Keefektifan Ekstrak Lerak (Sapindus rarak) dan Sirih Hutan (Piper aduncum) terhadap Larva Crocidolomia pavonana Berdasarkan Cara Penyiapan dan Waktu Simpan yang Berbeda

KEEFEKTIFAN EKSTRAK LERAK (Sapindus rarak) DAN
SIRIH HUTAN (Piper aduncum) TERHADAP LARVA
Crocidolomia pavonana BERDASARKAN CARA PENYIAPAN
DAN WAKTU SIMPAN YANG BERBEDA

GRACIA MEDIANA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ABSTRAK
GRACIA MEDIANA. Keefektifan Ekstrak Lerak (Sapindus rarak) dan Sirih
Hutan (Piper aduncum) terhadap Larva Crocidolomia pavonana Berdasarkan
Cara Penyiapan dan Waktu Simpan yang Berbeda. Dibimbing oleh DJOKO
PRIJONO.
Ulat krop kubis (Crocidolomia pavonana) merupakan salah satu hama
penting pada tanaman famili Brassicaceae. Salah satu cara pengendalian hama
yang aman ialah menggunakan insektisida yang bahan aktifnya berasal dari

tumbuhan. Penelitian ini bertujuan menentukan cara penyiapan dan daya tahan
ekstrak buah lerak (Sapindus rarak) dan sirih hutan (Piper aduncum) dalam
hubungannya dengan keefektifan ekstrak tersebut terhadap larva C. pavonana.
Irisan buah lerak digiling dalam akuades menggunakan blender sedangkan buah
sirih hutan digerus dulu dengan mortar sebelum digiling dengan blender. Sebagian
ekstrak langsung disaring dengan kain kasa yang langsung digunakan dan
sebagian lagi dipanaskan dalam penangas air pada suhu 40 °C sebelum disaring.
Sebagian cairan ekstrak langsung digunakan untuk pengujian dan sebagian lagi
disimpan pada suhu kamar atau di dalam lemari es (4 °C) selama 7 hari. Semua
pengujian dilakukan dengan menggunakan metode celup daun. Uji awal dilakukan
pada konsentrasi 1%, 2.5%, dan 5% (w/v) dan uji lanjutan ekstrak lerak dilakukan
pada enam taraf konsentasi berdasarkan hasil uji awal. Secara umum, mortalitas
larva C. pavonana pada semua perlakuan meningkat tajam antara 24 dan 48 jam
setelah perlakuan (JSP). Berdasarkan LC95 pada 96 JSP, ekstrak lerak dengan
pemanasan (LC95 2.19%) hampir dua kali lebih toksik terhadap larva C. pavonana
daripada ekstrak lerak tanpa pemanasan (LC95 4.18%), tetapi toksisitas ekstrak
tersebut menurun sekitar 3.4 kali lipar setelah disimpan pada suhu kamar selama 7
hari (LC95 7.42%). Selain mengakibatkan kematian, perlakuan dengan ekstrak
lerak juga dapat menghambat perkembangan larva C. pavonana dari instar II ke
instar IV. Sementara itu, ekstrak buah sirih hutan sampai konsentrasi 5% (w/v)

tidak efektif terhadap larva C. pavonana (mortalitas < 15%).
Kata kunci: hama kubis, insektisida nabati, ketahanan simpan, cara penyiapan,
toksisitas.

ABSTRACT
GRACIA MEDIANA. Effectiveness of Sapindus rarak and Piper aduncum Fruit
Extracts on Crocidolomia pavonana Larvae by Different Preparation Methods
and Storage Time. Under the guidance of DJOKO PRIJONO.
The cabbage head caterpillar, Crocidolomia pavonana, is a major pest of
Cruciferae crops in Indonesia and some other tropical countries. One of the safe
control measures against this pest is by using botanical insecticides. The objective
of this work was to determine the effectiveness of aqueous Sapindus rarak dan
Piper aduncum fruit extracts against C. pavonana larvae. Plant materials were
extracted with water with heating or without heating and tested directly or after
being stored at room temperature or at 4 ºC for 7 days. Based on LC95 at 96 hours
after treatment (HAT), the toxicity of S. rarak extract prepared by heating at 40
ºC (LC95 2.19%) was almost two-fold higher than that without heating (LC95
4.18%), but the toxicity of the first-mentioned extract decreased about 3.4-fold
after being stored at room temperature for 7 days (LC95 7.42%). In addition to
lethal effect, the treatment with aqueous S. rarak extract also delayed the

development of the surviving test larvae from the second to fourth instar.
Meanwhile, aqueous P. aduncum fruit extracts up to the concentration of 5% was
not effective against C. pavonana larvae (mortality < 15%).
Keywords: cabbage pest, botanical insecticides, preparation methods, storage
stability, toxicity.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

KEEFEKTIFAN EKSTRAK LERAK (Sapindus rarak) DAN
SIRIH HUTAN (Piper aduncum) TERHADAP LARVA
Crocidolomia pavonana BERDASARKAN CARA PENYIAPAN
DAN WAKTU SIMPAN YANG BERBEDA


GRACIA MEDIANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Keefektifan Ekstrak Lerak (Sapindus rarak) dan Sirih Hutan
(Piper aduncum) terhadap Larva Crocidolomia pavonana
Berdasarkan Cara Penyiapan dan Waktu Simpan yang
Berbeda
Nama Mahasiswa: Gracia Mediana

NIM
A34090030
Judul Skripsi

Ir.

Tanggallulus:

,t B DE.C, 2U13

. ko Prijono, MAgrSc.
osen Pembimbing

: Keefektifan Ekstrak Lerak (Sapindus rarak) dan Sirih Hutan
(Piper aduncum) terhadap Larva Crocidolomia pavonana
Berdasarkan Cara Penyiapan dan Waktu Simpan yang
Berbeda
Nama Mahasiswa : Gracia Mediana
NIM
: A34090030


Judul Skripsi

Disetujui oleh

Ir. Djoko Prijono, MAgrSc.
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi.
Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Tanggal lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus atas segala
limpahan hikmat, berkat dan kuasa-Nya yang telah diberikan kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Keefektifan Ekstrak
Lerak (Sapindus rarak) dan Sirih Hutan (Piper aduncum) terhadap Larva

Crocidolomia Pavonana Berdasarkan Cara Penyiapan dan Waktu Simpan yang
Berbeda. Penelitian dan penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium
Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman dari Januari
2013 sampai Oktober 2013.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada
1. Ir. Djoko Prijono, MAgrSc. selaku dosen pembimbing yang senantiasa
memberikan bimbingan, pengetahuan, saran, masukan, dan arahan kepada
penulis.
2. Dr. Ir Tri Asmira Damayanti, MAgr. selaku dosen penguji tamu yang telah
memberikan arahan dan saran yang bermanfaat.
3. Dr. Ir. Gede Suastika, MSc. selaku dosen pembimbing akademik yang selalu
memberikan arahan, semangat, dan masukan.
4. Keluarga tercinta yang telah memberikan doa dan motivasi kepada penulis.
5. Sahabat seperjuangan, khususnya kepada Rizky Irawan SP., Trijanti A.
Widinni Asnan SP., Ismi Wahyuniati SKh., dan Efy Sarce Tiven SP. yang
telah berbagi pengalaman dalam pelaksanaan penelitian.
6. Rekan kerja di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Eka Candra
Lina SP. MSi., Risnawati SP. MSi., Yeni Midel Pebrulita SP. MSi., Annisa

Nurfajrina, dan Muhammad Sigit Susanto atas masukannya.
7. Seluruh mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, khususnya angkatan 46
sebagai angkatan seperjuangan.
Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, Desember 2013
Gracia Mediana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan Tumbuhan Sumber Ekstrak
Perbanyakan Tanaman Pakan

