EFEKTIFKAH BELAJAR MATEMATIKA DI HOMESCH

Metode Penelitian Kualitatif
LAPORAN MINI RESEARCH

EFEKTIFKAH BELAJAR MATEMATIKA DI
HOMESCHOOLING ?
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Metode Penelitian Kualitatif
Ujian Tengah Semester Gasal

Oleh:
Bayu Adhiwibowo

16709251014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017

EFEKTIFKAH BELAJAR MATEMATIKA di HOMESCHOOLING?


Metode Penelitian Kualitatif

Bayu Adhiwibowo
Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
adhiwibowo.bayu@gmail.com
085743689632/085228948356

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan pembelajaran matematika
pada homeschooling, penelitian dilihat dari sisi siswa yang mengikuti pembelajaran
serta dilihat dari sisi tutor matematika. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah menggunakan kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil dari
penelitian ini menunjukan bahwa terdapat beberapa alasan siswa mengikuti
pembelajaran homeschooling, yaitu (1) tidak puas terhadap kualitas dan pendidikan
di sekolah formal. (2) Beberapa siswa mengidap penyakit yang tidak
memungkinkan siswa untuk mengikuti pembelajaran di sekolah formal. (3)
Kesibukan siswa dalam kegiatan non akademik, ada yang merupakan pembalap,
atau bahkan artis. (4) Kurang mampunya siswa bersosialisasi dengan lingkungan
sosial mereka. (5) Anak-anak memiliki kebutuhan khusus yang tidak bisa dipenuhi

di sekolah formal. (6) Faktor dari orang tua yang pekerjaan sering berpindahpindah sehingga anak-anak susah untuk sekolah di sekolah formal. Sedangkan
pembelajaran matematika dari sisi siswa termasuk dalam kategori efektif karena
perbandingan antara tutor dengan siswa bisa 1 : 1 untuk siswa individu ataupun
maksimal 1 : 6 untuk siswa dengan kelas komunitas, sehingga siswa menjadi lebih
fokus dalam menerima pembelajaran. Untuk motivasi siswa dalam pembelajaran
matematika secara umum memang tidak terlalu tinggi. Akan tetapi masih ada saja
siswa yang memiliki motivasi tinggi belajar matematika. Karena masih ada siswa
yang mau belajar matematika dengan baik dan mengikuti pembelajaran dengan
baik pula. Sedangkan dari tutor memang kurang efektif akan tetapi dari waktu yang
ada itu tetap dimanfaatkan dengan maksimal.

PENDAHULUAN
Matematika adalah sebuah pengetahuan yang bersifat universal. Matematika juga
dasar untuk segala ilmu pengetahuan yang ada di dunia, matematika diajarkan pada semua lini
pendidikan di Indonesia, baik pada sekolah SD sampai SMA, pendidikan formal ataupun
pendidikan non formal. Matematika tidak begitu saja anak lahir bisa memahaminya.
Matematika adalah sebuah ilmu yang harus dipelajari karena pada dasarnya setiap anak yang
lahir di dunia ini tidak memiliki kemampuan matematika.
Ketika pembelajaran di sekolah umum tidak bisa dilakukan oleh seorang siswa
homeschooling bisa menjadi salah satu solusi. Homeschooling akhir-akhir banyak diminati

oleh khalayak umum. Homeschooling mulai merebak di banyak kota di Indonesia, bisa
dikatakan di kota besar pasti banyak sekali didirikan homeschooling. banyak hal yang
menyebabkan siswa-siswa lebih memilih homeschooling.

Metode Penelitian Kualitatif
Secara bahasa homeschooling berasal dari bahasa Inggris yang berarti sekolah rumah.
Menurut Satmoko Budi Santoso (Sugiyarti, 2009) secara substansi makna homeschooling
pada aspek kemandirian dalam menyelenggarakan pendidikan di lingkungan keluarga.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 27 ayat 1 disebutkan
bahwa “(1) kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri dan (2) hasil pendidikan informal diakui sama
dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan
standar nasional pendidikan.” Di sinilah homeschooling mengambil andil sebagai lembaga
pendidikan informal.
Hal ini dikarenakan pengertian dari homeschooling itu sendiri yang merupakan
pendidikan di lingkungan keluarga. Akan tetapi meskipun homeschooling merupakan
pendidikan informal yang dipegang penuh oleh keluarga, para penyelenggara homeschooling
harus melaporkan kepada pemerintah atau Dinas Pendidikan kabupaten atau kota setempat;
hal ini dilakukan dalam rangka menjamin terpenuhinya hak pendidikan dan perkembangan
anak yang mengikuti kegiatan homeschooling, agar anak dapat mengikuti ujian nasional

kesetaraan Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP) dan Paket C (setara SMA).
Terdapat beberapa kelebihan dari model pendidikan homeschooling yang membuat
orangtua tertarik memilih pendidikan alternatif ini. Kelebihan tersebut adalah anak-anak yang
merasa terbebani dengan sistem pendidikan formal yang ada, juga bisa berprestasi sama atau
bahkan bisa lebih dari anak-anak lain yang sekolah di sekolah formal. Kesesuaian antara
kebutuhan dari anak tersebut dengan situasi dan kondisi keluarga yang ada. Bisa
memaksimalkan kemampuan yang dimiliki oleh siswa, karena pada sekolah reguler biasanya
akan terhambat. Selain itu dalam sisi waktu juga lebih bebas tidak ada batasan waktu yang
menghalangi. Waktu belajarnya hanya berkisar 2 – 3 hari saja, oleh karena itu lebih bisa
untung mengembangkan bakat dan minat siswa, semisal artis ataupun para atlit.
Selain itu dapat menyesuaikan dengan nilai yang menjadi pandangan hidup dalam
keluarga tanpa lebih banyak intervensi pengaruh luar alias dapat mengurahi efek-efek akibat
dari hal-hal negatif yang saat ini banyak berkembang di dunia luar rumah. Hubungan timbal
balik antar lintas umur yaitu antara peserta belajar dan orang tua dalam proses belajar anak
yang bersangkutan dapat memberikan sebuah efek positif yang bisa memberikan dukungan
mental bahwa orang tua sangat mendukung untuk anaknya mendapatkan hal yang lebih
positif. Hal ini sejalan dengan jurnal yang dituliskan oleh Haryanto Budi Wijayarto yang
menyatakan bahwa dimana siswa homeschooling lebih tinggi kompetensi sosialnya daripada
siswa sekolah reguler.
Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa macam atau jenis homeschooling. Menurut

