Studi Toponim Terkait Nama Tanaman Dalam Rangka Peningkatan Identitas Lanskap dan Biodiversitas di DKI Jakarta

STUDI TOPONIM TERKAIT NAMA TANAMAN DALAM
RANGKA PENINGKATAN IDENTITAS LANSKAP DAN
BIODIVERSITAS DI DKI JAKARTA

QUINTA NORMALITA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Toponim Terkait
Nama Tanaman Dalam Rangka Peningkatan Identitas Lanskap dan Biodiversitas
di DKI Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Quinta Normalita
NIM A44080075

ABSTRAK
QUINTA NORMALITA. Studi Toponim Terkait Nama Tanaman Dalam Rangka
Peningkatan Identitas Lanskap dan Biodiversitas di DKI Jakarta. Dibimbing oleh
NURHAYATI HADI SUSILO ARIFIN.
Jakarta memiliki catatan sejarah panjang yang perkembangannya
membentuk berbagai karakter kawasan dengan nama-nama yang melekat pada
kawasan tersebut. Toponim merupakan istilah umum untuk nama tempat atau
kesatuan geografis yang didasarkan pada peristiwa yang terjadi atau sesuatu yang
mayoritas dan berlimpah di suatu tempat. Salah satu bentuk toponim yang cukup
umum dan menjadi identitas suatu kawasan adalah toponim yang terkait dengan
nama tanaman. Namun, dengan perkembangan kota, terjadi perubahan
penggunaan lahan dan berdampak pada ruang bervegetasi atau Ruang Terbuka
Hijau, bahkan menghilangkan berbagai jenis tanaman yang menjadi sumber
penamaan tempat. Menurut data BPS tahun 2012, persen luas lahan terbangun di

Jakarta sebesar 64,91%.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) mengidentifikasi toponim yang
terkait dengan tanaman di Jakarta, (2) menelusuri keberadaan tanaman di tempat
terkait, (3) menganalisis lanskap yang potensial sebagai tempat untuk
menghadirkan kembali elemen atau kondisi yang terkait dengan toponim, (4)
menyusun rekomendasi yang sesuai untuk revitalisasi identitas terkait dengan
toponim dan meningkatkan biodiversitas tanaman. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini melalui empat tahap, yaitu (1) tahap persiapan, (2) tahap
pengumpulan data yang meliputi data wilayah di DKI Jakarta, data sejarah
terbentuknya toponim terkait dengan nama tanaman, data karakteristik tanaman,
keberadaan tanaman yang terkait dengan toponim, potensi Ruang Terbuka Hijau,
serta pengetahuan dan pendapat masyarakat mengenai toponim, (3) tahap analisis,
dilakukan analisis keberadaan tanaman di wilayah-wilayah yang toponimnya
terkait dengan nama tanaman, kesesuaian tanaman untuk penataan dalam lanskap
atau Ruang Terbuka Hijau, dan potensi Ruang Terbuka Hijau, dan (4) tahap
sintesis adalah memberikan rekomendasi untuk revitalisasi identitas kawasan
dengan memunculkan kembali tanaman yang terkait dengan toponimnya dan
untuk peningkatan keanekaragaman hayati tanaman.
Hasil penelusuran nama-nama wilayah di Jakarta didapatkan 23 wilayah
kecamatan atau kelurahan terkait dengan nama tanaman antara lain Gambir,

Kebon Melati, Kebon Kacang, Menteng, Kebon Sirih, Johar Baru, Cempaka
Putih, Kelapa Gading, Kebon Bawang, Warakas, Pisangan Baru, Bambu Apus,
Kampung Rambutan, Kebon Manggis, Kayu Manis, Kebon Pala, Bintaro,
Srengseng Sawah, Pondok Labu, Gandaria, Duri Kosambi, Kedoya, dan Kebon
Jeruk. Terdapat 24 jenis tanaman yang terdiri dari 16 tanaman pohon, 3 tanaman
perdu, 3 tanaman herba, dan 2 tanaman merambat. Mayoritas dari tanaman
tersebut dahulu merupakan tanaman produksi dan tanaman penciri ekosistem. Saat
ini 12 jenis tanaman sudah tidak dapat ditemukan atau di tanam di tempat-tempat
tersebut, antara lain gambir, kacang tanah, bawang merah dan putih, kosambi,
manggis, srengseng, jeruk, bambu apus, kayu manis, pala, cempaka putih dan

gandaria. Hasil analisis persepsi masyarakat didapatkan bahwa kurangnya
masyarakat mengetahui tentang sejarah toponim. Seluruh responden setuju bahwa
identitas suatu tempat sangatlah penting keberadaannya sebagai pembeda dan
pengenal sehingga memudahkan orang untuk mengenali tempat tersebut. Jenis
Ruang Terbuka Hijau yang banyak terdapat pada lokasi studi adalah hutan kota,
jalur hijau dan taman (publik dan privat).
Konsep yang diusulkan adalah revitalisasi lanskap toponim untuk
menguatkan identitas area atau tempat dan peningkatan biodiversitas wilayah.
Upaya untuk mewujudkan konsep tersebut adalah dengan pengenalan terhadap

sejarah toponim dan jenis tanaman terkait, menghadirkan tanaman tersebut
dengan melakukan penanaman kembali pada ruang-ruang terbuka yang potensial
dan sesuai dengan sifat dan habitus tanaman serta menghadirkan bentuk tanaman
ke dalam ornamen-ornamen lanskap. Selain itu untuk memberikan informasi
sejarah maka dilakukan pula pemasangan papan nama yang berisikan sejarah dan
nama tanaman terkait.
Kata kunci: Biodiversitas, Identitas, Jakarta, toponim

ABSTRACT
QUINTA NORMALITA. Study of Toponyms Related with Names of Plants to
Improve Landscape Identity and Biodiversity in Jakarta. Supervised by
NURHAYATI HADI SUSILO ARIFIN.
Jakarta has long history of its development was never separated from the
community culture. Toponyms is the general term for any place names or
geographical entity that based on an event or something that majority and
abundant in some places. One of the toponym’s type that common and can be an
identity of a place is associated with the name of the plant. However, with the
development of the city, directly changes the land use and impact on green space,
and even eliminated many species of plants that became an origin of the place
names. According to BPS data in 2012, percentation of builded site in Jakarta is

64,91%.
The purpose of this study are (1) to identification about the toponyms that
related with the plant’s name in Jakarta, (2) observe the existence of plants in the
related place, (3) analyze the potential landscape as a place to bring the element or
setting that related with toponyms, (4) and also compile the suitable
recomendation for revitalisation of identity that related with toponyms and to
increase the biodiversity of plants. The methods used in this research through four
stages, (1) the preparation phase, (2) data collection include the data landscape of
Jakarta, the history data about the origin of toponyms that associated with the
name of the plant, the characteristic of plants, the existence of a plant that related
to the toponym, the potential of open green space, and the public knowledge and
opinions about the toponym, (3) at the analysis phase, tracing the existence of a
plant in that area, analyze the characteristics of plant, and analyze the potential of
open green space, (4) and the synthesis phase is to provide recommendations for

revitalizing the place identity to bring the plants back that associated with the
toponyms and also for the improvement of plant biodiversity.
The results of tracing place names in Jakarta obtained 23 districts or
villages that associated with the names of plants that were found alot in the area,
there are Gambir, Kebon Melati, Kebon Kacang, Menteng, Kebon Sirih, Bungur,

