Tinjauan Konservasi Kelor (Moringa oleifera Lam): Studi Kasus di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor

TINJAUAN KONSERVASI KELOR (Moringa oleifera Lam.): STUDI
KASUS DI DESA CIKARAWANG KECAMATAN DRAMAGA
KABUPATEN BOGOR

DEVI DESIAWATI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tinjauan Konservasi
Kelor (Moringa oleifera Lam.): Studi Kasus di Desa Cikarawang Kecamatan
Dramaga Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Devi Desiawati
NIM E34090115

ABSTRAK
DEVI DESIAWATI. Tinjauan Konservasi Kelor (Moringa oleifera Lam.): Studi
Kasus di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Dibimbing
oleh ERVIZAL A.M. ZUHUD dan AGUS HIKMAT.
Kelor (Moringa oleifera Lam.) merupakan tumbuhan berguna dari akar
hingga daun untuk kesehatan, pangan, dan meningkatkan mutu lingkungan.
Penelitian mengenai pemanfaatan kelor oleh masyarakat dan populasi kelor di
Indonesia belum pernah dilakukan. Tujuan penelitian ini yaitu mengidentifikasi
populasi dan pemanfaatan kelor yang dilakukan oleh masyarakat Desa Cikarawang,
Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di Desa
Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor pada bulan Mei - Juni 2013.
Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan observasi lapang untuk sensus

kelor dan wawancara dengan metode snowball untuk kajian pemanfaatan kelor.
Berdasarkan hasil penelitian, kelor terdapat di semua dusun yang ada di Desa
Cikarawang yang dimiliki oleh 24 KK atau sebesar 1,14% dari total KK. Sensus
kelor menunjukan bahwa terdapat sebanyak 65 individu kelor di Desa Cikarawang
yang ditanam di berbagai tipe habitat. Adapun bentuk pemanfaatan kelor yang
dilakukan oleh masyarakat desa antara lain pemanfaatan kelor untuk ritual adat
sebesar 34%, pengobatan 42%, pangan 12%, dan untuk pagar sawah 12%.
Kata Kunci: Desa Cikarawang, kelor, Moringa oleifera.

ABSTRACT
DEVI DESIAWATI. Conservation Review of Moringa (Moringa oleifera Lam.):
Case Study in Cikarawang Village Dramaga District Bogor. Supervised by
ERVIZAL A.M. ZUHUD and AGUS HIKMAT.
Moringa (Moringa oleifera Lam.) is a multifunction plant which is useful
from the roof until the leaf for health, as food, an increasing environment quality.
Research about the usefulness of moringa by Indonesian people and the existence
hasn’t been done. The purpose of this research is to identify usefulness of moringa
by the people and the existence of moringa in Cikarawang Bogor. This research
was done in Cikarawang Bogor from May to June 2013. The data was collecting
by field observation and interviewing by snowball method. Based on the result,

moringa could be found at almost all hamlet in Desa Cikarawang which is had by
24 families heads or 1,14% from the totally families heads in the village. The
census result showed that 65 individuals of moringa in Cikarawang which is
planted in various type of habitat. The usefulness type of moringa which is done
by the village people are 34 % for ritual custom, 42% for medicine, 12 % for food
and 12 % for hedge of rice field.
Keywords: conservation review, moringa, Moringa oleifera.

TINJAUAN KONSERVASI KELOR (Moringa oleifera Lam.): STUDI
KASUS DI DESA CIKARAWANG KECAMATAN DRAMAGA
KABUPATEN BOGOR

DEVI DESIAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata


DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi

Nama
NIM

: Tinjauan Konservasi Kelor (Moringa oleifera Lam): Studi
Kasus di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten
Bogar
Devi Desiawati
E34090115

Disetujui oleh:

Prof Dr Ir Ervizal A.M. Zuhud, MS

Pembimbing I

dイャセscf@

q
Pem bim bing II

Diketahui oleh

MS

Tanggal Lulus:

u .

13

,

Judul Skripsi

Nama
NIM

: Tinjauan Konservasi Kelor (Moringa oleifera Lam): Studi
Kasus di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten
Bogor
: Devi Desiawati
: E34090115

Disetujui oleh:

Prof Dr Ir Ervizal A.M. Zuhud, MS
Pembimbing I

Dr Ir Agus Hikmat, M Sc F
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Tinjauan
Konservasi Kelor (Moringa oleifera Lam.): Studi Kasus di Desa Cikarawang
Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Mei sampai Juni 2013.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Ervizal A.M. Zuhud,
MS dan Dr Ir Agus Hikmat, MScF sebagai dosen pembimbing. Terima kasih
kepada Ibu dan Bapak serta keluarga atas motivasi, kasih sayang, dan doa yang
tiada henti mengiringi langkah penulis selama menjalankan studinya. Terima
kasih kepada Habiba Macap, S. Hut dan Alya F. Purbahapsari yang telah
membantu dalam penelitian ini. Terimakasih kepada Muhammad Syarif dan adikadikku tersayang yang selalu menghibur dan menjadi motivator bagi penulis
sehingga penulis tetap semangat dalam menyelesaikan studinya, dan terima kasih
kepada KSHE Anggrek Hitam 46 atas kebersamaan dalam suka dan duka.

Bogor, Agustus 2013


Devi Desiawati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan

2

Manfaat

2

METODE

2

Lokasi dan Waktu Penelitian

2


Alat dan Bahan

3

Objek Penelitian

3

Jenis Data

4

Metode Pengumpulan Data

4

Analisis Data

5


HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Kondisi Umum Lokasi penelitian

6

Bioekologi Kelor

9

Karakteristik Responden

10

Tinjauan Pengetahuan Masyarakat dalam Pemanfaatan Kelor

12

Kearifan Lokal Pemanfaatan Kelor

14

Inventarisasi Potensi Kelor

15

Aksi Konservasi Kelor

19

SIMPULAN DAN SARAN

20

Simpulan

21

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

23

DAFTAR TABEL
1 Jenis dan teknik pengumpulan data
2 Jumlah penduduk Desa Cikarawang tahun 2012
3 Jenis dan persentase mata pencaharian masyarakat Desa Cikarawang
tahun 2012
4 Tata guna dan persentase luasan lahan Desa Cikarawang tahun 2012
5 Persentase kandungan nutrisi serbuk daun kelor
6 Komposisi kandungan nutrisi daun kelor yang dikeringkan
7 Jumlah dan penyebaran kelor di Desa Cikarawang
8 Kriteria tempat tumbuh kelor

4
7
7
8
13
14
16
18

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Skema lokasi penelitian
Metode penelitian
Penggunaan lahan
Ciri morfologi kelor
Struktur umur responden
Persentase jenis kelamin responden
Tingkat pendidikan responden
Komposisi pekerjaan responden
Persentase bentuk pemanfaatan kelor
Contoh bentuk pemanfaatan daun kelor
Persentase bagian kelor yang dimanfaatkan
Denah lokasi kelor berdasarkan dusun
Persentase tipe habitat kelor
Persentase cara budidaya kelor

3
5
8
9
10
10
11
11
12
13
14
17
17
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Data responden kajian pemanfaatan kelor
Pemanfaatan kelor masyarakat Desa Cikarawang
Data invetarisasi populasi kelor di Desa Cikarawang
Titik penyebaran kelor di Desa Cikarwang
Peta penyebaran kelor berdasarkan lokasi dusun
Peta penyebaran kelor berdasarkan tipe habitat

