Pengaruh Sterilisasi dan Kombinasi Hormon pada Eksplan Kantong Semar (Nepenthes mirabilis Lour.) secara In Vitro

i

PENGARUH STERILISASI DAN KOMBINASI HORMON PADA
EKSPLAN KANTONG SEMAR (Nepenthes mirabilis Lour.)
SECARA IN VITRO

VITA MEILANI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Sterilisasi

dan Kombinasi Hormon pada Eksplan Kantong Semar (Nepenthes mirabilis
Lour.) secara In Vitro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Vita Meilani
NIM E34090060

ii

ABSTRAK
VITA MEILANI. Pengaruh Sterilisasi dan Kombinasi Hormon pada Eksplan
Kantong Semar (Nepenthes mirabilis Lour.) secara In Vitro. Dibimbing oleh
EDHI SANDRA dan SISWOYO.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Esha Flora Bogor,
dari bulan Juni sampai November 2013 dengan tujuan mempelajari pengaruh
sterilisasi dan pemberian kombinasi hormon sitokinin BAP, auksin 2,4-D, dan
giberelin GA terhadap keberhasilan induksi kalus pada Nepenthes mirabilis Lour.
secara in-vitro. Data perlakuan sterilisasi dan kombinasi hormon diolah secara
statistik menggunakan Rancangan Acak Lengkap terdiri atas 10 perlakuan dan 3
ulangan. Prosedur sterilisasi yang dianjurkan sesuai penelitian ini adalah
menggunakan eksplan bagian daun tanaman dewasa dengan potongan 1-1,5 cm
dan melewati masa karantina 21 hari, bahan sterilan berupa detergen 1 gr/100 ml
selama 5 menit, fungisida sistemik 1gr/100ml selama 15 menit, bakterisida
sistemik 1gr/100ml selama 15 menit, antibiotik 20ml/100ml selama 17 jam,
HgCl₂ 10ml/100ml selama 5 menit, clorox 5% selama 5 menit, pembilasan
masing-masing 3 menit serta pembilasan akhir sebanyak 5 kali dengan durasi 3
menit. Media tanam paling baik dan cocok untuk induksi kalus N. mirabilis adalah
media 1/5 MS + 1 BAP + 1 2,4-D + 2 ml glycine + 200 mg casein.
Kata kunci: induksi kalus, kantong semar, kultur jaringan, sterilisasi

ABSTRACT
VITA MEILANI. (Sterilization and Hormone Combinations Effect of Kantong
Semar Explant (Nepenthes mirabilis Lour.) in Aseptic Condition. Supervised by

EDHI SANDRA and SISWOYO.
The experiment was conducted at Laboratory of Tissue Culture Esha Flora
Bogor, from June until November 2013 to study the sterilization and the
combination hormone cytokinin BAP, 2,4-D auxin, and gibberellins GA effect to
successful callus induction of Nepenthes mirabilis Lour. in aceptic condition.
Statistical processing performed to sterilization treatment and the combination of
hormones used randomized complete design consisting of 10 treatments 3
replications. Sterilization procedures are recommended from this study is that
using leaf of adult plants with 1-1.5 cm pieces for explants and passed through a
quarantine period of 21 days, sterilizing materials such as detergents 1gr/100ml
for 5 minutes, systemic fungicides 1gr/100ml for 15 minutes, systemic
bactericidal 1gr/100ml for 15 minutes, 20ml/100ml antibiotics for 17 hours,
HgCl₂ 10ml/100ml for 5 minutes, 5% clorox for 5 minutes, flushing each 3
minutes and final flushing 5 times each 3 minutes. The best planting medium and
suitable for callus induction of N. mirabilis is 1/5 MS + 1 BAP + 1 2,4-D + 2 ml
glycine + 200 mg casein.
Keywords: callus induction, pitcher plants, sterilization, tissue culture

iii


PENGARUH STERILISASI DAN KOMBINASI HORMON PADA
EKSPLAN KANTONG SEMAR (Nepenthes mirabilis Lour.)
SECARA IN VITRO

VITA MEILANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

iv


v
Judul Skripsi : Pengaruh Sterilisasi dan Kombinasi Hormon pada Eksplan Kantong
Semar (Nepenthes mirabilis Lour.) secara In Vitro
Nama
: Vita Meilani
NIM
: E34090060

Disetujui oleh

Ir Edhi Sandra, MSi
Pembimbing I

Ir Siswoyo, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

vi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini ialah kultur
jaringan, dengan judul Pengaruh Sterilisasi dan Kombinasi Hormon pada Eksplan
Kantong Semar (Nepenthes mirabilis Lour.) secara In Vitro.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir Edhi Sandra, MSi dan Ir Siswoyo,
MSi selaku pembimbing skripsi. Ibu Hafsiati, Denish Andri, Shut dan Endro
Priherdityo, SP yang telah banyak membantu selama penelitian, keluarga Fahutan
IPB serta seluruh teman dan sahabat penulis Lina Mahrunnisa, Ayu Alhidayati,
Dwi Budi Siswantono, Amalia Aldina Thoha, Annisa Sendikia, Yuliani Indrawati,
Achmad Robyantoro, Iga Darmeydi, Aria Nusantara, dan yang tidak dapat penulis
ucapkan satu persatu yang telah memberikan semangat. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada orang tua H. Pem Evendye dan Hj. Ismawirta Zanur,
adik Vito Wira Evendye, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih

sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014
Vita Meilani

vii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

METODE

2


Lokasi dan Waktu

2

Bahan

2

Alat

2

Prosedur Kerja

3

Analisis Data

4


HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN

5
5
11
15

Simpulan

15

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA


16

LAMPIRAN

18

viii

DAFTAR TABEL
1 Analisis ragam pengaruh perlakuan sterilisasi terhadap eksplan yang
terkontaminasi
2 Data hasil uji beda nyata pengaruh perlakuan sterilisasi terhadap eksplan
yang terkontaminasi
3 Analisis ragam pengaruh perlakuan sterilisasi terhadap eksplan yang mati
4 Data hasil uji beda nyata pengaruh perlakuan sterilisasi terhadap eksplan
yang mati
5 Analisis ragam pengaruh perlakuan sterilisasi terhadap eksplan yang
hidup
6 Data hasil uji beda nyata pengaruh perlakuan sterilisasi terhadap eksplan
yang hidup
7 Data hasil uji beda nyata pengaruh kombinasi hormon terhadap
persentase induksi kalus pada eksplan N. mirabilis

6
6
7
8
8
9
10

DAFTAR GAMBAR
1 Bagian daun N. mirabilis yang digunakan sebagai eksplan
2 Grafik persentase kontaminan cendawan, bakteri, cendawan & bakteri
3 Sumber kontaminan (a) bersumber pada eksplan dan (b) bersumber pada
media
4 Persentase eksplan yang mati
5 Persentase eksplan yang hidup
6 (a) tahap awal induksi kalus pada 3 MST; (b) kalus pada 4 MST.
Jaringan tua mulai mati
7 (a) ekplan yang hidup dan hijau, (b) eksplan yang mati dan jaringannya
rusak

2
6
7
8
9
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
Komposisi media Murashige dan Skoog
Konsentrasi media MS dan kombinasi hormon
Konsentrasi dan durasi bahan sterilan
Perlakuan sterilisasi eksplan
Jadwal karantina tanaman
Kontaminan yang ditemukan selama pengamatan
Rata-rata persentase eksplan yang terkontaminasi, mati, dan hidup pada
setiap perlakuan
8 Rata-rata persentase eksplan pada setiap perlakuan