Perbanyakan Serangga Uji
Ekstraksi Buah Lerak dan Sirih Hutan
Metode Pengujian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Toksisitas Ekstrak Lerak terhadap Larva C. pavonana
Toksisitas Ekstrak Sirih Hutan terhadap Larva C. pavonana
Hambatan Perkembangan Larva C. pavonana
Pembahasan umum
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

viii
viii
viii
1
1
3
3

4
4
4
4
4
4
5
7
7
11
11
13
17
18
21
23

DAFTAR TABEL
1 Mortalitas larva C. pavonana akibat perlakuan dengan ekstrak air buah
lerak dengan cara penyiapan dan penyimpanan yang berbeda

2 Penduga parameter hubungan konsentrasi-mortalitas ekstrak air buah
lerak terhadap larva instar II C. pavonana
3 Mortalitas larva C. pavonana akibat perlakuan dengan ekstrak air buah
sirih hutan dengan cara penyiapan dan penyimpanan yang berbeda
4 Persentase larva C. pavonana yang telah menjadi instar II dan III pada
perlakuan dengan ekstrak buah lerak pada 48 JSP
5 Persentase larva C. pavonana yang telah menjadi instar III dan IV pada
perlakuan dengan ekstrak buah lerak pada 96 JSP

7
10
12
12
13

DAFTAR GAMBAR
1 Perkembangan tingkat mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan
ekstrak buah lerak tanpa pemanasan dan digunakan langsung (SR-TPL), dengan pemanasan dan digunakan langsung (SR-P-L), serta dengan
pemanasan dan disimpan pada suhu kamar selama 7 hari (SR-P-TRS7). Pada semua perlakuan, tidak ada kematian kontrol hingga 96 jam
setelah perlakuan.

9

DAFTAR LAMPIRAN
1 Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan ekstrak air buah lerak
tanpa pemanasan dan digunakan langsung
2 Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan ekstrak air buah lerak
dengan pemanasan dan digunakan langsung
3 Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan ekstrak air buah lerak
dengan pemanasan dan disimpan pada suhu kamar selama 7 hari

22
22
22

 

 
 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hama tanaman merupakan salah satu kendala penting dalam usaha
peningkatan produksi pertanian. Kehilangan hasil pada tanaman pangan,
hortikultura, dan perkebunan akibat serangan hama dapat mencapai 40% (Oerke
et al. 1999). Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) merupakan
salah satu hama penting pada tanaman sayuran Brassicaceae di Indonesia dan
beberapa negara tropika lain. Kerusakan pada tanaman kubis akibat serangan
hama tersebut bersama Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Yponomeutridae)
dapat mencapai 100% saat musim kemarau jika tidak dilakukan pengendalian
(Sastrosiswojo dan Setiawati 1993).
Ulat C. pavonana menyerang titik tumbuh dan krop tanaman kubis sehingga
dapat menimbulkan kerugian besar. Untuk menekan kerugian akibat serangan
hama tersebut,tindakan pengendalian yang tepat perlu dilakukan. Di tingkat
petani, ketersediaan cara-cara nonkimia yang efektif terhadap C. pavonana sangat
terbatas sehingga petani mengandalkan insektisida kimia sintetik untuk
mengendalikan hama tersebut (Sastrosiswojo dan Setiawati 1993; Rauf et al.
2005).
Selain memiliki beberapa keuntungan, penggunaan insektisida sintetik juga
dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif, seperti terbunuhnya organisme
bukan sasaran yang berada di dalam atau di dekat lokasi aplikasi termasuk musuh
alami hama, terjadinya resistensi dan resurjensi hama, munculnya hama sekunder,
pencemaran lingkungan, dan kontaminasi residu insektisida pada hasil panen
(Metcalf 1982; Perry et al. 1998). Selain itu, harga insektisida sintetik makin
mahal sehingga dapat meningkatkan biaya produksi dan mengurangi keuntungan
bagi petani.
Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan
Tanaman disebutkan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan
menggunakan sarana dan cara yang tidak mengganggu kesehatan dan atau
mengancam keselamatan manusia, serta tidak menimbulkan gangguan dan
kerusakan sumber daya alam atau lingkungan hidup. Salah satu sarana
pengendalian hama yang memenuhi kriteria tersebut ialah insektisida nabati yang
bahan aktifnya berasal dari tumbuhan (Prakash dan Rao 1997; Dadang dan
Prijono 2008). Indonesia memiliki kekayaan tumbuhan yang berlimpah dan
berbagai jenis di antaranya diketahui dapat digunakan sebagai insektisida nabati.
Dua jenis tumbuhan yang berkhasiat insektisida ialah lerak, Sapindus rarak DC.
(Sapindaceae) dan sirih hutan, Piper aduncum L. (Piperaceae) (Heyne 1987;
Bernard et al. 1995; Widowati 2003).
Di Asia Tenggara, ekstrak buah lerak yang bersifat sebagai sabun atau
detergen nabati telah sering digunakan untuk mengendalikan beberapa jenis hama
tanaman (Widowati 2003). Irawan (2012) melaporkan bahwa perlakuan dengan
ekstrak metanol lerak 0.75%-3.00% mengakibatkan kematian larva C. pavonana
sebesar 10%-96% dengan LC50 1.806%, sementara Syahroni dan Prijono (2013)
melaporkan bahwa perlakuan dengan ekstrak metanol lerak pada rentang
konsentrasi yang sama mengakibatkan kematian larva C. pavonana sebesar 30%-

2
100% dengan LC50 1.001%. Sunaryadi (1999) melaporkan bahwa ekstrak buah
lerak mengandung komponen utama saponin (48.9%), dan berdasarkan uji
kualitatif diketahui bahwa buah lerak juga mengandung triterpena, steroid,
alkaloid, antrakuinon, tanin, fenol, dan flavonoid.
Bernard et al. (1995) melaporkan bahwa ekstrak etanol daun sirih hutan
memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap beberapa jenis serangga hama
termasuk larva penggerek batang jagung Ostrinia nubilalis Hübner (Lepidoptera:
Noctuidae). Fazolin et al. (2005) melaporkan bahwa perlakuan dengan minyak
atsiri daun sirih hutan pada konsentrasi 1% dengan metode aplikasi kontak dapat
mengakibatkan kematian kumbang Cerotoma tingomarianus Bechyné
(Coleoptera: Chrysomelidae) hampir 100%. Nailufar (2011) melaporkan bahwa
perlakuan dengan ekstrak sirih hutan 0.075%-0.25% mengakibatkan kematian
larva C. pavonana sebesar 13%-100% dengan LC50 0.141% pada 96 jam setelah
perlakuan (JSP). Baru-baru ini, Syahroni dan Prijono (2013) melaporkan bahwa
perlakuan dengan ekstrak etil asetat sirih hutan 0.050%-0.225% mengakibatkan
kematian larva C. pavonana sebesar 4%-100% dengan LC50 0.138% pada 96 JSP.
Bernard et al. (1995) melaporkan bahwa dilapiol (golongan fenilpropanoid)
merupakan senyawa aktif utama yang bersifat insektisida dari ekstrak etanol daun
sirih hutan. Hasyim (2011) juga melaporkan bahwa komponen utama dalam fraksi
aktif dari ekstrak n-heksana buah sirih hutan adalah dilapiol, dengan area puncak
pada kromatogram berdasarkan analisis dengan kromatografi gas sebesar 68.8%.
Lebih lanjut, Hasyim (2011) menjelaskan bahwa di antara 10 fraksi ekstrak
heksana sirih hutan yang diperoleh, fraksi 1 memiliki aktivitas insektisida yang
paling kuat terhadap larva C. pavonana dengan LC50 339.35 ppm.
Penelitian insektisida nabati di laboratorium umumnya menggunakan bahan
tumbuhan yang diekstrak dengan pelarut organik, sementara petani mengharapkan
insektisida nabati dapat digunakan dalam bentuk yang diekstrak dengan air dan
langsung digunakan (Prijono dan Triwidodo 1994). Ekstrak beberapa jenis
tumbuhan yang disiapkan dengan air efektif terhadap hama pemakan daun.
Sebagai contoh, ekstrak biji Azadirachta indica (20 g/l) yang disiapkan dengan air
dan detergen dapat membunuh larva instar IV P. xylostella sebesar 87.5% dan
kematian mencapai 100% saat mencapai imago (Basyit et al. 1994). Perlakuan
dengan ekstrak air biji Annona squamosa pada konsentrasi 0.25% ditambah
detergen “Rinso” dapat menyebabkan mortalitas 90% pada larva instar III C.
pavonana (Basana dan Prijono 1994). Aliyah et al. (2001) melaporkan bahwa
ekstrak air ranting Dysoxylum acutangulum dengan detergen krim B-29 pada
konsentrasi 2.5% menyebabkan kematian 98.9% pada larva C. pavonana. Irawan
(2012) melaporkan bahwa perlakuan dengan ekstrak air lerak 0.80%-3.80%
mengakibatkan kematian larva C. pavonana 10%-100% dengan LC50 1.681%, dan
baru-baru ini Syahroni dan Prijono (2013) melaporkan bahwa perlakuan dengan
ekstrak air lerak pada konsentrasi yang sama mengakibatkan kematian larva C.
pavonana 1%-94% dengan LC50 1.898%.
Insektisida nabati dapat digunakan dalam bentuk campuran ekstrak dua atau
lebih jenis tumbuhan. Beberapa keunggulan sediaan insektisida nabati yang
berbahan baku campuran ekstrak tumbuhan dibandingkan dengan penggunaan
ekstrak tunggal di antaranya dapat mengurangi ketergantungan pada satu jenis
tumbuhan sebagai bahan baku, dapat meningkatkan spektrum aktivitas insektisida
bila komponen campuran memiliki spektrum aktivitas yang berbeda, dan lebih

