Alih Ragam Hujan Menjadi Debit di Sub DAS Ciliwung Hulu

ALIH RAGAM HUJAN MENJADI DEBIT DI SUB DAS
CILIWUNG HULU

CECILYA BUDIAMAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Alih Ragam Hujan
Menjadi Debit di Sub DAS Ciliwung Hulu adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, April 2014
Cecilya Budiaman
NIM E14090021

ABSTRAK
CECILYA BUDIAMAN. Alih Ragam Hujan menjadi Debit di Sub DAS
Ciliwung Hulu. Dibimbing oleh HENDRAYANTO.
Alih ragam hujan menjadi debit di suatu Daerah Aliran Sungai (DAS)
merupakan indikator kemampuan DAS dalam mengendalikan hasil air dan
mengendalikan banjir. Pada tahun 2007-2012 di wilayah DKI Jakarta, dan
sebagian wilayah Kabupaten Bogor terjadi banjir yang menunjukkan alih ragam
hujan menjadi debit di DAS Ciliwung, termasuk Ciliwung Hulu masih besar.
Diperlukan pengetahuan mengenai faktor yang mempengaruhi alih ragam hujan
menjadi debit di sub DAS Ciliwung Hulu. Pendugaan alih ragam hujan menjadi
debit dapat dilakukan dengan pendekatan model-model hidrologi DAS yang telah
banyak dikembangkan. Salah satu model yang sekarang sedang banyak digunakan
adalah model hidrologi SWAT (Soil Water Assessment Tools). Pendugaan debit
menggunakan model SWAT di sub DAS Ciliwung Hulu memiliki hasil yang baik
dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.53 dan nilai NSE sebesar 0.73.
Perubahan penggunaan lahan dari tahun 2009 ke tahun 2012 telah menurunkan

koefisien limpasan pengukuran dari 0.76 menjadi 0.22 dan koefisien limpasan
dugaan sebesar 0.9 menjadi 0.7. Berdasarkan hasil skenario penggunaan lahan
terbaik dengan menerapkan teknik konservasi tanah dan air di lahan pertanian
yaitu dengan pengolahan tanah searah kontur dan memperbaiki tutupan lahan
pertanian campuran (agroforestry), curah hujan yang dialihragamkan menjadi
limpasan menurun dari 1763.1 mm/tahun menjadi 1565.2 mm/tahun dan debit
menurun dari 4367.0 menjadi 4350.9 mm/tahun.
Kata kunci: Curah hujan, debit, model SWAT, penggunaan lahan.

ABSTRACT
CECILYA BUDIAMAN. Rainfall-discharge transformation in Ciliwung upper
watershed. Supervised by HENDRAYANTO.
Rainfall-discharge transformation in a watershed is an indicator that shows
the capability of watershed to control water yield and flood. During 2007-2012, in
the region of Jakarta and Bogor show that the rainfall transformation into runoff
in Ciliwung watershed including upper watershed in Ciliwung remains high.
Knowledge about rainfall transformation in Ciliwung upper watershed are needed.
Hydrological models are possible to estimate that rainfall transformation. One of
the models that currently often be used is SWAT (Soil Water Assessment Tools)
model. The prediction of discharge with SWAT model in Ciliwung upper

watershed has satisfying result with coefficient of determination (R2) 0.53 and
NSE 0.73. Landuse changes from 2009 to 2012 has decreased the coefficient of
measured runoff from 0.76 into 0.22 and based on the estimated runoff has
decreased from 0.9 into 0.7. Based on the best scenario of the landuse changes is
to apply soil and water conservation in agricultural land with contoured tillage and

improving mixed agriculture with agroforestry system, rainfall – runoff
transformation runoff decreased from 1763 mm/year into 1565.2 mm/year and
the discharge decrease from 4367.0 mm/year into 4350.9 mm/year.
Keywords: discharge, landuse, rainfall, SWAT model