23
24
32
35
37
38

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelor (Moringa oleifera Lam.) adalah spesies tumbuhan yang bermanfaat
bagi manusia. Kelor hadir dengan berbagai macam manfaat yang berguna bagi
manusia di tengah dunia yang sedang terjadi keterpurukan pangan dan kemiskinan.
Kelor memiliki banyak sinonim, antara lain Guilandina moringa, Hyperanthera
moringa, Moringa nux-ben, dan Moringa pterygosperma (Rollof et al. 2009).
Kelor memiliki sebutan yang berbeda-beda di setiap wilayah di Indonesia, seperti
kalor atau kalore di Sumatera, marongghi di Madura, kawona atau wona di
Sumba, kelo di Ternate dan Tidore, dan sebutan lain di daerah-daerah yang
tersebar di Indonesia (Krisnadi 2012). Kelor merupakan spesies tumbuhan asli
dari kaki gunung Himalaya Asia Selatan dan timur laut Pakistan (Fahey 2005
diacu dalam Kasolo et al. 2010). Seiring tersebarnya informasi mengenai manfaat
kelor, kelor mulai diperkenalkan dan dibudidayakan hampir di seluruh belahan
dunia, antara lain di Asia Tenggara, Afrika, Amerika Tengah, Amerika Selatan,
dan Semenanjung Arab. Kelor cocok tumbuh hampir di seluruh wilayah
kepulauan di Indonesia. Kelor adalah spesies tumbuhan yang mampu bertahan
dalam segala jenis kondisi iklim, seperti dalam iklim kering yang sangat ekstrim,
kondisi lingkungan yang bersalju ringan, dan lingkungan tanah yang marjinal
(Krisnadi 2012).
Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kelor merupakan
tumbuhan yang mengandung berbagai macam nutrisi berguna. Kelor memiliki
berbagai macam khasiat dalam menyembuhkan berbagai macam penyakit. Selain
itu, kelor juga dapat dijadikan pangan yang memiliki kandungan vitamin dan
mineral yang berguna bagi manusia (Johnson dan Pharm 2005). Daun kelor segar
sebanyak 100 gram memiliki kandungan nutrisi kalsium yang setara dengan
segelas susu, zat besi yang setara dengan 200 gram daging sapi segar, vitamin A
yang setara dengan sebuah wortel, vitamin C yang setara dengan sebuah jeruk,
dan protein yang setara dengan sebutir telur (Sauveur dan Broin 2010). Biji
tumbuhan kelor telah diketahui bermanfaat utuk menjernihkan air keruh yang
diakibatkan oleh berbagai kontaminan. Serbuk biji kelor efektif menjadi koagulan
untuk menjernihkan air yang keruh tanpa menurunkan pH air dan tidak bersifat
toksik sehingga air hasil penjernihan aman untuk dikonsumsi manusia (Amagloh
dan Benang 2009).
Kelor juga digunakan oleh sebagian orang sebagai pakan bagi hewan
ternak dan idustri tekstil. Kelor telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai hal di
belahan negara tropis lain. Kelor digunakan sebagai bahan baku obat tradisional
dan bahkan menjadi bahan baku obat modern yang telah teruji klinis. Salah satu
contoh pemanfaatan kelor secara tradisonal dilakukan di India, yaitu
menggunakan kelor sebagai ramuan untuk mengobati diabetes (Jaiswal et al.
2009). Hampir seluruh bagian dari tumbuhan kelor ini dapat dimanfaatkan untuk
berbagai macam kebutuhan, khususnya untuk pengobatan berbagai macam
penyakit. Ramachandran et al. (1980) diacu dalam Rollof et al. (2009)
menyebutkan bahwa bagian dari pohon kelor mulai dari akar, batang, daun, kulit
batang, biji, getah dan bunga dapat digunakan dalam menyembuhkan berbagai
macam penyakit yang terjadi pada pengobatan di zaman kuno.

2
Desa Cikarawang merupakan salah satu desa yang termasuk ke dalam desa
lingkar kampus IPB Darmaga yang terdapat di Kecamatan Dramaga, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat. Tumbuhan kelor masih terdapat di desa tersebut di
berbagai tipe habitat. Keberadaan kelor di desa tersebut bisa menjadi indikator
bahwa terdapat pemanfaatan secara tradisional yang dilakukan oleh masyarakat
desa terhadap tumbuhan kelor. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian
mengenai keberadaan kelor dan pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat
desa. Penelitian ini diharapkan dapat memberi pengaruh positif sehingga
masyarakat termotivasi untuk melakukan pemanfaatan kelor secara berkelanjutan
untuk kesehatan dan kemandirian dalam asupan nutrisi bagi masyarakat.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasi pemanfaatan kelor oleh masyarakat Desa Cikarawang guna
mengetahui aksi konservasinya.
2. Menginventarisasi populasi kelor di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga,
Kabupaten Bogor.

Manfaat
Data dan informasi hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi data
dasar mengenai keberadaan dan pemanfaatan kelor yang ada di Desa Cikarawang.
Selain itu, dengan adanya data dan informasi ini, maka dapat dilakukan upaya
konservasi kelor khususnya di masyarakat Desa Cikarawang dan umumnya pada
masyarakat seluruh Indonesia. Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu
memberi masukan untuk Pemerintah Desa Cikarawang dalam upaya konservasi
kelor di desa tersebut dan menjadikan kelor sebagai salah satu spesies tumbuhan
yang dapat dikembangkan sebagai komoditas pertanian.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan yaitu
pada bulan Mei sampai Juni 2013.

3

Gambar 1 Skema lokasi penelitian

Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perlengkapan observasi lapang inventarisasi tumbuhan kelor: pita ukur untuk
mengukur diameter pohon, walking stick untuk mengukur tinggi pohon, GPS
untuk penandaan lokasi kelor, kamera untuk mendokumentasikan tumbuhan
kelor, papan jalan, alat tulis, dan Software Arc Map Versi 9.3 sebagai alat
dalam menganalisis lokasi kelor di atas muka bumi.
2. Perlengkapan wawancara: kuisioner sebagai alat dalam panduan wawancara
terhadap masyarakat, alat tulis, dan kamera untuk mendokumentasikan seluruh
kegitan wawancara.
3. Perlengkapan kajian literatur: Komputer dan jaringan internet.

Objek Penelitian
Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumbuhan
kelor yang terdapat di seluruh kawasan Desa Cikarawang. Adapun objek
penelitian untuk kajian pemanfaatan kelor adalah masyarakat Desa Cikarawang
yang memiliki kelor atau memanfaatkannya dalam memenuhi kebutuhan seharihari.