Johar Baru, Cempaka Putih, Kelapa Gading, Kebon Bawang, Warakas, Pisangan
Baru, Bambu Apus, Kampung Rambutan, Kebon Manggis, Kayu Manis, Kebon
Pala, Bintaro, Srengseng Sawah, Pondok Labu, Gandaria, Duri Kosambi, Kedoya,
Kemanggisan, and Kebon Jeruk. There are 24 kinds of plants consisting of 16
trees, 3 of shrubs, 3 of herbaceous plants, and 2 of the vines. The majority of the
plant is the production plants and identifier ecosystem plants. Currently 11 species
of plants have been unable to be found or planted in those areas like gambir,
peanut, onion and garlic plants, kosambi, manggis, srengseng, citrus plant, apus
bamboo, cinnamon, pala, and gandaria. The results of public perception analysis is
only few people knew about the history of toponyms. All respondents agreed that
the identity of the place's is extremely important as a differentiator and identifier
that makes it easy to recognize the place. The type of open green space that much
found on that place are urban forest, the green line and the public and private park.
The proposed concept are landscape revitalization of toponyms to
strengthen identity area or place and improve the biodiversity of the area. The
efforts to realize that concept was introduction against history of toponyms and
the plants, bring the plants back by doing replanting on the open spaces that
potential and appropriate with the character and habitus of plants and presenting
the form of a plant into the ornament of landscapes. Beside that, in addition to
give historical information, then do installation of signage that contains the

history and the plants.
Key words: Biodiversity, identity, Jakarta, Toponym,

STUDI TOPONIM TERKAIT NAMA TANAMAN DALAM
RANGKA PENINGKATAN IDENTITAS LANSKAP DAN
BIODIVERSITAS DI DKI JAKARTA

QUINTA NORMALITA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau peninjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

Judul Skripsi : Studi Toponim Terkait Nama Tanaman Dalam Rangka Peningkatan
Identitas Lanskap dan Biodiversitas di DKI Jakarta
Nama
: Quinta Normalita
NIM
: A44080075

Disetujui oleh


Dr. Ir. Nurhayati H.S. Arifin, M.Sc
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: 14 Maret 2014

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayat-Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun guna mendapatkan
gelar Sarjana Pertanian mayor Arsitektur Lanskap di Departemen Arsitektur
Lanskap, Fakultas Pertanian IPB. Penelitian ini berjudul “Studi Toponim Terkait
Nama Tanaman Dalam Rangka Peningkatan Identitas Lanskap dan Biodiversitas
di DKI Jakarta”.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Nurhayati H.S. Arifin,
M.Sc, selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, masukan, perhatian serta

kesabaran dari awal penelitian hingga akhir skripsi ini terselesaikan. Terima kasih
juga penulis sampaikan kepada keluarga dan teman-teman semua atas bantuannya,
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pembaca.

Bogor, Maret 2014
Quinta Normalita

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

x


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

Kerangka Pikir

2

TINJAUAN PUSTAKA

4

Toponimi

4

Ruang Terbuka Hijau

5

Identitas Lanskap

7

Konservasi Biodiversitas

8

METODE

10

Lokasi dan Waktu Penelitian

10

Alat dan Bahan

11

Metode

11

Tahapan Studi

12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Wilayah Administratif di DKI Jakarta

15
15

Tata Guna Lahan

17

Vegetasi yang ada di DKI Jakarta

20

Demografi

20

Toponim Terkait dengan Nama Tanaman

21

Sejarah Penamaan Tempat yang Terkait dengan Nama Tanaman

21

Tanaman yang Terkait dengan Toponim

33

Karakter Tanaman

36

Pengetahuan Masyarakat

47

Peraturan dan Kebijakan Pemerintah

48

Analisis Potensi Ruang Terbuka Hijau di DKI Jakarta

49

Analisis Keberadaan Tanaman Terkait Toponim

60

Analisis Aplikasi Tanaman Pada Ruang Terbuka Hijau

61

Usulan Pengembangan

64

Konsep Pengembangan

64

Strategi Tahapan

64

Rekomendasi Penataan

64

Peningkatan Identitas Melalui Urban Design

69

SIMPULAN DAN SARAN

69

Simpulan

69

Saran

69

DAFTAR PUSTAKA

70

LAMPIRAN

72

RIWAYAT HIDUP

77

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Data yang Dikumpulkan
Luas Wilayah Kotamadya Jakarta Pusat Menurut Kecamatan
Luas Wilayah Kotamadya Jakarta Utara Menurut Kecamatan
Luas Wilayah Kotamadya Jakarta Barat Menurut Kecamatan
Luas Wilayah Kotamadya Jakarta Timur Menurut Kecamatan
Luas Wilayah Kotamadya Jakarta Selatan Menurut Kecamatan
Jumlah Penduduk, laju pertumbuhan dan kepadatan di DKI Jakarta
Tempat di DKI Jakarta yang toponimnya terkait dengan nama tanaman
Data tanaman yang terkait dengan toponim
Data Ruang Terbuka Hijau berdasarkan kelurahan di DKI Jakarta
Potensi Ruang Terbuka Hijau
Keberadaan tanaman penanda di lokasi studi dan luar lokasi studi
Kriteria pemilihan tanaman pada persimpangan jalan
Identifikasi tanaman pada lokasi studi yang terkait dengan toponim

12
15
16
16
17
17
21
21
33
50
53
60
63
65

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Kerangka Pikir
Klasifikasi dan Jenis RTH Kota
Peta Wilayah DKI Jakarta
Tahapan Studi
Kondisi beberapa wilayah di DKI Jakarta
Peta Penggunaan Lahan Provinsi DKI Jakarta
Wilayah di Kotamadya Jakarta Pusat yang memiliki nama terkait
dengan Nama Tanaman
Wilayah di Kotamadya Jakarta Utara yang memiliki nama terkait
dengan Nama Tanaman
Wilayah di Kotamadya Jakarta Barat yang memiliki nama terkait
dengan Nama Tanaman
Wilayah di Kotamadya Jakarta Timur yang memiliki nama terkait
dengan Nama Tanaman
Wilayah di Kotamadya Jakarta Selatan yang memiliki nama terkait
dengan Nama Tanaman
Suasana jalan di Welteverden tahun 1930
Kondisi wilayah Gambir pada tahun 1930
Kawasan Rawa Badak atau R. Oetanbadak tahun 1938
Rumah peristirahatan, penggilingan padi, dan Kali pesanggrahan 1900
Tanaman Bambu Apus
Tanaman Bintaro
Tanaman Cempaka Putih
Tanaman Kosambi
Tanaman Gambir
Tanaman Gandaria
Tanaman Johar
Tanaman Rambutan