Seto Mulyadi (Susilowati, 2014) homeschooling ada beberapa jenis yaitu tunggal, yaitu
persekolahan di rumah, dapat dikatakan berbentuk tunggal apabila diselenggarakan oleh
sebuah keluarga tanpa bergabung dengan keluarga lain. Majemuk, yaitu persekolahan di
rumah dikatakan majemuk, apabila beberapa keluarga yang mengikuti kegiatan
homeschooling bergabung untuk melaksanakan kegiatan homeschooling secara berkelompok.
Komunitas, yaitu persekolahan di rumah dikatakan majemuk apabila persekolahan di rumah
itu merupakan gabungan beberapa model homeschooling majemuk dengan kurikulum yang
lebih terstruktur sebagaimana pendidikan nonformal.

Metode Penelitian Kualitatif
Di dalam jurnal internasional oleh Michelle Wichers (2001) yang berjudul
“Homeschooling: Adventitious or detrimental for proficiency in higher education”
menyimpulkan bahwa : Therefore the hypothesis was supported by a variety of researchers
that homeschooled students performed as well or better academically as compared to
traditional schooled individuals (Siswa yang belajar di rumah (homeschooling) lebih baik
secara akademis dibandingkan dengan individu yang disekolahkan secara tradisional
(disekolah)).
Namun dibalik manfaat dan kelebihannya, penerapan homeschooling tentu saja tidak
lepas dari berbagai permasalahan yang menyertainya, seperti halnya pendidikan sekolah
formal yang memiliki permasalahan dan keterbatasan, maka demikian pula halnya dengan

pendidikan homeschooling. Permasalahan yang terjadi dalam pendidikan homeschooling ini
dapat dilihat dari interaksi yang terjadi antar setiap anggota yang melaksanakan kegiatan
belajar mengajar homeschooling. Interaksi yang berlangsung antara sesama pelajar, antara
pelajar dan tutor, antara pelajar dan orangtua, juga antara sesama orangtua.
Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai keefektifan dari pembelajaran matematika
yang dilaksanakan dalam pembelajaran homeschooling serta sikap siswa terhadap
pembelajaran matematika di homeschooling. Penelitian ini diteliti karena melihat
homescooling semakin berkembang pada akhir-akhir ini serta mau melihat keefektifan
pembelajaran matematika yang diajarkan pada homeschooling dan bagaimana proses
pembelajaran selama ini.
Penelitian yang relevan dengan hal ini adalah Latar Belakang Dan Sikap Siswa
Homeschooling Terhadap Mata Pelajaran Matematika (Studi Kasus pada Homeschooling Kak
Seto (HSKS) Solo).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian bentuk studi kasus dengan jenis pendekatan kualitatif.
Menurut Yin dalam Fauziah dan Vibriyanti (2014) menjelaskan studi kasus secara umum
merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan
dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol
peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada
fenomena kontemporer (masa kini) di dalam kehidupan nyata. Sedangkan menurut Creswell

(2015) Penelitian studi kasus adalah pendekatan kualitatif yang penelitinya mengeksplore
kehidupan nyata, sistem terbatas kontemporer (kasus) atau beragam sistem terbatas (berbagai
kasus), melalui pengumpulan yang detail dan mendalam yang melibatkan beragam sumber
informasi atau sumber informasi majemuk (misalnya, pengamatan, wawancara, bahan
audivisual, dan dokumen dan berbagai laporan), dan melaporakan deksripsi kasus dan tema
kasus.
Pemilihan partisipan dalam penelitian ini adalah beberapa siswa homeschooling
primagama yang belajar sejak awal memilih homeschooling, siswa yang belajar
homeschooling yang belajar baru saja masuk homeschooling, serta wawancara dengan pihak
tutor pengajar matematika.
Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1) Wawancara digunakan untuk menggali informasi guna memperoleh data terkait dengan
aspek-aspek, 2) Metode observasi untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara

Metode Penelitian Kualitatif
sistematis dengan prosedur yang terstandar, 3) Metode dokumentasi merupakan metode untuk
memperoleh atau mengetahui sesuatu melalui buku-buku, arsip, yang berhubungan dengan
yang akan diteliti. Analisis data yang dilakukan lebih ditekankan pada hasil wawancara
dengan siswa-siswa yang bersekolah di homeschooling primagama, tutor pengajar. Kemudian
dideskripsikan secara kualitatif menggunakan metode Berg dalam Fattah (2016) yaitu reduksi

data, display atau penyajian data serta yang terakhir adalah penyimpulan data.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Latar Belakang Siswa Homeschooling
Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar siswa yang mengikuti homeschooling
latar belakangnya adalah keluarga yang berasal dari kemampuan menengah ke atas. Orang
tua yang memilih untuk anaknya disekolahakan di homeschooling juga memiliki
pendidikan yang tinggi pula.
Sedangkan alasan siswa-siswa tersebut mengikuti pembelajaran homeschooling
antara lain :
a. Kesibukan siswa dalam kegiatan non akademik, ada yang merupakan pembalap, atau
bahkan artis.
b. Mengidap penyakit yang tidak memungkinkan siswa untuk mengikuti pembelajaran di
sekolah formal.
c. Tidak nyaman terhadap kualitas dan pendidikan di sekolah formal.
d. Kurang mampunya siswa bersosialisasi dengan lingkungan sosial mereka.
e. Anak-anak memiliki kebutuhan khusus yang tidak bisa dipenuhi di sekolah formal.
f. Faktor dari orang tua yang pekerjaan sering berpindah-pindah sehingga anak-anak
susah untuk sekolah di sekolah formal.
Hal di atas merupakan alasan-alasan yang melatarbelakangi siswa memilih
homeschooling. Homeschooling merupakan pilihan yang sudah di dukung oleh

