Efektifkah Asuransi Pengangguran Diberik docx

Efektifkah Asuransi Pengangguran Diberikan Kepada Pengangguran di Indonesia?
(Studi Kasus Meningkatnya Pengangguran di Eropa)

Disusun Oleh :
Kelompok 11
Muhammad Nizar Khalifi (25)
Sulis Andy Utama (37)
Teddy Setiawan (38)

Politenik Keuangan Negara STAN
Jurusan Akuntansi
Program Studi Diploma III Akuntansi Alih Program
2016/2017

Efektifkah Asuransi Pengangguran Diberikan Kepada Pengangguran di Indonesia?
(Studi Kasus Meningkatnya Pengangguran di Eropa)
Oleh:
Kelompok 11 (RPS 11: Pengangguran)


Muhammad Nizar Khalifi




Sulis Andy Utama



Teddy Setiawan

1. Latar Belakang
Dalam ilmu makroekonomi, pengangguran adalah masalah yang terberat karena memengaruhi
manusia secara langsung. Mayoritas masyarakat menganggap menganggur berarti ketidakmampuan
dalam menghadapi kehidupan dan memberikan tekanan mental kepada mereka yang menderitanya. Itu
sebabnya dalam setiap kampanye politik, calon-calon penguasa selalu menyelipkan suatu kebijakan
dalam memberantas pengangguran.
Kenyataannya pengangguran bukanlah hal yang dapat ditiadakan ke titik nol persen. Setiap hari
sebagian pekerja kehilangan atau keluar dari pekerjaannya, sebagian orang lagi yang menganggur
diterima bekerja. Ini disebut pengangguran alamiah, yaitu pasang surut yang terjadi secara terus-menerus
antara mereka yang bekerja dan mereka yang menganggur dalam suatu angkatan kerja. Tidak semua
orang setelah menganggur dapat langsung bekerja, jika jumlah yang kembali bekerja lebih besar daripada

yang keluar dari pekerjaan tingkat pengangguran berkurang. Sebaliknya jika jumlah mereka yang
berhenti bekerja lebih besar daripada mereka yang mulai bekerja, tingkat pengangguran meningkat.
Semua kebijakan yang bertujuan menurunkan tingkat pengangguran alamiah akan menurunkan
tingkat pemutusan kerja atau meningkatkan tingkat perolehan pekerjaan. Demikian pula, semua kebijakan
yang memengaruhi tingkat pemutusan kerja atau perolehan pekerjaan akan mengubah tingkat
pengangguran alamiah. Salah satu kebijakan yang memengaruhi tingkat pengangguran alamiah adalah
Asuransi Pengangguran atau biasa juga disebut Tunjangan Menganggur.
Menurut program asuransi pengangguran, para penganggur dapat mengambil sebagian dari upah
mereka selama periode tertentu setelah mereka kehilangan pekerjaan sebelumnya. Tujuan program ini
sebenarnya sangat baik, agar mereka yang baru saja kehilangan pekerjaan tidak serta-merta kehilangan
penghasilan seratus persen. Selain mengurangi kesulitan ekonomi para pengangguran hal ini juga
mengurangi stres atau tekanan mental para pengangguran. Di sisi lain, ternyata adanya program asuransi
pengangguran ini secara tidak sengaja meningkatkan waktu yang diperlukan untuk mencari pekerjaan
bagi para penganggur atau yang biasa disebut pengangguran friksional.

2

Dalam paper ini, tim penulis akan mengkaji pengaruh asuransi pengangguran terhadap meningkatnya
jumlah pengangguran di Eropa, terutama empat negara Eropa terbesar: Prancis, Jerman, Italia, dan
Inggris. Pada Prancis dan Jerman pengangguran berkisar antara dua persen di tahun 1960-an dan berubah

menjadi sepuluh persen pada beberapa tahun terakhir. Banyak ahli ekonomi yang percaya masalah ini
terjadi salah satunya akibat interaksi kebijakan jangka panjang yaitu besarnya tunjangan menganggur
yang dinikmati oleh para pengangguran.
Setelahnya tim penulis akan berusaha menghipotesa sembari menganalisis apabila kebijakan asuransi
pengangguran ini diterapkan juga di Indonesia apakah yang akan terjadi? Berkaitan dengan perbedaan
kultur, budaya, dan kebiasaan masyarakat Indonesia. Apakah program asuransi pengangguran dapat
mengurangi tingkat pengangguran alamiah, atau sejalan dengan yang terjadi di Eropa sana yang malah
membuat tingkat pengangguran semakin naik?
2. Meningkatnya Pengangguran di Eropa
Pasar tenaga kerja di Eropa dianggap kaku dan tidak fleksibel yang berujung pada tingginya angka
pengangguran. Kesimpulannya, orang-orang Eropa harus melakukan sesuatu pada pasar tenaga kerja
mereka atau dalam beberapa tahun ke depan mereka akan menghadapi jumlah pengangguran yang
semakin besar.
Negara-negara Eropa yang berbeda memiliki pasar tenaga kerja yang berbeda pula. Hal ini sering
kali dikarenakan perbedaan bahasa dan kebudayaan. Sebagai konsukuensinya jumlah pengangguran
antar-negara di Eropa pun berbeda-beda seperti kita lihat dalam tabel berikut:
Tabel Tingkat Pengangguran Negara-Negara di Eropa Menurut OECD (Organization for Economic
Cooperation and Development)
1983-1996