1
2
3
4
5
6
7

18
19
20
22
24
24
26
27

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nepenthes atau Kantong Semar (pitcher plant) adalah tumbuhan karnivora
yang memiliki keunikan pada bentuk kantong dan warnanya. Indonesia
merupakan habitat lebih dari 70% spesies Nepenthes. Borneo (Kalimantan,
Serawak, Sabah dan Brunei) merupakan pusat penyebaran Nepenthes di dunia.
Menurut Mansur (2007), terdapat 64 jenis Nepenthes yang hidup di Indonesia dari
sekitar 82 jenis yang ada di dunia, salah satunya adalah Nepenthes mirabilis.
Dewasa ini kelestarian Nepenthes di Indonesia terancam karena konversi
hutan dan lahan secara besar-besaran. Kantong semar termasuk tumbuhan langka
berdasarkan kategori IUCN (International Union for Conservation of Nature) dan
WCMC (World Conservation Monitoring Centre). Di Indonesia tumbuhan ini
dilindungi menurut PP No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan dan Pelestarian
Tumbuhan dan Satwa Liar, dan termasuk dalam daftar CITES Appendix I (N.
rajah dan N. khasiana) dan Appendix II (selain kedua jenis tersebut). Untuk
menjaga kelestarian tanaman ini di alam, diperlukan tindakan budidaya, salah
satunya adalah tindakan budidaya dengan teknik culture In Vitro.
Penelitian tentang sterilisasi dan kombinasi hormon untuk induksi kalus
pada Nepenthes secara umum telah banyak dilakukan, namun untuk N. mirabilis
khusunya masih dibutuhkan penelitian. Adapun kendala yang sering ditemukan
dalam teknik kultur jaringan adalah sulitnya mendapatkan tanaman dengan
kondisi yang steril sehingga menimbulkan tingginya tingkat kontaminasi yang
menyebabkan kematian pada eksplan. Selain itu, pemberian konsentrasi hormon
untuk induksi kalus yang tidak cocok juga dapat berpengaruh pada kematian
eksplan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas dan dalam rangka mengetahui
sejauh mana pengaruh sterilisasi dalam menciptakan eksplan yang steril dan
pengaruh kombinasi hormon dalam induksi kalus, maka penelitian ini perlu
dilakukan.

Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan informasi pengaruh sterilisasi terhadap keberhasilan embrio
somatik (induksi kalus) pada N. mirabilis.
2. Mendapatkan informasi pengaruh pemberian kombinasi hormon sitokinin BAP,
auksin 2,4-D, dan giberelin GA dalam embrio somatik (induksi kalus) pada N.
mirabilis.

Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
prosedur sterilisasi serta kombinasi hormon sitokinin BAP, auksin 24D, dan
giberelin GA yang cocok dan baik untuk embrio somatik (induksi kalus) N.
mirabilis secara culture in-vitro.

2

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Esha Flora Bogor,
dari bulan Juni sampai dengan November 2013.

Bahan
Bahan utama dalam penelitian ini berupa eksplan daun kantong semar yaitu
jenis N. mirabilis yang berasal dari koleksi Garden Shop Kebun Raya Bogor.
Untuk media yang digunakan adalah media Murashige & Skoog, komposisi media
terdapat pada Lampiran 1. Hormon yang digunakan adalah sitokinin BAP, auksin
2,4-D, dan giberelin GA yang masing-masing konsentrasinya tersaji pada
Lampiran 2.

Gambar 1

Bagian daun N. mirabilis yang digunakan sebagai
eksplan (tanda panah); (a) tanaman muda di dalam
botol dengan media moss dan potongan 0,5-1cm, (b)
tanaman dewasa di dalam pot dengan media sekam
bakar dan cocopeat, potongan 1-1,5cm.

Bahan sterilan yang digunakan adalah detergen, fungisida, bakterisida,
antibiotik, HgCl₂, Clorox, dan air steril untuk pembilasan. Konsentrasi dan durasi
bahan sterilan yang digunakan terdapat pada Lampiran 3.

Alat
Alat yang digunakan untuk pembuatan media antara lain gelas ukur, gelas
piala, pipet volumetrik, neraca analitik, pH meter, pengaduk, panci, autoclave,
timbangan analitik, mangnetic stirer, labu erlenmeyer, botol kultur, aluminium
foil, dan karet gelang. Proses penanaman menggunakan alat-alat, antara lain
cawan petri, pisau, pinset, lampu bunsen, scalpel, tisu, laminar air flow cabinet,
dan plastic wrap. Sementara itu alat untuk pengamatan adalah tally sheet, alat
tulis, dan kamera.

3
Prosedur Kerja
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap dikarenakan hasil penelitian
pada percobaan pertama tidak mencapai target yaitu eksplan yang steril dan hidup
sampai muncul kalus, sehingga perlu dilakukan percobaan kedua dan seterusnya
sebagai tindak lanjut dari evaluasi yang sudah dilakukan pada percobaan
sebelumnya.
Sterilisasi Alat
Sterilisasi merupakan kunci keberhasilan dari pelaksanaan kultur jaringan.
Botol dan alat-alat yang akan dipakai dalam pembuatan media dan penanaman
dicuci hingga bersih kemudian disterilkan ke dalam autoclave pada temperatur
121ºC dengan tekanan 17,5 psi dan dalam waktu satu jam. Penghitungan waktu
dimulai saat suhu dan tekanan yang diinginkan telah dicapai. Alat-alat yang perlu
disterilkan yaitu pinset, gunting, pengaduk, erlenmeyer, botol kultur, gelas piala
dan cawan petri.
Sterilisasi Media
Botol-botol kultur yang sudah berisi media disterilkan dengan menggunakan
autoclave selama 25 menit dengan suhu dan tekanan konstan yaitu 121ºC dan 17,5
psi.
Sterilisasi Air
Air yang digunakan adalah air mineral dan aquades. Air dimasukkan ke
dalam botol dan siterilkan dengan menggunakan autoclave selama 45 menit
sampai 1 jam dengan suhu dan tekanan konstan yaitu 121ºC dan 17,5 psi.
Serilisasi Tanaman
Dalam inisisasi, tahapan sterilisasi tanaman merupakan tahapan yang
terpenting setelah sterilisasi alat, media dan air karena harus menciptakan eksplan
yang benar-benar steril sesuai dengan prinsip utama dalam kultur jaringan. Pada
penelitian ini terdapat 10 macam perlakuan sterilisasi yang tersaji dalam Lampiran
4. Idealnya konsentrasi setiap larutan yang digunakan dalam sterilisasi tanaman
bersifat mematikan untuk bakteri dan cendawan namun tidak mematikan terhadap
tanaman itu sendiri.
Penanaman
Alat dan bahan yang akan digunakan untuk penanaman terlebih dahulu
disiapkan dalam laminar air flow. Alat-alat tersebut berupa api bunsen, cawan
petri, pinset dan pisau, botol yang sudah berisi tanaman setelah proses sterilisasi,
dan botol-botol yang sudah berisi media tanam untuk menanam eksplan.
Eksplan berupa potongan daun N. mirabilis dikeluarkan dari botol kemudian
dipindahkan ke dalam cawan petri dan dipotong-potong lalu ditanam pada media
kultur. Sebelum menanamkan eksplan, botol kultur terlebih dahulu dipanaskan di
atas api bunsen. Pengerjaan penanaman harus berlangsung cepat untuk
meminimalkan kontaminasi.
Setelah ditanam, kemudian botol ditutup dengan plastik dan diikat dengan
karet. Apabila seluruh pengerjaan penanaman telah selesai, setiap botol dilapisi