pemerintah juga dan diberikan keleluasaan melaksanakan pembelajaran di non formal ini.
Hal ini seturut dengan undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 27 ayat 1. Dimana siswa berhak mendapatkan pendidikan non-formal
apabila tidak bisa mengikuti pembelajaran formal yang ada di sekolah.
Sesuai dengan tulisan Setya Wijayanta, Heru Raharjo, Eva Yanti Hasibuan (2005)
program ini diarahkan pada perintisan pembentukan sekolah alternatif untuk masyarakat
yang memerlukan pendidikan yang tidak diperoleh dari sekolah konvensional/formal,
penanganan permasalahan pendidikan secara serius oleh pihak yang terkait secara
profesional, meningkatkan kemampuan pengetahuan dan keterampilan bagi peserta didik,
mengurangi sistem persekolahan yang konvensional, sehingga peserta didik mendapatkan
segala kebutuhan ilmu yang dibutuhkan.
Hal ini sudah dipenuhi oleh homeschooling Primagama. Siswa homeschooling
Primagama juga mengedepankan pengembangan siswa sesuai dengan bakat dan minat
siswa. Hal ini diwujudkan dengan setiap siswa yang hendak masuk sebagai siswa di
homeschooling Primagama harus melakukan tes sidik jari serta tes potensi akademik.
Selain itu homeschooling Primagama juga menyediakan kelas – kelas semacam
ekstrakulikuler mulai dari memasak, kelas Science, kelas musik, kelas olahraga yang bisa
mengembangkan minat dan bakat siswa.
2. Sikap dan Motivasi Siswa Homeschooling pada pelajaran Matematika


Metode Penelitian Kualitatif
Pembelajaran dari homeschooling Primagama ini terdiri atas 4 bentuk yaitu : belajar
secara komunitas kelas yang terdiri atas paling banyak 6 siswa, kelas individu yang
belajar langsung dengan tutor serta pembelajaran tidak langsung antara siswa dengan tutor
dengan bantuan skype, dan yang terakhir adalah non pendampingan. Siswa non
pendampingan yaitu siswa belajar sendiri di rumah bisa dengan orang tua yang
bersangkutan, bisa dengan pihak ketiga yang memberikan bantuan pelajaran kepada siswa
yang bersangkutan. Pada siswa model ini akan tetapi dikirimkan soal-soal ulangan harian
sesuai dengan keperluan siswa setelah mencapai satu bab sebagai nilai ulangan harian.
Sedangkan untuk ulangan tengah semester serta ulangan akhir semester tetap
menggunakan yang dari pihak homeschooling Primagama, bisa lewat email ataupun
mengikuti langsung di sekolah sesuai jadwal.
Berdasarkan menurut peraturan menteri pendidikan nasional menurut undang-undang
nomor 14 tahun 2007 maka struktur kurikulum Paket B untuk tingkat 3 ( derajat terampil
1) atau setara kelas VII dan VII adalah 8 SKK, sedangkan untuk tingkat 4 (derajat
terampil 2) atau setara kelas IX adalah 4 SKK. Untuk kejar Paket C program IPA dan IPS
untuk tingkat 5 (derajat mahir 1) setara kelas X adalah 4 SKK, sedangkan untuk tingkat 6
( derajat mahir 2) setara kelas XI-XII adalah 8 SKK.
SKK merupakan penghargaan terhadap pencapaian kompetensi sebagai hasil belajar
peserta didik dalam menguasai suatu mata pelajaran. SKK diperhitungkan untuk setiap

mata pelajaran yang terdapat dalam struktur kurikulum. Satu SKK dihitung berdasarkan
pertimbangan muatan SK dan KD tiap mata pelajaran. SKK dapat digunakan untuk alih
kredit kompetensi yang diperoleh dari jalur pendidikan informal, formal, kursus, keahlian
dan kegiatan mandiri. Satu SKK adalah satu satuan kompetensi yang dicapai melalui
pembelajaran 1 jam tatap muka atau 2 jam tutorial atau 3 jam mandiri, atau kombinasi
secara proporsional dari ketiganya. Satu jam tatap muka yang dimaksud adalah satu jam
pembelajaran yaitu sama dengan 35 menit untuk Paket A, 40 menit untuk Paket B, dan 45
menit untuk Paket C.
Pada pelaksanaan yang dilakukan oleh homeschooling primagama adalah 60 menit
jam tatap muka untuk semua jenis paket pembelajaran baik itu Paket A, Paket B maupun
Paket C. Dengan jumlah jam pelajaran selama satu semester sekitar 15-16 jam pelajaran
untuk satu mata pelajaran. Hal ini sudah sesuai dengan peraturan menteri pendidikan
nasional tahun 2007.
Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar siswa tetap merasakan kesulitan dalam
menerima dan memahami pembelajaran matematika. Dalam pembelajaran matematika
yang dilakukan pada homeschooling pelajaran terbagi atas pembelajaran tatap muka,
pembelajaran tutorial dan pembelajaran mandiri. Pembelajaran yang saat ini sudah
dilaksanakan dengan baik adalah pembelajaran tatap muka. Sedangkan pembelajaran
tutorial dan pembelajaran mandiri cenderung belum dilaksanakan dengan baik. Hal ini
dikarenakan waktu pembelajaran yang dilaksanakan saat ini waktunya terbatas. Hanya ada
sekitar 15-16 jam dalam jangka waktu satu semester. Dan siswa banyak juga yang tidak
melaksanakan pembelajaran mandiri yang itu merupakan tugas dari siswa homeschooling
itu sendiri.

