Hubungan Pekerja Anak Dengan Pencapaian Pendidikan Dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga

HUBUNGAN PEKERJA ANAK DENGAN PENCAPAIAN
PENDIDIKAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH
TANGGA

ZAHRA FIRDAUSI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Hubungan Pekerja
Anak dengan Pencapaian Pendidikan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah
Tangga” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2016

Zahra Firdausi
NIM I34120034

ABSTRAK
ZAHRA FIRDAUSI. Hubungan Pekerja Anak dengan Pencapaian Pendidikan dan
Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga. Di bawah bimbingan EKAWATI SRI
WAHYUNI dan DINA NURDINAWATI.
Pekerja Anak menjadi kondisi dilematis mengenai peran mereka sebagai generasi
penerus bangsa yang harus mendapatkan pendidikan yang layak disamping
keharusan mereka bekerja untuk membantu ekonomi rumah tangga. Penelitian ini
dilakukan untuk menganalisis hubungan antara anak yang bersekolah sambil
bekerja dengan anak yang hanya bersekolah, dilihat dari capaian pendidikan dan
tingkat kesejahteraan rumah tangganya. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan kuantitatif dengan metode survei menggunakan instrumen kuesioner
dan didukung oleh data kualitatif dengan metode wawancara mendalam. Hasil
penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan antara pencapaian pendidikan dan

tingkat kesejahteraan rumah tangga dengan status anak sebagai pekerja anak. Anak
yang bekerja cenderung memiliki capaian pendidikan yang rendah dan dengan
tingkat kesejahteraan rumah tangga yang juga rendah dibandingkan dengan anak
yang hanya bersekolah.
Kata kunci: pekerja anak, pencapaian pendidikan, tingkat kesejahteraan rumah
tangga

ABSTRACT

ZAHRA FIRDAUSI. Relation between Child Labor and Educational
Achievement, and Household’s Welfare. Supervised by EKAWATI SRI
WAHYUNI and DINA NURDINAWATI.
Child Labor is a dilemma because on one side children should get decent education
while on the other side is necessary work to helped household’s economic. The
Purpose of this research is to identify the relations between children as a child
labor and children who study to educational achievement and household’s welfare.
The research use is quantitative approach with survey that using quesionaire and
supported by qualitative approach with in-depth interviews. The research shows
that that educational achievement and household’s welfare level has relations with
the children as a child labor. Child labor tend to have lower educational

achievement and household’s welfare than the children that just as a student.
Keyword: child labor, educational attainment, household’s welfare level

HUBUNGAN PEKERJA ANAK DENGAN PENCAPAIAN
PENDIDIKAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH
TANGGA

ZAHRA FIRDAUSI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016


PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
berjudul “Hubungan Pekerja Anak dengan Pencapaian Pendidikan dan Tingkat
Kesejahteraan Rumah Tangga” dengan lancar, tanpa hambatan dan rintangan yang
berarti.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Ir Ekawati Sri
Wahyuni, MS dan Ibu Dina Nurdinawati, Msi selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berarti serta sabar menghadapi
penulis dalam proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada keluarga penulis Bapak Eka Firdaus, Ibu Aan
Mardiah, Miqdad Firdaus, Hana S Firdausi dan Miftah S Firdaus, juga kepada
teman-teman penulis Ridho, Aden, Nensi, Dinda, Ferdhian, Delys, Suhaila, Efriska,
Dara, Enggal, Shifa, Nanda, Abed, Vany dan teman-teman KPM 49 yang telah
membantu dan menyemangati penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Bogor, Juli 2016


Zahra Firdausi

13

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Pekerja Anak
Kondisi Pekerja Anak di Indonesia
Pekerja Anak dan Pendidikan
Hubungan Karakteristik Rumah Tangga Terhadap Pekerja Anak

dan Pendidikan
Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
PENDEKATAN LAPANG
Metode Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Penentuan Responden dan Informan
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Definisi Operasional
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Sejarah Desa
Kondisi Geografis
Kondisi Demografi
Kondisi Sosial dan Ekonomi
Sarana dan Prasarana
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Golongan Umur
Jenis kelamin

Status Kegiatan Anak
KONDISI PENDIDIKAN DAN PEKERJA ANAK DI DESA
LINGKUNGPASIR
Gambaran Umum Pendidikan dan Pekerja anak di Desa
Lingkungpasir

ix
xi
xi
1
1
2
3
3
5
5
5
6
7
7

8
9
10
11
13
13
13
14
14
16
21
21
21
22
23
23
27
27
29
30

34
34

Jam Kerja Anak
Pendapatan Pekerja Anak
GAMBARAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PEKERJA
ANAK
Jumlah Anggota Rumah Tangga
Pendidikan Kepala Rumah Tangga
Pekerjaan Kepala Rumah Tangga
Kesejahteraan Rumah Tangga
PEKERJA ANAK DENGAN PENCAPAIAN PENDIDIKAN DAN
TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA
Pencapaian Pendidikan Pekerja Anak
Status Pekerja Anak dengan Pencapaian Pendidikan dan Tingkat
Kesejahteraan Rumah Tangga
Pengaruh Upah Pekerja Anak Bagi Kesejahteraan Rumah Tangga
PENUTUP
Simpulan
Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

39
40
41
43
43
45
46
47
48
49
51
53
54
55
56
58


DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

23

Peubah dan indikator anggota rumah tangga
Peubah dan indikator karakteristik pekerja anak
Peubah dan indikator pencapaian pendidikan anak
Peubah dan indikator tingkat kesejahteraan rumah tangga melalui
pengukuran skor taraf hidup rumah tangga)
Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di
Desa Lingkungpasir tahun 2015
Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis pekerjaan di Desa
Lingkungpasir tahun 2015
Jumlah sumber daya sosial budaya di Desa Lingkungpasir tahun
2015
Jumlah Sarana dan Prasaran yang ada di Desa Lingkungpasir tahun
2015
Jumlah uraian sumber daya alam yang terdapat di Desa
Lingkungpasir tahun 2015
Jumlah dan persentase umur responden di Desa Lingkungpasir
tahun 2015
Jumlah dan persentase jenis kelamin responden di Desa
Lingkungpasir tahun 2015
Jumlah dan persentase status kegiatan anak di Desa Lingkungpasir
tahun 2016
Jumlah dan persentase responden terhadap kehadiran di sekolah di
Desa Lingkungpasir tahun 2016
Jumlah dan persentase responden dengan kemampuan menerima
pelajaran di sekolah Desa Lingkungpasir tahun 2016
Jumlah dan persentase jenis pekerjaan pekerja anak di Desa
Lingkungpasir tahun 2016
Jumlah dan persentase jam kerja pekerja anak di Desa
Lingkungpasir tahun 2016
Jumlah dan presentase pendapatan pekerja anak di Desa
Lingkungpasir tahun 2016
Jumlah dan persentase jumlah angota rumah tangga (ART)
responden Desa Lingkungpasir tahun 2016
Jumlah dan persentase pendidikan kepala rumah tangga responden
di Desa Lingkungpasir tahun 2016
Jumlah dan persentase jenis pekerjaan kepala rumah tangga
responden di Desa Lingkungpasir tahun 2016
Jumlah dan persentase tingkat pendapatan rumah tangga
responden di Desa Lingkungpasir tahun 2016
Jumlah dan persentase hubungan antara status kegiatan anak yaitu
sebagai pekerja anak dengan pencapaian pendidikan di Desa
Lingkungpasir tahun 2016
Jumlah dan persentase hubungan antara status kegiatan anak yaitu
sebagai pekerja anak dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga
di Desa Lingkungpasir tahun 2016