3
6
10
11
17
19
22
23
24
25
26
27
28
29
33
34
35
35
36
37
37
38
38

24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51

Tanaman Kayu Manis Cina
Tanaman Bawang
Tanaman Jeruk
Tanaman Kacang Tanah
Tanaman Manggis
Tanaman Melati
Tanaman Pala
Tanaman Pisang
Tanaman Sirih
Tanaman Kedoya
Tanaman Kelapa Gading
Tanaman Menteng
Tanaman Labu Manis
Tanaman Srengseng
Tanaman Wara
Diagram Karakteristik Responden
RTH di lokasi studi yang memiliki nama terkait dengan nama
tanaman pada Kotamadya Jakarta Barat
RTH di lokasi studi yang memiliki nama terkait dengan nama
tanaman pada Kotamadya Jakarta Pusat
RTH di lokasi studi yang memiliki nama terkait dengan nama
tanaman pada Kotamadya Jakarta Selatan
RTH di lokasi studi yang memiliki nama terkait dengan nama
tanaman pada Kotamadya Jakarta Timur
RTH di lokasi studi yang memiliki nama terkait dengan nama
tanaman pada Kotamadya Jakarta Utara
Daerah bebas pandang
Penanaman pohon di RTH Taman Lingkungan
Contoh peletakan signage
Contoh desain layout signage
Penanaman pohon manggis di RTH Jalur Hijau Jalan Kelurahan
Kebon Manggis
Peletakan planter box yang berisikan tanaman perdu atau tanaman
merambat pada dinding luar rumah
Contoh pengaplikasian bentuk tanaman ke dalam site furniture

39
40
40
41
41
42
42
43
44
44
45
45
46
46
47
48
55
56
57
58
59
62
66
67
67
68
69
69

DAFTAR LAMPIRAN
1 Lembar kuisioner
2 Tabel jenis pohon yang ada di sisi Jalan DKI Jakarta tahun 2010

72
74

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jakarta, Ibukota Republik Indonesia, memiliki catatan sejarah yang sangat
panjang. Selama ratusan tahun, perkembangan Jakarta tidak pernah lepas dari
kebudayaan masyarakatnya sendiri. Berbagai bangunan dan bentuk lingkungan
yang muncul merupakan hasil dari budaya tersebut. Selain itu, penamaan suatu
tempat, atau biasa disebut toponim juga merupakan hasil dari kebudayaan
manusia. Toponim merupakan nama tempat yang penamaannya berdasarkan
peristiwa yang terjadi atau sesuatu yang mayoritas dan banyak terdapat pada suatu
tempat (Rais, 2008).
Manusia yang bermukim pertama kali di suatu wilayah tentunya memberi
nama pada unsur-unsur geografik di lingkungannya. Nama-nama unsur geografi
bukan hanya sekedar nama, tetapi di belakang nama tersebut adalah sejarah yang
panjang dari pemukiman manusia (a long history of human settlement) (Rais,
2006). Tujuan memberi nama pada unsur geografi adalah untuk identifikasi atau
acuan dan sebagai sarana komunikasi antar sesama manusia. Dengan demikian
nama-nama unsur geografi sangat terkait dengan sejarah pemukiman manusia.
Salah satu bentuk toponim yang cukup menarik dan keberadaannya dapat
menjadi identitas suatu tempat adalah toponim berdasarkan vegetasi atau jenis
tanaman dominan. Bentuk seperti ini cukup banyak ditemukan di beberapa
wilayah di Jakarta, seperti Kebon Jeruk, Pondok Labu, dan Gambir. Dahulu,
dengan hanya melihat dominansi tanamannya, nama dari lokasi pun dapat dengan
mudah dikenali. Namun, karena perkembangan kota DKI Jakarta disertai dengan
pertambahan penduduk yang semakin meningkat mengakibatkan perubahan pada
lanskap kota. Lanskap Kota Jakarta yang dahulu berupa hutan, perkebunan, dan
rawa berubah menjadi lahan terbangun. Jumlah ruang terbuka semakin berkurang
dan tanaman-tanaman yang menjadi penanda asal-usul suatu tempat juga
berkurang bahkan hilang.
Bentuk toponim seperti ini sangat bernilai dan menarik. Keberadaan
penanda sangat penting sebagai pengingat dan penghubung suatu masyarakat atau
area dengan sejarah masa lalu yang membentuknya. Namun sekarang, sulit sekali
menemukan penanda tersebut. Selain itu beberapa tempat juga telah mengalami
perubahan nama. Oleh karena itu, perlu dilakukan studi mengenai hal tersebut
serta memunculkan kembali jenis tanaman yang terkait dengan toponim untuk
menjadi bagian dari identitas suatu tempat. Selain itu, pemunculan kembali jenisjenis tanaman yang pernah ada dan terkenal di kota Jakarta pada ruang-ruang
terbuka potensial merupakan upaya meningkatkan biodiversitas tanaman.

Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya kegiatan penelitian adalah (1) menelusuri
perkembangan lanskap sejarah Kota Jakarta yang terkait dengan nama tempat, (2)
mengidentifikasi toponim beberapa wilayah di Jakarta yang terkait dengan nama
tanaman, (3) menelusuri keberadaan tanaman, (4) melakukan analisis potensi
lanskap untuk memunculkan kembali elemen atau keadaan yang terkait dengan

2
toponim, dan (5) memberikan rekomendasi untuk revitalisasi identitas wilayah
terkait toponimnya serta upaya meningkatkan biodiversitas tanaman kota.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat bermanfaat dalam
memberikan informasi tentang toponim wilayah dan sejarahnya, terutama yang
terkait dengan bidang arsitektur lanskap, memberikan masukan kepada
Pemerintah DKI Jakarta dan dinas terkait dalam rangka pembangunan Ruang
Terbuka Hijau atau lanskap yang dapat dijadikan sebagai identitas wilayah, serta
meningkatkan atau melestarikan biodiversitas dengan memunculkan atau
menanam kembali tanaman yang pernah ada di DKI Jakarta.

Kerangka Pikir
Perkembangan Kota DKI Jakarta mengakibatkan terbentuknya toponim
yang salah satunya berdasarkan nama atau jenis tanaman. Namun, perkembangan
kota yang disertai dengan pembangunan yang terus-menerus ini telah berdampak
pada semakin berkurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) atau area untuk
tanaman, serta semakin hilangnya jenis tanaman yang semula dominan dan
menjadi toponim suatu area. Akibatnya masyarakat semakin tidak mengetahui
bahwa nama area atau tempat tersebut berasal dari nama tanaman. Dengan kata
lain, area tersebut kehilangan akar identitasnya. Oleh karena itu perlu dilakukan
upaya dengan memunculkan kembali tanaman yang menjadi toponim pada areaarea atau RTH yang potensial. Penelitian ini mencakup penelusuran mengenai
toponim, identifikasi potensi Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang terdapat pada area
studi, dan menggali pendapat masyarakat di lokasi studi mengenai toponim. Pada
penelusuran mengenai toponim dapat diketahui sejarah dari area yang toponimnya
terkait dengan nama tanaman, serta jenis dan karakteristik tanaman. Selanjutnya
dilakukan penelusuran keberadaan tanaman tersebut. Pada identifikasi dan analisis
Ruang Terbuka Hijau (RTH), dapat diketahui potensi RTH untuk upaya
pemunculan kembali tanaman yang menjadi identitas suatu area. Kemudian dalam
hal pendapat masyarakat mengenai toponim, dilakukan wawancara terhadap
masyarakat yang tinggal di area tersebut untuk melihat sejauh mana masyarakat
mengetahui tentang toponim dan keinginan masyarakat tentang upaya
pemunculan kembali tanaman yang terkait dengan toponimnya. Kemudian
dilakukan analisis sehingga dihasilkan rekomendasi revitalisasi identitas kawasan
dengan memunculkan kembali jenis tanaman yang terkait dengan toponimnya
berupa penanaman kembali tanaman tersebut atau peletakan elemen hardscape.
Diharapkan kota atau area tersebut dapat memiliki identitas tempatnya kembali
sesuai dengan toponominya. Bagan kerangka pikir dapat dilihat pada Gambar 1.