1983-1988
Jangka

Jangka

Total

Total

Austria
Belgia
Denmark
Finlandia
Prancis
Jerman

3,8
9,7
9,9
9,1

10,4
6,2

3,6
11,3
9,0
5,1
9,8
6,8

Pendek
3,3
6,0
4,0
5,4
3,7

Panjang
8,0
3,0

1,0
4,4
3,1

Barat
Irlandia
Italia
Belanda
Norwegia
Portugal
Spanyol
Swedia
Swiss
Inggris

15,1
7,6
8,4
4,2
6,4

19,7
4,3
1,8
9,7

16,1
6,9
10,5
2,7
7,6
19,6
2,6
0,8
10,9

6,9
3,1
5,0
2,5
3,5

8,3
2,3
0,7
5,8

9,2
3,8
5,5
0,2
4,2
11,3
0,3
0,1
5,1
3

1989-1994
Jangka

Jangka


3,7
8,1
10,8
10,5
10,4
5,4

Pendek
2,9
7,9
8,9
6,5
3,2

Panjang
5,1
5,0
1,7
3,9

2,2

14,8
8,2
7,0
5,5
5,0
18,9
4,4
2,3
8,9

5,4
2,9
3,5
4,3
3,0
9,1
4,0
1,8

5,5

9,4
5,3
3,5
1,2
2,0
9,7
0,4
0,5
3,4

Total

Sumber: OECD Employment Outlook, U.K. Employment Trends
Tabel di atas memberikan kita informasi mengenai pengangguran dari masa resesi besar pada awal
1980-an. Kolom pertama memberikan rangkuman sementara kolom lain menyediakan data rata-rata dari
dua sub-periode. Poin penting yang langsung terlihat dari variasi negara-negara di Eropa adalah jumlah
pengangguran yang membentang di periode 1983 hingga 1996 dari 1,8 persen di Swiss hingga 19,7
persen di Spanyol.
Jika analisa pada tabel itu diperdalam lagi, maka akan muncul dua poin tambahan. Pertama, negaranegara Eropa dengan tingkat pengangguran yang rendah (Austria, Jerman Barat, Norwegia, Portugal,
Swedia dan Swiss) tidak dianggap memiliki pasar tenaga kerja yang fleksibel. Di sisi lain, pasar tenaga
kerja Inggris selalu dianggap sebagai yang paling fleksibel di Eropa dan ternyata rata-rata tingkat
penganggurannya lebih besar dari sebagian besar negara-negara Eropa lain.
Kedua, fakta dari tabel tersebut terlihat bahwa variasi pada tingkat pengangguran jangka pendek
secara substantif lebih kecil daripada tingkat pengangguran jangka panjang, dimana pengangguran jangka
panjang biasa didefinisikan sebagai lamanya pengangguran lebih dari satu tahun. Sehingga menyikapi
pengangguran jangka panjang ini berbeda dengan pengangguran jangka pendek dalam beberapa hal.
Pengangguran jangka pendek dapat digunakan pemerintah untuk mengendalikan inflasi sedangkan
pengangguran jangka panjang dianggap sebagai beban tambahan bagi suatu negara karena kontribusi
mereka yang sangat kecil untuk menahan tingkat penghasilan pada suatu titik yang apabila diteruskan
beresiko timbulnya inflasi (OECD, 1993, hal. 94). Pengangguran jangka panjang sangat jauh berada dari
pasar tenaga kerja yang aktif dan kehadiran mereka hanya berimbas kecil pada kebijakan sistem
penggajian. Jadi jika ditemukan suatu sistem kebijakan mikroekonomi yang tepat dapat mengeliminasi
pengangguran jangka panjang, ini akan berkolerasi negatif dengan implikasinya pada ekonomi makro,
yaitu dalam pengendalian inflasi tidak diperlukan peningkatan pada tingkat pengangguran jangka pendek.
3. Apa Saja Aspek-Aspek yang Membuat Pasar Tenaga Kerja Meningkatkan Jumlah Pengangguran?
Tujuan kita dalam bagian ini adalah menunjukkan secara tepat aspek-aspek apa pada pasar tenaga
kerja yang menghasilkan pengangguran dan yang tidak. Lalu kita bisa mengambil fakta tersebut untuk
melihat hubungan dengan tingginya jumlah pengangguran di Eropa.
Pertama-tama mari kita akan menganalisa tabel ketenagakerjaan menurut OECD dari tahun 1989
sampai 1994:
Tabel Pasar Tenaga Kerja I OECD, 1989-1994
Kekakuan Langsung
Perlindungan
Standar
Pekerja

Perlakuan Terhadap Pengangguran
Tingkat
Lamanya
Keaktifan

Ketenagakerjaa

Penggantian
4

Asuransi

Pasar

n

Asuransi

Penganggura

Tenaga

Pengangguran (%)
n (Tahun)
Kerja
Austria
16
5
50
2
8,3
Belgia
17
4
60
4
14,6
Denmark
5
2
90
2,5
10,3
Finlandia
10
5
63
2
16,4
Prancis
14
6
57
3
8,8
Jerman Barat
15
6
63
4
25,7
Irlandia
12
4
37
4
9,1
Italia
20
7
20
0,5
10,3
Belanda
9
5
70
2
6,9
Norwegia
11
5
65
1,5
14,7
Portugal
18
4
65
0,8
18,8
Spanyol
19
7
70
3,5
4,7
Swedia
13
7
80
1,2
59,3
Swiss
6
3
70
1
8,2
Inggris
7
0
38
4
6,4
Sumber: OECD Jobs Study (1994), Bagian II, Tabel 6.7, kolom 5. OECD Employment Outlook (1994),
Tabel 4.8, kolom 6.
Langkah pertama adalah dengan melihat karakteristik tiap pasar tenaga kerja di negara-negara yang
berbeda. Tabel di atas memperlihatkan hubungan langsung antara kekakuan pasar tenaga kerja dengan
rangkuman statistik perlakuan terhadap para pengangguran. Indeks perlindungan ketenagakerjaan pada
kolom 1 disusun oleh OECD berdasarkan pantauan terhadap aturan pemerintah dalam memperkerjakan
ataupun memberhentikan tenaga kerja. Setiap negara diurutkan dari 1 sampai 20 dengan 20 sebagai
negara dengan peraturan paling ketat. Negara-negara dari Eropa Selatan memiliki aturan yang paling
ketat dan ternyata aturan tersebut semakin melemah saat kita beranjak menuju Utara. Swiss, Denmark,
dan Inggris memiliki aturan ketenagakerjaan yang paling lemah di Eropa.
Indeks standar ketenagakerjaan pada kolom 2 juga diambil berdasarkan data dari OECD dan
mengacu pada seberapa besar pengaruh aturan yang diterapkan pemerintah suatu negara terhadap aspekaspek di pasar ketenagakerjaan. Indeks ini berkisar dari 0 hingga 10, dimana suatu negara dinilai 0
apabila peraturannya hampir atau tidak ada sama sekali hingga 2 yang menandakan pasar tenaga kerja
diatur sangat ketat oleh pemerintah dalam lima dimensi pengukuran: jam kerja, perjanjian kontrak,
perlindungan pekerja, upah minimum dan perlindungan hukum pada tenaga kerja. Masing-masing nilai
indeks kemudian dijumlahkan. Gambarannya mirip seperti kolom pertama. Inggris memiliki peraturan
yang sangat lemah sementara Spanyol dan Italia banyak mempunyai aturan-aturan dan regulasi yang
mengikat. Jadi tidak diragukan lagi untuk diakui apabila kita berpikir ketidakluwesan pasar tenaga kerja
mengacu pada ketatnya peraturan operasi pada pasar tenaga kerja, dimana Eropa Selatan menjadi yang
paling tidak fleksibel.
Sistem asuransi pengangguran cukup variatif. “Tingkat penggantian” yang menunjukkan penghasilan
yang digantikan tunjangan pengangguran, dan lamanya durasi tunjangan pengangguran tersebut cukup
dermawan. Tetapi Italia masih sulit menemukan kebijakan asuransi pengangguran yang tepat.
5