16
17
18
19
22
22
23
24
25
27
28
29
34
35
37
38
39
41
42
43
45
47

49

24
25

Analisis taraf hidup rumah tangga responden di Desa
Lingkungpasir tahun 2016
Korelasi antara status kegiatan anak sebagai pekerja anak dengan
pencapaian pendidikan dan taraf hidup rumah tangga di Desa
Lingkungpasir tahun 2016

50
50

DAFTAR GAMBAR
1
2

Kerangka Pemikiran
Status kegiatan anak sebagai pekerja anak

11
30

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Peta Desa Lingkungpasir, Kecamatan Cibiuk, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat
Daftar responden
Hasil reduksi data kualitatif berdasarkan topik terkait di Desa
Lingkungpasir
Dokumentasi Penelitian
Contoh raport sekolah anak-anak di Desa Lingkungpasir
Olahan data menggunakan SPSS

57
58
59
61
64
65

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pekerja anak adalah masalah sosial yang telah menjadi isu dan agenda
global bangsa-bangsa di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Pada tahun (2009) data
Organisasi Buruh Internasional (ILO) menunjukan, jumlah pekerja anak di dunia
mencapai sekitar 200 juta jiwa. Dari jumlah itu, 75% berada di Afrika, 7% di
Amerika Latin, dan 18% di Asia.Di Indonesia, diperkirakan terdapat 2.4 juta
pekerja anak. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 pada BPS (2011)
terdapat 2.7 juta anak berumur 10-15 tahun pada 33 provinsi di Indonesia, meliputi
117.996 jiwa di antaranya merupakan pekerja anak..
Menurut Todaro (2003) Pekerja anak seringkali menjadi masalah serius di
negara-negara berkembang, ketika anak di bawah usia 14 tahun bekerja, waktu
bekerja mereka telah menggantikan waktu mereka untuk belajar di sekolah.
Berkaitan dengan hal tersebut tingkat kesehatan para pekerja anak lebih buruk bila
dibandingkan dengan mereka yang tidak bekerja. Dalam UU Nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa pekerja anak adalah anak-anak yang
berusia di bawah 18 tahun. Anak-anak boleh dipekerjakan dengan syarat mendapat
izin orang tua dan hanya bekerja maksimal 3 jam sehari.
Basu dan Tzannatos (2003) menyatakan bahwa sudah sangat jelas, rumah
tangga mengirim anak mereka untuk bekerja hanya saat mereka terdorong karena
kondisi mereka terjerat dalam kemiskinan. Menurut BKKBN (2011) terdapat enam
indikator sebuah keluarga atau rumah tangga dikatakan sejahtera, salah satunya
adalah anak dalam keluarga yang berusia 7-15 tahun diwajibkan untuk bersekolah.
Anak-anak yang merupakan masa depan bangsa menyebabkan Indonesia tidak akan
maju jika anak-anak Indonesia tidak memperoleh haknya untuk mendapatkan
pendidikan yang layak Pendidikan akan menyiapkan sumber daya manusia untuk
membangun Indonesia menuju masa depan yang lebih baik.
Pendidikan merupakan salah satu upaya yang dengan sengaja
diselenggarakan untuk membantu perkembangan kepribadian dan kemampuan
setiap anak agar kelak dapat meningkatkan kualitas kesejahteraan hidupnya di masa
yang akan datang. Di satu sisi terdapat pertentangan mengenai keharusan anak
bekerja untuk memperoleh kesejahteraan karena kondisi ekonomi keluarganya
dengan hak seorang anak untuk mengenyam pendidikan yang layak dan hanya
fokus pada pendidikan demi masa depannya, namun ternyata sebanyak 81,8%
pekerja anak juga bersekolah. Realitas menunjukkan bahwa kemiskinan orangtua
membuat anak kehilangan kesempatan dan hak untuk memperoleh pendidikan.
Salah satu fenomena pekerja anak ditemukan di Desa Lingkungpasir.
Terdapat anak-anak usia sekolah yang bekerja membantu orang tua hingga anakanak tersebut mengorbankan waktu sekolah dan bermain. Hal ini dibuktikan saat
anak-anak tersebut bekerja membantu orang tua, dalam satu hari penuh mereka
hanya akan bekerja dan tidak pergi ke sekolah. Oleh karena itu peneliti tertarik
untuk mengetahui bagaimana hubungan status anak sebagai pekerja anak dengan
pencapaian pendidikan dan tingkat kesejahteraan rumah tangga di Desa
Lingkungpasir Kecamatan Cibiuk Kabupaten Garut.

