5. Menyerahkan surat-surat bukti pemilikan kendaraan tersebut setelah semua angsuran dilunasi.
b. Kewajiban penyewa beli 1. Membayar uang panjar dan selanjutnya membayar uang angsuran
lunas, sesuai yang ditentukan dalam perjanjian. 2. Memelihara kendaraan yang disewabelinya dan bertindak selaku bapak
rumah tangga yang baik dan tidak boleh memindahtangankan dalam bentuk apapun sebelum angsuran dilunasi, kecuali ditentukan lain.
B. Bentuk-Bentuk Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor
Secara selintas apabila perjanjian sewa beli kendaraan bermotor belum berjalan dan ternyata calon pembeli sewa memberikan data palsu maka
sebagaimana diuraikan di atas dapat dikatakan bahwa calon pembeli kredit telah beritikad tidak baik sehingga permohonannya dapat ditolak. Hal tersebut
tidak menjadi kendala dalam praktek perjanjian sewa beli kendaraan bermotor, tetapi keadaan tersebut akan menjadi masalah jika ternyata sewaktu perjanjian
sewa beli kendaraan bermotor berjalan pihak pembeli memiliki itikad tidak baik, baik itu pencerminan sikap dengan tidak melakukan kewajibannya
maupun melakukan kewajibannya tetapi terlambat. Di dalam setiap pekerjaan timbal-balik selalu ada 2 dua macam
subjek hukum, yang masing-masing subjek hukum tersebut mempunyai hak dan kewajiban secara bertimbal balik dalam melaksanakan perjanjian
Universitas Sumatera Utara
yang mereka perbuat. Perjanjian sewa beli kendaraan bermotor merupakan suatu
perjanjian bertimbal-balik, kedua subjek hukumnya, yaitu pihak pembeli dan penjual tentu mempunyai hak dan kewajiban secara bertimbal-balik.
Di dalam suatu perjanjian, tidak terkecuali perjanjian sewa beli kendaraan bermotor ada kemungkinan salah satu pihak tidak melaksanakan
perjanjian atau tidak memenuhi isi perjanjian sebagaimana yang telah mereka sepakati bersama-sama, baik itu berdasarkan adanya itikad tidak
baik atau tidak. Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan apa yang
diperjanjikan, atau lebih jelas apa yang merupakan kewajiban menurut perjanjian yang mereka perbuat, maka dikatakan bahwa pihak tersebut
wanprestasi, yang artinya tidak memenuhi prestasi yang diperjanjikan dalam perjanjian.
Wirjono Prodjodikoro, mengatakan : Wanprestasi adalah berarti ketiadaan suatu prestasi dalam hukum perjanjian, berarti suatu hal harus
dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Barangkali dalam Bahasa Indonesia dapat dipakai istilah pelaksanaan janji untuk prestasi dan
ketiadaan pelaksanaan janji untuk wanprestasi.
38
38
Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hal. 44.
Lebih tegas Mariam Darus Badrulzaman, mengatakan bahwa : “Apabila dalam suatu perikatan
si debitur karena kesalahannya tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan,
Universitas Sumatera Utara
maka dikatakan debitur itu wanprestasi”.
39
Dari uraian tersebut di atas, jelas kita dapat mengerti apa sebenarnya yang dimaksud dengan wanprestasi itu.Untuk menentukan
apakah seorang debitur itu bersalah karena telah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana seseorang itu dikatakan lalai
atau alpa tidak memenuhi prestasi. Subekti, mengemukakan bahwa : Wanprestasi kelalaian atau
kealpaan seorang debitur dapat berupa 4 empat macam : 1.
Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya 2.
Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana diperjanjikan
3. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi terlambat
4. Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilaksanakannya.
40
Dalam suatu perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda dua apabila salah satu pihak, baik itu pihak penjual sewa maupun pihak Pembeli
sewa tidak melaksanakan perjanjian yang mereka sepakati, berarti pihak tersebut telah melakukan wanprestasi.
