Sifat Aktivitas Campuran Ekstrak Buah Piper Aduncum (Piperaceae) Dan Daun Tephrosia Vogelii (Leguminosae) Terhadap Larva Crocidolomia Pavonana

SIFAT AKTIVITAS CAMPURAN EKSTRAK BUAH
Piper aduncum (PIPERACEAE) DAN DAUN Tephrosia vogelii
(LEGUMINOSAE) TERHADAP LARVA
Crocidolomia pavonana

FATKU SHIROT PRAYOGO

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sifat Aktivitas
Campuran Ekstrak Buah Piper aduncum (Piperaceae) dan Daun Tephrosia vogelii
(Leguminosae) terhadap Larva Crocidolomia pavonana adalah benar karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun

kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015
Fatku Shirot Prayogo
NIM A34110024

ABSTRAK
FATKU SHIROT PRAYOGO. Sifat Aktivitas Campuran Ekstrak Buah Piper
aduncum (Piperaceae) dan Daun Tephrosia vogelii (Leguminosae) terhadap Larva
Crocidolomia pavonana. Dibimbing oleh DJOKO PRIJONO.
Crocidolomia pavonana merupakan hama penting pada tanaman famili
Brassicaceae yang dapat mengakibatkan kehilangan hasil baik secara kuantitatif
maupun kualitatif. Penelitian ini bertujuan mengetahui sifat aktivitas campuran
ekstrak buah Piper aduncum (Piperaceae) dan daun Tephrosia vogelii
(Leguminosae) terhadap larva C. pavonana. Bahan tumbuhan diekstraksi dengan

pelarut etil asetat lalu ekstrak P. aduncum dan T.vogelii diuji secara terpisah dan
dalam bentuk campuran terhadap larva instar II C. pavonana dengan
menggunakan metode celup daun. Lama pemberian daun perlakuan 48 jam
kemudian larva diberi pakan daun tanpa perlakuan selama 48 jam berikutnya.
Pada setiap perlakuan ekstrak terjadi peningkatan mortalitas serangga uji seiring
dengan peningkatan konsentrasi. Berdasarkan perbandingan pada taraf LC50 96
jam setelah perlakuan, campuran ekstrak P. aduncum dan T. vogelii pada nisbah
konsentrasi 1:3, 1:2, 1:1, 2:1, dan 3:1 berturut-turut 3.54, 2.82, 5.31, 2.42, dan
2.30 kali lebih beracun daripada ekstrak P. aduncum saja. Sementara itu,
campuran ekstrak tersebut pada nisbah konsentrasi 1:1, 1:2, dan 1:3 berturut-turut
2.27, 1.20, dan 1.51 kali lebih beracun daripada ekstrak T. vogelii saja tetapi
toksisitas campuran pada nisbah konsentrasi 2:1 dan 3:1 sebanding dengan
toksisitas ekstrak T. vogelii saja. Campuran ekstrak pada nisbah konsentrasi 1:1,
1:3, 2:1, dan 3:1 bersifat sinergistik sedangkan pada nisbah 1:2 bersifat aditif. Di
antara campuran ekstrak tersebut, campuran dengan nisbah konsentrasi 1:1 paling
beracun dan sinergistik terhadap larva C. pavonana. Campuran ekstrak P.
aduncum dan T. vogelii 1:1 memiliki potensi paling baik untuk dimanfaatkan
sebagai insektisida alternatif dalam pengendalian hama C. pavonana. Untuk
mengetahui potensinya secara lebih luas, campuran ekstrak tersebut dapat diuji
keefektifannya terhadap hama sasaran dan keamanannya terhadap musuh alami

hama di lapangan.
Kata kunci: Campuran ekstrak, hama kubis, insektisida nabati, sinergisme,
tumbuhan tropis.

ABSTRACT
FATKU SHIROT PRAYOGO. Insecticidal Action of Mixtures of Piper aduncum
(Piperaceae) Fruit and Tephrosia vogelii (Leguminosae) Leaf Extracts Against
Crocidolomia pavonana Larvae. Supervised by DJOKO PRIJONO.
Crocidolomia pavonana is an important pest of Brassicaceae vegetable
crops which can cause economic yield loss. This work was aimed at determining
the nature of activity of mixtures of Piper aduncum (Pa) fruit and Tephrosia
vogelii (Tv) leaf extracts against C. pavonana larvae. Test plant materials were
extracted with ethyl acetate and then Pa and Tv extracts were tested separately and
in mixtures (concentration ratios of Pa and Tv extract were 1:3, 1:2, 1:1, 2:1, and
3:1) against second-instar C. pavonana larvae using a leaf dip feeding method.
The duration of feeding treatment was 48 h and then the test larvae were fed
untreated leaves for the next 48 h. In all treatments, larval mortality increased with
the increase in extract concentration. Based on LC50 at 96 h after treatment (HAT),
Pa + Tv extract mixtures at those five ratios were 3.54, 2.82, 5.31, 2.42, and 2.30
times, respectively, more toxic than Pa extract alone and 1.51, 1.20, 2.27, 1.04,

and 0.98 times as toxic as Tv extract alone. Extract mixtures at concentration
ratios of 1:1, 1:3, 2:1, and 3:1 were synergistic against C. pavonana larvae, in
which the mixture at the 1:1 ratio was the most synergistic, whereas the mixture at
the 1:2 ratio was additive. Thus, Pa + Tv 1:1 extract mixture is potential to be
used as an alternative insecticide for the control of C. pavonana.
Keywords: botanical insecticide, Brassicaceae pest, extract mixtures, synergism,
tropical plants.

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


SIFAT AKTIVITAS CAMPURAN EKSTRAK BUAH
Piper aduncum (PIPERACEAE) DAN DAUN Tephrosia vogelii
(LEGUMINOSAE) TERHADAP LARVA
Crocidolomia pavonana

FATKU SHIROT PRAYOGO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Sifat Aktivitas Campuran Ekstrak Buah
Piper aduncum (Piperaceae) dan Daun Tephrosia vogelii (Leguminosae) terhadap
larva Crocidolomia pavonana”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ir. Djoko Prijono, MAgrSc.
selaku dosen pembimbing, yang senantiasa memberikan bimbingan, pengetahuan,
saran, masukan, dan arahan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada Dr. Efi Toding Tondok, MScAgr. selaku dosen penguji tamu
dan pembimbing akademik yang telah memberikan kritik dan saran untuk
menyempurnakan penulisan skripsi ini. Terima kasih untuk ayah, ibu, adik,
beserta anggota keluarga lainnya yang selalu memberi semangat dan dukungan
dalam belajar. Terima kasih kepada teman-teman di Laboratorium Fisiologi dan
Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi tanaman IPB, Ulfah Hafidzah, Dian
Hariyati, Nurul Nisa A Amin, Joana Mendes, Septian Riski, dan Ridwan Machfud
serta Bp. Agus Sudrajat yang telah memberikan bantuan selama pelaksanaan tugas
akhir. Terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman A48 lainnya di
Departemen Proteksi Tanaman yang tidak dapat disebutkan satu per satu serta

pihak lain yang turut membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini.
Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis berharap ada masukan, kritik, dan saran yang bersifat
membangun dan memotivasi penulis agar dapat menghasilkan karya tulis yang
lebih baik pada masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik
bagi penulis maupun pembaca.