ALIH RAGAM HUJAN MENJADI DEBIT DI SUB DAS
CILIWUNG HULU

CECILYA BUDIAMAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada

Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Alih Ragam Hujan Menjadi Debit di Sub DAS Ciliwung Hulu
Nama
: Cecilya Budiaman
NIM
: E14090021

Disetujui oleh

Dr Ir Hendrayanto MAgr
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc FTrop
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2013 ini ialah
hidrologi, dengan Alih Ragam Hujan Menjadi Debit di Sub DAS Ciliwung Hulu.
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
perencanaan tata ruang dan wilayah di lokasi penelitian.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Hendrayanto, MAgr
selaku pembimbing. Di samping itu, terima kasih kepada Bapak Nuryadi dari
Badan Meteorologi dan Geofisika, Badan Planologi Kehutanan, Badan
Pendayagunaan Sumber Daya Air Ciliwung-Cisadane dan Balai Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai Ciliwung-Citarum. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada orang tua dan keluarga penulis, Bunga Mentari, Artika
Solehah, Laysa Aswitama, Qoiman Bilqisti, Dewi Supriyo Putri, Sonya Dyah

Kusuma Dewi, Indri Febriani, Pak Uus, rekan-rekan IFSA LC-IPB, Laboratorium
Hidrologi Hutan MNH, serta teman-teman Manajemen Hutan angkatan 46 atas
doa, kebersamaan dan semangat bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih belum sempurna.Oleh
karena itu penulis berharap adanya masukan ataupun saran yang dapat
mendukung perbaikan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2014

Cecilya Budiaman

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

ABSTRAK

ii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2


Manfaat Penelitian

2

METODE

3

Waktu dan Tempat Penelitian

3

Prosedur Penelitian

3

Analisis Data

5


HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Iklim

8

Topografi

9

Jenis Tanah

9

Penggunaan Lahan

10


Alih Ragam Hujan menjadi LimpasanHasil Pengukuran

12

Validasi dan Kalibrasi Model SWAT

13

Alih Ragam Hujan-Limpasan dan Hujan-Debit akibat Perubahan Penggunaan
Lahan
14
Skenario Perubahan Penggunaan Lahan Terbaik
SIMPULAN DAN SARAN

16
18

Simpulan


18

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

19

RIWAYAT HIDUP

21

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.

Kriteria nilai statistik NSE
Luas kemiringan lereng di sub DAS Ciliwung Hulu
Luas sebaran jenis tanah di sub DAS Ciliwung Hulu
Luas penggunaan lahan sub DAS Ciiwung Hulu tahun 2006, 2009
dan 2012
5. Perubahan debit pada kondisi awal dan simulasi dengan input curah
hujan tahun 2009-2012

7
9
10
11
17

DAFTAR GAMBAR
1. Peta lokasi penelitian
2. Diagram alir penelitian
3. Curah hujan rata-rata wilayah di sub DAS Ciliwung Hulu 2007-2012
2007, 2008, 2009, 2010, 2011, 2012
4. Peta kelas kemiringan lereng di sub DAS Ciliwung Hulu
5. Peta jenis tanah di sub DAS Ciliwung Hulu
6. Peta penggunaan lahan di sub DAS Ciliwung Hulu tahun 2009
7. Grafik koefisien aliran permukaan tahun 2007-2012
8. Hidrograf debit observasi dan debit dugaan terkalibrasi pada tahun
2009.
CH,
Qobs,
Qest
9. Perbandingan limpasan dan debit dugaan pada saat penggunaan lahan
tahun 2009 dan tahun 2012 dengan curah hujan tahun 2009.
CH,
Qest-LU 2009,
Qest-LU2012,
Limpasanest-LU 2009,
Limpasanest-LU 2012
10. Grafik perubahan limpasan pada kondisi awal dan simulasi dengan
input curah hujan tahun 2009-2012.
awal ,
simulasi

