Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) terhadap Perubahan Jumlah Trombosit pada Mencit yang Diberi Metotreksat

(1)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL

DAUN KELOR (

Moringa oleifera

Lam.) TERHADAP

PERUBAHAN JUMLAH TROMBOSIT PADA MENCIT

YANG DIBERI METOTREKSAT

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

NIZALIA

NIM 101501016

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL

DAUN KELOR (

Moringa oleifera

Lam.) TERHADAP

PERUBAHAN JUMLAH TROMBOSIT PADA MENCIT

YANG DIBERI METOTREKSAT

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

NIZALIA

NIM 101501016

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL

DAUN KELOR (

Moringa oleifera

Lam.) TERHADAP

PERUBAHAN JUMLAH TROMBOSIT PADA MENCIT

YANG DIBERI METOTREKSAT

OLEH:

NIZALIA

NIM 101501016

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 10 Oktober 2014

Pembimbing I,

Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. NIP 197806032005012004

Pembimbing II,

Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt. NIP 195208241983031001

Panitia Penguji,

Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt. NIP 130935857

Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. NIP 197806032005012004

Drs. Rasmadin Mukhtar, M.S., Apt. NIP 194909101980031002

Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt. NIP 195109081985031002

Medan, Oktober 2014 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) Terhadap Perubahan Jumlah Trombosit Pada Mencit yang Diberi Metotreksat”. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya Kepada Bapak Dekan Fakultas Farmasi Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah memberikan fasilitas kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan. Kepada Ibu Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt., yang telah membimbing penulis dengan sabar sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Kepada Bapak Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt., Bapak Drs. Rasmadin Mukhtar, M.S., Apt., dan Bapak Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran, arahan, kritik dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Kepada Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt., selaku penasehat akademik yang telah memberikan nasehat dan arahan kepada penulis selama masa perkuliahan dan Bapak/Ibu Pembantu Dekan, Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU atas ilmu yang telah diberikan

Penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih serta penghargaan yang tulus dan tak terhingga kepada orangtua tersayang Ayahanda Fadli dan


(5)

Ibunda Irmawati atas doa dan dukungan baik moril maupun materil, kepada kakak dan keenam adik tersayang Yetti Oseva, Merri Asiska, Fera Yunita, Zahratul Ulya, Nazarul Fahrezi, dan Rizkina Aulia Ramadhani, serta kerabat-kerabat, sahabat, dan teman-teman Farmasi Klinis dan Komunitas stambuk 2010 atas motivasi dan segala bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi.

Medan, 10 Oktober 2014 Penulis,

Nizalia


(6)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN KELOR (Moringa oleifera Lam.) TERHADAP

PERUBAHAN JUMLAH TROMBOSIT PADA MENCIT YANG DIBERI METOTREKSAT

Abstrak

Kemoterapi metotreksat memiliki efek samping depresi sumsum tulang yang dapat berakibat trombositopenia (trombosit < 150.000 per mm3). Daun kelor memiliki komponen aktif senyawa flavonoid berupa quersetin yang dapat meningkatkan proliferasi dan diferensiasi megakariosit dalam sumsum tulang, sehingga dapat meningkatkan jumlah trombosit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik simplisia dan ekstrak etanol daun kelor serta pengaruh ekstrak etanol daun kelor terhadap perubahan jumlah trombosit pada mencit yang diberi metotreksat.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental, meliputi pembuatan ekstrak etanol daun kelor secara maserasidengan pelarut etanol 96%, karakterisasi dan skrining fitokimia simplisia dan ekstrak, kemudian dilanjutkan dengan pengujian ekstrak etanol daun kelor terhadap jumlah trombosit pada mencit yang diinduksi metotreksat. Hewan percobaan terdiri dari 30 ekor mencit dibagi dalam 5 kelompok mencit, yaitu kelompok normal/blanko (K0), kelompok K1 diberi suspensi CMC Na 0,5% bb selama 10 hari, kelompok K2 diberi metotreksat dosis 1,3 mg/kg bb pada hari ke-6 sampai hari ke-10, kelompok K3 diberi suspensi ekstrak etanol daun kelor dosis 100 mg/kg bb selama 10 hari + metotreksat dosis 1,3 mg/kg bb pada hari ke-6 sampai hari ke-10, dan kelompok K4 diberi suspensi ekstrak etanol daun kelor dosis 200 mg/kg bb selama 10 hari + metotreksat dosis 1,3 mg/kg bb pada hari ke-6 sampai hari ke-10. Pada hari ke-11, dilakukan pengambilan darah melalui ekor. Kemudian dilakukan pemeriksaan jumlah trombosit menggunakan alat hemositometer. Hasil pengukuran ini dianalisis secara statistik menggunakan program SPSS. Data dianalisis dengan uji One way

ANAVA dan dilanjutkan dengan uji post hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan antar perlakuan.

Karakteristik simplisia daun kelor diperoleh kadar air 6,65%, kadar abu total 9,69%, kadar abu tidak larut asam 0,97%, kadar sari larut air 29,59%, dan kadar sari larut etanol 12,64%. Sedangkan karakteristikekstrak etanol daun kelor, kadar air 18,96%, kadar abu total 0,45%, dan kadar abu tidak larut asam 0,21%. Skrining fitokimia simplisia dan ekstrak etanol daun kelor mengandung senyawa golongan flavonoida, alkaloid, steroid/triterpenoid, saponin, dan tanin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan terhadap perubahan jumlah trombosit antar kelompok dengan p = 0,000 (p < 0,05). Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun kelor dosis 100 mg/kg bb pada mencit yang diinduksi metotreksat sudah dapat meningkatkan jumlah trombosit menjadi normal, yaitu sebesar 439.000 ± 52.379,39 per mm3.


(7)

EFFECT OFETHANOL EXTRACT OF

MORINGA (Moringa oleifera Lam.) LEAVES TO CHANGES IN PLATELET COUNTS IN MICE GIVEN METHOTREXATE

Abstract

Methotrexate chemotherapy has side effects of bone marrow depression which may result in thrombocytopenia (platelet counts < 150,000 per mm3). Moringa leaves have an active component in the form quersetin flavonoid compounds that can increase the proliferation and differentiation of megakaryocytes in the bone marrow, thus increasing the number of platelets. The purpose of this study was to determine the characteristics of crude drugs and ethanol extracts of moringa leaves as well as the effect of ethanol extract of moringa leaves to changes in platelet counts in mice given methotrexate.

This research uses experimental methods, including the manufacture of ethanol extract of moringa leaves by maceration with 96% ethanol, characterization and phytochemical screening of crude drugs and extracts, followed by testing ethanol extract of moringa leaves the platelet count in mice induced methotrexate. The experimental animals consisted of 30 mice were divided into 5 groups of mice, the normal group/blanko (K0), K1 group was given suspension of CMC Na 0.5% bw for 10 days, the K2 group was given methotrexate dose of 1.3 mg/kg bw in day 6 to day 10, groups of K3 given suspension of ethanol extract of moringa leaves dose of 100 mg/kg bw for 10 days + methotrexate dose of 1.3 mg/kg bw on day 6 to day 10, and K4 given suspension of ethanol extract of moringa leaves dose group 200 mg/kg bw for 10 days + methotrexate dose of 1.3 mg/kg bw on day 6 to day 10. On day 11, blood sampling is done through the tail. Then examined the platelet count using a hemocytometer. The results of these measurements were statistically analyzed using SPSS. Data were analyzed by One way ANOVA followed by Tukey HSD's post hoc test to see the differences between treatments.

Characteristics of moringa leaf botanicals derived water content of 6.65%, 9.69% total ash content, acid insoluble ash content of 0.97%, the levels of water-soluble extract 29.59%, and levels of ethanol water-soluble extract 12.64%. While ethanol extract of moringa leaves characteristics, moisture content 18.96%, 0.45% total ash content, and acid insoluble ash content of 0.21%. Phytochemical screening of crude drugs and classes of compounds containing ethanol extract of moringa leaves flavonoida, alkaloids, steroids/ triterpenoids, saponins, and tannins. The results showed that there were significant differences in the changes in platelet counts between groups with p = 0.000 (P < 0.05). Based on the research it can be concluded that the administration of ethanol extract of moringa leaves of 100 mg/kg bw in mice induced methotrexate has been increasing the platelet counts to normal at 439,000 ± 52379.39 per mm3.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR SINGKATAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 . Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Diagram Kerangka Pikir Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6


(9)

2.1.1 Sejarah Tumbuhan ... 6

2.1.2 Sistematika Tumbuhan ... 6

2.1.3 Nama Asing ... 7

2.1.4 Nama Daerah ... 7

2.1.5 Morfologi Tumbuhan ... 7

2.1.6 Kandungan Kimia ... 8

2.1.7 Khasiat Tumbuhan ... 8

2.2 Ekstraksi ... 9

2.3 Metotreksat ... 11

2.4 Darah ... 12

2.5 Hemopoiesis ... 12

2.6 Trombosit ... 14

2.6.1 Definisi Trombosit ... 14

2.6.2 Pembentukan Trombosit ... 15

2.6.3 Struktur Trombosit ... 16

2.6.4 Fungsi Trombosit ... 17

2.7 Kelainan Trombosit Kuantitatif ... 17

2.7.1 Trombositopenia ... 17

2.7.2 Trombositosis ... 18

2.8 Pemeriksaan Trombosit dengan Cara Manual (Hemositometer) 19 BAB III METODE PENELITIAN ... 22

3.1 Alat dan Bahan ... 22

3.1.1 Alat - alat ... 22


(10)

3.2 Hewan Percobaan ... 23

3.3 Identifikasi Tumbuhan ... 23

3.4 Pembuatan Pereaksi ... 23

3.5 Pengumpulan dan Pembuatan Simplisia ... 25

3.5.1 Pengumpulan Sampel ... 25

3.5.2 Pembuatan Simplisia ... 25

3.6 Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak ... 26

3.6.1 Pemeriksaan Makroskopik ... 26

3.6.2 Pemeriksaan Mikroskopik ... 26

3.6.3 Penetapan Kadar Air ... 26

3.6.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air ... 27

3.6.5 Penetapan KadarSari Larut dalam Etanol ... 27

3.6.6 Penetapan KadarAbu Total ... 28

3.6.7 Penetapan Kadar Abu Tidak LarutAsam ... 28

3.7Pemeriksaan Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia dan Ekstrak 28