4
lagi dengan plastik, aluminium foil, diikat dengan karet, kemudian dibalut dengan
plastik wrap sehingga tidak ada lagi ruang yang memungkinkan kontaminan
masuk ke adalah botol kultur.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap hari pada seluruh eksplan dan disajikan dalam
persentase yang meliputi:
1. Kecepatan kontaminasi eksplan.
2. Jumlah eksplan yang hidup.
3. Jumlah eksplan yang mati.
4. Jumlah eksplan yang terkontaminasi.
5. Jumlah jenis kontaminan.
6. Jumlah sumber kontaminan.
7. Jumlah eksplan yang browning.
Analisis Data
Secara umum penelitian ini terdiri atas 2 percobaan yang berbeda namun
dilakukan dalam rangkaian waktu yang sama, percobaan pertama mengenai
pengaruh sterilisasi dan percobaan kedua mengenai pengaruh kombinasi hormon
terhadap embrio somatik (induksi kalus) eksplan N. mirabilis.
Penelitian ini terdiri atas 10 perlakuan yang berbeda yaitu perlakuan A
sampai J yang masing-masing terdiri atas 10 botol kultur dengan 3 ulangan.
Satuan percobaan tersaji pada Lampiran 4. Pengolahan secara statistik dilakukan
terhadap data perlakuan sterilisasi dan kombinasi hormon, sedangkan untuk
kandungan bahan sterilan dan hormon dianalisis secara deskriptif. Penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Model yang digunakan adalah
(Heryanto 1996):

Keterangan:
Yij
= nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-j
yang mendapatkan perlakuan ke-i
µ
= nilai tengah umum
τi
= pengaruh perlakuan ke-i
ϵij
= galat percobaan pada satuan percobaan ke-j
dalam perlakuan ke-i
t
= jumlah perlakuan
rᵢ
= jumlah ulangan pada perlakuan ke-i
Data diolah menggunakan SAS 9.0.1 guna mengetahui respon eksplan dari
perlakuan sterilisasi dan perlakuan media dengan menggunakan uji-F dan
dilanjutkan dengan uji Duncan dengan taraf 5% jika F-hitung berbeda nyata. Data
mengenai kontaminan dan sumber kontaminasi diolah menggunakan Microsoft
Excel 2007.
Persentase respon dari setiap satuan percobaan dihitung menggunakan
rumus sebagai berikut:

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Percobaan Sterilisasi Eksplan
Percobaan sterilisasi pada eksplan N. mirabilis dilakukan dengan 10
perlakuan berbeda dengan masing-masing berjumlah 10 botol kultur dengan 3
ulangan yang dikelompokkan menjadi dua, yang pertama terdiri atas perlakuan
sterilisasi A sampai E menggunakan eksplan berupa bagian daun tanaman N.
mirabilis berusia muda di dalam botol media moss dengan ukuran 0,5-1 cm dan
tanpa melewati proses karantina, sedangkan kelompok yang kedua adalah
perlakuan sterilisasi F sampai J yang menggunakan eksplan berupa daun tanaman
N. mirabilis berusia dewasa di dalam pot media sekam bakar dan cocopeat dengan
ukuran 1-1,5 cm dan melewati masa karantina sebelum penanaman. Jadwal
karantina tanaman tersaji pada Lampiran 5.
Parameter yang diamati adalah jumlah eksplan yang terkontaminasi dan
tidak terkontaminasi. Eksplan yang terkontaminasi dibedakan atas kontaminannya
dan sumber kontaminasi. Eksplan yang tidak terkontaminasi lebih lanjut
dibedakan antara eksplan yang hidup dan eksplan yang mati. Uji statistik
dilakukan pada ekplan yang terkontaminasi, mati, dan hidup. Berdasarkan hasil
analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan sterilisasi berpengaruh sangat nyata
pada taraf α = 5% dan α = 1% terhadap jumlah eksplan yang terkontaminasi,
seperti tersaji pada Tabel 1.
Uji statistik pada pengamatan eksplan yang terkontaminasi pada 4 minggu
setelah tanam (MST) menunjukkan perlakuan F dan G berbeda secara nyata
dibandingkan dengan perlakuan lainnya namun perlakuan F dan G tidak saling
berbeda nyata meskipun angka yang ditunjukkan perlakuan F lebih tinggi (Tabel
2). Hal ini menunjukkan perlakuan F dan G adalah perlakuan terbaik yang dapat
menciptakan eksplan yang tidak terkontaminasi atau steril.

6
Tabel 1 Analisis ragam pengaruh perlakuan sterilisasi terhadap eksplan yang
terkontaminasi
Sumber
keragaman
Perlakuan
Galat
Sisa

db

JK

KT

Fhitung

11
18
29

25653.33
3933.33
29586.67

2332.12
218.52

10.67**

Ftabel
0,05
0,01
2.37
3.44

**berbeda sangat nyata pada taraf α = 5% dan α = 1%

Terkontaminasinya eksplan pada perlakuan kelompok pertama (perlakuan A
sampai E) langsung terlihat pada 1 MST, sementara perlakuan kelompok kedua
laju kontaminasi berlangsung lambat pada 1 MST sampai 2 MST kemudian
terkontamiasi banyak pada 3 MST. Kontaminan berupa cendawan terjadi paling
banyak pada perlakuan A dan B yaitu 70% dan 63,33%, kontaminan bakteri
paling banyak pada perlakuan D dan E yaitu 75% dan 60%, serta kontaminan
cendawan dan bakteri yang terdapat dalam satu botol eksplan yang sama paling
banyak pada perlakuan B yaitu 20% (Gambar 2).
Tabel 2 Data hasil uji beda nyata pengaruh perlakuan sterilisasi terhadap eksplan
yang terkontaminasi
Rata-rata persentase eksplan yang
terkontaminasi (%)*
100,00 a
10,00 a
60,00 c
93,33 ab
83,33 abc
13,33 d
20,00 d
66,67 bc
73,33 abc
63,33 c

Perlakuan
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J

*angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α = 5% dan α = 1%
Persentase
kontaminan (%)

100
80
60

cendawan

40

bakteri

20

cendawan
& bakteri

0
A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

Perlakuan

Gambar 2 Grafik persentase kontaminan cendawan, bakteri, cendawan &
bakteri

7
Cendawan yang ditemukan pada saat pengamatan, secara visual dapat
dibedakan menjadi cendawan berwarna coklat, cendawan berwarna hitam, dan
cendawan berwarna putih. Bakteri yang ditemukan terdiri atas bakteri berwarna
pink, bakteri berwarna putih, dan bakteri berwarna kuning kehijauan.
Pengelompokan kontaminan tersaji pada Lampiran 6. Rata-rata dari keseluruhan
kontaminan, di atas 70% bersumber pada eksplan. Secara visual hal ini dapat
dilihat kontaminan berawal muncul disekitar eksplan kemudian perlahan
menyebar sampai menutupi seluruh eksplan (Gambar 3).