3
4
8
9
10
12
13
14

15
16

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Alih ragam hujan menjadi debit di suatu Daerah Aliran Sungai (DAS)
merupakan indikator kemampuan DAS dalam menghasilkan air (water yield) dan
mengendalikan banjir. Alih ragam hujan menjadi debit dipengaruhi oleh ciri-ciri
fisik DAS dan penggunaan lahannya (Harto 2009). Peningkatan limpasan
permukaan disebabkan oleh penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan
kemampuan lahan dalam mengurangi aliran permukaan pada keadaan curah hujan
tertentu (Kodoatie dan Sjarief 2008). Perubahan penggunaan lahan berupa hutan
menjadilahan terbukamenyebabkan peningkatan debit tahunan dan limpasan,
sebaliknya pembangunan hutan, reboisasi dan penghijauan mengakibatkan
penurunan limpasan dan debit. Dampak perubahan penggunaan lahan terhadap
limpasan dan debit juga dipengaruhi oleh faktor geologis (Bruijnzeel 2004).
Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai yang memberikan kontribusi
banjir bagi daerah Bogor, Depok, dan Jakarta. Kejadian besar di tahun belakangan
ini adalah kejadian banjir yang terjadi sejak tahun 2007 telah merendam hampir
70% wilayah DKI Jakarta, dan sebagian wilayah Kabupaten Bogor (BPDAS
Citarum˗Ciliwung 2011). Selain itu, banjir besar juga terjadi pada tahun 2012,
terjadi akibat meluapnya sungai Ciliwung akibat sedimentasi dan penyempitan
sungai serta hilangnya fungsi resapan air di daerah hulu (Surbakti 2013). Banjir di
Jakarta akibat meluapnya sungai Ciliwung menunjukkan fungsi DAS Ciliwung
dalam mengalihragamkan hujan menjadi limpasan permukaan, dan debit
meningkat, yaitu hujan lebih banyak menjadi limpasan permukaan daripada
tersimpan dalam tanah maupun aquifer.
Aliran permukaan merupakan sebagian dari air hujan yang mengalir di atas
permukaan tanah (Arsyad 2010). Aliran permukaan yang mengalir hingga ke
sungai dan berpotensi mengakibatkan banjir (Yustika 2013). Jumlah dan
kecepatan aliran permukaan perlu dikendalikan agar potensi kejadian banjir dapat
dikurangi. Jumlah dan kecepatan aliran permukaan bergantung pada luas areal
tangkapan, koefisien limpasan dan intensitas hujan maksimum. Aliran permukaan
yang memiliki jumlah dan kecepatan yang besar sering kali menyebabkan
perpindahan massa tanah secara besar-besaran (Rahim 2006). Hal tersebut yang
berpotensi terjadinya sedimentasi dan pendangkalan sungai.
Pengetahuan mengenai alih ragam hujan menjadi aliran permukaan di suatu
DAS dengan penggunaan lahan tertentu diperlukan guna merancang pengendalian
jumlah dan dimensi laju aliran permukaan (Rahim 2006). Pendugaan laju aliran
permukaan dapat dilakukan dengan pendekatan model-model hidrologi DAS yang
telah banyak dikembangkan.
Model hidrologi adalah sebuah sajian sederhana dalam sebuah sistem
hidrologi yang kompleks (Harto 1993). Model hidrologi dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu model fisik, model analog dan model matematik. Model matematik
merupakan model yang saat ini sedang berkembang pesat. Salah satu model
matematik yang banyak digunakan adalah model hidrologi SWAT (Soil Water
Assessment Tools).