Metode Penelitian Kualitatif
Mengenai hasil ujian akhir semester siswa masih banyak sekali yang belum bisa
mendapatkan nilai KKM pada saat ujian akhir semester. Nilai asli siswa tersebar dalam
tabel berikut:
Nomor

Kelas

Jumlah siswa total

1

Paket B setara
SMP kelas 7
2
Paket B setara
SMP kelas 8
3
Paket B setara
SMP kelas 9
4
Paket C setara
SMA kelas 10 IPA
5
Paket C setara
SMA kelas 11 IPA
6
Paket C setara
SMA kelas 12 IPA
7
Paket C setara
SMA kelas 10 IPS
8
Paket C setara
SMA kelas 11 IPS
9
Paket C setara
SMA kelas 12 IPS
Jumlah Total

7

Jumlah
kompeten
1

siswa Jumlah
siswa
tidak kompeten
6

13

3

10

35

4

31

6

0

6

12

4

8

18

5

13

12

2

10

27

4

23

26

0

26

156

23

133

Berdasakan tabel di atas ketika dibuat prosentase hasil ujian akhir semester dalam
bentuk diagram lingkaran adalah sebagai berikut :
Ketuntasan UAS Paket B Ketuntasan UAS Paket C
14.85%

14.55%
85.45%
85.15%
Kompeten
Tidak Kompeten

Kompeten
Tidak Kompeten

Diagram di atas adalah diagram yang memperlihatkan ketercapaian ketuntasan Ujian
Akhir Semester gasal tahun ajaran 2016 / 2017. Berdasarkan ketercapaian dari Ujian
Akhir Semester yang dilaksanakan pada semester gasal tahun ajaran 2016 / 2017 ini
terlihat bahwa ketercapaian kompetensi dengan ujian masih sangat rendah, yaitu hanya 15
% saja. Hal ini sebetulnya juga sebanding dengan sekolah-sekolah pada umumnya dimana
dengan kategori siswa yang pada belajar pada sekolah tersebut dengan input yang biasabiasa saja.
Dari sisi ketercapaian yang kurang baik itu memang ada beberapa alasan. Dari sisi
siswa itu sendiri memang kurang memiliki motivasi yang tinggi agar mendapatkan nilai
yang baik. Untuk siswa-siswa yang memang memiliki kemauan yang tinggi pasti hasil
ujian akhir semester juga akan baik. Oleh karena itu dilakukan wawancara terhadap

Metode Penelitian Kualitatif
beberapa siswa untuk melengkapi alasan nilai-nilai ujian siswa mendapatkan nilai baik
walaupun dengan waktu pembelajaran yang terbatas selama proses pembelajaran.
Hasil wawancara kepada siswa 1 yang saat ini posisi berada di Australia, dia masuk
siswa homeschooling pada kelas VIII mulai pada bulan juli 2016 . Siswa ini sebelum
masuk ke homeschooling primagama dia bersekolah di salah satu SMP Negeri favorit di
kota Yogyakarta. Siswa 1 bersekolah di Australia karena mengikuti orang tua yang sedang
melakukan study di Australia. Dia selama sekolah di Australia juga tetap bersekolah pada
sekolah reguler. Dia bersekolah pada pagi hari kemudian dilanjutkan dengan sekolah di
homeschooling Primagama pada pukul 13.00 WIB sampai sekitar pukul 16.00 WIB, atau
ketika di Australia sudah pukul 05.00 pm sampai sekitar pukul 08.00 pm. Hal ini menjadi
tantangan sendiri untuk siswa 1 dalam belajar pada homeschooling. Siswa merasa sangat
terbantu dengan tutor-tutor homeschooling yang sangat mudah untuk bekerjasama dalam
pengaturan pembelajaran karena bisa mengganti hari belajarnya. Siswa juga merasa
senang dengan tutor-tutor homeschooling Primagama juga sangat mudah akrab.
Siswa ini berkata bahwa pembelajaran matematika di Indonesia masuk dalam
kategori susah, berbeda halnya dengan di Australia yang lebih mengajarkan hal yang
simpel akan tetapi diajarkan secara lebih mendalam. Siswa ini di Australia masuk sekolah
reguler pada kelas VII ketika dibuat setara di Indonesia. Pada tingkatan kelas VII di
Australia salah satu bab belajar secara mendalam mengenai penggunaan jangka. Berikut
adalah cuplikan wawancaranya :
P
: “Siswa 1, bagaimana pendapatmu mengenai pelajaran matematika di
homeschooling dengan matematika di Australia ataupun dengan sekolahmu di
Indonesia yang dahulu ?”
S1
: “Kalau dibandingkan dengan pelajaran matematika di Australia pelajaran di
Indonesia jauh lebih susah mister, di Australia pelajaran matematika setara
kelas VII gampang banget mister. Kalau dibandingkan dengan SMP
sebelumnya lebih mudah homeschooling, materi sama tapi tingkat kesulitan
soal lebih susah sekolah reguler.”
Pembelajaran yang dilakukan adalah pembelajaran individu dengan berbantuan
aplikasi skype pada laptop, komputer, atau bahkan menggunakan smartphone ketika
terjadi sesuatu hal yang menyebabkan tidak bisa menggunakan laptop atau komputer.
Tutor memberikan pengajaran dengan melakukan share screen, voice call, atau bahkan
video call. Proses ini mengharuskan tutor membuat sebuah modul pembelajaran agar bisa
memfasilitasi siswa memahami proses pembelajaran. Hal ini sering sekali dilakukan
ketika siswa berada pada tempat yang jauh dan buku paket belum sampai pada siswa.
Siswa 1 ini memang kategori anak yang pandai, dalam proses pembelajaran setiap
waktu pasti bisa mengikuti dengan baik, hasil ujian tengah semester dan ujian akhir
semester selalu baik pada semua mata pelajaran. Hal ini karena selama belajar di Australia
dia juga berusaha untuk mengikuti materi Indonesia. Dia mengunduh beberapa buku
sekolah elektronik yang digunakan di Indonesia. Orang tua dari siswa 1 ini juga sangat
mendukung siswa untuk belajar dengan baik. Beliau sering mencarikan soal-soal yang
bisa digunakan oleh siswa tersebut belajar. Siswa juga aktif dalam pembelajaran ketika
mendapatkan soal-soal yang susah dalam persiapan ujian tengah semester ataupun ujian

