Nutritional Status of Fishing Families in The District North Halmahera, Relation to Patterns of Consumption of Fishery Products

(1)

STATUS GIZI KELUARGA NELAYAN

DI KABUPATEN HALMAHERA UTARA, KAITANNYA

DENGAN POLA KONSUMSI HASIL PERIKANAN

DEVIE CATRINTJE BITJOLI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Status Gizi Keluarga Nelayan di Kabupaten Halmahera Utara, Kaitannya dengan Pola Konsumsi Hasil Perikanan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, November 2010

Devie Catrintje Bitjoli C 452070214


(3)

ABSTRACT

DEVIE CATRINTJE BITJOLI. Nutritional Status of Fishing Families in The District North Halmahera, Relation to Patterns of Consumption of Fishery Products. Supervised by of Domu Simbolon and John Haluan

Halmahera Northern districts is an area that has the natural resources of marine source of iodine is high enough.Stock Fishery North Halmahera by 89.865 tons/year. But in reality the results of national survey of mumps since 1980 until 2003, North Halmahera including areas classifield as severe endemic Iodine Deficiency Disordes (IDD). IDD be one causes of decreased quality of human resources (HR) sector in a region. Therefore, the purpose of this study include: 1). Identification the conditions and diet of fishermen families; 2). Analyze the status (level endemism) of IDD in a family of fishermen in the district North Halmahera.; and 3). To determinine the factors (diet) most likely to be the cause of IDD in the district North Halmahera. This research was conducted in 2009 in 10 coastal district in North Halmahera. Identification of goiter or IDD conducted by Palpation/Tactile on the neck and measurement of iodine levels in urine of respondents who were purposively select (purposive sampling) 384 fishing families. Furthermore, respondents were asked to complete a questionnaire or be interviewed about the identity and level of knowledge and diet. Based on interviews or questionnaires and the information that majority of the respondents consume foods containing iodine is high (>100 µg/day) and goitrogenic substance consumption level is high (>10 mg/day), while the results of urinary iodine is obtained 0,5% higher, 84,4% of normal and 15,1% lower. Results palpability thyroid gland is known that the total goiter rate (TGR) of 11,7% at district level who fall into categories of mild endemic TGR with referente to the criteria of WHO. This value is lower than the National Goitre Survey in 1980/1982 and the results of the survey year in which the cluster 1995/1996 North Halmahera island of the West with 54,7% TGR. At district level, District Central Tobelo a district that most people with high levels of endemicity of IDD (TGR = 30%) while the lowest Kao District (TGR = 3,3%). Results Logistic regression analysis found that consumption of foods containing goitrogenic substances causing or likely to affect the IDD in fisher family of North Halmahera. Consumption of iodized salt a chance to reduce or prevent IDD or goiter by 0,027. While the consumption of foods containing goitrogenic substances likely to cause or increase the IDD or goiter of 0,101.


(4)

RINGKASAN

DEVIE CATRINTJE BITJOLI. Status Gizi Keluarga Nelayan di Kabupaten Halmahera Utara, Kaitannya dengan Pola Konsumsi Hasil Perikanan. Dibimbing oleh Domu Simbolon dan John Haluan.

Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumberdaya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan dalam pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja dan menurunkan daya tahan tubuh. Sumber makanan bergizi berasal dari makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Protein dan mineral merupakan unsur gizi yang diperlukan oleh manusia untuk mengatur metabolisma tubuh.

Sumber daya perikanan di perairan Halmahera Utara merupakan salah satu sumberdaya hayati yang memungkinkan untuk dimanfaatkan dan dikembangkan secara luas. Stok perikanan Halmahera Utara sebesar 89.865,69 ton/tahun. Ikan merupakan sumber pangan dengan kandungan protein dan mineral yang tinggi termasuk kandungan iodin. Iodin merupakan mineral yang diperlukan, walaupun dalam jumlah relatif kecil tetapi mempunyai peranan yang penting untuk pembentukan hormon tiroksin. Di samping itu pula terdapat bahan makanan yang dapat menghambat penyerapan iodin oleh kelenjar tiroid, apabila bahan tersebut dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan yang disebut zat goitrogen. Hasil Survei Nasional Gondok tahun 1980 sampai 2003, Kabupaten Halmahera Utara termasuk wilayah dengan klasifikasi endemis berat kasus kekurangan iodin dengan Total Goiter Rate (TGR) lebih dari 30%. Gangguan akibat kekurangan iodin (GAKI) merupakan gangguan fungsi kelenjar tiroid yang mempunyai dampak kesehatan yang cukup luas. Kekurangan iodin tidak hanya menyebabkan gondok, tetapi juga gangguan mental, neurologis, dan kretinisme. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi kondisi dan pola makan keluarga nelayan, menganalisis status (tingkat enemisitas) GAKI dan menentukan faktor-faktor penyebab timbulnya gangguan akibat kekurangan iodin (GAKI) pada keluarga nelayan di Kabupaten Halmahera Utara.

Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan mulai pada bulan September sampai Desember tahun 2009 di 20 desa pesisir yang masuk dalam 10 kecamatan di Kabupaten Halmahera Utara, yaitu Kecamatan Tobelo, Tobelo Selatan, Tobelo Timur, Tobelo Tengah, Tobelo Utara, Galela, Kao, Kao Utara, Kao Teluk, Malifut. Data dan informasi yang dikumpulkan atau digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan antara lain pola makan (frekuensi, jenis dan porsi makan, data konsumsi iodin, data konsumsi zat goitrogen, data cara pengolahan ikan dan data konsumsi garam beriodin), derajat pembesaran gondok (gejala GAKI) serta dampaknya. Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan untuk menunjang data kajian adalah data kependudukan (sosial, ekonomi dan kesehatan) yang diperoleh dari Halmahera Utara Dalam Angka (BPS, 2009) dan beberapa laporan kegiatan atau penelitian terkait.

Pengambilan data primer di bantu oleh petugas gizi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Halmahera Utara dan petugas gizi dari 7 puskesmas yang terdekat dari


(5)

lokasi penelitian. Responden penelitian ini adalah keluarga nelayan yang dipilih secara sengaja (purposive sampling) yang berjumlah 384 orang. Penentuan jumlah responden mengacu pada formula Lemeshow (1990) yang menggunakan proporsi penderita GAKI atau TGR Kabupaten Halmahera Utara Tahun 2002/2003 sebesar 48,3%. Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar iodin urine responden dan identifikasi kondisi kelenjar tiroid (derajat pembesaran gondok/gejala GAKI) menggunakan metode palpasi/perabaan pada leher responden dengan mengacu pada kriteria Perez. Dari hasil perabaan dianalis dan dikelompokkan nilai TGRnya untuk mengetahui tingkat endemisitas GAKI di Kabupaten Halmahera Utara dengan mengacu pada kriteria WHO yaitu Tidak Endemik (TGR 0 – 5%), Endemisistas Ringan(TGR 5 – 19,9%), Endemisitas Sedang (TGR 20 – 29,9%) dan Endemisitas Berat (TGR lebih besar dari 30%). Dilakukan analisis regresi logistik menggunakan program SPSS 16 antara data konsumsi makanan beriodin yang didapat dengan pengambilan data frekuensi, jenis dan porsi makan, data konsumsi zat goitrogen, dan data konsumsi garam beriodin dangan derajat pembesaran gondok. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpeluang besar menjadi penyebab timbulnya GAKI di lokasi penelitian.

Pengisian kuesioner diperoleh informasi bahwa sebagian besar responden mengkonsumsi makanan mengandung iodin cukup tinggi (lebih dari100 µg/hari), tingkat konsumsi zat goitrogen tergolong tinggi (lebih dari 10 mg/hari), konsumsi garam beriodin juga tinggi (86,5%), sedangkan hasil pemeriksaan iodin urine didapatkan 0,5% tinggi, 84,4% normal dan 15,1% rendah. Hasil perabaan kelenjar tiroid diketahui bahwa TGR tingkat kabupaten sebesar 11,7% yang diklasifikasikan sebagai daerah endemik ringan. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan hasil Survei Nasional Gondok tahun 1980/1982 dan hasil survei tahun 1995/1996 dimana gugus pulau Halmahera Utara Barat dengan TGR 54,7%. Pada tingkat kecamatan, Kecamatan Tobelo Tengah merupakan kecamatan yang paling tinggi tingkat endemisitas GAKI (TGR sama dengan 30,6%). Kecamatan Tobelo Timur dan Kecamatan Galela termasuk endemis sedang. Kecamatan Tobelo, Tobelo Utara, Tobelo Selatan, Kao Utara, Malifut dan Kao Teluk termasuk endemis ringan. Sedangkan Kecamatan Kao paling rendah (TGR sama dengan 3,3%). Hasil analisi regresi logistis diketahui bahwa makanan yang mengandung zat goitrogen berpeluang menyebabkan atau meningkatkan GAKI atau gondok sebesar 0,101 dan konsumsi garam beriodin berpeluang dapat mencegah atau menurunkan GAKI sebesar 0,027.


(6)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2010 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya


(7)

STATUS GIZI KELUARGA NELAYAN

DI KABUPATEN HALMAHERA UTARA, KAITANNYA

DENGAN POLA KONSUMSI HASIL PERIKANAN

DEVIE CATRINTJE BITJOLI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(8)

(9)

Judul Tesis : Status Gizi Keluarga Nelayan di Kabupaten Halmahera Utara, Kaitannya Dengan Pola Konsumsi Hasil Perikanan Nama Mahasiswa : Devie Catrintje Bitjoli

NRP : C 452070214

Mayor : Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB Teknologi Kelautan

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2009 ini ialah kekurangan iodin, dengan judul Status Gizi Keluarga Nelayan di Kabupaten Halmahera Utara, Kaitannya Dengan Pola Konsumsi Hasil Perikanan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada ketua komisi pembimbing,

Bapak Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si dan anggota komisi pembimbing, Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc yang telah banyak memberi arahan, bimbingan

dan saran selama ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Bupati Kabupaten Halmahera Utara, Bapak Wakil Bupati Kabupaten Halmahera Utara, Bapak Kepala Dinas DKP Kabupaten Halmahera Utara dan semua pihak yang telah membantu selama pengumpulan data dan penyusunan tesis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2010

Devie Catrintje Bitjoli C 452070214


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Manado pada tanggal 6 Desember 1965 dari ayah Bone Bitjoli (alm) dan ibu Sofia Pelealu. Penulis merupakan putri ketiga dari empat bersaudara.

Tahun 1991 penulis lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado dan pada tahun 2008 mulai mengikuti pendidikan Pasca Sarjana di IPB Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara.

Penulis pernah bekerja sebagai dokter PTT di Puskesmas Piru Kecamatan Seram Barat Kabupaten Maluku Tengah sejak 1992 sampai 1995, Selanjutnya sebagai kepala puskemas di Kecamatan Sahu Kabupaten Maluku Utara tahun 1997 sampai 1999, kemudian kepala puskesmas di Kecamatan Kao Kabupaten Maluku Utara tahun 1999 sampai 2000, sebagai dokter puskesmas Koya Kecamatan Tondano Kabupaten Minahasa tahun 2000 sampai 2001, kepala puskesmas Tobelo tahun 2003 sampai 2007.

Selama mengikuti pendidikan penulis juga sebagai kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Halmahera Utara tahun 2007 sampai sekarang. Penulis juga berprofesi sebagai dokter umum dan menjadi anggota Ikatan Dokter Indonesia cabang Halmahera Utara.