(a)

(b)

Gambar 3 sumber kontaminan (a) bersumber pada eksplan dan (b) bersumber
pada media
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan
sterilisasi berpengaruh sangat nyata pada taraf α = 5% dan α = 1% terhadap
jumlah eksplan yang mati, seperti tersaji pada Tabel 3. Uji statistik Duncan pada
pengamatan eksplan yang mati pada 4 minggu setelah tanam (MST) menunjukkan
perlakuan F dan G berbeda secara nyata terhadap perlakuan lainnya namun
perlakuan F dan G tidak saling berbeda nyata (Tabel 4). Perlakuan F dan G
menunjukkan angka kematian eksplan tertinggi. Meskipun perlakuan F dan G
dapat menciptakan eksplan yang tidak terkontaminasi atau steril, namun kemudian
banyak dari eksplan tersebut mengalami kematian pada 2 MST, hal ini diduga
karena media MS yang digunakan tidak ditambahkan glycine dan casein yang
merupakan asam amino sebagai sumber nitrogen organik, sehingga kemampuan
eksplan untuk hidup sangat kecil. Meskipun perlakuan F dan G adalah perlakuan
sterilisasi yang dianjurkan, namun media yang digunakan perlu ditambahkan
glycine dan casein.
Tabel 3 Analisis ragam pengaruh perlakuan sterilisasi terhadap eksplan yang mati
Sumber
keragaman
Perlakuan
Galat
Sisa

db

JK

KT

Fhitung

11
18
29

21446.67
3340.00
24786.67

1949.69
185.56

10.51**

**berbeda sangat nyata pada taraf α = 5% dan α = 1%

Ftabel
0,05
0,01
2.37
3.44

8
Tabel 4 Data hasil uji beda nyata pengaruh perlakuan sterilisasi terhadap eksplan
yang mati
Perlakuan
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J

Rata-rata persentase eksplan yang mati (%)*
00,00 c
00,00 c
40,00 b
6,67 c
16,67 bc
73,33 a
66,67 a
13,33 c
6,67 c
3,33 c

*angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α = 5% dan α = 1%

Angka kematian eksplan mengalami penurunan dari perlakuan G sampai J
dan penurunan yang sangat drastis terjadi pada perlakuan G ke perlakuan H, hal
ini dikarenakan pada perlakuan H, I, dan J media MS ditambahkan 2 ml glycine
dan 200 mg casein sehingga kebutuhan sumber nitrogen oleh eksplan terpenuhi.
persentase eksplan mati
(%)

80
60
40
20
0
A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

Perlakuan

Gambar 4 Persentase eksplan yang mati
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan
sterilisasi berpengaruh sangat nyata pada taraf α = 5% terhadap jumlah eksplan
yang hidup, seperti tersaji pada Tabel 5.
Tabel 5 Analisis ragam pengaruh perlakuan sterilisasi terhadap eksplan yang
hidup
Sumber
keragaman
Perlakuan
Galat
Sisa

db

JK

KT

Fhitung

11
18
29

3860.00
234.00
6200.00

350.90
130.00

2.70*

*berbeda sangat nyata pada taraf α = 5%

Ftabel
0,05
0,01
2.37
3.44

9
Uji statistik pada pengamatan eksplan yang hidup pada 4 minggu setelah
tanam (MST) menunjukkan perlakuan F,G,H, dan I saling tidak berbeda nyata,
tetapi berbeda secara nyata dengan perlakuan J (Tabel 6). Perlakuan J adalah
perlakuan sterilisasi yang terbaik karena 33,33% eksplan yang dapat bertahan
hidup, sehingga perlakuan J adalah perlakuan sterilisasi yang dianjurkan. Secara
umum dari keseluruhan perlakuan sterilisasi pada eksplan, persentase eksplan
yang hidup mengalami peningkatan disetiap perlakuan (Gambar 5). Rata-rata
persentase eksplan yang terkontaminasi, hidup, dan mati pada setiap perlakuan
tersaji pada Lampiran 7.
Tabel 6 Data hasil uji beda nyata pengaruh perlakuan sterilisasi terhadap eksplan
yang hidup
Perlakuan
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J

Rata-rata persentase eksplan yang hidup (%)*
00,00 b
00,00 b
00,00 b
00,00 b
00,00 b
13,33 ab
13,33 ab
20,00 ab
20,00 ab
33,33 a

Persentase eksplan hidup
(%)

*angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α = 5%

35
30
25
20
15
10
5
0
A

B

C

D

E

F

G

H

Perlakuan
Gambar 5 Persentase eksplan yang hidup

I

J

10
Induksi Kalus
Kalus muncul pada eksplan yang tidak terkontaminasi dan bertahan hidup.
Uji statistik pada pengamatan eksplan yang berkalus pada 4 MST menunjukkan
hasil yang sama dengan eksplan yang hidup, karena keseluruhan eksplan yang
hidup memunculkan kalus. Perlakuan untuk induksi kalus dibedakan berdasarkan
kandungan hormon pada media saja. Secara umum kalus yang muncul dari
seluruh perlakuan mengalami peningkatan. Kalus yang muncul terjadi pada
perlakuan M6, M7, M8, M9, dan M10 dengan kandungan hormon yang sama,
yaitu BAP dan 24D namun konsentrasinya berbeda. Kalus paling banyak muncul
pada perlakuan M10 dengan menggunakan media 1/5 MS + 1 BAP + 1 24D
dengan menambahkan 2ml glycine + 200 mg casein, sehingga perlakuan M10
adalah media terbaik untuk menginduksi kalus pada eksplan N. mirabilis (Tabel 7).
Induksi kalus diawali dengan terjadinya pembengkakan di sekitar eksplan
kemudian muncul sel-sel yang bentuknya tidak beraturan dan berwarna keputihan.
Keseluruhan induksi kalus terjadi pada 3 MST. Dari beberapa ekplan, setelah
gejala awal kemunculan kalus terjadi, jaringan eksplan utama atau jaringan tua
mengalami pencoklatan, namun sel-sel muda pada kalusnya tetap tumbuh hingga
4 MST (Gambar 6).
Tabel 7 Data hasil uji beda nyata pengaruh kombinasi hormon terhadap
persentase induksi kalus pada eksplan N. mirabilis
Perlakuan

Rata-rata
(%)*

M1

1/2 MS + 1,5 BAP + 1 24D

00,00

b

M2

1/2 MS + 1,5 BAP + 1 24D

00,00

b

M3

1/2 MS + 4 BAP + 0,5 24D

00,00

b

M4

1/2 MS + 4 BAP + 0,5 GA + 2ml gly + 200mg cas +
100ml air kelapa kemasan

00,00

b

M5

1/2 MS + 8 BAP + 0,5 GA + 2ml gly + 200mg cas +
100ml air kelapa kemasan

00,00

b

M6

1/2 MS + 0,5 BAP + 0,5 24D

13,33 ab

M7

1/2 MS + 0,5 BAP + 0,5 24D

13,33 ab

M8

1/2 MS + 1,5 BAP + 0,5 24D + 2ml gly + 200mg cas

20,00 ab

M9

1/2 MS + 1,5 BAP + 0,5 24D + 2ml gly + 200mg cas

20,00 ab

M10

1/5 MS + 1 BAP + 1 24D + 2ml gly + 200mg cas

33,33

a

*angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α = 5%

11

(a)

(b)

Gambar 6 (a) tahap awal induksi kalus pada 3 MST; (b) kalus pada 4 MST.
Jaringan tua mulai mati

