Strategi to Overcome Poverty of Fisherman Community in Tioua Village South Tobelo District North Halmahera Regency

(1)

STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN

MASYARAKAT NELAYAN DI DESA TIOUA

KECAMATAN TOBELO SELATAN

KABUPATEN HALMAHERA UTARA

PIET HEIN BABUA

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Penanggulangan Kemiskinan Masyarakat Nelayan di Desa Tioua, Kecamatan Tobelo Selatan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagiah akhir tesis ini.

Bogor, November 2010

Piet Hein Babua C452070174


(3)

(4)

ABSTRACT

PIET HEIN BABUA. Strategi to Overcome Poverty of Fisherman Community in Tioua Village South Tobelo District North Halmahera Regency. Supervised by ARI PURBAYANTO and SUGENG HARI WISUDO.

The aims of this research are 1) to explain social economics condition of Tioua Village communities of South Tobelo District, 2) to identify dominant actors to reduce fisherman community poverty, and 3) to formulate the strategy to overcome poverty of fisherman community. The method that used to answer the social economic problems was descriptive analysis method. Data were literature collected through desk study and direct interview toward respondent. Beside that, to know key actors in poverty reducing in Tioua Village was used snowball method. Whilst to know strategy for poverty reducing, it was used SWOT analisys. Result of this research showed that there was income disparity between grouped fisherman, individual fisherman, and labour fisherman. It was caused by diferent, eventhough level of education such as elementary school, junior high school, and undergraduate. The key actor that dominant to reduce poverty in Tioua Village was local formal leader with conection value 0.58 and integration value 0.000. By using SWOT analysis showed that reducing poverty program in Tioua Village can be carried out by providing facility and infrastructure for fisherman to support production of fish for income protection of fisherman. Keywords: poverty, fisherman, socio-economic, condition, fisherman community,


(5)

(6)

RINGKASAN

PIET HEIN BABUA. Strategi Penanggulangan Kemiskinan Masyarakat Nelayan di Desa Tioua Kecamatan Tobelo Selatan Kabupaten Halmahera Utara. Dibimbing oleh ARI PURBAYANTO dan SUGENG HARI WISUDO.

Tujuan dari penelitian ini adalah 1) memetakan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat nelayan Desa Tioua, Kecamatan Tobelo Selatan. 2) mengidentifikasi aktor-aktor yang berperan dan berpengaruh terhadap pengentasan kemiskinan masyarakat nelayan di Desa Tioua, dan 3) merumuskan dan memformulasikan strategi penanggulangan kemiskinan masyarakat nelayan.

Metodologi yang digunakan untuk menjawab persoalan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat adalah metode deskriptif. Data dikumpulkan melalui studi literatur dan wawancara langsung dengan responden. Sedangkan untuk mengetahui aktor kunci dalam pengentasan kemiskinan di Desa Tioua dilakukan dengan menggunakan metode snowball. Untuk mengetahui strategi penanggulangan kemiskinan di Desa Tioua, digunakan analisis SWOT.

Hasil analisis menunjukkan bahwa terjadi korelasi yang sangat nyata pada berbagai komponen penentu. Hasil yang diperoleh dalam mengukur pendapatan masyarakat nelayan di Desa Tiou menunjukkan disparitas pendapatan yang cukup besar antara kelompok nelayan perorangan, buruh nelayan dan nelayan berkelompok. Hal ini disebabkan karena armada penangkapan dan alat tangkap yang digunakan berbeda. Tokoh kunci yang paling berperan dalam penanggulangan kemiskinan di Desa Tioua adalah pejabat formal desa dengan nilai koneksi sebesar 0,58 dan nilai integrasi sebesar 0,000. Semakin kecil nilai integrasi seorang tokoh menunjukkan tokoh tersebut memiliki posisi yang paling berpengaruh. Dari hasil analisis SWOT diketahui bahwa program pengentasan kemiskinan di Desa Tioua adalah dengan menyediakan sarana dan prasarana pendukung produksi perikanan bagi nelayan. Selain itu, perlu adanya penguatan kelembagaan kelompok serta penjaminan usaha melalui penyertaan modal bagi kelompok serta regulasi terhadap hasil produksi perikanan sehingga memungkinkan agar nelayan tidak mengalami kerugian.

Kata kunci: kemiskinan, nelayan, sosial-ekonomi, kondisi, masyarakat nelayan, Tioua Desa, Kecamatan Tobelo Selatan.


(7)

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang menggunakan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(8)

STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN

MASYARAKAT NELAYAN DI DESA TIOUA

KECAMATAN TOBELO SELATAN

KABUPATEN HALMAHERA UTARA

PIET HEIN BABUA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(9)

(10)

Judul Tesis : Strategi Penanggulangan Kemiskinan Masyarakat Nelayan di Desa Tioua Kecamatan Tobelo Selatan Kabupaten Halmahera Utara.

N a m a : Piet Hein Babua N R P : C452070174

Mayor : Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc. Ketua

Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si Anggota Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB

Teknologi Kelautan

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(11)

PRAKATA

Puji dan Syukur patut penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga masih bisa diberikan kesempatan kepada penulis dapat menyelesaikan tesis ini dalam rangka memperoleh gelar Magister pada program Studi,Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Dalam menyajikan tulisan ini, penulis sangat menyadari bahwa disana sini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, baik itu dari segi bahasa maupun materi yang disajikan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan setiap saran dan kritik yang sifatnya membangunn demi penyempurnaan dari tulisan ini.

Dalam rangka penulisan ini, penulis tak lupa menyampaikan terima kasih kepada : Bapak Bupati Halmahera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program Magister di Institut Pertanian Bogor. Bapak Rektor IPB yang telah sudi memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi di IPB. Bapak Prof. Dr. John Haluan, M.Sc, selaku Ketua program studi Teknologi Kelautan. Bapak Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing dalam penulisan ini. Bapak Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Sc. selaku anggota komisi pembimbing dalam penulisan ini. Semua pihak dan secara khusus kepada rekan rekan mahasiswa IPB dari pemda Halmahera Utara angkatan tahun 2008, yang telah membantu penulis baik moril maupun materil sampai dengan selesainya penulisan tesis ini.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pengelolaan perikanan dan pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.

Bogor, November 2010


(12)

RIWAYAT HIDUP

Piet Hein Babua dilahirkan di Galela, 10 April 1963. Menyelesaikan Sekolah Dasar GMIH Efi-Efi tahun 1974, SMP Negeri Tobelo tamat tahun 1977, SMA Negeri Tobelo tamat tahun 1981. Setamat SMA kemudian pada tahun 1981 melanjutkan pendidikan di Program Studi Administrasi Negara pada Fakultas Sosial Politik Universitas Veteran RI di Makassar dengan memperoleh gelar Sarjana Muda Administrasi Negara,pada tahun 1985. Kemudian pada tahun 1986, memperoleh gelar Sarjana Administrasi Negara pada Fakultas Sosial Politik Universitas Veteran Republik Indonesia di Makasar. Menikah dengan Lely Novelina Kitong, Piet dikaruniai satu orang putra yaitu Patrick Babua, dan dua orang putri yaitu Angelia Babua dan Clara Babua.

Karir di instansi pemerintah dimulai sebagai staf Kantor wilayah Departemen Sosial Provinsi Maluku pada tahun 1990 dengan golongan III/a. Tahun 1994 diangkat sebagai kepala Sub Seksi Karang Taruna Kantor Departemen Sosial Kabupaten Maluku Utara di Ternate. Tahun 1998 menjadi Kepala Seksi UKS Kantor Departemen Sosial Kabupaten Maluku Utara. Tahun 2002 menjabat sebagai Kepala Bidang Terapan Pelayanan Sosial Dinas Sosial Kabupaten Maluku Utara. Tahun 2003 dipercayakan sebagai kepala Dinas Kesejahteraan Sosial Kabupaten Halmahera Utara di Tobelo. Tahun 2009, diangkat menjadi Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Halmahera Utara dan Tahun 2010 Dipercayakan sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten Halmahera Utara.


(13)

xii

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

DAFTAR ISTILAH ... xvii

1 PENDAHULUAN ... ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Kerangka Pemikiran... ... 5

1.6 Hipotesis... 8

2 TINJAUAN PUSTAKA ... ... ... 9

2.1 Kemiskinan dan Permasalahannya ... 9

2.2 Pengertian Kemiskinan ... 10

2.3 Indikator Kemiskinan ... 11

2.4 Kegagalan Mengatasi Kemiskinan ... 13

2.5 Pembangunan ... 13

2.6 Pengembangan Masyarakat ... 15

2.7 Kesejahteraan ... 15

2.8 Masyarakat Nelayan ... 17

3 METODE PENELITIAN ... ... 19

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian. ... 19

3.2 Jenis dan Sumber Data ... ... 19

3.3 Bahan dan Alat ... 20

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 20

3.5 Metode analisis data ... 22

3.5.1 Analisis deskriptif (desktiptif analitik)... ... 22

3.5.2 Analisis jaringan atau struktur interaksi tokoh kunci (network analysis) ... 22


(14)

xiii

4.2 Karakteristik Masyarakat Nelayan Desa Tioua... 29

4.3 Kategori Nelayan ... 31

4.4 Nelayan Berkelompok (Pajeko) ... 32

4.5 Nelayan Perorangan (Nelayan Katinting) ... 34

4.6 Biaya Operasional Nelayan ... 34

4.7 Sumber Pendapatan Nelayan... 36

4.7.1 Pendapatan nelayan katinting... 36

4.7.2 Pendapatan nelayan pajeko ... 37

4.8 Alokasi Pendapatan ... 40

4.9 Aktor Utama Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Nelayan ... 42

4.9.1 Interpretasi peran aktor ... 44

4.9.2 Evaluasi peran tokoh masyarakat ... 45

4.10 Strategi Penanggulangan Kemiskinan Masyarakat Nelayan... 46

4.10.1 Identifikasi faktor strategis ... 46

4.10.2 Rencana strategis penanggulangan kemiskinan ... 47

4.10.3 Program pengembangan (kebijakan penanggulangan kemiskinan) ... 48

5 PEMBAHASAN ... 51

5.1 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ... 51

5.2 Aktor Utama yang Berperan dalam Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Nelayan ... 55

5.3 Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Masyarakat Nelayan Desa Tioua ... 56

6 KESIMPULAN DAN SARAN ... ... 63

6.1 Kesimpulan ... 63

6.2 Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... ... 65


(15)

xiv

Halaman

1 Matrik analisis SWOT ... 24 2 Mata pencaharian masyarakat Desa Tioua ... 28 3 Jenis dan jumlah alat tangkap di Kabupaten Halmahera Utara

tahun 2004-2008 ... 30 4 Jenis dan jumlah alat tangkap di Desa Tioua 2008 ... 31 5 Pendapatan nelayan dari hasil berkebun (kopra) ... 36 6 Nilai koneksi dan derajat integrasi tokoh kunci Desa Tioua (mengacu

pada Lampiran 2) ... 44 7 Evaluasi faktor internal dan eksternal ... 47 8 Strategi penanggulangan kemiskinan masyarakat Desa Tioua

Kecamatan Tobelo Selatan ... 48 9 Kebijakan penanggulangan kemiskinan masyarakat Desa Tioua ... 61


(16)

xv

Halaman

1 Kerangka pendekatan studi ... 7

2 Tingkat pendidikan penduduk Desa Tioua ... 28

3 Tingkat pendidikan nelayan Desa Tioua ... 33

4 Model pembagian hasil tangkapan dan sistem pengupahan ... 33

5 Perbandingan biaya antara nelayan katinting dengan nelayan pajeko ... 35

6 Perbandingan pendapatan musim panen dan musim sedang ... 37

7 Pendapatan rata-rata masing-masing nelayan pajeko pada musim panen ... 38

8 Pendapatan nelayan pajeko pada musim sedang ... 38

9 Pendapatan rata-rata nelayan pajeko ... 40

10 Rata-rata jumlah tanggungan nelayan ... 42


(17)

xvi

Halaman

1. Peta lokasi Penelitian ... 67

2. Perhitungan Nilai Koneksi dan Derajat Intergrasi ... 68

3. Jaringan Interaksi Masing-Masing Tokoh Kunci ... 69


(18)

xvii

Askeskin: Asuransi kesehatan masyarakat miskin yaitu, asuransi kesehatan yang diberikan pemerinatah kepada masyarakat miskin.