Penulis menikah dengan Karwanto Hohakay pada tanggal 2 Desember 1995 dan dikaruniai seorang putri Kezia Maria dan seorang putra Daniel Christian.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR ISTILAH ... xvi

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Permasalahan ... 3

1.3 TujuanPenelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.5 Kerangka Pemikiran ... 4

1.6 Hipotesis ... 5

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Kondisi Umum Kabupaten Halmahera Utara ... 7

2.1.1 Potensi perikanan ... 8

2.2 Iodin ... 9

2.2.1 Ganguan Kekurangan Iodium (GAKI) ... 11

2 2.2 Dampak GAKI ... 13

2.3 Kelenjar Tiroid ... 14

2.4 Zat Goitrogen ... 14

2.5 Pola Makan Dan Cara Pengolahan Ikan... 16

3 METODOLOGI PENELITIAN ... 17

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

3.2 Bahan dan Alat ... 17

3.3 Pengumpulan Data ... 18

3.4 Analisis Data ... 19

4 HASIL ... 23

4.1 Kondisi Nelayan ... 23

4.2 Kondisi dan Pola Makan Keluarga Nelayan ... 25

4.3 Tingkat TGR dan Endemisitas GAKI ... 28

4.4 Faktor- Faktor yang Berpengaruh Terhadap GAKI ... 30

5 PEMBAHASAN ... 33


(13)

6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 39 6.1 Kesimpulan ... 39 6.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 41

LAMPIRAN ... 45


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Angka kecukupan iodin rata-rata yang dianjurkan ... 10

2 Rata-rata kadar iodin dalam makanan ... 11

3 Kelainan GAKI yang dapat ditemukan pada berbagai kelompok umur ... 12

4 Daftar makanan yang mengandungzat goitrogen ... 15

5 Penetapan nilai berdasarkan skor fekuensi ... 20

6 Derajat pembesaran gondok kriteria perez ... 20

7 Klasifikasi gondok endemik ... 21

8 Karateristik nelayan ... 23

9 Pola makan responden... 26

10 Pola konsumsi tingkat kecamatan ... 27

11 Hasil analisis regresi logistik tingkat kabupaten ... 31

12 Hasil analisis regresi logistik Kecamatan Tobelo Tengah ... 31


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pemikiran ... ... 5

2 Peta lokasi penelitian ... 17

3 Tingkat pendidikan keluarga nelayan di lokasi penelitian ... 24

4 Tingkat pengetahuan keluarga nelayan tentang iodin ... 25

5 Cara memasak ikan keluarga nelayan ... 28

6 Tingkat TGR di masing-masing kecamatan lokasi penelitian ... 29

7 Tingkat endemisitas GAKI ... 29

8 Frekuensi konsumsi makanan yang mengandung zat goitrogen ... 30


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Jumlah keluarga nelayan menurut kecamatan di Kabupaten Halmahera

Utara tahun 2009 ... 45

2 Jumlah sampel penelitian menurut desa nelayan dan kecamatan ... 46

3 Pedoman palpasi kelenjar gondok ... 47

4 Hasil perabaan kelenjar gondok berdasarkan kecamatan ... 48

5 Hasil analisis regresi logistik kabupaten ... 49

6 Analisis regresi logistik kejadian GAKI dengan pola makan di Kecamatan Tobelo Tengah ... 50

7 Hasil penelitian pola makan responden di Kabupaten Halmahera Utara . 52 8 Foto kegiatan penelitian ... 76


(17)

DAFTAR ISTILAH

Abortus : keguguran/pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan dengan batasan umur kehamilan sebelum 22 minggu

Asupan : jumlah makanan yang masuk ke dalam tubuh

Biosintesa : pembentukan senyawa/zat yang berlangsung di dalam tubuh Endemik : gejala yang dialami oleh organisme pada suatu lokasi

geografi tertentu

Fetus : janin yang berkembang setelah fase embrio

Food model : panduan yang digunakan untuk memperoleh data kualitatif/semi kualitatif tentang pola konsumsi pangan untuk menaksir frekuensi makan yang dikonsumsi periode harian, mingguan, bulanan dan tahunan

Hipotiroid : menurunnya produksi hormon tiroid pada kelenjar tiroid Glukoneogenesis : proses metabolisme yang digunakan oleh tubuh untuk

keseimbangan lukosa

Glukosida : semacam racun yang dapat membentuk asam sianida Gondok : keadaan kelenjar gondok/tiroid lebih besar dari normal

Hormon : zat kimia yang dihasilkan tubuh secara alami yang dialirkan oleh darah menuju berbagai jaringan dan menimbulkan efek tertentu sesuai dengan fungsinya

Irreversibel : suatu keaadaan yang menetap


(18)

Kelenjar tiroid : kelenjar yang terdapat pada daerah leher bagian depan yang berfungsi menghasilkan hormon tiroid

Kretin : gangguan pertumbuhan pada manusia yang ditandai dengan cebol/kerdil

Metode Recaal : metode yang dipakai untuk mengetahui konsumsi iodin 1hari (24 jam)

Neonatus : bayi yang baru lahir sebelum berumur 28 hari Nodul : benjolan yang tersusun oleh jaringan

Prevalensi : angka kejadian suatu penyakit Retardasi mental : keterbelakang mental

Status gizi : keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan zat gizi yang masuk dan penggunaanya

TGR : atau Total Goiter Rate adalah angka yang menunjukkan banyaknya pembesaran kelenjar gondok


(19)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Status gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumberdaya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan dalam pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja dan menurunkan daya tahan tubuh. Sumber makanan bergizi berasal dari makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Protein dan mineral merupakan unsur gizi yang diperlukan manusia untuk mengatur metabolisme tubuh (Depkes, 2001). Produk perikanan merupakan sumber pangan dengan kandungan protein dan mineral termasuk kandungan iodin yang tinggi, dengan kadar iodin 3 µg sampai 386 µg setiap 100 gram.

Ikan mudah dicerna dan sebagai bahan pangan yang rendah kolesterol sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit jantung dan tekanan darah. Ikan yang layak dimakan adalah ikan yang bermutu baik atau mutu ikan yang dimakan memenuhi standar kesehatan (Diniah, 1995).

Sumberdaya perikanan di perairan Halmahera Utara merupakan salah satu sumberdaya hayati yang memungkinkan untuk dimanfaatkan dan dikembangkan secara luas. Kabupaten Halmahera Utara sebagian besar luas wilayahnya adalah perairan laut, yaitu 19.536,02 km2 (78%). Besarnya standing stock sumberdaya ikan yang terkandung di perairan tersebut diperkirakan mencapai 148.473,8 ton/tahun dengan potensi lestari yang dapat dimanfaatkan (Maximum Sustainable Yield/MSY) sebesar 48.946,4 ton/tahun (DKP Halut, 2007). Sebagian besar penduduk (13 Kecamatan dari 17 kecamatan) yang tinggal di wilayah pesisir maupun pulau-pulau sekitar Halmahera Utara, mata pencarian utamanya adalah petani dan nelayan dengan makanan utama berupa nasi, sagu, singkong, dan ikan.

Penangkapan ikan merupakan kegiatan pokok yang sangat penting bagi nelayan seiring dengan meningkatnya kegemaran dan kebutuhan akan makanan dari laut (seafood). Kebutuhan bahan makanan protein dan mineral dari laut akan meningkatkan usaha penangkapan ikan oleh nelayan (Murdianto, 2004). Penangkapan ikan oleh nelayan selain kebutuhan untuk memperoleh penghasilan, juga sebagai konsumsi keluarga. Keluarga nelayan diyakini banyak


(20)

mengkonsumsi makanan yang berasal dari laut yang kaya protein dan mineral termasuk iodin.

Iodin adalah salah satu unsur mineral yang diperlukan untuk pembentukan hormon tiroid dalam proses metaboilsma tubuh. Iodin yang dikonsumsi manusia sebagian bersumber dari makanan yang berasal dari hasil-hasil perikanan, selain dari garam beriodin yang dipakai untuk mengolah makanan. Kekurangan iodin dapat mengakibatkan kasus gangguan akibat kekurangan iodin (GAKI) dengan gejala pembesaran kelenjar tiroid (gondok), gangguan perkembangan otak pada janin yang dikandung ibu hamil yang berhubungan dengan perkembangan kecerdasan anak (Thaha et al. 2001).

GAKI masih merupakan masalah di Kabupaten Halmahera Utara sesuai hasil survei nasional gondok tahun 1980/1982, dan hasil survei tahun 1995/l996 menunjukkan bahwa Total Goiter Rate (TGR) pada gugus pulau Halmahera Utara Barat sebesar 54,7%. TGR ini diperoleh melalui pemeriksaan visual dan perabaan pada kelenjar tiroid di daerah leher dan ditemukan adanya pembesaran. Dengan nilai TGR lebih besar dari 30% ini, berarti termasuk wilayah endemik berat. Tahun 2002/2003 dilakukan survei pada Kecamatan Tobelo dan Kecamatan Tobelo Selatan dengan hasil TGR masih lebih dari 30% atau masih termasuk dalam kategori endemik berat (Dachlan & Thaha 2001).

GAKI juga bisa disebabkan oleh konsumsi makanan yang mengandung zat goitrogen seperti ubi kayu, singkong, terong, kacang panjang, daun melinjo, jeruk lemon, dan kol (Dachlan & Thaha 2001). Zat goitrogen pada makanan dapat menghambat penyerapan iodin oleh kelenjar tiroid, apabila bahan tersebut dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan dan terus menerus.

GAKI merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius, mengingat dampaknya secara langsung pada kelangsungan hidup dan kualitas sumberdaya manusia. Beban masyarakat dan pemerintah sebagai dampak negatif dari GAKI terutama bukan pada masalah pembesaran kelenjar gondoknya, melainkan pada akibat kelainan yang menyertainya yang menyangkut perkembangan saraf, mental dan fisik, yang disebut kretin (Djokomoeljanto, 1996).

Penanggulangan GAKI di Kabupaten Halmahera Utara yang sebagian besar masyarakatnya tinggal di wilayah pesisir, bekerja sebagai nelayan dan


(21)

mengkonsumsi hasil laut akan lebih efektif dan efisien. Status dan penyebab GAKI di daerah ini perlu diketahui secara dini dan akurat sehingga program pencegahan dan penanggulangannya dapat dilakukan secara tepat.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka permasalahan yang memerlukan jawaban atau pemecahan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1 Faktor-faktor penyebab terjadinya gangguan akibat kekurangan iodin (GAKI) pada keluarga nelayan yang tinggal di daerah pesisir Kabupaten Halmahera Utara belum teridentifikasi.

2 Hubungan antara pola makan dan cara pengolahan ikan dengan kasus GAKI pada keluarga nelayan di Kabupaten Halmahera Utara belum diketahui. 1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1 Mengidentifikasi kondisi dan pola makan keluarga nelayan.