3

Gambar 1 Kerangka Pikir

4

TINJAUAN PUSTAKA
Toponim
Setiap unsur di bumi ini pasti memiliki nama yang diberikan oleh manusia
guna mempermudah manusia dalam mengidentifikasi serta sebagai acuan ketika
akan memposisikan lokasi keberadaannya, dan memudahkan dalam proses
berkomunikasi dengan sesama manusia. Sama halnya dengan pemberian nama
pada kampung, pemukiman, atau tempat yang diberi nama dengan tujuan yang
sama, mempermudah identifikasi tempat. Menurut Rais (2008), dalam pemberian
nama untuk suatu tempat dikenal dengan istilah toponim atau toponym yang
terdiri dari dua suku kata, yaitu topos berarti tempat atau permukaan dan nym
berati nama geografis atau nama tempat. Dalam bahasa Inggris sering disebut
geographical names atau place names dan dalam bahasa Indonesia disebut dengan
istilah nama unsur geografi atau nama geografis. Istilah-istilah tersebut diatur
dalam UU No. 32 tahun 2004 pasal 7 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No.
112 tahun 2006 tentang Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi. Sedangkan
toponimi atau toponymy memiliki 2 pengertian, yaitu (1) ilmu yang memiliki
obyek studi tentang toponim pada umumnya dan nama geografis khususnya, (2)
dan totalitas dari toponim dalam suatu region.
Penamaan unsur-unsur geografis sangat terkait dengan sejarah pemukiman
manusia. Surjomihardjo (1977), dalam bukunya mengatakan bahwa dalam
pemberian nama suatu tempat memiliki karakteristik, yaitu:
1. nama tempat tersebut berdasarkan suatu peristiwa sejarah yang benar-benar
terjadi. Suatu peristiwa yang dianggap masyarakat setempat sangat penting
dan selalu menjadi patokan atau dikaitkan dengan nama tempat peristiwa itu
terjadi.
2. nama tempat tersebut dikaitkan dengan vegetasi atau tumbuh-tumbuhan
yang banyak ditemukan disuatu tempat. Nama tumbuh-tumbuhan yang
banyak di suatu tempat, lama kelamaan menjadi nama tempat tersebut.
3. nama tempat tersebut dikaitkan dengan nama seorang tokoh yang pernah
bermukim atau yang memiliki tempat tersebut. Karena terkenalnya
seseorang disuatu tempat, maka menyebabkan masyarakat lebih mengenal
tokoh tersebut, lama kelamaan nama tokoh itu menjadi menjadi nama
tempat dan sekaligus sebagai penanda tempat atau kampung.
4. nama tempat tersebut dikaitkan dengan bentukan alam atau letak suatu
ditempat tertentu. Masyarakat mengaitkan nama suatu tempat dengan
bentukan alam yang khas di suatu tempat.
5. nama suatu tempat atau kampung dikaitkan dengan konsentrasi sekelompok
orang (pendatang) yang bermukim di suatu tempat tertentu. Masyarakat
setempat mengaitkan nama suatu tempat dengan nama suku atau nama etnis
ataupun nama tempat asal pendatang yang mendiami tempat tersebut.
6. nama suatu tempat atau kampung dikaitkan dengan nama hewan atau nama
binatang yang banyak ditemukan ditempat tersebut.
Berdasarkan karakteristik toponim tersebut, berikut merupakan beberapa
contoh bentuk toponim yang ada di DKI Jakarta menurut Ruchiat (2011), antara
lain:

5
1. Glodok
Asal-usul nama tempat ini berasal dari kata grojok, merupakan tiruan bunyi
suara kucuran air pancuran yang berasal dari waduk penampungan air yang
terdapat ditempat tersebut. Namun keterangan lain menyebutkan bahwa kata
glodok diambil dari sebutan jembatan yang melintasi kali besar di wilayah
itu, yaitu Jembatan Glodok.
2. Cililitan
Nama Cililitan diambil dari nama salah satu anak sungai Ci Pinang. Namun
anak sungai tersebut sudah tidak ada lagi. Kata ci berasal dari bahasa Sunda,
berarti air (cai). Lilitan atau lilitan-kutu merupakan nama semacam perdu
yang nama latinnya Pipturus veluntinus Wedd. Tanaman ini terdapat di
sepanjang sungai.
3. Pajongkoran
Pajongkoran disebut sebagai nama sebuah wilayah karena dari 1676 sampai
1682 wilayahnya dikuasai oleh Kapten Jonker, seorang kepala pasukan
orang Maluku yang mengabdi kepada VOC.
4. Luar Batang
Wilayah ini disebut Luar Batang karena terletak di luar batang
pengempangan atau penghalang, yang diletakkan melintang di muara
Ciliwung.
5. Kampung Bugis
Kawasan ini disebut Kampung Bugis karena awalnya dijadikan
perkampungan atau pemukiman sekelompok orang Bugis.
6. Lebak Bulus
Nama kawasan ini diambil dari bentuk kontur tanah dan fauna. Lebak
berarti lembah dan bulus adalah kura-kura yang hidup di darat dan air tawar.
Dahulu kawasan ini terdapat banyak kura-kura atau bulus tepatnya di sekitar
aliran Kali Grogol dan Kali Pesanggrahan.

Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Menurut Joga (2011) Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari
ruang-ruang terbuka (open spaces) yang memanjang/jalur dan/atau mengelompok
dalam suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh vegetasi guna mendukung manfaat
langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut
yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan
tersebut.
Menurut UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Ruang Terbuka
Hijau adalah area memanjang atau jalur dan atau mengelompok yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka sebagai tempat tumbuh tanaman, baik yang
tumbuh secara alamiah ataupun sengaja ditanam.
Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta mengklasifikasikan Ruang
Terbuka Hijau (RTH) berdasarkan pada kepentingan pengelolaannya adalah
sebagai berikut:
1. Kawasan Hijau Pertamanan Kota, berupa sebidang tanah yang
sekelilingnya ditata secara teratur dan artistik, ditanami pohon pelindung,
semak/perdu, tanaman penutup tanah serta memiliki fungsi relaksasi.