4
Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini disajkani pada Tabel 1.
No.
1

2

3

Tabel 1 Jenis dan teknik pengumpulan data
Jenis Data
Uraian
Sumber Data
Populasi
tumbuhan 1. Jumlah
Lapangan
kelor
tumbuhan
kelor
2. Habitat
3. Pemeliharaan
4. Cara tanam
Pemanfaatan Kelor
1. Bagian yang
Masyarakat
dimanfaatkan Desa
2. Cara Olah
Cikarawang
3. Khasiat
Kondisi Umum Lokasi 1. Letak dan luas Balai Desa
desa
dan
2. Kondisi fisik
Puskesmas
desa
3. Kondisi
sosial,
ekomomi
masyarakat
desa
4. Kondisi gizi

Metode
Observasi
lapang

Wawancara

Studi literatur
dan Arsip
Desa
Cikarawang

Metode Pegumpulan Data
Metode penelitian yang digunakan dalam memperoleh data dalam
penelitian ini adalah:
Studi literatur
Metode studi literatur yaitu mengkaji berbagai literatur yang memuat
informasi mengenai tumbuhan kelor hasil penelitian orang lain, instansi, ataupun
lembaga. Literatur yang dibutuhkan antara lain mengenai bioekologi, manfaat,
dan kandungan nutrisi kelor.
Wawancara
Wawancara dilakukan kepada masyarakat untuk mengidentifikasi
pemanfaatan tumbuhan kelor dengan menggunakan kuisioner sebagai panduan
wawancara. Teknik penarikan responden menggunakan metode snowball.
Wawancara dimulai dengan menentukan responden kunci (key person) yang
memiliki dan manfaatkan kelor, atau responden yang hanya memanfaatkan namun
tidak memiliki kelor. Responden selanjutnya berdasarkan rekomendasi dari
responden sebelumnya. Wawancara dihentikan ketika data dan informasi yang
didapatkan sudah jenuh dan tidak ada lagi penambahan informasi. Adapun jumlah
responden yang diwawancarai adalah sebanyak 30 orang.

5
Observasi Lapang
Metode observasi lapang dilakukan dalam rangka melakukan sensus untuk
memperoleh data populasi kelor yang terdapat di Desa Cikarawang.

(a)
(b)
Gambar 2 Metode penelitian (a) wawancara responden; (b) observasi lapang

Analisis Data
Data dan informasi yang didapatkan akan dianalisis dengan cara sebagai
berikut:
Pemanfaatan Kelor
Persentase Bagian yang Digunakan
Bagian tumbuhan kelor yang dimanfaatkan masyarakat Desa Cikarawang
adalah bagian daun, batang, akar, dan buah. Adapun persamaan yang dapat
digunakan untuk menghitung presentase bagian yang digunakan adalah sebagai
berikut (Fakhrozi 2009):
bagian tertentu
x
Persentase bagian tertentu yang digunakan
seluruh bagian
Persentase Bentuk Pemanfaatan
Bentuk pemanfaatan kelor di Desa Cikarawang antara lain untuk pangan,
ritual adat, pengobatan, dan keperluan pendukung pertanian yaitu sebagai pagar
sawah. Persentase bentuk pemanfaatan dapat dihitung dengan cara:
bentuk pemanfaatan tertentu
Persentase bentuk pemanfaatan
x
seluruh bentuk pemanfaatan
Inventarisasi Populasi Kelor
Persentase Tipe Habitat
Tipe habitat tumbuhan kelor berdasarkan data penelitian yang didapatkan
adalah kebun, sawah, dan pekarangan. Persentase tipe habitat tumbuhan kelor
dianlisis dengan menggunakan rumus (Fakhrozi 2009):
kelor di habitat tertentu
Persentase tipe habitat
x
kelor di seluruh habitat
Presentase Budidaya
Cara budidaya kelor yang terdapat di Desa Cikarawang adalah melalui
perbanyakan secara vegetatif dan generatif yaitu dengan stek dan biji. Persentase
budidaya kelor dapat dihitung dengan rumus:
cara budidaya tertentu
x
Persentase cara budidaya
seluruh cara budidaya

6
Kerapatan Kelor
Kerapatan pohon kelor yang terdapat di seluruh wilayah Desa Cikarawang
dapat dihitung sebagai berikut:
kelor di seluruh wilayah desa
erapatan kelor
x
luas kebun ladang
sawah
Persentase Kepemilikan Kelor
Kelor di Desa Cikarawang dapat dihitung persentase kepemilikannya
berdasarkan jumlah KK yang terdapat di desa tersebut. Persentase kepemilikan
kelor dapat dihitung berdasarkan rumus:
yang memilik kelor
Persentase kepemilikan kelor
x
seluruh
yang terdapat di desa
Lokasi Kelor
Lokasi kelor di desa ini akan dianalisis menggunakan software Arc Map
Versi 9.3 untuk melihat lokasi kelor di permukaan bumi dengan di proyeksikan ke
dalam sebuah peta.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Letak Administratif
Desa Cikarawang merupakan salah satu desa yang termasuk ke dalam
desa-desa lingkar kampus IPB Darmaga. Desa Cikarawang terletak di Kecamatan
Dramaga Kabupaten Bogor. Desa Cikarawang terdiri dari 3 Dusun, 7 RW, dan 32
RT. Masing-masing Dusun terdiri dari beberapa RW, antara lain Dusun 1 terdiri
dari 2 RW yaitu RW 1 dan RW 2; Dusun 2 terdiri dari 2 RW yaitu RW 3 dan RW
4; dan Dusun 3 terdiri dari 3 RW yaitu RW 5, RW 6, dan RW 7. Jarak dan waktu
tempuh Desa Cikarwang dari ibu kota kecamatan 5 km dengan waktu tempuh 10
menit dan dari ibu kota Kabupaten 35 kmdengan waktu tempuh 45 menit.
Batas-batas administratif wilayah Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga
adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara
: Sungai Cisadane
Sebelah Timur
: Kel. Situ Gede Kec. Bogor Barat Kota Bogor
Sebelah Selatan
: Sungai Ciapus
Sebelah Barat
: Sungai Ciapus / Sungai Cisadane
Iklim dan Topografi
Topografi dan kontur tanah Desa Cikarawang secara umum merupakan
dataran rendah berupa persawahan yang berada pada ketinggian 193 mdpl. dengan
suhu berkisar antara 200C – 300C. Curah hujan di Desa Cikarawang cukup tinggi
karena masih termasuk ke dalam wilayah Bogor yang curah hujannya berkisar
antara 3500 – 4000 mm/tahun (Deryanti 2010).

7
Sosial dan Ekonomi Masyarakat
Berdasarkan kajian kependudukan desa pada tahun 2012, jumlah
penduduk Desa Cikarawang sebanyak 8245 jiwa yang terdiri dari 4205 laki-laki
dan 4040 perempuan. Terdapat sebanyak 2114 KK, dengan jumlah keluarga
miskin (Gakin) sebanyak 777 KK, dengan persentase 35,3 % dari jumlah total
keluarga yang ada di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.
Adapun rincian dari populasi penduduk Desa Cikarawang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah penduduk Desa Cikarawang tahun 2012
No. Umur (Tahun) Laki-laki (Jiwa) Perempuan (Jiwa) Jumlah (Jiwa)
1
0-5
495
560
1.055
2
6-10
409
367
776
3
11-15
391
389
780
4
16-20
378
368
746
5
21-25
389
374
763
6
26-30
390
378
768
7
31-35
303
285
588
8
36-40
309
284
593
9
41-45
258
251
509
10
46-50
215
193
408
11
51-55
181
160
341
12
56-60
156
137
293
13
61-65
186
147
333
14
>66
139
136
275
Jumlah
4.205
4.040
8.245
Organisasi sosial di Desa Cikarawang yaitu organisasi kelompok tani yang
terdiri dari beberapa kelompok, antara lain Kelompok Tani Setia (Dusun 1),
Kelompok Tani Hurip (Dusun 2), Kelompok Tani Subur Jaya (Dusun 3),
Kelompok Tani Mekar (Dusun 3), dan Kelompok Tani Wanita / KWT (Dusun
2).Mata pencaharian masyarakat Desa Cikarawang antara lain petani, pedagang,
PNS, TNI/POLRI, karyawan, dan wirausaha lainnya. Adapun jumlah dan
persentase dari masing-masing mata pencaharian disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Jenis dan persentase mata pencaharian masyarakat Desa Cikarawang
tahun 2012
No.
Mata Pencaharian
Jumlah (Jiwa)
Persentase(%)
1
Petani/Buruh Tani
535
24.06
2
Pedagang
435
19.56
3
PNS
175
7.87
4
TNI/POLRI
2
0.09
5
Karyawan
477
21.45
6
Wirausaha dan lainnya
600
26.97
Total
2224
100.00
Mata pencaharian utama di Desa Cikarawang adalah bertani. Hal ini
disebabkan luasan dan peruntukan lahan di desa ini didominasi oleh lahan
pertanian berupa persawahan, ladang, dan kebun sehingga mendukung pesatnya
perkembangan usaha pertanian di Desa Cikarawang.