2 Menganalisis status (tingkat endemisitas) GAKI keluarga nelayan di Kabupaten Halmahera Utara.

3 Menentukan faktor- faktor penyebab timbulnya GAKI pada keluarga nelayan di Kabupaten Halmahera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:

1 Sebagai masukan bagi keluarga nelayan maupun masyarakat umumnya dalam pola makan dan cara pengolahan ikan.

2 Sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan kebijakan dalam program penanggulangan GAKI.

3 Sumbangan ilmiah dan informasi bagi penelitian gangguan akibat kekurangan iodin (GAKI) selanjutnya.


(22)

1.5 Kerangka Pemikiran

Kekayaan dan keanekaragaman sumberdaya alam baik laut maupun darat yang dimiliki daerah Kabupaten Halmahera Utara merupakan sumber bahan makanan yang cukup bergizi karena mengandung berbagai mineral yang yang potensial bagi tubuh, salah satunya adalah iodin. Iodin banyak terdapat pada produk perikanan laut yang dikonsumsi oleh masyarakat pesisir terutama keluarga nelayan, misalnya pada ikan dan rumput laut. Mineral tersebut sangat penting bagi tubuh untuk pembentukan hormon tiroksin oleh kelenjar tiroid. Selain sebagai sumber makanan yang bergizi bagi tubuh, alam (laut maupun darat) juga menyediakan sumberdaya yang bersifat racun bagi tumbuh manusia, salah satunya adalah zat goitrogen. Zat goitrogen merupakan zat yang menghambat penyerapan mineral iodin di dalam tubuh, sehingga tubuh mengalami kekurangan iodin. GAKI menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid (gondok) dan penurunan intelektualitas (Kretin). Lebih lanjut GAKI menjadi salah satu penyebab penurunan kualitas SDM. Penurunan kualitas SDM akan menghambat pembangunan suatu daerah termasuk pembangunan sektor perikanan. Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka disusunlah pola pikir seperti pada Gambar 1.

Kabupaten Halmahera Utara memiliki sumberdaya ikan yang cukup potensial. Sumberdaya ikan yang dikonsumsi masyarakat pesisir di Kabupaten Halmahera Utara seyogianya dapat mengurangi kasus gangguan akibat kekurangan iodin (GAKI). Namun demikian, berdasarkan hasil survei sebelumnya menunjukkan bahwa Total Goiter Rate (TGR) pada gugus pulau Halmahera Utara Barat mencapai 54,7%. Hal ini mengindikasikan bahwa wilayah tersebut termasuk dalam kategori endemik berat.

Kasus GAKI ini perlu dianalisis secara sistematis dengan cara mengidentifikasi status dan faktor-faktor penyebab terjadinya gangguan akibat kekurangan iodin (GAKI), serta menganalisis hubungan antara pola makan dan cara pengolahan ikan dengan kasus GAKI pada keluarga nelayan di Kabupaten Halmahera Utara. Dengan demikian, program pencegahan dan penanggulangan GAKI dapat ditetapkan secara tepat. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1.


(23)

Gambar 1 Kerangka pemikiran. 1.6 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1 Ada hubungan kondisi dan pola makan keluarga nelayan dengan GAKI di Kabupaten Halmahera Utara.

2 Status endemisitas GAKI di Kabupaten Halmahera Utara diklasifikasikan sebagai daerah dengan endemik berat.

3 Kejadian GAKI dipengaruhi oleh konsumsi makanan beriodin, konsumsi zat goitrogen dan konsumsi garam beriodin.

Sumberdaya Alam Laut & Darat

Sumber Bahan Makanan

Iodin Zat Goitrogen

Pola Makan: • Jenis makanan

• Frekuensi makan

• Pengolahan ikan

GAKI

Kretin Gondok

Menurunkan Kualitas SDM


(24)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Umum Kabupaten Halmahera Utara

Kabupaten Halmahera Utara terbentuk tanggal 31 Mei 2003 dengan ibukota Tobelo, terletak di bagian utara Pulau Halmahera, berjarak 138 mil laut dari Ternate ibukota Propinsi Maluku Utara. Kabupaten ini berada pada posisi koordinat 10,57’ – 20,0’ LU dan 128,17’ – 128,18’ BT, yang terbentang dari utara ke selatan sepanjang 333 km dan dari barat ke timur sepanjang 148 km. Luas wilayah total 24.983.32 km2 yang meliputi wilayah laut 19.563,08 km2 (78%), wilayah daratan 5.420 km2 (22%). Dengan pemekaran Kabupaten Pulau Morotai (UU No 53/2008), luas wilayah Kabupaten Halmahera Utara berkurang menjadi 22.505,32 km2, meliputi luas daratan 4.951,61 km2 (22%) dan lautan seluas 17.555,71 km2 atau 78% (Profil Kab.Halmahera Utara, 2009).

Batas-batas wilayah Kabupaten Halmahera Utara adalah: sebelah utara berbatasan dengan Samudra Pasifik dan Kab. P. Morotai; sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Wasiley Kab. Halmahera Timur dan Laut Halmahera; sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Jailolo Selatan Kab. Halmahera Barat; dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Halmahera Barat.

Kabupaten Halmahera Utara sejak dimekarkan tahun 2003 memiliki 9 Kecamatan dan 174 Desa. Pada tanggal 14 Januari 2006 dikeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Halmahera Utara Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pembentukan Desa-Desa Dalam Daerah Kabupaten Halmahera Utara sehingga dari 174 Desa menjadi 260 Desa. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Halmahera Utara Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pembentukan Kecamatan - Kecamatan dalam daerah Kabupaten Halmahera Utara, maka 9 Kecamatan dimekarkan menjadi 22 Kecamatan. Jumlah penduduk tahun 2003 sebanyak 175.442 jiwa, tahun 2008 berjumlah 221.558 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk rata-rata 0,42 jiwa per Ha. Pada bulan Maret 2009 sebanyak 5 Kecamatan di P.Morotai yang sebelumnya termasuk dalam Kabupaten Halmahera Utara dimekarkan menjadi Kabupaten P. Morotai sehingga saat ini Kabupaten Halmahera Utara memiliki 17


(25)

kecamatan dan 196 desa dengan jumlah penduduk 177.782 jiwa. (Profil Halmahera Utara 2009).

Terdapat beberapa potensi unggulan di Kabupaten Halmahera Utara, yaitu (DKP Halmahera Utara, 2007):

1 Pertanian; memiliki lahan potensial sebesar 430.884 ha, mempunyai prospek baik karena didukung iklim tropis basah. Tanah pertanian yang ada sangat subur sehingga baik untuk digunakan bercocok tanam.

2 Perikanan; potensi perairan Kabupaten Halmahera Utara sangat besar, mempunyai potensi sumber daya ikan (standing stock) sebesar 89.865,69 ton/tahun dengan potensi lestari yang dapat dimanfaatkan (maximum Sustainablle Yield) sebesar 89.865,6 ton/tahun.

2.1.1 Potensi perikanan

Luas perairan Halmahera Utara adalah 19.563,08 km2 atau 78 % dari luas wilayah keseluruhan, dan mengandung berbagai sumber daya perikanan yang bernilai ekonomis penting. Berdasarkan data standing stock perikanan Halmahera Utara sebesar 89.865,69 ton/tahun, maka potensi lestari Maksimum Sustainable Yield (MSY) yang dapat dimanfaatkan setiap tahun diperkirakan sebesar 44.932,85 ton/tahun dengan perincian sebagai berikut: (1) ikan pelagis sebesar 17.986,44 ton/tahun, dan (2) ikan demersal 71.879,25 ton/tahun. Perikanan laut di Halmahera Utara merupakan daerah sebaran jenis ikan pelagis dan demersal yang mempunyai nilai ekonomis penting (DKP Halmahera Utara, 2007).

Beberapa wilayah kecamatan merupakan daerah penangkapan jenis ikan komersial, seperti ikan cakalang, tuna, kerapu, kakap merah, baronang, yang terdapat diperairan Kecamatan Galela, Loloda Utara, Tobelo dan Tobelo Selatan. Potensi perikanan di wilayah Kabupaten Halmahera Utara diperkirakan sebesar 89.865,69 ton/tahun. Pada tahun 2008 produksi perikanan laut mencapai 14.686,581 ton. Secara keseluruhan jenis ikan ekonomis penting yang terdapat dalam sumberdaya alam laut di Kabupaten Halmahera Utara yang ekonomis penting yaitu : cakalang (Katsuwonus pelamis), tatihu/madidihang (Thunnus albacores), mata besar (Thunnus abesus), albacore (Thunnus alalunga), layang


(26)

(Decapterus spp), kembung (Rastreliger sp), lemuru (Clupea spp), puri (Stolephorus spp), komo (Auxis spp), bubara (Caranx spp), julung (Hanirhampus sp), ikan terbang (Cypsilerus sp), peperek (Leiognathus sp), beleso (Sameda sp), biji nangka (Upeneus spp), gerot-gerot (Prada tyas spp), ikan merah (Lutjanus spp), kerapu (Ephynephelus sp), suwangi (Priocathus sp), kakap (Lotes spp), cucut (Hemigalerus sp), pari (Trygen sp), bawal hitam (Pormia niger), bawal putih ( Panpus argentus), alu-alu (Siganus sp), jenis – jenis bukan ikan (won fish), krustasea, moluska, echinodermata dan rumput laut, serta terumbu karang. Sedangkan sumberdaya alam pantai yaitu : ketam kenari (Birgus latro), penyu, burung laut, hutan mangrove. Disamping itu jenis udang (Penaied sp), kepiting (Brachyura sp), cumi-cumi (Chaphalopoda sp), kerang mutiara (Pinctada maxima), tapis-tapis (Pintada margarititera), lola (Thodws nilotice), teripang (Holothuridae sp) (Dinas Kelautan dan Perikanan Halmahera Utara 2007).

2.2 Iodin

Iodin merupakan mineral yang diperlukan tubuh, walaupun dalam jumlah relatif sangat kecil, tetapi mempunyai peranan yang sangat penting untuk pembentukan hormon tiroksin. Iodin adalah suatu unsur gizi mikro dengan bilangan atom 53 dengan bobot atomnya 126.91. Iodin adalah suatu “trace” elemen yang esensial, disebut demikian karena terdapat pada tubuh manusia dalam jumlah yang sangat sedikit yaitu sekitar 15 sampai 20 mg dan manusia membutuhkan iodin untuk pertumbuhan dan perkembangan hanya 100 sampai 150 µg per hari (0,1 sampai 0,15 mg) (Kresnawan, 1989). Kadar iodin lebih tinggi pada tumbuhan laut, seperti ganggang laut berwarna coklat sangat kaya akan iodin anorganik (0,7 sampai 4, 5 g per kilogram berat kering). Iodin yang dikonsumsi berasal dari bahan makanan sehari-hari seperti ikan laut, sayuran, buah-buahan dan air minum. Air laut mengandung jumlah total iodin terbesar dalam bentuk yodat. Air laut mengandung kadar iodin kira-kira 50 µg per liter (Olson 1988).

Iodin alam mempunyai sifat mudah menguap bila terkena panas. Bila terkena sinar matahari iodin organik/anorganik akan teroksidasi menjadi iodin elementer yaitu iodin bebas yang mudah menguap di udara bebas. Iodin juga sangat dipengaruhi oleh medianya. Dalam media bersifat asam, ion Iodida (I-)


(27)

sangat mudah terkena oksidasi. Iodin bereaksi dengan hydrogen membentuk HI berlangsung lambat. Sedangkan iodin dalam air akan mengalami hidrolisis dengan reaksi sebagai berikut :

I2 + H2O --- HIO + HI

Kandungan iodin dapat hilang melalui proses pengolahan oleh karena sifat-sifat iodin tersebut. Kandungan iodin pada ikan dapat hilang melalui proses memasak karena pemanasan. Kadarnya dalam bahan makanan akan berkurang, tergantung cara masaknya. Ikan yang dibakar kadar iodinnya berkurang 23 sampai 25%, bila digoreng berkurang 29 sampai 35%, dan bila direbus tanpa ditutup akan berkurang hingga 58 sampai 70% (Hetzel 1988).