6
2. Kawasan Hijau Hutan Kota, yaitu Ruang Terbuka Hijau dengan fungsi
utama sebagai hutan raya.
3. Kawasan Hijau Rekreasi Kota, sebagai sarana rekreasi dalam kota yang
memanfaatkan Ruang Terbuka Hijau.
4. Kawasan Hijau kegiatan Olahraga, tergolong Ruang Terbuka Hijau area
lapangan, yaitu lapangan, lahan datar atau pelataran yang cukup luas.
Bentuk dari ruang terbuka ini yaitu lapangan olahraga, stadion, lintasan
lari atau lapangan golf.
5. Kawasan Hijau Pemakaman.
6. Kawasan Hijau Pertanian, tergolong Ruang Terbuka Hijau areal produktif,
yaitu lahan sawah dan tegalan yang masih ada di kota yang menghasilkan
padi, sayuran, palawija, tanaman hias dan buah-buahan.
7. Kawasan Jalur Hijau, yang terdiri dari jalur hijau sepanjang jalan, taman di
persimpangan jalan, taman pulau jalan dan sejenisnya.
8. Kawasan Hijau Pekarangan, yaitu halaman rumah di kawasan perumahan,
perkantoran, perdagangan dan kawasan industri.
Joga dan Ismaun (2011), membedakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam
berbagai jenis dan bentuk. Klasifikasi dan jenis RTH Kota dapat dilihat pada
Gambar 2. Fungsi RTH dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain aspek fungsi
ekologis, sosial budaya, arsitektural, dan ekonomi. Pada aspek fungsi budaya,
fungsi RTH dapat menjadi identitas suatu wilayah.

Gambar 2 Klasifikasi dan Jenis RTH
(Sumber : Joga dan Ismaun, 2011)

7
Identitas Lanskap
Konsep place identity yang mengacu pada hubungan antara place dengan
identity yang mene an n pada ma  dan signifi nsi ”tempat” bagi para
penghuni dan pengguna tempat tersebut merupakan konsep penting dalam
berbagai lingkup bidang ilmu seperti geografi, perencanaan kota, desain urban,
lanskap arsitektur, dan sebagainya. Secara mendasar konsep place identity
mengulas bagaimana lingkungan lokal kita (termasuk lokasi geografis, tradisi
budaya, warisan budaya, dan sebagainya yang merupakan kearifan lokal)
mempengaruhi hidup kita (Fisher, 2006 dalam Ernawati, 2011). Menurut Lynch
(1959), mengatakan bahwa setiap warga kota memiliki hubungan dengan
beberapa bagian dari kota, dan kemudian citranya menjadi kenangan dan
bermakna.
Citra kota adalah gambaran mental dari sebuah kota sesuai dengan rata-rata
pandangan masyarakatnya. Citra dapat mempermudah untuk mengetahui posisi
seseorang atau seseorang tersebut dapat mengetahui keberadaannya. Oleh karena
itu, citra erat kaitannya dengan identitas. Identitas artinya image orang akan
menuntut suatu pengenalan atas suatu obyek dimana didalamnya harus tersirat
perbedaan obyek tersebut dengan obyek lainnya sehingga orang dengan mudah
bisa mengenalinya.
Menurut Ralph (1976) dalam Seamon (1996), identitas sebuah kawasan
dapat dibentuk oleh :
1. Existential Insideness
Jika kawasan tersebut merupakan daerah yang hidup dan dinamis, sehingga
menciptakan suatu identitas yang dapat langsung dirasakan.
2. Empathetic Insideness
Jika kawasan tersebut menyimpan dan mengekspresikan nilai budaya dan
perkembangan masyarakat dan pembangunannya.
3. Behavioral Insideness
Jika kawasan tersebut dapat merefleksikan suasana tertentu baik karena
bentukan lanskap maupun tata kotanya dan telah menjadi citra khusus yang
melekat di benak khalayak umum.
4. Incidental Outsideness
Jika fungsi kawasan tersebut yang lebih dikenal oleh masyarakat daripada
latar belakang pembangunannya.
5. Objective Outsider
Jika suatu kawasan lebih dikenal atas apa yang terdapat di dalamnya baik
berupa objek maupun area.
6. Mass Identity of Place
Posisi identitas ditempati oleh elemen massal yang terlepas dari
perkembangan utama kota. Struktur massal ini biasanya tidak dominan
secara individu, namun bila dilihat secara massal, keberadaannya
mengalahkan identitas lain yang telah ada.
7. Existential Outsideness
Jika kawasan memiliki keterkaitan dengan keberhasilan pada masa lalu
maupun pada saat ini.
Jika melihat Jakarta secara umum, identitas tempatnya dibentuk oleh
Objective Outsider. Pada masa lalu, beberapa tempat di Jakarta khususnya yang

8
terkait dengan nama tanaman, dikenal oleh masyarakat karena objek atau tanaman
yang banyak terdapat di tempat tersebut. Namun saat ini, tempat-tempat tersebut
sudah tidak dikenal karena tanaman yang dahulu terdapat disana, melainkan
karena objek lain yang terkenal di tempat tersebut, misalnya wilayah Kampung
Rambutan yang dahulu dikenal karena pohon rambutan yang banyak tumbuh di
sana, sekarang dikenal karena terdapat terminal kampung rambutan. Oleh karena
itu, untuk mengembalikan identitas kawasan atau tempat agar sesuai dengan
sejarahnya maka dilakukan upaya untuk merevitalisasi identitas kawasan di
Jakarta.
Dalam Eckbo (1988), Fumihiko Takano membuat Nita Green Mall,
menghadirkan kembali apa yang pernah terdapat disana. Tujuannya adalah agar
penduduk lokal merasa bangga dan tetap dapat mengingat sejarah tempat tersebut.
Hal ini dilakukan dengan cara memunculkan kembali elemen atau setting yang
terkait dengan sejarah tempat tersebut. Elemen-elemen hardscape dapat
dimunculkan dalam bentuk pergola, bolard, pavement patern, yang merefleksikan
karakter dari suatu hal yang pernah terdapat di tempat tersebut.
Konservasi Biodiversitas
Biodiversitas atau Diversitas Biologi atau keanekaragaman hayati
merupakan istilah yang diberikan untuk keanekaragaman hayati yang ada di bumi
mencakup semua spesies dari tanaman, hewan dan mikroorganisme, serta
ekosistem tempat semua makhluk hidup tinggal dan berinteraksi. Terdapat tiga
tingkatan dalam Biodiversitas, yaitu keanekaragaman gen, keanekaragaman
spesies, dan keanekaragaman ekosistem. Keanekaragaman hayati memiliki peran
penting dalam kehidupan. Semua mahluk hidup yang menempati suatu ekosistem
merupakan bagian dari jaringan kehidupan yang saling bergantung satu sama lain.
Kebutuhan akan makanan, tempat tinggal, oksigen, dan kesuburan tanah
didapatkan dari interaksi seluruh makhluk hidup. Selain itu keanekaragaman
hayati mahluk hidup juga memberikan banyak manfaat untuk kesejahteraan
manusia. Oleh karena itu, keanekaragaman hayati harus dipertahankan
kelestariannya agar tercipta suatu kehidupan yang berkelanjutan. Meskipun
keanekaragaman hayati sangat penting perannya dalam kehidupan manusia,
namun ternyata kondisinya sangat menghawatirkan. Menurut Organisasi Dunia
WWF (World Wild Fund), laju kehilangan atau kepunahan spesies adalah 1.00010.000 kali lebih tinggi daripada kehilangan yang terjadi secara alami. Jadi,
sebanyak 0,01 sampai 0,1% dari jumlah keseluruhan spesies akan hilang setiap
tahunnya. Adanya krisis biodiversitas ini hampir secara keseluruhan disebabkan
oleh manusia. Perubahan tata guna lahan yang terjadi secara terus menerus dan
sangat cepat menjadi faktor utama yang berpengaruh terhadap kondisi
biodiversitas yang mayoritas berada di ekosistem daratan (RPI 2010). Hal inilah
yang terjadi di wilayah Ibukota Indonesia, pembangunan yang terus menerus
menyebabkan biodiversitas flora di DKI Jakarta semakin menurun. Oleh sebab itu
perlu dilakukan konservasi terhadap biodiversitas agar kerugian yang ditimbulkan
tidak berkelanjutan.
Menurut POKJA Kebijakan Konservasi, konservasi tidak hanya didasarkan
pada prinsip konservasi yang hanya dilakukan perlindungan saja, konservasi harus
memberikan manfaat secara bijaksana dan berkelanjutan. Terdapat dua metode