Metode Penelitian Kualitatif
akhir semester selalu bertanya pada tutor. Terkadang malah menanyakan hal yang susah
atau diluar dari materi yang ada pada materi homeschooling.
Siswa ini memiliki motivasi yang sangat tinggi dalam belajar. Akan tetapi terkadang
susah dalam hubungannya waktu karena perbedaan waktu yang terpaut 4 jam dengan
Indonesia. Terkadang siswa juga memindahkan waktu pembelajaran pada hari sabtu atau
minggu karena waktu pada hari senin – jumat sudah sibuk mentutorsi sekolah regulernya
di Australia. Hal ini menunjukan memang siswa memang memiliki motivasi yang tinggi
dalam pembelajaran walaupun mengalami hambatan dalam waktu.
Setelah ujian akhir semester ini selesai siswa ini baru saja mendapatkan buku
pelajaran dari Indonesia. Oleh orang tua siswa 1 ini juga tetap diminta untuk mempelajari
ulang pembelajaran selama satu semeter. Karena hal ini digunakan nanti untuk persiapan
ketika kembali Indonesia kemampuannya akan sama dengan teman-teman yang lain.
Sehingga bisa mengikuti pembelajaran dengan baik pada kurikulum Indonesia nantinya.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan siswa 1 masuk dalam kategori siswa yang
memiliki motivasi yang tinggi dalam pembelajaran matematika. Selain itu dia juga
bersikap positif terhadap pembelajaran matematika. Hal ini didukung dengan dia yang
selalu aktif dalam setiap pembelajaran matematika serta selalu bertanya jika mengalami
kesulitan dalam belajar matematika pada tutor.
Siswa 2 yang diwawancara adalah siswa yang berasal dari daerah Wonosobo. Siswa
ini mulai belajar masuk homeschooling pada awal tahun ajaran 2016 / 2017, sebagai siswa
kelas X IPS. Siswa ini pada saat Sekolah Menengah Pertama kadang mendapatkan
bullying dari teman-teman disekolahnya. Oleh karena hal itu orang tua murid memilihkan
untuk dia bersekolah di homeschooling. Hal ini bertujuan agar anaknya terhindar dari
bullying dari teman-teman sekolahnya. Siswa juga menyatakan bahwa di homeschooling
teman-temannya lebih ramah terhadap dirinya. Tutor-tutor juga akrab dengan siswa
sehingga komunikasinya lebih mudah.
Dari sisi pembelajaran matematika menurut siswa ini antara pembelajaran sekolah
reguler dengan homeschooling lebih fokus pembelajaran di homeschooling. Hal ini
dikarenakan siswa merasa lebih fokus dalam pembelajaran, lebih bisa bertanya banyak hal
ketika dalam proses pembelajaran. Satu siswa dengan satu pengajar tentunya akan
memberikan hasil yang berbeda dengan satu tutor harus belajar dengan 30 siswa
sekaligus. Hal ini menjadi salah satu sisi positif dari sebuah pembelajaran homeschooling.
Penyerapan materi juga akan lebih mendalam walaupun dengan waktu yang sangat
terbatas. Hal ini di dukung dengan sedikit cuplikan wawancara berikut :
Peneliti : “Bagaimana menurutmu tentang pelajaran matematika di HSPG jika
dibandingkan dengan sekolahmu dulu?”
Siswa 2 : “Sebenarnya pelajarannya sama saja mas, tapi lebih fokus ketika belajar di
HSPG karena satu siswa mendapatkan satu tutor sedangan di sekolah kan
satu guru buat banyak siswa.”
Peneliti : “Owh begitu, terus kalau belajar bagaimana biasanya?”
Siswa 2 : “Biasanya saya belajar dulu di HS pada hari itu lalu dilanjutkan les sesuai
dengan mapel hari itu apa.”
Peneliti : “Kamu ikut les juga? Mapel apa saja?

Metode Penelitian Kualitatif
Siswa 2

: “Cuma matematika dan bahasa inggris saja mas, tapi les ini hanya sebagai
pemantap saja mas buat setelah belajar dari HSPG.”
Dalam proses belajar siswa sendiri di rumah siswa juga menggunakan bantuan
dengan tutor les tambahan. Akan tetapi menurut siswa itu hanya sebagai tambahan saja,
bukan merupakan hal yang utama karena yang utama adalah pembelajaran di sekolah.
Yang dilakukan oleh siswa ini adalah belajar matematika setiap minggu hanya satu kali
saja yaitu 60 menit. Setelah selesai belajar dengan tutor di homeschooling maka pada sore
hari dilanjutkan belajar matematika dengan les.
Pembelajaran yang dilakukan adalah pembelajaran individu dengan berbantuan
aplikasi skype pada laptop, komputer, atau bahkan menggunakan smartphone ketika
terjadi sesuatu hal yang menyebabkan tidak bisa menggunakan laptop atau komputer.
Tutor memberikan pengajaran dengan melakukan share screen, voice call, atau bahkan
video call. Proses ini mengharuskan tutor membuat sebuah modul pembelajaran agar bisa
memfasilitasi siswa memahami proses pembelajaran. Hal ini sering sekali dilakukan
ketika siswa berada pada tempat yang jauh dan buku paket belum sampai pada siswa.
Berdasarkan hal di atas maka bisa terlihat motivasi belajar siswa 2 ini termasuk
kategori baik. Kalau tidak maka dia hanya akan belajar pada saat itu saja, tanpa berusaha
untuk menjadi lebih baik lagi. Siswa ini ketika diminta mengerjakan tugas juga pasti akan
mengerjakan tugas tersebut. Ketika siswa tidak bisa belajar karena ada kegiatan yang
menghambat proses pembelajaran maka dia pasti akan meminta jam pengganti untuk
pembelajaran saat itu. Hal ini juga ditunjukan pada setiap ulangan harian, ujian tengah
semester, dan ujian akhir semester pada semester ini juga hasilnya baik. Dan pada kategori
yang tidak harus mengikuti remidi. Itu terjadi pada semua mata pelajaran yang dia ikuti.
Wawancara pada siswa 3 yang masuk menjadi siswa homeschooling Primagama
mulai bulan juli 2016. Siswa 3 masuk ke kelas XII IPS, sebelumnya siswa ini bersekolah
di salah satu Sekolah Menengah Atas swasta di Yogyakarta. Siswa ini memilih sekolah di
homeschooling Primagama karena dia mengidap penyakit gangguan saluran kencing
sehingga mengharuskan periksa di rumah sakit untuk beberapa hari sekali. Selain itu fisik
juga tidak kuat untuk mengikuti kegiatan sekolah formal pada umumnya karena menjadi
mudah lelah.
Siswa ini masuk kedalam kelas komunitas dimana jumlah siswa dalam kelas
komunitas maksimal adalah 6 orang. Dalam wawancara siswa 3 ini menyatakan dirinya
merasakan bisa lebih paham materi matematika ketimbang pelajaran matematika pada
sekolah reguler. Siswa 3 beralasan pada sekolah reguler yang dulu dijalaninya
perbandingan jumlah tutor dengan siswa adalah 1 : 30. Sedangkan pada homeschooling ini
perbandingan siswa dengan tutor maksimal hanya 1 : 6 saja. Dari situ maka siswa 3
mengutarakan bahwa pembelajaran matematika pada homeschooling itu lebih efektif.
Kepuasan pelayanan dalam pendidikan menjadi lebih tinggi. Siswa 3 merasakan bahwa
lebih mudah memahami pelajaran matematika di homeschooling primagama.
Dalam proses belajar siswa 3 di rumah dia masih memerlukan bantuan dari tutor les.
Tutor les menurut siswa 3 hanya sebagai pelengkap saja, bukan sebagai yang utama dari
pembelajaran matematikanya. Siswa ini terkadang tidak bisa mengikuti pembelajaran
karena harus melakukan pengobatan dengan penyakitnya. Pada keadaan seperti ini siswa 3