3.7.1 Pemeriksaan Alkaloida ... 28

3.7.2 Pemeriksaan Flavonoida ... ... 29

3.7.3 Pemeriksaan Tanin ... 29

3.7.4 Pemeriksaan Glikosida ... 29

3.7.5 Pemeriksaan Saponin ... 30

3.7.6 Pemeriksaan Steroida/Triterpenoida ... 30

3.8 Tahapan Persiapan Percobaan ... 30

3.8.1 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Kelor ... 30


(11)

3.8.3 Pembuatan Suspensi Metotreksat 0,025% ... 31

3.8.4Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Daun Kelor 1% ... 31

3.9 Tahap pengujian ... 32

3.10 Pemeriksaan Trombosit ... 33

3.11 Analisis Statistik ... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 35

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak ... 35

4.3 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak ... 38

4.4 Hasil Pengujian Ekstrak Etanol Daun Kelor Terhadap Jumlah Trombosit Mencit ... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

5.1 Kesimpulan ... 44

5.2 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Kelor 36 Tabel 4.2Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Etanol

Daun Kelor ... 38 Tabel 4.3Hasil Rata-Rata Perhitungan Jumlah Trombosit Mencit (per mm3)


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Diagram Kerangka Pikir Penelitian ... 5

Gambar 2.1 Struktur Metotreksat ... 11

Gambar 2.2 Peran Faktor Pertumbuhan dan Hemopoiesis Normal ... 13

Gambar 2.3 Kamar Hitung Improved Neubauer ... 21

Gambar 3.1 Grafik Hasil Rata-Rata Perhitungan Jumlah Trombosit Mencit (per mm3) Setelah Perlakuan 10 hari ... 40


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Hasil Persetujuan Etik Penelitian ... 49 Lampiran 2. Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 50 Lampiran 3. Karakteristik Tumbuhan Kelor (Moringa oleifera Lam.) 51 Lampiran 4. Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Daun Kelor ... 53 Lampiran 5. Perhitungan Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia 55 Lampiran 6. Perhitungan Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Ekstrak ... 60 Lampiran 7. Bagan Kerja Penelitian ... 63 Lampiran 8. Bagan Pembuatan Ekstrak ... 64 Lampiran 9. Bagan Alur Perlakuan Terhadap Mencit ... 65 Lampiran 10. Bagan Kerja Pengambilan Darah dan Pemeriksaan

Jumlah Trombosit ... 66 Lampiran 11. Alat, Bahan, dan Objek yang Digunakan ... 67 Lampiran 12. Contoh Perhitungan Dosis ... 70 Lampiran 13. Contoh Gambar Trombosit Mencit Perbesaran 10 x 40 ... 72 Lampiran 14. Contoh Perhitungan Jumlah Trombosit ... 73 Lampiran 15. Hasil Analisis ANAVA Jumlah Trombosit pada Mencit 74


(15)

DAFTAR SINGKATAN

5-HT 5-hidroxitriptamin

ADP Adenosine Diphosphate

ANAVA Analisis Variansi

ATP Adenosine Triphosphate

bb berat badan

bw body weight

BFU-E Burst Forming Unit-Erytroid

BFU-EMeg Burst Forming Unit-Erytroid Megakaryocyte

CFU Colony Forming Unit

CFU-E Colony Forming Unit-Erytroid

CFU-Eo Colony Forming Unit-Eosinophil

CFU-G Colony Forming Unit-Granulocyte

CFU-GEMM Colony Forming Unit-Granulocyte Erytroid Monocyte Megakariocyte

CFU-GM Colony Forming Unit- Granulocyte Monocyte

CFU-GMEo Colony Forming Unit-Granulocyte Monocyte Eosinophil

CFU-M Colony Forming Unit-Monocyte

CFU-Meg Colony Forming Unit-Megakariocyte

CSF Colony Stimulating Factor

DIT Drug InducedThrombocytopenia

DNA Deoxynucleic Acid

EEDK Ekstrak Etanol Daun Kelor


(16)

G-CSF Granulocyte-Colony Stimulating Factor

GM-CSF Granulocyte Macrophage-Colony Stimulating Factor

GP Glikoprotein

HSD Honestly Significant Different

IL Interleukin

M-CSF Monocyte-Colony Stimulating Factor

MTX Metotreksat

NF-κβ Nuclear Factor Kappa-beta

NO Nitric Oxide

PDGF Platelet Derived Growth Factor

PSC Pluripotent Stem Cell

RNA Ribonucleic Acid

ROS Reactive Oxygen Species

SCF Stem Cell Factor

SPSS Statistical Product and Service Solution

THFA Tetrahydrofolate Acid

TNF-α Tumour Necrosis Factor-alpha

TPO Trombopoietin


(17)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN KELOR (Moringa oleifera Lam.) TERHADAP

PERUBAHAN JUMLAH TROMBOSIT PADA MENCIT YANG DIBERI METOTREKSAT

Abstrak

Kemoterapi metotreksat memiliki efek samping depresi sumsum tulang yang dapat berakibat trombositopenia (trombosit < 150.000 per mm3). Daun kelor memiliki komponen aktif senyawa flavonoid berupa quersetin yang dapat meningkatkan proliferasi dan diferensiasi megakariosit dalam sumsum tulang, sehingga dapat meningkatkan jumlah trombosit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik simplisia dan ekstrak etanol daun kelor serta pengaruh ekstrak etanol daun kelor terhadap perubahan jumlah trombosit pada mencit yang diberi metotreksat.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental, meliputi pembuatan ekstrak etanol daun kelor secara maserasidengan pelarut etanol 96%, karakterisasi dan skrining fitokimia simplisia dan ekstrak, kemudian dilanjutkan dengan pengujian ekstrak etanol daun kelor terhadap jumlah trombosit pada mencit yang diinduksi metotreksat. Hewan percobaan terdiri dari 30 ekor mencit dibagi dalam 5 kelompok mencit, yaitu kelompok normal/blanko (K0), kelompok K1 diberi suspensi CMC Na 0,5% bb selama 10 hari, kelompok K2 diberi metotreksat dosis 1,3 mg/kg bb pada hari ke-6 sampai hari ke-10, kelompok K3 diberi suspensi ekstrak etanol daun kelor dosis 100 mg/kg bb selama 10 hari + metotreksat dosis 1,3 mg/kg bb pada hari ke-6 sampai hari ke-10, dan kelompok K4 diberi suspensi ekstrak etanol daun kelor dosis 200 mg/kg bb selama 10 hari + metotreksat dosis 1,3 mg/kg bb pada hari ke-6 sampai hari ke-10. Pada hari ke-11, dilakukan pengambilan darah melalui ekor. Kemudian dilakukan pemeriksaan jumlah trombosit menggunakan alat hemositometer. Hasil pengukuran ini dianalisis secara statistik menggunakan program SPSS. Data dianalisis dengan uji One way

ANAVA dan dilanjutkan dengan uji post hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan antar perlakuan.

Karakteristik simplisia daun kelor diperoleh kadar air 6,65%, kadar abu total 9,69%, kadar abu tidak larut asam 0,97%, kadar sari larut air 29,59%, dan kadar sari larut etanol 12,64%. Sedangkan karakteristikekstrak etanol daun kelor, kadar air 18,96%, kadar abu total 0,45%, dan kadar abu tidak larut asam 0,21%. Skrining fitokimia simplisia dan ekstrak etanol daun kelor mengandung senyawa golongan flavonoida, alkaloid, steroid/triterpenoid, saponin, dan tanin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan terhadap perubahan jumlah trombosit antar kelompok dengan p = 0,000 (p < 0,05). Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun kelor dosis 100 mg/kg bb pada mencit yang diinduksi metotreksat sudah dapat meningkatkan jumlah trombosit menjadi normal, yaitu sebesar 439.000 ± 52.379,39 per mm3.


(18)

EFFECT OFETHANOL EXTRACT OF

MORINGA (Moringa oleifera Lam.) LEAVES TO CHANGES IN PLATELET COUNTS IN MICE GIVEN METHOTREXATE

Abstract

Methotrexate chemotherapy has side effects of bone marrow depression which may result in thrombocytopenia (platelet counts < 150,000 per mm3). Moringa leaves have an active component in the form quersetin flavonoid compounds that can increase the proliferation and differentiation of megakaryocytes in the bone marrow, thus increasing the number of platelets. The purpose of this study was to determine the characteristics of crude drugs and ethanol extracts of moringa leaves as well as the effect of ethanol extract of moringa leaves to changes in platelet counts in mice given methotrexate.

This research uses experimental methods, including the manufacture of ethanol extract of moringa leaves by maceration with 96% ethanol, characterization and phytochemical screening of crude drugs and extracts, followed by testing ethanol extract of moringa leaves the platelet count in mice induced methotrexate. The experimental animals consisted of 30 mice were divided into 5 groups of mice, the normal group/blanko (K0), K1 group was given suspension of CMC Na 0.5% bw for 10 days, the K2 group was given methotrexate dose of 1.3 mg/kg bw in day 6 to day 10, groups of K3 given suspension of ethanol extract of moringa leaves dose of 100 mg/kg bw for 10 days + methotrexate dose of 1.3 mg/kg bw on day 6 to day 10, and K4 given suspension of ethanol extract of moringa leaves dose group 200 mg/kg bw for 10 days + methotrexate dose of 1.3 mg/kg bw on day 6 to day 10. On day 11, blood sampling is done through the tail. Then examined the platelet count using a hemocytometer. The results of these measurements were statistically analyzed using SPSS. Data were analyzed by One way ANOVA followed by Tukey HSD's post hoc test to see the differences between treatments.

Characteristics of moringa leaf botanicals derived water content of 6.65%, 9.69% total ash content, acid insoluble ash content of 0.97%, the levels of water-soluble extract 29.59%, and levels of ethanol water-soluble extract 12.64%. While ethanol extract of moringa leaves characteristics, moisture content 18.96%, 0.45% total ash content, and acid insoluble ash content of 0.21%. Phytochemical screening of crude drugs and classes of compounds containing ethanol extract of moringa leaves flavonoida, alkaloids, steroids/ triterpenoids, saponins, and tannins. The results showed that there were significant differences in the changes in platelet counts between groups with p = 0.000 (P < 0.05). Based on the research it can be concluded that the administration of ethanol extract of moringa leaves of 100 mg/kg bw in mice induced methotrexate has been increasing the platelet counts to normal at 439,000 ± 52379.39 per mm3.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trombosit atau platelet bukan merupakan sel, melainkan pecahan granular sel, berbentuk piringan, dan tidak berinti. Trombosit adalah bagian terkecil dari unsur seluler sumsum tulang dan sangat penting peranannya dalam hemostasis dan pembekuan darah (Sherwood, 2001).

Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit dibawah 150.000 per mm3. Jumlah trombosit normal dalam darah tepi adalah 150.000 – 450.000 per mm3. Trombositopenia disebabkan oleh penurunan pembentukan trombosit, dekstruksi trombosit dan keadaan-keadaan defisiensi. Agen-agen kemoterapik, khususnya yang bersifat toksik terhadap sumsum tulang juga akan menekan pembentukan trombosit (Baldy, 1994; Widmann, 1995).

Penyebab trombositopenia disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah Drug InducedThrombocytopenia (DIT) yang disebabkan oleh penggunaan metotreksat. Metotreksat merupakan salah satu obat antikanker yang mekanisme kerjanya menghambat reduksi dari asam folat menjadi tetrahidrofolat. Salah satu toksisitas utama obat ini adalah supresi sumsum tulang. Supresi hemopoiesis terlihat sebagai leukopenia, trombositopenia dan anemia. Dosis metotreksat pada manusia yang dapat menimbulkan efek supresi sumsum tulang secara cepat adalah 25 – 30 mg/hari (Tan dan Rahardja, 2007; Setiabudy, 2007). Berdasarkan laporan 4 survei nasional, insiden tahunan DIT berkisar antara 0,6 – 1,8 per 100.000 populasi. Meskipun insiden DIT relatif rendah, namun pada bulan Agustus 2004


(20)

terdapat 964 artikel berisi laporan kasus DIT yang melibatkan 1316 pasien dan 281 jenis obat (Setiabudy, 2009).

Menurut penelitian Sundaryono (2011), flavonoid terbukti dapat mempengaruhi kenaikan jumlah trombosit dan memiliki bioaktivitas sebagai antikanker, antivirus, antibakteri, antiradang, dan antialergi. Kandungan senyawa flavonoid pada ekstrak etanol batang betadin mampu menaikkan trombosit sebesar 813.000 per mm3.

Salah satu tanaman yang mengandung flavonoid adalah tanaman kelor (Moringa oleifera Lam.). Kelor mengandung komponen flavonoid yang paling banyak, yaitu quercetin dan kaempferol. Hampir seluruh bagian dari tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai obat berkhasiat. Namun masyarakat Indonesia lebih banyak memanfaatkannya untuk keperluan mistik, tanaman pagar, dan hanya sedikit yang memanfaatkannya sebagai sayuran (Mardiana, 2013).

Penduduk Indonesia terutama di pedesaan sering menggunakan daun kelor sebagai obat penurun demam tinggi. Di India, jus daun kelor digunakan untuk menstabilkan tekanan darah dan ansietas (Wihastuti, dkk., 2007). Di Uganda, daun kelor dikenal sebagai tanaman yang mampu menyembuhkan sejumlah penyakit termasuk malaria dan gejala HIV/AIDS (Kasolo, et al., 2010). Di Filipina, daun kelor digunakan mengobati anemia, pembengkakan kelenjar, dan penambah ASI untuk ibu menyusui (Mardiana, 2013). Selain itu, daun kelor digunakan juga untuk menurunkan kolesterol, diare, disentri, colitis, gonorhea, sakit kepala, iritasi, infeksi, antialergi, antikarsinogenik, dan antiinflamasi (Wihastuti, dkk., 2007).


(21)

Menurut penelitian yang telah dialkukan oleh Wihastuti, dkk., (2007), ekstrak daun kelor dapat menghambat aktifasi NF-κβ (Nuclear Factor Kappa-beta) dan menurunkan ekspresi protein TNF-α (Tumour Necrosis Factor-alpha) pada proses peradangan penyebab aterosklerosis. Penurunan ini disebabkan oleh efek antioksidan kuat quersetin yang mampu mengikat radikal bebas (Gugliotta dan Baccarani, 2011).

Efek ekstrak etanol daun kelor juga dibuktikan dalam menurunkan leukopenia secara signifikan pada mencit yang diinduksi siklofosfamid pada dosis subletal. Kandungan daun kelor seperti vitamin dan fenolik mampu mengembalikan ukuran dan berat normal limpa dan timus. Selain itu, pemberian ekstrak etanol daun kelor juga meningkatkan parameter darah seperti sel darah putih dan persen neutrofil (Gupta, et al., 2010).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti apakah pemberian daun kelor dalam bentuk ekstrak mampu meningkatkan trombosit pada mencit putih yang dijadikan trombositopenia dengan induksi metotreksat.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah:

a. apakah karakteristik simplisia dan ekstrak etanol daun kelor yang diteliti memenuhi persyaratan mutu simplisia dan ekstrak?

b. apakah ekstrak etanol daun kelor memiliki pengaruh terhadap perubahan jumlah trombosit pada mencit yang diberi metotreksat?


(22)

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah:

a. karakteristik simplisia dan ekstrak etanol daun kelor dapat diketahui dan memenuhi standar.

b. ekstrak etanol daun kelor memiliki pengaruh terhadap perubahan jumlah trombosit pada mencit yang diberi metotreksat.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: a. karakteristik simplisia dan ekstrak etanol daun kelor.

b. pengaruh ekstrak etanol daun kelor terhadap perubahan jumlah trombosit pada mencit yang diberi metotreksat.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi ilmiah yang komprehensif tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun kelor terhadap perubahan jumlah trombosit pada mencit yang diberi metotreksat. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan untuk diterapkan pada pasien yang mendapatkan terapi metotreksat untuk mengurangi efek samping obat sitostatika. Selain itu berguna sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya mengenai daun kelor mengingat manfaatnya bagi kesehatan dan mudah didapatkan di pasaran.


(23)

1.6 Kerangka Pikir

Adapun kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1 berikut.

Variabel bebas Variabel terikat Parameter

Gambar 1.1 Diagram Kerangka Pikir Penelitian

1. Makroskopik 2. Mikroskopik 3. Kadar air 4. Kadar sari

larut dalam air 5. Kadar sari

larut dalam etanol 6. Kadar abu

total 7. Kadar abu

tidak larut asam

Suspensi EEDK 100 mg/kg bb +

metotreksat dosis 1,3 mg/kg bb

Suspensi EEDK 200 mg/kg bb +

metotreksat dosis 1,3 mg/kg bb

Suspensi CMC Na 0,5% bb

Metotreksat dosis 1,3 mg/kg bb

Jumlah trombosit

per mm3 Golongan senyawa metabolit sekunder simplisia dan ekstrak 1. Alkaloid 2. Flavonoid 3. Tanin 4. Steroid/ triterpenoid 5. Saponin Karakteristik simplisia dan ekstrak Simplisia daun kelor

Ekstrak etanol daun kelor (EEDK)


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Sejarah Tumbuhan

Kelor (Moringa oleifera Lam.) merupakan tanaman yang berasal dari dataran sepanjang sub Himalaya, yaitu India, Pakistan, Bangladesh, dan Afghanistan. Kelor dibudidayakan dan telah beradaptasi dengan baik di luar jangkauan daerah asalnya, termasuk bagian barat, timur, dan selatan Afrika, Asia tropis, Amerika Latin, Karibia, Florida, dan Kepulauan Pasifik (Fahey, 2005).

Di Indonesia, kelor dikenal berupa pohon dengan tinggi 5 – 10 m. Batang kayu getas sehingga mudah patah. Namun, kayunya dibungkus dengan kulit yang tidak mudah terpotong selain menggunakan benda tajam. Percabangan tanaman jarang dan tumbuh memanjang. Cabang menghasilkan tangkai daun yang banyak sehingga tanamannya terlihat rimbun (Mardiana, 2013).

2.1.2 Sistematika Tumbuhan

Sistematika tanaman kelor adalah sebagai berikut. (Integrated Taxonomic Information System, 2013):

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Tracheobionta Super divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub kelas : Dilleniidae Ordo : Capparales


(25)

Famili : Moringaceae Genus : Moringa

Species : Moringa oleifera Lam. 2.1.3 Nama Asing

Selama berabad-abad, tanaman kelor telah dibawa ke berbagai daerah, mulai dari wilayah semi-tropis hingga tropis. Kini kelor dikenal di 82 negara dengan 210 nama yang berbeda, diantaranya horse radish tree, drumstick tree, benzolive tree (Inggris), mlonge (Tanzania), marango (Nikaragua), moonga

(India), mulangay (Filipina), nebeday (Senegal), sajna (Bangladesh), dan sebagainya. Berdasarkan manfaatnya, tumbuhan ini dikenal dengan mother’s best friend, miracle vegetable, dan miracle tree (Mardiana, 2013).

2.1.4 Nama Daerah

Penanaman kelor di Indonesia tersebar di seluruh daerah, mulai dari Aceh hingga Meurauke. Oleh karena itu, tanaman kelor dikenal berbagai daerah, seperti

murong (Aceh), munggai (Sumatera Barat), kilor (Lampung), kelor (Jawa Barat dan Jawa Tengah), marongghi (Madura), kiloro (Bugis), parongge (Bima),

kawona (Sumba), dan kelo (Ternate) (Mardiana, 2013). 2.1.5 Morfologi Tumbuhan

Kelor merupakan tanaman yang tinggi pohonnya dapat mencapai 12 meter dengan diameter 30 cm; berakar tunggang berwarna putih yang membesar seperti lobak; mempunyai batang bulat dengan arah tumbuh lurus ke atas dan permukaannya kasar. Percabangan pada batangnya terjadi secara simpodial; daun majemuk, bertangkai panjang, tersusun berseling; helai daun saat muda berwarna hijau muda, setelah dewasa hijau tua, bentuk helai daun bulat telur, panjang 1 – 3


(26)

cm, lebar 4 mm sampai 1 cm, ujung daun tumpul, pangkal daun membulat, dan tepi daun rata, susunan pertulangan menyirip, pemukaan atas dan bawah halus; bunga berwarna putih agak krem, menebar aroma khas; buah berbentuk segitiga memanjang berwarna cokelat setelah tua; biji berbentuk bulat, ketika muda berwarna hijau terang dan berubah berwarna cokelat kehitaman ketika polong matang dan kering Bagian kayu warna cokelat muda atau krem berserabut (Anwar, et al., 2007).