8
Tata Guna Lahan
Luas seluruh wilayah Desa Cikarawang adalah 226.56 ha. Tanah di Desa
Cikarawang diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori berdasarkan tingkat
kesuburan, tingkat erosi, dan peruntukan lahan. Kategori tingkat keseburan dibagi
ke dalam sangat subur, subur , kesuburan sedang. Luasan tanah dengan tingkat
kesuburan sangat subur seluas 42.90 ha (18.93%), tanah subur seluas 45.17 ha
(19.94%), dan tanah dengan kesuburan sedang yaitu seluas 84.02 ha (61.13%).
Akan tetapi, dibalik kesuburan tersebut desa ini rentan terhadap erosi. Kelas erosi
di desa ini dibagi menjadi tanah dengan kelas erosi ringan sebesar 3.5%, tanah
dengan erosi sedang sebesar 6.1%, dan tanah dengan erosi berat sebesar 1.7% dari
luasan wilayah desa (Deryanti 2010). Erosi yang terjadi di desa ini disebabkan
oleh letak geografis desa yang diapit oleh 2 sungai yaitu sungai Cisadane dan
sungai Ciapus.
Jenis peruntukan lahan di Desa Cikarawang antara lain lahan untuk
pertanian, lahan pemukiman, lahan kuburan, jalan, danau, dan peruntukan lainnya.
Lahan pertanian adalah lahan dengan proporsi paling besar yaitu lebih dari
setengah total luas kawasan desa. Luasan lahan pertanian yang paling ini dapat
dijadikan sebagai salah satu faktor pendukung untuk budidaya kelor di desa
tersebut dan menjadikan kelor sebagai salah satu komoditas pertanian Desa
Cikarawang. Data mengenai luasan dan tataguna lahan desa disajikan pada Tabel
4.
Tabel 4 Tata guna dan persentase luasan lahan di Desa Cikarawang tahun 2012
No.
Guna Lahan
Luas (ha)
Persentase (%)
1 Persawahan
128.11
56.55
2 Perkebunan/ladang
35.23
15.55
3 Pemukiman
51.46
22.71
4 Tanah Wakaf/Makam
1.60
0.71
5 Jalan
7.50
3.31
6 Danau / Kolam
2.50
1.10
7 Lain-lain
0.16
0.07
Desa Cikarawang terdapat dua buah danau atau yang biasa masyarakat
sebut dengan nama setu/situ yaitu Setu Burung dan Setu Panjang. Kedua danau ini
sangat berperan penting sebagai sumber air irigasi bagi pertanian desa. Selain
danau, Lahan di Desa Cikarawang dimanfaatkan untuk sirkulasi jalan antara lain
jalan lingkungan, jalan desa, dan jalan kecamatan, dan jalan kabupaten.

(a)
(b)
Gambar 3 Penggunaan lahan (a) situ/danau burung; (b) jalan desa

9
Bioekologi Kelor
Taksonomi Kelor
Kelor merupakan tumbuhan berpembuluh yang dapat menghasilkan biji
yang terdapat dalam buah. Tumbuhan ini merupakan spesies tumbuhan dikotil
atau berkeping dua. Adapun taksonomi kelor adalah sebagai berikut (Krisnadi
2012):
Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom
: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi
: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)
Sub Kelas
: Dilleniidae
Ordo
: Capparales
Famili
: Moringaceae
Genus
: Moringa
Spesies
: Moringa oleifera Lam.
Morfologi Kelor
Kelor merupakan tumbuhan berhabitus pohon yang tingginya mencapai
hingga 12 meter. Kelor memiliki percabangan batang simpodial yaitu batang
pokok sulit ditentukan karena pertumbuhannya akan berhenti dan dikalahkan oleh
pertumbuhan cabangnya. Batang kelor dibalut oleh kulit batang yang berwarna
abu-abu keputihan yang permukaannya sedikit kasar. Daun kelor merupakan jenis
daun majemuk berganda yang letak daunnya berselang-seling. Daun kelor
memiliki batang yang panjang dan mudah lepas dari cabangnya. Anak daun
berbetuk bulat lonjong seperti bentuk telur. Panjang anak daun berkisar antara 1-2
cm, lebar 1-2 cm, daun tipis lemas, tepi daun rata, susunan pertulangan menyirip,
dan permukaan atas maupun bawah daun halus.

(a)
(b)
(c)
Gambar 4 Ciri morfologi kelor (a) batang kelor; (b) daun kelor; (c) buah kelor
Penyebaran Kelor
Kelor merupakan tumbuhan asli kaki bukit Himalaya Asia Selatan.
Kelor dibudidayakan dan telah beradaptasi dengan baik di luar daerah
asalnya. Kelor menyebar dan telah diintroduksi di negara-negara lain seperti
Pakistan, Nepal, Afghanistan, Bangladesh, Sri Lanka, Brazil, Florida,
Meksiko, Peru, hingga sampai ke negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Kelor di habitat aslinya tumbuh secara liar, namun
seiring
dengan
berkembangnya informasi mengenai manfaat dan khasiatnya, sehingga kelor
mulai dibudidayakan untuk dimanfaatkan (Krisnadi 2012).

10
Karakteristik Responden

Jumlah (Orang)

Struktur Umur
Berdasarkan data dari hasil penarikan contoh pada responden, dapat
diketahui bahwa umur responden yang memanfaatkan kelor cukup beragam. Hal
ini menunjukan bahwa pemanfaatan kelor tidak hanya terjadi di orang-orang umur
tua saja, namun pada umur-umur produktif pun telah terjadi kegiatan pemanfaatan
kelor untuk berbagai macam keperluan. Hal ini menunjukan bahwa adanya
keberlanjutan informasi dari generasi tua kepada generasi produktifmengenai
pemanfaatan kelor.
16
14
12
10
8
6
4
2
0

14

9

4

3

30-40

41-50
51-60
Kelas Umur (Tahun)

>60

Gambar 5 Struktur umur responden
Jenis Kelamin
Responden terdiri dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan
perbandingan jumlah yang hampir seimbang. Sebesar 53% responden berjenis
kelamin peremuan dan sebesar 47% berjenis kelamin laki-laki. Pemanfaatan kelor
di Desa Cikarawang tidak didominasi oleh jenis kelamin tertentu. Hal ini
dikarenakan pemanfaatan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan memiliki
kecendrungan yang sama dalam memanfaatkan kelor. Laki-laki memanfaatkan
kelor cenderung untuk keperluan adat dan pengobatan, sementara perempuan
menggunakan kelor untuk keperluan pangan dan pengobatan.