Metode Penelitian Kualitatif
biasanya dalam belajar dengan tutor les dengan waktu yang lebih lama utamanya untuk
mengejar ketinggalan materi yang diajarkan di homeschooling.
Menurut siswa 3 ini pembelajaran homeschooling sangatlah membantu untuk siswasiswa yang mengalami beberapa kendala dalam sekolah di tempat reguler. Hal ini bisa
sebagai salah satu alternatif sekolah dan tetap mendapatkan ijazah walaupun masuk dalam
kategori kejar paket. Akan tetapi ada sedikit kelemahan dari homescooling yaitu mengenai
ketertiban siswa, kontrol tutor terhadap siswa dirasa masih kurang. Hal ini perlu
ditingkatkan lagi menurut siswa 3. Untuk soal-soal yang dilaksanakan ketika ulangan
tengah semester ataupun ulangan akhir semester memiliki taraf yang sama antara
homeschooling dengan sekolah reguler yang sudah pernah dialami oleh siswa.
Berdasarkan hasil wawancara di atas bisa disimpulkan bahwa siswa 3 ini termasuk
siswa yang menilai bahwa pembelajaran matematika yang dilaksanakan oleh
homeschooling efektif dari sisi penerimaan siswa. Serta memiliki motivasi yang baik juga
pada pembelajaran matematika. Hal ini terlihat dari siswa berusaha melakukan belajar
lebih ketika dia tidak bisa mengikuti pembelajaran secara reguler pada homeschooling.
Dari sisi nilai memang siswa ini tidak mendapatkan nilai yang baik akan tetapi kemauan
dia selama pembelajaran termasuk anak yang masih ada kemauan untuk belajar
matematika.
Wawancara pada siswa 4 adalah siswa homeschooling Primagama kelas XII IPS.
Siswa ini sudah mengikuti homeschooling sejak kelas 6 SD yaitu tahun 2009. Siswa ini
termasuk dalam kategori siswa yang sudah lama menjadi siswa homeschooling
Primagama. Siswa ini memilih homeschooling karena merasa tidak nyaman dengan sistem
pendidikan di sekolah reguler. Kurang mendukung dalam hubungan sosial serta sistem
dan suasana belajar yang juga kurang mendukung belajar dengan siswa ini.
Selama masa tujuh tahun belajar di homeschooling Primagama siswa ini sudah
pernah belajar dengan sistem komunitas ataupun dengan sistem individu. Berdasarkan
wawancara ini siswa menyatakan bahwa belajar dengan sistem individu lebih nyaman
ketimbang dengan menggunakan sistem komunitas. Hal ini karena ketika belajar dengan
sistem individu siswa bisa menjadi lebih tinggi kualitas belajarnya atau lebih fokus untuk
belajar siswa. Karena setiap siswa mendapatkan satu tutor. Dalam proses belajarnya siswa
ini sejak pertama kali belajar pernah belajar dengan sistem 60 menit untuk satu kali
belajar dalam setiap minggunya.
Siswa 4 merasa bahwa matematika bukan merupakan hal yang susah. Akan tetapi
membutuhkan banyak latihan mengenai pelajaran matematika. Hal ini sangat tepat, karena
memang matematika adalah pelajaran yang tidak bisa dipelajar dengan membaca saja
harus didukung dengan melakukan banyak latihan agar intuisi mengenai matematika lebih
paham. Cara belajar siswa ini dengan mengerjakan soal-soal yang sudah diberikan selama
pembelajaran kemudian mencari soal-soal yang setipe dengan yang sudah dipelajari.
Apabila mengalami kesulitan juga sering menghubungi tutor diluar jam pembelajaran. Hal
ini didukung dengan sedikit transkrip wawancara sebagai berikut :
Peneliti : “Bagaimana menurutmu tentang pelajaran matematika dari SD sampai SMA
di HSPG?”
Siswa 4 : “Sebenarnya pelajarannya enak mas, tapi kadang saya bingung sama
matematika, mungkin harus sering latihan soal sayanya mas.”