Beberapa negara dengan asuransi pengangguran paling besar memiliki waktu terbatas yang ketat
terutama di daerah Skandinavia. Swedia misalnya, tingkat penggantian asuransi mencapai 80 persen yang
diberi batas waktu selama 1,2 tahun. Kolom selanjutnya yaitu “keaktifan pasar tenaga kerja” mengacu
pada pengeluaran pada aktivitas yang dilakukan pasar tenaga kerja untuk membantu para pengangguran
kembali bekerja dan sebagian besar juga berusaha untuk melebarkan pangsa pasar tenaga kerja mereka ke
negara-negara Eropa yang lain. Di dalamnya termasuk pelatihan tenaga kerja, asistensi dalam pencarian
kerja, subsidi, dan perlakuan khusus bagi mereka yang berkebutuhan khusus. Angka-angka dalam kolom
ini didapat dari perhitungan antara pengeluaran yang dikeluarkan pasar tenaga kerja untuk setiap mereka
yang menganggur sebagai persentase GDP (Gross Domestic Product) untuk setiap anggota dari angkatan
kerja. Nilai Swedia mendekati 60 yang berarti pengeluaran dalam kebijakan pemberantasan
pengangguran mendekati 60 persen dari output nasional untuk setiap tenaga kerja potensial yang berarti
dapat dikategorikan sangat tinggi. Spanyol dengan kata lain adalah suatu kombinasi antara besarnya
tunjangan pengangguran yang diberikan dengan rendahnya tingkat pengeluaran untuk kebijakan dalam
keaktifan pasar tenaga kerja.
Tabel Pasar Tenaga Kerja II OECD, 1989-1994
Kepadatan

Indeks

Serikat

Jangkauan

Pekerja

Serikat

Koordinasi
Serikat Pekerja
Tenaga
Kerja

Pekerja
Austria
46,2
3
3
Belgia
51,2
3
2
Denmark
71,4
3
3
Finlandia
72,0
3
2
Prancis
9,8
3
2
Jerman Barat 32,9
3
2
Irlandia
49,7
3
1
Italia
38,8
3
2
Belanda
25,5
3
2
Norwegia
56,0
3
3
Portugal
31,8
3
2
Spanyol
11,0
3
2
Swedia
82,5
3
3
Swiss
26,6
2
1
Inggris
39,1
2
1
Sumber: Layard et al. (1991), Annex 1.4, dan OECD Employment

Tingkat

Total

Pajak (%)

Tingkat
Pajak

(%)
3
22,6
53,7
2
21,5
49,8
3
0,6
46,3
3
25,5
65,9
2
38,8
63,8
3
23,0
53,0
1
7,1
34,3
2
40,2
62,9
2
27,5
56,5
3
17,5
48,6
2
14,5
37,6
1
33,2
54,2
3
37,8
70,7
3
14,5
38,6
1
13,8
40,8
Outlook (1994), hal. 175-85, OECD

data set.
Tabel selanjutnya pada kolom bagian awal memperlihatkan variabel-variabel yang merangkum
struktur dari peranan serikat pekerja pada keputusan upah. Di kebanyakan negara-negara di Eropa dengan
pengecualian Inggris dan Swiss, serikat pekerja memainkan peran yang sangat signifikan dalam
penentuan upah. Kolom kepadatan serikat pekerja menunjukkan proporsi anggota serikat pekerja terhadap
seluruh penerima gaji dan upah. Tetapi ini semua tidak menjelaskan secara gamblang. Di banyak negara,
negosiasi serikat pekerja seringkali menentukan upah tenaga kerja yang tidak menjadi anggota tetap pada
serikat. Di Spanyol dan Prancis contohnya, hanya sekitar 10 persen pekerja yang merupakan bagian dari
6