3
 

ekonomis bila campuran bersifat sinergis (Dadang & Prijono 2008), serta dapat
menunda timbulnya resistensi hama terhadap insektisida (Georghiou 1983).
Nailufar (2011) melaporkan bahwa pada taraf LC50 campuran ekstrak daun
kacang babi (Tephrosia vogelli) dan buah sirih hutan pada nisbah konsentrasi 1:1,
5:1, dan 1:5 bersifat sinergis. Baru-baru ini Syahroni dan Prijono (2013)
melaporkan bahwa campuran ekstrak etil asetat sirih hutan dan ekstrak metanol
buah lerak pada taraf LC95 memiliki interaksi sinergis lemah pada 96 JSP.
Terjadinya sinergisme di antara ekstrak sirih hutan dan ekstrak lain tampaknya
disebabkan oleh komponen utama ekstrak P. aduncum yaitu dilapiol yang
memiliki gugus metilendioksifenil. Senyawa yang memiliki gugus tersebut dapat
menghambat aktivitas enzim polysubstratemonoxygenase yang berperan
menurunkan daya racun senyawa toksik di dalam sel (Bernard et al. 1995; Perry
et al. 1998). Sampai sekarang keefektifan campuran ekstrak buah lerak dan buah
sirih hutan yang keduanya diekstrak dengan air belum pernah dilaporkan.
Petani biasanya mengharapkan insektisida nabati dapat disiapkan sekaligus
dalam jumlah yang dapat digunakan beberapa kali sehingga efisien dari segi
waktu penyiapan. Ketika mereka akan menggunakan lagi insektisida nabati
tersebut, mereka tidak harus membuatnya lagi tetapi dapat mengambil langsung
dari sediaan yang sudah dibuat sebelumnya. Selain efisiensi dalam penyiapan,
upaya untuk meningkatkan keefektifan insektisida nabati tersebut juga perlu
dilakukan, misalnya dengan perlakuan pemanasan. Informasi tentang keefektifan
insektisida nabati yang sudah disimpan selama beberapa waktu dan pengaruh
pemanasan pada keefektifan insektisida nabati masih sangat terbatas.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menentukan tingkat toksisitas ekstrak air buah lerak
dan buah sirih hutan terhadap larva C. pavonana. Ekstrak uji dibedakan
berdasarkan cara penyiapan (tanpa pemanasan dan pemanasan) dan
penyimpanannya (langsung digunakan, disimpan pada suhu kamar selama 7 hari,
dan disimpan pada suhu 4 °C selama 7 hari).
Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan informasi tentang cara penyiapan insektisida
nabati berbasis ekstrak buah lerak dan ekstrak buah sirih hutan yang dapat
diterapkan langsung di tingkat petani, khususnya sebagai salah satu alternatif
dalam pengendalian hama kubis C. pavonana.

 
 

 
 

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi
Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor (IPB), dari Januari 2013 sampai Oktober 2013.
Bahan Tumbuhan Sumber Ekstrak
Bahan tumbuhan yang digunakan sebagai sumber ekstrak adalah buah lerak
yang diperoleh dari pasar tradisional di Bogor dan buah sirih hutan yang diperoleh
dari dalam areal kampus IPB Dramaga, Bogor.
Perbanyakan Tanaman Pakan
Daun kubis (Brassica oleracea var. capitata) cv. KK Cross digunakan
sebagai pakan larva Crocidolomia pavonana dan sebagai medium pengujian.
Tanaman kubis diperbanyak melalui penyemaian menggunakan nampan semai
50-sel yang diisi dengan tanah, benih, pupuk NPK butiran, dan kompos Super
Metan. Bibit berumur 4 minggu dipindahkan ke polybag 5 L yang diisi campuran
tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 3:1 (v/v). Setelah berumur 4
minggu, tanaman dipupuk NPK dengan dosis ± 1 g per polybag. Pemeliharaan
tanaman kubis yang dilakukan meliputi penyiraman, penyulaman, penyiangan
gulma, dan pengendalian hama secara mekanis. Daun dari tanaman yang berumur
1-2 bulan digunakan untuk perbanyakan larva C. pavonana dan untuk pengujian
(Abizar dan Prijono 2010).
Perbanyakan Serangga Uji
Serangga C. pavonana yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
keturunan dari koloni yang diperbanyak di Laboratorium Fisiologi dan
Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, IPB. Pembiakan serangga
dilakukan mengikuti prosedur yang digunakan oleh Prijono dan Hassan (1992).
Imago C. pavonana dipelihara dalam kurungan plastik kasa berbingkai kayu (50
cm x 50 cm x 50 cm) dan diberi pakan larutan madu 10% yang diserapkan pada
kapas yang digantungkan di dalam kurungan. Daun kubis yang tangkainya
dicelupkan dalam tabung film berisi air diletakkan di dalam kurungan sebagai
tempat peletakan telur. Kelompok telur pada daun kubis dikumpulkan setiap hari.
Setelah telur menetas, larva dipindahkan ke dalam wadah plastik (35 cm x 26 cm
x 6 cm) berjendela kasa yang dialasi kertas stensil, dan diberi makan daun kubis
bebas pestisida. Larva instar II digunakan untuk pengujian. Bila tidak digunakan
untuk pengujian, sebagian larva dipelihara lebih lanjut dalam wadah plastik berisi
daun kubis. Menjelang berpupa, larva dipindahkan ke dalam wadah plastik lain
yang berisi serbuk gergaji steril sebagai medium untuk berpupa. Pupa beserta
kokonnya dipindahkan ke dalam kurungan plastik-kasa seperti di atas sampai
muncul imago untuk pemeliharaan selanjutnya.
Ekstraksi Buah Lerak dan Sirih Hutan
Bahan tumbuhan diekstrak langsung dengan air (akuades). Cara ekstraksi ini
diharapkan dapat diterapkan langsung di lapangan oleh petani. Daging buah lerak