2.1.6 Kandungan Kimia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun kelor banyak mengandung nutrisi dan senyawa kimia, antara lain: protein (27%), kaya vitamin A dan C, zat besi, kalsium, fosfor, alkaloid, flavonoid, alkaloid, glikosida, saponin/triterpenoid, polisakarida, asam amino, serta kandungan polifenol lainnya (Gaikwad, et al., 2011). Selain itu, daun kelor juga mengandung nitril glikosida, yaitu niazirin dan niazirinin; three mustard oil glycosides, seperti 4 [(4'-O-acetyl-α -L-rhamnosyloxy) benzyl] isotiosianat, niaziminin A ,dan niaziminin B; asam-asam fenolik, seperti asam gallat, klorogenik, asam ferulat, dan asam ellagat; flavonoid (kaempferol, quercetin dan rutin) dan karotenoid (terutama lutein and β-karoten) (Pandey, et al., 2012).

2.1.7 Khasiat Tumbuhan

Pemanfaatan tanaman kelor cukup beragam. Kelor biasanya ditanam sebagai bahan sayur dan tanaman pagar. Selain itu, dapat pula dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi dan kambing. Kelor juga dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan. Akar kelor ampuh menyembuhkan nyeri, rematik, sariawan, dan asma. Kulit akar juga mujarab mengatasi pembengkakan dan sariawan. Sementara


(27)

kulit batang digunakan untuk pelancar haid, flu, dan sariawan. Ramuan daun kelor dapat membantu penyembuhan pembengkakan limpa, penurun gula darah, dan meningkatkan nafsu makan. Selain itu, daun juga bersifat diuretik serta dapat menangani panas dalam, anemia, dan mempelancar air susu ibu. Berbagai penelitian yang telah dilakukan seperti antioksidan, urolitiasis, hepatoprotektor, immunomodulator, hipokolesterolemik (penurun kolesterol), dan hipoglikemik (penurun gula darah) (Mardiana, 2013). Secara tradisional daun kelor juga digunakan sebagai obat malaria, penyembuh luka, antiasma, antiinflammasi, antiarthritis dan analgesik, antitiroid, antimikroba, antitumor, antipiretik, anafilaksis, antiulser, antifertilitas, antiplasmodial, antihipertensi (Pandey, et al., 2012).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Ditjen POM, 2000). Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak, yaitu sediaan

pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM a, 1995).

Menurut Ditjen POM (2000), metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dibagi ke dalam dua cara, yaitu :

1. Cara dingin


(28)

a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) secara terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat).

2. Cara Panas

Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara panas terdiri dari: a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

b. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur (40 – 50oC).


(29)

d. Infundasi

Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96 – 98oC) selama waktu tertentu (15 – 20 menit).

e. Dekoktasi

Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan temperatur sampai titik didih air.

2.3 Metotreksat

Gambar 2.1 Struktur Metotreksat (Ditjen POM a, 1995).

Metotreksat merupakan derivat pteridin yang menghambat reduksi asam folat menjadi asam tetrahydrofolat (THFA) dengan jalan pengikatan pada enzim reduktase. THFA mempunyai peranan penting bagi sintesa DNA dan pembelahan sel. Antagonis folat ini adalah sitostatikum pertama yang efektif pada leukemia akut dan kanker. Pengobatan pada kanker biasanya dikombinasi dengan asam folinat untuk menghindari efek sampingnya yang hebat (Tan dan Rahardja, 2007).

Efek samping utama metotreksat adalah penekanan sumsum tulang (leukopenia, trombositopenia). Dosis di atas 25 – 30 mg dapat menyebabkan efek yang hebat. Selain itu, efek samping yang ditimbulkan dapat berupa kerusakan mukosa mulut dan saluran pencernaan, tetapi jarang terjadi rasa lelah, rontok


(30)

rambut, dan demam. Dosis untuk pengobatan kanker tergantung dari jenis dan keadaan pasien, yaitu oral 5 – 30 mg sehari selama 5 hari. Setelah istirahat 2 – 3 minggu dapat diulang lagi 3 – 5 kali. Dosis untuk psoriasis dan rematik: oral, i.m. atau i.v. 15 – 25 seminggu. Pada dosis rendah ini imunosupresi bersifat ringan, namun perlu dilakukan monitoring darah secara teratur (Tan dan Rahardja, 2007).

2.4 Darah

Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup, mulai dari binatang primitif sampai dengan manusia. Dalam keadaan fisiologik, darah selalu berada dalam pembuluh darah sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai: (a) pembawa oksigen (oxsygen carrier); (b) mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi; dan (c) mekanisme hemostasis. Darah terdiri atas 2 komponen utama, yaitu:

a. Plasma darah: bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit, dan protein darah.

b. Butir-butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas: 1) eritrosit: sel darah merah (SDM) – red blood cell (RBC) 2) leukosit: sel darah putih (SDP) – white blood cell (WBC) 3) trombosit: butir pembeku – platelet (Bakta, 2003).

2.5 Hemopoiesis

Hemopoiesis atau hematopoiesis ialah proses pembentukan darah. Tempat hemopoiesis pada manusia berpindah-pindah sesuai umur (Bakta, 2003), yaitu:

a. yolk sac : umur 0 – 3 bulan intrauterine


(31)

c. sumsum tulang : umur 4 bulan intrauterin – dewasa

Hemopoiesis bermula terjadi dari suatu sel induk primitif yang disebut sebagai pluripotent stem cell yang dapat menimbulkan berbagai jalur sel yang terpisah. Sel induk yang berperan penting pada hemopoiesis adalah sel induk hemopoietik. Sel induk hemopoietik ialah sel-sel yang akan berkembang menjadi sel-sel darah, termasuk sel darah merah, sel darah putih, keping darah, dan juga beberapa sel dalam sumsum tulang seperti fibroblast. Satu sel induk mampu menghasilkan 106 sel yang matang setelah 20 kali pembelahan sel. Sel induk pluripotent memiliki beberapa sifat, antara lain: (a) self renewal: kemampuan memperbarui diri sehingga tidak akan pernah habis meskipun terus membelah; (b) proliferatif: kemampuan membelah atau memperbanyak diri; dan (c) diferensiatif: kemampuan untuk mematangkan diri menjadi sel-sel dengan fungsi tertentu (Bakta, 2003). Gambar skematik susunan sel induk hemopoietik dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Peran Faktor Pertumbuhan dan Hemopoiesis Normal (Hoffrand, et al., 2005)


(32)

Menurut sifat kemampuan diferensiasinya, sel induk hemopoietik dapat dibagi menjadi:

a. Pluripotent (totipotent) stem cell: sel induk yang mempunyai kemampuan untuk menurunkan seluruh jenis sel-sel darah.

b. Committed stem cell: sel induk yang mempunyai komitmen untuk

berdiferensiasi melalui salah satu garis keturunan sel (cell line). Sel induk yang termasuk golongan ini ialah sel induk mieloiddan sel induk limfoid.

c. Oligopotent stem cell: sel induk yang dapat berdiferensiasi menjadi hanya beberapa jenis sel, misalnya CFU-GM (Colony Forming Unit

-Granulocyte/Monocyte) yang dapat berkembang hanya menjadi sel-sel

granulosit dan sel-sel monosit.

d. Unipotent stem cell: sel induk yang hanya mampu berkembang menjadi satu jenis saja. Contoh: CFU-E (Colony Forming Unit-Erythrocyte) hanya dapat menjadi eritrosit, CFU-G (Colony Forming Unit-Granulocyte) hanya mampu berkembang menjadi sel-sel granulosit.

2.6 Trombosit

2.6.1 Definisi Trombosit

Trombosit adalah elemen terkecil darah. Sel ini tidak berinti, berbentuk bulat atau oval, memberikan struktur mirip piringan dengan diameter 1 – 2 mikrometer dan volume sel rata-rata 5,8 fl. Jumlah trombosit normal adalah sekitar 250 x 109/L (rentang 1,5 – 4,5 x 105/µl) dengan lama hidup 7 – 10 hari. Trombosit dapat dibagi menjadi 3 daerah (zona), yaitu zona perifer yang berperan dalam adhesi dan agregasi; zona “sol-gel” yang menunjang struktur dan mekanisme interaksi trombosit; dan zona organel yang berperan dalam


(33)

pengeluaran isi trombosit. Aktivitas trombosit penting pada proses awal pembekuan darah (hemostasis) dan akan berakhir dengan pembentukan sumbat trombosit. Normalnya, dua pertiga total trombosit berada di sirkulasi darah, sementara sepertiga lainnya berada di organ limpa (Hoffbrand, et al., 2005).

2.6.2 Pembentukan Trombosit

Trombosit dihasilkan di dalam sumsum tulang melalui fragmentasi sitoplasma megakariosit. Prekursor megakariosit, megakarioblast, muncul melalui proses diferensiasi dari sel induk hemopoietik. Megakariosit mengalami pematangan melalui replikasi inti endomitotik yang sinkron. Volume sitoplasma akan bertambah besar sejalan dengan bertambahnya lobus inti menjadi dua kali lipat. Pada stadium inti delapan, sitoplasma akan menjadi granular dan melepaskan trombosit. Setiap megakariosit akan menghasilkan 4000 trombosit. Trombosit yang beredar dalam sirkulasi darah merupakan hasil keseimbangan antara produksi trombosit di sumsum tulang serta distribusi pada darah tepi dan limpa (Hoffbrand, et al., 2005).

Regulator utama produksi trombosit adalah TPO (Trombopoietin) dan reseptornya, c-MPL. Trombopoietin berperan dalam meningkatkan jumlah dan kecepatan maturasi megakariosit.Pada saat jumlah trombosit dalam darah rendah, maka kadar trombopoietin plasma akan mengalami peningkatan karena berkurangnya pengikatan trombopoietin oleh trombosit. Peningkatan kadar trombopoietin plasma ini akan merangsang megakariopoiesis. Sebaliknya, pada saat jumlah trombosit dalam darah tinggi, maka deplesi plasma trombopoietin akan menurunkan megakariopoiesis. Selain trombopoietin, pembentukan trombosit juga diatur oleh faktor pertumbuhan hemopoietik. Faktor pertumbuhan


(34)

hemopoietik adalah glikoprotein yang dihasilkan oleh sel stroma dalam sumsum tulang, limfosit T, hati dan ginjal. Beberapa di antaranya, yaitu faktor perangsang koloni (CSF), IL-3 3), IL-6 6), dan IL-11 (Interleukin-11) (Hoffbrand, et al., 2005).