Bogor, September 2015
Fatku Shirot Prayogo

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Bahan Tumbuhan Sumber Ekstrak

Pembiakan Serangga Uji
Ekstraksi Buah Sirih Hutan dan Daun Kacang Babi
Uji Toksisitas Ekstrak
Uji Toksisitas Ekstrak Tunggal
Uji Toksisitas Ekstrak Campuran
HASIL DAN PEMBAHASAN
Toksisitas Ekstrak uji terhadap Larva C. pavonana
Ekstrak Tunggal
Ekstrak Campuran
Sifat Aktivitas Campuran Ekstrak Sirih Hutan dan Kacang Babi
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTARPUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

xvi
xvi
xvi
1
1

3
4
4
4
4
4
5
5
5
7
7
7
10
11
15
16
19
23

DAFTAR TABEL

1 Penduga parameter hubungan konsentrasi-mortalitas ekstrak buah
sirih hutan dan daun kacang babi terhadap larva instar II C. pavonana
2 Penduga parameter hubungan konsentrasi-mortalitas campuran
ekstrak buah sirih hutan dan daun kacang babi terhadap larva instar II
C. pavonana
3 Sifat aktivitas campuran ekstrak buah sirih hutan dan daun kacang babi
pada lima nisbah konsentrasi terhadap larva instar II C. pavonana

9

13
14

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur kimia dilapiol
2 Struktur kimia rotenolon, tefrosin, rotenon, dan deguelin
3 Perkembangan tingkat mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan
ekstrak buah sirih hutan dan daun kacang babi
4 Perkembangan tingkat mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan

campuran ekstrak buah sirih hutan dan daun kacang babi dengan
nisbah konsentrasi 1:3, 1:2, 1:1, 2:1, dan 3:1

2
3
8

12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Mortalitas larva Crocidolomia pavonana pada perlakuan ekstrak buah
Piper aduncum
2 Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan ekstrak daun Tephrosia
vogelii
3 Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan campuran ekstrak buah
P. aduncum dan daun T. vogelii dengan nisbah konsentrasi 1:1
4 Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan campuran ekstrak buah
P. aduncum dan daun T. vogelii dengan nisbah konsentrasi 1:2
5 Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan campuran ekstrak buah
P. aduncum dan daun T. vogelii dengan nisbah konsentrasi 1:3
6 Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan campuran ekstrak buah
P. aduncum dan daun T. vogelii dengan nisbah konsentrasi 2:1
7 Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan campuran ekstrak buah
P. aduncum dan daun T. vogelii dengan nisbah konsentrasi 3:1

20

20
20
21
21
21
22

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Brokoli merupakan tanaman sayuran yang termasuk dalam suku kubiskubisan atau Brassicaceae. Brokoli berasal dari daerah Laut Tengah dan sudah
sejak masa Yunani Kuno dibudidayakan. Sayuran ini masuk ke Indonesia belum
lama (sekitar 1970-an) dan kini cukup populer sebagai bahan pangan. Bagian
brokoli yang dimakan adalah kepala bunga berwarna hijau yang tersusun rapat
seperti cabang pohon dengan batang tebal. Sebagian besar kepala bunga tersebut
dikelilingi daun. Brokoli mirip dengan kubis bunga putih. Kisaran suhu optimum
untuk pertumbuhan dan produksi brokoli adalah 15.5-18.0 oC (Rahardi et al.
1994). Sifat-sifat penting yang menentukan kualitas brokoli adalah kepadatan,
warna, keutuhan, dan diameter bunga. Brokoli mempunyai daya tahan sangat
rendah setelah panen, kuncup bunganya akan cepat membuka dan berkembang.
Warna bunga juga akan cepat berubah dari hijau ke kuning. Laju respirasi yang
cepat menjadi ciri sayuran ini karena bagian bunga adalah organ yang disusun
oleh jaringan muda dan sangat aktif dalam proses biologi (Sabari et al. 1994).
Sayuran ini sangat digemari masyarakat karena mengandung vitamin A, B, dan C,
mineral, kalsium, dan besi sehingga permintaan makin lama makin meningkat.
Oleh karena itu petani perlu mengimbangi permintaan tersebut dengan
meningkatkan produksi dan kualitas brokoli (Rahardi et al. 1994).
Budi daya brokoli khususnya di Indonesia memiliki berbagai faktor
pembatas. Salah satu permasalahan yaitu adanya serangan hama seperti ulat krop
kubis Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae). Serangan oleh
hama tersebut bersama-sama ulat daun kubis, Plutella xylostella (L.)
(Lepidoptera: Yponomeutidae), pada musim kemarau di Jawa Barat dapat
mengakibatkan kegagalan panen (Sudarwohadi 1975).
Cara yang umum diterapkan petani untuk mengendalikan hama C.
pavonana adalah menggunakan insektisida sintetik (Rauf et al. 2005).
Penggunaan insektisida sintetik secara terus-menerus dapat menimbulkan
berbagai dampak negatif seperti rersistensi dan resurjensi hama, terbunuhnya
organisme bukan sasaran, residu pada hasil panen, serta pencemaran lingkungan
(Matsumura 1985; Perry et al. 1998). Untuk menekan kemungkinan terjadinya
berbagai dampak negatif tersebut, perlu dikembangkan alternatif pengendalian di
antaranya dengan menggunakan insektisida nabati.
Penggunaan insektisida nabati merupakan salah satu cara pengendalian
hama yang ramah lingkungan. Insektisida golongan tersebut memiliki beberapa
kelebihan seperti mudah terurai di alam, relatif aman terhadap organisme bukan
sasaran, komponen ekstrak dapat bersifat sinergis, resistensi hama tidak cepat
terjadi, dapat dipadukan dengan komponen pengendalian hama terpadu lainnya,
dan beberapa insektisida nabati dapat disiapkan di tingkat petani (Prakash dan
Rao 1997; Dadang dan Prijono 2008).
Salah satu jenis tumbuhan yang bersifat insektisida ialah sirih hutan, Piper
aduncum L. (Piperaceae). Bernard et al. (1995) di Kanada melaporkan bahwa
perlakuan dengan ekstrak etanol daun sirih hutan 0.4% menghambat
perkembangan larva penggerek batang jagung Ostrinia nubilalis hingga 90%.
Beberapa hasil penelitian di Indonesia (Hasyim 2011; Nailufar 2011; Syahroni

2
dan Prijono 2013; Nurfajrina 2014) menunjukkan bahwa ekstrak buah sirih hutan
memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva C. pavonana dengan LC50
sekitar 0.14%. Selain aktif dalam bentuk ekstrak yang diperoleh dengan pelarut
organik, sediaan sirih hutan juga aktif dalam bentuk minyak atsirinya. Fazolin et
al. (2005) melaporkan bahwa perlakuan dengan minyak atsiri daun sirih hutan 1%
dengan metode kontak residu mengakibatkan mortalitas kumbang Cerotoma
tingomarianus sebesar 100%.
Ekstrak etanol daun sirih hutan mengandung dilapiol (Gambar 1) sebagai
senyawa aktif utama yang bersifat insektisida (Bernard et al. 1995). Ekstrak
heksana buah sirih hutan dilaporkan juga mengandung dilapiol sebagai senyawa
insektisida utama (Hasyim 2011). Perlakuan dengan dilapiol pada konsentrasi 0.1
ppm menyebabkan mortalitas larva nyamuk Aedes atropalpus sebesar 92%
(Bernard et al. 1995). Dilapiol memiliki gugus metilendioksifenil (MDF) yang
merupakan karakter khas dari senyawa yang bersifat sinergis (Metcalf 1967).
Dilapiol dan senyawa lain yang memiliki gugus MDF bekerja sebagai racun
metabolik, yaitu menghambat enzim polisubstrat monooksigenase (PSMO) yang
berperan menguraikan senyawa beracun di dalam tubuh (Bernard et al. 1995).
Terhambatnya enzim PSMO mengakibatkan terjadinya penumpukan limbah
metabolisme beeracun di dalam tubuh serangga yang pada akhirnya dapat
menyebabkan kematian (Bernard et al. 1995; Scott et al. 2008). Bila dilapiol
dicampurkan dengan senyawa lain yang bersifat insektisida, metabolisme
senyawa lain tersebut dapat dihambat oleh PSMO sehingga senyawa lain tersebut
dapat tetap bekerja untuk mencapai dan meracuni bagian sasaran (Bernard et al.
1990).