Metode Penelitian Kualitatif
Peneliti
Siswa 4

: “Betul sekali itu, terus kalau belajar bagaimana biasanya?”
: “Biasanya saya mencoba mengerjakan soal-soal yang ada di buku tetapi
melihat contoh pengerjaan soalnya lebih dalu.”
Peneliti : “Wah betul begitu memang kalau mau belajar Matematika.”
Siswa ini saat ini sudah kelas XII, sehingga ini menyebabkan siswa harus belajar
dengan sangat intensif. Oleh karena itu selain belajar bersama dengan tutor siswa juga
belajar dengan mengikuti bimbingan belajar sendiri. Hal ini karena tuntutan dalam usaha
mendapatkan hasil yang baik dalam Ujian Nasional Paket Kesetaraan. Siswa ini biasanya
meluangkan waktu untuk belajar materi matematika minimal 2 jam untuk setiap
minggunya. Apalagi ketika akan melaksanakan ulangan harian, ulangan tengah semester
ataupun ulangan akhir semester akan belajar lebih banyak lagi. Berdasarkan hal ini berarti
siswa tersebut memberikan penilaian positif pada pelajaran matematika. Selain itu juga
menunjukan bahwa siswa ini memiliki motivasi yang tinggi dari belajar matematika.
Wawancara berikutnya adalah dengan salah satu tutor yang senior, beliau sudah
mengajar sejak awal berdirinya homeschooling Primagama. Pada awalnya bukan berupa
sekolah atau program kegiatan belajar masyarakat seperti saat ini. Awalnya hanya berupa
bimbingan belajar mempersiapkan Ujian Kejar Paket. Sampai akhirnya berubah menjadi
seperti saat ini sebuah program kegiatan belajar masyarakat yang berjalan mirip sekolah
reguler dengan sistem rapot dan lain-lain sesuai dengan peraturan dari kementrian
pendidikan nasional.
Dalam proses pembelajaran yang sudah dilaksanakan selama ini tutor sudah
mengalami berbagai jenis siswa, mulai dari siswa yang rendah kemampuannya, sampai
kemampuan yang tinggi. Dari berbagai siswa yang ada selama ini kebanyakan memang
kurang berminat dan motivasi yang rendah terhadap matematika. Mereka banyak
menggangap bahwa matematika itu susah dan tidak perlu untuk kedepannya mereka.
Karena mereka kebanyakan apa yang diingini tidak membutuhkan matematika.
Sikap siswa terhadap matematika ini biasanya hampir di setiap tahun pelajaran
hampirlah sama. Setiap tahun ajaran dalam untuk paket A atau setara dengan SD dan paket
B atau setara SMP masih banyak siswa yang memberikan respon positif terhadap
matematika. Karena masih banyak materi matematika yang bisa dihubungkan dengan
materi dunia nyata. Hal ini membuat siswa menjadi lebih tertarik pada mata pelajaran
matematika. Sedangkan untuk materi SMA biasanya dari satu tingkatan kelas hanya
sekitar 2 – 4 siswa saja yang memang memiliki motivasi tinggi dari setiap kelasnya, akan
tetapi hanya pada jurusan IPA saja. Sedangkan untuk anak IPS lebih sedikit lagi.
Pada satu tahun ajaran 2014-2015 pernah banyak siswa SMA saat itu memang suka
terhadap materi pembelajaran matematika. Mereka dalam kegiatan pembelajaran
matematika itu aktif dan tertarik, bukti yang biasa dilihat oleh tutor dalam setiap
pembelajaran itu selalu memperhatikan yang sering meminta soal-soal lagi yang berguna
untuk menambah kemampuan mereka. Mereka secara umum berarti memang
membutuhkan matematika untuk pelajaran mereka, dan berusaha agar mendapatkan nilai
– nilai yang baik serta mendapatkan pembelajaran matematika secara mendalam.
Proses pembelajaran yang selama ini dilakukan oleh tutor selama ini berjalan dengan
baik. Untuk waktu yang dilaksanakan dalam satu semester ini sekitar 15 – 16 jam
pembelajaran dan waktu pembelajaran setiap pembelajaran 60 menit. Dalam proses

Metode Penelitian Kualitatif
pembelajaran tutor sudah sering melaksanakan berbagai metode yang sudah banyak
dikenal oleh guru-guru matematika. Akan tetapi proses pembelajaran yang dilakukan oleh
tutor dengan selama ini kurang berjalan efektif. Karena waktu 60 menit untuk mengajar
bukan hal yang mudah dengan jumlah waktu satu semester 15 – 16 pertemuan dalam satu
semester. Akan tetapi kekurangan hal itu bukan sesuatu hal yang akan bermasalah sekali.
Nanti ketika para siswa pada kelas ujung 6 SD, 9 SMP dan 12 SMA akan diadakan kelas
intensif untuk mereka. Yang bertujuan mengulang pembelajaran materi pada kelas di
bawahnya untuk persiapan Ujian Nasional Paket Kesetaraan.
Pembelajaran matematika yang dilaksanakan selama ini dari sisi tutor dilihat dari
bagian waktu memang sangat kurang karena materi yang disampaikan hampir sama
dengan sekolah reguler. Oleh karena itu tutor lebih sering menggunakan handout untuk
mempermudah siswa. Handout itu berisi sedikit ringkasan materi beserta beberapa latihan
soal untuk siswa. Hal ini akan lebih efektif dengan situasi siswa yang ada pada
homeschooling Primagama.
Sebagian besar siswa homeschooling adalah anak yang kritis. Mereka sering
menanyakan apakah kegunaan matematika pada kehidupan sehari-hari dalam kehidupan
nanti siswa kemudian. Hal ini lebih sering diutarakan oleh siswa – siswa SMA. Dalam
pembelajaran siswa – siswa ini sebetulnya membutuhkan bantuan orang lain untuk
membangkitkan motivasi belajar mereka. Siswa dalam satu minggu karena hanya belajar
dengan waktu 60 menit maka ketika di rumah tidak melakukan belajar ulang maka materi
matematika yang diajarkan selama disekolah akan hilang dengan mudah. Seturut dengan
hal in sebtulnya dirumah orang tua juga harus bisa mendukung sistem belajar siswa. Bisa
siswa dibantu oleh orang tua langsung ataupun menggunakan bantuan pihak ketiga.
Pembelajaran yang dilaksanakan dalam waktu 60 menit ini ketika siswa merupakan
siswa yang memiliki dasar suka terhadap pelajaran matematika maka tidak akan susah.
Untuk membangun pengetahuan matematika mereka agaknya susah karena memang
memori yang digunakan adalah memori jangka pendek. Untuk bisa menjadi memori
jangka panjang maka dibutuhkan bantuan pihak selain tutor dan siswa dalam usahanya
mau membangun pengetahuan matematika. Jika ini berjalan dengan lancar maka siswa
akan bisa membangun pengetahuan matematika mereka dengan baik. Melihat dari
kemampuan siswa – siswa yang hanya bisa dalam memori jangka pendek saja. Sering
terjadi siswa-siswa yang pada ulangan hariannya mendapatkan nilai yang baik akan tetapi
pada saat ulangan tengah semester, ataupun ulangan akhir semester siswa sering jatuh
nilainya. Hanya sebatas pada kompeten saja, tidak bisa mendapatkan nilai yang sangat
baik. Perihal ini sebetulnya juga sering terjadi pada banyak sekolah-sekolah yang memang
siswanya juga kemampuan menengah saja.
Pembelajaran yang lebih baik antara pembelajaran individu dan komunitas dengan
sisi persiapan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam satu pertemuan akan lebih
mudah mengajar kelas individu karena pencapaian lebih bisa mendalam. Sedangkan untuk
kelas individu yang menggunakan media skype persiapan yang lebih banyak lagi. Karena
lebih susah mengajarkan matematika dengan media komputer, haruslah bisa yang
berinteraksi antara dua arah serta baik itu untuk tutor dan siswa. Hal ini bisa lebih
meningkatkan hasil belajar siswa.