Kebutuhan iodin setiap hari sekitar 1 sampai 2 µg per kg berat badan. Perkiraan kecukupan yang dianjurkan sekitar 40 sampai 120 µg per hari untuk anak sampai umur 10 tahun dan 150 µg per hari untuk orang dewasa. Untuk wanita hamil dan menyusui dianjurkan tambahan masing-masing 25 µg per hari (Tabel 1).

Tabel 1 Angka kecukupan iodin rata-rata yang dianjurkan

Golongan Umur Kecukupan Pria (µg) Kecukupan Wanita (µg) 0-6 bulan

7-12 bulan 1-3 tahun 4-6 tahun 7-9 tahun 10-60tahun >60 tahun Hamil Menyusui

50 70 70 110 120 150 150

50 70 70 110 120 150 150 + 25 + 50 Sumber : Kautras, 1986.

Iodin yang diserap tubuh sebagian besar terdapat dalam urin atau air kencing. Nilai rata-rata konsentrasi iodin urin 100 sampai 199 µg/l menggambarkan konsumsi iodin yang cukup (WHO 2001). Manusia tidak dapat membuat unsur iodin di dalam tubuh seperti protein atau gula. Manusia harus mendapatkan iodin dari luar tubuhnya (secara alamiah) melalui serapan iodin dari makanan dan minuman (Dunn 2001).


(28)

Bahan makanan yang merupakan sumber iodin yang baik adalah yang berasal dari hasil laut seperti kerang, ikan, dan udang. Sedangkan yang berasal dari produk hewani dan nabati seperti susu, daging, sayuran tergantung kandungan iodin tanah (WHO 2001) seperti pada Tabel 2. Air laut mengandung jumlah total iodin yang terbesar. Hal ini disebabkan dalam tanah dapat tercuci pada waktu banjir iodin akan mengalir bersama air banjir ke dalam sungai dan akhirnya ke laut. Ikan laut dan tanaman di dekat laut merupakan sumber iodin. Kandungan iodin tumbuhan laut umumnya tinggi yaitu 0,7 sampai 4,5 g/kg. Sedangkan untuk tumbuhan darat lebih rendah yaitu 0,1 mg/kg (Ellizar 1989). Tabel 2 Rata- Rata kadar iodin dalam makanan

No Bahan Makanan per 100 gram Berat ( µg) 1. 2. 3 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Ikan air tawar ( basah ) Ikan air tawar (kering) Ikan laut (basah) Ikan laut (kering) Cumi-cumi (basah) Cumi-cumi (kering) Daging Susu Telur Sayuran Cereal Buah-buahan 3,0 11,6 83,2 371,5 79,8 386,5 5,0 4,7 9,33 2,0 4,7 1,0 Sumber : Hetzel BS (1980).

2.2.1 Gangguan Akibat Kekurangan Iodin (GAKI)

GAKI adalah kumpulan gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan unsur iodin secara terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama (Depkes & Kesos, Deperindagkop, Depdagri 2001).

Manusia memerlukan iodin untuk membuat hormon tiroksin yang diproduksi oleh kelenjar gondok. Hormon tiroksin berperan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang normal dari manusia. Kekurangan iodin dapat menyebabkan beberapa gangguan yang dapat ditimbulkan pada semua tingkatan perkembangan manusia, mulai dari neonatus, anak dan remaja serta dewasa seperti dalam Tabel 3.


(29)

Tabel 3 Kelainan GAKI yang dapat ditemukan pada berbagai kelompok umur

Fetus Abortus, lahir mati, cacat bawaan, kretin, kelainan efek motorik

Neonatus Gondok neonatal, hipotiroid neonatal

Anak dan Remaja Gondok, hipotiroid juvenile, gangguan fungsi mental, keterlambatan dan perkembangan fisik

Dewasa Gondok dengan segala akibatnya, hipotiroid, gangguan

metabolisme, menurunnya produktifitas, kesuburan

Semua Umur Gondok, gangguan fungsi mental, kekebalan tubuh

menurun Sumber : R. Djokomoeljanto (1992).

Gejala yang terjadi akibat kekurangan iodin sangat luas tidak saja pada kelenjar tiroid akan tetapi juga untuk bayi yang masih dalam kandungan, perkembangan mental dan paling tragis adalah kretin (cebol), keterbelakangan mental yang tidak dapat diperbaiki lagi.

Masalah GAKI ditentukan ada atau tidaknya gondok dan kretin. Pengertian gondok adalah keadaan dari kelenjar gondok yang lebih besar dari normal. Gondok timbul karena kelenjar tidak dapat memproduksi hormon tiroksin dalam jumlah yang cukup dalam waktu yang lama. Pada umumnya penyebab paling utama dari gondok adalah konsumsi iodin yang rendah, namun demikian ada faktor-faktor lain yang berpengaruh seperti lingkungan, faktor genetik dan zat goitrogen di dalam bahan makanan tertentu. Variasi masukan iodin dan kebutuhan metabolik menyebabkan pembesaran kelenjar gondok timbul secara berkala dan kadang terdapat nodul yaitu benjolan yang tersusun oleh jaringan yang tidak mengekresi hormon dan pada umumnya dan jumlahnya meningkat bila gondok menjadi besar (Satriono 1988).

Beberapa ilmuwan telah membuat berbagai klasifikasi untuk menentukan derajat pembesaran gondok. Sampai saat sekarang untuk kebutuhan penelitian lapangan klasifikasi Perez merupakan yang terbaik dan termudah. Penentuan dilakukan dengan metode visual dan palpasi terhadap perubahan kelenjar tiroid. Gondok juga dapat diketahui melalui pengeluaran iodin dalam urine, pemeriksaan tersebut dilakukan untuk lebih mengetahui jumlah konsumsi iodin sehari. Pada klasifikasi pertama ternyata hormon tiroid cukup untuk perkembangan mental dan fisik secara normal. Pada klasifikasi kedua dapat terjadi gangguan fungsi hormon


(30)

tiroid dan resiko terjadinya hipotiroid, akan tetapi tidak sampai kretinisme. Pada derajat ketiga dapat terjadi kretinisme (Olson, 1988).

Prevalensi gondok disuatu daerah dapat meningkat meskipun pada masyarakat tertentu diberikan kecukupan iodin. Hal ini dapat disebabkan karena banyaknya kasus gondok besar yang tidak dapat hilang, meskipun mengecil, sehingga masih terhitung perubahan anatomi gondok yang menyebabkan proses irreversibel dan adanya faktor lain disamping iodin pada daerah endemik tersebut. Kretin terjadi akibat hipotiroid yang parah terjadi selama masa dalam kandungan dan masa bayi. Kretin ditandai dengan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan mental yang parah dan menetap serta ditambah dengan beberapa tanda seperti : bisu, tuli dan cebol. Kretin endemik umumnya terdapat pada daerah gondok endemik yang terjadi pada waktu bayi masih dalam kandungan atau tidak lama setelah bayi lahir (Djokomoeljanto, 1974).

2.2.2 Dampak GAKI

GAKI merupakan salah satu masalah yang cukup serius di Indonesia yang mempunyai kaitan erat dengan gangguan perkembangan mental dan kecerdasan. Dampak secara langsung dapat mempengaruhi kelangsungan hidup dan kualitas sumberdaya manusia dan secara tidak langsung dapat menghambat tujuan pembangunan nasional (Djokomoeljanto 2001).

Kekurangan iodin adalah penyebab GAKI yang paling sering terjadi di seluruh dunia. Pada tahun 1960, kira-kira 200 juta orang dari semua benua, bangsa dan budaya diserang oleh gondok yang disebabkan kekurangan iodin (Olson 1988). Terjadinya kekurangan iodin terutama akibat rendahnya kadar iodin dalam tanah sehingga air dan tumbuh-tumbuhan yang hidup pada daerah tersebut juga rendah kadar iodinnya. Dengan adanya keadaan tersebut akan mempengaruhi konsumsi iodin bagi jumlah penduduk yang bertempat tinggal didaerah itu. Kekurangan iodin pada awalnya ditandai dengan peningkatan pengeluaran hormon tiroid yang bersifat kompensasi. Jumlah hormon tiroid yang rendah di dalam darah merupakan faktor utama yang dapat mengakibatkan kerusakan pada perkembangan otak.


(31)

Kekurangan iodin pada tingkat berat akan menyebabkan keterbelakangan mental, sedangkan pada tingkat sedang dan ringan dapat mempengaruhi kemampuan kognitif anak. Penurunan kemampuan mental/sosial anak dan orang dewasa yang tinggal di daerah endemis, sehingga akan berpenampilan lamban, tidak bersemangat, kualitas hidup jadi rendah (WHO,UNICEF,ICCIDD 2003). 2.3 Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid terdiri atas dua lobus yang masing-masing letaknya pada tiap sisi trachea dengan bagian penghubung yang membuat keseluruhan kelenjar kurang lebih berbentuk “H”. Pada orang dewasa berat kelenjar ini 25 sampai 30 gr dan terdiri atas folikel-folikel yang berdekatan dengan tensi koloid protein (Harper, 1979). Pertumbuhan kelenjar tiroid dimulai pada waktu lahir. Berat kelenjar tiroid normal waktu lahir 1,5 gram. Laju pertumbuhan ini berlainan pada setiap individu pada daerah gondok dan tidak gondok. Aschoff (1924) membagi pertumbuhan kelenjar tiroid dalam 6 tingkatan yaitu pertumbuhan yang ukurannya bertambah setelah lahir, berkurang pada awal masa kanak-kanak, naik kembali sebelum dan sesudah pubertas, menetap setelah dewasa dan mengecil pada usia lanjut, serta mengalami kemungkinan degradsasi (De Smet 1996).

Hormon tiroid berfungsi sebagai pengatur kecepatan oksidasi dalam seluruh sel tubuh dan juga mengatur berbagai tingkatan metabolisme. Disamping itu hormon tiroid juga berperan dalam perkembangan mental, pematangan seks, pertukaran air, distribusi garam-garam elektrolit dan distribusi protein. Pengaruh lain hormon tiroid adalah dalam proses glukoneogenesis dan mobilisasi lemak (Prihadi dan Darmono 1975).

2.4 Zat Goitrogen

Goitrogen adalah suatu zat yang menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid, biasanya melalui pengaruh terhadap biosintesa hormon tiroid. Ada dua tipe bahan goitrogen yaitu tipe perklorat yang menghambat penyerapan iodin dan tipe tiourasil yang menghalangi pembentukan ikatan organik antara iodin dan tirosin untuk menjadi hormon tiroid (Sutrisno et al. 1993). Zat goitrogen dibedakan menjadi dua berdasarkan mekanisme kerja yaitu tiosianat dan tiourea. Kelompok


(32)

tiosianat menghambat mekanisme transport aktif iodin ke dalam kelenjar tiroid, sedangkan kelompok tiourea menghambat tahap organifikasi iodin dalam pembentukan hormon tiroid (Thaha et al. 2001). Bahan makanan yang tergolong dalam kelompok tiosianat seperti singkong, ubi, dan rebung, sedangkan yang tergolong dalam kelompok tiourea adalah kol, daun pepaya, dan jeruk lemon.

Prevalensi gondok pada beberapa kelompok masyarakat yang bertetangga di beberapa negara didapat bahwa goitrogen alami di dalam bahan pangan adalah penentu prevalensi dan tingkat keparahan gondok endemik (Gaitan 1980). Gondok endemik di Zaire Afrika pada beberapa kecamatan yang makanan utama atau makanan pokoknya ubi kayu yang mengandung glukosida yaitu linamarin

menghasilkan tiosianat yang menghambat pengambilan iodida oleh kelenjar tiroid.