Gambar 1 Struktur kimia dilapiol. Sumber: Bernard et al. (1995).
Bahan tumbuhan lain yang potensial digunakan sebagai bahan insektisida
nabati adalah daun kacang babi (Tephrosia vogelii J. D. Hooker; Leguminosae).
Morallo-Rejesus (1986) melaporkan bahwa perlakuan topikal ekstrak T. vogelii
pada larva P. xylostella dengan dosis 11 mg/g bobot tubuh larva menyebabkan
kematian sebesar 50%. Ekstrak daun dan biji kacang babi menunjukkan sifat
antifeedant dan repellent terhadap ulat krop kubis C. pavonana, kumbang daun
Henosepilachna sparsa, dan ulat P. xylostella (Prakash dan Rao 1997). Abizar
dan Prijono (2010) melaporkan bahwa ekstrak etil asetat daun kacang babi yang
berasal dari kebun organik Bina Sarana Bhakti, Kecamatan Cisarua, Kabupaten
Bogor, memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva C. pavonana
dengan LC50 0.075%. Sementara itu, Nailufar (2011) melaporkan bahwa ekstrak
daun kacang babi yang berasal dari Kawasan Agropolitan, Kecamatan Cipanas,
Kabupaten Cianjur memiliki nilai LC50 sebesar 0.108%.

3
Daun kacang babi mengandung senyawa aktif rotenoid termasuk tefrosin,
rotenon, rotenolon, dan deguelin (Gambar 2) (Delfel et al. 1970; Lambert et al.
1993; Caboni et al. 2005). Menurut Delfel et al. (1970), rotenon lebih banyak
terkandung pada daun kacang babi dibandingkan dengan bagian tanaman lainya.
Rotenon bekerja sebagai penghambat respirasi sel di dalam mitokondria
(Hollingworth 2001). Dilapiol diharapkan dapat menghambat penguraian senyawa
aktif daun kacang babi oleh enzim PSMO sehingga pencampuran ekstrak sirih
hutan dengan ekstrak daun kacang babi akan bersifat sinergis.

Gambar 2 Struktur kimia rotenolon (a), tefrosin (b), rotenon (c), dan deguelin (d).
Sumber: Lambert et al. (1993).
Hasil penelitian sebelumnya (Nailufar 2011) menunjukkan bahwa campuran
ekstrak buah sirih hutan dan daun kacang babi pada perbandingan konsentrasi 1:1,
5:1, dan 1:5 bersifat sinergistik kuat terhadap larva C. pavonana. Sifat sinergisme
campuran insektisida dapat dipengaruhi oleh perbandingan konsentrasi komponen
campuran. Campuran ekstrak buah sirih hutan dan daun kacang babi perlu diuji
pada perbandingan konsentrasi lain untuk mendapatkan campuran yang
kemungkinan lebih aktif dan lebih sinergis dibandingkan dengan campuran yang
telah diteliti sebelumnya (Nailufar 2011).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menentukan sifat aktivitas campuran ekstrak buah
sirih hutan dan ekstrak daun kacang babi pada perbandingan konsentrasi 1:3, 1:2,
1:1, 2:1, dan 3:1 terhadap larva C. pavonana. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi tentang campuran ekstrak buah sirih hutan dan daun
kacang babi yang paling aktif dan sinergis sebagai salah satu alternatif
pengendalian terhadap hama C. pavonana.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi
Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor (IPB), dari Desember 2014 sampai Juni 2015.
Bahan Tumbuhan Sumber Ekstrak
Bahan tumbuhan yang digunakan sebagai sumber ekstrak adalah buah sirih
hutan (Piper aduncum) yang diperoleh dari lingkungan sekitar kampus IPB
Dramaga, Kabupaten Bogor, dan daun kacang babi (Tephrosia vogelii) yang
berasal dari Kawasan Agropolitan, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa
Barat.
Pembiakan Serangga Uji
Serangga Crocidolomia pavonana yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan koloni yang diperbanyak di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi
Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, IPB. Pada dasarnya pembiakan
serangga dilakukan mengikuti prosedur yang digunakan oleh Prijono dan Hassan
(1992). Imago C. pavonana dipelihara dalam kurungan plastik-kasa berbingkai
kayu (50 cm x 50 cm x 50 cm) dan diberi pakan larutan madu 10% yang
diserapkan pada segumpal kapas yang digantungkan di dalam kurungan. Daun
brokoli yang diperoleh dari kebun pertanian organik Bina Sarana Bhakti, Cisarua,
Kabupaten Bogor, diletakkan di dalam kurungan sebagai tempat peletakan telur.
Kelompok telur pada daun brokoli dikumpulkan setiap hari. Setelah telur menetas,
larva dipindahkan ke dalam wadah plastik (35 cm x 26 cm x 6 cm) berjendela
kasa yang dialasi kertas stensil sebagai penyerap kelembapan di dalam kotak, dan
diletakkan daun brokoli bebas pestisida sebagai pakannya. Larva instar II
digunakan untuk pengujian. Sebagian larva dipelihara lebih lanjut dalam wadah
plastik seperti di atas. Menjelang berpupa, larva dipindahkan ke dalam wadah
plastik lain yang berisi serbuk gergaji steril sebagai medium untuk berpupa. Pupa
beserta kokonnya dipindahkan ke dalam kurungan plastik-kasa seperti di atas
sampai muncul imago untuk pemeliharaan selanjutnya.
Ekstraksi Buah Sirih Hutan dan Daun Kacang Babi
Bahan tumbuhan yang akan diekstrak dipotong-potong dan dikeringanginkan selama 14 hari. Selanjutnya potongan buah sirih hutan dan daun kacang
babi tersebut digiling menggunakan blender sampai menjadi serbuk, lalu diayak
menggunakan pengayak kawat kasa berjalinan 0.5. Serbuk buah sirih hutan dan
daun kacang babi masing-masing sebanyak 100 g direndam secara terpisah dalam
pelarut etil asetat 800 ml (perbandingan 1:8 w/v). Perendaman dilakukan
sekurang-kurangnya selama 24 jam dan diulang sebanyak tiga kali (Nailufar
2011). Hasil rendaman disaring dengan corong kaca yang dialasi dengan kertas
saring Whatman No. 41 diameter 185 mm dan ditampung dalam labu penguap.
Cairan hasil penyaringan diuapkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50
ºC dan tekanan 240 mbar sehingga diperoleh ekstrak kasar. Setiap ekstrak yang