serikat tetapi upah dari lebih 70 persen dari seluruh tenaga kerja dibantu oleh kesepakatan serikat pekerja.
Sehingga “indeks jangkauan serikat pekerja” menampilkan rangkuman dari para pekerja yang dijangkau
oleh kesepakatan serikat pekerja, dimana 3 berarti lebih dari 70 persen terjangkau, 2 berarti antara 25-70
persen terjangkau dan 1 berarti di bawah 25 persen yang terjangkau.
Kolom selanjutnya pada tabel menunjukkan pengaruh koordinasi dalam tawar-menawar upah dari
sisi serikat pekerja dan tenaga kerja. Pada setiap negara, tingkat koordinasi antara serikat pekerja dan
tenaga kerja diurutkan dari paling rendah bernilai 1 dan paling tinggi bernilai 3. Dari beberapa negara itu
kemudian antara serikat pekerja dan khususnya para pekerja mengkoordinasikan kegiatan penawaran
upah mereka misalnya di daerah Skandinavia dan Eropa Tengah. Pada negara di daerah dimana serikat
pekerja hanya melakukan peran kecil meskipun langkah yang diambil adalah kebijakan penting seperti di
Inggris dan Swiss, koordinasi mengenai tawar-menawar upah ini sangat sedikit, dengan pengecualian
penting seperti di Swiss dimana koordinasi para pekerjalah yang memainkan peran sangat penting.
Dua kolom terakhir pada tabel memberikan informasi mengenai beban pajak pada tenaga kerja.
Pertama, kita melihat kolom tingkat pajak yang didefinisikan sebagai rasio biaya ketenagakerjaan dalam
hal upah dan kemudian kita lihat total tingkat pajak dimana ini merupakan penjumlahan dari rata-rata
tingkat pajak dalam hal biaya upah, pendapatan, dan konsumsi. Kolom terakhir diambil berdasarkan data
agregat pajak dan pendapatan. Tingkat pajak bervariasi antar negara dengan Denmark hampir meniadakan
tingkat pajak pada upah sedangkan Prancis dan Italia dengan tingkat pajak hampir mendekati 40 persen.
Total tingkat pajak sebaliknya lebih sedikit memberikan variasi dan menunjukkan ukuran yang nyata
terhadap selisih pajak antara biaya tenaga kerja sebenarnya dengan upah yang dibawa pulang sebenarnya.
Ini layak disebut sebagai pengukuran yang tepat terhadap beban pajak pada tenaga kerja.
4. Penanganan pada Pengangguran
Ada dua aspek dalam menangani pengangguran secara individu yang bisa dikategorikan sebagai
penanganan pasif dan penanganan aktif. Penanganan pasif contohnya adalah pada masalah pembayaran,
yang biasanya berbentuk asuransi pengangguran yang diberikan dalam suatu periode tertentu.
Penanganan aktif atau kebijakan aktif dengan pandangan lain memiliki ukuran-ukuran untuk meyakinkan
para pengangguran dapat dan mau untuk mengambil pekerjaan.
Pada sisi pasif, tunjangan pengangguran yang besar memengaruhi para pengangguran dengan dua
mekanisme. Pertama, tunjangan pengangguran mengurangi ketakutan dari para pengangguran dan
kemudian secara langsung meningkatkan tekanan upah ke atas pada para pekerja (contohnya melalui
serikat pekerja). Kedua, tunjangan pengangguran mengurangi potensi efektivitas para pengangguran
untuk memilih pekerjaan sementara dengan membuat para pengangguran lebih memilih dengan pekerjaan
yang tersedia sesuai dengan minat dan bakat mereka. Pengaruh dari besarnya asuransi pengangguran
terhadap rasio penggantian tingkat pengangguran telah didokumentasikan dengan baik (Layard, Nickell
dan Jackman, 1991; OECD, 1991, grafik 7.1B) dan ini dipastikan dengan koefisien yang signifikan dalam
7

tingkat penggantian pengangguran. Aspek penting lainnya dari sistem asuransi pengangguran ini adalah
durasi lamanya seseorang merasa berhak mendapatkan tunjangan penganggurannya. Asuransi
pengangguran jangka panjang menghasilkan pengangguran jangka panjang juga (Tabel 6, baris 3; OECD,
1991, Grafik 7.1B). Tentu saja dapat dibuat suatu pendapat bahwa negara-negara mungkin memberikan
tunjangan pengangguran yang lebih besar ketika pengangguran menjadi masalah serius, jadi pada korelasi
antar negara, hubungan sebab-akibat berlaku pada pengangguran dan asuransi pengangguran daripada
aspek lainnya. Tetapi, bukti mikroekonomi pada dampak positif antara tunjangan pengangguran, durasi
lamanya menganggur dan lamanya seseorang yang menganggur bekerja kembali (Narendranathan,
Nickell and Stren, 1985; Meyer, 1990) menyarankan bahwa setidaknya observasi pada korelasi antarnegara diambil sebagai faktor nominal.
Dampak dari secara relatif besarnya sistem asuransi pengangguran mungkin bertolakbelakang
dengan ukuran-ukuran aktif yang cocok untuk mendorong kembali masyarakat agar kembali bekerja.
Beberapa kebijakan sepertinya dapat berjalan dengan cukup baik ketika dipasangkan dengan durasi
asuransi pengangguran yang relatif cukup pendek., mengurangi pengangguran jangka panjang sembari
mengurangi kesenjangan sosial yang mungkin terjadi jikalau pemberian tunjangan pengangguran
dihentikan tanpa menawarkan asistensi aktif dalam mencari pekerjaan baru.
Meskipun tunjangan pengangguran memengaruhi tingkat pengangguran, dari hasil penelitian di atas
sepertinya sistem asuransi pengangguran juga memberi dampak kecil terhadap penawaran tenaga kerja.
Ada suatu sugesti mengenai jika besarnya asuransi pengangguran maka akan memperbesar juga tingkat
pengangguran, tetapi juga memperbesar tingkat partisipasi dalam pencarian kerja karena para
pengangguran ini membuat pasar tenaga kerja menjadi lebih atraktif, karena partisipasi ini pun diperlukan
sebagai syarat besarnya tunjangan pengangguran dapat diberikan. Ini akan menjadi konsisten dengan
pengaruh lemah asuransi pengangguran terhadap rasio pekerja atau populasi, karena tingginya tingkat
pengangguran dan tingginya partisipasi pasar tenaga kerja akan membuat efek yang saling meniadakan.
5. Asuransi Pengangguran di Eropa
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, peningkatan jumlah pengangguran di Eropa semakin lama
semakin besar. Para ekonom sering membahas hal ini dalam perbincangan terkait ekonomi
ketenagakerjaan modern. Banyak pihak menyarankan untuk meregulasi peraturan mengenai besarnya
jumlah asuransi pengangguran ini. Akan tetapi, perubahan kebijakan yang disarankan ini dikhawatirkan
akan menimbulkan masalah baru karena para pihak yang menyarankan perubahan hanya melihat efek
langsung meningkatnya durasi menganggur tanpa memerhatikan efek positif kebijakan ini secara tidak
langsung yaitu peningkatan stabilitas ketenagakerjaan. Keuntungan dari program asuransi pengangguran
yakni memberikan waktu bagi para penganggur untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan minat,
bakat, dan kemampuan yang dimiliki, alih-alih terpaksa bekerja di tempat yang tidak sesuai dengan
keahlian si penganggur karena tekanan finansial dengan langsung menerima tawaran kerja pada
kesempatan pertama (OECD, Employment Outlook, 1996, hal.28). Teorinya, efek positif dari asuransi
8