5
 

dipisahkan dari bijinya menggunakan gunting kemudian ditimbang sesuai
konsentrasi yang telah ditentukan, yaitu 1%, 2.5%, dan 5% (w/v). Irisan daging
buah lerak digiling dalam akuades dengan menggunakan blender. Sebagian
ekstrak disaring dengan kain kasa yang dapat langsung digunakan dan sebagian
lagi dimasukkan dalam botol plastik putih dan dipanaskan menggunakan alat
penangas air pada suhu 40 °C selama 2 jam lalu disaring dengan kain kasa.
Sebagian cairan ekstrak, baik yang dipanaskan maupun tanpa pemanasan,
langsung digunakan untuk pengujian, dan sebagian lagi disimpan pada suhu
kamar dan di lemari es (4 °C), masing-masing selama 7 hari.
Ekstrak buah sirih hutan segar ditimbang lalu digerus dengan mortar dan
diblender. Prosedur penyiapan ekstrak sirih hutan selanjutnya sama seperti
penyiapan ekstrak lerak yang dijelaskan di atas tetapi penyimpanan di lemari es (4
°C) tidak dilakukan. Konsentrasi ekstrak sirih hutan yang diuji sama seperti pada
pengujian ekstrak lerak, yaitu 1%, 2.5%, dan 5% (w/v).
Metode Pengujian
Semua pengujian dilakukan dengan menggunakan metode celup daun
seperti yang dikemukakan oleh Abizar dan Prijono (2010). Pada setiap pengujian,
ektrak diuji pada 3 taraf konsentrasi dan akuades digunakan sebagai kontrol.
Ekstrak lerak yang diuji ada 6 macam, yaitu
1) ekstrak lerak tanpa pemanasan dan langsung digunakan (SR-TP-L);
2) ekstrak lerak tanpa pemanasan dan disimpan pada suhu kamar selama 7 hari
(SR-TP-TR-S7);
3) ekstrak lerak tanpa pemanasan dan disimpan pada suhu 4 °C selama 7 hari
(SR-TP-T4-S7);
4) ekstrak lerak dengan pemanasan dan langsung digunakan (SR-P-L);
5) ekstrak lerak dengan pemanasan dan disimpan pada suhu kamar selama 7 hari
(SR-P-TR-S7);
6) ekstrak lerak dengan pemanasan dan disimpan pada suhu 4 °C selama 7 hari
(SR-P-T4-S7).
Ekstrak sirih hutan yang diuji ada 5 macam, yaitu
1) ekstrak sirih hutan tanpa pemanasan dan langsung digunakan (PA-TP-L);
2) ekstrak sirih hutan tanpa pemanasan dan disimpan pada suhu kamar selama 7
hari (PA-TP-TR-S7);
3) ekstrak sirih hutan dengan pemanasan dan langsung digunakan (PA-P-L);
4) ekstrak sirih hutan dengan pemanasan dan disimpan pada suhu kamar selama 7
hari (PA-P-TR-S7);
5) ekstrak sirih hutan yang mengandung lerak 0.2% tanpa pemanasan dan
langsung digunakan (PA+SR-TP-L).
Pengujian dilakukan melalui 2 tahap, yaitu uji pendahuluan (ekstrak lerak
dan sirih hutan) dan uji lanjutan (ekstrak lerak). Pada uji pendahuluan, ekstrak
lerak dan sirih hutan diuji pada konsentrasi 1%, 2.5%, dan 5% (w/v).
Potongan daun kubis (4 cm x 4 cm) bebas pestisida dicelup satu per satu
dalam suspensi ekstrak dengan konsentrasi tertentu sampai basah merata lalu
dikeringanginkan. Daun kontrol dicelup dalam akuades. Setiap potong daun
perlakuan dan daun kontrol diletakkan secara terpisah di dalam cawan petri
(diameter 9 cm) yang dialasi tisu. Larva instar II C. pavonana yang baru ganti
kulit dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian diberi daun perlakuan atau

 
 

6
daun kontrol yang sesuai. Larva C. pavonana diberi pakan daun perlakuan selama
48 jam dan daun tanpa perlakuan pada 24 jam berikutnya. Untuk setiap perlakuan
digunakan 15 larva instar II C. pavonana dalam 6 ulangan. Jumlah larva yang
mati dihitung tiap hari sampai hari ke-3.
Percobaan untuk setiap cara penyiapan ekstrak disusun dalam rancangan
acak lengkap. Data mortalitas serangga uji pada 24, 48, dan 72 jam setelah
perlakuan (JSP) diolah dengan sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji selang
berganda Duncan dengan menggunakan paket program SAS (SAS Institute 2002).
Pada uji lanjutan hanya ekstrak lerak yang diuji; ekstrak sirih hutan tidak
diuji lanjut karena pada konsentrasi tertinggi (5%) kematian serangga uji kurang
dari 15%. Uji lanjutan ekstrak lerak dilakukan pada 6 taraf konsentrasi yang
diharapkan dapat mengakibatkan kematian serangga uji antara 15% dan 95%.
Konsentrasi uji lanjutan ditentukan berdasarkan hasil uji pendahuluan. Cara
perlakuan dan pengamatan pada uji lanjutan sama seperti pada uji pendahuluan.
Setiap perlakuan diulang 6 kali dan pengamatan dilakukan sampai hari ke-4. Data
mortalitas kumulatif pada 24, 48, 72, dan 96 jam setelah perlakuan (JSP) diolah
dengan analisis probit menggunakan program POLO-PC (LeOra Software 1987).


 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Toksisitas Ekstrak Lerak terhadap Larva C. pavonana
Hasil uji awal menunjukkan bahwa tingkat mortalitas larva C. pavonana
pada perlakuan dengan keenam macam ekstrak lerak makin besar dengan
bertambahnya konsentrasi ekstrak tersebut (Tabel 1). Pada perlakuan dengan
keenam macam ekstrak lerak tidak ada kematian serangga kontrol, dan perlakuan
dengan keenam macam ekstrak lerak tersebut pada ketiga taraf konsentrasi yang
diuji (1%, 2.5%, dan 5%) menyebabkan kematian larva uji yang berbeda nyata
dengan kontrol (Tabel 1).
Berdasarkan pengamatan pada hari ketiga, perlakuan dengan ekstrak air
buah lerak 5% yang disiapkan tanpa pemanasan dan disimpan pada suhu 4 ºC
selama 7 hari (SR-TP-TR-S7) menyebabkan kematian larva C. pavonana sebesar
90%, sementara perlakuan dengan lima macam ekstrak lainnya menyebabkan
kematian 100% (Tabel 1). Mortalitas serangga uji yang agak lebih rendah pada
perlakuan dengan ekstrak SR-TP-TR-S7 dibandingkan dengan lima macam
ekstrak air buah lerak lainnya kemungkinan disebabkan oleh adanya mikrob yang
dapat menguraikan komponen ekstrak lerak .
Penyiapan lerak dengan pemanasan pada suhu 40 ºC tidak terlalu
berpengaruh terhadap keefektifan ekstrak lerak 5% dalam membunuh larva C.
pavonana, baik ekstrak lerak yang digunakan langsung (SR-P-L vs SR-TP-L)
maupun yang telah disimpan selama 7 hari pada suhu kamar (SR-P-TR-S7 vs SRTP-TR-S7) atau suhu 4 ºC (SR-P-T4-S7 vs SR-TP-T4-S7) (Tabel 1). Pemanasan
sebenarnya dapat meningkatkan kelarutan senyawa kimia dalam air. Namun,
tampaknya kelarutan senyawa aktif lerak yang mungkin lebih tinggi pada
penyiapan dengan pemanasan menurun kembali ke titik jenuh setelah ekstrak
didiamkan pada suhu kamar selama beberapa saat sebelum perlakuan pencelupan
daun dilakukan.
Keefektifan ekstrak lerak 1% dan 2.5% yang disiapkan dengan pemanasan
tidak berkurang setelah disimpan selama 7 hari pada suhu kamar (SR-P-TR-S7)
atau suhu 4 ºC ( SR-P-T4-S7) (Tabel 1). Sementara keefektifan ekstrak lerak yang
Tabel 1 Mortalitas larva C. pavonana akibat perlakuan dengan ekstrak air buah
lerak dengan cara penyiapan dan penyimpanan yang berbeda
Jenis ekstrak
leraka
SR-TP-L
SR-TP-TR-S7
SR-TP-T4-S7
SR-P-L
SR-P-TR-S7
SR-P-T4-S7