Interleukin-3 (IL-3) merupakan sitokin yang dihasilkan oleh limfosit T yang mampu merangsang trombositopoesis dengan menstimulasi progenitor megakariosit. IL-11 dapat meningkatkan jumlah megakariosit dan jumlah trombosit dalam sirkulasi darah. IL-6 dan IL-3 berperan dalam pematangan megakariosit dan secara tidak langsung meningkatkan produksi trombopoietin oleh hati (Hoffbrand, et al., 2005).

2.6.3 Struktur Trombosit

Secara ultrastruktur trombosit dapat dibagi atas:

1. Zona perifer terdiri atas glikokalik (suatu membran ekstra yang terletak di bagian paling luar), di dalamnya terdapat membran plasma dan lebih dalam lagi terdapat sistem kanal terbuka. Membran trombosit mengandung glikoprotein yang berfungsi sebagai reseptor. Glikoprotein (GP) penting untuk reaksi adhesi dan agregasi trombosit yang merupakan kejadian awal yang mengarah pada pembentukan sumbat trombosit selama hemostasis. Adhesi pada kolagen difasilitasi oleh GPIa. GPIb dan GPIIb//IIIa penting dalam perlekatan trombosit pada faktor von Willebrand (vWF) dan pada perlekatan pada subendotel vaskular. GPIIb/IIIa juga merupakan reseptor untuk fibrinogen yang penting dalam agregasi trombosit.

2. Zona sol-gel terdiri atas mikrotubulus, mikrofilamen, sistem tubulus padat (berisi nukleotida adenin dan kalsium).


(35)

3. Zona organela terdiri atas granula padat elektron (electron dense bodies), mitokondria, granula-α dan organela (lisosom dan retikulum endoplasmik). Granula padat lebih sedikit dan mengandung ADP, ATP, 5-hidroksitriptamin (5-HT atau serotonin), dan kalsium. Granula-α berisi antagonis heparin (platelet factor 4, PF4), β-tromboglobulin, vWF, faktor pertumbuhan yang berasal dari trombosit/PDGF (platelet-derived growth factor), dan faktor pembekuan lain. Organel spesifik lain meliputi lisosom yang mengandung enzim hidrolitik (Hoffbrand, et al., 2005).

2.6.4 Fungsi Trombosit

Peran trombosit dalam hemostasis antara lain berperan pada proses adhesi pada jaringan subendotel, memicu agregasi pada tempat terjadinya kerusakan pembuluh darah, memicu proses koagulasi pada permukaan fosfolipid. Selain itu trombosit juga berperan melepaskan substansi biokimia yang penting dalam hemostasis (Hoffbrand, et al., 2005).

2.7 Kelainan Trombosit Kuantitatif

Kelainan trombosit kuantitatif (gangguan jumlah trombosit), dapat dibagi menjadi 2, yaitu: trombositopenia dan trombositosis.

2.7.1 Trombositopenia

Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit yang kurang dari batas bawah nilai rujukan (< 150.000 per mm3). Keadaan ini dapat disebabkan oleh penurunan produksi trombosit, peningkatan dekstruksi, dan distribusi tidak normal.

Penyebab trombositopenia antara lain: 1. Kegagalan produksi trombosit.


(36)

a. Depresi selektif megakariosit karena obat, bahan kimia, atau infeksi virus. b. Sebagai bagian dari bone marrow failure umum, seperti anemia aplastik,

leukemia akut, radioterapi, obat sitotoksik, anemia megaloblastik, karsinoma, dan lain-lain.

2. Peningkatan dektruksi trombosit. a. Autoimun (idiopatik)

b. Akibat induksi obat c. Infeksi HIV, virus malaria 3. Distribusi tidak normal.

Sindrom hiperspleinism: dimana terjadi pooling trombosit dalam limpa (Bakta, 2003).

Pada umumnya manifestasi klinis trombositopenia terjadi jika jumlah trombosit di bawah 100.000 per mm3 yang disertai dengan leukemia atau penyakit hati. Perdarahan yang lama akibat trauma ringan ditemukan pada jumlah trombosit kurang dari 50.000 per mm3. Petekie adalah manifestasi utama yang ditemukan bila jumlah kurang dari 30.000 per mm3. Perdarahan mukosa, jaringan dalam dan intrakranial ditemukan bila jumlah trombosit kurang dari 20.000 per mm3 (Baldy, 1994).

2.7.2 Trombositosis

Trombositosis didefinisikan sebagai peningkatan jumlah trombosit di atas normal. Trombositosis dapat terjadi secara primer dan sekunder. Trombositosis primer terjadi pada gangguan mieloproliferatif, seperti polisitemia vera dan leukemia kronik. Trombositosis sekunder terjadi sebagai akibat dari adanya keadaan lain, seperti stress atau kerja fisik disertai pengeluaran trombosit dari


(37)

sumber cadangan (limpa). Peningkatan jumlah trombosit melebihi 1 juta per mm3 dapat menyebabkan perdarahan atau trombosis.

2.8 Pemeriksaan Trombosit dengan Cara Manual (Hemositometer)

Salah satu pemeriksaan laboratorium pada trombosit adalah hitung jumlah trombosit menggunakan alat hemositometer yang terdiri dari kamar hitung, kaca penutup, dan pipet. Mutu kamar hitung serta pipet-pipet harus memenuhi syarat ketelitian tertentu.

1) Kamar hitung.

Kamar hitung yang sebaiknya dipakai ialah yang memakai garis bagi

Improved Neubauer. Luas seluruh bidang yang dibagi adalah 9 mm2 dan bidang ini dibagi menjadi sembilan “bidang besar” yang luasnya masing-masing 1 mm2. Bidang besar dibagi lagi menjadi 16 ”bidang sedang” yang luasnya masing-masing 1/4 x 1/4 mm2. Bidang besar yang letaknya di tengah-tengah dibagi menjadi 25 bidang dan tiap bidang itu dibagi lagi menjadi 16 “bidang kecil”. Dengan demikian jumlah bidang kecil itu seluruhnya 400 buah, masing-masing luasnya 1/20 x 1/20 mm2.Tinggi kamar hitung, yaitu jarak antara permukaan yang bergaris-garis dan kaca penutup yang berpasangan adalah 1/10 mm.Maka volume di atas tiap-tiap bidang menjadi sebagai berikut.

1 bidang kecil `= 1/20 x 1/20 x1/10 =1/4000 mm3 1 bidang sedang = 1/4 x 1/4 x 1/10 =1/160 mm3 1 bidang besar = 1 x 1 x 1/10 = 1/10 mm3


(38)

2) Kaca penutup.

Kaca penutup digunakan adalah kaca penutup khusus dan lebih tebal dari kaca penutup biasa. Hanya dalam keadaan darurat kaca penutup biasa boleh dipakai. Kaca penutup untuk menghitung jumlah trombosit dengan teknik fase kontrast lebih tipis daripada yang dipakai untuk mikroskop biasa.

3) Pipet.

Pipet Thoma yang digunakan untuk pengenceran eritrosit maupun trombosit (pipet eritrosit) terdiri dari sebuah pipa kapiler yang bergaris bagi dan membesar pada salah satu ujung menjadi bola. Dalam bola tersebut terdapat sebutir kaca merah. Pada pertengahan pipa kapiler itu terdapat garis bertanda ”0,5” dan pada bagian atasnya, yaitu dekat bola, terdapat garis bertanda “1,0”. Pada bagian atas bola juga terdapat garis bertanda “101”. Angka-angka tersebut tidak menandakan satu volume yang mutlak melainkan perbandingan volume. Hal yang paling penting dan menentukan ialah pengenceran darah yang terjadi dalam pipet. Seandainya lebih dulu diisap darah sampai garis tanda “0,5” kemudian cairan pengencer (Ress Ecker) sampai garis tanda “101”, maka darah dalam bola pipet diencerkan 200 kali (Gandasoebrata, 1985).

Ress Ecker berfungsi sebagai pengencer darah (pelarut) dan pemberi warna pada platelet. Kandungan dari Ress Ecker ini adalah Natrium sitrat yang berfungsi sebagai pencegah koagulasi, memelihara sel darah merah, menyediakan gravitasi spesifik yang rendah; formalin sebagai fiksatif; Brilliant crecyl blue

sebagai pemberi warna pada platelet; akuades sebagai pelarut. Perhitungan menggunakan bantuan mikroskop dengan perbesaran 40 kali untuk melihat trombosit tampak refraktif dan mengkilat berwarna biru muda/nila, lebih kecil dari


(39)

eritrosit serta bentuk bulat, lonjong atau tersebar atau bergerombol (Pal dan Pal, 2005). Trombosit dihitung dalam 25 bidang sedang yang terletak di bidang basar paling tengah. Hitung jumlah trombosit dapat diperoleh dari rumus jumlah trombosit = (n x F)/Vb (Gandasoebrata, 1985).

Keterangan:

N = jumlah trombosit yang dihitung F = faktor pengenceran

Vb = volume bidang yang di hitung

Gambar 2.3 Kamar Hitung Improved Neubauer (Gandasoebrata, 1985). Keterangan:

W = kotak untuk hitung jumlah leukosit R = kotak untuk hitung jumlah eritrosit


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimental. Prosedur yang dilakukan meliputi pengumpulan dan pengolahan bahan tumbuhan, pembuatan ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera Lam.), karakterisasi simplisia dan ekstrak, skrining fitokimia simplisia dan ekstrak, tahapan persiapan bahan pengujian, dan tahapan pengujian terhadap jumlah trombosit secara manual menggunakan alat hemositometer. Data dianalisis dengan uji statistik menggunakan metode One Way ANAVA (Analisis Variansi), selanjutnya dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tuckey HSD (Honestly Significant Different).

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium, blender, kertas saring, label, lemari pengering, lumpang dan mortir, neraca analitik, neraca hewan, oral sonde, pipet tetes, rak tabung reaksi, rotary evaporator, spuit 1 ml, stamfer, vial, vorteks, waterbath, seperangkat alat hemositometer (bilik hitung Improved Neubauer, pipet eritrosit, kaca penutup), seperangkat alat penentuan kadar air, oven listrik, cawan penguap, dan mikroskop. 3.1.2 Bahan-bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun kelor (Moringa oleifera Lam.), akuades, Natrium karboksimetilselulosa, Metotreksat tablet, reagen Rees Ecker, produksi E-Merck: etanol 96%, metanol, toluen, kloroform, isopropanol, benzen, n-heksan, asam nitrat pekat, asam klorida pekat, asam sulfat


(41)

pekat, raksa (II) klorida, bismut (III) nitrat, besi (III) klorida, timbal (II) asetat, kalium iodida, kloralhidrat, asam asetat anhidrida, natrium hidroksida, amil alkohol, natrium sulfat anhidrat, serbuk magnesium.