pengangguran bisa dijelaskan sebagai sebuah standar baru yakni subsidi mencari pekerjaan baru (Burdett,
1979), untuk meningkatkan taraf hidup dan kualitas pekerjaan baru yang sesuai dalam ruang lingkup
ketenagakerjaan secara makro. Marimon dan Zilibotti (1999) menyatakan dalam suatu keadaan pencarian
yang ekuilibrium, menunjukkan bahwa asuransi pengangguran memang mengurangi jumlah tenaga kerja
tetapi membantu para pekerja untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan mereka
yang berimplikasi pada kemustahilan bagi mereka untuk dipecat dari pekerjaan yang mereka jalani
sekarang.
Dengan mempertimbangkan aspek-aspek positif dari tunjangan pengangguran relevan sebagai suatu
kebijakan dimana suatu tantangan bagi Eropa untuk mencapai ketenagakerjaan penuh sebagai suatu target
jangka panjang, yang diperlukan bukan hanya sebagai pemancing orang-orang agar semakin banyak yang
masuk ke pasar tenaga kerja, tetapi juga untuk menjaga kestabilan tenaga kerja. Yang mengejutkan, tidak
ada bukti empiris di level Eropa yang dapat mencocokkan kedua efek tersebut.
Dengan menginvestigasi literatur empiris mengenai efek dari asuransi pengangguran dengan tingkat
pengangguran dan lamanya durasi bekerja di Eropa. Efek dari asuransi pengangguran diidentifikasikan
sebagai pembanding hasil antara penerima dan yang tidak menerima. Hasil penelitian empiris
menunjukkan bahwa menerima tunjangan pengangguran mengurangi secara signifikan tingkat kegagalan
(hazard rate) dari meninggalkan zona pengangguran yang berarti berujung pada durasi menganggur yang
lebih lama. Ini diyakini oleh prediksi teoritis dan literatur empiris lanjutan terhadap efek asuransi
pengangguran pada durasi menganggur. Lebih jauh lagi, efek menerima tunjangan pengangguran pada
durasi menganggur lebih besar lagi dampaknya pada negara-negara dengan jumlah asuransi
pengangguran yang besar seperti Prancis dan Jerman.
Jika ditelisik lebih dalam lagi, meskipun ada efek negatif secara langsung pada asuransi
pengangguran yaitu semakin lamanya waktu menganggur sebenarnya ada efek tidak langsung yang
positif dari asuransi pengangguran ini dalam stabilitas tenaga kerja ke depannya. Terlihat sebenarnya
bahwa tingkat kegagalan untuk keluar dari suatu pekerjaan lebih kecil bagi para penerima tunjangan
pengangguran ketika mereka diberhentikan sebelumnya dibandingkan dengan orang-orang yang tidak
menerima tunjangan pengangguran. Efek tidak langsung ini dijabarkan sebagai (a) pada negara dengan
tunjangan pengangguran yang relatif lebih besar seperti Denmark, Jerman, dan Prancis, dibandingkan
dengan negara-negara dengan negara-negara seperti Yunani dan Italia dimana sistem asuransi
pengangguran mereka belum terencana dengan baik dan (b) untuk para penerima yang setidaknya telah
menghabiskan waktu menganggur sekurang-kurangnya 6 bulan. Dalam hal efek yang meluas, para
penerima tunjangan pengangguran mampu bertahan dalam pekerjaan 2 sampai 4 bulan lebih lama
dibandingkan mereka yang tidak menerima tunjangan pengangguran, yang berarti menampilkan 10
sampai 20 persen relatif meningkat dibandingkan dengan rata-rata durasi bekerja. Ini berlawanan dengan
efek langsung asuransi pengangguran menghasilkan efek bersih yang non-negatif.

9

Penemuan ini bersisian dengan teori yang menyatakan persamaan efek dari asuransi pengangguran
dimana hal ini relevan dengan negara-negara yang secara relatif memberikan sistem asuransi
pengangguran dengan jumlah lebih banyak. Dari pandangan kebijakan, hasil-hasil ini mengindikasikan
bahwa proposal untuk mengubah ulang sistem asuransi pengangguran harus dilihat dari kedua sisi baik itu
sisi efek langsung maupun efek tidak langsung untuk menyeimbangkan desain yang pas agar sistem
asuransi pengangguran ini efisien dalam rangka menggapai tujuan meningkatnya tingkat perolehan
pekerjaan di Eropa.
6. Pengangguran di Indonesia
Semasa pemerintahan orde baru, pembangunan ekonomi mampu menambahkan banyak pekerjaan
baru di Indonesia, yang dengan demikian mampu mengurangi angka pengangguran nasional. Sektorsektor yang terutama mengalami peningkatan tenaga kerja (sebagai pangsa dari jumlah total tenaga kerja
di Indonesia adalah sektor industri dan jasa sementara sektor pertanian berkurang. Pada tahun 1980-an
sekitar 55 persen populasi tenaga kerja Indonesia bekerja di bidang pertanian, tetapi belakangan ini angka
tersebut berkurang menjadi sekitar 40 persen.
Namun krisis keuangan Asia (krisis moneter-krismon) yang terjadi pada akhir tahun 1990-an
merusak pembangunan ekonomi Indonesia (untuk sementara) dan menyebabkan angka pengangguran
meningkat menjadi lebih dari 20 persen dan angka tenaga kerja yang harus bekerja di bawah level
kemampuannya juga meningkat. Sementara banyak yang ingin mempunyai pekerjaan full-time hanya bisa
mendapatkan pekerjaan part-time.
Sebagian besar tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan di daerah perkotaan karena krisis moneter
pindah ke pedesaan dan masuk ke dalam sektor informal (terutama di bidang pertanian). Walaupun
Indonesia telah mengalami pertumbuhan makroekonomi yang kuat sejak tahun 2000-an dan boleh
dikatakan Indonesia sekarang telah pulih dari krisis pada akhir tahun 1990-an itu, sektor informal ini baik
di kota maupun di desa sampai sekarang masih tetap berperan besar dalam perekonomian Indonesia.
Walau agak sulit untuk menentukan jumlahnya secara pasti, diperkirakan bahwa sekitar 55 sampai 65
persen pekerjaan di Indonesia adalah pekerjaan informal. Saat ini sekitar 80 persen dari pekerjaan
informal itu terkonsentrasi di wilayah pedesaan, terutama di sektor konstruksi dan pertanian.
Pertumbuhan makroekonomi yang cukup kuat selama lebih dari satu dekade ini secara perlahan telah
mampu menurunkan angka pengangguran di Indonesia. Namun dengan kira-kira dua juta penduduk
Indonesia yang tiap tahunnya terjun ke dunia kerja adalah tantangan yang sangat besar untuk pemerintah
Indonesia menstimulasi penciptaan lahan kerja baru agar pasar tenaga kerja dapat menyerap para pencari
kerja yang tiap tahunnya terus bertambah. Pengangguran muda yang kebanyakan adalah mereka yang
baru lulus sekolah atau kuliah adalah salah satu kekhawatiran utama dan butuh adanya tindakan cepat
yang efektif.