5
diperoleh disimpan dalam lemari es (± 4 ºC) sampai digunakan untuk pengujian
(Syahroni dan Prijono 2013).
Uji Toksisitas Ekstrak
Uji Toksisitas Ekstrak Tunggal
Ekstrak buah sirih hutan dan daun kacang babi diuji masing-masing pada
enam taraf konsentrasi yang diharapkan dapat mengakibatkan kematian serangga
uji antara 15% dan 95%. Sediaan ekstrak buah sirih hutan dan daun kacang babi
disiapkan dengan mencampurkan ekstrak tersebut dengan pelarut metanol dan
pengemulsi Tween-80 (konsentrasi akhir masing-masing 1% dan 0.2%) lalu
ditambah akuades hingga volume tertentu sesuai dengan konsentrasi pengujian.
Akuades yang mengndung Tween-80 0.2% digunakan sebagai larutan kontrol.
Setiap perlakuan terdiri atas enam ulangan. Semua suspensi ekstrak dikocok
dengan pengocok ultrasonik agar ekstrak tersuspensikan secara merata di dalam
air.
Pengujian dilakukan dengan metode celup daun (Abizar dan Prijono 2010).
Potongan daun brokoli segar dan bebas pestisida (4 cm x 4 cm) dicelup satu per
satu dalam suspensi ekstrak dengan konsentrasi tertentu sampai basah merata lalu
dikeringanginkan. Daun kontrol dicelup dalam larutan kontrol. Sebanyak 15 larva
instar II C. pavonana yang baru ganti kulit diletakkan pada tutup cawan petri yang
dialasi tisu dengan ukuran melebihi diameter tutup cawan tersebut, lalu satu
potong daun perlakuan atau daun kontrol segera diletakkan di atas larva tersebut
dan bagian dasar cawan petri (diameter 9 cm) diletakkan di atas bagian tutup
cawan petri yang telah berisi larva dan daun perlakuan atau daun kontrol. Dengan
demikian, cawan petri diletakkan pada posisi terbalik serta bagian tutup dan dasar
cawan tersekat tisu sehingga serangga uji tidak dapat keluar dari dalam cawan.
Setelah 24 jam, daun pakan perlakuan dan kontrol ditambahkan ke dalam
setiap cawan petri pengujian dan pada 48 jam berikutnya daun perlakuan diganti
dengan daun tanpa perlakuan. Data kematian larva dicatat pada 24, 48, 72 dan 96
jam setelah perlakuan (JSP). Data kematian kumulatif serangga uji pada 48, 72,
dan 96 JSP diolah dengan analisis probit menggunakan program POLO-PC
(LeOra Software 1987).
Uji Toksisitas Ekstrak Campuran
Ekstrak buah sirih hutan dan daun kacang babi diuji dalam bentuk campuran
dengan perbandingan konsentrasi 1:3, 1:2, 1:1, 2:1, dan 3:1. Setiap campuran
ekstrak diuji pada enam taraf konsentrasi yang diharapkan dapat mengakibatkan
kematian serangga uji antara 15% dan 95%. Cara perlakuan dan pengamatan serta
analisis data pada uji ekstrak campuran sama seperti pada uji ekstrak tunggal.
Sifat aktivitas campuran ekstrak buah sirih hutan dan daun kacang babi
dianalisis berdasarkan model kerja bersama bebas dengan menghitung indeks
kombinasi pada taraf LC50 dan LC95. Indeks kombinasi (IK) pada taraf LCx
tersebut dihitung dengan rumus berikut (Chou dan Talalay 1984):

IK =

6
LCx1 dan LCx2 masing-masing merupakan LCx ekstrak buah sirih hutan dan
daun kacang babi pada pengujian terpisah; LCx1(cm) dan LCx2(cm) masing-masing
LC buah sirih hutan dan daun kacang babi dalam campuran yang mengakibatkan
mortalitas x (misal 50% dan 95%). Nilai LC tersebut diperoleh dengan cara
mengalikan LCx campuran dengan proporsi konsentrasi ekstrak buah sirih hutan
dan daun kacang babi dalam campuran.
Kategori sifat interaksi campuran adalah sebagai berikut (didaptasi dari Gisi
[1996] sebagai kebalikan dari nisbah ko-toksisitas):
(1) bila IK < 0.5, komponen campuran bersifat sinergistik kuat;
(2) bila 0.5 ≤ IK ≤ 0.77, komponen campuran bersifat sinergistik lemah;
(3) bila 0.77 < IK ≤ 1.43, komponen campuran bersifat aditif;
(4) bila IK > 1.43, komponen campuran bersifat antagonistik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Toksisitas Ekstrak Uji terhadap Larva C. pavonana
Ekstrak Tunggal
Mortalitas serangga uji akibat perlakuan dengan ekstrak buah sirih hutan
dan ekstrak daun kacang babi semakin meningkat dengan meningkatnya
konsentrasi dan bertambahnya waktu pengamatan (Ganbar 3). Pada 24 jam setelah
perlakuan (JSP), perlakuan dengan ekstrak buah sirih hutan pada konsentrasi
tertinggi (0.25%) mengakibatkan mortalitas serangga uji sekitar 39%, sedangkan
pada lima taraf konsentrasi yang lebih rendah (0.05%-0.18%) mortalitas serangga
uji berkisar dari 2% sampai 27%. Antara 24 dan 48 JSP terjadi peningkatan
mortalitas serangga uji yang tinggi dan antara 48 dan 72 JSP masih terjadi
peningkatan mortalitas serangga uji tetapi pada proporsi yang lebih rendah,
sedangkan antara 72 dan 96 JSP hanya terjadi sedikit peningkatan mortalitas
serangga uji. Pada pengamatan terakhir (96 JSP), mortalitas serangga uji pada
perlakuan 0.05%-0.25% berkisar dari 6% sampai 92% (Gambar 3A dan Lampiran
1).
Pola peningkatan mortalitas serangga uji pada perlakuan ekstrak daun
kacang babi agak berbeda dengan pada perlakuan ekstrak buah sirih hutan.
Mortalitas serangga uji pada perlakuan ekstrak daun kacang babi 0.04%-0.2%,
yaitu 1%-29%, lebih rendah dibandingkan dengan pada perlakuan ekstrak buah
sirih hutan 0.05%-0.25% (2% - 39%). Antara 24 dan 48 JSP serta antara 48 dan
72 JSP terjadi peningkatan mortalitas serangga uji yang lebih tinggi dibandingkan
dengan peningkatan mortalitas pada perlakuan ekstrak buah sirih hutan,
sedangkan antara 72 dan 96 JSP hampir tidak ada peningkatan mortalitas serangga
uji. Pada pengamatan terakhir (96 JSP), mortalitas serangga uji pada perlakuan
0.04%-0.2% berkisar dari 1% sampai 99% (Gambar 3B dan Lampiran 2).
Mortalitas larva uji C. pavonana akibat perlakuan dengan ekstrak buah sirih
hutan dan daun kacang babi pada konsentrasi tertinggi telah melebihi 50% mulai
48 JSP, karena itu analisis probit dilakukan terhadap data mortalitas pada 48, 72,
dan 96 JSP. LC50 dan LC95 ekstrak buah sirih hutan pada 48 JSP yaitu 0.168% dan
0.569%, yang menurun menjadi 0.152% dan 0.47% pada 72 JSP, dan menurun
lebih lanjut menjadi 0.138% dan 0.459% pada 96 JSP. LC50 dan LC95 ekstrak
daun kacang babi menurun secara nyata dari 48 JSP ke 72 JSP, yaitu LC50
menurun dari 0.087% menjadi 0.06% dan LC95 menurun dari 0.309% menjadi
0.153%, sedangkan antara 72 dan 96 JSP tidak terjadi perubahan LC50 dan LC95
ekstrak daun kacang babi yang berarti (Tabel 1).
Secara umum dapat dikatakan bahwa baik ekstrak buah sirih hutan maupun
ekstrak daun kacang babi memiliki aktivitas insektisida yang kuat karena kedua
ekstrak tersebut memiliki LC95 kurang dari 0.5%. Dadang dan Prijono (2008)
mengemukakan bahwa insektisida nabati yang diekstrak dengan pelarut organik
layak digunakan di lapangan bila efektif pada konsentrasi tidak lebih dari 0.5%.

8
100

S irih hutan

Kontrol

Mortalitas (%)

80

0.050%
0.070%

60

0.100%
0.130%

40

0.180%
20

0.250%

0

24
100

48

72

96

Kacang babi

Kontrol
0.040%
0.055%
0.075%
0.110%
0.150%
0.200%

Mortalitas (%)

80
60

40
20
0
24

48

72

96

Waktu pengamatan (JSP)
Gambar 3 Perkembangan tingkat mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan
ekstrak buah sirih hutan dan ekstrak daun kacang babi
Berdasarkan perbandingan LC50 pada 96 JSP, ekstrak daun kacang babi
sekitar 2.3 kali lebih beracun terhadap larva C. pavonana dibandingkan dengan
ekstrak buah sirih hutan, sementara pada taraf LC95 ekstrak daun kacang babi
sekitar tiga kali lebih beracun. Perbedaan toksisitas kedua ekstrak tersebut dapat
disebabkan oleh perbedaan toksisitas senyawa aktifnya atau perbedaan kandungan
senyawa aktifnya. Senyawa aktif insektisida utama dalam daun kacang babi antara
lain rotenon, deguelin, dan tefrosin yang termasuk dalam golongan rotenoid
(Delfel et al. 1970; Lambert et al. 1993). Rotenon memiliki aktivitas insektisida
yang kuat terhadap berbagai jenis serangga sebagai racun perut dan racun kontak
(Perry et al, 1998; Djojosumarto 2008). Pada tingkat sel, rotenon menghambat
transfer elektron antara NADH dehidrogenase dan koenzim Q pada kompleks I
dari rantai transpor elektron di dalam mitokondria (Hollingworth 2001).
Hambatan terhadap proses respirasi sel tersebut menyebabkan produksi ATP
menurun sehingga sel kekurangan energi yang selanjutnya dapat menyebabkan
kelumpuhan berbagai sistem otot dan jaringan lainnya.