BBM: Bahan bakar minyak dapat berupa bensin, minyak tanah dan solar yang digunakan oleh nelayan

BLT-RTM: Bantuan langsung tunai kepada rumah Tangga miskin yaitu bantuan keuangan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat miskin.

Bottom-up: Kebijakan yang dibuat melalui proses dari bawa.

Dibo-dibo: Pedagang pengumpul yang membeli hasil tangkapan nelayan yang kemudian dijual ke pasar.

Fishing ground: Daerah penangkapan ikan yang menunjukkan lokasi bagi pengoperasian alat tangkap

IDT: Inpres Desa Tertinggal yaitu kebijakan pemerintah yang memberikan bantuan kepada daerah

JPS: Jaring pengaman sosial yaitu bantuan yang diberikan kepada masyarakat miskin.

Katinting: Perahu nelayan dalam ukuran kecil yang digunakan oleh nelayan perorangan.

Komo: Jenis ikan tongkol

Malalugis: Jenis ikan layang

Masanae: Buruh nelayan yang bekerja di pajeko.

Opportunity: Peluang yang dimiliki masyarakat nelayan Desa Tioua

Pajeko: Sebutan untuk nelayan berkelompok yang menggunakan alat tangkap purse seine

Raskin: Beras miskin yaitu Beras yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat miskin.

Renstra : Rencana strategis yaitu dokumen pemerintah yang berisi rencana program dan kegiatan 5 tahun.

Strenght : Kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat nelayan Desa Tioua

Tobelohoho: Sebutan bagi orang Tobelo


(19)

xviii

Tude: Jenis ikan ekor kuning

UMP: Upah Minimum Provinsi


(20)

1.1 Latar Belakang

Kemiskinan merupakan masalah global, sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan di berbagai keadaan hidup. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin," dimana kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup: gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan dalam memenuhi kebutuhan dan pelayanan dasar. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat.

Jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia dari tahun ke tahun selalu mengalami fluktuasi, sebagai gambaran pada periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin sebesar 13,96 juta karena krisis ekonomi, yaitu dari 34,01 juta pada tahun 1996 menjadi 47,97 juta pada tahun 1999, demikian juga dengan persentase penduduk miskin, meningkat dari 17,47% menjadi 23,43% pada periode yang sama, kemudian, pada periode 2000-2005 jumlah penduduk miskin cenderung menurun dari 38,70 juta pada tahun 2000 menjadi 35,10 juta pada tahun 2005. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 19,14% pada tahun 2000 menjadi 15,97% pada tahun 2005, namun, pada tahun 2006, terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin yang cukup drastis, yaitu dari 35,10 juta orang (15,97%) pada bulan februari 2005 menjadi 39,30 juta (17,75 %) pada bulan maret 2006 (BPS, 2009).

Penduduk miskin di daerah perdesaan bertambah 2,11 juta, sementara di daerah perkotaan bertambah 2,09 juta orang. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2007 tercatat sebesar 37,17 juta (16,58%). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2006 berjumlah 39,30 juta (17,75%), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,13 juta. Selama


(21)

periode bulan Maret 2006-Maret 2007, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,20 juta, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,93 juta orang. Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah (Biro Pusat Statistik, 2007) dan terakhir sampai dengan bulan Desember 2008 penduduk miskin indonesia turun menjadi 34,96 juta (15,42%) (rapat koordinasi dan evaluasi program BLT-RTS, Bandung 1 Desember 2008).

Penurunan angka kemiskinan tentunya merupakan sesuatu yang harus dilihat sebagai komitmen dan upaya yang sungguh-sungguh dari pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat agar masyarakat dan negeri ini keluar dari kemiskinan. Kabupaten Halmahera Utara yang baru dibentuk berdasarkan Undang-Undang No 1 tahun 2003, memiliki angka kemiskinan yang cukup signifikan dan terus mengalami perubahan dari tahun ketahun, terutama setelah daerah ini mengalami tragedi kemanusiaan dengan terjadinya konflik horisontal pada tahun 1999.

Secara umum dapat digambarkan pertumbuhan penduduk dan angka kemiskinan di Kabupaten Hamahera Utara sejak dimekarkan tahun 2003 adalah sebagai berikut: pada tahun 2003 jumlah penduduknya sebanyak 169.440 jiwa dan angka kemiskinan belum tercatat pada tahun 2004 jumlah penduduknya 178.026 jiwa dengan penduduk miskin sebanyak 168.689 jiwa (94,76%). Angka kemiskinan yang sangat tinggi sebagai akibat dari konflik horisontal yang menghancurkan seluruh tatanan kehidupan masyarakat pada tahun 2005, jumlah penduduknya tercatat sebanyak 220.765 jiwa dengan penduduk miskin sebanyak 152.564 jiwa (69,11%), tahun 2006 jumlah penduduknya 221.169 jiwa dengan penduduk miskin sebanyak 120.413 (54,44%), dan tahun 2007 jumlah penduduknya 221.558 jiwa dengan penduduk miskin sebanyak 92.157 jiwa (41,59%). Pada tahun 2008, jumlah penduduk Kabupaten Halmahera sebesar 223.222, sedangkan jumlah penduduk miskin sebanyak 76.102 jiwa.

Menurut data Biro Pusat Statistik Kabupaten Halmahera Utara tahun 2009, jumlah penduduk Kecamatan Tobelo Selatan berjumlah 388 kepala keluarga atau sebanyak 12.820 jiwa. jumlah penduduk miskin di Kecamatan Tobelo Selatan sebanyak 4.555 jiwa atau sebesar 35%. Jumlah penduduk Desa Tioua sebanyak 430 KK atau sebanyak 1.505 jiwa. Jumlah penduduk miskin sebanyak 170 KK atau 32,4% yang terdiri dari 17% dari kelompok masyarakat


(22)

petani, 14% dari masyarakat nelayan, dan sisanya 1,4 dari kelompok masyarakat lain-lain.

Sebagai daerah yang memiliki luas wilayah laut lebih besar dari luas wilayah darat dan dengan persentasi kemiskinan yang masih sangat tinggi tentunya akan tergambar bahwa kemiskinan di Kabupaten Halmahera Utara adalah identik dengan kemiskinan masyarakat nelayan di pesisir.

1.2 Perumusan Masalah

Upaya penanggulangan kemisikinan yang telah dilakukan oleh pemerintah sudah cukup banyak, antara lain program Inpres desa tertinggal (IDT) pada zaman orde baru, jaring pengaman sosial (JPS), beras miskin (Raskin), asuransi kesehatan masyarakat miskin (Askeskin) sampai kepada kompensasi bahan bakar minyak (BBM) dalam bentuk BLT-RTM. Program-program tersebut sepertinya kurang memberikan dampak yang signifikan terhadap upaya menurunkan angka kemiskinan. Tetapi yang terjadi justru menciptakan ketergantungan masyarakat miskin terhadap pemerintah, karena tidak menerapkan prinsip-prinsip

pengembangan masyarakat yang bersifat ”bottom-up”, tetapi lebih banyak

bersifat ”top-down”. Sistem sentralistik yang diterapkan dalam pembangunan

terbukti menghilangkan kreatifitas dan potensi maupun ketrampilan masyarakat lokal didalam memberdayakan potensi sunber daya yang tersedia disekitarya. Disisi lain terlihat bahwa salah satu model yang dilakukan dalam penanggulangan kemiskinan selama ini terkesan seperti seorang dermawan. Pemberian bantuan lebih banyak dalam bentuk uang tunai, baik itu dalam bentuk dana bergulir maupun bantuan langsung tunai. Padahal uang bukan satu-satunya alat dalam upaya penaggulangan kemiskinan.

Persoalan kemiskinan tidak hanya bisa diselesaikan dengan uang dan modal. Tetapi juga harus diimbangi dengan pendidikan, pelatihan, pendampingan dan kemitraan. Tidak jarang pula berbagai program yang dilaksanakan hanya berorientasi pada pencapaian sasaran fisik atau jumlah masyarakat yang terlayani. Program ini kurang memperhatikan sasaran fungsional yakni sejauh mana pengaruh dan manfaat yang didapat oleh masyarakat dalam merubah kondisi sosial ekonomi dari mayarakat yang mendapat bantuan.


(23)

Desa Tioua Kecamatan Tobelo Selatan merupakan salah satu desa yang berada di pesisir utara pulau halmahera, dimana sebagian penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan dan juga sebagai petani. Terdapat beberapa tipe atau ciri nelayan yang ada di Desa Tioua, yakni: 1) nelayan yang melaksanakan aktivitas sebagai pekerja pada industri perikanan dengan alat tangkap purse seine, 2) nelayan yang beraktivitas dalam bentuk kelompok bersama dengan jumlah anggota yang relatif banyak pada alat tangkap purse seine, dan 3) nelayan yang melaksanakan aktivitas secara sendiri dengan alat tangkap dan sasaran yang bervariasi, serta aktivitas sebagai pedagang pengumpul.

Dilihat secara kasat mata ketiga kategori nelayan tersebut di atas hampir sama di seluruh Indonesia. Sumber pendapatan utama berasal dari laut, tetapi dari sisi hasil, pendapatan maupun sisi pemenuhan kebutuhan dalam rangka peningkatan kesejahteraan keluarga belum tentu sama. Hal ini disebabkan karena tingkat kesejahteraan masyarakat bukan sekedar dilihat dari sisi pendapatan, tetapi harus dilihat secara keseluruhan, mulai dari input, proses, output sampai kepada manfaat dan dampak dari aktivitas ekonomi yang dilakukan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Untuk memenuhi harapan tersebut perlu ada strategi yang dilakukan untuk mempercepat masyarakat keluar dari garis kemiskinan.

