

Histogram Versus Order

Residual Plots for Produksi (butir)_1

Eigenanalysis of the Correlation Matrix

Eigenvalue 5,3718 1,1322 0,3947 0,0577 0,0435 0,0000 0,0000 Proportion 0,767 0,162 0,056 0,008 0,006 0,000 0,000 Cumulative 0,767 0,929 0,986 0,994 1,000 1,000 1,000

Variable PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 PC6 PC7 Pop 0,204 0,736 0,642 0,060 -0,012 0,000 0,000 Pakan 0,388 -0,346 0,194 0,793 -0,251 0,000 -0,000 HOK 0,312 -0,542 0,571 -0,532 -0,010 0,000 -0,000 Sekam 0,407 0,184 -0,328 -0,286 -0,782 -0,000 -0,000 Vaksin 0,426 0,061 -0,197 -0,030 0,329 0,815 0,051 Obat 0,426 0,061 -0,196 -0,030 0,329 -0,364 -0,731 Desinfektan 0,426 0,061 -0,196 -0,030 0,329 -0,451 0,680


(5)

65 Lampiran 11 Hasil Analisis Regresi Hasil Produksi TelurAyam Ras dengan

Variabel Independen SK1 dan SK2 di Yuki Farm

Lampiran 12 Uji Normalitas dan Homoskesdatisitas Hasil Produksi TelurAyam Ras dengan Variabel Independen SK1 dan SK2 di Yuki Farm

100000 50000 0 -50000 -100000 99.9 99 90 50 10 1 0.1 Residual P e rc e n t 200000 150000 100000 50000 0 50000 25000 0 -25000 -50000 Fitted Value R e s id u a l 40000 20000 0 -20000 -40000 16 12 8 4 0 Residual F r e q u e n cy 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 50000 25000 0 -25000 -50000 Observation Order R e s id u a l

Normal Probability Plot Versus Fits

Histogram Versus Order

Residual Plots for Produksi (butir)_1

The regression equation is

Produksi (butir)_1 = 159689 + 14344 SK1 - 21419 SK2

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 159689 3276 48,74 0,000

SK1 14344 1425 10,06 0,000 1,000 SK2 -21419 3105 -6,90 0,000 1,000

S = 25377,2 R-Sq = 72,3% R-Sq(adj) = 71,3%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 2 95851961863 47925980931 74,42 0,000 Residual Error 57 36708072735 644001276

Total 59 1,32560E+11

Source DF Seq SS SK1 1 65206588829 SK2 1 30645373034


(6)

66

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bukittinggi pada tanggal 8 Juli 1989 dengan nama Yulia Canserilina. Penulis anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Masri dan Ibu Mahdalini.

Penulis berhasil menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Islam Raudhatul Jannah Payakumbuh pada tahun 2001. Tahun 2004 penulis meyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP N 1 Payakumbuh. Setelah menyelesaikan sekolah SMP, penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di SMA N 1 Payakumbuh. Selama mengikuti pendidikan di SMA penulis mengikuti berbagai kegiatan, diantaranya anggota Paskibraka SMA N 1 Payakumbuh dan panitia Masa Orientasi Siswa (MOS) SMA N 1 Payakumbuh untuk tahun ajaran 2006/2007.

Penulis melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Direktorat Program Diploma Institut Pertanian Bogor Program Keahlian Supervisor Jaminan Mutu Pangan pada tahun 2007 melalui Ujian Saringan Masuk IPB (USMI) atau PMDK. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan kejenjang Strata 1 pada tahun 2010 di Program Alih Jenis Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani pendidikan Strata 1 penulis ikut serta dalam acara Sportakuler yang diadakan oleh Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Penulis tergabung dalam tim badminton dan volly pada sportakuler tahun 2011 dan 2012.