Tabel 1 Penduga parameter hubungan konsentrasi-mortalitas ekstrak buah sirih hutan dan daun kacang babi terhadap larva instar II C.
pavonana
Jenis ekstrak
Sirih hutan

Kacang babi

a

Waktu pengamatan
(JSP)a

a ± GBb

b ± GBb

48
72
96
48
72
96

2.405 ± 0.299
2.747 ± 0.315
2.708 ± 0.299
3.175 ± 0.282
4.945 ± 0.388
4.902 ± 0.388

3.107 ± 0.338
3.358 ± 0.356
3.150 ± 0.327
3.000 ± 0.264
4.050 ± 0.355
3.987 ± 0.355

LC50 (SK95%)
(%)b
0.168 (0.130-0.263)
0.152 (0.109-0.251)
0.138 (0.101-0.203)
0.087 (0.800-0.960)
0.060 (0.053-0.067)
0.059 (0.510-0.066)

LC95 (SK95%)
(%)b
0.569 (0.327-3.766)
0.470 (0.272-5.866)
0.459 (0.272-3.084)
0.309 (0.253-0.406)
0.153 (0.129-0.199)
0.152 (0.128-0.199)

JSP = jam setelah perlakuan. b a = intersep garis regresi probit. b = kemiringan regresi probit. GB = galat baku. SK = selang kepercayaan.

9

10
Hasyim (2011) melaporkan bahwa komponen utama dari ekstrak buah sirih
hutan adalah dilapiol (golongan fenilpropanoid), dengan area puncak pada
kromatogram berdasarkan analisis dengan kromatografi gas sebesar 68.8%. Cara
kerja dilapiol dalam mengakibatkan kematian serangga secara langsung belum
diketahui dengan pasti. Senyawa tersebut memiliki gugus metilendioksifenil
(MDF) yang merupakan ciri penting dari berbagai senyawa yang bersifat sinergis
insektisida (Metcalf 1967; Bernard et al. 1990; Scott et al. 2008). Senyawa yang
memiliki gugus MDF dapat menghambat aktivitas enzim polisubstrat
monooksigenase (PSMO) yang berperan dalam menurunkan daya racun senyawa
asing atau metabolit beracun di dalam tubuh serangga. Terhambatnya enzim
PSMO dapat mengakibatkan penumpukan senyawa atau metabolit beracun di
dalam tubuh serangga dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian (Bernard et al.
1995).
Toksisitas ekstrak BSH dalam penelitian ini (LC50 dan LC95 pada 72 JSP
masing-masing 0.152% dan 0.47%) agak lebih lemah daripada toksisitas ekstrak
BSH yang dilaporkan oleh Nailufar (2011) (LC50 dan LC95 pada 72 JSP masingmasing 0.141% dan 0.317%) dan Hasyim (2011) (LC50 dan LC95 pada 72 JSP
masing-masing 0.129% dan 0.262%). Perbedaan toksisitas tersebut dapat
disebabkan oleh perbedaan umur tanaman dan musim saat pengambilan bahan
tanaman. Hal tersebut mengakibatkan perbedaan kandungan bahan aktif yang
selanjutnya dapat memengaruhi aktivitas ekstrak yang diperoleh (Kaufman et al.
2006).
Ekstrak Campuran
Perlakuan dengan campuran ekstrak buah sirih hutan dan daun kacang babi
juga mengakibatkan mortalitas larva C. pavonana yang meningkat seiring dengan
makin tingginya konsentrasi ekstrak dan bertambahnya waktu pengamatan.
Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan campuran ekstrak buah sirih hutan
dan daun kacang babi dengan nisbah konsentrasi 1:1 pada konsentrasi tertinggi
(0.15%) sudah mencapai lebih dari 80% pada 24 JSP, sementara pada perlakuan
konsentrasi 0.02%-0.12% mortalitas serangga uji berkisar dari sekitar 8% sampai
69% (Gambar 4C dan Lampiran 3). Pada 48 JSP, perlakuan konsentrasi 0.12%
dan 0.15% telah mengakibatkan mortalitas serangga uji sebesar 100%. Setelah 72
JSP hampir tidak ada perubahan mortalitas serangga uji.
Perlakuan campuran ekstrak buah sirih hutan dan ekstrak daun kacang babi
dengan nisbah konsentrasi 1:2 pada konsentrasi tertinggi (0.165%) mengakibatkan
mortalitas serangga uji hampir 50% pada 24 JSP, sementara pada perlakuan
konsentrasi 0.015%-0.108% mortalitas serangga uji berkisar dari 2% sampai 38%
(Gambar 4B dan Lampiran 4). Peningkatan mortalitas serangga uji cukup nyata
terjadi antara 24 dan 48 JSP sehingga pada 48 JSP mortalitas serangga uji pada
konsentrasi tertinggi mencapai lebih dari 75%. Peningkatan mortalitas serangga
uji masih terjadi antara 48 dan 96 JSP sehingga pada 72 JSP mortalitas serangga
uji pada konsentrasi tertinggi mencapai lebih dari 90% dan pada 96 JSP mencapai
lebih dari 95%.
Pola perkembangan mortalitas serangga uji pada perlakuan campuran
ekstrak buah sirih hutan dan daun kacang babi dengan nisbah konsentrasi 1:3
lebih menyerupai pola perkembangan mortalitas pada perlakuan ekstrak daun
kacang babi saja. Pada 24 JSP perlakuan konsentrasi tertinggi (0.176%)