9
dalam melakukan konservasi biodiversitas, yaitu konservasi in situ dan konservasi
ex situ (Buletin KBR4 2013).
1. Konservasi in situ
Konservasi in situ adalah metode konservasi suatu spesies yang
dilakukan pada tapak atau ekosistem alami atau aslinya. Metode ini
dilakukan pada spesies komodo yang di konservasi dalam habitat
alaminya yaitu Pulau Komodo.
2. Konservasi ex situ
Konservasi ex situ adalah metode konservasi suatu spesies yang
dilakukan di luar habitat atau sebaran alami dari populasi tetuanya.
Proses ini dilakukan dengan mengambil spesies yang langka dari tempat
asalnya dan memindahkannya ke tempat yang aman dan berada di
bawah perlindungan manusia. Fasilitas yang digunakan untuk
konservasi ex situ biasanya berupa kebun binatang, kebun raya, kebun
koleksi, dan aquarium .
Terhadap tanaman-tanaman lokal yang pernah ada atau dominan pada suatu
wilayah juga dapat dimunculkan kembali dan dilestarikan pada taman atau Ruang
Terbuka Hijau potensial, sehingga dapat menjadi suatu upaya konservasi atau
peningkatan biodiversitas wilayah tersebut.

10

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilakukan pada 5 Kotamadya di wilayah DKI Jakarta.
Fokus lokasi studi adalah pada wilayah tingkat kecamatan dan kelurahan yang
memiliki toponim terkait dengan nama tanaman. Kegiatan penelitian ini dilakukan
selama 6 bulan, dimulai dari awal Desember sampai dengan akhir Mei 2013.

Gambar 3 Peta wilayah DKI Jakarta
(Sumber: www.google.com. [17 April 2013]

11
Alat dan Bahan
Alat yang diperlukan dalam melakukan inventarisasi data dan pengolahan
data, yaitu alat tulis, kamera digital, alat perekam suara, dan untuk pengolahan
data menggunakan software seperti Microsoft Excel, Microsoft Word, Autocad,
dan Adobe Photoshop CS3. Bahan yang dibutuhkan adalah peta tematik, catatan,
kuisioner, data aspek ekologis, sosial, dan sejarah.

Metode
Penelitian dilakukan melalui empat tahapan, yaitu persiapan, pengumpulan
data termasuk melakukan penelusuran sejarah pada area penelitian yang terkait
dengan toponim nama tanaman, kemudian tahap analisis dan sintesis serta
rekomendasi untuk memunculkan identitas kawasan dan meningkatkan
biodiversitas tanaman. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Tahapan Studi

12
Tahapan Studi
Persiapan
Tahapan persiapan meliputi pembuatan proposal penelitian, pelaksanaan
kolokium yaitu mempresentasikan proposal penelitian guna mendapatkan
masukan yang dapat membantu dalam proses penelitian. Pada tahap ini juga
dilakukan kegiatan mengurus perizinan departemen dan dinas terkait serta
mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam kegiatan penelitian.
Pengumpulan Data (primer dan data sekunder)
Pada tahap ini dilakukan identifikasi dan penentuan lokasi yang toponimnya
terkait dengan nama tanaman. Lokasi studi difokuskan pada wilayah tingkat
kecamatan dan kelurahan. Data yang dibutuhkan pada studi ini adalah data
lanskap DKI Jakarta dan data lanskap wilayah toponim. Data lanskap DKI Jakarta
mencakup data kondisi umum DKI Jakarta, sedangkan data lanskap wilayah
toponim mencakup data Ruang Terbuka Hijau, tanaman yang terkait toponim,
aspek kesejarahan, pendapat/pandangan masyarakat mengenai toponim, dan aspek
pengelolaan. Data yang dibutuhkan pada penelitian akan dijabarkan pada Tabel 1.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi merupakan kegiatan pengamatan untuk mengetahui kondisi
tapak. Observasi dilakukan untuk memperoleh data primer melalui observasi
lapang secara langsung pada wilayah penelitian mengenai kondisi umum tapak,
Ruang Terbuka Hijau, dan vegetasi terkait toponim. Pada tahap ini juga dilakukan
dokumentasi terhadap tapak.
b. Wawancara
Wawancara merupakan cara untuk mendapatkan informasi mengenai
kondisi sosial budaya yang tidak dapat dilihat secara langsung serta untuk
mengetahui pendapat dan pandangan masyarakat mengenai toponim. Wawancara
dilakukan terhadap 25 orang responden sebagai sampel setiap kotamadya DKI
Jakarta, sehingga akan didapatkan total responden sekitar 130 orang. Responden
yang dipilih antara lain berasal dari instansi pemerintahan seperti Suku Dinas,
Kelurahan, Kecamatan, RT, RW, tokoh masyarakat, dan masyarakat yang tinggal
di wilayah studi. Daftar pertanyaan untuk wawancara terdapat pada lembar
Lampiran 1. Hasil wawancara ini diharapkan dapat mewakili pendapat atau
pandangan masyarakat DKI Jakarta.
c. Studi pustaka
Studi pustaka merupakan teknik pengumpulan data dengan mempelajari dan
membaca literatur, buku, catatan atau sumber lainnya yang terkait dengan studi.
Dalam hal ini studi pustaka dilakukan guna mendapatkan data sekunder yang
diperoleh dari dokumen-dokumen lembaga terkait antara lain Dinas Pertamanan
dan Pemakaman DKI Jakarta, Kasubdit Toponimi dan Pemetaan Direktorat
Jenderal Pemerintahan Umum, Dinas Tata Kota Provinsi DKI Jakarta, Badan
Pusat Statistik (BPS), dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional DKI
Jakarta. Data yang dikumpulkan meliputi data aspek fisik dan biofisik, kondisi
kesejarahan terkait toponim, aspek sosial, aspek pengelolaan mengenai peraturan
dan kebijakan yang berlaku di DKI Jakarta, dan dokumen peta terkait dengan
lokasi studi.