Pembahasan
Sterilisasi Eksplan
Sterilisasi adalah proses untuk mematikan mikroorganisme sampai pada
tingkatan yang tidak memungkinkan lagi untuk berkembangbiak dan menjadi
sumber kontaminan bagi eksplan. Kontaminasi dapat mengakibatkan kematian
pada eksplan karena mikroorganisme ini dapat tumbuh dan berkembang dengan
cepat pada media tanam dan dalam waktu singkat akan menutupi permukaan
media dan eksplan, mikroorganisme ini mengeluarkan senyawa beracun ke dalam
media kultur yang dapat menyebabkan kematian eksplan (Zulkarnain 2009).
Menurut Leifert dan Cassels (2001) untuk mengatasi adanya kontaminasi dapat
menggunakan antibiotik karena cukup efektif terhadap beberapa bakteri termasuk
Bacillus sp. Selain itu dapat menggunakan Clorox (NaOCl) untuk sterilisasi
permukaan. Santoso dan Nursandi (2003) menyebutkan bahwa Clorox terdiri dari
Natrium hipoklorit yang dapat membersihkan mikroorganisme dalam bahan
tanaman, menghilangkan partikel-partikel tanah, debu dan lain-lain.
Perlakuan sterilisasi A bahan sterilan yang digunakan hanya detergen
sebanyak 1 gr/100 ml dengan durasi pengocokan selama 7 menit dan seluruh
eksplan terkontaminasi oleh cendawan dan bakteri. Menurut Aishah dan Rosli
(2013), cendawan pada dasarnya adalah jamur yang memiliki isi atau berdaging
dan struktur badannya yang mengandung spora. Keluarga dari jamur ini diketahui
memiliki ribuan varietas di seluruh dunia. Wudianto (2002) juga menyebutkan
cendawan pada umumnya berbentuk seperti benang halus yang tidak bisa dilihat
dengan mata telanjang. Penampakan visual yang dapat dilihat langsung berupa
misellium yaitu kumpulan dari benang-benang halus yang dsebutkan di atas.
Kontaminan berikutnya adalah bakteri, Darmono (2003) menyebutkan
kontaminasi bakteri yang menyerang eksplan umumnya ditandai dengan
keluarnya cairan berwarna putih keruh seperti susu dan berbau busuk.
Terkontaminasinya seluruh eksplan karena detergen saja tidak mampu untuk
membunuh kontaminan, detergen hanya mampu merontokkan debu dan kotoran
yang menempel pada permukaan eksplan.
Perlakuan sterilisasi B menambahkan penggunaan clorox 10% dan 5%. Hal
ini ternyata tidak berpengaruh untuk dapat menghilangkan kontaminan pada
eksplan. Pada perlakuan sterilisasi C ditambahkan bahan sterilan berupa fungisida,
antibiotik, dan HgCl₂. Menurut Cantika (2006) antibiotik adalah antimikroba yang
selektif yang diaplikasikan pada jaringan hidup atau secara sistemik membunuh

12
atau menghambat pertumbuhan bakteri. Antibiotik dalam kultur jaringan memiliki
efek positif dan negatif. Efek positif dari penggunaan antibiotik adalah membantu
mempercepat pertumbuhan jaringan yang dikulturkan, meningkatkan
morfogenesis kalus dan mempercepat perakaran. Efek negatif dari antibiotik
adalah bersifat toksik pada plastida dan mitokondria, mengurangi pembentukan
klorofil dan menghambat pembentukan asam amino. Penggunaan antibiotik
seringkali menyebabkan fenomena yang berbahaya terhadap bahan tanaman.
Penggunaan yang berlebihan dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan
eksplan.
Penggunaan bahan sterilan tersebut mampu menciptakan 40% eksplan yang
steril, namun diduga karena konsentrasinya terlalu kuat dan eksplan tidak mampu
menerima reaksi tersebut, seluruh eskplan yang tidak terkontaminasi ini mati pada
2 MST. Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994), HgCl₂ merupakan bahan
kimia yang bersifat keras dan beracun. Apabila sterilisasi terlalu lama akan
menyebabkan kerusakan pada eksplan, secara visual warna eksplan berubah
menjadi kecoklatan. Oleh karena itu dilakukan penurunan konsentrasi HgCl₂ dan
clorox pada perlakuan sterilisasi D dan E. Namun, hasil perlakuan ini
menunjukkan angka kontaminasi meningkat menjadi 93,33% dan 83,33% dengan
kontaminan terbanyak berupa bakteri (Lampiran 8). Hal ini diduga campuran air
kelapa dalam kemasan pada media yang sebelumnya dimaksudkan untuk
menggantikan peran air kelapa muda sebagai hara organik, justru mengandung
bakteri.

(a)

(b)

Gambar 7 (a) ekplan yang hidup dan hijau, (b) eksplan yang mati dan
jaringannya rusak
Eksplan yang digunakan pada perlakuan sterilisasi kelompok pertama (A
sampai E) adalah tanaman muda di dalam botol dengan media moss dan dipotong
dengan ukuran 0,5-1 cm. Menurut Gunawan (1987), ukuran eksplan turut menjadi
faktor keberhasilan dari suatu teknik kultur jaringan. Ukuran eksplan yang terlalu
kecil akan kurang daya tahannya bila dikulturkan, sedangkan ukurannya terlalu
besar akan sulit didapatkan eksplan yang steril. Oleh karena itu perlakuan
sterilisasi kelompok kedua ekplan diganti menjadi tanaman yang dewasa di dalam
pot dengan media sekam bakar dan cocopeat dengan potongan yang lebih besar

13
yaitu 1-1,5 cm. Hal ini berdampak baik karena terdapat eksplan yang bertahan
hidup pada perlakuan sterilisasi kelompok kedua (F sampai J).
Evaluasi pada perlakuan sterilisasi kelompok pertama, selain mengganti
eksplan kepada tanaman dewasa dan memperbesar potongannya, juga dilakukan
penambahan pada bahan sterilan berupa bakterisida sistemik dan mengganti
fungisida yang sebelumnya menjadi fungisida sistemik juga. Selain itu pembilasan
akhir yang sebelumnya dilakukan sebanyak tiga kali dengan durasi masingmasing 3 dan 5 menit, ditingkatkan menjadi lima kali dengan durasi masingmasing 3 menit. Gunawan (1987) menyebutkan bahan-bahan sterilisasi yang biasa
digunakan umumnya bersifat toksik terhadap jaringan. Pembilasan yang berkalikali sesudah perendaman dalam larutan bahan sterilisasi sangat diperlukan untuk
menghilangkan sisa-sisa bahan aktif yang masih menempel.
Mengingat tanaman yang digunakan berasal dari luar, maka perlu dilakukan
karantina sebelum penanaman. Karantina tanaman induk bertujuan untuk
mempersiapkan eksplan yang sehat dan bebas dari kontaminan internal. Karantina
penting karena sterilisasi permukaan eksplan saja tidak cukup membunuh mikroba
terlebih mikroba yang bersifat endofit.
Hasil pada perlakuan sterilisasi kelompok kedua (F sampai J) ini
menunjukkan hasil yang baik. Persentase eksplan yang hidup semakin tinggi, dan
yang paling tinggi sebesar 33,33% adalah percobaan dengan perlakuan karantina
selama 21 hari. Pada percobaan ini juga rata-rata eksplan yang steril dan
mengalami kematian terjadi pada 3 MST. Dugaan bahwa kontaminannya adalah
mikroba yang bersifat endofit. Menurut Durham (2004), cendawan endofit adalah
fungi yang menginfeksi jaringan tanaman yang sehat tanpa menyebabkan penyakit.
Petrini (1992) menambahkan cendawan endofit disebut juga sebagai mikosimbion
endofitik yang merupakan cendawan yang melakukan kolonisasi dalam jaringan
tanaman tanpa menimbulkan gejala penyakit. Clay (1988) mengatakan bahwa
cendawan endofit terdapat dalam sistem jaringan tumbuhan seperti daun, bunga,
ranting, ataupun akar. Istilah endofit selama ini masih diasosiasikan dengan
cendawan, tetapi endofit juga mencakup bakteri. Bakteri endofit dilaporkan
merupakan salah satu bakteri yang mempunyai pengaruh positif terhadap
pertumbuhan tanaman (Kobayashi dan Palumbo 2000). Mikroba yang bersifat
endofit laju pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan mikroba yang berada
pada permukaan eksplan.
Selain itu, penggunaan air steril berupa air mineral pada perendaman
antibiotik yang sebelumnya digunakan pada perlakuan sterilisasi kelompok
pertama, diganti menjadi aquades pada perlakuan sterilisasi kelompok kedua. Hal
ini dimaksudkan agar penyerapan antibiotik maksimal bila dibandingkan air yang
mengandung mineral, karena bisa saja mineral-mineral yang ukuran partikelnya
lebih besar dibanding partikel antibiotik menyebabkan antibiotik tidak mampu
menembus dinding sel eksplan. Sehingga prosedur sterilisasi untuk N. mirabilis
yang disarankan berdasarkan penelitian ini adalah prosedur pada perlakuan
sterilisasi J dengan eksplan tanaman dewasa berukuran 1-1,5 cm, melewati masa
karantina 21 hari, media yang digunakan adalah 1/5 MS + 1 BAP + 1 24 D + 2 ml
Gycine + 200 mg Casein, menggunakan aquades sebagai air untuk perendaman
antibiotik, detergen 1 gr/100 ml selama 5 menit, fungisida sistemik 1 gr/100 ml
selama 15 menit, bakterisida sistemik 1 gr/100 ml selama 15 menit, antibiotik 20
ml/100 ml selama 17 jam, HgCl₂ 10 ml/100 ml selama 5 menit, clorox 5% selama