Zat goitrogen ini akan menghambat sintesis hormon kelenjar gondok berupa triodotironin dan tirosin T3 dan T4. Selain ubi kayu makanan yang tergolong kacang-kacangan yaitu kacang tanah dan kacang kedele juga mengandung zat goitrogen, yang diduga menjadi zat aktif pada bahan makanan (Satriono 1988), seperti dalam Tabel 4.

Tabel 4 Daftar makanan yang mengandung zat goitrogen

No Nama Bahan Kadar Sianida (CN)

(mg/100 g bahan) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Bayam Buncis Cabe hijau Daun melinjo Daun singkong Daun pepaya Kol Pare Jeruk lemon Kacang panjang Singkong Ubi Talas Terong ungu 3,84 6,42 3,99 12,97 1,64 9,18 12,09 6,15 6,23 9,32 7,80 3,88 4,68 4,09 Sumber : Satriono (1988).


(33)

2.5 Pola Makan dan Cara Pengolahan Ikan

Pola makan adalah susunan menu makanan dan frekuensi makan setiap hari oleh keluarga untuk mencukupi kebutuhan tubuh. Pola makan dan cara pengolahan ikan berpengaruh terhadap kandungan iodin. Pola makan yang baik bila keluarga mempunyai menu yang cukup mengandung zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dan berpedoman pada empat sehat lima sempurna. Bahan makanan yang dikonsumsi oleh keluarga nelayan pada umumnya merupakan hasil daerah setempat terutama hasil-hasil laut. Pola makan antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya akan berbeda. Untuk itu diperlukan data pola makan keluarga karena dapat memberikan gambaran secara kualitatif kecukupan masukan gizi seseorang.

Ada tiga teknik yang dapat digunakan untuk menentukan konsumsi makanan di masyarakat yaitu metode penimbangan, recall 24 jam dan skor frekuensi. Metode penimbangan merupakan metode yang sangat tepat untuk menaksir jumlah makanan yang biasanya dikonsumsi dan tingkat ketepatan lebih besar karena ukurannya ditimbang, sedangkan kelemahannya lebih merepotkan dan dapat terjadi kesalahan membaca atau mencatat hasil penimbangan. Metode recall 24 jam merupakan metode yang cepat dan relatif murah dan dapat digunakan pada yang tidak bisa membaca, lebih tepat digunakan pada sampel yang besar. Kelemahan dari metode ini adalah diperlukan daya ingat yang baik dan bisa terjadi overestimasi untuk makanan yang rendah dikonsumsi dan underestimasi untuk makanan yang tinggi dikonsumsi.

Metode skor frekuensi merupakan cara yang sederhana, cepat dan tidak merepotkan responden tetapi ketepatannya kurang. Skor frekuensi adalah metode yang memperkirakan seberapa sering makanan yang mengandung iodin dan zat goitrogen dikonsumsi. Frekuensi disini adalah kualitatif yang dihitung per hari, perminggu, perbulan. Pola makan dengan konsumsi zat goirogenik yang tinggi akan berpengaruh pada penyerapan iodin oleh tubuh.


(34)

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan September 2009 hingga bulan Desember 2009. Lokasi penelitian ditentukan sebanyak 20 desa nelayan di Kecamatan Tobelo, Tobelo Selatan, Tobelo Timur, Tobelo Tengah, Tobelo Utara, Galela, Kao, Kao Utara, Kao Teluk, Malifut Kabupaten Halmahera Utara seperti pada Gambar 2.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 3.2 Bahan dan Alat

Bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

(1) Kuesioner sebagai alat bantu pada saat wawancara dengan keluarga nelayan yang berisi identitas, data pola makan (jenis, jumlah dan frekuensi), data jumlah konsumsi iodin, data pengolahan ikan, data garam beriodin dan data dampak GAKI.


(35)

(2) “Food Model” dan ukuran rumah tangga sebagai standar pengukur bahan makanan yang dikonsumsi oleh keluarga nelayan

(3) Pedoman perabaan kelenjar gondok

(4) Iodin test untuk mendapat data konsumsi garam beriodin pada keluarga nelayan

(5) Kalkulator untuk menghitung konversi kandungan makanan.

(6) Kamera untuk mendokumentasikan kegiatan-kegiatan selama penelitian. 3.3 Pengumpulan Data

Data yang dkumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer yang dimaksud meliputi identitas, tingkat pendidikan, umur, pengetahuan tentang makanan beriodin, pola makan responden seperti frekuensi, jenis dan porsi makan, data konsumsi zat goitrogen, cara pengolahan ikan, konsumsi garam beriodin, status GAKI, dan dampak kekurangan iodin pada keluarga nelayan.

Data primer diperoleh dengan cara observasi dan wawancara dengan responden. Responden dalam penelitian ini ditentukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan lebih efisien. Adapun responden dalam penelitian ini meliputi keluarga nelayan sebanyak 384 orang dari 20 desa yang tersebar pada 10 kecamatan di Kabupaten Halmahera Utara (Lampiran 1). Sampel desa tersebut dianggap telah dapat mewakili 48 desa yang tersebar di 10 kecamatan pesisir yang terdapat di Kabupaten Halmahera Utara (Lampiran 2). Penentuan sampel kecamatan endemik kekurangan iodin dilakukan secara purposive sampling berdasarkan hasil survei GAKI di Propinsi Maluku Utara tahun 2002/2003 dengan TGR Kabupaten Halmahera Utara sebesar 48,3 % (termasuk endemik berat). Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus Lemeshow, 1990 berikut:

Q = 1 – P = 1 – 0,48 = 0,52 Keterangan:

n = jumlah besar sampel yang diharapkan

Z = nilai baku distribusi normal pada α = 0,05 yaitu 1,96 dengan tingkat Kepercayaan 95 %


(36)

P = proporsi TGR Kabupaten Halmahera Utara = 48,3 % d = presisi yang diinginkan adalah 0,05

Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan pengisian kuesioner setelah responden ditetapkan. Pengumpulan data ini dibantu oleh tenaga kesehatan (petugas gizi) terlatih dari Dinas Kesehatan Kabupaten Halmahera Utara, sebanyak 7 orang tenaga gizi yang berasal dari Puskesmas Galela dan Puskesmas Gorua untuk Kecamatan Tobelo Utara, Puskesmas Tobelo untuk Kecamatan Tobelo dan Tobelo Tengah, Puskesmas Kupa-Kupa untuk Kecamatan Tobelo Selatan dan Tobelo Timur, Puskesmas Kao untuk Kecamtan Kao dan Kao Utara, Puskesmas Malifut dan Puskesmas Dum-Dum untuk Kecamatan Kao Teluk.

Data sekunder meliputi data kecamatan, desa nelayan, jumlah nelayan setiap desa, dan data hasil survei GAKI sebelumnya. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara, Kantor camat lokasi penelitian, BPS, Dinas Kesehatan Propinsi Maluku Utara serta melalui studi literatur.

3.4 Analisis Data

Konsumsi makanan beriodin dan zat goitrogen dianalisis dengan metode skor frekuensi dan metode recall 24 jam. Analisis data menyangkut skor frekuensi yaitu dengan memberikan skor untuk konsumsi makanan yang mengandung iodin dan zat goitrogen. Perhitungan nilai skor untuk setiap frekuensi disajikan pada Tabel 5. Kemudian nilai-nilai tersebut dijumlahkan. Dinyatakan banyak bila skor yang diperoleh dari hasil observasi lebih banyak dari rata-rata seluruh sampel, dan sedikit bila skor yang diperoleh dari hasil observasi kurang dari rata- rata skor seluruh sampel.

Metode yang digunakan dalam menganalisis data, khususnya yang menyangkut konsumsi atau masukan iodin dengan menghitung semua masukan iodin selama 24 jam, kemudian mencocokkan dengan daftar komposisi bahan makanan yang mengandung iodin. Perhitungan konsumsi iodin (1 hari 24 jam) dilakukan dengan rumus sebagai berikut:


(37)

Berat Makanan

Asupan = --- x Nilai Gizi 100

Tabel 5 Penetapan nilai berdasarkan skor frekuensi

No Frekuensi Skor

1 Tidak Pernah 0

2 Jarang 1

3 Kurang dari 3 kali seminggu 5

4 3 sampai 4 kali seminggu 10

5 Kurang dari 1 kali sehari 15

6 Sekali sehari 25

7 Setiap makan 50

Kadar iodin pada garam yang digunakan diketahui melalui pemeriksaan dengan menggunakan iodin tes, dengan cara meneteskan iodin tes pada garam yang dikonsumsi. Jika berubah warna menjadi ungu, maka garam tersebut mengandung kandungan iodin lebih besar atau sama dengan 30 ppm.

Status (tingkat endemisitas) GAKI keluarga nelayan dianalisis dengan metode palpasi/perabaan pada kelenjar tiroid di daerah leher (Lampiran 4). Indikator palpasi/perabaan kelenjar gondok dikategorikan seperti Tabel 6

Tabel 6 Derajat pembesaran gondok kriteria perez

Derajat Visual Palpasi

O Ia Ib II III

Tidak terlihat Tidak terlihat

Terlihat bila leher tengadah maksimal

Terlihat pada posisi normal Terlihat pada jarak jauh

Tidak teraba

Teraba bila leher tengadah maksimal

Teraba Teraba Teraba Sumber : Perez et al, yang dimodifikasi oleh PAHO 1993

Status endemisitas didasarkan pada kriteria WHO. Hal ini dapat ditentukan setelah dilakukan palpasi/perabaan dan diketahui derajat pembesaran kelenjar gondok seperti terlihat pada Tabel 7.