Rata-rata mortalitas kumulatif ± SB (%) pada 72 JSPb
Kontrol
1%c
2.5%c
5%c
0 ± 0a
45.6 ± 0.8b
80.0 ± 2.8c
100.0 ± 0d
0 ± 0a
14.4 ± 1.0a
77.8 ± 2.8b
90.0 ± 3.2b
0 ± 0a
25.6 ± 4.2b
66.7 ± 4.0c
100.0 ± 0d
0 ± 0a
40.0 ± 3.0b
90.0 ± 3.7c
100.0 ± 0c
0 ± 0a
42.2 ± 3.0b
100.0 ± 0c
100.0 ± 0c
0 ± 0a
42.2 ± 4.0b
100.0 ± 0c
100.0 ± 0c

a

Kode perlakuan dijelaskan di bab Bahan dan Metode, subbab Metode Pengujian (halaman 5).
Untuk setiap perlakuan, nilai rata-rata pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
c
tidak berbeda nyata menurut uji selang berganda Duncan (α = 0.05). Konsentrasi ekstrak.

b

 
 


disiapkan tanpa pemanasan dan disimpan selama 7 hari pada suhu kamar (SR-TPTR-S7) atau suhu 4 ºC (SR-TP-TR-S7) lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak
lerak tanpa pemanasan yang digunakan langsung (SR-TP-L). Perlakuan
pemanasan tampaknya dapat menghambat pertumbuhan sebagian mikrob yang
dapat menguraikan senyawa tertentu dalam ekstrak lerak sehingga keefektifan
ekstrak lerak dengan pemanasan lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak lerak
tanpa pemanasan setelah disimpan selama 7 hari. Pengujian ini dilakukan dengan
menggunakan bahan dan peralatan yang tidak disterilkan serta dalam kondisi yang
tidak aseptik sehingga ekstrak lerak yang diuji dapat mengandung mikrob tertentu
yang dapat menguraikan senyawa aktif lerak.
Hasil uji lanjutan menunjukkan bahwa secara umum perlakuan dengan tiga
macam ekstrak lerak, yaitu ekstrak lerak tanpa pemanasan dan digunakan
langsung (SR-TP-L), ekstrak lerak dengan pemanasan dan digunakan langsung
(SR-P-L), serta ekstrak lerak dengan pemanasan dan disimpan pada suhu kamar
selama 7 hari (SR-P-TR-S7), pada konsentrasi 0.5%-3.5% mengakibatkan
mortalitas larva C. pavonana yang meningkat seiring dengan bertambahnya waktu
dan konsentrasi (Gambar 1). Pada perlakuan dengan ekstrak lerak SR-TP-L dan
SR-P-TR-S7 pengamatan 24 JSP, mortalitas larva kurang dari 50% kecuali pada
konsentrasi tertinggi (3.5%), sedangkan pada perlakuan ekstrak lerak SR-P-L
mortalitas larva lebih dari 50% pada dua konsentrasi yaitu 2.3 % dan 2.9%. Pada
perlakuan ekstrak lerak P-L konsentrasi tertinggi, yaitu 3.5%, mortalitas serangga
uji hanya 40%. Sementara itu, perlakuan dengan ekstrak lerak SR-TP-L, SR-P-L,
dan SR-P-TR-S7 konsentrasi 0.5%-2.9% mengakibatkan mortalitas serangga uji
berturut-turut 1%-17%, 20%-62%, dan 10%-28% (Gambar 1).
Mortalitas larva pada perlakuan dengan ketiga macam ekstrak lerak
meningkat tajam antara 24 dan 48 JSP. Setelah daun perlakuan diganti dengan
daun tanpa perlakuan pada 48 JSP, kematian serangga uji masih terjadi antara 48
dan 72 JSP (Gambar 1). Terjadinya kematian serangga uji setelah daun perlakuan
diganti dengan daun tanpa perlakuan kemungkinan disebabkan masih adanya
residu ekstrak lerak di dalam tubuh serangga uji yang dapat mematikan serangga
uji. Mortalitas larva pada perlakuan dengan ketiga macam ekstrak lerak pada
konsentrasi tertinggi lebih besar dari 80%. Sementara itu, perlakuan dengan
ekstrak SR-TP-L, SR-P-L, dan SR-P-TR-S7 pada konsentrasi 0.5%-2.9%
mengakibatkan mortalitas serangga uji berturut-turut 3%-81%, 24%-99%, dan
20%-72% (Gambar 1).
Setelah 72 JSP, pada perlakuan dengan ekstrak ekstrak lerak SR-P-TR-S7
secara umum tidak terjadi lagi peningkatan mortalitas serangga uji kecuali pada
konsentrasi 2.9%, sedangkan pada perlakuan dengan ekstrak lerak SR-TP-L dan
SR-P-L masih terjadi peningkatan mortalitas serangga uji tetapi sangat rendah
(Gambar 1). Pada akhir pengamatan (96 JSP), mortalitas larva C. pavonana akibat
perlakuan dengan ekstrak SR-TP-L, SR-P-L, dan SR-P-TR-S7 pada konsentrasi
0.5%-3.5% berturut-turut 18%-96%, 29%-100%, dan 22%-96%.
Hasil analisis probit menunjukkan bahwa ekstrak lerak SR-TP-L dan SR-PL memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva C. pavonana, yaitu
LC95-nya kurang dari 5%. Sementara itu ekstrak air lerak SR-P-TR-S7 memiliki
aktivitas sedang dengan LC95 pada akhir pengamatan (96 JSP) lebih dari 5%
(Tabel 2).


 

Konsentrasi (%)
1.1
1.7
2.3

0.5

Mortalitas (%)

100

2.9

3.5

SR-TP-L

80
60
40
20
0

Mortalitas (%)

100

SR-P-L

80
60
40
20
0
100

SR-P-TR-S7

Mortalitas (%)

80
60
40
20
0
0

24

48

72

96

Waktu pengamatan (JSP)
Gambar 1 Perkembangan tingkat mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan
ekstrak buah lerak tanpa pemanasan dan digunakan langsung (SR-TPL), dengan pemanasan dan digunakan langsung (SR-P-L), serta
dengan pemanasan dan disimpan pada suhu kamar selama 7 hari (SRP-TR-S7). Pada semua perlakuan, tidak ada kematian kontrol hingga
96 jam setelah perlakuan.