Adapun kemungkinan bentuk-bentuk wanprestasi sesuai dengan bentuk-bentuk wanprestasi sebagaimana yang dikemukakan oleh Subekti,
meliputi : 1.
Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya. Misalnya dalam suatu perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda
39
Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perdata Tentang Perikatan, Penerbit Fak. Hukum USU, Medan, 1974, hal. 33.
40
Subekti, Hukum Perjanjian, Op.Cit, hal. 23.
Universitas Sumatera Utara
dua disepakati untuk memakai sistem pembayaran secara bertahap, yaitu sebesar harga barang diberikan 20 dua puluh persen dibayar
setelah surat perjanjian disepakati oleh kedua belah pihak. Tetapi setelah pihak penjual menyerahkan barangnya ternyata 20
tersebut belum juga dilunasi oleh pihak Pembeli, walaupun pihak penjual telah mengirimkan tagihannya kepada pihak terkait.
2. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang
diperjanjikan, misalnya dalam suatu perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda dua disepakati untuk memberikan, Panjar diberikan
sebesar 20 setelah perjanjian disetujui. Kenyataannya kemudian, sisa pembayaran selanjutnya belum dibayar oleh pihak pembeli kepada
pihak penjual sementara barang yang dijual telah diserahkan kepada pihak pembeli.
Dalam kasus ini walaupun pihak pembeli telah membayar panjar untuk awal harga jual barang kepada penjual, tetapi sisanya tidak dibayarnya,
pihak pembeli berarti telah wanprestasi untuk sebagian kewajibannya dalam perjanjian jual-beli ini.
3. Melaksanakan perjanjian yang diperjanjikan, tetapi terlambat.
Misalnya dalam suatu perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda dua disepakati untuk memakai sistem termin dalam pembayaran harga
jual barang, yaitu setelah masa garansi barang yang dijual tersebut habis. Tetapi setelah masa garansi dari barang yang dijual selesai masa
Universitas Sumatera Utara
garansinya pihak pembeli tidak segera melaksanakan pembayaran tetapi baru melaksanakan pembayaran setelah lewat waktu dari yang
diperjanjikan. Dalam kasus ini walaupun akhirnya pihak pembeli memenuhi juga
kewajibannya setelah lewat waktu dari waktu yang diperjanjikan, tetapi karena terlambat sudah dapat dikatakan pihak pembeli melakukan
wanprestasi. Sehingga apabila penjual tidak dapat menerima pembayaran dengan
alasan keterlambatan, dia dapat mempermasalahkan pihak pembeli telah melakukan wanprestasi karena trerlambat memenuhi
kewajibannya. 4.
Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Misalnya dalam kasus ini pihak penjual tidak menjual barang dengan mutu yang sebenarnya atau barang yang dijual tersebut adalah tiruan
tetapi harganya tetap sama dengan harga barang yang asli . Maka dalam kasus ini dapat dikatakan pihak penjual telah melakukan
wanprestasi dan pihak pembeli dapat mengajukan tuntutan wanprestasi atas perbuatan pihak penjual tersebut.
Selanjutnya dalam mengkaji masalah wanprestasi ini, perlu dipertanyakan apakah akibat dari wanprestasi salah satu pihak merasa
dirugikan? dan apabila akhirnya timbul perselisihan di antara keduanya akibat
Universitas Sumatera Utara
wanprestasi tersebut, Upaya apa yang dapat ditempuh pihak yang dirugikan agar dia tidak merasa sangat dirugikan?
Sebagaimana biasanya akibat tidak dilakukannya suatu prestasi oleh salah satu pihak dalam perjanjian, maka pihak lain akan mengalami kerugian.
Tentu saja hal ini sama sekali tidak diinginkan oleh pihak yang menderita kerugian, namun kalau sudah terjadi, para pihak hanya dapat berusaha supaya
kerugian yang terjadi ditekan sekecil mungkin. Dalam hal terjadinya wanprestasi, maka pihak lain sebagai pihak yang
menderita kerugian dapat memilih antar beberapa kemungkinan, yaitu : 1.
Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjanjian 2.
Pihak yang dirugikan menuntut ganti rugi 3.
Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjanjian disertai ganti rugi
4. Pihak yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian
5. Pihak yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian disertai dengan
ganti rugi. Dari beberapa kemungkinan penuntutan dari pihak yang dirugikan
tersebut di atas bagi suatu perjanjian timbal-balik oleh ketentuan pasal 1266 KUH Perdata diisyaratkan apabila salah satu pihak tidak memenuhi
kewajibannya dapat dimintakan pembatalan perjanjian kepada hakim. Dengan demikian berdasarkan pasal 1266 KUH Perdata, dalam
perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda dua salah satu pihak wanprestasi
Universitas Sumatera Utara
maka pihak yang dirugikan dapat menempuh upaya hukum dengan menuntut pembatalan perjanjian kepada hakim.
Dalam kenyataannya pada bentuk perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda dua ini perihal apabila timbul perselisihan di antara meraka
maka para pihak tersangkut pada isi perjanjian yang telah disetujui mereka yaitu dengan cara :
1. Dilakukan penyelesaian secara musyawarah dan jika belum selesai
2. Dilakukan lewat pengadilan dimana perjanjian dibuat .
Penentuan jalan atau tata cara penyelesaian perselisihan di atas baik itu akibat wanprestasi atau akibat-akibat lainnya tersebut diterangkan dalam isi
surat perjanjian yang mereka berbuat adalah untuk mengantisipasi hal-hal yang terbit dari perjanjian tersebut, hal ini adalah sangat penting agar dapat ditindak
lanjuti jika timbul suatu hal yang merugikan salah satu pihak. Dalam praktek perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda dua ini
maka apabila pembeli sewa melalaikan kewajibannya baik didasari oleh adanya itikad tidak baik maupun karena ketidakmampuan pembeli, maka
biasanya pihak penjual akan melakukan musyawarah dengan pihak pembeli, tetapi apabila jalan musyawarah tidak ditanggapi maka pihak penjual akan
menarik kendaraan yang berada di tangan pihak pembeli dengan tetap menuntut pihak pembeli untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban yang
belum dilaksanakannya. Dalam membicarakan perihal wanprestasi sebagai suatu akibat yang
Universitas Sumatera Utara
bakal terjadi di dalam perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda dua baik itu didasarkan kepada ada atau tidak adanya itikad baik maka kita tidak dapat
pula memisahkannya dengan pembahasan tentang risiko karena dengan adanya risiko ini maka pihak yang tertimpa risiko dapat dibebaskan dari
kewajibannya. Yang dimaksud dengan resiko adalah “suatu kewajiban untuk
menanggung kerugian sebagai akibat dari adanya suatu peristiwa atau kejadian yang menimpa obyek perjanjian dan bukan karena kesalahan dari salah satu
pihak “.
41
Dalam Pasal 1237 KUH Perdata yang berbunyi “ dalam hal adanya perikatan untuk memberikan sesuatu kebendaan tertentu maka sejak perikatan
itu dilahirka adalah atas tanggungan kreditur atau si berpiutang. Dengan demikian maka sejak lahirnya perjanjian untuk menyerahkan sesuatu itu, sejak
saat itu resiko ada di tangan pihak yang berhak menerima penyerahan itu. Dan yang dimaksudkan oleh pasal itu adalah suatu perjanjian yang
meletakkan kewajiban kepada satu pihak saja, misalnya Hibah. Selanjutnya ayat 2 dari pasal itu mengatakan “Apabila pihak yang berhutang lalai maka
sejak saat kelahirannya itu resiko atas barang yang dibebankan kepadanya meskipun ada kemungkinan ia bebankan untuk mengganti kerugian“. Hal ini
karena suatu perikatan untuk memberikan sesuatu barang tertentu adalah suatu perikatan yang sepihak.