(38)

Tabel 7 Klasifikasi gondok endemik

Klasifikasi Endemik Prevalensi

Tidak Endemik Endemik Ringan Endemik Sedang Endemik berat

0 - < 5% 5 - 19,9% 20 - 29,9% > 30% Sumber : Kresnawan, 1989

Faktor-faktor penyebab GAKI pada keluarga nelayan diketahui melalui analisis regresi logistik menggunakan program SPSS 16 antara konsumsi makanan beriodin , konsumsi garam beriodin dan konsumsi zat goitrogen dengan derajat pembesaran kelenjar gondok.,dengan rumus:

Hipotesis untuk regresi logistik adalah :

X1 : Kejadian GAKI vs konsumsi zat goitrogen

Ho : Konsumsi zat goitrogen tidak berpeluang menyebabkan GAKI H1 : Konsumsi zat goitrogen berpeluang menyebabkan GAKI. X2 : Kejadian GAKI vs konsumsi garam beriodin

Ho : Konsumsi garam beriodin tidak berpeluang terhadap kejadian GAKI H1 : Konsumsi garam beriodin berpeluang terhadap kejadian GAKI

X3 : Kejadian GAKI vs konsumsi makanan beriodin

Ho : Konsumsi makanan beriodin tidak berpeluang terhadap kejadian GAKI H1 : Konsumsi makanan beriodin berpeluang terhadap kejadian GAKI

i i i

i

X

X

X


(39)

4 HASIL PENELITIAN

4.1 Kondisi Nelayan

Kabupaten Halmahera Utara memiliki 17 kecamatan dan jumlah kecamatan di daerah pesisir sebanyak 13 kecamatan (76,5%). Jumlah keluarga nelayan sebesar 3507 KK (9,4%) dari jumlah keluarga seluruhnya sebesar 37.308 keluarga (Lampiran 1). Jumlah desa nelayan di Kabupaten Halmahera Utara sebanyak 48 desa (24%) dari jumlah desa seluruhnya (196 desa). Keadaan kondisi pendidikan keluarga nelayan dan pengetahuan tentang makanan beriodin dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Karateristik nelayan

No Aspek Karateristik Jumlah(orang) Persen (%) 1. Umur Nelayan < 25

25 – 50 > 50 38 294 52 9,9 76,6 13,5

Jumlah 384 100

2. Umur Istri < 25 25 – 50 > 50 52 286 46 13,5 74,5 12

Jumlah 384 100

3. Tingkat Pendidikan Nelayan Tidak Sekolah SD SMP SMA Akademi/PT - 107 178 97 2 - 27,9 46,3 25,3 0,5

Jumlah 384 100

4. Tingkat Pendidikan Istri Tidak Sekolah SD SMP SMA Akademi/PT 6 114 166 98 - 1,6 29,7 43,2 25,2 -

Jumlah 384 100

5. Pengetahuan Makanan Beriodin Cukup Tahu Kurang Tahu Tidak Tahu 35 92 257 9 24 67


(40)

Karateristik keluarga nelayan di Kabupaten Halmahera Utara berdasarkan hasil wawancara dan pengisian kuesioner paling banyak berumur 25–50 tahun (76,6%), paling sedikit berumur kurang dari 25 tahun (9,9%). Umur istri juga paling banyak 25–50 tahun (74,5%) dan paling sedikit di atas 50 tahun (12%). Tingkat pendidikan nelayan paling banyak pada tingkat SMP (46,3%) dan yang tamat akademi/perguruan tinggi hanya 0,5%. Tingkat pendidikan istri paling banyak adalah SMP, yaitu 43,2%, tingkat SD 29,7%, tingkat SMA sebesar 25,2%, sedangkan lulusan akademi/perguruan tinggi tidak ada dan masih ada 1,6% yang tidak bersekolah (Gambar 3). Istri yang tidak bekerja/ibu rumah tangga sebanyak 63%, nelayan pengumpul/dibo-dibo sebesar 21%, petani kebun 12%, wiraswata atau pedagang sebanyak 4%.

Gambar 3 Tingkat pendidikan keluarga nelayan di lokasi penelitian.

Pengetahuan tentang gangguan akibat kekurangan iodin diperoleh dari jawaban istri atas pertanyaan yang diberikan melalului wawancara dan kuesioner. Berdasarkan jawaban atas pengetahuan makanan beriodin, sebagian besar skor pengetahuan tidak tahu (67%), kurang tahu 24% dan cukup tahu 9% sebagaimana disajikan pada Gambar 4.


(41)

Gambar 4 Tingkat pengetahuan keluarga nelayan tentang iodin.

4.2 Kondisi dan Pola Makan Keluarga Nelayan

Pola konsumsi keluarga nelayan yang menunjukkan frekuensi makan, konsumsi iodin, konsumsi zat goitrogen, pemakaian garam beriodin, dan pengeluaran iodin urin dapat dilihat pada Tabel 9. Pada Tabel 9 terlihat bahwa frekuensi makan di antara keluarga nelayan cukup bervariasi. Frekuensi makan tertinggi 4 kali sehari dan terendah 2 kali sehari. Frekuensi makan dinyatakan cukup bila dalam sehari makan sebanyak minimal 3 kali. Hasilnya menunjukkan bahwa keluarga nelayan yang termasuk dalam kategori cukup makan sebanyak 318 responden (83%), dan sisanya sebanyak 66 responden (17%) termasuk dalam kategori kurang makan.

Sebagian besar dari keluarga nelayan, yaitu 320 responden (83%) ternyata telah mengkonsumsi iodin lebih dari 100 µg/hari. Hal ini berarti hanya 17% dari keluarga nelayan yang mengkonsumsi iodin dalam kategori kurang dari 100 µg/hari. Konsumsi makanan beriodin tertinggi terdapat di Kecamatan Tobelo Tengah yaitu sebesar 171,97 µg dan terendah di Kecamatan Galela sebesar 142,28 µg/hari.

Konsumsi zat goitrogen untuk keluarga nelayan di Kabupaten Halmahera Utara sebesar 60% tergolong tinggi yaitu lebih dari 10 mg/hari, sedangkan yang


(42)

rendah atau kurang dari 10 mg/hari sebanyak 40%. Konsumsi zat goitrogen tertingggi pada tingkat kecamatan terdapat di Kecamatan Tobelo Tengah, yaitu sebesar 17,36 µg dan terendah terdapat di Kecamatan Kao yaitu sebesar 8 µg per orang, sedangkan kecamatan lainnya mengkonsumsi zat goitrogen rata-rata lebih dari 10 µg per orang dalam sehari.

Tabel 9 Pola makan responden

No Pola Konsumsi Jumlah (n) Persen

1.

Frekuensi makan sehari

1) Cukup ( ≥ 3 kali sehari) 2) Kurang (< 3 kali sehari)

318 66 83 17 2. Konsumsi iodin

1) Tinggi ( ≥ 100 µg) 2) Rendah ( < 100 µg)

320 64

83 17 3.

Konsumsi zat goitrogen 1) Tinggi (.> 10 mg ) 2) Rendah ( ≤ 10 mg )

230 154

60 40 4.

Pemakaian garam beriodin 1) Baik ( ≥ 30 ppm ) 2) Jelek ( < 30 ppm )

332 52

87 13 5..

Pengeluaran iodin urin 1) Tinggi ( ≥ 300 µg/l ) 2) Nornal ( ≥ 100 – 299 µg/l ) 3) Rendah ( < 100 µg )

2 324 58 0,5 84,4 15,1 Hasil tes garam beriodin menunjukan sebanyak 87% keluarga nelayan sudah menggunakan garam beriodin sebanyak 30 ppm, sedangkan 13% masih menggunakan garam beriodin kurang dari 30 ppm. Untuk tingkat kecamatan, penggunaan garam beriodin paling tingggi di Kecamatan Kao dan paling rendah di Kecamatan Tobelo Tengah, Tobelo Selatan, dan Kao Utara. Namun demikian, keluarga nelayan pada umumnya sudah menggunakan garam beriodin. Adapun tingkat konsumsi makanan yang mengandung iodin, zat goitrogen dan garam beriodin dapat dilihat pada Tabel 10.

Makanan pokok keluarga nelayan dari hasil wawancara diketahui adalah beras dan singkong dengan rata-rata konsumsi sebesar 350 gr/orang/hari, sedangkan lauk pauk berupa ikan segar sebesar 240 gr/orang/hari. Keluarga nelayan jarang mengkonsumsi buah-buahan, kecuali pada musim tertentu.


(43)

Konsumsi sayuran keluarga nelayan yaitu daun singkong, daun pakis dan bunga pepaya. Konsumsi ikan pada keluarga nelayan adalah ikan laut segar dan juga hasil laut lainnya seperti udang, kerang, cumi-cumi dan kepiting. Rumput laut tidak dikonsumsi oleh keluarga nelayan. Ikan laut rata-rata dikonsumsi 2 kali sehari dan rata-rata ikan laut kering dikonsumsi ketika ikan laut segar sukar didapat yaitu pada musim tertentu.

Tabel 10 Pola konsumsi tingkat kecamatan No Kecamatan Rata-rata Konsumsi

Makanan Beriodin (µg) Konsumsi Zat Goitrogen (µg) Konsumsi Garam Beriodin (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 Tobelo Tengah Tobelo Tobelo Utara Tobelo Selatan Tobelo Timur Galela Kao Kao Utara Kao Teluk Malifut 171,97 170,97 160,92 168,33 170,35 142,28 165,30 157,64 156,05 163,05 17,36 10,05 11,97 16,97 15,7 14,56 8,00 17,33 12,57 11,15 83 87,5 88 83 90 88 93 83 86 84

Kabupaten 164,21 13,53 86,5

Pengamatan dengan skor frekuensi diketahui bahwa konsumsi zat goitrogen seperti singkong, baik umbi maupun daunnya sangat tinggi. Jeruk ikan (citrus lemon) juga dikonsumsi setiap hari, baik untuk pengolahan ikan sebelum dimasak maupun untuk makanan lainnya dan biasanya dicampur untuk membuat sambal.

Makanan pokok keluarga nelayan adalah beras, singkong dan pisang, sedangkan lauk berupa ikan dan sayur. Perbandingan makanan pokok dan lauk sebesar 3 : 1. Pada umumnya keluarga nelayan memasak ikan laut segar seperti ikan cakalang, tongkol, ikan terbang, dan lolosi dengan cara bervariasi, yaitu dengan memanggang sebesar 23%, menggoreng 7%, dan merebus dengan bejana terbuka sebesar 3% (Gambar 5).


(44)

Gambar 5 Cara memasak ikan keluarga nelayan.

4.3 Tingkat TGR dan Endemisitas GAKI

Perabaan kelenjar gondok dimaksudkan untuk mengetahui besar masalah kekurangan iodin atau tingkat endemisitas suatu daerah. Berdasarkan penghitungan Total Goiter Rate (TGR) diketahui bahwa Kecamatan Tobelo Tengah memiliki TGR tertinggi yaitu sebanyak 30,6% dan terendah terdapat di Kecamatan Kao (Gambar 6). Total Goiter Rate untuk tingkat Kabupaten sebesar 11,7% yang mengindikasikan daerah endemik ringan. Hal ini sesuai dengan kriteria WHO tentang klasifikasi Daerah Gondok Endemik dengan Prevalensi Total Goiter Rate (Perabaan Kelenjar Gondok) yang menetapkan TGR sebesar 0 - 5% termasuk klasifikasi tidak endemik, 5 - 19,9 % termasuk endemik ringan, 20 - 29,9% termasuk endemik sedang, lebih dari 30 % termasuk endemik berat.

Hasil perabaan kelenjar gondok untuk Kabupaten Halmahera Utara didapatkan hasil bahwa 10% kecamatan yang termasuk dalam klasifikasi tidak endemik terdapat di Kecamatan Kao; 60% termasuk dalam klasifikasi endemik ringan yang tersebar di Kecamatan Tobelo, Tobelo Utara, Tobelo Selatan, Kao Utara, Kao Teluk, dan Malifut; 20% termasuk dalam klasifikasi endemik sedang yang tersebar di Kecamatan Tobelo Timur dan Galela; dan 10% termasuk dalam klasifikasi endemik berat yang terdapat di Kecamatan Tobelo Tengah (Gambar 7).


(45)

Gambar 6 Tingkat TGR di masing-masing kecamatan lokasi penelitian.

Gambar 7Tingkat endemisitas GAKI.

Setelah dilakukan palpasi dilanjutkan pengambilan urin responden untuk mengetahui konsumsi iodin. Berdasarkan analisis laboratorium terhadap pengeluaran iodin urin yang dapat menggambarkan konsumsi iodin baik dari makanan, maupun garam beriodin. Hasil analisis laboratorium terhadap pengeluaran iodin urin responden didapatkan 0,5% tergolong kategori tinggi (lebih dari 200 µg/l), 84,4% tergolong normal (100 sampai 199 µg/l), dan 15,1% tergolong rendah (kurang dari 100 µg/l).