Dengan memperhatikan uraian tersebut di atas, muncul pertanyan

”Bagaimana strategi penanggulangan kemiskinan yang efektif dalam rangka

mempercepat proses pengentasan kemiskinan di Desa Tioua, Kecamatan Tobelo

Selatan”. Dalam kaitan dengan pertanyaan tersebut di atas, maka permasalahan

yang dibahas adalah :

(1) Bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat Desa Tioua Kecamatan Tobelo Selatan?

(2) Siapa aktor yang paling berperan dan berpengaruh besar dalam upaya penanggulangan kemiskinan masyarakat nelayan di Desa Tioua Kecamatan Tobelo Selatan?

(3) Upaya dan strategi apa yang perlu dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan masyarakat nelayan di Desa Tioua Kecamatan Tobelo Selatan?


(24)

1.3 Tujuan

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk merumuskan strategi penanggulangan kemiskinan yang efektif untuk masyarakat nelayan di Desa Tioua Kecamatan Tobelo Selatan. Sementara tujuan khususnya adalah sebagai berikut: (1) Memetakan kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan Desa Tioua,

Kecamatan Tobelo Selatan.

(2) Mengidentifikasi aktor-aktor yang berperan dan berpengaruh terhadap pengentasan kemiskinan masyarakat nelayan di Desa Tioua.

(3) Merumuskan dan memformulasikan strategi penanggulangan kemiskinan masyarakat nelayan.

1.4 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Sebagai rujukan dan acuan bagi masyarakat nelayan, khususnya masyarakat

nelayan di Desa Tioua, Kecamatan Tobelo Selatan dalam upaya meningkatkan kesejahteraannya.

(2) Sebagai masukan dan bahan evaluasi bagi pemerintah dalam mengembangkan masyarakat nelayan.

(3) Sebagai sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara dan semua pihak yang terlibat dalam penanggulangan kemiskinan di wilayah pesisir.

1.5 Kerangka Pemikiran

Masalah kemiskinan di Indonesia, termasuk Kabupaten Halmahera Utara, sampai hari ini masih merupakan suatu benang kusut yang sangat sulit dituntaskan. Di Indonesia hal ini merupakan sesuatu yang sangat ironis, dimana sebagai negara yang sangat kaya akan sumber daya alam, ternyata kekayaan alam itu tidak bisa dinikamati oleh sebagian besar masyarakat, akan tetapi justru hanya dinikmati oleh sebagian kecil yang notabene memiliki kekuasaan dan kekayaan. Sementara sebagian besar tidak mendapat kesempatan atau akses ke sumber daya yang ada, sehingga kondisinya miskin dan tidak sejahtera.

Berdasarkan penyebab kemiskinan dapat dibedakan menjadi kemiskinan structural dan kemiskinan cultural. Kemiskinan kultural disebabkan karena faktor


(25)

budaya seperti malas, tidak disiplin, kurang menghargai waktu, boros, dan kurang memiliki rasa malu. Sementara itu, kemiskinan struktural disebabkan oleh faktor buatan manusia seperti distribusi asset produktif yang tidak merata (distribusi lahan dan modal), kebijakan ekonomi yang diskriminatif (hanya menguntungkan segelintir orang misalnya konglomerat), korupsi, kolusi baik di pusat maupun di daerah, serta tatanan perekonomian dunia yang cenderung menguntungkan sekelompok orang tertentu.

Para pakar ekonomi sumberdaya melihat kemiskinan masyarakat pesisir, khususnya nelayan lebih banyak disebabkan karena faktor-faktor sosial ekonomi yang terkait karakteristik sumberdaya serta teknologi yang digunakan. Faktor-faktor yang dimaksud membuat nelayan tetap dalam kemiskinannya. Teknologi yang digunakan masyarakat pesisir, khususnya nelayan, pada umumnya masih bersifat tradisional. karena itu maka produktivitas rendah dan akhirnya pendapatan rendah.

Dalam rangka mengentaskan kemiskinan perlu dibangun sebuah strategi pengembangan yang efektif dengan kerangka pemikiran bahwa upaya pengentasan kemiskinan harus dilaksanakan secara komprehensif mulai dari input, proses sampai kepada hasilnya, seperti yang disajikan pada Gambar 1.


(26)

Gambar 1 Kerangka pendekatan studi.

Nelayan Penanggulanan

Kemiskinan Masyarakat Desa Tioua

Perubahan perilaku masyarakat

Masuknya nelayan luar

Nelayan Pajeko

Nelayan Katinting

Peningkatan pendapatan

Tokoh Formal

Tokoh Informal Analisa

Aktor

Rumusan Strategi

Implementasi Kebijakan


(27)

Mata pencaharian utama masyarakat Desa Tioua yang paling dominan adalah sebagai petani dan nelayan, mata pencaharian ini berkaitan erat dengan potensi sumberdaya alam yang ada di sekitarnya. Hingga saat ini, masih banyak masyarakat yang melakoni kedua pekerjaan ini dalam masa yang bersamaan. Selain sebagai petani, mereka juga berperan sebagai nelayan. Pekerjaan awal mereka umumnya sebagai petani, khususnya petani kopra. Pekerjaan sebagai nelayan dilakoni setelah masuknya nelayan luar ke Desa Tioua. Selain itu, pekerjaan sampingan ini dilakukan untuk menambah penghasilan keluarga. Trend ini mengindikasikan adanya peluang besar sektor kelautan sebagai pekerjaan utama masyarakat Desa Tioua.

Perubahan ini tidak terlepas dari peranan tokoh masyarakat setempat atau interfensi pemerintah melalui program-program pembangunan yang dilakukan di Desa Tioua. Tokoh masyarakat atau pemerintah tingkat desa memiliki peran yang cukup signifikan dalam perubahan struktur ekonomi masyarakat. Tokoh-tokoh ini merupakan aktor penting yang akan menjadi mediator atau fasilitator pembangunan dalam jangka panjang.

Pola perubahan struktur ekonomi dan peranan aktor dalam pembangunan di Desa Tioua, dapat dirumuskan strategi dan program-program pembangunan yang relevan dilakukan di Desa Tioua. Sektor kelautan memiliki kontribusi yang lebih besar dalam penanggulangan kemiskinan, maka sektor ini akan terus dikembangkan tanpa meninggalkan sektor pertanian. Keterlibatan tokoh-tokoh masyarakat desa setempat yang dianggap bisa memahami karakter masyarakat agar tujuan pembangunan dapat tercapai.

1.6 Hipotesis

Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan maka diduga bahwa masyarakat nelayan di Desa Tioua masih miskin.


(28)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemiskinan dan Permasalahannya

Kemiskinan merupakan suatu konsep yang cair, dan bersifat

multidimensional. Disebut cair karena kemiskinan bisa bermakna subyektif, bermakna relatif, tetapi sekaligus juga bermakna absolut sedangkan disebut multidimensional selain kemiskinan itu dapat dilihat dari sisi ekonomi, juga dari segi sosial , budaya dan politik (Akhmadi N,2008)

Seseorang dimasukkan ke dalam golongan miskin apabila tidak memenuhi kebutuhan dasar. Menurut United Nation Research Insitute for Social Development (UNRISD) kebutuhan dasar itu sendiri dapat dibedakan kedalam tiga golongan, yaitu 1) kebutuhan fisik primer yang merupakan kebutuhan gizi, perumahan, kesehatan, 2) kebutuhan kultural yang terdiri dari pendidikan, rekreasi dan ketenangan hidup, dan 3) kebutuhan lainnya yang lebih tinggi jika kebutuhan primer dan kultural sudah terpenuhi dan ada kelebihan pendapatan.

Kemiskinan subyektif adalah suatu bentuk kemiskinan yang lebih berkaitan dengan aspek psikhis, yaitu berkaitan dengan perasaan miskin yang dialami oleh pelakunya. Karena berkaitan dengan perasaan, maka kemiskinan subyektif itu lebih tepat disebut sebagai kemiskinan yang sifatnya psikologis dalam kemiskinan yang seperti ini, perasaan miskin itu muncul karena beberapa sebab. Sebab yang paling umum adalah karena pelaku merasa tidak dapat memenuhi kebutuhanya, baik berupa kebutuhan primer ataupun sekunder walaupun secara obyektif kondisi kemiskinan lebih berkaitan dengan tidak terpenuhnya kebutuhan primer, namun definisi tentang kebutuhan yang mana termasuk dalam kebutuhan primer, dan mana yang termasuk dalam kebutuhan sekunder menjadi relatif antara individu yang berbeda. Perasaan miskin itu juga muncul karena merosotnya kondisi ekonomi yang dialami oleh suatu keluarga, dari kondisi ekonomi yang lebih tinggi ke kondisi ekonomi yang lebih rendah.

Kemiskinan relatif adalah suatu bentuk kemiskinan yang didasarkan pada perbandingan dengan kondisi ekonomi orang lain yang berada diluarnya, baik pada perbandingan dengan kondisi ekonomi orang lain yang ada disekitarnya, atau didasarkan pada kondisi ekonomi masyarakat yang ada di daerah lain. Dengan


(29)

demikian kemiskinan relatif itu terkait erat dengan masalah kesenjangan yaitu, suatu kondisi ketidak-merataan yang ada di masyarkat. Adapun kesenjangan itu secara umum dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu kesenjangan struktur dan kesenjangan kultural

Kesenjangan struktur adalah kesenjangan yang terjadi antara masyarakat dalam suatu daerah dengan masyarakat di daerah lain (disebut juga kesenjangan daerah), atau antara suatu kelas sosial dengan kelas sosial yang lain (kesenjangan kelas) adapun kesenjangan kultural adalah kesenjangan yang disebabkan oleh perbedaan sikap dalam memandang materi, bunga bank, pendidikan, etos kerja, dan sebagainya. Oleh karena perbedaan sikap itu cenderung mengikuti batas-batas etnis, maka kesenjangan kultural juga cendrung muncul dalam kesenjangan etnis.

2.2 Pengertian Kemiskinan

Secara garis besar ada dua cara memandang kemiskinan. Sebagian orang berpendapat, kemiskinan adalah suatu proses, sebagian lagi memandang kemiskinan sebagai suatu akibat atau fenomena dalam masyarakat. Sebagai suatu proses, kemiskinan mencerminkan kegagalan suatu sistem masyarakat dalam mengalokasikan sumber daya dan dana secara adil kepada anggota masyarakat (Pakpahan dan Hermanto 1992 diacu dalam Sudrajat 2002).

Hasil kajian mereka di 14 kecamatan daerah pantai yang tersebar di beberapa provinsi diketahui, nelayan yang miskin umumnya belum banyak tersentuh teknologi modern, kualitas sumber daya manusia rendah dan tingkat produktivitas hasil tangkapannya juga sangat rendah.