2

Perumusan Masalah
Pada penelitian sebelumnya Usman dan Nachrowi (2004) mengatakan
bahwa anak-anak terjun ke dunia kerja dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal adalah segala sesuatu yang terdapat dalam diri, sedangkan
faktor eksternal merupakan hal-hal di luar diri anak yang menarik anak untuk
bekerja. Keputusan seorang anak untuk bekerja terkait erat dengan status ekonomi
keluarga. Pada penelitian sebelumnya, Nandi (2006) mengatakan bahwa
kemiskinan merupakan akar permasalahan dari persoalan pekerja anak, namun
kemiskinan bukan satu-satunya alasan dari munculnya pekerja anak. Status pekerja
anak itu sendiri juga mencegah anak-anak dari memperoleh keterampilan dan
pendidikan yang mereka butuhkan untuk masa depan yang lebih baik. Secara tidak
langsung, kondisi seperti inilah yang akan melanggengkan rantai kemiskinan itu
sendiri. Dalam penelitian ini, dapat dirumuskan masalahnya adalah bagaimana
karakteristik sosial ekonomi pekerja anak di desa?
Pada penelitian sebelumnya Guarcello, Lyon, dan Rosati (2008)
menyatakan bahwa status kegiatan anak sebagai pekerja anak dipandang merugikan
kemampuan anak untuk masuk dan bertahan dalam sekolah, dan membuat anakanak sulit untuk memperoleh manfaat pendidikan dari kegiatan belajar mengajar di
sekolah. Kegiatan anak-anak yang bekerja sekaligus bersekolah mempengaruhi
persentase kehadiran anak di sekolah. Menurut Chandra (2014) kendala utama bagi
pendidikan semua anak adalah status sebagai pekerja anak. Bekerja penuh waktu
membuat anak-anak tidak dapat mengembangkan proses berpikir yang lebih baik.
Kesehatan dan keselamatan anak juga rentan saat berada di tempat kerja, juga
kondisi emosional anak yang tidak baik karena seringkali mendapat perlakuan
buruk saat bekerja. Dalam penelitian ini selanjutnya dapat dirumuskan masalah
yaitu bagaimana hubungan status kegiatan anak (pekerja anak dan anak yang
hanya bersekolah) dengan pencapaian pendidikan?
Pada penelitian sebelumnya Nandi (2006) menyatakan bahwa keluarga
miskin terpaksa mengerahkan sumber daya keluarga untuk secara kolektif
memenuhi kebutuhan hidup. Kondisi demikian mendorong anak-anak yang belum
mencapai usia untuk bekerja, terpaksa harus bekerja. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa anak-anak yang bekerja ternyata bukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri,
melainkan justru untuk membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Salah
satu indikator tingkat kesejahteraan rumah tangga menurut BKKBN (2011) adalah
semua anak usia 7-15 tahun dalam keluarga harus mengenyam pendidikan dan tidak
memiliki status lain yang dapat mengganggu pendidikannya sehingga anak tidak
sejahtera, sehingga dapat dirumuskan masalahnya adalah bagaimana pengaruh
upah pekerja anak terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga pekerja anak?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahanpermasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya yaitu:
1. Menganalisis karakteristik sosial ekonomi pekerja anak di desa
2. Menganalisis hubungan status anak sebagai pekerja anak dan anak yang hanya
bersekolah dilihat dari capaian pendidikan

3

3. Menganalisis pengaruh upah pekerja anak terhadap tingkat kesejahteraan
rumah tangga pekerja anak
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pihak
yang berminat maupun pihak yang terkait dengan masalah pekerja anak di suatu
wilayah. Secara spesifik penelitian ini memiliki manfaat dan dapat digunakan oleh
berbagai pihak di antaranya sebagai berikut:
1. Bagi akademisi
Penelitian ini dapat dijadikan salah satu sumber informasi mengenai hubungan
pekerja anak dengan pencapaian pendidikan dan tingkat kesejahteraan rumah
tangga, serta menjadi referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Selain itu,
diharapkan pula dapat menambah khasanah dalam kajian ilmu pengetahuan
kependudukan, khususnya pada fokus perhatian peningkatan kualitas pendidikan
dan kesejahteraan pekerja anak di pedesaan.
2. Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat
mengenai pentingnya pendidikan bagi masyarakat desa khususnya pekerja anak
mengingat pembangunan suatu daerah dilihat dari kualitas sumber
dayamanusianya.

4

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Pekerja Anak
Tiga teori yang melatarbelakangi keberadaan pekerja anak menurut Irwanto (1995)
pertama, teori budaya. Menurut teori tersebut bahwa dalam budaya tertentu anak memang
diharapkan menimba pengalaman bekerja dari orang dewasa sejak usia muda. Kedua, teori
kemiskinan, faktor mendasar terjadinya fenomena anak bekerja adalah kemiskinan.
Kemiskinan itulah yang harus menjadi sasaran intervensi bahwa keadaan ini memang tidak
dapat dipungkiri. Penghasilan orang tua dari anak yang bekerja sangat minim dan banyak
di antaranya merupakan orang tua tunggal yang kepala keluarganya wanita. Ketiga, teori
ekonomi, teori ini menyatakan bahwa perhitungan ekonomis rasional merupakan motivasi
yang utama yang melatarbelakangi persoalan pekerja anak. Pertimbangan akan tingginya
ongkos karena peluang yang hilang untuk memperoleh penghasilan karena terus untuk
menyekolahkan anak merupakan faktor pendorong utama.
Definisi
Menurut Subri (2003) menyatakan bahwa pekerja anak adalah anak-anak yang
melakukan pekerjaan secara rutin untuk orang tuanya atau untuk orang lain, dengan
membutuhkan sejumlah besar waktu dengan menerima imbalan maupun tidak.
Dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa
pekerja anak adalah anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun. Anak-anak boleh
dipekerjakan dengan syarat mendapat izin orang tua dan hanya bekerja maksimal 3 jam
sehari.
Faktor Bekerja Anak
Menurut Rizkiantoi R, Muflikhati I, Hermawati N (2013) motivasi anak terjun ke
dunia kerja dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah segala
sesuatu yang terdapat dalam diri, sedangkan faktor eksternal merupakan hal-hal di luar
yang menarik anak untuk bekerja. Keputusan seorang anak untuk bekerja terkait erat
dengan status ekonomi keluarga menurut Usman dan Nachrowi (2004).
Kemiskinan memainkan peran utama dalam munculnya pekerjaan anak. Rumah
tangga yang tergolong menengah ke bawah akan sangat mungkin untuk mengirim anaknya
bekerja demi membantu ekonomi keluarga. Menurut Ben (1994) pendapatan penghasilan
yang sangat rendah mengartikan bahwa semua anggota keluarga termasuk anak-anak harus
berpartisipasi dalam pemenuhan kebutuhan keluarga agar dapat bertahan hidup.
Kemiskinan rumah tangga ini dapat dilihat melalui tingkat kesejahteraan rumah tangga
tersebut yang dapat diamati melalui pengeluaran atau pendapatan per kapita rumah tangga
tersebut.
Menurut Priyambada (2002) walaupun kemiskinan adalah faktor yang penting
dalam mempengaruhi keputusan keluarga akan timbulnya pekerja anak, itu bukanlah faktor
tunggal, faktor lainnya adalah akses pendidikan. Alternatif bila anak tidak bekerja adalah
sekolah, namun jika orangtua tidak mampu membayar biaya pendidikan (termasuk
transportasi ke sekolah, uang jajan, uang buku, dll), anak-anak tidak dapat bersekolah dan
harus bekerja untuk keluarga atau untuk orang lain, selanjutnya adalah norma dan sikap
sosial.
Stigma masyarakat mengenai pekerja anak berbeda di tiap masyarakat. Masyarakat
yang memiliki stigma rendah, orangtua tidak akan terpengaruh oleh tekanan tetangga untuk
menyekolahkan anak-anak mereka dan mereka tetap akan mempekerjakan anak-anaknya.