(46)

Frekuensi keluarga nelayan mengkonsumsi makanan yang mengandung zat goitrogen disajikan pada Gambar 8. Makanan yang mengandung zat goitrogen yang dimaksud dalam hal ini adalah singkong dan jeruk lemon (lemon cui). Pada gambar tersebut terlihat bahwa sebagian besar keluarga nelayan mengkonsumsi jeruk lemon setiap hari (sehari sekali) dengan komposisi jumlah responden sebanyak 308 (80%), dan tidak ada responden yang tidak pernah mengkonsumsi jeruk lemon tersebut.

Gambar 8Frekuensi konsumsi makanan yang mengandung zat goitrogen.

Frekuensi keluarga nelayan mengkonsumsi zat goitrogen yang bersumber dari singkong lebih bervariasi dibandingkan dengan jeruk lemon. Jumlah keluarga nelayan yang mengkonsumsi singkong dengan frekuensi setiap kali makan sebanyak 7% (27 responden), satu kali sehari sebanyak 24% (93 responden), kurang dari sekali sehari sebanyak 25% (96 responden), 3-4 kali seminggu sebanyak 28% (108 responden), jarang mengkonsumsi 14% (54 responden, dan hanya 2% (6 responden) yang tidak pernah mengkonsumsi singkong.

4.4 Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap GAKI

Faktor yang berpengaruh terhadap kejadian GAKI adalah konsumsi makanan beriodin, konsumsi garam beriodin, dan konsumsi makanan


(47)

mengandung zat goitrogen. Hasil uji statistik menunjukan bahwa konsumsi zat goitrogen dan garam beriodin berpengaruh secara nyata terhadap GAKI (Tabel 11). Pada Tabel 11 terlihat bahwa konsumsi zat goitrogen berpengaruh nyata secara positif terhadap kejadian GAKI, sedangkan konsumsi garam beriodin berpengaruh nyata secara negatif. Hal ini berarti bahwa mengkonsumsi banyak zat goitrogen dapat mengakibatkan GAKI dengan peluang besar, sedangkan konsumsi garam beriodin dapat menghindari terjadinya GAKI.

Tabel 11 Hasil analisis regresi logistik antar variabel pada tingkat kabupaten

Variabel Korelasi

r Sig

Konsumsi zat goitrogen dengan GAKI Konsumsi Garam Beriodin dengan GAKI Konsumsi Makanan Beriodin dengan GAKI

0,101 -0,027 0,013

0,001* 0,001* 0,126 Ket. * = berpengaruh nyata (p<0,05)

Daerah yang telah mengalami endemik berat di Kabupaten Halmahera Utara terdapat di Kecamatan Tobelo Tengah. Nilai korelasi dan tingkat pengaruh (signifikan) antara konsumsi zat goitrogen, garam beriodin, dan makanan beriodin terhadap kejadian GAKI disajikan pada Tabel 12. Berdasarkan Tabel 12, tingkat keterkaitan (korelasi) tertinggi ditunjukkan oleh zat goitrogen dan garam beriodin, sama halnya dengan pola yang ditunjukkan pada tingkat Kabupaten Halmahera Utara. Namun, pada tingkat kecamatan ini tidak terlihat pengaruh yang signifikan seperti halnya pada tingkat kabupaten (Lampiran 5).

Tabel 12 Hasil analisi regresi logistik di Kecamatan Tobelo Tengah

Variabel Korelasi

r Sig

Konsumsi zat goitrogen dengan GAKI Konsumsi garam beriodin dengan GAKI Konsumsi makanan beriodin dengan GAKI

0,138 -0,12 -0,040

0,043 0,372 0,98


(48)

5 PEMBAHASAN

Kabupaten Halmahera Utara memiliki wilayah yang sebagian besar adalah pesisir dan pulau-pulau kecil yang kaya akan sumberdaya kelautan dan perikanan. Potensi sumberdaya perikanan (standing stock) sekitar 89.865,69 ton/tahun dan potensi lestari maksimum sustainable yield (MSY) sebesar 44.932,85` ton/tahun. Sebagian besar masyarakat hidup dan bermata pencarian sebagai nelayan dan sebagai petani kebun. Dengan kondisi tersebut maka keluarga nelayan seharusnya mengkonsumsi semakin banyak produk hasil perikanan. Konsumsi hasil-hasil perikanan ini seyogyanya dapat mereduksi terjadinya GAKI, tetapi pada kenyataannya masih ditemukan kejadian GAKI dalam penelitian ini.

Keluarga nelayan rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang tergolong baik dan tanpa ada bias gender. Akan tetapi kondisi tersebut sangat terbalik dengan tingkat pengetahuan masyarakat atau responden tentang jenis dan pengolahan serta manfaat makanan bergizi khususnya yang mengandung iodin masih tergolong rendah. Menurut Ritchie (1991), faktor tingkat pendidikan sangat berhubungan erat dengan makanan yang dikonsumsi oleh anggota keluarga. Taraf pendidikan yang meningkat kemungkinan dapat memperluas wawasan masyarakat dalam hal mengolah makanan bergizi dan mencegah praktek-praktek gizi yang salah akan berkurang. Pada umumnya bahan makanan keluarga nelayan berasal dari hasil perikanan dan pertanian setempat, termasuk bahan makanan yang kaya akan iodin seperti ikan dan sayuran. Frekwensi makan keluarga nelayan di Kabupaten Halmahera Utara sama dengan kebanyakan masyarakat Indonesia lainnya yaitu 3 kali sehari (makan pagi, siang dan malam) atau tergolong cukup. Sebagian besar makanan pokok keluarga nelayan berupa beras, singkong dan pisang, sedangkan makanan yang difungsikan sebagai lauk pada umumnya berupa ikan segar, udang, kerang, cumi-cumi, kepiting, ikan asin, sayur mayur dan lain-lain.

Keluarga nelayan di Kabupaten Halmahera Utara termasuk keluarga yang volume makanan pokoknya jauh lebih banyak dibanding lauknya dengan perbandingan 3 : 1. Sebagian besar memandang bahwa nasi atau singkong


(49)

merupakan yang paling utama karena sebagai sumber tenaga, sedangkan lauk hanya sebagai pelengkap rasa makanan. Konsumsi lauk yang berasal dari hasil-hasil perikanan ini perlu ditingkatkan secara merata pada seluruh lapisan masayarakat, baik di daerah pesisir maupun non pesisir karena produk tersebut sangat penting untuk mensuplai kandungan iodium yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Studi yang dilakukan oleh Lee et al. (1994) dengan mengambil sampel bahan makanan dari diet orang Inggris sejak tahun 1985 sampai 1991, menemukan bahwa kadar iodin pada produk ikan berkisar antara 110 g/kg sampai 320 g/kg.

Keluarga nelayan di Kabupaten Halmahera Utara sebagian besar mengkonsumsi makanan yang mengandung iodin tergolong dalam kategori cukup, misalnya ikan dan sayuran. Sebagian dari mereka juga selalu menggunakan garam beriodin dalam pengolahan makanan dalam konsentrasi yang cukup dengan tujuan untuk menambah cita rasa. Namun demikian, makanan yang mengandung iodin tidak berpengaruh nyata terhadap berkurangnya kejadian GAKI dalam penelitian ini. Hal ini diduga karena cara memasak produk hasil-hasil perikanan yang kurang tepat, yaitu sebanyak 74% memasak dengan cara menggoreng, dan hanya sebagian kecil yang mengolah ikan dengan cara memanggang (Gambar 5).

Iodin lebih mudah menguap jika direbus dengan keadaan terbuka karena sifat iodin dalam air akan mengalami hidrolisis. Begitu juga iodin akan menguap jika kena panas, dan proses pengolahan ikan dengan merebus suhunya akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan cara menggoreng dan memanggang. Menurut Geetarjali et al (1995) yang melakukan studi tentang hilangnya iodin selama proses pemasakan yang berbeda pada 50 jenis masakan di India, terjadi kehilangan iodin sebesar 20% dengan cara dikukus, 6% dengan cara dipanggang, 27% dengan cara ditumis, 29% dengan cara digoreng dan 58% dengan cara direbus. Rata-rata kehilangan iodin selama memasak adalah sebesar 37,4-69,7% (Tomlinson, 1995).

Besarnya konsumsi makanan dan garam beriodin dapat mencegah terjadinya GAKI. Penelitian pada anak sekolah di Merut distric Uttar Prades, India menyebutkan bahwa 53,4% garam konsumsi mengandung kurang dari 15


(50)

ppm, sehingga perlu penambahan iodin dalam garam sebagai pemenuhan kebutuhan iodin dalam masyarakat, dengan pertimbangan untuk pemenuhan kehilangan iodin pada proses distribusi (Kepil et al. 2000).

Keluarga nelayan di Kabupaten Halmahera Utara selain mengkonsumsi makanan yang mengandung iodin juga mengkonsumsi makanan yang mengandung zat goitrogen dalam konsentrasi yang tinggi, yaitu lebih dari 10 mg/hari (Tabel 9). Konsumsi zat goitrogen dalam konsentrasi yang tinggi dan terus menerus dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan GAKI karena merangsang pembesaran kelenjar tiroid dengan cara mempengaruhi biosintesa hormon tiroid. Bahan makanan yang mengandung zat goitrogen yang banyak dikonsumsi masyarakat antara lain singkong, jeruk, daun pepaya, dan daun singkong. Pengolahan makanan dengan menggunakan asam jeruk lemon sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 8 kemungkinan besar akan menurunkan kandungan iodin dari makanan yang diolah. Arhya (1996) melaporkan bahwa makanan yang dicampur dengan cabai, merica serta asam jeruk akan menurunkan dengan tajam kandungan iodin dalam makanan. Hal ini dialami oleh keluarga nelayan di Kabupaten Halmahera Utara dengan mengkonsumsi singkong dan jeruk lemon setiap hari secara terus menerus dan berlangsung lama. Penelitian yang dilakukan di Maluku terhadap anak sekolah dasar melaporkan bahwa konsumsi zat goitrogen memperberat endemisitas gondok pada wilayah yang kekurangan iodin (Thaha et al., 2001).

Keluarga nelayan mengkonsumsi singkong sebagai makanan pokok sukar dihindari karena merupakan pola makan yang menjadi kebiasaan sejak lama di Kabupaten Halmahera Utara. Singkong tersebut mudah didapat dan harganya murah dibandingkan dengan beras. Ini juga sejalan dengan program pemerintah dalam diversifikasi pangan untuk mengganti beras sebagai makanan pokok dengan makanan lain seperti jagung, pisang, dan singkong.

Djokomoeljanto (2002) melaporkan bahwa anak sekolah dasar yang menderita gondok di Jambi mengkonsumsi tiosianat lebih tinggi dibanding anak-anak yang tidak menderita gondok. Berdasarkan hasil visualisasi dan perabaan pembesaran kelenjar tiroid diketahui bahwa terdapat 339 orang (88,28%) yang tidak gondok dan 45 orang (11,72%) yang gondok atau menderita GAKI. Hal ini


(51)

berarti bahwa setiap 100 orang yang diperiksa ada 11 – 12 orang menderita gondok/GAKI. Jika penduduk di Kabupaten Halmahera Utara berjumlah 177.782 jiwa, berarti terdapat kurang lebih 20.800 jiwa yang diduga menderita GAKI. Berdasarkan pengamatan lapangan, sebanyak 71,1% dari 45 orang penderita gondok adalah anak-anak, dan sisanya 28,9% adalah ibu. Hal ini dapat terjadi karena gondok pada anak sejak lahir pada ibu yang menderita gondok dan juga karena anak bersifat pasif untuk pemilihan jenis makanan dan kurang menyukai makanan dengan cita rasa asin sebagai indikasi adanya garam iodin. Jika kondisi tersebut dibiarkan dan terjadi secara berkelanjutan, maka sangat memungkinkan beberapa tahun kedepan kualitas sumberdaya manusia untuk pembangunan daerah sangat rendah karena dampak dari GAKI.