Faktor utama bukan karena kekuatan modal untuk mengakses teknologi, namun ternyata lebih banyak disebabkan oleh kurangnya aktivitas penyuluhan atau teknologi dan rendahnya lembaga penyedia teknologi.

Menurut Jhon Friedman diacu dalam Andre Bayo (1996), kemiskinan didefenisikan sebagai ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi (tidak terbatas pada) : modal yang produktif atau assets (misalnya tanah perumahan, peralatan, kesehatan) ; sumber –sumber keuangan (income dan kredit yang memadai) organisasi politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (partai politik,


(30)

sindikat, koperasi); network atau jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, pengetahuan dan ketrampilan yang memadai dan informasi yang berguna untuk menunjukkan kehidupan orang.

Konsep kemiskinan yang lain yang dikutip Suharto (2005) dari BPS dan Depsos RI adalah bahwa: kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau yang diperluakan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya. Kondisi miskin menurut Kosa dan Zola diacu dalam Sadli ( 2007)

mengatakan ” bahwa kondisi miskin sebagai lingkungan sosial dimana masyarakat

berada, tidak mendukung atau membantu terbentuknya watak atau sifat-sifat pribadi yang dapat mendobrak kemiskinannya karena beberapa kondisi : pertama, lingkungan keluarga miskin tidak dapat mengembangkan pola sosialisasi dimana seorang dibimbing untuk mengembangkan dan belajar ketrampilan khusus untuk dapat mencarai pekerjaan yang layak.

Kedua, lingkungan keluarga miskin biasanya ditandai oleh tidak adanya pekerjaan yang langgeng (nosteadyjob) orang miskin lebih tertarik pada kegiatan yang dapat membawa rezeki sesaat (bila untung) seperti bermain judi dan sebagainya. Ketiga, kondisi miskin menyebabkan minimnya aspirasi keluarga miskin (secara sadar atau tidaka sadar). Hal ini berhubungan erat dengan kenyataan bahwa keluarga miskin biasanya tidak mempunyai sarana yang diperlukan untuk meningkatkan kondisi ekonomi keturunannya.

Keempat, salah satu aspek penting dalam proses sosialisasi ialah bahwa keluarga mengajarkan kepada anak-anaknya, agar ia terus berusaha untuk masa depannya agar ia dapat hidup lebih baik tentunya dengan berusaha dan kerja keras.

2.3 Indikator Kemiskinan

Beberapa definisi dan indikator kemiskinan adalah sebagai berikut :

1) Kemiskinan absolut: apabila tingkat pendapatannya di bawah “garis


(31)

kebutuhan minimum, antara lain kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja (DKP-RI)

2) Bank Dunia menetapkan bahwa garis batas kemiskinan adalah US $ 50 perkapita pertahun untuk pedesaan dan US $ 75 perkapita per tahun untuk perkotaan.

3) Prof. Seyogya mengembangkan standar kebutuhan pokok berdasarkan atas kebutuhan beras dan gizi. Golongan paling miskin pendapatannya 240 kg atau kurang beras perkapita pertahun. Golongan miskin sekali pendapatannya 240 hingga 360 kg beras perkapita per tahun. Golongan miskin pendapatannya lebih dari 360 kg tetapi kurang dari 480 kg beras perkapita pertahun.

Menurut BPS (1996) diacu dalam Kusnadar (2008), pendapatan per kapita sering digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat. Ekonomi masyarakat yang makmur ditunjukkan oleh pendapatan per kapita yang tinggi, dan sebaliknya ekonomi masyarakat yang kurang makmur ditunjukkan oleh pendapatan per kapita yang rendah.

Kesejahteraan rakyat mempunyai aspek yang sangat kompleks dan tidak memungkinkan untuk menyajikan data yang mampu mengukur semua aspek kesejahteraan. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan indikator kemiskinan yang dipergunakan Badan Pusat Statistik diacu dalam Susenas (1991), indikator tersebut adalah:

1)Pendapatan per kapita per tahun 2) Konsumsi rumah tangga per tahun 3) Keadaan tempat tinggal

4) Fasilitas tempat tinggal

5) Kesehatan anggota rumah tangga

6) Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan dan medis 7) Kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan 8) Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi

9) Kehidupan beragama

10) Perasaan aman dari tindakan kejahatan 11) Perasaan aman dari tindakan kejahatan


(32)

2.4 Kegagalan Mengatasi Kemiskinan

Pada dasarnya ada dua faktor penting yang dapat menyebabkan kegagalan program penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Pertama, program - program penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung fokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin. Hal itu, antara lain, berupa beras untuk rakyat miskin dan program jaring pengaman sosial (JPS) untuk orang miskin. Upaya seperti ini akan sulit menyelesaikan persoalan kemiskian yang ada karena sifat bantuan tidak untuk pemberdayaan, bahkan dapat menimbulkan ketergangungan.

Program-program bantuan yang berorientasi pada kedermawanan pemerintah ini justru dapat memperburuk moral dan perilaku masyarakat miskin. Program bantuan untuk orang miskin seharusnya lebih difokuskan untuk menumbuhkan budaya ekonomi produktif dan mampu membebaskan ketergantungan penduduk yang bersifat permanen. Di lain pihak, program-program bantuan sosial ini juga dapat menimbulkan korupsi dalam penyalurannya. Alangkah lebih baik apabila dana-dana bantuan tersebut langsung digunakan untuk peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM), dibebaskannya biaya sekolah, seperti sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP), serta dibebaskannya biaya-biaya pengobatan di pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas).

Faktor kedua yang dapat mengakibatkan gagalnya program penanggulangan kemiskinan adalah kurangnya pemahaman berbagai pihak tentang penyebab kemiskinan itu sendiri sehingga program-program pembangunan yang ada tidak didasarkan pada isu-isu kemiskinan, yang penyebabnya berbeda-beda secara lokal.

Sebagaimana diketahui, data dan informasi yang digunakan untuk program-program penanggulangan kemiskinan selama ini adalah data makro hasil survey sosial dan ekonomi nasional (Susenas) oleh BPS dan data mikro hasil pendaftaran keluarga sejahtera dan sejahtera I oleh BKKBN.

2.5 Pembangunan

Pembangunan dapat dimaknai sebagai : (1) proses perobahan sosial menuju ketataran kehidupan masyarakat yang lebih baik, (2) proses sosial yang


(33)

bebas nilai (3) upaya manusia yang sadar, terencana dan melembaga (4) konsep yang sarat nilai, menyangkut proses pencapaian nilai yang dianut suatu bangsa secara makin meningkat, dan (5) pembangunan menjadi culture, specific, situation specific dan time specific (Tjahya 1997).

Berdasarkan beberapa definisi pembangunan yang telah penulis sebutkan diatas, maka dalam pembahasan ini penulis sependapat dengan defenisi yang disampaikan oleh Johan Galtung yang menyatakan, bahwa pembangunan adalah upaya untuk pemenuhan kebutuhan dasar manusia, baik secara individual maupun secara kelompok dengan cara-cara yang tidak menimbulkan kerusakan, baik terhadap kehidupan sosial maupun lingkungan alam. Bahwa konsep ini sangat universal dan konprehensif serta menekankan antara tujuan dengan cara yang yang digunakan.

Pengertian pembangunan yang telah dirumuskan dalam Undang-Undang Sistem Perencanaan Nasional No. 25 tahun 2004. Tertuang dalam Bab I pasal 1, bahwa yang dimaksud dengan Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara (UU SPPN 2004). Tujuan Pembangunan Nasional tertuang dalam Bab II pasal 2 yang berbunyi, bahwa Pembangunan Nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi dengan prinsip-prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasann lingkungan, serta kemandirian dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan nasional (UU SPPN 2004).

Pada hakeketnya pembanguan merupakan suatu proses perubahan sosial kumulatif dengan ekonomi dan demokrasi politik di dalamnya yang saling terkait. Dengan perkataan lain, pembangunan terjadi dalam lingkaran sebab akibat komulatif atau ”Circular Cumulative Caution” (Myrdal 1956 diacu dalam Supriatna 1997).

Pembangunan menurut Sukamto S(1986) paling tidak harus mempunyai tiga sasaran utama yaitu: Meningkatkan ketersediaan dan memperluas distribusi barang-barang kebutuhan pokok, seperti pangan, papan, kesehatan, dan perlindungan. Meningkatkan taraf hidup, yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai kultural dan


(34)

kemanusiaan, yang kesemuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan material, melainkan juga menumbuhkan jati diri pribadi dan bangsa. Memperluas pilihan ekonomi dan sosial yang tersedia bagi setiap individu dan setiap bangsa dengan membebaskan mereka dari ketergantungan bukan hanya dalam hubungan dengan orang dan negara-bangsa yang lain, akan tetapi juga masalah kebodohan dan merendahnya nilai-nilai kemanusiaan.

2.6 Pengembangan Masyarakat

Pengembangan Masyarakat (Community Development) adalah kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sebelumnya (Budi Agus 2004). Secara hakekat,

Community Develompmet merupakan suatu proses adaptasi sosial budaya yang dilakukan oleh industri, pemerintah pusat dan daerah terhadap kehidupan komuniti local.

Tujuan dari program Community Development adalah pemberdayaan masyarakat, bagaimana anggota dapat mengaktualisasikan diri mereka dalam pengelolaan lingkungan yang ada di sekitarnya dan memenuhi kebutuhanya secara mandiri tampa ketergantungan dengan pihak-pihak perusahaan maupun pemerintah (Budimanta 2002)

2.7 Kesejahteraan

Pengertian mengenai kesejahteraan berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga keadaan sejahtera yang dialami oleh seseorang belum tentu berarti sejahtera bagi yang lainnya. Kesejahteraan tidak saja menyangkut aspek yang bersifat lahiriah atau material, tetapi juga yang bersifat batiniah atau spritual. Dalam ekonomi mikro, indikator yang digunakan untuk mengetahui apakah seseorang itu dikatakan sejahtera atau tidak adalah melalui tingkat kepuasan. Apabila seseorang mengaku puas dalam mengkonsumsi suatu barang atau jasa, maka orang tersebut dapat dikatakan sejahtera. Menurut Sukirno (1985) diacu dalam Kusnandar (2008) kesejahteran adalah suatu yang bersifat subyektif


(35)

dimana setiap orang mempunyai pedoman, tujuan dan cara hidup yang berbeda-beda terhadap faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan.

Menurut Sawidak (1985) diacu dalam Kusnandar (2008), kesejahteraan merupakan sejumlah kepuasan yang diperoleh seseorang dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang diterima, namun tingkatan dari kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat relatif karena tergantung dari besarnya kepuasan yang diperoleh dari hasil mengkonsumsi pendapatan tersebut. Konsumsi sendiri pada hakekatnya bukan hanya sesuatu yang mengeluarkan biaya, karena dalam beberapa hal konsumsi pun dapat dilakukan tanpa menimbulkan biaya bagi konsumennya.