47%

Laki-laki

Perempuan
53%

Gambar 6 Persentase jenis kelamin responden

11
Tingkat Pendidikan
Aprollita (2008) menyatakan bahwa tingkat pendidikan dibedakan
berdasarkan jangka menempuh pendidikan.Hal ini dikategorikan kedalam
pendidikan rendah (≤6 tahun), sedang (7-11 tahun), dan tinggi (12-21 tahun).
Mayoritas responden merupakan masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah
yaitu sebanyak 20 orang lulusan Sekolah Dasar. Masyarakat desa yang umumnya
memanfaatkan kelor adalah masyarakat dengan golongan umur yang terbilang tua.
Mayoritas golongan umur tua hanya mengenyam pendidikan dasar, hal ini
dikarenakan akses pendidikan pada zaman dulu masih sulit dan masyarakat lebih
memilih untuk bekerja daripada bersekolah. Adapun masyarakat yang
mengenyam pendidikan sampai Sekolah Menengah Atas hanya beberapa orang
saja dan hal ini didukung oleh perekonomian keluarga yang mampu
menyekolahkan anakanya pada zaman dulu.
25
Jumlah (Orang)

20
20
15
10

7
3

5
0
SD

SMP
Tingkat Pendidikan

SMA

Gambar 7 Tingkat pendidikan responden
Pekerjaan
Berdasarkan hasil wawancara, responden yang diwancarai didominasi oleh
responden yang bekerja sebagai petani. Hal ini disebabkan mayoritas masyarakat
desa berprofesi sebagai petani. Hal ini juga didukung oleh sebagian besar lahan di
Desa Cikarawang adalah lahan persawahan sehingga berpeluang besar bagi
masyarakat untuk bertani.
12

11

Jumlah (Orang)

10
8
8
6
4

3

3
2

2

2

1

0
Petani

Ibu Rumah Wirausaha
PNS
Pedagang
Tangga
Jenis Pekerjaan

Gambar 8 Komposisi pekerjaan responden

Buruh

Kayawan

12
Tinjauan Pengetahuan Masyarakat dalam Pemanfaatan Kelor
Bentuk Pemenfaatan Kelor
Pemanfaatan kelor di Desa Cikarawang terbagi ke dalam beberapa bentuk
pemanfaatan antara lain pemanfaatan untuk pangan, obat, ritual adat, dan pagar
sawah. Bentuk pemanfaatan yang paling dominan adalah berupa pengobatan
sebesar 42%. Kelor digunakan oleh masyarakat desa sebagai obat berbagai macam
penyakit antara lain sakit panas, mata rabun, obat diabetes, campak, dan obat
darah tinggi.
12%
34%

12%

Pagar
Pangan
Obat
Ritual Adat

42%

Gambar 9 Persentase bentuk pemanfaatan kelor
Sementara pemanfaatan daun kelor untuk pangan terbilang masih rendah
dibandingkan dengan pemanfaatan lainnya. Hanya sebesar 12% masyarakat yang
menggunakan daun kelor untuk kepentingan pangan. Intensitas penggunaan daun
kelor sebagai bahan olahan berkisar anatara 2 – 4 kali pengolahan tiap bulan.
Adapun rata-rata banyaknya daun kelor untuk setiap kali pengolahan yaitu
sebanyak 5 tangkai daun kelor. Daun kelor untuk pangan diolah dalam bentuk
sayur bening. Kandungan nutrisi pada daun kelor dapat menjadi solusi alternatif
bagi kasus malnutrisi yang terdapat di Desa Cikarawang. Bedasarkan hasil
penelusuran dokumen kesehatan Desa Cikarawang, terdapat kasus balita dengan
berat badan di bawah garis merah sebanyak 9 balita. Hal ini bisa saja mengarah
kepada gizi buruk bila dibiarkan secara terus-menerus. Sehingga perlu dilakukan
sosialisasi manfaat kelor sebagai bahan pangan yang banyak mengandung nutrisi
yang baik bagi tumbuh kembang anak. Selain itu, kelor juga dapat menjadi salah
satu solusi bagi pemenuhan kebutuhan pangan keluarga miskin yang terdapat di
desa tersebut. Di Desa Cikarawang terdapat sebanyak 777 keluarga miskin. Kelor
merupakan panganan tanpa perlu dibeli namun mampu menyediakan sumber
nutrisi yang baik bagi kecukupan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh.
Doeer dan Cameron (2005) menyatakan bahwa kandungan nutrisi kelor
sangat baik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi ibu hamil dan balita. Dalam
memenuhi kebutuhan nutrisi ibu hamil maka ibu hamil cukup mengkonsumsi
serbuk daun kelor sebanyak 6 kali sehari dengan dosis 50 gram setiap konsumsi.
Sementara, untuk memenuhi kebutuhan nutrisi batita diperlukan 25 gram serbuk
daun kelor setiap kali konsumsi sebanyak 3 kali per hari. Pengetahuan menganai
hal ini belum dimiliki masyarakat, sehingga perlu dilakukan upaya sosialisasi
mengenai manfaat tersebut kepada masayarakat sehingga masyarakat menyadari
kelor penting bagi kesehatan ibu dan anak. Adapun persentase masing-masing
nutrisi yang dibutuhkan ibu hamil dan balita yang terdapat di dalam kelor
disajikan pada Tabel 5.

13

No.
1
2
3
4
5
6
7

Tabel 5 Persentase kandungan nutrisi serbuk daun kelor
Persentase nutrisi 25 gram
Persentase nutrisi 50 gram
Nutrisi
serbuk daun kelor untuk
serbuk daun kelor untuk
batita (%)
ibu hamil (%)
Protein
42
21
Kalsium
125
84
Magnesium
61
54
Potassium
41
22
Zat Besi
71
94
Vitamin A
310
162
Vitamin C
22
9

Sumber: Doeer dan Cameron (2005)

Terdapat beberapa cara pengolahan kelor yang dilakukan oleh masyarakat
Desa Cikarawang. Cara pengolahan kelor untuk keperluan pangan adalah dengan
sayur bening. Sementara cara pengolahan kelor untuk keperluan pengobatan
adalah dengan cara diresbus dan diremas lalu dicampur minyak kelapa. Adapun
cara pengoalahan kelor untuk keperluan ritual adat adalah dengan cara merebus
daun kelor lalu dipadukan dengan bahan-bahan lain yaitu cabe bakar, bawang
bakar, tomat bakar, dan terasi bakar.
Berdasarkan hasil wawancara, dapat diketahui pengetahuan masyarakat
desa mengenai kelor hanya sebatas pada pemanfaatan yang bersifat sederhana.
Pengetahuan itu antara lain masyarakat mengetahui bahwa kelor dapat digunakan
sebagai bahan pangan, ritual adat, dan obat. Adapun sumber pengetahuan ini
adalah didapatkan oleh masyarakat desa secara turun-temurun dari nenek moyang.