10

Dengan jumlah total penduduk sekitar 255 juta orang, Indonesia adalah negara berpenduduk terpadat
keempat di dunia setelah Republik Rakyat Tiongkok, India dan Amerika Serikat. Negara Indonesia ini
juga memiliki populasi penduduk yang muda karena sekitar setengah dari total penduduk Indonesia
berumur di bawah 30 tahun. Jika kedua faktor ini digabungkan indikasinya Indonesia adalah negara yang
memiliki kekuatan tenaga kerja yang besar yang akan berkembang menjadi lebih besar lagi ke depan.
Maka akan sangat penting penciptaan lapangan kerja di Indonesia ini dalam menyongosong
perekonomian bebas dan besar di Asia Tenggara.
Tabel Tenaga Kerja Indonesia (dalam juta)
Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber: BPS

Tenaga Kerja
116,5
119,4
120,3
120,2
121,9
122,4
127,8

Bekerja
108,2
111,3
113,0
112,8
114,6
114,8
120,8

Menganggur
8,3
8,1
7,3
7,4
7,2
7,6
7,0

Tabel selanjutnya menunjukkan angka pengangguran di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Tabel tersebut menunjukkan penurunan yang terjadi secara perlahan dan berkelanjutan, khususnya angka
pengangguran wanita. Pengangguran wanita berkurang drastis bahkan mulai mendekati angka
pengangguran pria. Meskipun demikian masalah persamaan gender seperti di negara-negara lain masih
menjadi isu penting di Indonesia. Walau sudah ada kemajuan dalam beberapa sektor utama seperti
pendidikan dan kesehatan, wanita masih cenderung bekerja di bidang informal dengan rasio dua kali lebih
banyak daripada pria, mengerjakan pekerjaan tingkat rendah dan dibayar lebih rendah daripada pria yang
melakukan pekerjaan yang sama.
Tabel Pengangguran di Indonesia
Tahun

Pengangguran

(% dari Total Tenaga Kerja)
2006
10,3
2007
9,1
2008
8,4
2009
7,9
2010
7,1
2011
6,6
2012
6,1
2013
6,2
2014
5,9
2015
6,2
Sumber: Bank Dunia dan BPS

Pengangguran Pria

Pengangguran Wanita

(% dari Total TK Pria)
8,5
8,1
7,6
7,5
6,1
-

(% dari Total TK Wanita)
13,4
10,8
9,7
8,5
8,7
-

Salah satu karakteristik Indonesia adalah bahwa angka pengangguran cukup tinggi yang dihadapi
oleh tenaga kerja muda usia 15 sampai 24 tahun, jauh lebih tinggi dari angka rata-rata pengangguran
secara nasional. Mahasiswa dan mahasiswi yang baru lulus dari universitas dan siswa sekolah kejuruan
11

dan menengah mengalami kesulitan menemukan pekerjaan di pasar tenaga kerja nasional. Hampir
setengah dari jumlah total tenaga kerja di Indonesia hanya memiliki ijazah Sekolah Dasar saja. Semakin
tinggi pendidikannya semakin rendah partisipasinya dalam kekuatan tenaga kerja di Indonesia. Meskipun
demikian dalam beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan tren yaitu pangsa pemegang ijazah
pendidikan tinggi semakin besar dan pangsa pemegang ijazah pendidikan dasar semakin berkurang.
Tabel Pengangguran Muda di Indonesia
Tahun

Pengangguran Muda Pria

Pengangguran Muda Wanita

(% dari Tenaga Kerja Pria Berusia 15-24

(% dari Tenaga Kerja Wanita Berusia 15-

Tahun)
27,7
23,8
21,8
21,6
21,1
19,3

24 Tahun)
34,3
27,3
25,5
23,0
22,0
21,0

2006
2007
2008
2009
2010
2011
Sumber: Bank Dunia

Sektor pertanian tetap berada di posisi teratas dalam hal penyerapan tenaga kerja. Tabel di bawah
menyajikan empat sektor terpopuler yang menyerap paling banyak tenaga kerja di tahun 2011 dan
setelahnya.
Tabel Tenaga Kerja per Sektor (dalam juta)
Pedagang Grosir,
Tahun
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber: BPS

Pertanian

Pedagang Ritel,

42,5
39,9
39,2
39,0
37,8
38,3

Restoran dan Hotel
23,2
23,6
24,1
24,8
25,7
28,5

Jasa Masyarakat,
Sosial, dan Pribadi
17,0
17,4
18,5
18,4
17,9
19,8

Industri Manufaktur
13,7
15,6
15,0
15,3
15,3
16,0

Pekerjaan rentan atau tenaga kerja yang tidak dibayar dan pengusaha baik untuk pria maupun wanita
angkanya lebih tinggi di Indonesia daripada di negara-negara maju atau berkembang lainnya. Dalam satu
dekade terakhir ini tercatat sekitar 60 persen untuk pria Indonesia dan 70 persen untuk wanita di
Indonesia. Banyak yang merupakan bagian dari pekerja rentan adalah mereka yang bekerja di sektor
informal.
7. Kesimpulan
Bukanlah hal mudah dalam memberantas pengangguran. Setiap negara di dunia ini sejatinya
memiliki impian untuk menekan tingkat pengangguran serendah-rendahnya agar keadaan ketenagakerjaan
12