13
Tabel 1 Data yang Dikumpulkan
Jenis Data
Indikator Pengamatan
Aspek fisik/biofisik
Kondisi umum
Luas area
DKI Jakarta
Rencana Tata Ruang Wilayah
Tata Guna Lahan
Vegetasi

Lanskap
wilayah
Toponim

Unit
m2

Studi pustaka

-

Studi pustaka
Observasi, studi
pustaka
Observasi, studi
pustaka
Studi pustaka
Observasi, studi
pustaka

spesies

Demografi
jiwa
RTH
-Luas
m2
-Bentuk
Jenis tanaman yang terkait dengan toponim
Keberadaan tanaman
Karakteristik tanaman

Aspek kesejarahan
Toponim
Sejarah penamaan
Aspek sosial
Pengetahuan
Pengetahuan mengenai
masyarakat
toponim
Aspek pengelolaan
Peraturan dan
Pengembangan dan
kebijakan
pengelolaan RTH

Sumber

-

Observasi, studi
pustaka
Observasi,
wawancara
Observasi, studi
pustaka

-

Studi pustaka,
wawancara

-

Wawancara

-

Studi pustaka

Analisis
Tahapan analisis dilakukan dengan metode analisis deskriptif dan secara
spasial. Analisis dilakukan pada tiga aspek, yaitu analisis sejarah toponim, analisis
pada tanaman, analisis fungsi tanaman pada area eksisting, dan analisis pada
Ruang Terbuka Hijau (RTH).
a. Analisis Sejarah Toponim yang Terkait dengan Nama Tanaman
Analisis Sejarah Toponim dilakukan secara deskriptif. Analisis Sejarah
Toponim dilakukan guna mengetahui sejarah toponim tempat serta untuk
mengetahui kondisi lanskap wilayah studi pada masa lampau. Sejarah mengenai
asal-usul nama tempat atau toponim diperoleh melalui studi pustaka dan hasil
wawancara dengan masyarakat. Analisis juga dilakukan dengan mengacu pada
peta DKI Jakarta pada masa lampau .
b. Analisis Keberadaan, Jenis, dan Karakteristik Tanaman
Analisis fungsi tanaman pada area eksisting dilakukan secara deskriptif.
Analisis dilakukan dengan melakukan pendataan terhadap tanaman yang terkait
dengan toponim suatu tempat. Data tanaman diperoleh dari hasil studi pustaka,
kemudian dilakukan wawancara terhadap masyarakat guna memastikan bahwa

14
tanaman tersebut terkait dengan toponim suatu tempat. Data tanaman yang
dihimpun yaitu jenis tanaman, nama lokal dan latin tanaman, status keberadaan
tanaman, lokasi tanaman pada Ruang Terbuka Hijau, dan fungsi tanaman bagi
masyarakat dan lingkungan sekitar.
c. Analisis Potensi Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Analisis Potensi RTH dilakukan dengan deskriptif dan spasial. Analisis
deskriptif pada Ruang Terbuka Hijau (RTH) dilakukan guna mengetahui bentuk
RTH di wilayah yang toponimnya terkait nama tanaman yang potensial untuk
memunculkan kembali penanda yang menjadi identitas tempat dalam bentuk
softscape maupun hardscape. Pendataan potensi Ruang Terbuka Hijau dilakukan
dengan mencari data RTH dan identifikasi jenis RTH. Kemudian analisis spasial
juga dilakukan dengan membuat peta lokasi Ruang Terbuka Hijau di setiap lokasi
studi yang ditampilkan per kotamadya.
Sintesis
Tahap ini akan menjawab hasil analisis pada setiap tempat sehingga
didapatkan suatu rekomendasi terbaik guna merevitalisasi identitas kawasan
terkait dengan toponimnya dan konservasi biodiversitas tanaman kota. Hasil akhir
dari studi ini adalah rekomendasi upaya menghadirkan atau memunculkan
tanaman asli dengan mempertimbangkan keinginan masyarakat dan peraturanperaturan yang berlaku serta rencana pengembangan oleh pemerintah Jakarta.
Upaya seperti ini dapat sekaligus membantu dalam konservasi biodiversitas
tanaman kota. Revitalisasi juga dapat dilakukan dalam bentuk hardscape seperti
ornamen-ornamen street furniture yang menggambarkan tanaman asli tersebut.
Rekomendasi tersebut digambarkan dalam bentuk tertulis, spasial (untuk alternatif
tempat penanaman), dan ilustrasi implementasi pada lanskap.

15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Wilayah Administratif DKI Jakarta
DKI Jakarta merupakan Ibukota Republik Indonesia dengan luas
keseluruhan wilayah sebesar 662,33 km2 untuk daratan dan 6.977,5 km2 untuk
lautan (BPS, 2012). Provinsi DKI Jakarta wilayahnya terbagi menjadi lima
wilayah kotamadya dan satu kabupaten administrasi, yaitu Kotamadya Jakarta
Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu.
1. Wilayah Administratif Kotamadya Jakarta Pusat
Jakarta Pusat merupakan kotamadya yang secara administratif berbatasan
dengan Jakarta Utara dan Barat di sebelah utara, Jakarta Timur di sebelah timur,
Jakarta Selatan dan Timur di sebelah selatan dan Jakarta Barat dan Selatan di
sebelah Barat. Letaknya yang strategis menjadikan kotamadya ini sebagai pusat
dari segala aktifitas pemerintahan, perdagangan, jasa, dan bisnis. Secara
astronomis letak Jakarta Pusat berada di 106o22’42” Bujur Timur sampai
106o58’18” Bujur Barat dan 5o19’12” Lintang Selatan sampai 6o23’54” Lintang
Utara. Luas wilayah Jakarta Pusat sekitar 48,13 km2 dan terdiri dari 8 kecamatan
dengan masing-masing luas yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Luas wilayah Kota Administratif Jakarta Pusat menurut kecamatan. (BPS,
2010)
Kecamatan
Tanah Abang
Menteng
Senen
Johar Baru
Cempaka Putih
Kemayoran
Sawah Besar
Gambir
Total

Luas (km2)
9,31
6,53
4,22
2,38
4,69
7,25
6,16
7,59
48,13

Persentase (%)
17,59
15,35
12,85
9,02
11,83
9,14
5,47
6,10
100

2. Wilayah Administratif Kotamadya Jakarta Utara
Wilayah Jakarta Utara cukup dekat dengan permukaan laut. Ketinggiannya
antara 0-2 meter diatas permukaan laut, bahkan ada beberapa tempat yang
ketinggiannya berada dibawah permukaan laut. Secara geografis, batas utara
wilayah ini merupakan Laut Jawa dan merupakan tempat bermuaranya 13 sungai,
sehingga seringkali banjir akibat air pasang atau kiriman dari hulu sungai. Sebelah
barat dari Jakarta Utara berbatasan dengan Kabupaten Dati II Tangerang dan
Jakarta Pusat, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Dati II Tangerang,
Jakarta Pusat dan Jakarta Timur, dan sebelah timur berbatasan dengan Jakarta
Timur dan Kabupaten Dati II Bekasi. Kotamadya Jakarta Utara memiliki luas
wilayah sebesar 146,66 km2 yang terdiri dari 6 Kecamatan dengan masing-masing
luas dapat dilihat pada Tabel 3.