2
Model SWAT merupakan pengembangan metode hidrologi yang telah ada
sebelumnya untuk menduga pengaruh pengelolaan lahan terhadap kualitas dan
kuantitas air yang masuk ke sungai atau badan air di suatu DAS yang kompleks
dengan berbagai jenis tanah, penggunaan tanah dan pengelolaannya yang
bermacam-macam sepanjang waktu yang lama (Neitsch et al 2005). Model
SWAT ini menggunakan input hujan harian dan dirancang untuk menduga
dampak jangka panjang dari praktek pengelolaan lahan terhadap sumber daya air,
sedimen di DAS besar dan kompleks dengan berbagai skenario tanah, penggunaan
lahan dan pengelolaan berbeda (Pawitan 2004). Model SWAT tergolong model
yang bersifat kontinu yang didasarkan pada persamaan kesetimbangan air dalam
jangka panjang dan hingga saat ini model SWAT masih terus dikembangkan
sesuai dengan kemajuan teknologi yang ada. Namun model ini memerlukan input
data yang cukup beragam (Neitsch et al 2002).

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keabsahan penggunaan model
SWAT di sub DAS Ciliwung Hulu, menganalisis perubahan alih ragam curah
hujan menjadi aliran permukaan dan debit akibat perubahan penggunaan lahan di
DAS Ciliwung Hulu dengan menggunakan model hidrologi SWAT, dan simulasi
penggunaan lahan optimal dalam mengalihragamkan hujan menjadi aliran
permukaan dan debit yang dapat mengurangi potensi kejadian banjir di bagian
hilir DAS Ciliwung khususnya di wilayah Jakarta.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
alternatif penggunaan lahan yang dapat mengurangi aliran permukaan, debit
maksimumdi DAS Ciliwung Hulu sebagai informasi bagi upaya penanggulangan
banjirdi DAS Ciliwung khusunya di bagian hilir DAS Ciliwung.

3

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di sub DAS Ciliwung Hulu seluas ± 15 092.15 Ha
dengan titik patusan (outlet) di SPAS (Stasiun Pencatat Aliran Sungai) Katulampa.
Secara geografis, daerah ini terletak diantara 60 37’48”- 6046’12” LS dan
106049’48”-107005’0” BT. Secara administrasi berada di wilayah administrasi
Kabupaten Bogor dan Kota Bogor.
Pengolahan data dan analisis data dilakukan pada bulan Agustus hingga
Desember 2013 di Laboratorium Hidrologi Hutan dan Daerah Aliran Sungai,
Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Prosedur Penelitian
Proses penelitian digambarkan melalui diagram alir penelitian seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.

4
Mulai

DEM (Digital
Elevation Model)
Resolusi Spasial
30 m x 30 m

Pengumpulan Data

Peta Jenis
Tanah

Pengelompokkan Data

Peta Penggunaan
Lahan

Data
Iklim
(Curah Hujan)

Data Debit
(Observasi)