penuh (full-employment) dapat terlaksana. Tetapi negara-negara maju di benua Eropa pun mengalami
masalah pelik terkait hal ini.
Asuransi pengangguran bagaikan sebuah pedang bermata dua. Di satu sisi, para penganggur dapat
memiliki waktu lebih banyak dalam mencari pekerjaan agar mendapat pekerjaan yang sesuai minat dan
bakatnya sehingga diharapkan pekerjaan itu akan awet dan yang bersangkutan tidak berhenti atau dipecat.
Di sisi lain, adanya asuransi pengangguran bagi mereka yang pemalas mungkin akan memberatkan
perusahaan yang memberikan dia tunjangan. Seperti kita tahu, asuransi pengangguran tidak semata-mata
diberikan langsung bagi orang-orang yang menganggur, melainkan mereka harus bekerja dulu selama
beberapa waktu dan memenuhi persyaratan tertentu dari perusahaan sebelumnya. Beberapa contoh
tercantum pada tabel berikut:
Tabel Asuransi Pengangguran di Beberapa Negara Eropa
Skema
Denmark

Asuransi

Prancis

Asuransi

Persyaratan/Kondisi

Tingkat Pembayaran

Kontribusi Pekerja

Asuransi
90% dari referensi

52 minggu dalam 3 tahun

pendapatan
40% sampai 57%

Asuransi

yang berkurang

4-60 bulan

terakhir

setiap interval 4

tergantung usia

12 bulan dalam 3 tahun

Menerima asuransi
Asistensi

pengangguran saat akhir
tahun atau saat diperlukan

Yunani

Irlandia

Italia

Asuransi

1+3 tahun

4 bulan dalam 18 bulan

bulan
60% dari pendapatan
Jerman

Durasi (bulan)

bersih untuk lajang
dan 67% bagi yang
memiliki anak
53% dari pendapatan
bersih untuk lajang
dan 57% bagi yang
memiliki anak

125 hari dalam 14 bulan atau

40% atau 50% dari

200 hari dalam 2 tahun

upah harian

Asuransi

39 minggu dalam 1 tahun

Asistensi

Diuji terlebih dahulu

Umum

52 minggu dalam 2 tahun

Tarif tetap (98 Euros
per minggu)
Tarif tetap (97-98
Euros per minggu)
30% dari rata-rata
upah dalam 3 bulan

12-64 bulan
tergantung usia dan
riwayat kontribusi
Tak terbatas, perlu
diperbaharui tiap
tahun
5 sampai 12 bulan
tergantung riwayat
kontribusi
390 hari
Tak terbatas

180 hari

terakhir
Spesial

43 minggu dalam 2 tahun
pada industri bangunan

13

80% dari pendapatan

90 hari

12 bulan dengan sekurangMobilitas

80% dari suplemen

kurangnya 6 bulan bekerja

pendapatan

efektif pada perusahaan

70% dari pendapatan
Spanyol

Asuransi

12 bulan dalam 6 tahun

pada 180 hari
pertama dan 60%
setelahnya

36 bulan

4-24 bulan
tergantung riwayat
kontribusi

Kontribusi dibayar dalam
salah satu dari 2 tahun pajak
Inggris

Asuransi

dimana klaim asuransi

Tarif tetap (65-83

berdasarkan jumlah

Euros per minggu)

sekurang-kurangnya 25 kali

tergantung usia

182 hari

kontribusi minimum dalam
tahun tersebut
Tarif tetap (99-130
Asistensi

Diuji terlebih dahulu

Euros per minggu)

Tak terbatas

tergantung usia
Sumber: European Commission Missoc 1994
Bagaimana jika hal ini diterapkan di Indonesia? Pertama kali yang harus ditelaah adalah sudah
siapkah pemerintah dan perusahaan? Mengingat seringnya para buruh melakukan demonstrasi untuk
kenaikan upah. Padahal mereka sendiri sebagian hidup lebih dari cukup. Ditakutkan hal seperti asuransi
pengangguran ini akan banyak mengalami salah sasaran jika diterapkan di Indonesia.
Kita lihat saja seperti program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang notabene seharusnya hanya
diterima oleh mereka yang betul-betul miskin. Tetapi sebagian dari mereka yang mengklaim hak atas BLT
tersebut tidak bisa disebut miskin. Datang dengan menggunakan motor, merokok dan menggunakan
perhiasan dari emas.
Program asuransi pengangguran memang bagus jika dilaksanakan tepat sasaran dan tepat kebijakan.
Memaksakan program ini di tempat yang belum sesuai budayanya hanya akan menambah masalah baru
yang lebih kompleks daripada negara-negara Eropa. Lebih baik pemerintah melakukan kebijakan
ekspansif yang lain seperti kebijakan jika suatu perusahaan dibangun, pegawainya adalah masyarakat
sekitar untuk mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia.
Secara garis besar, kesimpulan yang kami temukan adalah sebagai berikut:
1.

Tingkat pengangguran adalah persentase dari angkatan kerja yang tidak bekerja. Dimana
kategori tidak bekerja mencakup mereka yang tidak bekerja, memiliki keinginan untuk bekerja,
14

dan telah mencoba mencari pekerjaan selama 4 minggu terakhir serta mereka yang sedang
menunggu panggilan kerja kembali dari tempat dimana mereka dipecat.
2.

Tingkat pengangguran yang meningkat dapat menurunkan daya beli masyarakat. Daya beli
masyarakat yang turun menyebabkan turunnya permintaan terhadap barang dan jasa. Komponen
konsumsi (C) dari GDP juga turun. Yang artinya perekonomian negara juga turun.

3.

Daya beli masyarakat yang berkurang akibat berkurangnya pendapatan juga berpengaruh
terhadap kesempatan menabung dan berinvestasi. Pengangguran yang meningkat dapat
menurunkan investasi (I) yang merupakan komponen dari GDP.

4.

Selain turunnya konsumsi, tingkat pengangguran yang meningkat juga menurunkan transaksi
ekonomi. Pajak pendapatan dan pajak dari transaksi ekonomi juga ikut menurun. Penerimaan
pajak merupakan bagian dari GDP. Jika penerimaan pemerintah turun, maka pengeluaran
pemerintah (G) juga turun, maka GDP juga ikut turun.

5.