16
Tabel 3 Luas wilayah Kota Administratif Jakarta Utara menurut kecamatan (BPS,
2010)
Kecamatan
Penjaringan
Pademangan
Tanjung Priok
Koja
Kelapa Gading
Cilincing
Total

Luas (km2)
45,40
11,92
22,52
12,25
14,87
39,70
146,66

Persentase (%)
30,96
8,13
15,35
8,36
10,14
27,07
100

3. Wilayah Administratif Kotamadya Jakarta Barat
Jakarta Barat merupakan daerah yang strategis, selain itu secara fungsi juga
strategis bagi pengembangan di sektor ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan
kota. Luas wilayah Jakarta Barat adalah 129,54 Km2 yang terdiri dari 8 kecamatan
dengan masing-masing luas yang dapat dilihat pada Tabel 4. Kotamadya Jakarta
Barat secara astronomis terletak pada 106o22’42” sampai 106o58’18” Bujur Timur
dan 50o19’12” sampai 60o23’54” Lintang Selatan dengan batas wilayah.
Tabel 4 Luas wilayah Kota Administratif Jakarta Barat menurut kecamatan (BPS,
2010)
Kecamatan
Kembangan
Kebon Jeruk
Palmerah
Grogol Petamburan
Tambora
Taman Sari
Cengkareng
Kalideres
Total

Luas (km2)
24,16
17,98
7,51
9,99
5,40
7,73
26,54
30,23
129,54

Persentase (%)
18,65
13,88
5,80
7,71
4,17
5,97
20,49
23,33
100

4. Wilayah Administratif Kotamadya Jakarta Timur
Kotamadya Jakarta Timur terletak pada ketinggian 16m diatas permukaan
laut. Total luas wilayahnya sebesar 188,86 Km2 yang terdiri atas 10 kecamatan
dengan masing-masing luas dapat dilihat pada Tabel 5. Secara astronomis,
posisinya terletak antara 106o49’35” Bujur Timur dan 6o10’37”. Sedangn secara
geografis, berbatasan dengan Kota Administrasi Jakata Utara dan Jakarta Pusat di
sebelah utara, Kotamadya Bekasi (Provinsi Jawa Barat) disebelah timur,
Kabupaten Bogor (Provinsi Jawa Barat) disebelah selatan, dan Kota Administrasi
Jakarta Selatan dan Sungai Ciliwung disebelah barat. Selain itu, wilayah Jakarta
Timur juga dialiri oleh 5 sungai, yaitu Sungai Ciliwung (melewati Kecamatan
Matraman, Jatinegara, Kramat Jati, dan Pasar Rebo), Sungai Sunter (Kecamatan
Duren Sawit dan Pulo Gadung), Kali Malang (melewati Kecamatan Makasar,
Duren Sawit, dan Jatinegara), Kali Cipinang (melewati Kecamatan Jatinegara,
Makasar, dan Ciracas), dan Cakung Drain (melewati Kecamatan Cakung).

17
Tabel 5 Luas wilayah Kota Administratif Jakarta Timur menurut kecamatan (BPS,
2010)
Kecamatan
Pasar Rebo
Ciracas
Cipayung
Makasar
Kramat Jati
Jatinegara
Duren Sawit
Cakung
Pulo Gadung
Matraman
Total

Luas (km2)
12,98
15,39
28,46
21,97
12,97
11,34
22,65
42,52
15,62
4,96
188,86

Persentase (%)
6,87
8,15
15,07
11,63
6,87
6,01
11,99
22,52
8,27
2,63
100

5. Wilayah Administratif Kotamadya Jakarta Selatan
Jakarta Selatan merupakan kotamadya yang secara administratif berbatasan
dengan Banjir Kanal Jl. Jenderal Sudirman Kecamatan Tanah Abang, Jl.
Kebayoran Lama dan Kebun Jeruk disebelah utara, Kota Asministrasi Depok
disebelah selatan, Kecamatan Ciledug, Kota Administrasi Tangerang disebelah
barat, dan Kali Ciliwung disebelah timur. Secara astronomis terletak antara
6o15’40,8” Lintang Selatan dan 106o45’0,00” Bujur Timur. Menurut data dari
Badan Pusat Statistik tahun 2011, menyebutkan bahwa Kotamadya Jakarta
Selatan memiliki total luas wilayah sebesar 145,73 km2 dan terbagi menjadi 10
Kecamatan. Data Kecamatan beserta luas masing-masing wilayah dapat dilihat
pada Tabel 6.
Tabel 6 Luas wilayah Kota Administratif Jakarta Selatan menurut kecamatan
(BPS, 2010)
Kecamatan
Jagakarsa
Pasar Minggu
Cilandak
Pesanggrahan
Kebayoran Lama
Kebayoran Baru
Mampang Prapatan
Pancoran
Tebet
Setiabudi
Total

Luas (km2)
24.87
21.69
18.16
12.76
16.72
12.93
7.73
8.63
9.03
8.85
141.37

Persentase (%)
17.59
15.35
12.85
9.02
11.83
9.14
5.47
6.10
6.39
6.26
100

Tata Guna Lahan (Landuse)
DKI Jakarta didominasi oleh lahan-lahan terbangun yang semakin
meningkat jumlahnya setiap tahun. Beberapa penyebabnya antara lain
dikarenakan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,41% per tahun membuat

18
kebutuhan akan tempat tinggal meningkat sehingga pembangunan pemukiman
baru banyak dilakukan guna memenuhi kebutuhan tersebut. Selain itu,
kecenderungan pemerintah DKI Jakarta untuk mengeksploitasi sumber daya alam
seperti air dan lahan terbuka hijau. Konversi lahan terbuka menjadi lahan
terbangun, lahan pertanian menjadi bukan pertanian, bahkan konversi pemukiman
menjadi perkantoran, apartemen dan pusat perbelanjaan merupakan bentuk
eksploitasi pemerintah guna mendapatkan keuntungan pribadi. Total luas wilayah
DKI Jakarta sebesar 7.639,02 km2 (daratan dan lautan) dengan persen luas lahan
terbangun sebesar 64,91% atau 429,41 km2 yang terdiri dari perumahan, gedung
pemerintahan, gedung perkantoran, fasilitas umum, dan industri atau pergudangan.
Sedangkan Ruang Terbuka Hijau sebesar 9,8% dari total wilayah DKI Jakarta.

Gambar 5 Kondisi beberapa wilayah di DKI Jakarta yang didominasi oleh
bangunan perkantoran dan ruko
Jika dilihat pada peta penggunaan lahan DKI Jakarta (Gambar 5.), jenis
lahan terbangun yang terluas adalah bagian yang berwarna kuning, yaitu
pemukiman atau perumahan beserta fasilitasnya yang memadati hampir seluruh
wilayah DKI Jakarta. Selain perumahan, nampak pula bangunan umum dan pusat
industri atau pergudangan yang berada di wilayah Kotamadya Jakarta Utara dan
Jakarta Timur. Mengenai Ruang Terbuka Hijau, pada wilayah Kotamadya Jakarta
Utara, jenis Ruang Terbuka Hi