6

Faktor berikutnya adalah permintaan dari rumah tangga, pertanian keluarga atau usaha
keluarga. Banyak anak-anak yang bekerja untuk orangtua mereka, jika anak-anak
melakukan pekerjaan rumah tangga, maka orangtua mereka bisa bekerja di tempat lain
untuk menambah penghasilan. Faktor terakhir adalah permintaan dari usaha-usaha lain.
Anak-anak adalah tenaga kerja yang murah dan banyak jumlahnya sehingga banyak usahausaha kecil yang suka mempekerjakan pekerja anak. Pekerja anak juga lebih mudah diatur
karena mereka lebih tidak mampu untuk mempertahankan hak dan kepentingan mereka
dibandingkan orang dewasa.
Menurut pendapat Suyanto yang dikutip oleh Endrawati (2013) menunjukan bahwa
selain tekanan kemiskinan, masih terdapat faktor-faktor lain yang mendorong anak-anak di
pedesaan cenderung atau terpaksa terlibat dalam kegiatan produktif bekerja, yaitu faktor
kultur atau budaya masyarakat atau juga disebut sebagai faktor tradisi, yang memandang
bahwa anak-anak yang sejak dini terbiasa bekerja, merupakan bagian dari proses sosialisasi
untuk melatih anak mandiri dan merupakan bentuk darma bakti anak kepada orang tua.
Kemungkinan anak yang bekerja juga sebagai bentuk pelarian dari beban pekerjaan di
rumah yang acapkali dipandang menjenuhkan, disamping mereka juga ingin merasakan
suasana yang lain seperti layaknya teman-temannya yang sudah bekerja di luar rumah
terlebih dahulu atas kemauan sendiri.
Dampak Pekerja Anak
Menurut Avianti dan Sihaloho (2013) anak-anak yang bekerja di industri kecil
berperan dalam menyumbangkan pendapatan kepada keluarganya baik secara langsung
maupun tidak langsung. Dengan bekerjanya seorang anak dalam keluarga, maka akan
mengurangi jumlah tanggungan keluarga tersebut. Namun di sisi lain bekerjanya seorang
anak juga berdampak pada tidak terpenuhinya hak mereka untuk mendapatkan pendidikan
yang layak serta hak-hak lain yang mestinya diperoleh anak-anak seusia mereka.
Menurut ILO (2009) anak yang telah memutuskan untuk terjun ke dunia kerja akan
memiliki motivasi yang rendah untuk melanjutkan sekolah. Anak yang ikut bekerja
memiliki peluang yang besar untuk juga berdampak pada kegagalan dan belajar dalam
waktu yang sama juga akan berdampak pada prestasi yang rendah. Irwanto (1995)
menyatakan bahwa keterlibatan anak dalam aktivitas ekonomi secara penuh didasarkan
pada trade of yang optimal. Anak-anak harus terpaksa meninggalkan bangku sekolah,
untuk bekerja penuh dalam rangka ikut meningkatkan pendapatan keluarga yang umumnya
sangat marginal. Bertambahnya anggota keluarga yang mencari nafkah, maka pendapatan
per kapita keluarga diharapkan naik meskipun anak harus meninggalkan bangku sekolah.
Kondisi Pekerja Anak di Indonesia
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 pada BPS (2011) terdapat 2.7 juta
anak berumur 10 -15 tahun pada 33 provinsi di Indonesia, meliputi 117.996 jiwa termasuk
pekerja anak. Menurut tingkat laju pertumbuhan penduduk, Provinsi Banten merupakan
Provinsi yang memilki laju pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 2.97%.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal
6 menyatakan bahwa wajib belajar diselenggarakan pada usia 7 sampai 15 tahun, hal ini
tentu bertentangan dengan terjadinya pekerja anak di Indonesia. Perkembangan pekerja
anak tahun 2002-2003 dapat dilihat berdasarkan hasil Survey Angkatan Kerja Nasional
yang diuraikan di bawah ini. Pada tahun 2002 terdapat 842.228 orang yang bekerja,
menurun menjadi sebesar 566.526 pada tahun 2003. Pekerja anak di perdesaan lebih
banyak dibandingkan di perkotaan.

7

Pekerja Anak dan Pendidikan
Anak-anak merupakan masa depan bangsa, Indonesia tidak akan maju jika anakanak Indonesia tidak memperoleh haknya untuk mendapatkan pendidikan yang layak
karena pendidikan akan menyiapkan sumber daya manusia untuk membangun Indonesia
menuju masa depan yang lebih baik. Pembangunan di Indonesia tidak akan berjalan dengan
sukses tanpa disertai dengan pembangunan di bidang pendidikan. Menurut Guarcello et al.
(2008) pekerja anak dipandang merugikan kemampuan anak untuk masuk dan bertahan
dalam sekolah, dan membuat anak-anak sulit untuk memperoleh manfaat pendidikan dari
kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kegiatan anak-anak yang bekerja sekaligus
bersekolah mempengaruhi presentase kehadiran anak di sekolah.
Menurut Fitdiarini dan Sugiharti (2008) Pekerja anak membawa pada suatu kondisi
dilematis, yaitu di satu pihak mereka sebagai generasi penerus bangsa yang harus
dipersiapkan sejak dini sebagai modal pembangunan, di pihak lain mereka terpaksa harus
bekerja atau memilih untuk bekerja karena kondisi ekonomi keluarganya dan yang nantinya
akan mempengaruhi perkembangan anak-anak tersebut, dapat menyebabkan mereka putus
sekolah, atau menyebabkan proses belajar di sekolah menjadi tidak efektif. Rendahnya
tingkat pendidikan pekerja anak disebabkan lantaran kurangnya kesadaran dari para
orangtua terhadap pentingnya arti pendidikan bagi anak. Anak-anak kurang dimotivasi
untuk bersekolah sehingga mereka malas untuk bersekolah ataupun melanjutkan sekolah
setelah lulus. Faktor lain yang menjadi alasan rendahnya pendidikan pekerja anak adalah
adanya anggapan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi tidak menjamin bagi seseorang
untuk mendapatkan pekerjaan yang layak serta uang yang banyak. Alasan lain yang
menyebabkan rendahnya pendidikan pekerja anak adalah faktor biaya, orangtua
berpenghasilan rendah sehingga kurang mampu untuk membiayai anak-anak mereka ke
jenjang yang lebih tinggi.
Menurut Putri (2015) berawal dari pendidikan orang tua yang rendah, adanya
keterbatasan ekonomi dan tradisi, maka banyak orang tua mengambil jalan pintas agar
anaknya berhenti sekolah dan lebih baik bekerja dengan alasan wanita tidak perlu sekolah
tinggi-tinggi, biaya pendidikan mahal, dan sekolah tinggi akhirnya hanya menjadi
pengangguran. Tingkat pendidikan yang rendah dan ketidakberdayaan ekonomi, membuat
orang tua cenderung berpikiran sempit terhadap masa depan anaknya sehingga tidak
memperhitungkan manfaat sekolah yang lebih tinggi dapat meningkatkan kesejahteraan
anak di masa datang. Situasi tersebut yang pada akhirnya juga mendorong anak untuk
memilih menjadi pekerja anak.
Hubungan Karakteristik Rumah Tangga Terhadap Pekerja Anak dan Pendidikan
Menurut Putri (2015) variabel pekerjaan kepala rumah tangga dibidang sektor
pertanian berhubungan dengan kecenderungan anak untuk bersekolah. Hal ini
menunjukkan bahwa anak yang kepala rumah tangganya bekerja di sektor pertanian
memiliki probabilitas yang lebih rendah untuk bersekolah daripada anak yang kepala rumah
tangganya bekerja di sektor non pertanian. Variabel sektor pertanian berpengaruh secara
positif dan signifikan terhadap kecenderungan anak untuk bekerja, bersekolah dan bekerja,
tidak bersekolah dan tidak bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang kepala rumah
tangganya bekerja di sektor pertanian memilki probabilitas lebih tinggi untuk bekerja,
bersekolah dan bekerja, tidak bersekolah dan tidak bekerja daripada anak yang kepala
rumah tangganya bekerja di sektor non pertanian
Variabel pekerjaan kepala rumah tangga yaitu bidang formal berpengaruh secara
positif dan signifikan terhadap kecenderungan anak untuk bersekolah. Hal ini menunjukkan