BPS (1991) diacu dalam Kusnadar (2008) menyatakan bahwa kesejahteraan bersifat subyektif, sehingga ukuran kesejahteraan bagi setiap individu atau keluarga berbeda satu sama lain. Pada prinsipnya kesejahteraan dari individu atau keluarga tersebut sudah tercapai. Kebutuhan dasar erat kaitannya dengan kemiskinan, apabila kebutuhan dasar belum terpenuhi oleh individu atau keluarga, maka dikatakan bahwa individu atau keluarga berada dibawah garis kemiskinan.

Tingkat kesejahteraan sosial diukur dengan pendekatan pengeluaran rumah tangga yang didasarkan pada pola pengeluaran untuk pangan, barang dan jasa, rekreasi, bahan bakar dan perlengkapan rumah tangga. Pendekatan pengamatan dilakukan terhadap kondisi perumahan, kesehatan, pendidikan, dan pola pengeluaran rumah tangga. Penilaian terhadap kondisi perumahan didasarkan pada jenis dinding rumah, jenis lantai, jenis atap serta status kepemilikan. Pendekatan untuk menilai kondisi kesehatan berdasarkan kondisi sanitasi perumahan serta kondisi perlengkapan air minum, air mandi, cuci dan kakus (BPS 1991) diacu dalam Kusnandar (2008).

Tinjauan kesejahteraan masyarakat dapat pula dilihat melalui kondisi maupun fasilitas yang dimiliki suatu tempat tinggal. Perumahan (papan) adalah salah satu kebutuhan dasar yang sangat penting selain makan (pagan) dan pakaian (sandang) dalam pencapaian kehidupan yang layak. Kesehatan dapat juga sebagai ukuran kesejahteraan seseorang, karena faktor yang mempengaruhi kesehatan antara lain konsumsi makanan yang bergizi, sarana kesehatan serta keadaan sanitasi


(36)

lingkungan yang tidak memadai. Gizi merupakan indikator utama dalam komponen gizi dan konsumsi yang digunakan dalam menggambarkan taraf hidup. Penyebab kekurangan gizi adalah tingkat pendidikan yang masih rendah, dan daya beli masyarakat yang rendah, serta dikatakan bahwa tingkat ekonomi yang masih rendah menyebabkan masyarakat belum mampu memperoleh pelayanan kesehatan (BPS 1993) diacu dalam Kusnandar (2008).

2.8 Masyarakat Nelayan

Masyarakat dalam konteks kehidupan sehari hari bisa diartikan sebagai sebuah kesatuan kelompok yang hidup pada suatu wilayah tertentu dan diikat oleh norma yang disepakati secara bersama. Menurut Hudoyo (2006) sekurang kurangnya mengandumg tiga pengertian yaitu:

(1) Kelompok sosial yang berdasarkan rasional.

(2) Merupakan keseluruhan ”masyarakat manusia” meliputi seluruh kehidupan

bersama.

(3) Menunjukan suatu tata kemasyarakatan tertentu dengan ciri sendiri (identitas) dan suatu autonomi (relatif) seperti masyarakat barat,masyarakat primitif yang merupakan kelompok suku yang belum banyak berhubungan dengan dunia sekitarnya.

Lebih lanjut Hudoyo S. Mengatakan bahwa nelayan adalah orang yang mata pencahariannya menangkap ikan/binatang air lainnya dilaut. Secara umum nelayan dapat dikategorikan sebagai: nelayan tetap, nelayan sambilan utama, nelayan sambilan tambahan, nelayan pengusaha, maupun buruh nelayan. Nelayan biasanya bermukim didaerah pesisir sehingga sering disebut sebagai masyarakat pesisir. Fakta menunjukan bahwa secara umum kehidupan nelayan di indonesia masih sangat memprihatinkan, bahkan sering dianggap sebagai kelompok termiskin diantara yang miskin. Mereka miskin modal usaha, informasi, pendidikan, pengetahuan dan kemampuan usaha, tinggal didaerah yang miskin akan sarana prasarana dalam mengaktualisasikan dirinya. Banyak faktor penyebab kemiskinan nelayan, baik itu faktor internal maupun faktor eksternal yang berkaitan dengan lingkugan secara umum.


(37)

(38)

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dimulai pada bulan Juli-Agustus tahun 2009 yaitu persiapan penelitian. Bulan September-Oktober 2009 pelaksanaan penelitian lapangan. Bulan Oktober 2009-Maret 2010 dilakukan penyusunan tesis. Lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar di Lampiran 1.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif menggunakan analisis terhadap aktor-aktor yang berperan dalam pengentasan kemiskinan di Desa Tioua. Pendekatan kualitatif menggunakan observasi dan wawancara mendalam dengan lembaga pemerintah, LSM dan tokoh masyarakat. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang meliputi:

1 Pengambilan data primer, yaitu data yang dikumpulkan secara langsung melalui wawancara responden dengan menggunakan kuisioner yang telah disusun sebelumnya. Data primer meliputi data yang menyangkut karakteristik dan pola konsumsi masyarakat nelayan serta beberapa faktor pendukung terhadap kegiatan ekonomi masyarakat nelayan dalam meningkatkan kesejahteraannya di Desa Tioua Kecamatan Tobelo Selatan Kabupaten Halmahera Utara, menggunakan daftar pertanyaan yang terdiri dari beberapa bagian:

(1) Karakteristik masyarakat nelayan meliputi: umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan jumlah tanggungan.

( 2) Faktor eksternal meliputi: kondisi sosial ekonomi masyarakat, fluktuasi harga, musim panen.

( 3) Faktor pendukung meliputi: bantuan kredit, pendamping, informasi pasar.

2 Data sekunder, yaitu data- data yang mendukung yang diperoleh dari lembaga yang terkait, data tersebut di peroleh dari:


(39)

(2) Kantor Dinas Pertanian Halmahera Utara (3) Kantor Bappeda Halmahera Utara

(4) Kantor BPS Halmahera Utara

(5) Kantor Perikanan dan Kelautan Halmahera Utara (7) Pengamatan Langsung

(8) Literatur yang relevan dengan topik penelitian ini

(9) Data penunjang lainnya yang berhubungan dengan tujuan penelitian ini

3.3 Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : kuesioner sebagai panduan dalam melakukan wawancara dengan responden, kamera untuk mendokumentasikan lokasi penelitian, dan lain lain.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode survei melaui wawancara terhadap 140 responden dan observasi langsung di lapangan terhadap kegiatan usaha yang dilakukan oleh masyarakat.

Pendekatan kualitatif didefinisikan sebagai pendekatan yang berdasarkan pada kenyataan lapangan dan apa yang dialami oleh responden, akhirnya diuraikan rujukan teorinya (Nasution diacu dalam Sudjarwo 2001). Bentuk penelitian yang dilakukan adalah dalam studi kasus (case study) yaitu penelitan yang mengadakan telaah secara mendalam tentang kasus yang bersifat terbatas, kesimpulan hanya berlaku atau terbatas padakasus tertentu saja (Sadjarwo 2001). Adapun populasi kajian yang menjadi sasaran adalah anggota masyarakat yang beraktivitas baik sebagai nelayan, buruh nelayan, maupun pedagang pengumpul yang dilakukan baik secara perorangan maupun secara kelompok dan stakeholder yang lain, sedangkan pengambilan sampel responden dilakukan berdasarkan sampling (purposive sampling) yakni ditujukan kepada perorangan maupun anggota kelompok dan pihak-pihak terkait baik sebagai responden maupun sebagai informan yang langsung berkenan dengan kegiatan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan di Desa Tioua Kecamatan Tobelo Selatan sebagai berikut:


(40)

(2) Pengurus kelompok (3) Pemilik industri perikanan (4) Nelayan

(5) Pedagang pengumpul (6) Aparat desa

(7) Tokoh agama. (8) Tokoh masyarakat (9) Instansi terkait.

Pada pelaksanaan kegiatan kajian, mengumpul data yang digunakan untuk mendapatkan data kualitatif berupa fakta-fakta lisan/tulisan adalah:

(1) Observasi

Tujuan teknik observasi adalah agar kita memperoleh gambaran yang lebih jelas melalui kegiatan pengamatan tentang kehidupan sosial yang sukar diperoleh melalui metode lain.

(2) Wawancara mendalam

Wawancara mendalam dilakukan dengan cara tatap muka antara peneliti dengan responden yang dilakukan dalam suasana informal. Tujuan teknik wawancara adalah mencari informasi yang sedalam-dalamnya dalam bentuk komunikasi verbal

(3) Kuesioner

Mengedarkan daftar pertanyaan kepada responden, baik itu pertanyaan terbuka maupun tertutup

(4) Studi kepustakaan

Tujuan teknik ini adalah untuk mempelajari arsip-arsip atau dokumen-dokumen yang terkait dengan situasi dan kondisi masyarakat Desa Tioua Kecamatan Tobelo Selatan.

(5) Diskusi kelompok terfokus (FGD)

Kegiatan yang dilakukan bersama dengan responden dalam sebuah pertemuan dan membahas hal hal khusus yang berkaitan dengan kebutuhan data yang akan dijdikan sebagai bahan penulisan. Hasil yang diharapkan dari FGD ini adalah ada kesamaan pendapat tentang tentang apa yang akan diharapkan.


(41)

3.5 Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 3.5.1 Analisis deskriptif (deskriptif analitik)

Analisis deskiptif dilakukan dengan mendeskripsikan tabel-tabel, gambar-gambar berupa grafik, kemudian melakukan perbandingan, penafsiran, menarik kesimpulan dari hasil analisis. Hal ini mengandung pengertian bahwa data yang terkumpul baik berupa data kuantitatif maupun kualitatif dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan penguraian dan perbandingan dalam bentuk kalimat atau kata- kata untuk ditarik kesimpulan.

3.5.2 Analisis jaringan atau struktur interaksi tokoh kunci (network analysis)

Analisis ini mencari nilai koneksi dan derajat interaksi yang dimiliki oleh masing masing aktor yang ada di Desa Tioua. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi tokoh kunci yang terdapat di komunitas nelayan Desa Tioua. Pada tahap ini dilakukan wawancara mendalam terhadap informan kunci. Informan didapatkan dengan teknik snowballing, yaitu teknik untuk mencari narasumber (tokoh kunci) dengan cara berantai yang dimulai dengan aparat pemerintah seperti Kepala Desa, Sekretaris Desa atau Ketua BPD (Badan Pengawas Desa). Selanjutnya, di buat peta interaksi tokoh kunci di atas kerjasama lalu dihitung nilai koneksi dan derajat integrasinya. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai koneksi dan derajat integrasi adalah:

Nilai Koneksi = ∑n/∑M Derajat Integrasi = ∑m/∑N

Dimana:

m = Garis yang membentuk sebuah jaringan interaksi. M = Jumlah tokoh kunci.

n = Garis yang dimiliki oleh seorang tokoh kunci dalam interaksinya. N = Tokoh kunci yang berinteraksi dalam satu jaringan.