(a)
(b)
(c)
Gambar 10 Contoh bentuk pemanfaatan daun kelor (a) kelor digunakan untuk
ritual adat; (b) kelor digunakan sebagai bahan pangan/ sayur bening;
(c) kelor digunakan untuk obat panas
Bagian yang dimanfaatkan
Bagian dari tumbuhan kelor yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa
antara lain daun, buah, batang, akar, dan seluruh bagian atau pohon kelor secara
utuh. Bagian yang paling banyak digunakan adalah daun sebesar 67%. Daun
paling sering digunakan oleh masyarakat untuk keperluan pengobatan, pangan,
dan ritual adat. Sementara, bagian batang, buah, akar, dan seluruh bagian
peggunaannya tidak begitu dominan antara lain untuk keperluan pengobatan dan
pagar sawah. Bagian tumbuhan yang digunakan perlu diketahui untuk menetukan
upaya budidaya yang sesuai dengan kebutuhan dari masyarakat desa terhadap
bagian kelor yang paling banyak digunakan.

14
16%

3%

Daun

3%

Batang
Buah

11%

67%

Seluruh Bagian
(Pohon)

Gambar 11 Persentase bagian kelor yang dimanfaatkan
Penggunaan daun yang paling dominan pada masyarakat Desa Cikarawang
untuk keperluan obat dan pangan di desa tersebut didasarkan pada pengetahuan
yang mereka peroleh secara turun-temurun sehingga menimbulkan keyakinan
bahwa kelor benar-benar dapat menyembuhkan penyakit yang diderita dan tidak
beracun untuk dimakan sesuai dengan pengalaman nenek moyang. Secara ilmiah
pemanfaatan daun kelor paling banyak digunakan daripada bagian lainnya karena
daun merupakan bagian dari tumbuhan kelor yang paling banyak mengandung
nilai gizi. Moyo et al. (2011) menyebutkan bahwa kandungan gizi pada kelor
begitu lengkap yang disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Komposisi kandungan nutrisi pada daun kelor yang dikeringkan
No.
Kandungan Nutrisi
Persentase (%)
Standard Error
1
Moisture
9.533
0.194
2
Crude protein
30.29
1.480
3
Fat
6.50
1.042
4
Ash
7.64
0.433
5
Neutral detergent fibre
11.40
0.425
6
Acid detergent fibre
8.49
0.348
7
Acid detergent lignin
1.8
2.204
8
Acid detergent cellulose
4.01
0.101
9
Condensed tannins
3.12
0.104
10
Total polyphenols
2.02
0.390
Sumber: Moyo et al. (2011)

Kearifan Lokal Pemanfaatan Kelor
Keraf (2002) diacu dalam Stanis et al. (2007) menyebutkan bahwa
kerarifan lokal/ tradisional adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan,
pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun
perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Kearifan lokal
didefinisikan sebagai kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu
daerah. Bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa: nilai,
norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus.

15
Cerita Rakyat
Pemanfaatan kelor muncul dari cerita perwayangan dahulu kala, cerita ini
sampai kepada generasi sekarang melalui cerita lisan secara turun-temurun.
Terdapat dua tokoh wayang sakti yang turun dari kahyangan ke muka bumi.
Tokoh pewayangan ini bernama Togog dan Semar. Pertama kali menginjakan
kaki ke bumi Togog langsung menanam satu spesies tumbuhan sebagai tanda
bahwa dia pernah menginjakan kaki di bumi. Tumbuhan tersebut adalah kelor.
Setelah menanam kelor, Togog pun kembali lagi ke kahyangan. Tak lama
kejadian itu, turun pula ke bumi adik dari Togog yaitu Semar. Semar merasa
betah di bumi dan dia tak kembali lagi ke kahyangan. Semar pun menetap di bumi
hingga suatu saat dia mendapati temannya yang sudah tua renta dan sakit parah
sulit sekali meninggal. Teman Semar susah meninggal karena dia memiliki ilmu
kebatinan semasa mudanya. Semar melakukan semedi untuk berkomuniksi
dengan Togog yang berada di kahyangan, dalam semedi itu Semar mendapatkan
petunjuk dari Togog agar dia mengambil tumbuhan kelor yang pertama kali
Togog tanam di bumi. Semar mengambil setangkai daun kelor, lalu Semar
memukul-mukulkan daun kelor tersebut pada tubuh temannya yang sedang sakit
parah itu sambil membaca doa-doa. Tak lama setelah dipukul-pukulkan kelor pada
tubuh temannya itu, maka temannya pun langsung meninggal.
Rasulan
Rasulan adalah sebuah kegiatan ritual adat berupa upacara adat sebelum
dilaksanakannya suatu pesta pernikahan atau hajatan. Dalam ritual adat terdapat
penggunaan kelor sebagai salah satu syarat utama dalam upacara adat ini. Adapun
bahan-bahan yang menjadi syarat dalam ritual ini adalah segenggam daun kelor
yang telah direbus, bawang merah yang dibakar, cabe merah bakar, terasi bakar,
rebus telur ayam kampong, dan nasi congcot (nasi yang berbentuk kerucut).
Setelah bahan-bahan disiapkan, maka bahan-bahan itu akan dibacakan bacaanbacaan doa oleh sesepuh kampung tersebut. Adapun maksud dari acara ini adalah
memohon keselamatan kepada Tuhan agar acara yang dimaksud dapat berjalan
lancar dan selamat.
Nadzar
Nadzar merupakan acara ritual adat yang diperoleh secara turun-temurun
sebagai bukti rasa terima kasih dan menepati janji dengan apa yang dijanjikan
pada waktu seseorang sakit. Ketika seseorang tersebut telah sembuh dari sakit,
maka dia harus menepati janjinya dengan cara menyiapkan bahan-bahan yang
menjadi syarat dalam ritual ini, yaitu segemgam daun kelor yang telah direbus,
bawang merah yang dibakar, cabe merah bakar, terasi bakar, rebus telur ayam
kampong, dan nasi congcot (nasi yang berbentuk kerucut). Setelah bahan-bahan
siap maka akan dibacakan doa-doa oleh sesepuh sebagai tanda terimaksih kepada
Tuhan atas kesembuhan yang telah diberikan.

Inventarisasi Populasi Kelor
Penyebaran Kelor
Berdasarkan hasil observasi lapang diketahui bahwa kelor menyebar
hampir di seluruh wilayah desa. Berdasarkan hasil penelitian, kelor terdapat di