8

bahwa anak yang kepala rumah tangganya bekerja di bidang formal memilki probabilitas
lebih tinggi untuk bersekolah dibandingkan dengan anak yang kepala rumah tangganya
bekerja di bidang informal. Bekerja di bidang formal umumnya lebih baik dibandingkan
dengan bekerja di bidang informal karena para kepala rumah tangga yang bekerja di sektor
formal biasanya dapat mencukupi kehidupan keluarganya sehingga tidak perlu menyuruh
anaknya untuk bekerja.
Variabel pendidikan kepala rumah tangga baik lulusan SMP, lulusan SMA, serta
lulusan Perguruan Tinggi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
kecenderungan anak untuk bersekolah. Semakin tinggi pendidikan kepala rumah tangga,
maka akan cenderung untuk mendorong anaknya memiliki pendidikan yang tinggi juga,
karena pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin baik pula
pekerjaan yang didapatkan. Kepala rumah tangga dari anak yang memiliki pekerjaan yang
baik atau dapat dikatakan sebagai keluarga yang mapan tidak perlu menyuruh anaknya
untuk bekerja.
Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga
BPS (2011) menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic
needs approach) agar sebuah keluarga dapat dikatakan sejahtera. Dengan pendekatan ini,
kurangnya kesejahteraan rumah tangga yang digambarkan sebagai kemiskinan dipandang
sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan.
Keluarga yang sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas
perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak,
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan
seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan (UndangUndang Republik Indonesia Nomor 52 tahun 2009 dalam BKKBN 2011).
Menurut BKKBN (2011) terdapat enam indikator tahapan Keluarga Sejahtera I (KS
I) atau indikator”kebutuhan dasar keluarga” (basic needs), dari 21 indikator keluarga
sejahtera yaitu:
1. Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih.
Pengertian makan adalah makan menurut pengertian dan kebiasaan masyarakat
setempat, seperti makan nasi bagi mereka yang biasa makan nasi sebagai makanan
pokoknya (staple food), atau seperti makan sagu bagi mereka yang biasa makan sagu
dan sebagainya.
2. Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan
bepergian.
Pengertian pakaian yang berbeda adalah pemilikan pakaian yang tidak hanya satu
pasang, sehingga tidak terpaksa harus memakai pakaian yang sama dalam kegiatan
hidup yang berbeda beda. Misalnya pakaian untuk di rumah (untuk tidur atau
beristirahat di rumah) lain dengan pakaian untuk ke sekolah atau untuk bekerja (ke
sawah, ke kantor, berjualan dan sebagainya) dan lain pula dengan pakaian untuk
bepergian (seperti menghadiri undangan perkawinan, piknik, ke rumah ibadah dan
sebagainya).
3. Rumah yang di tempati keluarga mempunyai atap, lantai dan dinding yang baik.
Pengertian Rumah yang di tempati keluarga ini adalah keadaan rumah tinggal keluarga
mempunyai atap, lantai dan dinding dalam kondisi yang layak dihuni, baik dari segi
perlindungan maupun dari segi kesehatan.
4. Bila ada anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan.
Pengertian sarana kesehatan adalah sarana kesehatan modern, seperti Rumah Sakit,
Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Balai Pengobatan, Apotek, Posyandu, Poliklinik,
Bidan Desa dan sebagainya, yang memberikan obat obatan yang diproduksi secara

9

modern dan telah mendapat izin peredaran dari instansi yang berwenang (Departemen
Kesehatan/Badan POM).
5. Bila pasangan usia subur ingin ber KB pergi ke sarana pelayanan kontrasepsi.
Pengertian Sarana Pelayanan Kontrasepsi adalah sarana atau tempat pelayanan KB,
seperti Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Balai Pengobatan, Apotek,
Posyandu, Poliklinik, Dokter Swasta, Bidan Desa dan sebagainya, yang memberikan
pelayanan KB dengan alat kontrasepsi modern, seperti IUD, MOW, MOP, Kondom,
Implan, Suntikan dan Pil, kepada pasangan usia subur yang membutuhkan (hanya
untuk keluarga yang berstatus Pasangan Usia Subur).
6. Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah.
Pengertian Semua anak umur 7-15 tahun adalah semua anak 7-15 tahun dari keluarga
(jika keluarga mempunyai anak 7-15 tahun), yang harus mengikuti wajib belajar 9
tahun. Bersekolah diartikan anak usia 7-15 tahun di keluarga itu terdaftar dan aktif
bersekolah setingkat SD/sederajat SD atau setingkat SLTP/sederajat SLTP.
Kerangka Pemikiran
Status anak sebagai pekerja juga keharusannya untuk mendapatkan pendidikan,
membuat banyaknya anak-anak yang masih bersekolah tetapi juga bekerja demi memenuhi
kebutuhan dirinya dan membantu ekonomi keluarganya. Karakteristik keluarga menjadi
salah satu faktor munculnya pekerja anak.
Pekerjaan, jumlah anggota rumah tangga, pendidikan terakhir orang tua dan tingkat
kesejahteraan rumah tangga berpengaruh terhadap status kegiatan anak yaitu untuk
bersekolah, atau bersekolah sambil bekerja, sehingga terdapat proses sosialisasi yang
terjadi di dalam keluarga yang mendasari cara pandang atau keputusan anak dalam hal
pendidikannya. Pekerja anak (buruh) adalah anak yang bekerja dan mendapatkan upah atas
pekerjaannya, sementara pekerja anak (rumah tangga) adalah anak yang bekerja tetapi tidak
mendapatkan upah (membantu orang tua). Pekerja anak dipandang merugikan dan
mempengaruhi prestasi akademik. Anak-anak yang menggabungkan pekerjaan dan
sekolah, mengakibatkan anak-anak ini meninggalkan sekolah sebelum waktunya untuk
bekerja.
Pendidikan bagi anak-anak tidak terkecuali pekerja anak harus tetap didapatkan
terlepas dari keharusan atau keinginan mereka untuk bekerja. Status kegiatan anak yang
bersekolah maupun anak yang bersekolah sambil bekerja mempengaruhi pencapaian
pendidikan mereka atau bahkan mereka harus sampai putus sekolah. Pekerja anak berasal
dari rumah tangga yang tidak memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Upah yang diperoleh pekerja anak memiliki hubungan terhadap tingkat
kesejahteraan rumah tangga dari pekerja anak. Secara ringkas kerangka analisis disajikan
pada gambar di bawah ini.