14
5 menit, dan pembilasan masing-masing 3 menit serta pembilasan akhir sebanyak
5 kali dengan durasi 3 menit.
Fenomena browning tidak ditemukan pada seluruh perlakuan sterilisasi
karena eksplan yang digunakan berusia muda dan dewasa. Browning terjadi
umumnya pada tanaman yang sudah tua, karena pada tanaman yang sudah tua
dapat mengeluarkan larutan fenol yang akan bereaksi dengan udara (oksigen)
sehingga menghasilkan larutan yang berwarna coklat yang disebut quinon (Sandra
2002). Darmono (2003) menambahkan senyawa fenol yang berwarna coklat atau
hitam itu muncul pada bekas sayatan atau potongan eksplan yang akan ditanam.
Induksi Kalus
Prinsip dasar dari kultur jaringan adalah totipotensi cell yaitu di dalam tubuh
multiseluler, setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigotnya yang mampu
memperbanyak diri dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap (George dan
Sherrington 1984). Daun dapat dikulturkan sehingga menjadi tanaman lengkap,
namun terlebih dahulu melewati proses embriogenesis somatik membentuk kalus,
dari kalus kemudian akan muncul tunas dan tumbuh membentuk organ-organ
lainnya sehingga menjadi tanaman yang sempurna.
Media yang digunakan pada perlakuan M1 sampai M10 adalah media
Murashige dan Skoog (MS). Media MS adalah media yang paling banyak
digunakan untuk berbagai kultur, media ini mengandung garam-garam mineral
dalam konsentrasi yang tinggi (Gamborg dan Shyluk 1981). Keberhasilan dalam
teknik kultur jaringan ditentukan oleh penggunaan media dengan komposisi hara
yang tepat. Menurut Evans et al. (2003) secara umum kebutuhan hara pada kultur
jaringan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu hara anorganik (mineral), hara
organik, dan zat pengatur tumbuh. Unsur hara anorganik sudah terdapat dalam
media MS. hara organik berupa sukrosa, vitamin, asam amino dan kompleks
organik.
Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik bukan nutrisi yang
dalam konsentrasi rendah (< 1 mM) mampu mendorong, menghambat atau secara
kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Santoso dan
Nursandi 2003). ZPT dalam kultur jaringan secara garis besar dibagi atas dua
yaitu auksin dan sitokinin. Menurut Collin dan Edward (1998) ZPT merupakan
faktor yang sangat penting dalam keberhasilan kultur jaringan, baik untuk induksi
kalus maupun mengatur arah diferensiasi sel. Auksin yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 24 D (2,4-dichlorophenoxy acetic acid), sitokinin BAP (6benzenyl aminopurine), selain itu digunakan juga giberelin. Asam amino
merupakan sumber nitrogen organik yang siap dipakai oleh sel tanaman. Oleh
karena itu asam amino sering ditambahkan pada media kultur jaringan untuk
pembentukan embrio somatik. Glycine dan casein hidrolisat adalah beberapa dari
asam amino yang kadang diperlukan sebagai sumber nitrogen.
Kalus adalah kumpulan sel amorphous yang terbentuk dari pembelahan
secara terus menerus dan tersusun atas sel-sel parenkim yang mempunyai ikatan
renggang satu sama lain. Evans et al. (2003) kemudian menyatakan kalus
terbentuk melalui proses dediferensiasi, yaitu perubahan arah diferensiasi dan
spesialisasi sel menjadi sel-sel meristematik kembali. Secara in vitro kalus dapat
diperoleh dari potongan organ yang steril dan ditumbuhkan di dalam media yang
mengandung auksin atau kadang-kadang mengandung sedikit sitokinin.

15
Kalus dapat diinisiasi dari hampir semua bagian tanaman tetapi organ yang
berbeda menunjukkan kecepatan pembelahan sel yang berbeda pula. Membuat
kalus berarti menginduksi dari bagian tanaman tertentu, biasanya dengan jalan
dirangsang secara hormonal. Hormon yang paling banyak digunakan untuk
induksi kalus adalah auksin. Hal ini juga diperkuat oleh Loiseau et al. (1995),
Sharp et al. (1982), Baker dan Wetzstein (1995), serta Pierik (1987) dalam
Santoso (2003). Penggunaan auksin dan sitokinin berupa 24 D dan BAP terbukti
mampu membantu dalam induksi kalus.
Embriogenesis somatik merupakan istilah yang digunakan untuk
menyatakan perkembangan embrio lengkap dari sel-sel vegetatif yang dihasilkan
dari berbagai sumber eksplan yang ditumbuhkan pada sistem kultur jaringan.
Selanjutnya Rice et al. (1992) dalam Zulkarnain (2009) menyatakan bahwa
embriogenesis somatik merupakan teknik yang paling menjanjikan untuk
perbanyakan dalam waktu cepat. Embrio-embrio somatik dapat muncul langsung
dari permukaan eksplan.
Dengan kemunculan kalus yang rata-rata terjadi pada 4 MST sudah
merupakan satu langkah yang sangat baik dalam kultur jaringan secara umum dan
penelitian ini khususnya, karena satu titik tersulit dari proses inisisasi sudah dapat
terlewati yaitu sterilisasi eksplan. Dari keseluruhan perlakuan kombinasi hormon
pada penelitian ini media yang paling baik dan cocok untuk induksi kalus adalah
pada perlakuan M10 yaitu kombinasi antara 1/5 MS + 1 BAP + 1 24 D + 2 ml
Glycine + 200 mg Casein, berbeda dengan media pada 9 perlakuan yang
sebelumnya yang menggunakan media ½ MS. Menurut Mansur (2007) umumnya
Nepenthes hidup di tempat-tempat terbuka atau agak terlindung di habitat yang
miskin unsur hara dan memiliki kelembaban udara cukup tinggi. Berdasarkan
pernyataan tersebut kemudian pada perlakuan M10 digunakan media 1/5 MS dan
hal ini sangat berdampak positif terhadap persentase eksplan yang hidup dan
induksi kalus semakin tinggi mencapai 33,33%.
Apabila sudah terjadi kemunculan kalus, langkah selanjutnya adalah
memindahkan kalus ke media tanam berbeda dan biasanya tanpa mengandung
ZPT untuk kemudian kalus ini dapat berubah bentuk menjadi bipolar (tunas dan
akar) sampai pada akhirnya dapat tumbuh menjadi tanaman yang lengkap.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Perlakuan sterilisasi yang baik adalah mampu menciptakan eksplan steril
dan mampu bertahan hidup. Kegiatan karantina sebelum penanaman berpengaruh
sangat baik pada kondisi eksplan setelah penanaman. Prosedur sterilisasi yang
dianjurkan untuk N. mirabilis sesuai dengan penelitian ini adalah perlakuan yang
menggunakan eksplan bagian daun tanaman dewasa dengan potongan 1-1,5 cm
dan melewati masa karantina 21 hari, bahan sterilan berupa detergen 1 gr/100 ml
selama 5 menit, fungisida sistemik 1 gr/100 ml selama 15 menit, bakterisida
sistemik 1 gr/100 ml selama 15 menit, antibiotik 20 ml/100 ml selama 17 jam,