 
 

11 
 

10

Tabel 2 Penduga parameter hubungan konsentrasi-mortalitas ekstrak air buah lerak terhadap larva instar II C. pavonana
LC50 (SK 95%)
LC95 (SK 95%)
Waktu pengamatan
Jenis ekstrak leraka
a ± GBc
b ± GBc
b
c
(JSP)
(%)
(%)c
SR-TP-L

SR-P-L

SR-P-TR-S7

24
48
72
96
24
48
72
96
24
48
72
96

-1.74 ± 0.15
-0.11 ± 0.13
-0.55 ± 0.87
-0.37 ± 0.81
-0.43 ± 0.74
0.11 ± 0.74
0.29 ± 0.79
0.33 ± 0.79
-0.95 ± 0.88
-0.47 ± 0.77
-0.31 ± 0.75
-0.30 ± 0.75

3.00 ± 0.38
4.65 ± 0.35
3.55 ± 0.26
3.25 ± 0.24
1.15 ± 0.20
2.85 ± 0.23
3.87 ± 0.29
3.82 ± 0.29
1.51 ± 0.23
2.23 ± 0.22
2.14 ± 0.21
2.24 ± 0.21

3.82 (-)
1.80 (1.22-2.39)
1.43 (-)
1.30 (0.57-2.04)
2.35 (-)
0.91 (-)
0.86 (0.57-1.07)
0.81 (0.51-1.08)
4.22 (-)
1.62 (-)
1.40 (0.67-2.20)
1.36 (0.67-2.11)

13.5 (-)
4.06 (2.89-12.5)
4.16 (-)
4.18 (2.49-43.5)
62.3 (-)
3.43 (-)
2.22 (1.65-3.97)
2.19 (1.59-4.44)
51.07 (-)
8.83 (-)
8.19 (4.00-219.00)
7.42 (3.78-135.46)

a

Kode ekstrak lerak seperti pada Tabel 1. bJSP = jam setelah perlakuan. ca = intersep garis regresi probit, b = kemiringan garis regresi probit, GB = galat baku, SK =
selang kepercayaan.

 
 

11 
 

Sesuai dengan perkembangan tingkat mortalitas serangga uji (Gambar 1),
LC50 dan LC95 ketiga macam ekstrak lerak masih tinggi pada 24 JSP kemudian
menurun tajam pada 48 JSP dan menurun secara bertahap dari 48 JSP sampai 96
JSP, kecuali LC95 ekstrak lerak tanpa pemanasan dan digunakan langsung (SRTP-L) yang agak meningkat dari 48 JSP sampai 96 JSP (Tabel 2). Hal tersebut
disebabkan pada pengamatan 48 JSP sampai 96 JSP peningkatan mortalitas larva
C. pavonana lebih tinggi pada perlakuan dengan ekstrak SR-TP-L konsentrasi
rendah dibandingkan dengan perlakuan pada konsentrasi yang lebih tinggi.
Akibatnya kemiringan garis regresi probit (b) melandai dan LC95 menurun seiring
dengan bertambahnya waktu pengamatan (Tabel 2).
Toksisitas Ekstrak Sirih Hutan terhadap Larva C. pavonana
Berdasarkan pengamatan pada hari ketiga, perlakuan dengan ekstrak air
buah sirih hutan yang digunakan langsung dengan pemanasan (PA-P-L) atau
tanpa pemanasan (PA-TP-L) menyebabkan kematian larva C. pavonana kurang
dari 15%, sementara kematian serangga uji pada perlakuan dengan ekstrak sirih
hutan yang disimpan pada suhu kamar selama 7 hari (PA-TP-TR-S7 dan PA-PTR-S7) tidak lebih dari 7% (Tabel 3). Perlakuan pemanasan dalam penyiapan
ekstrak sirih hutan, baik yang digunakan langsung maupun yang telah disimpan
pada suhu kamar selama 7 hari, tidak meningkatkan keefektifan ekstrak tersebut
terhadap larva C. pavonana. Sementara itu, penyimpanan ekstrak tersebut pada
suhu kamar selama 7 hari menyebabkan penurunan aktivitas insektisida ekstrak
tersebut (Tabel 3).
Penambahan lerak 0.2% hanya sedikit meningkatkan toksisitas ekstrak air
buah sirih hutan (PA+SR-TP-L) terhadap larva C. pavonana. Perlakuan dengan
ekstrak lerak 0.2% secara terpisah tidak menyebabkan kematian larva C.
pavonana, sementara berdasarkan hasil pengujian yang telah dijelaskan pada
bagian sebelumnya, perlakuan dengan ekstrak lerak 5% dapat menyebabkan
kematian larva C. pavonana sebesar 100% (Tabel 1). Bila lerak ditambahkan pada
konsentrasi yang lebih besar dari 0.2%, kemungkinan selain dapat meningkatkan
banyaknya bahan aktif nonpolar sirih hutan yang tersuspensi dalam air, bahan
tersebut juga dapat berfungsi sebagai perekat sehingga ekstrak sirih hutan dapat
menempel dengan lebih baik pada permukaan daun kubis dibandingkan dengan
ekstrak sirih hutan yang tidak ditambahi lerak.
Hambatan Perkembangan Larva C. pavonana
Perlakuan dengan ekstrak lerak dengan pemanasan dan telah disimpan pada
suhu ruang selama 7 hari (SR-P-TR-S7) tidak menghambat perkembangan larva
C. pavonana dari instar II ke instar III; semua larva uji telah berkembang menjadi
instar III (Tabel 4). Pada perlakuan dengan ekstrak lerak tanpa pemanasan dan
digunakan langsung (SR-TP-L), hanya satu larva instar II (1.1%) yang belum
berganti kulit ke instar III. Perlakuan dengan ekstrak lerak dengan pemanasan dan
digunakan langsung (SR-P-L) pada konsentrasi 3.5% menghambat perkembangan
serangga uji dari instar II ke instar III sekitar 8% sedangkan perlakuan pada lima
taraf konsentrasi yang lebih rendah (0.5%-2.9%) menghambat perkembangan
serangga uji kurang dari 5% (Tabel 4).

 
 

12 
Tabel 3 Mortalitas larva C. pavonana akibat perlakuan dengan ekstrak air buah
sirih hutan dengan cara penyiapan dan penyimpanan yang berbeda
Jenis ekstrak sirih
hutana
PA-TP-L
PA-TP-TR-S7
PA-P-L
PA-P-TR-S7
PA+SR-TP-Ld

Rata-rata mortalitas kumulatif ± SB (%) pada 72 JSPb
Kontrol
1%c
2.5%c
5%c
0 ± 0a
6.0 ± 0.8ab 12.0 ± 1.7ab
14.0 ± 1.5b
0 ± 0a
4.0 ± 0.5a
6.0 ± 1.2a
7.0 ± 1.1a
0 ± 0a
6.0 ± 1.0ab 11.0 ± 1.9ab
14.0 ± 1.7b
0 ± 0a
2.0 ± 0.5ab
3.0 ± 0.8ab
7.0 ± 1.0b
0 ± 0a
10.0 ± 1.4b
18.0 ± 1.6bc
23.0 ± 1.5c

a

Kode ekstrak sirih hutan dijelaskan di bab Bahan dan Metode, subbab Metode Pengujian
b
(halaman 5). Untuk setiap perlakuan, nilai rata-rata pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf
c
yang sama tidak berbeda nyata menurut uji selang berganda Duncan (α = 0.05). Konsentrasi
d
ekstrak. Pada setiap konsentrasi ditambahkan lerak 0.2%.

 

Tabel 4 Persentase larva C. pavonana yang telah menjadi instar II dan III pada
perlakuan dengan ekstrak buah lerak pada 48 JSP
Jumlah larva
Jenis ekstrak
Konsentrasi
Instar II
Instar III
yang masih
leraka
(%, w/v)
(%)b
(%)b
hidup

a

SR-TP-L

0
0.5
1.1
1.7
2.3
2.9
3.5

90
87
80
61
16
17
9

0
0
1.1
0
0
0
0

100
100
98.8
100
100
100
100

SR-P-L

0
0.5
1.1
1.7
2.3
2.9
3.5

90
68
48
13
4
1
14

0
2.2
0
4.4
0
1.1
7.8

100
97.8
100
95.6
100
100
92.2

SR-P-TR-S7

0
0.5
1.1
1.7
2.3
2.9
3.5

90
72
61
54
44
25
6

0
0
0
0
0
0
0

b

100
100
100
100
100
100
100

Kode ekstrak lerak seperti pada Tabel 2. Persentase relatif terhadap jumlah larva yang masih
hidup.