10

Karakteristik Rumah Tangga Anak:
a.
b.
c.
d.

Pekerjaan kepala rumah tangga
Pendidikan kepala rumah tangga
Jumlah anggota rumah tangga
Tingkat kesejahteraan rumah tangga

Status Kegiatan Anak

Status Kegiatan Anak

Hanya Bersekolah

Pekerja Anak

Pencapaian Pendidikan Anak
(Guarcello, Lyon, dan Rosati
2008):
a. Rencana pendidikan

Kontribusi Upah
Pekerja Anak bagi
Kesejahteraan Rumah
Tangga

b. Prestasi pendidikan

- Pengeluaran rumah

tangga
- kehadiran di sekolah
- Pendapatan riil

- kemampuan akademik

- Pendapatan total

Keterangan:
Berhubungan

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Dijelaskan secara deskriptif

Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini disajikan sebagai berikut:
1. Diduga pencapaian pendidikan pekerja anak lebih rendah dibandingkan
dengan anak yang hanya bersekolah
2. Diduga upah pekerja anak mempengaruhi tingkat kesejahteraan rumah
tangga pekerja anak.

11

PENDEKATAN LAPANG
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survei yang termasuk ke dalam
penelitian eksplanatori. Penelitian eksplanatori untuk menjelaskan hubungan kausal
antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Pendekatan yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan didukung data kualitatif.
Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan instrumen penelitian
berupa kuesioner, sedangkan data kualitatif diperoleh melalui wawancara
mendalam dengan menggunakan pedoman pertanyaan kepada informan.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Lingkungpasir, Kecamatan Cibiuk,
Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Lokasi tersebut dipilih dengan alasan di
lokasi tersebut terdapat banyak anak-anak usia sekolah yang masih aktif bersekolah
namun juga bekerja. Penelitian dilaksanakan dalam waktu enam bulan dimulai pada
bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2016 dengan kegiatan lapang pada bulan
Maret selama 3 minggu. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi,
kolokium, pengambilan data lapangan, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan
perbaikan laporan penelitian.

Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer didapatkan langsung di lapangan dengan cara survei,
observasi, serta wawancara mendalam yang dilakukan langsung kepada responden
maupun informan. Sementara itu, data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen
tertulis di kantor desa dan kantor kecamatan, BPS Kabupaten Bogor, data pada
Survei Pekerja Anak (SPA) serta buku, internet, jurnal-jurnal penelitian dan laporan
penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini. Selain itu juga termasuk data
monografi dan profil Desa Lingkungpasir.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuisioner dan
pertanyaan terstruktur sebagai pedoman wawancara mendalam. Kuisioner
digunakan untuk mengumpulkan data kuantitatif, sementara data kualitatif
diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam menggunakan panduan
pertanyaan terstruktur. Kuisioner yang digunakan terbagi menjadi empat bagian.
Pertama kuisioner yang menanyakan mengenai karakteristik pekerja anak. Kedua,
mengenai karakteristik rumah tangga dari pekerja anak tersebut. Ketiga, kuisioner
yang menunjukkan mengenai pencapaian pendidikan anak dan Keempat mengenai
tingkat kesejahteraan rumah tangga melalui pengukuran taraf hidup rumah tangga.
Uji kuisioner dilakukan untuk mengetahui apakah pertanyaan dapat ditangkap oleh
responden dan informan.

12

Teknik Penentuan Responden dan Informan
Subjek dalam penelitian ini adalah responden dan informan. Responden
adalah orang yang memberikan informasi mengenai diri mereka sendiri sebagai
sumber data. Populasi dalam penelitian adalah seluruh anak di Desa Lingkungpasir.
Populasi sampelnya adalah anak-anak usia 7-15 tahun yang aktif bersekolah, dan
kerangka samplingnya adalah seluruh anak-anak usia 7-15 tahun yang memiliki
status sebagai pekerja anak dan masih aktif bersekolah di Desa Lingkungpasir,
Kecamatan Cibiuk, Kabupaten Garut. Total responden dalam penelitian ini adalah
50, 30 responden diambil dari anak yang memiliki status sebagai pekerja anak dan
20 responden diambil dari anak-anak yang hanya bersekolah. Unit analisis dalam
penelitian ini adalah individu. Setiap responden diwawancarai dengan
menggunakan kuisioner. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan
program komputer dengan software (perangkat lunak) Microsoft Excel 2013 dan
SPSS.
Pemilihan terhadap informan dilakukan secara sengaja (purposive) dan
jumlah minimalnya tidak ditentukan. Orang-orang yang dijadikan sebagai informan
dalam penelitian ini meliputi rumah tangga tempat anak tersebut tinggal, guru,
teman sekolah, rekan kerja anak, pemilik tempat kerja, serta berberapa masyarakat
desa yang memiliki pengetahuan dan informasi mengenai pekerja anak di Desa
Lingkungpasir.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data hasil dari kuisioner kemudian dianalisis secara kuantitatif. Data
dimasukan ke microsoft excel 2013 kemudian dilakukan pengkodean data. Setelah
pengkodean, selanjutnya data diolah dengan menggunakan software (Statistical
Program for Social Sciences) for Windows versi 2.3 dan Microsoft Exel 2013. Data
kuantitatif tersebut disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi
menggunakan software SPSS. Analisis hubungan dalam penelitian ini
menggunakan uji korelasi Chi Square.
Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian
data, dan verifikasi. Pertama ialah proses reduksi data dimulai dari proses
pemilihan, penyederhanaan, abstraksi, hingga transformasi data hasil wawancara
mendalam, observasi, dan studi dokumen. Tujuan dari reduksi data ini ialah untuk
mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak
perlu. Kedua ialah penyajian data dengan menyusun segala informasi dan data yang
diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam sebuah
laporan. Verifikasi adalah langkah terakhir yang merupakan penarikan kesimpulan
dari hasil yang telah diolah pada tahap reduksi.
Dalam melakukan pengolahan data, berikut penjelasan bagaimana data
pengolahan dan analisis data pada penelitian ini dilakukan:
1. Karakteristik Individu dan Rumah Tangga
a. Golongan umur: Penggolongan umur menggunakan standar deviasi yang
digolongkan menurut golongan umur rendah, sedang, dan tinggi. Setiap
golongan akan dimasukkan kedalam kelompok sebagai penanda. Golongan