16
HgCl₂ 10 ml/100 ml selama 5 menit, clorox 5% selama 5 menit, dan pembilasan
masing-masing 3 menit serta pembilasan akhir sebanyak 5 kali dengan durasi 3
menit yang mampu menghasilkan eksplan steril dan hidup sebesar 33,33%.
Penggunaan sitokinin BAP dan auksin 24 D terbukti mampu membantu
dalam induksi kalus. Media tanam paling baik dan cocok untuk induksi kalus N.
mirabilis adalah media 1/5 MS + 1 BAP + 1 24 D + 2 ml glycine + 200 mg casein.

Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai bahan sterilan, konsentrasi, dan
durasinya untuk mematikan mikroba tanpa mematikan eksplan dan menciptakan
eksplan yang mampu bertahan hidup hingga muncul kalus. Selain itu diperlukan
tindaklanjut dari kemunculan kalus ini agar dapat dipindahkan pada media tanam
yang baru sebagai media perkecambahan dan dapat menjadi sebuah penelitian
yang sinergis sampai tanaman tersebut dapat diaklimatisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Aishah MS, Rosli WIW. 2013. Effect of different drying techniques on the
nutritional values of oyster mushroom (Pleurotus sajor-caju). Sains Malaysiana
42(7)(2013):937-941.
Cantika. 2006. Pengaruh jenis dan konsentrasi antibiotik terhadap kontaminasi
dan perkembangan eksplan Heliconia psittacorum L.f cv. Lady Di [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Clarke C. 1997. Nepenthes of Borneo. Di dalam Natural History Publications
Kota Kinabalu. Sabah (MY).
Clay K. 1988. Clavicipitaceous fungal endophytes of grasses coevolution and the
change from parasitism to mutualism. Di dalam: Pirozinsky KA, Hawksworth,
DL, editor. Coevolution of fungi with plant and animals. London (GB):
Academic Pr.
Collin HA, Edwards. 1998. Plant Cell Culture. Singapore (SG): Bios Scientific.
Darmono DW. 2003. Menghasilkan Anggrek Silangan. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
Durham NC. 2004. Armies of fighting fungi protect chocolate trees [Internet].
[diunduh
2013
November
20].
Tersedia
pada:
http://www.highbeam.com/doc/1G1-115835614.html
Evans DE, Coleman JOD, Kearns A. 2003. Plant Cell Culture. London (GB):
Bios Scientific.
Gamborg OL, Shyluk JK. 1981. Nutrition, media and characteristic of Plant Cell
and Tissue Culture. New York (US): Academic Pr.
George EF, Sherrington PD. 1984. Plant propagation by tissue culture. Di dalam:
Handbook and Directory of Commercial Laboratories. England (GB):
Exegetics Ltd.

17
Gunawan LW. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Bogor (ID): Laboratorium Kultur
Jaringan Tanaman. Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian
Bogor.
Hendaryono DPS, Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan Pengenalan dan
Petunjuk Perbanyakan Tanaman secara Vegetatif-Modern. Yogyakarta (ID):
Kanisius.
Heryanto E. 1996. Rancangan Percobaan pada Bidang Pertanian. Ungaran (ID):
Trubus Agriwidya
James, Pietropaolo P. 1986. Carnivorous Plants of The World. New York (US):
Timber Pr.
Kobayashi DY, Palumbo JD. 2000. Bacterial endophytes and their effect on plant
and uses in agriculture. Di dalam: Bacon CW, White JF, editor. Microbial
Endophytes. New York (US): Marcel Dekker.
Leifert C, Cassels AC. 2001. Microbial hazard in plant tissue and cell cultures. In
Vitro Cell, Dev. Biol. Plant. 37:133-138.
Mansur M. 2007. Nepenthes Kantong Semar yang Unik. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
Pancaningtyas S, Ismayadi C. 2011. Sterilisasi Ulang pada Perbanyakan Somatic
Embryogenesis Kakao (Theobroma cacao L.) untuk Penyelamatan Embrio
Terkontaminasi. Pelita Perkebunan. 27(1): 1-10.
Petrini O. 1992. Fungal endiphytes of tree leaves. Di dalam: Andrew JH, Hirano
SS, editor. Microbial Ecology of Leaves. New York (US): Springer-Verlag.
Purnamaningsih R. 2002. Regenerasi tanaman melalui embriogenesis somatik dan
beberapa gen yang mengendalikannya. Buletin AgroBio 5(2)
Purwanto AW. 2011. Budi Daya Ex-Situ Nepenthes Kantong Semar nan Eksotis.
Yogyakarta (ID): Kanisius.
Sandra E. 2002. Kultur Jaringan Anggrek Skala Rumah Tangga. Jakarta (ID):
AgroMedia Pustaka.
Santoso U, Nursandi F. 2003. Kultur Jaringan Tanaman. Malang (ID): UMM Pr.
Wetter LR, Constabel F. 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman. Widianto MB,
editor. Bandung (ID): Penerbit ITB.
Wudianto R. 2002. Petunjuk Penggunan Pestisida. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman: Solusi Perbanyakan Budi Daya.
Jakarta (ID): Bumi Aksara.

18
Lampiran 1 Komposisi media Murashige dan Skoog
Bahan Kimia

Konsentrasi dalam
Media (mg/l) untuk 1
MS

Konsentrasi dalam
Media (mg/l) untuk ½
MS

Makro Nutrien
NH4NO3
KNO3
CaCl2 . H2O
MgSO4 . 7H2O
KH2PO4

1 650,000
1 900,000
440,000
370,000
170,000

825,000
950,000
220,000
185,000
85,000

37,000
27,000

18,500
13,500

22,300
8,600
6,200
0,830
0,250
0,025
0,025

11,150
4,300
3,100
0,415
0,125
0,013
0,013

2,000
0,500
0,500
0,100
100,000
30 000,000
7 000,000

1,000
0,250
0,250
0,050
50,000
15 000,000
3 500,000

Iron
Na2EDTA
FeSO4 . 7H2O
Mikro
Nutrien
MnSO4 . 4H2O
ZnSO4 . 7H2O
H3BO3
KI
NaMoO4 . 2H2O
CuSO4 . 5H2O
Co2Cl . 6H2O
Vitamin
Glycine
Nicotine Acid
Pyrodoxin HCl
Thyamine HCl
Myo-inositol
Sukrosa
Agar