11
mengakibatkan mortalitas serangga uji 30%. Namun pada 48 JSP terjadi
peningkatan mortalitas yang sangat tajam, yaitu mortalitas serangga uji meningkat
menjadi 98%, sementara mortalitas pada perlakuan konsentrasi 0.0133%-0.1024%
berkisar dari 14% sampai 65% (Gambar 4A dan Lampiran 5). Antara 48 dan 72
JSP serta antara 72 dan 96 JSP masih terjadi peningkatan mortalitas tetapi dengan
proporsi yang lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan mortalitas antara 24
dan 48 JSP.
Perlakuan campuran ekstrak buah sirih hutan dan daun kacang babi dengan
nisbah konsentrasi 2:1 pada konsentrasi tertinggi (0.15%) mengakibatkan
mortalitas serangga uji sekitar 63%, dan pada 48 JSP mortalitas serangga uji
meningkat menjadi sekitar 98%. Setelah 48 JSP masih terjadi peningkatan
mortalitas serangga uji dengan proporsi yang lebih rendah (Gambar 4D dan
Lampiran 6). Pola perkembangan mortalitas serangga uji pada perlakuan
campuran ekstrak buah sirih hutan dan daun kacang babi dengan nisbah
konsentrasi 3:1 tidak jauh berbeda dengan pola perkembangan pada nisbah 2:1
(Gambar 4E dan Lampiran 7).
Berdasarkan perbandingan LC50 96 JSP, di antara lima nisbah konsentrasi
yang diuji, campuran ekstrak buah sirih hutan dan daun kacang babi dengan
nisbah konsentrasi 1:1 paling beracun (LC50 paling kecil) terhadap larva C.
pavonana, diikuti campuran dengan nisbah konsentrasi 1:3, 1:2, 2:1, dan 3:1,
sementara urutan toksisitas berdasarkan LC50 adalah campuran dengan nisbah 1:1,
3:1, 2:1, 1:2, dan 1:3 (Tabel 2).
Berdasarkan perbandingan pada taraf LC50 96 JSP, campuran ekstrak buah
sirih hutan dan daun kacang babi dengan nisbah konsentrasi 1:3, 1:2, 1:1, 2:1, dan
3:1 berturut-turut 3.53, 2.81, 5.3, 2.42, dan 2.3 kali lebih beracun daripada ekstrak
buah sirih hutan saja. Sementara itu, campuran ekstrak tersebut pada nisbah
konsentrasi 1:1, 1:2, dan 1:3 berturut-turut 2.27, 1.2, dan 1.5 kali lebih beracun
daripada ekstrak daun kacang babi saja tetapi toksisitas campuran pada nisbah
konsentrasi 2:1 dan 3:1 sebanding dengan toksisitas ekstrak daun kacang babi
saja.
Sifat Aktivitas Campuran Ekstrak Sirih Hutan dan Kacang Babi
Berdasarkan indeks kombinasi (IK) pada pengamatan 48, 72, dan 96 JSP,
campuran ekstrak buah sirih hutan dan daun kacang babi pada nisbah konsentrasi
1:1 bersifat sinergistik kuat dan pada nisbah 1:3, 2:1, dan 3:1 bersifat sinergistik
lemah. Sementara itu, campuran ekstrak tersebut pada perbandingan 1:2 bersifat
sinergistik lemah pada 48 dan 96 JSP serta aditif pada 72 JSP (Tabel 3). Dengan
demikian, selain paling beracun, campuran ekstrak dengan nisbah konsentrasi 1:1
juga paling sinergistik terhadap larva C. pavonana.

12

Mortalitas (%)

100

Kontrol

A

0.0133%

B

100

Kontrol
0.015%

80

80

0.0244%

60

0.0369%

60

40

0.0624%

40

0.072%

20

0.108%

0.1024%

20

0.027%
0.045%

0.1760%

24

Mortalitas (%)

100

48

72

24

96

C

80

Kontrol

100

0.020%

80

40

72

96

D

Kontrol
0.0294%
0.0525%

0.060%

60

0.0750%

0.090%

40

0.0990%

0.120%

20

0.150%

0

0.1245%

20

0.1500%

0
24

Mortalitas (%)

48

0.036%

60

100

0.165%

0

0

48

72

96

E

24

48

72

96

Kontrol

80

0.038%

60

0.064%
0.086%

40

0.108%

20

0.132%
0.158%

0
24

48

72

96

Waktu pengamatan (JSP)
Gambar 4 Perkembangan tingkat mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan
campuran ekstrak buah sirih hutan dan daun kacang babi dengan
nisbah konsentrasi 1:3 (A), 1:2 (B), 1:1 (C), 2:1(D), dan 3:1(E)

Tabel 2 Penduga parameter hubungan konsentrasi-mortalitas campuran ekstrak buah sirih hutan dan daun kacang babi terhadap larva instar
II C. pavonana
Nisbah
Waktu pengamatan
LC50 (SK95%)
LC95 (SK95%)
a ± GBc
b ± GBc
a
b
c
konsentrasi
(JSP)
(%)
(%)c
1:1
48
5.406 ± 0.411
3.603 ± 0.293
0.032 (0.021-0.041)
0.090 (0.065-0.190)
72
5.536 ± 0.447
3.546 ± 0.312
0.027 (0.021-0.033)
0.080 (0.062-0.123)
96
5.623 ± 0.464
3.562 ± 0.321
0.026 (0.021-0.031)
0.076 (0.061-0.109)
1:2

48
72
96

2.618 ± 0.240
3.142 ± 0.255
3.358 ± 0.270

2.273 ± 0.191
2.512 ± 0.196
2.571 ± 0.206

0.071 (0.045-0.126)
0.056 (0.037-0.086)
0.049 (0.033-0.071)

0.373 (0.179-4.123)
0.253 (0.140-1.298)
0.216 (0.127-0.823)

1:3

48
72
96

3.016 ± 0.250
2.966 ± 0.250
2.918 ± 0.249

2.426 ± 0.188
2.158 ± 0.180
2.067 ± 0.178

0.057 (0.034-0.107)
0.042 (0.027-0.062)
0.039 (0.023-0.060)

0.272 (0.133-3.432)
0.244 (0.132-1.176)
0.242 (0.124-1.662)

2:1

48
72
96

3.804 ± 0.314
3.815 ± 0.321
3.970 ± 0.327

3.268 ± 0.276
3.147 ± 0.279
3.182 ± 0.280

0.069 (0.042-0.097)
0.061 (0.038-0.081)
0.057 (0.026-0.810)

0.218 (0.135-1.394)
0.204 (0.132-0.796)
0.186 (0.115-1.688)

3:1

48
72
96

5.656 ± 0.402
6.332 ± 0.441
6.029 ± 0.428

5.013 ± 0.369
5.227 ± 0.388
4.939 ± 0.374

0.074 (0.059-0.089)
0.063 (0.049-0.075)
0.060 (0.044-0.073)

0.158 (0.124-0.268)
0.129 (0.104-0.205)
0.130 (0.102-0.222)

a

Nisbah konsentrasi ekstrak buah sirih hutan dan daun kacang babi. bJSP = jam sejak perlakuan. c a = intersep garis regresi probit. b = kemiringan regresi probit. GB =
galat baku. SK = selang kepercayaan.

13

14
Tabel 3 Sifat aktivitas campuran ekstrak buah sirih hutan dan daun kacang babi
pada lima nisbah konsentrasi terhadap larva instar II C. pavonana
Nisbah
Waktu
Indeks kombinasi Sifat interaksi
konsentrasia
pengamatan (JSP)b

a

1:1

48
72
96

0.296
0.334
0.335

Sinergistik kuat
Sinergistik kuat
Sinergistik kuat

1:2

48
72
96

0.761
0.821
0.738

Sinergistik lemah
Aditif
Sinergistik lemah

1:3

48
72
96

0.618
0.630
0.601

Sinergistik lemah
Sinergistik lemah
Sinergistik lemah

2:1

48
72
96

0.610
0.701
0.686

Sinergistik lemah
Sinergistik lemah
Sinergistik lemah

3:1

48
72
96

0.612
0.655
0.663

Sinergistik lemah
Sinergistik lemah
Sinergistik lemah

Nisbah konsentrasi ekstrak buah sirih hutan dan daun kacang babi.

b

JSP = jam sejak perlakuan.

Sifat sinergistik campuran ekstrak buah sirih hutan dan daun kacang babi
kemungkinan disebabkan oleh komponen utama ekstrak buah sirih hutan yaitu
dilapiol yang bersifat sebagai insektisida dan sinergis (Bernard et al. 1995; Scott
et al. 2008). Dilapiol dapat menghambat aktivitas enzim PSMO dalam sediaan
mikrosom dari sel-sel saluran pencernaan ulat penggerek batang jagung Ostrinia
nubilalis, sehingga enzim pemetabolisme senyawa asing tersebut tidak dapat
menguraikan bahan aktif insektisida lain yang dicampurkan (Bernard et al. 1990).
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dilapiol memiliki gugus MDF dalam
strukturnya yang merupakan ciri berbagai senyawa sinergis yang dapat
menghambat aktivitas enzim PSMO (Metcalf 1967; Perry et al. 1998).
Terhambatnya enzim penurun daya racun senyawa asing tersebut mengakibatkan
senyawa aktif dalam ekstrak daun kacang babi yang dicampurkan tidak terurai dan
dapat tetap bekerja.
Penggunaan insektisida nabati dalam bentuk campuran yang bersifat
sinergistik dapat mengurangi ketergantungan pada satu jenis tumbuhan sebagai
bahan baku dan meningkatkan spektrum aktivitas insektisida (Dadang dan Prijono
2008), serta dapat menunda timbulnya resistensi hama terhadap insektisida
(Georghiou 1983). Tumbuhan sirih hutan dan kacang babi mudah dibudidayakan
dan dapat tumbuh dengan cepat (Heyne 1987) sehingga bahan baku insektisida
nabati dari kedua jenis tumbuhan tersebut dapat diperoleh dengan cukup mudah.
Dengan demikian, campuran ekstrak buah sirih hutan dan daun kacang babi yang
bersifat sinergis layak untuk dikembangkan lebih lanjut.