13

usia rendah adalah responden dengan usia 3 jam.
f. Jumlah anggota rumah tangga: Jumlah anggota rumah tangga digolongkan
menjadi 3 golongan yaitu rendah, sedang dan tinggi diukur menggunakan
standar deviasi dari hasil dan rata-rata yang didapatkan dari penelitian ini.
2. Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan diolah dengan menggunakan data pemasukkan dan
pengeluaran rumah tangga responden. Namun dalam penelitian ini yang
digunakan adalah data pengeluaran. Tingkat pengeluaran ini ditentukan
berdasarkan rumus yang menggunakan standar deviasi dan juga rata-rata dari
pengeluaran responden dan pengeluaran rumah tangga dalam penelitian ini.
Rumus telah terlampir dalam definisi operasional.
3. Tingkat Capaian Pendidikan Anak
Pada tingkat capaian pendidikan anak, ada dua komponen yang dilihat yaitu
rencana pendidikan dan prestasi pendidikan. Prestasi pendidikan meliputi
kehadiran di sekolah, dan performa pendidikan. Semua komponen akan
dianalisis menggunakan kuesioner. Dalam kuesioner akan diajukan beberapa
pertanyaan dan pilihan jawaban. Jumlah skoring sudah tertera pada definisi
operasional.
4. Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga
Pada tingkat kesejahteraan rumah tangga, terdapat dua komponen yang dilihat
yaitu kelompok pengeluaran dan kondisi perumahan dan lingkungan.
Kelompok pengeluaran digolongkan menjadi tiga golongan menurut standar
deviasi yaitu rendah, sedang dan tinggi. Rumus dan jumlah skoring sudah
tertera pada definisi operasional. Perumahan dan lingkungan juga digolongkan
menjadi tiga golongan yaitu kondisi kurang baik, sedang, dan baik. Komponen
tersebut diukur dari sejumlah pertanyaan dengan skor yang sudah tertera pada
definisi operasional.

14

Definisi Operasional
1. Karakteristik rumah tangga, yaitu ciri khas yang dimiliki oleh masingmasing keluarga
Tabel 1 Peubah dan indikator anggota rumah tangga
Indikator

Jenis
Kelamin

Tingkat
Pendidikan
Kepala
Rumah
Tangga

Jenis
Pekerjaan

Definisi

Perbedaan fungsi, bentuk, dan
sifat biologi dalam upaya
meneruskan garis keturunan
Tingkat pendidikan adalah
tahapan pendidikan yang
ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik.
Jenjang pendidikan formal
terdiri dari pendidikan dasar,
pendidikan
menengah,
pendidikan tinggi

Bidang pekerjaan kepala
keluarga

Jumlah pendapatan rumah
tangga selama sebulan dengan
satuan rupiah. Rata-rata hasil
(X) kerja berupa uang yang
diperoleh per bulan. Tingkat
pendapatan diukur sesuai data
Tingkat
Pendapatan di lapangan / emik
Pendapatan diukur melalui
kelompok pengeluaran karena
jumlah pengeluaran akan
menggambarkan dengan lebih
jelas mengenai keperluan

Definisi
Operasional

Skala
Pengukuran

1. Laki-laki
2. Perempuan

Nominal

1. Rendah ≤ SD
2. Sedang = SMP
3. Tinggi = ≥
SMA

Ordinal

1. Petani
 Lahan milik
sendiri
 Lahan milik
keluarga
2. Buruh tani
3. Pegawai Swasta Nominal
4. Wirausaha
5. Ibu rumah
tangga
6. Lainnya
 Pensiun
 PRT
1. Rendah, jika
pendapatan ≤ x½ std
2. Sedang, jika
pendapatan x- ½
std < x < x + ½
std
3. Tinggi, jika
pendapatan ≥ x +
½ std

Ordinal

15

kebutuhan sehari-hari suatu
rumah tangga

Jumlah
anggota
rumah
tangga

Jumlah semua anggota rumah
tangga yang masih hidup
yang dimiliki oleh rumah
tangga

1. Rendah, jika
pendapatan ≤ x½ std
2. Sedang, jika
pendapatan x- ½
std < x < x + ½
std
3. Tinggi, jika
pendapatan ≥ x +
½ std

Ordinal

2. Karakteristik pekerja anak, ciri khas dari anak yang memiliki status sebagai
pekerja anak.

Tabel 2 Peubah dan indikator karakteristik pekerja anak
Indikator

Definisi

Definisi
Operasional

1. Rendah, jika
umur ≤ x- ½ std
Lama waktu hidup pekerja 2. Sedang, jika
anak (dalam tahun) semenjak umur x- ½ std <
Golongan
dilahirkan sampai ulang tahun x < x + ½ std
Umur
terakhir
3. Tinggi, jika
umur ≥ x + ½
std
Perbedaan fungsi, bentuk, dan
1. laki-laki
Jenis
sifat biologi dalam upaya
2. Perempuan
Kelamin
meneruskan garis keturunan
Status yang membedakan anak 1. Pekerja anak
Status
dilihat dari kegiatannya sehari- 2. Hanya
Kegiatan
hari
bersekolah
Anak
Tingkat pendidikan menurut
UU Republik Indonesia No. 20
tahun 2003 tingkat pendidikan
atau sering disebut jenjang
1. SD
pendidikan adalah tahapan
Tingkat
2. SMP
Pendidikan pendidikan yang ditetapkan
berdasarkan
tingkat
perkembangan peserta didik.
Jenjang pendidikan formal
terdiri dari pendidikan dasar,