3.2 Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah mencit jantan (Mus musculus) berumur 6 – 8 minggu dengan bobot badan 25 – 30 g yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara (USU). Hewan ini diaklimatisasi selama 1 (satu) minggu dengan tujuan untuk menyeragamkan makanan dan hidupnya dengan kondisi yang serba sama sehingga dianggap memenuhi syarat untuk penelitian.

3.3 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan oleh Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor, Indonesia.

3.4 Pembuatan Pereaksi

3.4.1 Pereaksi Asam Klorida 2 N

Sebanyak 17 ml asam klorida pekat ditambahkan dengan air suling hingga diperoleh 100 ml(Ditjen POM a, 1995).

3.4.2 Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N

Sebanyak 8 g natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml (Ditjen POM a, 1995).


(42)

3.4.3 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, dilarutkan dalam air suling secukupnya, lalu ditambahkan 2 g iodium kemudian ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM a, 1995).

3.4.3 Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml, pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 10 ml air suling, kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM a, 1995).

3.4.4 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 0,8 g bismut (III) nitrat ditimbang, dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat pekat, pada wadah lain ditimbang sebanyak 27,2 g kalium iodida, dilarutkan dalam 50 ml air suling, kemudian kedua larutan dicampurkan dan didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan yang jernih diambil dan diencerkan dengan air suling hingga volume larutan 100 ml (Ditjen POM a, 1995).

3.4.5 Pereaksi Besi (III) Klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air secukupnya hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM a, 1995).

3.4.6 Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 20 bagian asam asetat anhidrida dicampur dengan 1 bagian asam sulfat pekat. Larutan pereaksi ini harus dibuat baru (Ditjen POM a, 1995).


(43)

3.4.7 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM a, 1995).

3.4.8 Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling bebas karbon dioksida sebanyak 100 ml (Ditjen POM a, 1995).

3.4.9 Pereaksi Asam Sulfat 2 N

Sebanyak 5,4 ml larutan asam sulfat pekat diencerkan dengan air suling sampai 100 ml (Ditjen POM a, 1995).

3.4.10 Larutan Kloralhidrat

Sebanyak 8 gram kristal kloralhidrat ditimbang lalu dilarutkan dalam 10 ml air suling (Ditjen POM a, 1995).

3.5 Pengumpulan dan Pembuatan Simplisia 3.5.1 Pengumpulan Sampel

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kelor yang diambil dari Desa Juli, Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireuen, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Daun yang diambil sebagai sampel adalah daun kelor yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua.

3.5.2 Pembuatan Simplisia

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah daun kelor. Daun dicuci hingga bersih untuk menghilangkan pengotor lainnya, kemudian ditiriskan dan ditimbang. Diperoleh berat basah. Selanjutnya daun tersebut dikeringkan di dalam


(44)

lemari pengering sampai daun kering. Simplisia yang telah kering ditimbang, kemudian diblender menjadi serbuk, lalu dimasukkan ke dalam kantung plastik dan disimpan pada suhu kamar.

3.6 Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak

Pemeriksaan karakterisasi simplisia dan ekstrak meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut asam, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol.

3.6.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan cara mengamati warna, bentuk, ukuran dan tekstur dari simplisia.

3.6.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik terhadap simplisia dilakukan dengan cara menaburkan serbuk simplisia di atas kaca objek yang telah diteteskan dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup kemudian diamati di bawah mikroskop.

3.6.3 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluena). Cara Kerja: toluena sebanyak 200 ml dan air suling sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam labu alas bulat, didestilasi selama 2 jam. Toluena didinginkan selama 30 menit dan volume air dalam tabung penerima dibaca. Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia/ekstrak yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes tiap detik sampai sebagian


(45)

besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Ditjen POM b, 1995).

3.6.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia/ekstrak dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1000 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC sampai diperoleh bobot konstan. Kadar sari yang larut di dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Ditjen POM b, 1995).

3.6.5 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia/ekstrak yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC sampai diperoleh bobot konstan. Kadar sari yang larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Ditjen POM b, 1995).


(46)

3.6.6 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia/ekstrak yang telah ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselen yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu total dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Ditjen POM b, 1995).

3.6.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Abu yang telah diperoleh dari penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 ml asam klorida 2 N selama 5 menit. Bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring, dipijarkan hingga bobot tetap kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Ditjen POM b, 1995).

3.7 Pemeriksaan Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak 3.7.1 Pemeriksaan Alkaloida

Serbuk simplisia/ekstrak ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan lalu disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut:

a. filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan pereksi Mayer akan terbentuk endapan berwarna putih atau kuning.

b. filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan pereksi Bouchardat akan terbentuk endapan berwarna coklat-kehitaman.

c. filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan pereksi Dragendorff akan terbentuk endapan berwarna merah atau jingga.


(47)

Alkaloida dinyatakan positif jika terjadi endapan atau paling sedikit dua atau tiga dari percobaan di atas (Ditjen POM b, 1995).

3.7.2 Pemeriksaan Flavonoida

Sebanyak 10 g serbuk simplisia/ekstrak ditambahkan 10 ml air, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.7.3 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia/ekstrak disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).

3.7.4 Pemeriksaan Glikosida

Serbuk simplisia/ekstrak ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml campuran 7 bagian volume etanol 96% dan 3 bagian volume air suling, selanjutnya ditambahkan 10 ml HCl 2 N, direfluks selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Pada 30 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat disari sebanyak 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran 3 bagian volume kloroform dan 2 bagian volume isopropanol, lalu hasilnya dikumpulkan. Diambil lapisan air kemudian ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molisch, ditambahkan secara


(48)

hati-hati 2 ml asam sulfat pekat terbentuk cincin warna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya ikatan gula (Ditjen POM b, 1995).

3.7.5 Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g simplisia/ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi 1 – 10 cm. Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin (Ditjen POM b, 1995).

3.7.6 Pemeriksaan Steroida/Triterpenoida

Sebanyak 1 g simplisia/ekstrak dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa dalam cawan penguap ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan adanya steroida/triterpenoida (Harborne, 1987).

3.8 Tahapan Persiapan Percobaan

3.8.1 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Kelor

Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi. Langkah pembuatan ekstrak etanol daun kelor adalah sebagai berikut: Ekstrak dibuat dengan cara maserasi menggunakan etanol 96%. Serbuk simplisia dimaserasi dengan etanol, dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan etanol, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari sari diserkai (saring), ampas diperas. Ampas ditambah cairan penyari secukupnya diaduk dan diserkai, sehingga diperoleh seluruh sari


(49)

sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup, dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari. Kemudian endapan dipisahkan. Hasil maserat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan bantuan alat rotary evaporator

sehingga diperoleh ekstrak etanol (Ditjen POM, 1979). 3.8.2 Pembuatan Suspensi CMC Na 0,5%

Sebanyak 0,5 g CMC ditaburkan dalam lumpang yang berisi 10 ml akuades panas. Didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh massa yang transparan. Setelah dikembangkan, digerus hingga terbentuk gel lalu diencerkan dengan sedikit air. Kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Volumenya dicukupkan dengan akuades hingga garis tanda (Anief, 1997).

3.8.3 Pembuatan Suspensi Metotreksat 0,025%

Suspensi Metotreksat 0,025% dibuat dengan cara menggerus 1 tablet metotreksat (2,5 mg) di dalam lumpang. Kemudian ditambahkan sedikit larutan CMC 0,5%, digerus sampai homogen. Dituang ke dalam labu tentukur 10 ml, kemudian dicukupkan volumenya dengan larutan CMC 0,5% sampai garis tanda. 3.8.4 Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Daun Kelor 1%

Ekstrak etanol daun kelor ditimbang sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan. Kemudian dimasukkan ke dalam lumpang, dan ditambahkan suspensi CMC Na 0,5% lalu digerus hingga merata. Sediaan suspensi ekstrak etanol daun kelor dimasukkan ke dalam labu ukur, kemudian ditambahkan suspensi CMC Na 0,5 % ke dalam labu hingga dicapai batas volume untuk mendapatkan konsentrasi yang diinginkan.


(50)

3.9 Tahap pengujian

Sebelum diberi perlakuan mencit ditimbang dengan bobot rata-rata mencit 20 g. Hewan uji di bagi menjadi 5 kelompok. Pada tiap mencit diberi dengan dosis yang berbeda. Untuk mendapatkan data yang valid dilakukan pengulangan menggunakan rumus Federer (Kusriningrum, 1989).

(n - 1) (t - 1) ≥ 15 (n - 1) (5 - 1) ≥ 15 4n – 4 ≥ 15 4n ≥ 15 + 4 n ≥ 19/4 = 4,5

Adapun perlakuan terhadap hewan uji pada masing-masing kelompok, yaitu:

1. Kelompok blanko: tidak diberi perlakuan/normal.

2. Kelompok 1: Kontrol negatif yaitu mencit diberi suspensi CMC Na 0,5% bb secara per oral selama 10 hari.

3. Kelompok 2: Kontrol positif yaitu mencit pada hari ke-6 sampai hari ke-10 diberikan Metotreksat 1,3 mg/kg bb secara per oral.

4. Kelompok 3: Kelompok perlakuan dengan pemberian suspensi ekstrak etanol daun kelor dosis 100 mg/kg bb selama 10 hari lalu pada hari ke-6 sampai hari ke-10 diberikan Metotreksat 1,3 mg/kg bb secara per oral.

5. Kelompok 4: Kelompok perlakuan dengan pemberian suspensi ekstrak etanol daun kelor dosis 200 mg/kg bb selama 10 hari lalu pada hari ke-6 sampai hari ke-10 diberikan Metotreksat 1,3 mg/kg bb secara per oral.


(51)

Pada hari ke-11 dilakukan pengambilan sampel darah dari ekor mencit. Kemudian dilakukan pemeriksaan hitung trombosit dengan menggunakan alat hemositometer.