41
A. Qirom Syamsuddin Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1985. hal. 49.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pengertian resiko sebagaimana sudah dikemukakan di atas, disana dikatakan “kewajiban untuk menanggung suatu kerugian sebagai akibat
suatu peristiwa atau kejadian diluar kesalahan kedua belah pihak“, disini yang dimaksudkan adalah “overmacht“.
Ciri-ciri overmacht tersebut antara lain : 1.
Tidak dapat diduga sebelumnya 2.
Tidak dapat dihindari 3.
Tidak dapat diperhitungkan sebelumnya sehingga orang tidak dapat melepaskan diri dari peristiwa.
42
Perlu pula diingat, bahwa overmacht yang dimaksudkan disini adalah overmacht yang absolut, yaitu sama sekali peristiwa itu tidak dapat dihindari
lagi sehingga barang yang menjadi obyek dari perjanjian itu menjadi musnah, jadi yang dimaksudkan disini bukan overmacht yang relatif, karena overmacht
yang relatif itu tidak mengakibatkan barang yang menjadi objek perjanjian musnah, melainkan karena sesuatu hal maka barang itu tidak dapat dibawa,
misalnya karena ada peperangan dan setelah perang tersebut usai barang tersebut dapat dibawa, jadi hanya tertentu untuk sementara waktu saja.
Selanjutnya dapat pula kita lihat dalam Pasal 1460 KUH Perdata, yang menyatakan “Jika barang yang dijualnya berupa suatu barang yang sudah
ditentukan maka barang itu sejak saat pembelian adalah tanggungan si pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan, dan pihak penjual berhak
42
Ibid, hal. 50.
Universitas Sumatera Utara
menuntut harganya “. Dan sebaliknya Pasal 1545 KUH Perdata mengatakan “Jika suatu
barang tertentu yang telah diperjanjikan untuk ditukar, musnah di luar kesalahan pemiliknya maka perjanjian dianggap sebagai gugur, dan pihak yang
telah memenuhi perjanjian dapat menuntut kembali barang yang telah diberikannya dalam tukar-menukar itu“.
Kalau kita lihat kedua pasal tersebut, maka satu sama lain adalah berbeda atau dapat pula kita katakan “ kedua pasal tersebut adalah
bertentangan. Pasal 1460 KUH Perdata meletakkan resiko pada pundaknya pihak pembeli sedangkan Pasal 1545 KUH Perdata meletakkkan resiko pada
pundak masing-masing yang dipertukarkan. Pemilik adalah debitur terhadap barang yang dipertukarkan dan musnah sebelum diserahkan.
Melihat peraturan tentang resiko yang saling bertentangan ini, kita lalu bertanya manakah yang dapat kita jadikan sebagai pedoman dalam perjanjian
timbal balik pada umumnya dan manakah yang merupakan pengecualian, terutama dalam hal perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda dua ?
Dalam hal ini harus dijawab, apa yang ditentukan untuk perjanjian tukar-menukar itu harus dipandang sebagai azas yang berlaku pada umumnya
dalam perjanjian-perjanjian timbal balik karena peraturan yang diletakkan dalam Pasal 1545 KUH Perdata itu memang setepatnya dan seadilnya, bahwa
resiko mengenai suatu barang itu dipikulkan kepada pemiliknya. Seorang debitur yang baru menyetujui menurut Pasal 1460 KUH
Universitas Sumatera Utara
Perdata, dia sudah dibebani dengan resiko mengenai barang itu, ini memang tidak adil oleh karena itu maka Pasal 1460 KUH perdata, banyak para sarjana
yang mengajukan keberatan. Dalam hal ini kita misalkan kendaraan roda dua. Kendaraan roda dua diserahkan kepada pihak debitur lalu kendaraan
roda dua tersebut sudah menjadi tanggungan pihak debitur adalah suatu yang tidak adil. Kalau demikian, lalu mengapa Pasal 1460 dimasukkan dalam KUH
Perdata ? Ini kalau kita lihat dari serjarahnya, Pasal 1460 KUH Perdata,
sebenarnya dikutip dari Code Civil Perancis, padahal saat berpindahnya hak milik dalam Code Civil Perancis berbeda dengan KUH Perdata.