Koefisien Limpasan
Deliniasi Batas DAS

Pembentukan HRU

Kalibrasi dan
Validasi Model

Simulasi Model SWAT

Debit dugaan

NSE >0.75 (sangat baik)
atau 0.65< NSE < 0.75
(baik) dan R2 > 0.5

Tidak

Ya
Model SWAT Terkalibrasi

Simulasi perubahan
landuse terbaik

Analisis debit dan limpasan
dugaan terhadap perubahan
LU 2009 dan LU 2012

Gambar 2 Diagram alir penelitian

5
Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari dua jenis data yaitu data
spasial dan data atribut. Data spasial terdiri dari data DEM (Digital Elevation
Model) dengan resolusi 30 m x 30 m, peta penggunaan lahan tahun 2006, 2009
dan 2012, peta jenis tanah, dengan skala masing-masing 1 : 250 000, peta batas
DAS dan peta jaringan sungai. Data atribut yang digunakan adalah data hidrologi
DAS Ciliwung berupa data debit harian yang diukurdi SPAS Katulampa periode
2007-2012 dan data iklim yang mencakup data suhu udara maksimum dan
minimum (◦C), kecepatan angin (knot), kelembapan nisbi dan data curah hujan
dari tiga pos pencatat curah hujan yakni pos Katulampa, Gunung Mas dan Gadog.
Curah hujan dari tiga pos pencatat curah hujan yakni pos Katulampa, Gunung Mas
dan Gadog.
Data diperoleh dari instansi berwenang, yaitu Balai Pendayagunaan Sumber
Daya Air (BPSDA) Wilayah Sungai Ciliwung–Cisadane, Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jawa Barat, Balai Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai (BPDAS) Citarum-Ciliwung dan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan.
Analisis Data
Analisis Penggunaan Lahan dan Jenis Tanah
Analisis penggunaan lahan dilakukan terhadap peta penggunaan lahan sub
DAS Ciliwung Hulu menggunakan software ArcMap 9.3. Output dari analisis ini
adalah luasan penggunaan lahan di sub DAS Ciliwung Hulu dan jenis dari
masing-masing penggunaan lahan di sub DAS tersebut. Hal ini juga dilakukan
untuk analisis sebaran jenis tanah serta luasannya yang terdapat di sub DAS
Ciliwung Hulu.
Analisis hidrologi
Analisis ini dilakukan dengan software ArcSWAT 2009. Analisis yang
dilakukan adalah analisis koefisien aliran permukaan dan analisis debit dengan
menggunakan model SWAT.
Analisis koefisien aliran permukaan
Koefisien aliran permukaan (C) merupakan suatu nilai yang
menggambarkan jumlah air hujan yang jatuh ke tanah dan menjadi aliran
permukaan. Perubahan nilai koefisien aliran permukaan dapat menunjukkan
perubahan karakteristik DAS, salah satunya adalah perubahan yang terjadi akibat
adanya perubahan penggunaan lahan. Semakin tinggi nilai C, maka akan semakin
banyak jumlah air hujan yang menjadi aliran permukaan (Asdak 2007). Berikut
ini merupakan persamaan koefisien aliran permukaan:
( .86400 .1000 )
=
……………………………….(1)
(�.10000 )

………………………. …………………... (2)
=

Keterangan :
C
= Koefisien limpasan
Q
= Debit aliran langsung (m3/s)
DRO
= Aliran langsung (mm)
CH
= Curah hujan (mm)

6
Nilai Q diperoleh dari pengurangan debit hasil pengukuran dengan aliran
dasar (baseflow).
Analisis debit menggunakan model SWAT
Respon hidrologi yang dianalisis adalah debit aliran sungai sub DAS
Ciliwung Hulu. Pada analisis ini, disediakan data sebagai input model SWAT
diantaranya data iklim, data tanah dan data penggunaan lahan yang telah
disiapkan sesuai dengan format yang ditentukan dalam proses pengumpulan data.
Adapun tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Deliniasi daerah penelitian
Daerah penelitian dideliniasi dari DEM secara otomatis berdasarkan
topografi alaminya, begitu pula dengan jaringan hidrologinya.SWAT
membagi DAS menjadi beberapa sub DAS dimana setiap sub DAS
memiliki jaringan utama. Metode yang digunakan dalam proses deliniasi
DAS adalah threshold yang didasarkan pada luas minimum seluas 1300 ha.
Output dari tahap ini adalah terbentuknya beberapa sub DAS. Sub DAS
terbentuk dari batas-batas yang dipengaruhi oleh bentuk topografi pada
wilayah tersebut.
2. Pembentukan HRU (Hydrologic Response Unit)
Hydrologic Response Unit (HRU) merupakan unit analisis hidrologi
yang dibentuk berdasarkan peta topografi, peta jenis tanah dan penggunaan
lahan yang spesifik. Satu sub DAS terdiri dari beberapa HRU. Pada tahap
ini ditentukan threshold dari presentase total penggunaan lahan, jenis tanah,
dan kemiringan lereng masing-masing sebesar 0%, 0% dan 5%.
Penggunaan lahan, jenis tanah, dan kemiringan lahan yang lebih kecil dari
threshold yang ditentukan diabaikan.
3. Simulasi
Tahap penggabungan HRUs dengan data iklim dilakukan setelah
satuan analisis terbentuk. Pada tahap ini harus ditentukan periode simulasi
terlebih dahulu kemudian memasukan data iklim. Simulasi hidrologi yang
dilakukan berdasarkan periode harian. Siklus hidrologi yang disimulasikan
dalam model SWAT berdasarkan pada persamaan kesetimbangan air.
Berikut persamaan (3) yang digunakan dalam simulasi:
� = �0 + =� ( �� −
− �−� �−
�).... (3)
Keterangan :
SWt
= Kandungan akhir air tanah (mmH2O)
SW0 = Kandungan air tanah awal pada hari ke-i (mmH2O)
Rday = Presipitasi pada hari ke-i (mmH2O)
QSurf = Surface runoff pada hari ke-i (mmH2O)
Ea
= Evapotranspirasi aktual hari ke-i (mmH2O)
Wseep = Air yan memasuki vadose zone pada profil tanah pada hari
ke-i
(mmH2O)
Qgw
= Jumlah aliran dasar hari ke-i (mmH2O)
SWAT menduga limpasan permukaan dengan menggunakan metode
SCS Curve Number. Metode ini menghitung limpasan pada setiap
penggunaan lahan dan jenis tanah. Persamaan SCS-CN disajikan pada
persamaan (4) dan (5)