16
semua dusun yang ada di Desa Cikarawang yang dimiliki oleh 24 KK atau sebesar
1,14% dari total KK yang terdapat di desa tersebut. Hasil sensus kelor
menunjukan bahwa tercatat sebanyak 65 individu kelor di Desa Cikarawang yang
ditanam di berbagai tipe habitat. Berdasarkan hasil ini dapat diketahui bahwa
keberadaan kelor di desa tersebut hanya terdapat 0.40 individu pohon per ha.
Tentunya keberadaan kelor di desa ini masih sangat minim karena minat yang
kurang untuk menanam kelor. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan
akan manfaat kelor yang begitu besar. Lokasi dan jumlah kelor setiap tingkat
pertumbuhan disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Jumlah dan penyebaran kelor di Desa Cikarawang
Tingkat Pertumbuhan
No.
Lokasi
Jumlah
Pohon
Tiang Pancang
Anakan
1
Dusun 1
23
2
16
41
2
Dusun 2
3
1
2
6
3
Dusun 3
8
3
3
4
18
Jumlah
34
6
5
20
65
Keberadaan kelor di Desa Cikarawang tersebar di semua dusun antara lain
Dusun 1 terdapat sebanyak 41 individu yang tebagi kepada RW 1 sebanyak 3
individu kelor, RW 2 terdapat sebanyak 38 indivdu kelor. Di Dusun 2 terdapat
sebnyak 6 individu kelor yang terbagi kepada RW 3 sebanyak 5 individu dan RW
4 sebanyak 1 individu kelor. Di Dusun 3 kelor terdapat di RW 5 sebanyak 3
individu, RW 6 sebanyak 13 individu, dan RW 7 sebanyak 2 individu.
Berdasarkan hasil sensus diketahui bahwa kelor paling banyak ditemukan di
Dusun 1. Hal ini dikarenakan kelor merupakan tumbuhan hasil budidaya oleh
masyarakat di lahan persawahan dan Dusun 1 merupakan lokasi yang memiliki
luasan sawah paling besar diantara dusun lainnya, sehingga peluang ditanamnya
kelor di Dusun 1 lebih besar daripada di dusun lainnya. Sedangkan, di Dusun lain
jumlah kelor yang ditanam lebih sedikit, hal ini disebabkan selain luasan sawah
yang lebih kecil juga disebabkan oleh penanaman kelor yang ditanam di
pekarangan, kebun, dan tepi jalan.
Kelor di Desa Cikarawang tumbuh dengan baik karena adanya aktivitas
pemeliharaan yang dilakukan oleh pemilik. Adapun pemeliharaan yang dilakukan
berupa pemangkasan batang. Intensitas pemangkasan batang ini terbilang sering
karena pertumbuhan cabang kelor yang relatif cepat. Kelor yang lokasinya di
pinggir jalan, kegiatan pemangkasan lebih sering dilakukan daripada kelor yang
terdapat di kebun dan persawahan. Hal ini dilakukan karena kelor yang berada di
tepi jalan dapat mengganggu keselamatan pengguna jalan dan dapat menimbulkan
gangguan pada kabel listrik. Pemeliharaan berupa pemangkasan memang perlu
dilakukan terhadap tumbuhan kelor yang tingginya sudah menjulang. Hal ini
didasrkan pada kayu tumbuhan kelor bersifat lembut dan rapuh sehingga mudah
roboh (Radovich 2009) .
Berdasarkan hasil observasi lapang dan penandaan lokasi kelor yang
ditanam oleh masyarakat di berbagai tipe habitat dengan menggunakan GPS,
diperoleh data yang diproyeksikan ke dalam peta penyebaran kelor Desa
Cikarawang. Peta yang digunakan adalah peta desa yang diperoleh dari kantor
Desa Cikarawang. Penandaan lokasi kelor dengan mengunakan GPS adalah untuk
mempermudah visualisasi kelor di atas peta desa, sehingga memudahkan untuk

17
pengelolaan kelor di desa tersebut. Adapun peta lokasi keberadaan kelor di desa
tersebut dapat dilihat pada Gambar 12.

Keterangan :

Lokasi Kelor
Gambar 12 Denah lokasi kelor di Desa Cikarawang

Kondisi Habitat
Habitat ditemukan kelor terdiri dari sawah, pekarangan, kebun, dan tepi
jalan. Kelor yang terdapat di pekarangan sebagian besar ditanam oleh kaum ibu
karena perempuan lebih sering berada di rumah dan menata pekarangan. Sebesar
66% masyarakat lebih banyak menanam kelor di lahan pesawahan. Hal ini terkait
dengan luasan sawah di Desa Cikarwang lebih dari setengah penggunaan lahan
yang ada. Sehingga peluang ditanamnya kelor di persawahan lebih besar daripada
menanam kelor di habitat lain seperti pekarangan, kebun, dan tepi jalan.
15%

5%

Sawah
Pekarangan
Kebun

14%

Tepi Jalan
66%

Gambar 13 Persentase tipe habitat kelor

18
Radovich (2009) menyatakan bahwa kriteria tempat tumbuh kelor yang
disajikan pada Tabel 8.
No.
1
2
3
4

5
6

Tabel 8 Kriteria tempat tumbuh kelor
Kategori
Kriteria
Ketinggian
Terendah: Setara laut
Tertinggi: 1500 mdpl.
Curah Hujan Rata-rata Tahunan Terendah: 250 mm
Tertinggi: 4000 mm
Pola Hujan
Kelor adaptif terhadap pola musim
hujan
Lama Musim Kemarau
Mampu bertahan pada musim
kemarau yang panjang, namun
produksi daun terbatas
Suhu Rata-rata Tahunan
Terendah:150C
Tertinggi: 300C
Toleransi Suhu Minimum
Mampu bertahan di suhu 00C

Suhu di Desa Cikarawang berkisar antara 200C – 300C dan ketinggian sekitar
193 mdpl. Selain itu, curah hujan di desa ini berkisar antara 3500 – 4000
mm/tahun. Berdasarkan kriteria Radovich (2009), Desa Cikarawang merupakan
lokasi yang cocok untuk pertumbuhan kelor, sehingga budidaya kelor di desa ini
dapat tumbuh dengan baik. Suhu yang terlalu lembab dan sinar matahari yang
kurang dapat menjadikan pertumbuhan yang tidak bagus bagi kelor. Lahan tempat
menanam kelor terdiri dari lahan milik pribadi dan lahan garapan milik orang lain.
Sebesar 72.31% masyarakat menanam kelor di lahan miliknya sendiri, sementara
sisanya sebesar 27.69% masyarakat menanam di lahan garapan milik orang lain
atau pemerintah. Peluang masyarakat menanam kelor di lahan sendiri lebih besar
karena sebagian besar pemilik kelor memiliki lahan sendiri untuk menanam kelor.
Cara Budidaya
Palada dan Chang (2003) memaparkan cara budidaya kelor melalui 2
teknik yaitu perbanyakan menggunakan biji dan stek batang. Adapun langkah
kerja dari cara budidaya tersebut adalah:
1. Perbanyakan dengan Biji
Biji kelor disiapkan, lalu siapkan juga lahan dengan sinar matahari yang
cukup untuk menanam, lalu buat gudukan-gudukan tanah di lahan. Buat
lubang sedalam 2 cm dan jarak 3 – 5 m antar lubang di gundukan tanah yang
dibuat di ladang. Setelah lubang siap, maka taburkan sebanyak 2 – 3 biji kelor
dilubang tersebut, lalu timbun biji tersebut dengan tanah, campuran
kompos/pupuk (opsional), dan siram dengan air secukupnya.
2. Perbanyakan dengan Stek Batang
Potongan batang kelor dengan ukuran diameter 2.5 cm dan panjang batang
1.8 meter. Lalu siapkan lubang tanam yang berukuran 3cm x 3cm x 3cm.
Ketika alat dan bahan siap, maka penanaman batang kelor siap dilakukan.
Tanam batang kelor dalam lubang, lalu timbun dengan tanah dan kompos
(opsional), dan siram dengan air secukupnya.