Metode Penelitian Kualitatif
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan maka dapat kita simpulkan beberapa hal di
bawah ini :
1. Alasan siswa memilih homeschooling
Ada beberapa siswa memilih belajar homeschooling yaitu :
a. Ketidaknyaman terhadap kualitas dan pendidikan di sekolah formal.
b. Kesibukan siswa dalam kegiatan non akademik, ada yang merupakan pembalap, atau
bahkan artis.
c. Mengidap penyakit yang tidak memungkinkan siswa untuk mengikuti pembelajaran di
sekolah formal.
d. Kurang mampunya siswa bersosialisasi dengan lingkungan sosial mereka.
e. Anak-anak memiliki kebutuhan khusus yang tidak bisa dipenuhi di sekolah formal.
2. Sikap dan motivasi siswa terhadap pelajaran matematika
Siswa berdasarkan hasil wawancara dengan tutor pengajar memang secara umum belum
menunjukan sikap postif terhadap pembelajaran matematika. Akan tetapi masih ada saja
siswa – siswa yang memiliki sikap positif pada pembelajaran matematika. Siswa – siswa
yang memiliki sifat positif pada matematika ini sebagian besar memiliki motivasi yang
tinggi pada pembelajaran matematika serta memang suka dengan pembelajaran
matematika. Hal tersebut berdasarkan wawancara terhadap keempat siswa yang memiliki
motivasi tinggi dalam belajar matematika. Sebetulnya sikap mereka yang kurang positif
itu karena memang mereka merasakan bahwa matematika tidak terlalu penting untuk
kehidupan mereka mendatang sesuai bakat mereka saat ini, ataupun pekerjaan yang akan
mereka geluti nantinya.
3. Keefektifan pembelajaran matematika di homeschooling
Pembelajaran matematika di homeschooling menurut siswa – siswa merasakan cukup
dengan waktu yang diberikan oleh homeschooling saat ini. Secara kepuasaan dalam
pembelajaran matematika mereka merasa lebih puas karena perbandingan siswa dengan
tutor 1 : 1 pada kelas individu dan 1 : 6 maksimal pada kelas komunitas. Dan ini dinilai
lebih efektif oleh siswa yang melaksanakan homeschooling. Sedangkan dari pihak Tutor
kalau dilihat dari waktu pembelajaran maka memang kurang efektif karena memang
materi belum tersampaikan dengan baik. Akan tetapi dengan waktu yang ada itu bisa
dimanfaatkan paling tidak pada materi penting untuk persiapan Ujian Nasional Paket
Kesetaraan.

DAFTAR PUSTAKA
Budi Wijayarto, Haryanta.2015. Perbandingan Kompetensi Sosial Siswa Komunitas
Homeschooling Dengan Siswa Reguler Sd Muhammadiyah 1 Surakarta. Jurnal Prima
Edukasia, Volume 3 - Nomor 1(26-32)

Metode Penelitian Kualitatif
Creswell, John. W. (2015). Penelitian Kualitatif & Desain Riset: Memilih di Antara Lima
Pendekatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hanurawan, Fattah. 2016. Metode Penelitian Kualitatif:Untuk Ilmu Psikologi. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Peraturan Menteri. 2007 . Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 14 tahun 2007
tentang Standar Isi untuk Program Paket A, Program Paket B, dan Program Paket C.
Rahmawati,Ika., Harta,Idris., Subadi,Tjipto.,2012. LATAR BELAKANG DAN SIKAP SISWA
HOMESCHOOLING TERHADAP MATA PELAJARAN MATEMATIKA (Studi Kasus
pada Homeschooling Kak Seto (HSKS) Solo). Universitas Muhammadiyah Surakarta
Susilowati, Sri Adi. 2014. PERENCANAAN, PELAKSANAAN, EVALUASI, DAN HASIL
BELAJAR MATEMATIKA PADA PENDIDIKAN INFORMAL ( PATRIAE ACADEMY
YOGYAKARTA SETINGKAT KELAS DELAPAN SMP PADA POKOK BAHASAN
EKSPONENSIAL TAHUN PELAJARAN 2012/2013. Skripsi. Universitas Sanata
Dharma.
Undang - Undang. 2003. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Vibriyanthy, Ricca.,(2014). Fauziah,Puji Yanti. Implementasi Pendidikan Karakter di
Homeschooling Kak Seto Yogyakarta. Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan
Masyarakat, Volume 1 – Nomor 1
Wichers, Michelle. 2001.Homeschooling: “Adventitious or detrimental for proficiency in
higher education”. Education. Vol. 122, Iss. 1; pg. 145-151.