(42)

3.5.3. Analisis SWOT

Analisis ini digunakan sebagai alat untuk menyusun suatu strategi yang sesuai dan tepat dalam mengembangkan suatu kegiatan. Analisis SWOT berdasarkan asumsi bahwa suatu strategi yang efektif memaksimalkan kekuatan dan peluang, serta meminimalkan kelemahan dan ancaman. Analisis SWOT digunakan untuk memperoleh hubungan antara faktor eksternal dan faktor internal. Analisis ini, kekuatan (Strengths), kelemahan (Weaknesses), yang merupakan faktor internal dapat diidentifikasi, begitu pula peluang

(Opportunities) dan ancaman (Threats) yang merupakan faktor eksternal.

Analisis SWOT adalah identifikasi secara sistematik atas kekuatan dan kelemahan dari faktor-faktor eksternal yang dihadapi suatu sektor. Analisis ini digunakan untuk memperoleh hubungan antara faktor internal dan faktor eksternal. Lingkup kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman adalah sebagai berikut:

(1) Kekuatan

Kekuatan yang diidentifikasikan meliputi semua aspek yang berada dalam strategi pengentasan kemiskinan yang memberikan nilai positif.

(2) Kelemahan

Kelemahan yang diidentifikasikan meliputi semua aspek yang berada dalam sistem pengentasan kemiskinan yang memberikan nilai negatif.

(3) Peluang

Peluang yang diidentifikasi adalah potensi atau kesempatan dari strategi penanggulangan kemiskinan yang dapat diambil.

(4) Ancaman

Ancaman yang diidentifikasi adalah semua dampak negatif dari luar strategi pengentasan kemiskinan yang mungkin dihadapi.

Kemudian, langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis SWOT ini adalah sebagai berikut:


(43)

Dari potensi sumberdaya Desa Tioua, akan diidentifikasi beberapa faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam pengentasan kemiskinan di Desa Tioua.

2) Analisis SWOT

Setelah mendapatkan faktor-faktor internal dan eksternal (faktor strategis) yang berperan dalam Penanggulangan Kemiskinan kemudian dibangkitkan (generating) berbagai alternatif strategi yang relevan dengan menggunakan Matriks SWOT.

Tabel 1 Matriks analisis SWOT Faktor

Internal Faktor

Eksternal

STRENGTHS (S)

WEAKNESSES (W)

OPPORTUNITIES (O)

STRATEGI SO

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang.

STRATEGI WO

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

THREATS (T)

STRATEGI ST

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman.

STRATEGI WT

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. Dari Matriks SWOT ini dapat diperoleh 4 (empat) kemungkinan alternatif

strategi, yaitu:

(1) Strategi SO yaitu menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengambil peluang yang ada.

(2) Strategi ST yaitu menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang dihadapi.

(3) Strategi WO yaitu berusaha untuk mendapatkan keuntungan dari peluang yang ada dengan mengatasi kelemahan-kelemahan.

(4) Strategi WT yaitu berusaha meminimumkan kelemahan dengan menghindari ancaman yang ada.

Ada delapan langkah untuk menentukan strategi yang dibangun melalui Matriks SWOT (Rangkuti 2006), yaitu:


(44)

1 Menyusun daftar peluang eksternal organisasi 2 Menyusun daftar ancaman eksternal organisasi 3 Menyusun daftar kekuatan kunci internal organisasi 4 Menyusun daftar kelemahan kunci internal organisasi

5 Mencocokkan kekuatan-kekuatan internal dan peluang-peluang eksternal serta mencatat hasilnya kedalam sel strategi SO

6 Mencocokkan kelemahan-kelemahan internal dan peluang-peluang eksternal serta mencatat hasilnya kedalam sel strategi WO

7 Mencocokkan kekuatan-kekuatan internal dan ancaman-ancaman eksternal serta mencatat hasilnya kedalam sel strategi ST

8 Mencocokkan kelemahan-kelemahan internal dan ancaman-ancaman eksternal serta mencatat hasilnya kedalam sel strategi WT

Selanjutnya, perlu diketahui bahwa kegunaan dari setiap faktor strategis pada tahap ini adalah membangkitkan strategi alternatif yang feasible untuk dilaksanakan, bukan untuk memilih atau menentukan strategi mana yang terbaik.


(45)

(46)

4 HASIL PENELITIAN

4.1 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Desa Tioua

Berdasarkan hasil pendataan, penduduk Halmahera Utara tahun 2009 diketahui jumlah kepala keluarga yaitu 41.157 kk, jumlah penduduk sebanyak 177.782 jiwa. Jumlah penduduk miskin sebanyak 15.327 jiwa atau 37% dari total penduduk di Halmahera Utara.

Sejarah “kaum Tobelo” atau Tobelohoka tidak bisa dilepaskan dari konsep

“the origin” atau cikal bakal, yang dalam bahasa Tobelo disebut dengan istilah: o ahali. Konsep yang dibangun oleh kaum Tobelo atau Tobelohoka tersebut mempunyai keterkaitan dengan migrasi-koloni bangsa Non-Austronesia dan Austronesia di kepulauan bagian utara dari Maluku Utara pada masa Pleistosen. Ditinjau dari kondisi dan letak geografinya kawasan perkotaan Tobelo Selatan memiliki potensi pengembangan kegiatan pertanian lahan basah, perikanan dan kelautan yang cukup besar, sehingga dapat dijadikan sebagai sentra produksi bagi kawasan perkotaan Tobelo dan Kao. Salah satu desa di Tobelo Selatan yang berpotensi untuk itu adalah Desa Tioua, (RTRW Halut 2009).

Dari data profil Desa Tioua menunjukan jumlah penduduk sebanyak 430 kepala keluarga, dengan jumlah jiwa sebanyak 1.505 orang, dengan jumlah petani sebanyak 250 kepala keluarga dan jumlah nelayan sebanyak 120 kepala keluarga dan lain lain sebanyak 60 kepala keluarga.

Berdasarkan kriteria kesesuaian pertanian lahan kering diidentifikasi luas lahan budidaya yang potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan pertanian adalah 2.527,44 ha. Sementara untuk lahan perkebunan diidentifikasi luas lahan budidaya yang potensial untuk dikembangkan sebesar 6.289,91 ha. Selanjutnya kriteria kesesuaian lahan perkotaan/kawasan terbangun diidentifikasi luas lahan budidaya yang potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya non pertanian adalah 15.746 ha (Bappeda Halut 2009).

Tabel 3 menunjukan mata pencaharian masyarakat di desa Tioua secara umum terdiri dari petani 875 orang, nelayan sebanyak 420 orang, dan pekerja lain-lain (termasuk PNS/TNI dan POLRI 210 orang. Dengan demikian dapat diketahui


(47)

bahwa mata pencaharian utama masyarakat Desa Tioua adalah sebagai petani, meskipun posisi desa ini berada di daerah pesisir.

Tabel 2 Mata pencaharian masyarakat Desa Tioua No Jenis Jumlah Penduduk (KK)

Jumlah Penduduk

Miskin Persenta

se

KK Jiwa KK Jiwa

1 Tani 250 875 70 245 41,17

2 Nelayan 120 420 60 210 35,29

3 Lain-lain 60 210 40 140 23,52

Jumlah 430 1.505 170 595 100

Sumber: Desa Tioua, 2008

Tingkat pendidikan masyarakat Desa Tioua umumnya menamatkan pendidikan SMP yakni sebanyak 141 orang, disusul tamatan SD dan SMU serta D3dan S-1.

Keterangan :

TTSD : Tidak Tamat Sekolah Dasar TSD : Tamat Sekolah Dasar

Gambar 2 Tingkat pendidikan penduduk Desa Tioua.

Sebagian besar desa-sesa di Halmahera Utara (sekitar 68%) berada di tepi pantai atau mempunyai batas pantai. Kabupaten ini merupakan daerah kepulauan dengan iklim tropis dengan curah hujan rata-rata 1000-2000 mm pertahun. Daerah ini mengenal dua musim yaitu musim utara atau musim barat dan musim selatan atau musim timur yang dususul dengan dua musim peralihan.

Pada Desa Tioua ada beberapa lembaga keuangan mikro yang beroperasi. Nama lembaga tersebut adalah Credit Union yang memberikan pinjaman dengan

0 20 40 60 80 100 120 140 160 Buta huruf

TTSD TSD SMP SLTA D3 S1

Juml ah Pe n d u d u k (o ran g )


(48)

bunga rendah sebesar rata-rata 1%. Kondisi ini memberikan peluang bagi nelayan yang menjadi anggota yang memberikan jaminan pada lembaga tersebut. Pinjaman yang bisa mereka peroleh mencapai 3 kali lipat dari jumlah jaminannya.

4.2 Karakteristik Masyarakat Nelayan Desa Tioua

Keberadaan masyarakat Desa Tioua yang menjadikan pekerjaan nelayan sebagai pekerjaan utama adalah karena hasil yang diperoleh dari pekerjaan sebagai nelayan jauh lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan sebagai petani atau berkebun. Ada juga yang mengaku senang dengan pekerjaanya sebagai nelayan setelah sebelumnya bekerja pada sektor yang lain. Hal ini disebabkan karena stok sumberdaya ikan disekitar perairan Halmahera Utara tergolong masih banyak dan lebih mudah ditangkap. Khusus nelayan dari Desa Tioua Kecamatan Tobelo Selatan, lokasi fishing ground maksimal 4 mil dari pinggir pantai, sebagai bukti bahwa sumberdaya ikan di sekitar perairan Halmahera Utara relatif masih banyak. Tentu saja hal ini dapat menekan biaya produksi nelayan.

Potensi sumberdaya yang tinggi di perairan ini tentu saja menjadi perhatian para nelayan yang berada di luar Halmahera Utara. Para nelayan tersebut melakukan kegiatan penangkapan dan bersaing dengan nelayan-nelayan lokal yang melakukan kegiatan penangkapan di sekitar perairan Halmahera Utara. Para nelayan diluar Halmahera Utara melakukan penangkapan di perairan Halmahera Utara tanpa ijin penangkapan dari Pemerintah Daerah, sehingga kondisi ini merugikan baik pada nelayan lokal maupun Pemerintah Daerah Halmahera Utara.

Lama waktu yang dibutuhkan setiap kali melaut antara 6 sampai 8 jam per hari. Bagi nelayan pajeko, mereka berangkat biasanya pada pukul 12 atau pukul 01:00 waktu setempat dan mendarat sekitar pukul 07:00 atau pukul 08:00 waktu setempat. Mereka melaut setelah ada pemberitahuan dari nelayan pelampu (tim pendahulu nelayan pajeko). Nelayan pelampu adalah orangyang bertugas untuk memasang lampu di lokasi fishing ground agar ikan-ikan berkumpul.