=

(
(

��

��

− 0.2 )2
+ 0.8 )2

……………….……………………… (4)

7
1000

− 10………………………………..…………. (5)
= 2.44 ×
Keterangan:
Qsurf = jumlah aliran permukaan pada hari i (mm)
Rday = jumlah curah hujan pada hari ke i (mm)
S
= parameter retensi (mm)
CN
= Curve Number
4. Output SWAT
Output yang dipilih berupa debit rata-rata bulanan.Output SWAT
tersimpan dalam file-file output (SWAT Output File) yang terdiri dari file
HRU, SUB dan RCH. Informasi yang terdapat pada masing-masing sub
DAS dan HRU dihasilkan selama periode simulasi dan terdiri dari area
(km2), jumlah curah hujan (mm), kandungan air tanah (mm), perkolasi
(mm), aliran permukaan (mm), aliran lateral (mm) dan aliran dasar (mm).
5. Evaluasi Model
Evaluasi model dilakukan dengan kalibrasi dan validasi yang bertujuan
agar output model yang digunakan mendekati dengan output observasi di
lapangan. Data yang digunakan yaitu data debit harian observasi dan
simulasi. Metode statistik yang digunakan adalah koefisien determinasi
(R2) (Abbaspour et al 1997) dan nilai efisiensi Nash Sutcliffe (Alibuyog et
al 2009). Persamaan yang digunakan disajikan dalam persamaan (6) dan
(7):
2

=

2

�=1 (X mi −X m )(X pi −X p )
� (X
2 � (X −X )2
p
�=1 mi −X m )
�=1 pi

=1−

n
i=1
n
i=1

X mi −X pi

X mi −X m

2

2

……………………………... (6)

………………………………………(7)

Keterangan :
NSE = Nash Sutcliffe Efficiency
R2 = Koefisien determinasi
Xmi = Debit observasi (m3/detik)
Xpi = Debit simulasi (m3/detik)
X m = Debit observasi rata-rata (m3/detik)
X p = Debit simulasi rata-rata (m3/detik)
Hasil dari evaluasi memiliki beberapa kriteria yang didasarkan dari nilai
NSE dan nilai R2. Hasil simulasi dikatakan baik apabila memiliki nilai R2>
0.5 dan nilai NSE > 0.5. Kriteria nilai statistik untuk NSE disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Kriteria nilai statistik NSE
Kriteria
NSE
Sangat Baik
0.75