Menurut sistem Code Civil Perancis dalam suatu jual-beli barang tertentu, hak milik berpindah pada saat ditutupnya perjanjian jual-beli,
sedangkan menurut sistem KUH Perdata dalam segala macam jual-beli, hak milik itu berpindah kalau barangnya sudah diserahkan kepada pihak pembeli.
Kendaraan roda dua adalah contoh suatu barang yang diperjual-belikan. Dalam hal yang demikian ini sebelum barang diserahkan maka resiko masih ada pada
pihak kreditur, tetapi setelah barang itu diserahkan kepada debitur, maka saat itu resiko berpindah pada pihak pembelinya. Jadi disini tergantung pada barang
dianggap sudah disendirikan Pasal 1461 KUH Perdata. Perlu pula diketahui, sehubungan dengan Pasal 1460 KUH Perdata
sebagaimana sudah kita uraikan di muka, bahwa terdapatnya suatu keadaan yang tidak adil itu, maka sejak saat timbulnya Surat Edaran Mahkamah Agung
Universitas Sumatera Utara
No. 3 Tahun 1963, resiko yang diatur dalam pasal 1460 KUH Perdata itu dianggap tidak berlaku lagi. Dan dalam menghadapi resiko sebagaimana yang
tersebut dalam Pasal 1460 KUH Perdata itu, setelah adanya Surat Edaran Mahkamah Agung tersebut kita melihat secara kasuistis, bahkan kalau perlu
kerugian itu dapat dipikul oleh kedua belah pihak. Dengan demikian maka debitur hanya membayar separuh saja dari harga, dan si krediturpun
menerimanya. Jadi masing-masing menderita 50. Inilah jalan keluar yang diambil oleh Mahkamah Agung.
Dalam hal perjanjian kredit kendaraan roda dua misalnya penyerahan belumlah dilakukan oleh pihak kreditur kepada debitur, tetapi barang
kendaraan roda dua yang ingin dibeli oleh pihak debitur akan dikirimkan dan diserahkan kepada pihak debitur, hanya saja belum dibayarkan secara tunai
oleh debitur. Dan ketika barang yang akan diserahkan tersebut kepada pihak debitur,
di dalam perjalanan terjadi kecelakaan sehingga kendaraan tersebut rusak, maka dalam kajian ini kerugian berada pada pihak kreditur bukan pada pihak
debitur, sehingga dengan keadan yang demikian pihak debitur berhak menuntut kerugian atas kendaraan yang dibelinya secara kredir tersebut.
Dalam praktek perjanjian sewa beli kendaraan bermotor sebagaimana disebutkan di atas, maka apabila hal tersebut terjadi maka pihak kreditur akan
mengganti unit kendaraan bermotor yang dikredit tersebut. Tetapi yang menjadi permasalahan adalah bagaimana jika kendaraan
Universitas Sumatera Utara
yang menjadi objek perjanjian sewa beli itu adalah kendaraan bekas, sehingga sebelum kendaraan sampai ke tangan pembeli ternyata kendaraan tersebut
rusak diakibatkan oleh terjadinya peristiwa tabrakan yang dialaminya oleh kendaraan yang menghantar kendaraan objek perjanjian sewa beli. Maka
dalam hal ini pihak kreditur menanggung kerugian yang dialami oleh debitur, dan pihak debitur dapat mengajukan pembatalan perjanjian karena keadaan
kendaraan yang disepakatinya tidak layak sebagaimana perjanjian awalnya.
C. Penyelesaian Masalah Pada Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Apabila Terjadi Wanprestasi