13 
 

Penghambatan perkembangan yang nyata teramati pada 96 JSP, yaitu semua
larva kontrol sudah mencapai instar IV sementara pada semua perlakuan ekstrak
lerak, larva yang bertahan hidup masih instar III (Tabel 5). Berdasarkan
pengamatan secara visual, larva yang masih hidup lebih sedikit memakan daun
dan ukuran tubuhnya lebih kecil.
Tabel 5 Persentase larva C. pavonana yang telah menjadi instar III dan IV pada
perlakuan dengan ekstrak buah lerak pada 96 JSPa
Jumlah larva
Jenis ekstrak
Konsentrasi
Instar III
Instar IV
yang masih
lerakb
(%, w/v)
(%)c
(%)c
hidup
SR-TP-L

0
0.5
1.1
1.7
2.3
2.9
3.5

90
74
63
52
8
9
4

0
100
100
100
100
100
100

100
0
0
0
0
0
0

SR-P-L

0
0.5
1.1
1.7
2.3
2.9
3.5

90
64
42
11
1
0
0

0
100
100
100
100
100
100

100
0
0
0
0
0
0

SR-P-TR-S7

0
0.5
1.1
1.7
2.3
2.9
3.5

90
70
53
47
38
20
4

0
100
100
100
100
100
100

100
0
0
0
0
0
0

a

b

c

Tidak ada larva yang masih instar II. Kode ekstrak lerak seperti pada Tabel 2. Persentase relatif
terhadap jumlah larva yang masih hidup.

 

Pembahasan Umum
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak air buah lerak yang
digunakan langsung, baik yang disiapkan dengan pemanasan maupun tanpa
pemanasan, memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva C. pavonana.
Pada uji awal, perlakuan dengan ekstrak lerak tersebut pada konsentrasi 5%
mengakibatkan kematian larva C. pavonana sebesar 100%, sementara pada uji
lanjutan, LC95 ekstrak lerak dengan pemanasan dan tanpa pemanasan, keduanya
digunakan langsung, pada 96 JSP masing-masing 2.19% dan 4.18% (Tabel 2).
Dadang dan Prijono (2008) mengemukakan bahwa ekstrak tumbuhan yang
disiapkan dengan air dikatakan memiliki aktivitas insektisida yang kuat bila pada
konsentrasi tidak lebih dari 5% dapat mematikan serangga uji lebih dari 95%.
 
 

14 
Berdasarkan pembandingan LC50 pada 96 JSP, ekstrak lerak tanpa
pemanasan dan digunakan langsung (SR-TP-L) yang digunakan dalam penelitian
ini (LC50 1.30% [Tabel 2]) sekitar 1.29 kali lebih toksik daripada ekstrak lerak
yang digunakan Irawan (2012) (LC50 = 1.681%) dan sekitar 1.46 kali lebih toksik
daripada ekstrak lerak yang digunakan Syahroni dan Prijono (2013) (LC50
1.898%). Hal sebaliknya terjadi bila pembandingan dilakukan pada taraf LC95,
yaitu ekstrak lerak SR-TP-L dalam penelitian ini (LC95 4.18% [Tabel 2]) sekitar
1.20 kali kurang toksik daripada ekstrak lerak yang digunakan Irawan (2012)
(LC95 3.474%) dan sekitar 1.12 kali kurang toksik daripada ekstrak yang
digunakan Syahroni dan Prijono (2013) (LC95 -3.721%). Perbedaan pola toksisitas
antara ekstrak lerak yang digunakan dalam penelitian ini dengan yang digunakan
oleh Irawan (2012) serta Syahroni dan Prijono (2013) disebabkan oleh perbedaan
nilai kemiringan garis regresi probit (b), dan perbedaan tersebut dapat disebabkan
oleh perbedaan jenis buah lerak serta perbedaan koloni C. pavonana dan jenis
pakan yang digunakan. Pada penelitian ini digunakan daun kubis sebagai pakan
larva C. pavonana sedangkan pada penelitian Irawan (2012) serta Syahroni dan
Prijono (2013) digunakan daun brokoli.
Irawan (2012) melaporkan bahwa ekstrak metanol lerak (LC50 1.806%)
sekitar 1.1 kali kurang toksik terhadap larva C. pavonana dibandingkan dengan
ekstrak lerak yang disiapkan dengan air (LC50 1.681%), sementara Syahroni dan
Prijono (2013) melaporkan sebaliknya, yaitu ekstrak metanol lerak (LC50 1.001%)
sekitar 1.9 kali lebih toksik daripada ekstrak lerak yang disiapkan dengan air
(LC50 1.898%). Dengan kata lain, sediaan lerak yang diekstrak dengan air
memiliki toksisitas terhadap larva C. pavonana yang sebanding dengan sediaan
lerak yang diekstrak dengan pelarut organik metanol. Hal tersebut menunjukkan
bahwa senyawa aktif lerak yang terekstrak dalam metanol juga dapat diekstrak
dengan air. Ekstrak lerak yang disiapkan dengan air dapat menjadi bahan
alternatif yang potensial dalam pengendalian hama C. pavonana karena selain
harganya murah juga aman bagi lingkungan dibandingkan dengan ekstrak lerak
yang disiapkan dengan menggunakan pelarut organik yang lebih mahal.
Buah lerak mengandung saponin sebagai komponen utama selain senyawa
lain yang termasuk dalam golongan triterpena, alkaloid, steroid, antrakuinon,
tanin, dan flavonoid (Widowati 2003). Sunaryadi (1999) melaporkan bahwa
ekstrak heksana buah lerak mengandung saponin sekitar 48.9%. Saponin memiliki
sifat detergen yang mempunyai struktur bipolar, yaitu di salah satu ujung
molekulnya terdapat gugus yang bersifat hidrofilik dan di ujung lainnya bersifat
hidrofobik sehingga dapat mencampurkan senyawa nonpolar dan senyawa polar
secara homogen. Sifat tersebut memungkinkan senyawa aktif lerak selain dapat
diekstrak dengan pelarut organik seperti metanol juga dapat diekstrak dengan air.
Saponin dengan struktur bipolarnya dapat berinteraksi dengan membran sel
dengan menurunkan tegangan permukaan membran sel sehingga permeabilitas
membran sel meningkat. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya kebocoran
membran sel dan akhirnya terjadi kematian sel (Tekeli et al. 2007; Wina 2012).
Bila hal tersebut terjadi pada sel-sel saluran pencernaan serangga, proses
penyerapan zat makanan akan terganggu sehingga pada konsentrasi yang tidak
mematikan ekstrak lerak dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan
serangga. Kerusakan saluran pencernaan makanan juga dapat menurunkan