Berbagai cara dan kebijakan harus dikaji oleh Pemerintah Indonesia untuk mengatasi tingkat
pengangguran yang setiap tahunnya terus bertambah. Salah satunya dengan mengkaji kebijakan
jaminan sosial atau asuransi untuk pengangguran di beberapa negara Eropa.

6.

Asuransi pengangguran adalah salah satu bentuk asuransi publik yang dirancang untuk
menyediakan penghasilan bagi siapa pun yang telah kehilangan pekerjaan. Sistem ini memiliki
tujuan untuk mencegah seseorang kesulitan mencari kerja dan mempermudah seseorang yang
menganggur untuk bekerja kembali.

7.

Indonesia pernah menerapkan asuransi pengangguran di lingkungan pegawai pemerintah dan
sebagian BUMN. Dalam hal tertentu seperti program restrukturisasi organisasi Departemen/Non
Departemen sehingga diperlukan pengurangan pegawai maka sebagian pegawai dirumahkan
dengan mendapat kompensasi “tunjangan uang tunggu” maksimal 5 tahun sebesar 75% secara
bertahap menurun hingga 50% dari penghasilannya per bulan. Jika dalam kurun waktu terdapat
jabatan yang kosong maka mereka dapat kembali bekerja. Tapi jika telah melewati masa tunggu
belum terdapat lowongan jabatan maka diberhentikan dengan hak pensiun. Namun program ini
sudah tidak diterapkan lagi.

8.

Program pemberian asuransi bagi pengangguran mungkin memerlukan kajian yang cukup
matang karena membutuhkan dana yang besar. Ditambah lagi potensi ketidakcocokan antara
program asuransi pengangguran dengan karakter social dan budaya masyarakat Indonesia yang
jumlahnya termasuk lima besar di dunia.

9.

Tim Penulis menyimpulkan, untuk terus menjunjung semangat membangun negeri dalam hal ini
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mungkin pemerintah bias mulai mengkaji perlu-tidaknya
asuransi pengangguran diberlakukan di Indonesia. Membangun sinergi dengan sector swasta
mungkin menjadi alternative untuk mewujudkan program ini.

15

Daftar Pustaka
Burdett, K. (1979): "Unemployment Insurance Payments as a Search Subsidy: amtheoretical analysis",
Economic Inquiry, 42, hal. 333-343.
Mankiw, N. Gregory. 2006. “Makroekonomi Edisi Keenam”. Jakarta: Penerbit Erlangga
Marimon, R. and F. Zilibotti (1999): "Unemployment vs. Mismatch of Talents: reconsidering
unemployment benefits", Economic Journal, 109, hal. 266-291.
Narendranathan, W., S. Nickeli, and J. Stern, "Unemployment Benefits Revisited," Economic Journal, Juni
1985, 95, 307-29.
Nickell, Stephen. 1997. “Unemployment and Labor Market Rigidities Europe versus North America”.
Journal of Economic Perspectives-Volume 11, Number 3-Summer 1997-Pages 55-74
OECD, Employment Outlook. Paris: OECD, 1990.
OECD, Employment Outlook. Paris: OECD, 1991.
OECD, Employment Outlook. Paris: OECD, 1993.
OECD, Jobs Study: Evidence and Explanations. Paris: OECD, 1994.
OECD, Employment Outlook. Paris: OECD, 1996.
Tatsiramos, Konstantinos. 2006. “Unemployment Insurance in Europe”. IZA Discussion Paper No. 2280
Agustus 2006
http://www.indonesia-investments.com/id/keuangan/angka-ekonomi-makro/pengangguran/item255
diakses tanggal 13 September 2016

16

Soal Latihan:
Pilihan Ganda

1. Ibu-ibu yang mengurus rumah tangga termasuk dalam..
a. Pengangguran friksional
b. Pengangguran struktural
c. Bukan pengangguran karena bukan angkatan kerja
d. Bukan pengangguran tetapi termasuk angkatan kerja
Jawab : C
2. Tingkat pengangguran adalah persentase jumlah penganggur dibandingkan dengan..
a. Total penduduk usia kerja
b. Total angkatan kerja
c. Total penduduk
d. Tidak ada pilihan benar
Jawab : B

3. Mahasiswa D3 Akuntansi Alih Program seperti kalian ini, termasuk ke dalam..
a. Pengangguran friksional
b. Pengangguran musiman
c. Bukan angkatan kerja
d. Angkatan kerja yang bukan pengangguran
Jawab : D

4. Pengangguran yang disebabkan oleh keinginan mencari pekerjaan yang lebih baik, bukan
karena ketidakmampuan mencari kerja disebut..
a. Pengangguran struktural
b. Pengangguran friksional
c. Pengangguran siklis
d. Pengangguran musiman
Jawab : B

5. Salah satu penyebab pengangguran adalah penawaran tenaga kerja oleh masyarakat
melebihi permintaan tenaga kerja oleh perusahaan, hal ini terjadi jika..
17

a. Upah riil tertahan di atas tingkat ekuilibrium
b. Upah riil tertahan di bawah tingkat ekuilibrium
c. Upah riil selalu berada pada ekuilibrium
d. Tidak ada jawaban benar
Jawab : A

6. Yang bukan penyebab dari kekakuan upah riil adalah..
a. Undang-undang upah minimum
b. Kekuatan monopoli serikat pekerja
c. Penduduk usia kerja yang bukan angkatan kerja
d. Efisiensi upah
Jawab : C
7. Serikat pekerja meningkatkan aspek-aspek berikut, kecuali..
a. Jam kerja
b. Upah
c. Kondisi kerja
d. Cuti
Jawab : D
8. Eropa memiliki tingkat pengangguran yang lebih .. daripada Amerika Serikat dan pekerja
Eropa memiliki jumlah jam kerja lebih .. daripada pekerja Amerika Serikat.
a. Tinggi, sedikit
b. Rendah, sedikit
c. Tinggi, banyak
d. Rendah, banyak
Jawab : A
Essay
1. Model tingkat pengangguran alamiah memiliki implikasi yang jelas dan penting bagi
kebijakan publik. Sebutkan kebijakan publik yang dimaksud!
18

2. Jelaskan menurut pendapat saudara, apakah di Indonesia perlu diberikan asuransi
pengangguran seperti yang berlaku di beberapa Negara-negara maju di Eropa dan
Amerika Serikat?

19