SIMPULAN DAN SARAN
Campuran ekstrak buah sirih hutan dan daun kacang babi pada lima nisbah
konsentrasi, yaitu 1:1, 1:2, 1:3, 2:1, dan 3:1, lebih beracun terhadap larva C.
pavonana daripada ekstrak buah sirih hutan saja. Bila dibandingkan dengan
ekstrak daun kacang babi, hanya campuran ekstrak dengan nisbah konsentrasi 1:1
dan 1:3 yang lebih beracun, sedangkan pada nisbah konsentrasi lain toksisitas
campuran tersebut sebanding dengan toksisitas ekstrak daun kacang babi saja.
Campuran ekstrak pada nisbah konsentrasi 1:1, 1:3, 2:1, dan 3:1 bersifat
sinergistik sedangkan pada nisbah 1:2 bersifat aditif, dan di antara campuran
ekstrak tersebut, campuran dengan nisbah konsentrasi 1:1 paling beracun dan
paling sinergistik terhadap larva C. pavonana. Campuran ekstrak buah sirih hutan
dan daun kacang babi yang bersifat sinergistik, terutama dengan nisbah 1:1,
berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai insektisida alternatif dalam pengendalian
hama C. pavonana. Untuk mengetahui potensinya secara lebih luas, campuran
ekstrak tersebut dapat diuji keefektifannya terhadap hama sasaran dan
keamanannya terhadap musuh alami hama di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA
Abizar M, Prijono D. 2010. Aktivitas insektisida ekstrak daun dan biji Tephrosia
vogelii J.D. Hooker (Leguminosae) dan ekstrak buah Piper cubeba L.
(Piperaceae) terhadap larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera:
Crambidae). JHPT Trop. 10(1):1-12.
Bernard CB, Arnason JT, Philogène BJR, Lam J, Waddell T. 1990. In vivo effect
of mixtures of allelochemicals on the life cycle of the European corn borer,
Ostrinia nubilalis. Entomol Exp Appl. 57(1):17-22.
Bernard CB, Krishnamurty HG, Chauret D, Durst T, Philogene BJR, SanchezVindas P, Hasbun C, Poveda L, San Roman L, Arnason JT. 1995.
Insecticidal defenses of Piperaceae from the Neotropics. J Chem Ecol.
21(6):801-814. http://dx.doi.org/10.1007/BF02033462.
Caboni P, Sarais G, Angioni A, Garau VL, Cabras P. 2005. Fast and versatile
multiresidue method for the analysis of botanical insecticides on fruits and
vegetables by HPLC/DAD/MS. J Agric Food Chem. 53(22):8644-8649.
Chou TC, Talalay P. 1984. Quantitative analysis of dose-effect relationships: the
combined effects of multiple drugs or enzyme inhibitors. Adv Enzyme Regl.
22(3): 27-55.
Dadang, Prijono D. 2008. Insektisida Nabati: Prinsip, Pemanfaatan, dan
Pengembangan. Bogor (ID): Departemen Proteksi Tanaman, Institut
Pertanian Bogor.
Delfel NE, Tallent WH, Carlson DG, Wolff IA. 1970. Distribution of rotenone
and deguelin in Tephrosia vogelii and separation of rotenoid-rich fractions.
J Agric Food Chem. 18(3):385−390.
Djojosumarto P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta (ID): Agromedia
Pustaka.
Fazolin M, Estrela JLV, Catani V, De Lima MS, Alécio EMR. 2005. Toxicidade
de oleo de Piper aduncum L. a adultos de Cerotoma tingomarianus
Bechyné (Coleoptera: Chrysomelidae) [in Portugese with English
summary]. Neotrop Entomol. 34(3):485-489.
Georghiou GP. 1983. Management of resistance in arthropods. Di dalam:
Georghiou GP, Saito T, editor. Pest Resistance to Pesticides. New York
(US): Plenum Press. hlm 769-793.
Gisi U. 1996. Synergistic interaction of fungicides in mixtures. Phytopathology.
86(4):1273-1279.
Hasyim DM. 2011. Potensi buah sirih hutan (Piper aduncum) sebagai insektisida
botani terhadap larva Crocidolomia pavonana [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Litbang Kehutanan,
penerjemah. Jakarta (ID): Yayasan Sarana Wana Jaya. Terjemahan dari: De
Nuttige Planten van Ned-Indië.
Hollingworth RM. 2001. Inhibitors and uncouplers of mitochondrial oxidative
phosphorylation. Di dalam: Krieger R, Doull J, Ecobichon D, Gammon D,
Hodgson et al., editor. Handbook of Pesticide Toxicology. Vol 2. San Diego
(US): Academic Press. hlm 1169-1227

17
Kaufman PB, Kirakosyan A, McKenzie M, Dayanandan P, Hoyt JE, Li C. 2006.
The uses of plant natural products by humans and risks associated with their
use. Di dalam: Cseke LJ, Kirakosyan A, Kaufman PB, Warber SL, Duke
JA, Brielmann HL, editor. Natural Products from Plants. Boca Raton (US):
CRC Press. hlm 441-473..
Lambert N, Trouslot MF, Nef-Campa C, Crestin H. 1993. Production of rotenoids
by heterotrophic and photomixotrophic cell cultures of Tephrosia vogelii.
Phytochemistry. 34(6):1515-1520.
LeOra Software. 1987. POLO-PC User’s Guide. Petaluma (US): LeOra Software.
Matsumura F. 1985. Toxicology of Insecticides. Ed ke-2. New York (US): Plenum
Press.
Metcalf RL. 1967. Mode of action of insecticide synergists. Annu Rev Entomol.
12:229-256.
Morallo-Rejesus B. 1986. Botanical insecticides against the diamondback moth.
Di dalam: Talekar NS, Griggs TD, editor. Proc Int Workshop on
Diamondback Moth Management; 1985 Mar 11-15; Tainan (TW). Tainan
(TW): AVRDC. hlm 241-255.
Nailufar N. 2011. Aktivitas insektisida ekstrak daun Tephrosia vogelii
(Leguminosae) dan buah Piper aduncum (Piperaceae) terhadap larva
Crocidolomia pavonana [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nurfajrina A. 2014. Kesesuaian ekstrak Piper spp. (Piperaceae) untuk
meningkatkan toksisitas ekstrak Tephrosia vogelii terhadap ulat krop kubis
Crocidolomia pavonana [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Perry AS, Yamamoto I, Ishaaya I, Perry RY. 1998. Insecticides in Agriculture and
Environment: Retrospects and Prospects. Berlin (DE): Springer-Verlag.
Prakash A, Rao J. 1997. Botanical Pesticides in Agriculture. Boca Raton (US):
CRC Press.
Prijono D, Hassan E. 1992. Life cycle and demography of Crocidolomia binotalis
Zeller (Lepidoptera: Pyralidae) on broccoli in the laboratory. Indon J Trop
Agric. 4(1):18−24.
Rahardi F, Pulungkun R, Budiarti A. 1994. Agribisnis Tanaman Sayur. Jakarta
(ID): Penebar Swadaya.
Rauf A, Prijono D, Dadang, Winasa IW, Russell DA. 2005. Survey of pesticide
use by cabbage farmers in West Java, Indonesia [report]. Cooperation
between Department of Plant Pests and Diseases IPB (Indonesia) and Centre
for Environmental Stress and Adaptation Research, LaTrobe University
(Australia).
Sabari SD, Rajagukguk J, Dwiwijaya A. l994. Pengaruh kimia dan suhu
penyimpanan terhadap daya simpan kubis bunga. J Hort. 4(2):6-7.
Scott IM, Jensen HR, Philogene BJR, Arnason JT. 2008. A review of Piper spp.
(Piperaceae) phytochemistry, insecticidal activity and mode of action.
Phytochem Rev. 7(1):65-75.
Sudarwohadi, 1975. Hubungan antara waktu tanam kubis dengan dinamika
populasi Plutella muculipenis dan Crocidolomia binotalis Zeller. Bul Penel
Hort. 3(4):3-14.