Data dari profil Desa Tioua menyebutkan bahwa jumlah kapal penangkap ikan di desa ini sebanyak 120 buah, termasuk kapal pajeko. Jenis ikan yang dominan adalah ikan komo (tongkol), ikan tude (ikan ekor kuning), dan ikan malalugis. Setiap harinya mereka mendaratkan hasil tangkapannya di Desa Tioua,


(49)

kecuali kalau hasil tangkapan sedang melimpah, sebagian hasil tangkapan didaratkan di TPI Tobelo atau langsung dijual ke ibukota kabupaten, disamping di jual ke pedagang pengumpul atau, dibo-dibo yang datang membeli di tempat pendaratan ikan. Pembayaran dilakukan langsung oleh dibo-dibo di tempat pendaratan . Pemasaran dilakukan oleh dibo-dibo ke pasar, keliling langsung ke pemukiman penduduk, atau menjual kembali ke pengumpul yang lebih besar yang datang dari luar desa.

Jenis ikan yang dipasarkan adalah ikan segar. Mayoritas nelayan di Desa Tioua tidak melakukan pengolahan terhadap hasil tangkapan mereka, sehingga diversifikasi produk yang ditawarkan relatif tidak ada. Selain hal tersebut, nilai tambah terhadap ikan yang dijual tidak ada. Inovasi pengolahan terhadap hasil tangkapan belum dilakukan karena pengetahuan tentang pengolahan hasil tangkapan masih sangat rendah. Bahkan hasil tangkapan yang tidak terjual lebih banyak terbuang oleh nelayan. Perlu dilakukan suatu pengembangan diversifikasi usaha pengolahan ikan agar hasil tangkapan yang terbuang dapat diminimalisir, selain hal tersebut, perlu adanya suatu kerjasama dengan pengusaha perikanan, sehingga pengolahan dapat dilakukan pada hasil tangkapan yang tersisa atau tidak terjual segar.

Tabel 3 Jenis dan jumlah alat tangkap di Kabupaten Halmahera Utara tahun 2004 - 2008

Alat tangkap menurut jenisnya

Jumlah alat menurut tahun

2004 2005 2006 2007 2008

Pukat Pantai Pukat cincin Jaring lingkar Jaring insang hanyut Jaring insang tetap Jaring klitik Trammel net Bagan perahu Bagan tancap Rawai tetap Rawai tuna Rawai hanyut Huhate Pancing tonda 23 32 26 43 35 4 16 59 7 21 32 8 50 122 23 33 28 43 35 4 17 60 8 21 33 7 52 124 23 37 28 43 35 4 17 60 8 22 33 8 53 124 23 37 28 41 33 3 18 60 8 22 34 10 55 124 23 40 30 41 33 3 18 40 8 22 34 10 40 140


(50)

Alat tangkap menurut jenisnya

Jumlah alat menurut tahun

2004 2005 2006 2007 2008

Pancing ulur Sero Bubu 859 2 27 939 4 27 1.029 4 30 1.155 4 27 1.250 4 26 Sejak tahun 2004, telah terjadi perkembangan alat tangkap yang hampir merata, hal ini menunjukan telah terjadi sebuah kemajuan dalam dunia perikana di Kabupaten Halmahera Utara (Tabel 3)

Dari Tabel 4 terlihat bahwa secara umum masyarakat nelayan di di Desa Tioua masih tergolong tradisional. Dengan demikian, kondisi ini akan sangat berpengaruh terhadap tingkat produksi atau tingkat penghasilan nelayan Desa Tioua.

Tabel 4 Jenis dan jumlah alat tangkap di Desa Tioua tahun 2008

No. Jenis Alat Tangkap Jumlah (buah)

1 Purse seine 8

2 Pancing 100

3 Gill net 12

Jumlah 120

Sumber: Monografi Desa Tioua (2008).

Penangkapan dengan menggunakan alat destruktif di perairan Halmahera Utara masih dilakukan oleh beberapa nelayan. Kerusakan ekosistem akibat kegiatan ini akan menjadi ancaman bagi nelayan Halmahera Utara ke depannya. Ancaman ini perlu diatasi oleh Pemerintah Daerah dengan membuat suatu regulasi untuk menindak para pelaku kegiatan penangkapan yang merusak ekosistem. Mayoritas nelayan di Halmahera Utara masih berpegang pada aturan adat, sehingga kombinasi antara regulasi dan aturan adat untuk mencegah kegiatan penangkapan destruktif perlu dilakukan.

4.3 Kategori Nelayan

Nelayan di Desa Tioua dapat terbagi menjadi dua kategori yaitu: 1) nelayan berkelompok atau nelayan pajeko, 2) nelayan perorangan atau nelayan katinting. Disebut nelayan katinting karena mesin yang digunakan adalah mesin katinting, sedangkan sebutan untuk kelompok nelayan pajeko diberikan oleh kelompok nelayan setempat. Kelompok nelayan pajeko ini terdiri dari tiga


(51)

golongan, yaitu golongan pajeko (pemilik kapal), golongan tonaas (penanggungjawab kapal), dan masanae (buruh nelayan), masanae juga terbagi menjadi dua yaitu masanae tetap dan masanae tidak tetap.

Dalam penelitian ini, masing-masing kelompok tersebut akan dianalisis berdasarkan tingkat pendapatan masing-masing kelompok, seperti pendapatan kelompok pemilik kapal, tonaas, masanae nelayan perorangan (katinting)

4.4Nelayan Berkelompok (Pajeko)

Pajeko merupakan sebutan bagi armada yang dipakai oleh kelompok nelayan untuk melakukan penangkapan ikan . Ketua kelompok atau pimpinan nelayan atau penanggungjawab biasanya disebut sebagai tonaas. Tonaas adalah orang yang bertanggungjawab dalam setiap kelompok nelayan, atau umumnya disebut kapten kapal, namun tonaas tidak otomatis sebagai pemilik kapal. Nelayan pajeko yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mereka yang memiliki kapal. Orang yang diberikan kepercayaan oleh pemilik kapal untuk mengoperasikan kapal disebut tonaas. Tonaas dibantu oleh masanae yang jumlahnya berkisar antara 15 sampai 30 orang setiap kali melaut. Masanae merupakan sebutan bagi orang yang ikut membantu dalam penangkapan ikan, secara umum mereka dikenal sebagai buruh nelayan. Mereka tidak memiliki perahu dan alat tangkap sendiri, tetapi mereka hanya mengandalkan pendapatannya dari pekerjaannya sebagai masanae.

Dari sejumlah masanae tersebut, hampir 50% diantaranya adalah masanae tetap, dan sisanya masanae tidak tetap. Masanae tetap mendapatkan upah berdasarkan jumlah hasil tangkapan. Hasil tangkapan banyak, maka upah yang diperoleh juga tinggi, dan sebaliknya. Upah dibagi setelah dikurangi seluruh total biaya yang dikeluarkan, kemudian dibagi dua. Sebanyak 10% dari pendapatan tersebut diperuntukkan bagi tonaas, dan sisanya 40% dibagi rata kepada seluruh anggota masanae tetap. Upah untuk masanae tidak tetap diberikan setiap kali mereka ikut melaut.

Kelompok nelayan pajeko ini merupakan kelompok nelayan yang menyerap tenaga kerja (masanae) cukup banyak. Baik tenaga kerja yang bersifat tetap ataupun tenaga kerja yang bersifat tidak tetap. Tenaga kerja yang terserap tidak membutuhkan keterampilan khusus, tetapi hanya kemampuan fisik yang


(52)

lebih diutamakan. Oleh karena itu, jumlah tenaga kerja lulusan SD dan SLTP mendominasi buruh nelayan (masanae), namun ada juga tamatan SLTA dan perguruan tinggi yang menjadi nelayan, tapi jumlahnya lebih sedikit (Gambar 3).

Gambar 3 Tingkat pendidikan nelayan Desa Tioua.

Masanae tetap merupakan pekerja yang berstatus sebagai pekerja tetap, upah diberikan setiap bulan oleh pemilik pajeko. sedangkan masanae tidak tetap adalah pekerja yang tidak terikat dengan pajeko, upah diberikan setiap kali ikut melaut. Jumlah upah yang diterima sesuai dengan pemberian dari tonaas. Jadi mereka diupah ketika mereka bekerja saja, sedangkan Masanae tetap, meskipun dalam satu bulan pernah tidak ikut melaut, upah yang diterima sama dengan upah yang diterima Masanae tetap yang bekerja penuh (Gambar 4).

Gambar 4 Model pembagian hasil tangkapan dan sistem pengupahan. 0 2 4 6 8 10 12 14

SD SLTP SLTA Sarjana

Pe rse n tase R e spo n d e n ( o ran g )

Buruh Nelayan (masnait tetap dan tidak tetap) = 40% dibagi rata semua

masnait Tonas (Pimpinan Kapal)

= 10%)

Pemilik Kapal = 50% Pekerja Kapal = 50%

Tonas (Pimpinan Kapal) = 10%)

Pekerja Kapal = 50% Pendapatan Bersih

(100%)

Tonas (Pimpinan Kapal) = 10%)


(53)

Perbedaan antara masanae tetap dengan masanae tidak tetap adalah pada sistem pengupahan, jika nelayan tetap diberikan upah secara berkala, bisa satu bulan sekali, dua bulan sekali, atau tergantung pada kebijakan pemilik kapal. Tetapi kalau buruh nelayan tidak tetap, upah diberikan setiap kali ikut melaut. Jumlah upah yang diterima nelayan tidak tetap dengan buruh nelayan tetap adalah sama yaitu berdasarkan jumlah hasil tangkapan.

4.5 Nelayan Perorangan (Nelayan Katinting)

Nelayan perorangan merupakan nelayan yang umumnya melakukan penangkapan ikan secara tradisional. Sebagai nelayan tradisional, awalnya mereka hanya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri, bukan untuk tujuan komersil, akan tetapi, seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan hidup yang semakin meningkat sekarang ini, kegiatan melaut bukan hanya untuk tujuan konsumsi sendiri, tetapi telah bergeser menjadi tujuan yang lebih besar. Mereka mulai melengkapi perahunya dengan mesin tempel meskipun masih dengan kapsitas kecil. Kemudian hasil tangkapan ada yang dijual langsung ke konsumen akhir di sekitar desa setempat, atau ke pusat kota kabupten yang berjarak 10 km dari Desa Tioua. Namun ada pula yang menjual hasil tangkapannya melalui pedagang perantara (dibo-dibo).

Semua nelayan tradisional di Desa Tioua umumnya melakukan operasi penangkapan secara perorangan, akan tetapi setiap kali pendaratan, nelayan ini dibantu oleh sekretaris/pelaksana yang melakukan pencatatan atas jumlah hasil tangkapan, sekretaris/pelaksana ini juga yang menentukan harga jual kepada para dibo-dibo atau ke pembeli lainnya. Umumnya menjadi sekretaris adalah para istri nelayan masing-masing dan nelayan akan mendapat laporan hasil penjualan dari sekretaris secara berkala, akan tetapi kemampuan manajemen yang dilakukan oleh para istri nelayan sederhana dan pengetahuan manajerial masih rendah.