15 
 

aktivitas makan dan hal ini dapat menyebabkan hambatan lebih lanjut terhadap
pertumbuhan dan perkembangan serangga. 
Perlakuan pemanasan dalam penyiapan ekstrak lerak dapat meningkatkan
toksisitas ekstrak tersebut yang tecermin dari nilai LC50 dan LC95 yang lebih kecil
bila dibandingkan dengan ekstrak lerak yang disiapkan tanpa pemanasan (Tabel
2). Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa peningkatan suhu akan meningkatkan
kelarutan suatu senyawa dalam pelarut tertentu. Sementara itu, penyimpanan
ekstrak lerak pada suhu kamar selama 7 hari dapat menurunkan toksisitas ekstrak
tersebut. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya mikrob yang dapat
menguraikan komponen ekstrak lerak. Mikrob tersebut dapat berasal dari buah
lerak, akuades, bahan lain dan udara serta peralatan yang digunakan karena
pengujian ini dilakukan pada kondisi yang tidak aseptik.
Berdasarkan perbandingan LC50 pada 96 JSP (Tabel 2), ekstrak lerak
dengan pemanasan dan digunakan langsung [SR-P-L] (LC50 0.81%) masingmasing sekitar 1.60 dan 1.68 kali lebih beracun terhadap larva C. pavonana
daripada ekstrak lerak tanpa pemanasan dan digunakan langsung [SR-TP-L]
(LC50 1.30%) dan ekstrak lerak dengan pemanasan yang disimpan pada suhu
kamar selama 7 hari [SR-P-TR-S7] (LC50 1.36%). Sementara pada taraf LC95 - 96
JSP, ekstrak lerak SR-P-L (LC95 2.19%) masing-masing sekitar 1.91 dan 3.39 kali
lebih beracun terhadap larva C. pavonana daripada ekstrak lerak SR-TP-L (LC95
4.18%) dan ekstrak lerak SR-P-TR-S7 (LC95 7.42%). Toksisitas ekstrak SR-P-L
terhadap larva C. pavonana yang lebih tinggi daripada ekstrak SR-TP-L dan SRP-TR-S7 menunjukkan bahwa ekstrak lerak yang disiapkan dengan pemanasan
dan digunakan langsung lebih baik daripada ekstrak lerak tanpa pemanasan atau
ekstrak lerak yang sudah disimpan selama 7 hari.
Syahroni dan Prijono (2013) melaporkan bahwa ekstrak etil asetat buah sirih
hutan memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva C. pavonana dengan
LC95 0.30%, dan jauh lebih aktif daripada ekstrak metanol buah lerak (LC95
2.36%). Pada penelitian ini, hal sebaliknya yang terjadi, yaitu ekstrak air buah
lerak jauh lebih aktif daripada ekstrak air buah sirih hutan, yaitu perlakuan dengan
ekstrak air buah lerak 5% dapat mematikan larva C. pavonana sampai 100%,
sedangkan perlakuan dengan ekstrak air buah sirih hutan 5% hanya mematikan
larva C. pavonana kurang dari 15%. Perbedaan tersebut disebabkan oleh
perbedaan kelarutan senyawa aktif utama buah sirih hutan dalam etil asetat dan
air. Senyawa aktif utama buah sirih hutan adalah dilapiol (Hasyim 2011) yang
bersifat nonpolar sehingga dapat diekstrak dengan baik menggunakan etil asetat
tetapi hanya sedikit terekstrak dengan air.
Ekstrak air buah sirih hutan yang disimpan pada suhu kamar selama 7 hari
memiliki bau yang tidak sedap, sedangkan ekstrak air buah lerak tidak terlalu
berbau tidak sedap. Bau tidak sedap tersebut tampaknya berasal dari penguraian
berbagai senyawa dalam buah sirih hutan yang sebagian di antaranya dapat terjadi
karena adanya mikrob dalam ekstrak tersebut. Sementara itu, senyawa aktif
saponin dalam ekstrak lerak juga dapat bersifat sebagai antimikrob (Tekeli et al.
2007) sehingga dapat memperlambat penguraian senyawa aktif lerak oleh mikrob.
Penguraian senyawa aktif dalam ekstrak buah sirih hutan yang lebih cepat
dibandingkan dengan ekstrak buah lerak menyebabkan keefektifan ekstrak sirih
hutan menurun lebih tajam dibandingkan dengan ekstrak lerak setelah disimpan
selama 7 hari.
 
 

16 
Penambahan lerak 0.2% hanya sedikit meningkatkan toksisitas ekstrak air
buah sirih hutan terhadap larva C. pavonana (Tabel 3). Bila ekstrak lerak akan
digunakan dalam bentuk campuran dengan ekstrak sirih hutan, sediaan lerak dapat
diekstrak dengan air atau metanol dan digunakan pada konsentrasi yang cukup
tinggi, yaitu sekitar 2%, sedangkan sediaan sirih hutan sebaiknya diekstrak
dengan pelarut organik (Syahroni dan Prijono 2013). Selain dapat meningkatkan
banyaknya bahan aktif nonpolar sirih hutan yang tersuspensi dalam air, ekstrak
lerak juga dapat berfungsi sebagai perekat sehingga ekstrak sirih hutan dapat
menempel dengan lebih baik pada permukaan sasaran dibandingkan dengan
ekstrak sirih hutan yang tidak ditambahi lerak. Selain itu, penambahan ekstrak
lerak dapat memperpanjang aktivitas residu ekstrak tumbuhan lain (Irawan 2012).
Dalam pengendalian hama C. pavonana di lapangan, ekstrak lerak yang
disiapkan dengan air disertai pemanasan dapat digunakan langsung. Perlakuan
pemanasan dapat dilakukan dengan merendam buah lerak dalam air di dalam tong
plastik yang dijemur di bawah sinar matahari selama beberapa saat, misal 2 jam
pada pagi hari sebelum penyemprotan dilakukan. Setelah itu, campuran bahan
lerak dan air disaring, dan cairan hasil saringan dapat langsung digunakan untuk
penyemprotan di lapangan. Untuk mempermudah petani dalam mendapatkan
buah lerak, petani dapat dianjurkan untuk menanam tanaman lerak di sekitar
tempat tinggal atau lahan pertaniannya.
 

17 
 

SIMPULAN DAN SARAN
Pemanasan pada suhu 40 ºC dalam penyiapan ekstrak air buah lerak dapat
meningkatkan keefektifan ekstrak tersebut dalam membunuh larva C. pavonana,
tetapi keefektifan ekstrak lerak yang disiapkan dengan pemanasan berkurang
setelah disimpan pada suhu kamar selama 7 hari. Selain mengakibatkan kematian,
perlakuan dengan ekstrak lerak juga dapat menghambat perkembangan larva C.
pavonana yang bertahan hidup dari instar II ke instar IV.
Berdasarkan perbandingan LC50 pada 96 JSP, ekstrak lerak dengan
pemanasan dan digunakan langsung (LC50 0.81%) masing-masing sekitar 1.60
dan 1.68 kali lebih beracun terhadap larva C. pavonana daripada ekstrak lerak
tanpa pemanasan dan digunakan langsung (LC50 1.30%) dan ekstrak lerak dengan
pemanasan yang disimpan pada suhu kamar selama 7 hari (LC50 1.36%).
Ekstrak air buah sirih hutan hingga konsentrasi 5% tidak efektif terhadap
larva C. pavonana (kematian kurang dari 15%). Pemanasan pada suhu 40 ºC
dalam penyiapan ekstrak air buah sirih hutan tidak berpengaruh pada keefektifan
ekstrak tersebut terhadap larva C. pavonana. Sementara itu, keefektifan ekstrak
buah sirih hutan menurun tajam setelah disimpan pada suhu kamar selama 7 hari.
Berdasarkan hasil tersebut di atas, ekstrak air buah lerak berpotensi
digunakan sebagai salah satu alternatif pengendalian hama C. pavonana,
sedangkan sediaan buah sirih hutan tidak layak digunakan dalam bentuk yang
diekstrak dengan air. Untuk mengetahui manfaatnya secara lebih luas, keefektifan
ekstrak lerak perlu diuji terhadap berbagai jenis hama lain secara terpisah atau
dalam bentuk campuran dengan ekstrak tumbuhan lain. Selain itu, pengujian
keefektifan ekstrak tersebut terhadap hama sasaran di lapangan dan keamanannya
terhadap musuh