18
Syahroni YY, Prijono D. 2013. Aktivitas insektisida ekstrak buah Piper aduncum
L. (Piperaceae) dan Sapindus rarak DC. (Sapindaceae) serta campurannya
terhadap larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae). J
Entomol Indones. 10(1):39-50. doi:10.5994/jei.10.1.39.

LAMPIRAN

20
Lampiran 1 Mortalitas larva Crocidolomia pavonana pada perlakuan ekstrak
buah Piper aduncum
Mortalitas kumulatif (%) pada JSP*
24
48
72
96

Konsentrasi (%, w/v)
Kontrol
0.050
0.070
0.100
0.130
0.180
0.250

0
2.22
14.44
3.33
5.56
26.67
38.89

3.33
12.22
17.78
31.11
22.22
46.67
80.00

5.56
12.22
22.22
37.78
25.56
58.89
86.67

5.56
15.56
30.00
40.00
28.89
61.11
92.22

a

JSP = jam sejak perlakuan. Jumlah serangga uji pada awal perlakuan adalah 15 ekor larva instar II
untuk semua perlakuan. Larva diberi makan daun perlakuan selama 2 x 24 jam.

Lampiran 2 Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan ekstrak daun Tephrosia
vogelii
Mortalitas kumulatif (%) pada JSPa
24
48
72
96

Konsentrasi (%, w/v)
Kontrol
0.040
0.055
0.075
0.110
0.150
0.200
a

1.11
5.56
7.78
11.11
14.44
18.89
28.89

1.11
13.33
32.22
40.00
64.44
80.00
82.22

1.11
21.11
52.22
63.33
82.22
95.56
98.89

1.11
22.22
53.33
65.56
82.22
95.56
98.89

Catatan kaki seperti pada Lampiran 1.

Lampiran 3 Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan campuran ekstrak buah
P. aduncum dan daun T. vogelii dengan nisbah konsentrasi 1:1
Mortalitas kumulatif (%) pada JSP*
Konsentrasi (%, w/v)
24
48
72
96
Kontrol
0
0
0
0
0.020
7.78
28.89
35.56
36.67
0.036
12.22
56.67
63.33
66.67
0.060
16.67
72.22
82.22
84.44
0.090
42.22
98.89
98.89
98.89
0.120
68.89
100.00
100.00
100.00
0.150
82.22
100.00
100.00
100.00
a

Catatan kaki seperti pada Lampiran 1.

21
Lampiran 4 Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan campuran ekstrak buah
P. aduncum dan daun T. vogelii dengan nisbah konsentrasi 1:2
Mortalitas kumulatif (%) pada JSP*
24
48
72
96

Konsentrasi (%, w/v)
Kontrol
0.015
0.027
0.045
0.072
0.108
0.165
a

0
2.22
6.67
12.22
18.89
37.78
48.89

0
10.00
16.67
28.89
35.56
83.33
77.78

0
13.33
21.11
34.44
44.44
84.44
93.33

1.11
16.67
25.56
40.00
53.33
86.67
96.67

Catatan kaki seperti pada Lampiran 1.

Lampiran 5 Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan campuran ekstrak buah
P. aduncum dan daun T. vogelii dengan nisbah konsentrasi 1:3
Mortalitas kumulatif (%) pada JSP*
24
48
72
96

Konsentrasi (%, w/v)
Kontrol
0.0133
0.0244
0.0369
0.0624
0.1024
0.1760
a

0
1.11
0.00
7.78
18.89
22.22
30.00

0
14.44
16.67
20.00
56.67
65.56
97.78

0
18.89
34.44
35.56
62.22
74.44
98.89

0
22.22
37.78
38.89
64.44
74.44
100.00

Catatan kaki seperti pada Lampiran 1.

Lampiran 6 Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan campuran ekstrak buah
P. aduncum dan daun T. vogelii dengan nisbah konsentrasi 2:1
Mortalitas kumulatif (%) pada JSP*
24
48
72
96

Konsentrasi (%, w/v)
Kontrol
0.0294
0.0525
0.0750
0.0990
0.1245
0.1500
a

0
6.67
16.67
6.67
22.22
54.44
63.33

Catatan kaki seperti pada Lampiran 1.

0
18.89
34.44
35.56
71.11
77.78
97.78

1.11
26.67
40.00
40.00
73.33
84.44
100.00

1.11
28.89
44.44
45.56
75.56
90.00
100.00

22
Lampiran 7 Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan campuran ekstrak buah
P. aduncum dan daun T. vogelii dengan nisbah konsentrasi 3:1
Mortalitas kumulatif (%) pada JSP*
24
48
72
96

Konsentrasi (% w/v)
Kontrol
0.038
0.064
0.086
0.108
0.132
0.158
a

0
2.22
2.22
23.33
22.22
35.56
67.78

Catatan kaki seperti pada Lampiran 1.

0
14.44
23.33
61.11
78.89
90.00
98.89

0
16.67
35.56
86.67
90.00
93.33
98.89

0
21.11
38.89
88.89
90.00
93.33
98.89

13

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan

Dokumen yang terkait

Pengembangan Formulasi Insektisida Nabati Berbahan Ekstrak Brucea javanica, Piper aduncum, dan Tephrosia vogelii untuk Pengendalian Hama Kubis Crocidolomia pavonana

7 89 156

Aktivitas Campuran Formulasi Bacillus thuringiensis dan Ekstrak Piper retrofractum Vahl. (Piperaceae) terhadap Larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae)

0 6 114

Aktivitas Insektisida Ekstrak Daun Tephrosia vogelii (Leguminosae) dan Buah Piper aduncum (Piperaceae) terhadap Larva Crocidolomia pavonana

0 4 87

Perbandingan kandungan senyawa rotenoid dan aktivitas insektisida ekstrak Tephrosia vogelii terhadap hama kubis Crocidolomia pavonana

0 5 50

Aktivitas Insektisida Campuran Ekstrak Buah Piper aduncum (Piperaceae) dan Sapindus rarak (Sapindaceae) terhadap Larva Crocidolomia pavonana

0 7 63

Keefektifan ekstrak lima spesies piper (PIPERACEAE) untuk meningkatkan toksisitas ekstrak tephrosia vogelii terhadap hama kubis crocidolomia pavonana

0 3 11

Kesesuaian Ekstrak Piper spp. (Piperaceae) untuk Meningkatkan Toksisitas Ekstrak Tephrosia vogelii terhadap Ulat Krop Kubis, Crocidolomia pavonana

1 11 52

Synergistic action of mixed extracts of Br ucea javanica (Simaroubaceae), Piper aduncum (Piperaceae), and Tephrosia vogelii (Leguminosae) against cabbage head caterpillar, Crocidolomia pavonana

0 6 7

Synergistic action of mixed extracts of Brucea javanica (Simaroubaceae), Piper aduncum (Piperaceae), and Tephrosia vogelii (Leguminosae) against cabbage head caterpillar, Crocidolomia pavonana - Repositori Universitas Andalas

1 1 7

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN FORMULASI EC CAMPURAN Piper aduncum dan Tephrosia vogelii TERHADAP LARVA Crocidolomia pavonana Fabricius (LEPIDOPTERA : CRAMBIDAE) SKRIPSI

0 0 44