Total Goiter Rate (TGR) sesuai hasil perhitungan didapat bahwa 10% kecamatan tidak endemis, 60% endemis ringan, 20% endemis sedang dan 10% endemis berat (Gambar 7). Besarnya nilai TGR atau tingkat endemisistas GAKI keluarga nelayan di daerah pesisir Kabupaten Halmahera Utara merupakan sesuatu yang sangat ironis jika dilihat dari potensi sumberdaya hasil-hasil perikanan yang cukup banyak. Hasil-hasil perikanan ini merupakan sumberdaya yang memiliki kandungan gizi cukup tinggi terutama kandungan iodin. Konsumsi harian sebagian besar masyarakat juga tidak terlepas dari produk perikanan, baik produk segar maupun olahan. Berdasarkan kondisi tersebut, tingginya nilai TGR atau endemisitas GAKI yeng terjadi dimungkinkan karena faktor lain. Faktor lain yang kemungkinan besar dapat mengakibatkan timbulnya GAKI adalah rendahnya konsumsi protein. Penelitian yang membahas mengenai hubungan protein dengan kejadian GAKI memang belum banyak, namun secara teoritis bahwa rendahnya unsur protein dalam serum akan menghambat transportasi hormon dari kelenjar tiroid yang dibutuhkan. Hasil penelitian di daerah endemis Kabupaten Tuban Jawa Timur melaporkan bahwa konsumsi protein yang rendah di daerah endemis GAKI, sehingga perlu dikaji kemungkinan bahwa konsumsi protein turut menjadi faktor penyebab timbulnya GAKI (Adriani et al, 2002). Hasil visualisasi dan perabaan tersebut juga sejalan dengan hasil pengukuran kadar iodin dalam urine responden. Semakin tinggi kadar iodin dalam urin maka dimungkinkan kadar iodin dalam tubuh tinggi atau tidak mengalami GAKI.


(52)

Analisis regresi logistik dilakukan untuk mengetahui faktor yang berpeluang besar menjadi penyebab fenomena tersebut, antara lain konsumsi garam beriodin, konsumsi makanan yang mengandung iodin dan konsumsi makanan yang mengandung zat goitrogen. Berdasarkan analisis tersebut, menunjukkan bahwa konsumsi makanan yang mengandung zat goitrogen berpeluang besar berpengaruh atau menjadi penyebab terjadinya GAKI atau gondok pada keluarga nelayan di kawasan pesisir Kabupaten Halmahera Utara. Jika konsumsi garam iodin dianggap konstan maka konsumsi zat goitrogen akan meningkatkan peluang terjadinya gondok atau GAKI sebesar 0,101. Sebaliknya jika konsumsi zat goitrogen dianggap konstan atau 0 maka konsumsi garam beriodin akan menurunkan peluang terjadinya GAKI/gondok sebesar 0,027.

Hasil visualisasi dan perabaan di Kecamatan Tobelo Tengah diklasifikasikan sebagai daerah dengan endemisitas berat. Berdasarkan uji statistik, faktor yang berpengaruh terhadap kejadian GAKI adalah tingginya konsumsi zat goitrogen, sedangkan konsumsi makanan beriodin tidak berpengaruh. Hasil penelitian ini menunjukkan pola yang sama atau mirip dengan penelitian Subekti (2001) terhadap wanita usia subur, ibu hamil, ibu menyusui dan anak sekolah dasar di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa faktor yang diduga berpengaruh terhadap timbulnya GAKI di daerah pantai adalah rendahnya iodin pada air minum, konsumsi umbi-umbian yang mengandung goitrogen dan penggunaan garam yang tidak memenuhi standar kandungan iodinnya.


(53)

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1 Pola konsumsi keluarga nelayan di Kabupaten Halmahera Utara masih menitikberatkan pada jumlah atau volume bahan pokok sebagai sumber tenaga dan kesehatan tubuh.

2 Status gizi keluarga nelayan terkait dengan endemisistas GAKI di Kabupaten Halmahera Utara telah mengalami penurunan dibandingkan penelitian sebelumnya yaitu diklasifikasikan endemis ringan, kecuali di Kecamatan Tobelo Tengah yang termasuk dalam kategori endemik berat.

3 Konsumsi makanan yang mengandung zat goitrogen berpeluang besar menyebabkan terjadinya GAKI/gondok pada keluarga nelayan di Kabupaten Halmahera Utara, sedangkan produk hasil perikanan tidak berpengaruh terhadap terjadinya GAKI.

6.2 Saran

Beberapa hal yang disarankan pada penelitian ini adalah :

1 Meningkatkan upaya sosialisasi oleh Dinas Kesehatan serta Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara tentang makan bergizi yang berasal dari hasil-hasil perikanan setempat.

2 Untuk menghindari penurunan kandungan iodin pada produk perikanan dalam proses memasak, disarankan memasak dengan cara menutup masakan baik dipanggang, digoreng maupun direbus agar kandungan iodin tidak menguap. 3 Untuk menghindari berkurangnya kadar iodin dalam makanan terutama

produk-produk perikanan disarankan utnuk mengurangi penggunaan jeruk lemon/lemon cui yang berlebihan dalam proses pengolahan makanan.

4 Penanggulangan GAKI pada kecamatan dengan klasifikasi endemis ringan, sedang dan berat.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, M. Wirjadmadi, B.I.R. Gunanti B. 2002. Identifikasi gondok di daerah pantai. Suatu gangguan akibat kurang iodin. Jurnal GAKI Indonesia. Vol 3. No 1: 17-30.

Artya, 1996. Kendala-kendala penggunaan garam beriodin di Indonesi. Makalah dipresentasikan pada Pertemuan Nasional GAKI di Semarang.

Dachlan, D.M., dan A.R. Thaha. 2001. Survei gangguan akibat kekurangan iodin (GAKI) di 8 kecamatan endemik Propinsi Maluku Utara. Laporan Hasil Penelitian, Kerjasama Pusat Pangan dan Gizi dan Kesehatan LP Unhas dan Kanwil Depkes Propinsi Malut.

De Smet, 1966. Pathological anatomy of endemic goitre in endemic goitre. Geneva.

Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Dalam Negeri. 2001. Penanggulangan gangguan akibat kurang iodium (GAKI) di Indonesia. Jakarta.

Depkes RI, 2001. Pedoman distribusi kapsul minyak Beriodium bagi wanita usia subur, Safe Motherhood Project : A Partnership And Family Approach. Jakarta : Dit Gizi Masyarakat.

Dinas Kelautan dan Perikanan Halmahera Utara. 2007. Rencana tata ruang laut, pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Halmahera Utara. Tobelo. Diniah. 1995. Korelasi antara kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada

beberapa ikan komsumsi dengan tingkat pencemaran di perairan Teluk Jakarta, Tesis, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Djokomoeljanto. 1974. Akibat defisiensi iodium berat. Disertasi UNDIP (tidak dipublikasikan). Semarang.

Djokomoeljanto. 1996. Masalah penanggulangan GAKI di Indonesia. Kumpulan naskah temu ilmiah & simposium nasional III penyakit kelenjar tiroid. UNDIP. Semarang.

Djokomoeljanto. 2001. Spektrum klinik gangguan akibat kurang iodium: dari gondok hingga kretin endemic. Jurnal GAKI Indonesia Vol 3.No 1: 1-6. Djokomoeljanto R. 2002. Evaluasi masalah GAKI di Indonesia. Jurnal GAKI


(1)

Lampiran 7 (lanjutan)

8025 229 153 168 32

8026 - 88 132 11

8027 143 185 164 10

8028 187 172 123 8

8029 162 183 146 3

8030 113 184 147 12

8031 184 174 136 16

8032 118 176 162 26

8033 126 169 162 12

8034 118 185 128 28

8035 135 197 132 28

8036 124 185 118 30

Jmh

4517

5675 5188 624

Rata2

132,85

157.64 144.11 17.33

Hasil analisis pola makan di Kecamatan Kao Teluk

No

Hasil Pemeriksaan Urine

(µg)

Komsumsi Iod 24 Jam

(µg) Skor Frek Makanan BerIod (µg) Konsumsi Goitrogen (µg)

(1) (2) (3) (4) (5)

9001 64 79 99 3

9002 135 188 98 6

9003 166 182 112 4

9004 141 184 178 3

9005 110 192 135 6

9006 152 165 158 8

9007 167 182 126 12

9008 153 172 158 12

9009 124 198 102 21

9010 125 188 98 14

9011 186 167 158 4

9012 135 180 137 4

9013 106 98 112 7

9014 89 87 178 14

9015 134 172 143 12

9016 144 182 138 6

9017 122 181 128 8

9018 115 98 132 5

9019 118 168 176 10

9020 100 123 122 4

9021 183 192 164 11

9022 137 181 122 6

9023 98 122 126 15

9024 145 192 148 5

9025 121 186 168 8

9026 159 176 135 3

9027 70 98 178 2

9028 144 175 158 2

9029 100 96 174 3

9030 110 124 168 4

9031 125 160 146 5


(2)

Lampiran 7 (lanjutan)

9033 166 184 152 12

9034 88 78 179 14

9035 122 194 98 15

9036 118 176 139 12

9037 99 88 142 8

9038 243 184 164 10

Jmh 4,928 5959 5392 304

Rata2 129.68 156.82 141.89 8.00

Hasil analisis pola makan di Kecamatan Malifut

No Hasil Pemeriksaan Urine (µg) Komsumsi Iod 24 Jam

(µg) Skor Frek Makanan BerIod (µg) Konsumsi Goitrogen (µg)

(1) (2) (3) (4) (5)

10001 65 88 98 6

10002 172 189 168 12

10003 63 179 122 3

10004 122 184 134 4

10005 121 178 168 10

10006 82 98 89 36

10007 122 110 124 10

10008 117 181 118 5

10009 165 189 126 7

10010 178 192 142 7

10011 85 98 117 12

10012 156 184 128 11

10013 132 164 198 6

10014 139 178 178 18

10015 175 192 180 6

10016 171 196 188 4

10017 160 204 158 9

10018 65 82 156 26

10019 137 193 128 11

10020 165 182 146 20

Jmh 2,592 3261 2866 223

Rata2 129.6 163.05 143.3 11.15

Rekapan Total No Hasil Pemeriksaan Urine (µg) Komsumsi Iod 24 Jam

(µg) Skor Frek Makanan BerIod (µg) Konsumsi Goitrogen (µg)

(1) (2) (3) (4) (5)

Jumlah 50,033 63056 53742 5287


(3)

Lampiran 8 Kegiatan pengambilan data di keluarga nelayan

Cara perabaan kelenjar gondok Wawancara dengan keluarga nelayan

penderita gondok

Keluarga nelayan dengan pembesaran kelenjar gondok derajat III


(4)

Lampiran 9 Pengolahan ikan keluarga nelayan di Kabupaten Halmahera Utara

Pengolahan ikan dengan cara dipanggang

Ikan yang digoreng Ikan yang direbus terbuka


(5)

Lampiran 10 Bahan makanan yang mengandung zat goitrogen

Singkong yang sering dikonsumsi keluarga nelayan


(6)