19
Lampiran 2 Konsentrasi media MS dan kombinasi hormon
Perlakuan
M1
M2
M3
M4
M5
M6
M7
M8
M9
M10

Media
1/2 MS
1/2 MS + 1,5 BAP + 1 24D
1/2 MS + 4 BAP + 0,5 24D
1/2 MS + 4 BAP + 0,5 GA + 2ml gly + 200mg cas + 100ml air kelapa kemasan
1/2 MS + 8 BAP + 0,5 GA + 2ml gly + 200mg cas + 100ml air kelapa kemasan
1/2 MS + 0,5 BAP + 0,5 24D
1/2 MS + 0,5 BAP + 0,5 24D
1/2 MS + 1,5 BAP + 0,5 24D + 2ml gly + 200mg cas
1/2 MS + 1,5 BAP + 0,5 24D + 2ml gly + 200mg cas
1/5 MS + 1 BAP + 1 24D + 2ml gly + 200mg cas

20
Lampiran Lampiran 33 Konsentrasi dan durasi bahan sterilan

21

22

Lampiran 4 Perlakuan sterilisasi eksplan
A

= Bahan sterilan:
Detergen (1 gr/100ml, 7'); Pembilasan (100 ml, 3')
Media : ½ MS

B

= Bahan sterilan:
Detergen (1 gr/100 ml, 7'); Pembilasan (100 ml, 3'); Bayclin 10% (10
ml/100 ml, 7'); Bayclin 5% (5 ml/95 ml, 7'); Pembilasan akhir 3x (@
100ml, 3')
Media : 1/2 MS + 1,5 BAP + 1 24D

C

= Bahan sterilan:
Detergen (1 gr/100 ml, 10'); Pembilasan (100 ml, 3'); Fungisida (1
gr/100 ml, 30'); Pembilasan (100 ml, 3'); Streptomycin (5 ml/100 ml,17
jam); Pembilasan (100 ml, 3'); HgCl (10ml/100ml, 5’); Pembilasan
(100 ml, 3'); Bayclin 15% (15 ml/85 ml, 5'); Bayclin 10% (10 ml/100
ml, 5'); Bayclin 5% (5 ml/95 ml, 5'); Pembilasan akhir 3x (@ 100 ml,
3')
Media : 1/2 MS + 4 BAP + 0,5 24D

D

= Bahan sterilan:
Detergen (1 gr/100 ml, 10'); Pembilasan (100 ml, 5'); Fungisida (1
gr/100 ml, 30'); Pembilasan (100 ml, 5'); Streptomycin (5 ml/100 ml,17
jam); Pembilasan (100 ml, 5'); HgCl (5ml/100ml, 10’); Pembilasan
(100 ml, 5'); Bayclin 5% (5 ml/95 ml, 10'); Pembilasan akhir 3x (@ 100
ml, 5')
Media : 1/2 MS + 4 BAP + 0,5 GA + 2ml gly + 200mg cas + 100ml air
kelapa kemasan

E

= Bahan sterilan:
Detergen (1 gr/100 ml, 10'); Pembilasan (100 ml, 5'); Fungisida (1
gr/100 ml, 30'); Pembilasan (100 ml, 5'); Streptomycin (5 ml/100 ml,1
jam); Pembilasan (100 ml, 5'); HgCl (5ml/100ml, 10’); Pembilasan
(100 ml, 5'); Bayclin 10% (10 ml/100 ml, 10'); Bayclin 5% (5 ml/95 ml,
10'); Pembilasan akhir 3x (@ 100 ml, 5')
Media : 1/2 MS + 8 BAP + 0,5 GA + 2ml gly + 200mg cas + 100ml air
kelapa kemasan

F

= Bahan sterilan:
Detergen (1 gr/100 ml, 10'); Pembilasan (100 ml, 5'); Fungisida (1
gr/100 ml, 30'); Pembilasan (100 ml, 5'); Streptomycin (25 ml/100
ml,17jam); Pembilasan (100 ml, 5'); HgCl (10ml/100ml, 7’);
Pembilasan (100 ml, 5'); Bayclin 5% (5 ml/95 ml, 12'); Pembilasan
akhir 5x (@ 100 ml, 3')
Media : 1/2 MS + 0,5 BAP + 0,5 24D

23

Lampiran 4 Perlakuan sterilisasi eksplan (lanjutan)
G

= Bahan sterilan:
Detergen (1 gr/100 ml, 10'); Pembilasan (100 ml, 5'); Fungisida (1
gr/100 ml, 30'); Pembilasan (100 ml, 5'); Streptomycin (25 ml/100 ml,
21jam); Pembilasan (100 ml, 5'); HgCl (10ml/100ml, 8’); Pembilasan
(100 ml, 5'); Bayclin 5% (5 ml/95 ml, 11'); Pembilasan akhir 5x (@ 100
ml, 3')
Media : 1/2 MS + 0,5 BAP + 0,5 24D

H

= Bahan sterilan:
Detergen (1 gr/100 ml, 10'); Pembilasan (100 ml, 5'); Fungisida (1
gr/100 ml, 30'); Pembilasan (100 ml, 5'); Streptomycin (25 ml/100 ml,
17jam); Pembilasan (100 ml, 5'); HgCl (10ml/100ml, 9’); Pembilasan
(100 ml, 5'); Bayclin 5% (5 ml/95 ml, 10'); Pembilasan akhir 5x (@ 100
ml, 3')
Media : 1/2 MS + 1,5 BAP + 0,5 24D + 2ml gly + 200mg cas

I

= Bahan sterilan:
Detergen (1 gr/100 ml, 10'); Pembilasan (100 ml, 5'); Fungisida (1
gr/100 ml, 30'); Pembilasan (100 ml, 5'); Streptomycin (25 ml/100 ml,
21jam); Pembilasan (100 ml, 5'); HgCl (10ml/100ml, 10’); Pembilasan
(100 ml, 5'); Bayclin 5% (5 ml/95 ml, 9'); Pembilasan akhir 5x (@ 100
ml, 3')
Media : 1/2 MS + 1,5 BAP + 0,5 24D + 2ml gly + 200mg cas

J

= Bahan sterilan:
Detergen (1 gr/100 ml, 5'); Pembilasan (100 ml, 3'); Fungisida (1 gr/100
ml, 15'); Pembilasan (100 ml, 3'); Streptomycin (20 ml/100 ml, 17jam);
Pembilasan (100 ml, 3'); HgCl (10ml/100ml, 5’); Pembilasan (100 ml,
3'); Bayclin 5% (5 ml/95 ml, 5'); Pembilasan akhir 5x (@ 100 ml, 3')
Media : 1/5 MS + 1 BAP + 1 24D + 2ml gly + 200mg cas

24

Lampiran 5 Jadwal karantina tanaman
Senin
Penyiraman √
Fungisida

Bakterisida
Antibiotik


Selasa



Rabu



Kamis



Jumat




Sabtu



Lampiran 6 Kontaminan yang ditemukan selama pengamatan

Cendawan coklat 1

Cendawan coklat 2

Cendawan hitam 1

Cendawan hitam 2

Cendawan hitam 3

Cendawan hitam 4

Cendawan hitam 5

Cendawan hitam 6

Minggu




25

Lampiran 6 Kontaminan yang ditemukan selama pengamatan (lanjutan)

Cendawan hitam 7

Cendawan hitam 8

Cendawan merah

Cendawan putih 1

Cendawan putih 2

Cendawan putih 3

Cendawan putih 4

Cendawan putih 5

Cendawan putih 6

Cendawan putih 7

26

Lampiran 7 Rata-rata persentase eksplan yang terkontaminasi, mati, dan hidup
pada setiap perlakuan

Perlakuan
A

B

C

D

E

F

G

H

Ulangan
1
2
3

rata-rata
1
2
3

rata-rata
1
2
3

rata-rata
1
2
3

rata-rata
1
2
3

rata-rata
1
2
3

rata-rata
1
2
3

rata-rata
1
2
3

rata-rata

% eksplan yang
terko