19
Berdasarkan hasil observasi lapang, diketahui bahwa seluruh kelor yang
terdapat di desa ini merupakan hasil budidaya masyarakat melalui 2 cara yaitu
perbanyakan secara generatif melalui biji dan perbanyakan secara vegetatif
melalui stek batang. Kelor di desa ini hampir seluruhnya ditanam oleh masyarakat
melalui stek batang. Hal ini disebabkan stek batang merupakan cara paling
sederhana dalam budidaya kelor yang tidak memerlukan banyak perlakuan dan
mudah untuk dilakukan daripada budidaya dengan biji. Perbanyakan kelor dengan
biji sebesar 2% dari total budidaya kelor. Perbanyakan kelor melalui biji terbilang
sulit dan riskan. Ada beberapa tahap yang dilalui sebelum kelor siap tanam di
lapang, seperti tahap persemaian, tahap penyapihan, dan tahap terakhir
penanaman.
2%

Stek
Biji

98%

Gambar 14 Persentase cara budidaya kelor

Aksi Konservasi Kelor
Berdasarkan Tri Stimulus AMAR Pro-Konservasi, upaya konservasi kelor
perlu dilakukan di seluruh wilayah Indonesai. Hal ini didasarkan bahwa kelor
merupakan tumbuhan serbaguna dan banyak memberikan manfaat, antara lain
manfaat dalam aspek kesehatan, manfaat dalam aspek kecukupan nutrisi, dan
manfaat bagi peningkatan kualitas lingkungan. Di Desa Cikarawang telah terjadi
konservasi kelor berupa pemanfaatan dan pengawetan kelor dengan cara
menanam kelor di beberapa lokasi yang terdapat di lahan desa. Zuhud et al.
(2007) menyebutkan bahwa masyarakat tradisional memiliki sikap dan perilaku
pro-konservasi alam. Sikap dan perilaku pro-konservasi alam dipengaruhi oleh 3
stimulus AMAR yaitu stimulus alamiah, stimulus manfaat, dan stimulus rela.
Stimulus alamiah yaitu suatu rangsangan yang berasal dari nilai-nilai
kebenaran dari alam mengenai keberlanjutan sumberdaya alam hayati yang sesuai
dengan karakter bioekologinya (Zuhud et al. 2007). Stimulus alamiah merupakan
hal penting dalam membangun sikap konservasi yang kemudian akan
menghasilkan suatu aksi konservasi. Stimulus alamiah yang dapat merangsang
masyarakat dalam melakukan konservasi kelor adalah informasi penting mengenai
keberadaan kelor di alam. Desa Cikarawang merupakan suatu wilayah yang
memiliki karakteristik lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan kelor. Selain itu,
Desa Cikarawang merupakan desa yang lahannya didominasi oleh lahan pertanian

20
sehingga hal ini dapat dijadikan peluang besar untuk upay budidaya kelor oleh
petani di desa tersbut.
Stimulus manfaat adalah rangsangan yang didasarkan pada kepentingan
manusia seperti manfaat ekonomi, manfaat pengobatan, manfaat ekologis dan
biologis (Zuhud et al. 2007). Stimulus manfaat dari kelor berdasarkan hasil
penelitian adalah masyarakat memiliki dorongan untuk konservasi kelor karena
masyarakat tahu bahwa kelor memiliki nilai manfaat untuk pengobatan dan
pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat. Namun, pada dasarnya
pemanfaatan yang dilakukan masih begitu sederhana sehingga perlu penyampaian
informasi lebih lanjut mengenai manfaat kelor bagi kesehatan dan pangan.
Stimulus rela adalah stimulus yang berkaitan dengan nilai-nilai kebaikan
yang akan mendapatkan ganjaran dari sang pencipta. Stimulus rela akan timbul
ketika masyarakat telah mengetahui stimulus alamiah dan mafaat kelor. Hal ini
juga berkaitan dengan nilai budaya, nilai agama, nilai kearifan, dan nilai kepuasan
yang menjadikan seseorang rela melakukan suatu tindakan. Stimulus manfaat dan
alamiah kelor yang ada di Desa Cikarawang hendaknya mampu membangun
stimulus rela pada masyarakat Desa Cikarawang untuk melakukan aksi konservasi
kelor. Selain itu, stimulus rela yang berkaitan dengan konservasi kelor di Desa
Cikarawang adalah adanya budaya masyarakat yang menggunakan kelor di acara
ritual adat. Selain itu, terdapat cerita rakyat mengenai kelor yang berkembang di
masyarakat secara turun-temurun. Hal ini seharusnya disebarluaskan kepada
masyarakat desa sehingga masyarakat terdorong dan rela untuk melakukan
konservasi kelor.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1.

2.

Pemanfaatan kelor yang dilakukan masyarakat Desa Cikarawang masih
tergolong rendah karena pengetahuan masyarakat mengenai manfaat kelor
yang masih rendah pula. Hal ini ditunjukan dengan pemanfaatan kelor yang
hanya digunakan untuk beberpa keperluan antara lain untuk keperluan pangan
sebesar 12%, pengobatan sebesar 42%, ritual adat sebesar 34%, dan untuk
keperluan pagar sawah sebesar 12%.
Berdasarkan data hasil sensus kelor, dapat diketahui bahwa populasi kelor di
desa tersebut masih rendah dan tidak banyak orang yang membudidayakan
kelor. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengatahuan masyarakat
mengenai manfaat dan cara budidaya kelor, sehingga aksi konservasi yang
dilakukan masyarakat terhadap kelor masih rendah. Hal ini dapat terlihat dari
tercatat sebanyak 65 individu kelor yang terdapat di Desa Cikarawang atau
sebanyak 0.40 individu pohon kelor per hektar. Sebanyak 24 KK yang
memiliki kelor atau sekitar 1,14% dari total seluruh KK yang terdapat di Desa
Cikarawang.

21
Saran
1.

2.

Kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang manfaat kelor sebagai bahan
pangan yang memiliki kandungan nutrisi yang tinggi dan baik bagi kesehatan
perlu ditingkatkan. Kegiatan penyadartahuan mengenai manfaat pangan kelor
ini dapat dilakukan melalui upaya penyuluhan atau tindakan sosialisasi
lainnya. Kelor dapat dijadikan salah satu alternatif pangan untuk mengatasi
permasalahan gizi buruk dan pangan masyarakat Desa Cikarawang. Dengan
demikian, pemerintah desa hendaknya dapat menghimbau kepada masyarakat
agar memanfaatkan kelor sebagai bahan pangan yang memiliki nilai nutrisi
yang tinggi dan mudah didapat.
Budidaya kelor di desa cikarawang masih terbilang rendah, sehingga perlu
peningkatan upaya budidaya kelor di desa tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Amagloh FK, Benang A. 2009. Effectiveness of Moringa oleifera seed as
coagulant for water purification. African Journal of Agricultural Research
4(1): 119-123.
Aprollita. 2008. Kemandirian pembudidaya ikan patin di kolam lahan gambut di
Desa Tangkit Baru, Kec. Kumpe Ulu, Kab. Muaro Jambi, Provinsi Jambi
[tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Deryanti T. 2010. Konservasi tumbuhan obat keluarga (Toga) untuk kesehatan
masyarakat secara mandiri (Studi kasus di Kampung Carang Pulang,
Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Doerr B, Cameron L. 2005. Moringa leaf powder. USA: Echo Technical Note.
Fakhrozi I. 2009. Etnobotani masyarakat Suku Melayu Tradisional di sekitar
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh: Studi kasus di Desa Rantau Langsat
Kec. Batang Gangsal, Kab. Indragiri Hulu, provinsi Riau [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Jaiswal D, Rai PK, Kumar A, Mehta S, Watal G. 2009. Effec