4.6 Biaya Operasional Nelayan

Rata-rata biaya setiap kali melaut oleh nelayan pajeko sebesar Rp450.000,- pertrip per pajeko (Gambar 5), sedangkan rata-rata biaya melaut untuk nelayan katinting adalah sebesar Rp48.650,- per trip per orang, dengan waktu melaut rata rata 22 hari dalam sebulan. Jumlah biaya terbesar berasal dari bahan bakar seperti


(54)

premium, solar, dan atau minyak tanah. Nelayan umumnya membeli BBM (premium) di pedagang pengecer dengan harga Rp6.000,-/ liter, minyak tanah Rp6.500,-/liter, oli Rp25.000,-/liter. Dari kedua klasifikasi nelayan tersebut, tidak ada yang membawa bekal makanan dan es balok sebagai pengawet ikan. Hal ini karena lokasi fishing ground yang dekat dan waktu yang digunakan juga relatif singkat.

Untuk nelayan katinting, setiap kali melaut menghabiskan 4 hingga 10 liter bensin dengan kapasitas mesin 5 PK dengan jarak tempuh paling jauh 3 mil dari pinggir pantai dengan biaya operasional Rp48.650,- (gambar 5), sedangkan bagi nelayan pajeko, menghabiskan 10 liter bensin dan 100 liter minyak tanah yang dicampur dengan oli sebanyak 10 liter. Rata-rata pajeko menggunakan empat buah mesin dengan kekuatan masing-masing 40 PK. Khusus untuk nelayan katinting bahan bakar yang digunakan adalah bensin tanpa ada campuran.

Gambar 5 Perbandingan biaya antara nelayan katinting dengan nelayan pajeko. Beban biaya yang palin besar bagi nelayan adalah pada biaya bahan bakar minyak (BBM), biaya ini berlaku pada semua kategori nelayan. Hampir 90% dari biaya melaut adalah dialokasikan untuk BBM, dengan demikian harga BBM akan sangat berpengaruh terhadap tingkat pendapatan nelayan, makin tinggi harga BBM maka pendapatan nelayan akan semakin menurun.

-50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 300.000 350.000 400.000 450.000 500.000

Nelayan katinting Nelayan pajeko

R

u

p

iah

/tr

ip


(55)

4.7 Sumber Pendapatan Nelayan

Pendapatan nelayan Desa Tioua tidak hanya dari hasil melaut, tetapi juga dari hasil perkebunan. Sebagian nelayan yang masih memiliki lahan perkebunan, karena profesi awalnya adalah sebagai petani kopra. Hingga saat ini masih ada masyarakat yang menjadikan pekerjaan sebagai nelayan sebagai pekerjaan sampingan dan berkebun sebagai pekerjaan utama. Begitu juga sebaliknya, masih ada masyarakat yang menjadikan nelayan sebagai pekerjaan utama dan berkebun sebagai pekerjaan sampingan. Ada juga masyarakat yang hanya mengandalkan pendapatannya sebagai nelayan karena tidak memiliki lahan perkebunan. Pendapatan yang diperoleh masing-masing nelayan dari berkebun juga bervariasi, tergantung seberapa besar lahan perkebunan yang dimiliki, jika kita rata ratakan masing masing memliki 1 ha maka dapat dihitung sebagaimana Tabel 5.

Tabel 5 Pendapatan nelayan dari hasil berkebun (kopra)

No. Tipe nelayan

Rata-rata jumlah produksi/ triwulan/kg

Harga

(Rp)/kg Pendapatan/t riwulann

Jumlah Pendapatan/

bulan 1 Nelayan

pajeko 800 3.000 2.400.000 800.000

2 Nelayan

katinting 800 3.000

2.400.000 800.000

3 Masanae 800 3.000 2.400.000 800.000

Sumber: data primer diolah

Pendapatan nelayan dari hasil berkebun tersebut masih harus dibagi dua lagi dengan buruh yang bekerja di kebun, sehingga dari pendapatan perbulan di atas, setelah di bagi dua antara pemilik kebun yang notabene sebagai nelayan dengan buruh kebun yang bekerja di kebun milik nelayan tersebut, sehingga diketahui penghasilan rata rata nelayan dari hasil berkebun setelah dibagi dengan orang yang mengolah didapati menjadi Rp266.666,-,perbulan.

4.7.1 Pendapatan nelayan katinting

Pendapatan Nelayan katinting dipengaruhi oleh musim baik musim panen,musim sedang maupun musim paceklik, musim panen biasa terjadi pada


(56)

bulan Agustus, Nopember dan Desember, musim sedang terjadi pada bulan Januari, Pebruari, Juni, Juli, September, Oktober dan musim paceklik terjadi pada bulan Maret, April dan Mei, dimana pada musim paceklik hamper tidak ada nelayan yang keluar melaut. Pendapatan nelayan pada musim panen adalah sebesar Rp2.925.000,-. dan pada musim sedang pendapatan nelayan katinting sebesar Rp315.700,- perbulan. Pendapatan rata rata nelayan katinting apabila dijumlahkan dari pendapatan 3 bulan pada musim panen dan 6 bulan pada musim sedang adalah sebesar Rp889.100,- perbulan. (Gambar 6).

Gambar 6 Perbandingan pendapatan musim panen dan musim sedang.

4.7.2 Pendapatan nelayan pajeko

Pendapatan nelayan pajeko di Desa Tioua Kecamatan Tobelo Selatan harus dihitungdari 3 bagian musim yaitu. musim panen, musim sedang dan musim paceklik. Pada musim panen nelayan pajeko mendapatkan hasil yang cukup besar, dan pada musim sedang nelayan mengalami penurunan hasil tangkapan, sedangkan pada musim paceklik nelayan tidak mendapatkan hasil bahkan kalau dipaksakan akan merugi.

Musim panen biasanya terjadi pada bulan Agustus, Nopember dan Desember, musim sedang terjadi pada bulan Januari, Pebruari, Juni, Juli, dan September, Oktober. Musim paceklik terjadi pada bulam Maret, April dan Mei

0

500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

Panen sedang

R

u

p

iah

/b

ln

(r

ib

u

an


(57)

Gambar 7 Pendapatan rata rata masing-masing nelayan pajeko pada musim panen

Gambar 7 pendapatan nelayan pajeko pada musim panen rata rata sebesar Rp50.233.333,-. Jumlah ini merupakan pendapatan bersih yang belum dibagi, apabila pendapatan ini dibagi berdasarkan tata cara pembagian yang telah diatur maka pendapatan pemilik pajeko sebesar Rp25.116.666,- perbulan, pendapatan tonaas sebesar Rp2.511.666,- perbulan dan pendapatan masanae sebesar Rp1.130.249,- perbulan.

Pendapatan nelayan yang tergabung dalam nelayan pajeko pada musim sedang rata rata sebesar Rp11.183.000,- perbulan atau sebesar Rp508.318,18 perhari, yang merupakan pendapatan bersih yang belum dibagi, apabila dibagi berdasarkan aturan yang telah dibuat maka pendapatan pemilik pajeko sebesar Rp5.591.500,- perbulan, pendapatan tonaas sebesar Rp559.150,- perbulan dan pendapatan masanae sebesar Rp251.617,- perbulan (Gambar 8).

Gambar 8 Pendapatan nelayan pajeko pada musim sedang. 0 0 0 1 10 100 1.000 10.000 100.000

Pemilik kapal Tonas Masanae

R u p iah /b u lan ( rib u an ) Struktur pajeko 0 0 0 1 10 100 1.000 10.000

Pemilik kapal Tonas Masanae

R u p iah /b u lan (r ib u an ) Struktur pajeko


(58)

Dari gambaran yang telah dijelaskan baik pada Gambar 7 maupun Gambar 8 memberikan gambaran bahwa pendapatan nelayan yang tidak merata, pendapatan masanae merupakan bagian dari kelompok yang memiliki pendapatan paling kecil. Pendapatan ini diperoleh setelah dikurangi 50% dari pendapatan bersih untuk pemilik kapal. Gambar 8 menunjukan bahwa masih terdapat ketimpangan antara sesama nelayan pajeko, terutama antara pemilik kapal dengan buruh nelayan. Kecilnya pendapatan ini masih bisa dicukupi dari hasil berkebun, khususnya bagi mereka yang memiliki kebuh sebagai sumber pendapatan lainnya. Ada nelayan pajeko yang memiliki lahan lebih dari 1 hektar, dan ada nelayan yang memiliki lahan kurang dari 1 hektar. Hal ini juga yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pendapatan antar nelayan pajeko. Pendapatan nelayan dari hasil berkebun juga tidak terlalu memberikan perubahan pendapatan yang signifikan disebabkan karena tebatasnya waktu yang dicurahkan nelayan untuk menggarap kebunnya. Dalam hal perkebunan, mereka tergolong petani pasif, yaitu petani yang hanya menunggu dari hasil kebun, tanpa ada upaya menanam tanaman yang lain selain kelapa. akan tetapi, masih ada juga nelayan yang membagi waktunya untuk berkebun dan melaut. Pendapatan buruh nelayan yang punya kebun sudah pasti jauh lebih besar daripada nelayan yang tidak memiliki kebun. Bagi nelayan yang memiliki kebun, selain pendapatannya dari hasil melaut, mereka juga mendapatkan pendapatan dari hasil kebun pada setiap musim panennya

Pendapatan rata rata nelayan pajeko apabila ditambahkan dari jumlah 3 bulan musim panen dan 6 bulan musim sedang yaitu, pendapatan pemilik pajeko sebesar Rp9.337.416, -perbulan, pendapatan tonaas Rp933.741,- perbulan, dan pendapatan masanae sebesar Rp408.370,- perbulan.


(1)

Lampiran 3 Jaringan interaksi masing-masing tokoh kunci

Kepala desa/marga terbesar

Tokoh agama Tokoh masyara kat Pengusa ha Nelayan Nelayan

Petani Nelayan

PNS Nelayan PNS LSM TNI Kepala Desa/marga terbesar Pedagang Nelayan


(2)

Lampiran 3 (lanjutan)

tokoh masyarakat/pemilik pajeko

Pemilik pajeko Pemilik pajeko LSM Kepala desa/marga terbesar

akadem

isi

Tokoh masyarakat/p emilik pajkeo Kepala desa/ma rga


(3)

Aktivitas bongkar hasil tangkapan

Perahu Katinting dan aktvitas


(4)

Lampiran 4 (lanjutan)

Perahu Pajeko dan Katinting

Perahu Pajeko


(5)

Rumah Tonaas

Rumah Masanae


(6)

Lampiran 4 (lanjutan)

Rumah Pemilik Pajeko

Rumah Nelayan Katinting