3.10 Pemeriksaan Trombosit

Pengamatan sel trombosit digunakan alat hemositometer. Hisap larutan pengencer (Larutan Rees Ecker) sampai angka 1, lalu buang cairan tersebut. Ekor mencit dilukai dengan pisau steril sehingga mengeluarkan darah. Tetes darah pertama dibuang, tetes darah berikutnya dihisap dengan hemositometer sampai batas 0,5. Hisap larutan Rees Ecker sampai angka 101, kemudian suspensi dikocok selama 2 – 3 menit. Kamar hitung dan gelas penutup dibersihkan, kemudian gelas penutup dipasang di atas kamar hitung. Tetes pertama dibuang terlebih dahulu, lalu campuran diteteskan pada kamar hitung dan dibiarkan selama 2 menit. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop. Perhitungan trombosit dilakukan bidang berukuran 1 x 1 mm3. Jumlah trombosit dihitung dengan persamaan:

Jumlah trombosit/mm3 = jumlah trombosit x 2000 (Gandasoebrata, 1985).

3.11 Analisis Statistik

Data yang dikumpulkan adalah data primer dari pemeriksaan jumlah trombosit darah mencit. Variabel bebas dan variabel terikat masing-masing adalah ekstrak etanol daun kelor dan jumlah trombosit. Kemudian data diolah dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 15.0 for windows dengan tingkat kemaknaan yang digunakan adalah 0,05. Data uji perubahan jumlah trombosit, masing-masing dilakukan analisis dengan ANAVA


(52)

(Analisis Variansi) satu arah untuk melihat adanya perbedaan antar kelompok perlakuan. Jika terdapat perbedaan, dilanjutkan dengan menggunakan uji Post Hoc Tukey HSD (Honestly Significant Different) untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan.


(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan oleh Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor, Indonesia, menunjukkan bahwa tumbuhan yang digunakan adalah Kelor (Moringa oleifera Lam.), suku Moringaceae. Hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 50.

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak

Pemeriksaan karakteristik daun kelor secara makroskopik dilakukan untuk mengetahui ciri-ciri fisik simplisia suatu tumbuhan, seperti bentuk, bau dan rasa. Hasil pemeriksaan makroskopik daun kelor segar memiliki bentuk helai daun bulat telur, panjang 1 – 2 cm, lebar 1 – 2 cm, tipis lemas, ujung dan pangkal tumpul, tepi rata, susunan pertulangan menyirip, pemukaan atas dan bawah halus, daun majemuk, helai daun berwarna hijau muda hingga hijau tua, bertangkai panjang; daun beraroma khas; rasanya agak sedikit pahit. Gambar hasil pemeriksaan makroskopik daun kelor dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 51.

Pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia secara mikroskopik dilakukan untuk mengetahui struktur anatomi suatu simplisia. Hasil pemeriksaan mikroskopik penampang melintang daun kelor, yaitu adanya kutikula, epidermis atas, jaringan palisade, jaringan bunga karang (spons), epidermis bawah. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia daun kelor terlihat adanya sel-sel epidermis, jaringan pembuluh, dan kristal oksalat berbentuk druse yang tersebar


(54)

pada jaringan parenkim, epidermis atas dengan mesofil, rambut penutup, dan stomata anomositik. Gambar hasil pemeriksaan mikroskopik daun kelor dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 53.

Menurut Ditjen POM (2000), standarisasi suatu simplisia dan ekstrak adalah pemenuhan terhadap persyaratan sebagai bahan obat dan menjadi penetapan nilai untuk berbagai parameter produk. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia dan ekstrak etanol daun kelor terlihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia dan ekstrak etanol daun kelor

No Karakteristik Hasil Pemeriksaan (%) Syarat MMI (%) Simplisia Ekstrak

1 Kadar air 6,65 18,96 <10

2 Kadar sari larut air 29,59 - >5

3 Kadar sari larut etanol 12,64 - >5

4 Kadar abu total 9,69 0,45 <11

5 Kadar abu tidak larut asam

0,97 0,21 <1

Ekstraksi serbuk daun kelor dilakukan dengan cara maserasi menggunakan etanol 96%, ekstrak cair (maserat) dari 500 g serbuk simplisia daun kelor yang dimaserasi, dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 52,48 gram (Rendemen 10,496%).

Hasil penetapan kadar air simplisia etanol daun kelor diperoleh 6,65%. Hal ini sesuai dengan standarisasi kadar air simplisia secara umum dengan syarat yaitu tidak lebih dari 10% (Ditjen POM b, 1995). Hasil penetapan kadar air ekstrak yang diperoleh sebesar 18,96%. Besarnya kandungan air dapat disebabkan oleh sifat ekstrak etanol daun kelor yang kental (5 – 30%) sehingga kandungan air, sisa pelarut, atau kandungan senyawa lain dalam ekstrak masih tinggi (Voigt, 1994). Penetapan kadar air dilakukan untuk memberikan batasan minimal atau rentang


(55)

besarnya kandungan air dalam ekstrak. Kandungan air yang tinggi dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri dan jamur sehingga menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat dan terurainya zat aktif selama penyimpanan sehingga ekstrak tersebut harus disimpan di dalam lemari pendingin.

Penetapan kadar sari yang larut dalam air dan etanol dilakukan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dalam air dan dalam etanol dari suatu simplisia. Hasil karakterisasi simplisia daun kelor menunjukkan kadar sari yang larut dalam air sebesar 29,59%; sedangkan kadar sari yang larut dalam etanol sebesar 12,64%. Kadar sari yang larut dalam air lebih besar dari kadar sari yang larut dalam etanol karena senyawa bersifat polar lebih banyak larut di dalam pelarut air daripada etanol, dan senyawa yang tidak larut di pelarut air akan larut di dalam pelarut etanol.

Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan mineral internal (abu fisiologis) yang berasal dari jaringan tanaman itu sendiri, dan eksternal (abu non-fisiologis) yang merupakan residu dari luar seperti pasir dan tanah yang terdapat di dalam sampel atau dari sisa setelah pembakaran (Ditjen POM b, 2000; WHO, 1992). Kadar abu tidak larut asam untuk menentukan jumlah silika, khususnya pasir yang ada pada simplisia dengan cara melarutkan abu total dalam asam klorida (WHO, 1992).

Penetapan kadar abu pada simplisia daun kelor menunjukkan kadar abu total sebesar 9,69% dan kadar abu tidak larut dalam asam sebesar 0,97%. Kadar abu total pada umumnya untuk masing-masing simplisia tidak sama. Umumnya syarat kadar abu tidak larut dalam asam < 1%, dan memenuhi persyaratan.


(56)

Kadar abu total yang tinggi menunjukkan adanya zat anorganik logam-logam (Ca, Mg, Fe, Cd dan Pb) yang sebagian mungkin berasal dari pengotoran. Kadar logam berat yang tinggi dapat membahayakan kesehatan, oleh sebab itu perlu dilakukan penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu melebihi nilai yang ditetapkan.

Berdasarkan tabel di atas, simplisia daun kelor yang digunakan telah memenuhi standar karakterisasi simplisia berdasarkan standar Materia Medika Indonesia jilid VI. Standar karakterisasi ekstrak belum tercantum dalam monografi, sehingga hasil karakterisasi ekstrak yang diperoleh dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan karakteristik ekstrak etanol daun kelor.

4.3 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak

Skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun kelor dilakukan untuk mendapatkan informasi golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalamnya. Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak etanol etanol daun kelor dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak etanol daun kelor

No Golongan Senyawa Hasil Pemeriksaan Simplisia Ekstrak

1 Alkaloid + +

2 Flavonoid + +

3 Tanin + +

4 Saponin + +

5 Steroid/triterpenoid + +

6 Glikosida + +

Keterangan: (+) positif : mengandung golongan senyawa (-) negatif : tidak mengandung golongan senyawa


(57)

Hasil skrining menunjukkan bahwa simplisia daun kelor mengandung senyawa golongan alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, glikosida, dan steroid/triterpenoid. Demikian juga hasil skrining ekstrak etanol daun kelor menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, steroid/triterpenoid dan glikosida. Pelarut etanol sangat efektif untuk mengikat senyawa-senyawa seperti lemak, alkaloid, polifenol, dan glikosida (Filho, 2006).

4.4 Hasil Pengujian Ekstrak Etanol Daun Kelor Terhadap Jumlah Trombosit Mencit

Hasil perhitungan jumlah trombosit pada kelompok perlakuan K0, K1, K2, K3, dan K4 per mm3 dapat diamati dalam Tabel 4.3 dan Gambar 4.1.

Tabel 4.3 Hasil rata-rata perhitungan jumlah trombosit mencit (per mm3) setelah perlakuan 10 hari

Kelompok

Mencit (K0) (K1) (K2) (K3) (K4)

1 2 3 4 5 6 204.000 208.000 220.000 226.000 224.000 216.000 376.000 352.000 338.000 302.000 382.000 344.000 146.000 140.000 134.000 162.000 128.000 132.000 460.000 368.000 434.000 392.000 510.000 470.000 752.000 566.000 724.000 740.000 712.000 780.000

Rata-rata ± SD

216.333,333 ± 8801,51502 1 349.000 ± 28.920,58 140.333, 3 ± 12.355,8 4 439.000 ± 52.379,3 9 712.333,3 3 ± 75.455,06 Keterangan:

K0 : Blanko/normal K1 : CMC Na 0,5% bb

K2 : Metotreksat dosis 1,3 mg/kg bb

K3 : Suspensi EEDK dosis 100 mg/kg bb + Metotreksat dosis 1,3 mg/kg bb K4 : Suspensi EEDK dosis 200 mg/kg bb + Metotreksat dosis 1,3 mg/kg bb


(58)

0 100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000 800000 900000

K0 K1 K2 K3 K4

J u ml ah T ro mb o s it /mm 3

Ke lompok Uji

Gambar 4.1 Grafik hasil rata-rata perhitungan jumlah trombosit mencit (per mm3) setelah perlakuan 10 hari

Keterangan:

K 0 : Blanko/normal K 1 : CMC Na 0,5% bb

K 2 : Metotreksat dosis 1,3 mg/kg bb

K 3 : Suspensi EEDK dosis 100 mg/kg bb + Metotreksat dosis 1,3 mg/kg bb K 4 : Suspensi EEDK dosis 200 mg/kg bb + Metotreksat dosis 1,3 mg/kg bb

Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah trombosit paling tinggi yaitu pada kelompok 4, sebesar 712.333,33 ± 75.455,06 per mm3, dan paling rendah pada kelompok 2, sebesar 140.333,33 ± 12.355,84 per mm3. Penelitian ini menggunakan kelompok blanko yang bertujuan untuk mengetahui jumlah trombosit pada mencit normal (tidak diberi perlakuan). Rata-rata jumlah trombosit normal mencit yang diperoleh 216.333,3333 ± 8801,515021 per mm3. Menurut Parmar dan Prakash (2006), jumlah trombosit normal mencit adalah antara 160.000 – 410.000 per mm3. Perbedaan jumlah trombosit dipengaruhi oleh perubahan fisiologis tubuh hewan sehingga mengakibatkan komponen darah juga akan mengalami perubahan. Perubahan fisiologis ini dapat disebabkan secara internal dan eksternal. Secara internal meliputi pertambahan umur, status gizi,


(59)

kesehatan, stress, dan suhu tubuh, sedangkan secara eksternal berupa akibat infeksi kuman, patah tulang, dan perubahan suhu lingkungan.