Skala
Pengukuran

Ordinal

Nominal

Nominal

Ordinal

16

pendidikan
menengah,
pendidikan tinggi
Waktu yang dicurahkan dalam
kurun waktu tertentu untuk
bekerja
1. rendah ≤ 3 jam
Ordinal
Jam kerja
(Mengacu pada UU No.13
2. tinggi > 3 jam
Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan)
Jenis pekerjaan yang
1. Buruh pabrik
dilakukan, termasuk ringan
2. Buruh tani
Jenis
atau berat dan memerlukan
3. Pedagang
Nominal
Pekerjaan
keterampilan khusus atau
asongan
tidak
1. Pencapaian Pendidikan Anak
Pencapaian pendidikan anak adalah proses belajar secara formal yang di
tempuh melalui sekolah yang memungkinkan anak mengembankan dirinya.
Pendidikan anak terdiri dari rencana pendidikan dan prestasi pendidikan
(kehadiran di sekolah dan kemampuan akademik) yang meliputi:
Tabel 3 Peubah dan indikator pencapaian pendidikan anak
Indikator

Definisi

Rencana
Pendidikan

Peran penting pada tahap
awal proses manajemen
pendidikan, yang dijadikan
sebagai
panduan
bagi
pelaksanaan, pengendalian,
dan
pengawasan
penyelenggaraan pendidikan
(Somantri 2014)
Diukur
dari
sejumlah
1
pertanyaan
dengan skor
tertinggi 2 untuk masingmasing pertanyaan, dan skor
tertinggi 3 untuk pertanyaan
yang memiliki 3 opsi pilihan
sehingga
diperoleh
penggolongan sebagai berikut

Prestasi
Pendidikan

1. Prestasi
Keunggulan anak dalam pendidikan anak
pendidikan
formal
dan rendah (jumlah
pengembangan dirinya.
skor 2-9)
2. prestasi
pendidikan anak

Terlampir pada kuesioner.

1

Definisi
Operasional

1. Rencana
pendidikan
rendah (jumlah
skor 3-6)
2. Rencana
pendidikan
sedang (jumlah
skor 7-12)
3. Rencana
pendidikan tinggi
(jumlah skor 1319)

Skala
Pengukuran

Ordinal

Ordinal

17

Indikator

Definisi

Diukur
dari
sejumlah
2
pertanyaan
dengan skor
tertinggi 3 untuk masingmasing pertanyaan, juga
mengacu pada lampiran
raport anak dan keterangan
dari guru sehingga diperoleh
penggolongan sebagai berikut

Definisi
Operasional

Skala
Pengukuran

sedang (jumlah
skor 10-17)
3. Prestasi
pendidikan anak
tinggi (jumlah
skor 18-25)

Kehadiran
di sekolah

1. kehadiran
Presentase seorang anak hadir
rendah
dan mengikuti pembelajaran
2. kehadiran
di sekolah dari awal hingga
tinggi
akhir jam pelajaran di sekolah

Ordinal

Performa
Pendidikan

1. kemampuan
akademik rendah
Performa seorang anak dalam 2. kemampuan
mengikuti pembelajaran di akademik tinggi
sekolah
Keterangan :
Wawancara
tenaga pendidik

Ordinal

2. Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga
Kondisi terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang
bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan
perawatan kesehatan (Suharto 2003)
Tabel 4 Peubah dan indikator tingkat kesejahteraan rumah tangga melalui
pengukuran skor taraf hidup rumah tangga)
Indikator

Kelompok
Pendapatan

Definisi

Definisi
Operasional

Skala
Pengukuran

1. Rendah, jika
pendapatan ≤
Semua biaya yg dibutuhkan
x- ½ std
RT
dalam
memenuhi
2. Sedang, jika
Ordinal
kebutuhan hidup dalam
pendapatan x- ½
jangka waktu satu bulan
std < x < x + ½
std

Dengan demikian penggolongan taraf hidup dapat dirumuskan menjadi:
2

Terlampir pada kuesioner

18

3. Tinggi, jika
pendapatan ≥ x
+ ½ std
Pendapatan
Riil

Pendapatan
Total

Kontribusi
upah pekerja
anak

Perumahan
dan
Lingkungan

Pendapatan yang diperoleh
rumah
tangga
diluar
Numerik
pendapatan pekerja anak
selama satu bulan
Pendapatan yang diperoleh
rumah
tangga
setelah
ditambahkan
oleh Numerik
pendapatan pekerja anak
selama satu bulan
Dibagi menjadi
3 golongan
1. Rendah, jika
umur ≤ x- ½ std
Pendapatan total dikurangi 2. Sedang, jika
Ordinal
pendapatan riil
umur x- ½ std <
x < x + ½ std
3. Tinggi, jika
umur ≥ x + ½
std
1. Kondisi
perumahan dan
Kondisi pemukiman dan lingkungan
lingkungan yang dilengkapi kurang baik
dengan
sarana
dan (jumlah skor 2prasarana sebagai hasil 10)
upaya pemenuhan rumah 2. Kondisi
perumahan dan
yang layak huni
lingkungan
Ordinal
Diukur
dari
sejumlah sedang (jumlah
pertanyaan3 dengan skor skor 11-19)
tertinggi 3 untuk masing- 3. Kondisi
masing
pertanyaan, perumahan dan
sehingga
diperoleh lingkungan baik
penggolongan
sebagai (jumlah skor 20berikut
29)

taraf hidup rendah jika skor 2-10, taraf hidup menengah 11-19, dan taraf hidup
tinggi 20-29 sesuai dengan jmlah akumulasi skoring yang didapat pada kuesioner.

3

Terlampir pada kuesioner

19

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Sejarah Desa
Menurut data monografi tahun 2015, Desa Lingkungpasir adalah salah satu
desa yang berada di Kecamatan Cibiuk Kabupaten Garut. Desa Lingkungpasir yang
merupakan desa pemekaran dari Desa Majasari, yang berdiri sekitar 12 Februari
1979. Kecamatan Cibiuk sendiri merupakan pemekaran dari Kecamatan
Kadungora. Sebelum menjadi kecamatan, Cibiuk merupakan kamantren yang
mewilayahi lima desa meliputi Desa Cipareuan, Desa Cibiuk Kidul, Desa Cibiuk
Kaler, Desa Majasari, dan Desa Lingkungpasir. Kecamatan Cibiuk resmi menjadi
kecamatan sekitar tahun 1992.
Sejarah pemberian nama Desa Lingkungpasir diusulkan oleh para tokoh
masyarakat saat musyawarah. Nama lingkungpasir dipilih dengan alasan wilayah
desa pemekaran ini secara geografis terdiri dari banyak pasir-pasir atau “dilingkung
ku pasir-pasir”. Pasir-pasir yang ada di antaranya adalah pasir Naggoh, pasir
Tanggulun, pasir Rancak, pasir Terong, pasir Monggor, pasir Kukun, pasir Biung,
pasir Panglay. Pasir itu sendiri berarti bukit dalam bahasa sunda. Desa
Lingkungpasir secara geografis dikelilingi oleh bukit-bukit, maka namanya menjadi
Desa Lingkungpasir.
Kondisi geografis
Desa Lingkungpasir adalah salah satu desa yang berada di wilayah
Kecamatan Cibiuk K