Pada kelompok 1 (kontrol), yang diberikan suspensi pembawa CMC Na 0,5%, diperoleh jumlah trombosit sebesar 349.000 ± 28.920,58 per mm3. Hasil ini menunjukkan perbedaan signifikan p = 0,000 (p < 0,05) dibandingkan kelompok blanko. Karboksimetilselulosa (CMC) adalah turunan selulosa yang dapat digunakan dalam formulasi pemberian obat dan menunjukkan aktivitas antioksidan yang mampu menangkap ROS (Reactive Oxygen Spesies) dan menghambat pembentukan O2- (Sjahrial, 2013). Aktivitas antioksidan dapat menurunkan sintesis NO (Nitric Oxide) yang berlebihan sehingga meningkatkan hemostasis. NO adalah suatu zat yang dilepaskan oleh sel endotel yang berperan dalam menginhibisi agregasi trombosit dan memperpanjang waktu perdarahan (Brunton, et al., 2008). Kadar NO yang tinggi dapat bereaksi dengan sejumlah radikal anion superoksidan (O2-). menghasilkan radikal bebas anion peroksinitrit (ONOO-) yang sitotoksik. Radikal bebas ini berpotensi menimbulkan peroksidasi lipid sehingga menyebabkan kerusakan sel yang sangat serius (Gunawijaya dan Arhana, 2000; Nijveldt, et al., 2001).

Pada kelompok 3, pemberian suspensi EEDK dosis 100 mg/kg bb + metotreksat 1,3 mg/kg bb terjadi peningkatan trombosit menjadi 439.000 ± 52.379,39 per mm3 dibandingkan kelompok 1 (kontrol) dan kelompok blanko. Hasil ini lebih rendah dibandingkan pada kelompok 4, pemberian EEDK dosis 200 mg/ kg bb + metotreksat 1,3 mg/kg bb yang meningkatkan jumlah trombosit sebesar 712.333,33 ± 75.455,06 per mm3.


(60)

Hasil analisis statitistik jumlah trombosit pada kelompok 1 (kontrol) dan blanko berbeda signifikan dibandingkan dengan kelompok 2 yang diberi metotreksat 1,3 mg/kg bb. Penurunan trombosit yang diperoleh sebesar 140.333,33 ± 12.355,84 per mm3 . Hal ini menunjukkan bahwa metotreksat dapat menyebabkan supresi sumsum tulang, sehingga terjadi penurunan produksi trombosit. Metotreksat bekerja menghambat dihidrofolat reduktase sehingga mengganggu sintesis DNA, RNA, dan protein yang pada akhirnya akan mengganggu proliferasi sel, termasuk sel hemopoietik (Nafrialdi dan Gan, 2009; Lo, et al., 2011).

Dibandingkan antara kelompok 2 dengan kelompok 3, yaitu terdapat perbedaan secara signifikan dengan p = 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun kelor dengan dosis 100 mg/kg bb terhadap mencit yang diberi metotreksat efektif dalam menstimulasi proliferasi sel-sel hemopoietik di sumsum tulang. Mekanisme stimulasi tersebut menunjukkan peningkatan jumlah CFU (Colony Forming Unit). Komponen yang berperan dalam trombopoiesis antara lain CFU megakariosit dan trombopoietin (Hoffbrand, et al., 2005).

Dibandingkan antara kelompok 2 dengan kelompok 4, juga terdapat perbedaan secara signifikan dengan p = 0,000 (p < 0,05). Peningkatan trombosit pada kelompok 4 disebabkan oleh rangsangan produksi trombosit yang berlebihan atau akibat trauma dan stress sehingga menyebabkan banyaknya trombosit yang teraktivasi dan membentuk agregat. Trombositosis adalah peningkatan jumlah trombosit di atas 400.000 per mm3 dalam sirkulasi. Peningkatan jumlah ini


(1)

Lampiran 12.

(Lanjutan)

b.

Contoh perhitungan dosis suspensi ekstrak etanol daun kelor 1% yang

akan diberikan pada mencit secara per oral

1.

Dosis suspensi ekstrak etanol daun kelor (EEDK) yang diberikan adalah

100 mg/kg bb dan 200 mg/kg bb

2.

Cara pembuatan suspensi ekstrak etanol daun kelor

Ditimbang 1 gram ekstrak etanol daun kelor, digerus dalam

lumpang. Kemudian ditambahkan sedikit larutan CMC 0,5% digerus

sampai homogen. Dituang ke dalam labu tentukur 100 ml, kemudian

dicukupkan volumenya dengan larutan CMC 0,5% sampai garis tanda.

3.

Berapa volume suspensi ekstrak etanol daun kelor 1% yang akan diberikan

pada mencit? (misal berat mencit 25 g)

Jumlah EEDK dosis 100 mg/kg bb =

x 100 mg = 2,5 mg

Volume larutan yang diberi

=

= 0,25 ml

Jumlah EEDK dosis 200 mg/kg bb =

x 200 mg = 5 mg


(2)

Lampiran 13. Contoh Gambar Trombosit Mencit Perbesaran 10 x 40

Keterangan:

1 : trombosit


(3)

Lampiran 14. Contoh Perhitungan Jumlah Trombosit

Jumlah trombosit terhitung = 176

Pengenceran = 200 x

Tinggi kamar hitung = 1/10 mm

Jumlah kamar yang dihitung = 25/25

Rumus perhitungan =


(4)

Lampiran 15. Hasil Analisis ANAVA Jumlah Trombosit pada Mencit

Descriptives

Jumlah Trombosit

N Mean Std.

Deviation

Std. Error 95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum

Lower Bound

Upper Bound

Blanko 6 216333

.33

8801.515 3593.203 207096.71 225569.96 204000 226000

CMC Na 0.5% bb

6 349000 .00

28920.58 11806.77 318649.71 379350.29 302000 382000

Metotreksat dosis 1.3 mg/kg bb

6 140333 .33

12355.83 5044.249 127366.68 153299.99 128000 162000

EEDK dosis 100 mg/kg bb + Metotreksat dosis 1.3 mg/kg bb

6 439000 .00

52379.38 21383.79 384031.21 493968.79 368000 510000

EEDK dosis 200 mg/kg bb + Metotreksat dosis 1.3 mg/kg bb

6 712333 .33

75455.06 30804.40 633148.10 791518.57 566000 780000

Total 30 371400

.00

206780.3 43

37752.75 294186.95 448613.05 128000 780000

ANAVA

Jumlah Trombosit

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 1192467200000.000 4 298116800000.000 156.844 .000

Within Groups 47518000000.000 25 1900720000.000


(5)

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Dependent Variable: Jumlah Trombosit Tukey HSD

(I) Kelompok

Uji

(J) Kelompok Uji Mean

Difference (I-J)

Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower

Bound

Upper Bound

Blanko

CMC Na 0.5% bb -132666.667* 25170.883 .000 -206590.31 -58743.02

Metotreksat dosis 1.3 mg/kg bb

76000.000* 25170.883 .042 2076.36 149923.64

EEDK dosis 100 mg/kg bb + Metotreksat dosis 1.3 mg/kg bb

-222666.667* 25170.883 .000 -296590.31 -148743.02

EEDK dosis 200 mg/kg bb + Metotreksat dosis 1.3 mg/kg bb

-496000.000* 25170.883 .000 -569923.64 -422076.36

CMC Na 0.5% bb

Blanko 132666.667* 25170.883 .000 58743.02 206590.31

Metotreksat dosis 1.3 mg/kg bb

208666.667* 25170.883 .000 134743.02 282590.31

EEDK dosis 100 mg/kg bb + Metotreksat dosis 1.3 mg/kg bb

-90000.000* 25170.883 .012 -163923.64 -16076.36

EEDK dosis 200 mg/kg bb + Metotreksat dosis 1.3 mg/kg bb

-363333.333* 25170.883 .000 -437256.98 -289409.69

Metotreksat dosis 1.3 mg/kg bb

Blanko -76000.000* 25170.883 .042 -149923.64 -2076.36

CMC Na 0.5% bb -208666.667* 25170.883 .000 -282590.31 -134743.02

EEDK dosis 200 mg/kg bb + Metotreksat dosis 1.3 mg/kg bb

-572000.000* 25170.883 .000 -645923.64 -498076.36

EEDK dosis 200 mg/kg bb + Metotreksat dosis 1.3 mg/kg bb


(6)

EEDK dosis 100 mg/kg bb + Metotreksat dosis 1.3 mg/kg bb

Blanko 222666.667* 25170.883 .000 148743.02 296590.31

CMC Na 0.5% bb 90000.000* 25170.883 .012 16076.36 163923.64

Metotreksat dosis 1.3 mg/kg bb

298666.667* 25170.883 .000 224743.02 372590.31

EEDK dosis 200 mg/kg bb + Metotreksat dosis 1.3 mg/kg bb

-273333.333* 25170.883 .000 -347256.98 -199409.69

EEDK dosis 200 mg/kg bb + Metotreksat dosis 1.3 mg/kg bb

Blanko 496000.000* 25170.883 .000 422076.36 569923.64

CMC Na 0.5% bb 363333.333* 25170.883 .000 289409.69 437256.98

Metotreksat dosis 1.3 mg/kg bb

572000.000* 25170.883 .000 498076.36 645923.64

EEDK dosis 100 mg/kg bb + Metotreksat dosis 1.3 mg/kg bb

273333.333* 25170.883 .000 199409.69 347256.98

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Homogeneous Subsets

Jumlah Trombosit

Tukey HSDa

Kelompok Uji N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4 5

Metotreksat dosis 1.3 mg/kg bb

6 140333.33

Blanko 6 216333.33

CMC Na 0.5% bb 6 349000.00

EEDK dosis 100 mg/kg bb + Metotreksat dosis

1.3 mg/kg bb

6 439000.00

EEDK dosis 200 mg/kg bb + Metotreksat dosis

1.3 mg/kg bb

6 712333.33

Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.