Hubungan Modal Sosial Dengan Kesejahteraan Ekonomi Rumah Tangga Petani

HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN KESEJAHTERAAN
EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI

NURUL FAUZIAH

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Modal
Sosial dengan Kesejahteraan Ekonomi Rumah Tangga Petani adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2015

Nurul Fauziah
NIM I34110094

ii

iii

ABSTRAK
NURUL FAUZIAH. Hubungan Modal Sosial dengan Kesejahteraan Ekonomi
Rumah Tangga Petani. Dibimbing oleh Dr SOFYAN SJAF, MSi
Moda produksi yang pemerintah fokuskan dalam meningkatkan kesejahteraan
petani tetap saja tidak membuat petani terbebas dari belenggu kemiskinan.
Berbagai modal sosial yang ada di masyarakat disinyalir mampu memberikan

kontribusi kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat. Tipologi modal sosial yang
berada pada masyarakat yaitu bounding, bridging dan linking dapat ditentukan
melalui tingginya tingkat unsur-unsur modal sosial. Kesejahteraan dapat dilihat
melalui dua pendekatan, yakni: (1) kesejahteraan diukur dengan pendekatan
objektif dan (2) kesejahteraan diukur dengan pendekatan subjektif. Tujuan dari
penelitian ini adalah: (1) menganalisis sejauh mana hubungan modal sosial
dengan kesejahteraan objektif dan subjektif rumah tangga petani, (2) menganalisis
tingkat modal sosial rumah tangga petani, (3) menganalisis hubungan tipe modal
sosial dengan kesejahteraan ekonomi objektif rumah tangga petani dan (4)
menganalisis hubungan tipe modal sosial dengan kesejahteraan ekonomi subjektif
rumah tangga petani. Penelitian ini akan dilakukan dengan metode kuantitatif
melalui pendekatan survei. Teknik penentuan sampel dalam rancangan penelitian
ini adalah teknik simple random sampling. Pengolahan data menggunakan uji
statistik Rank Spearman untuk melihat hubungan variabel. Hasil penelitian yang
diperoleh menunjukkan bahwa tingkat modal sosial berada pada kategori sedang.
Hasil uji statistik menunjukkan tipe modal sosial yang berhubungan dengan
kesejahteraan objektif adalah social bounding dan social bridging, sedangkan tipe
modal sosial yang berhubungan dengan kesejahteraan subjektif adalah social
bridging. Selain itu hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara modal sosial rumah tangga petani dengan kesejahteraan ekonomi

objektif dan subjektif.
Kata kunci: modal sosial, kesejahteraan, petani

ABSTRACT
NURUL FAUZIAH. The Correlation of Social Capital in Economic Welfare of
Farmer Households. Supervised by Dr SOFYAN SJAF, MSi
Mode of production that government focusing for improve the farmers welfare
still can not make the farmers freed from the shackles the poverty. Various social
capital in the community was allegedly able to contribute to the economic welfare
of society. Typology of social capital in communities are bounding, bridging and
linking can be determined by the high levels of the elements of social capital.
Welfare can be measured through two approaches, namely: (1) welfare that
measured by an objective approach and (2) welfare that measured by subjective
approach. The aim of this study are: (1) analyzing the correlation of social capital
with the objective and subjective welfare of farm households, (2) analyzing the

iv

level social capital stock of farmers household, (3) analyzing the correlation
between the type of social capital with the objective and subjective economic

welfare of farmers households. This study conducted by quantitative survey
approach with simple random sampling technique. Data processing used the
Rank-Spearman test to see the correlation of variables. The results obtained
showed that level of social capital stock on the middle category. Based on the
statistical test results showed the typology of social capital that have correlation
with objective ecomic walfare are social bounding and social bridging meanwhile
the typologi of social capital that have correlation with subjective econimic
walfare is social bridging. There was a correlation between social capital of
farmers household with objective and subjecetive economic welfare.
Key word: social capital, welfare, farmers

v

HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN KESEJAHTERAAN
EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI

NURUL FAUZIAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

vi

vii

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Hubungan Modal Sosial dengan Kesejahteraan Ekonomi
Rumah Tangga Petani
: Nurul Fauziah

: I34110094

Disetujui oleh

Dr Sofyan Sjaf, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

viii

ix

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu wata’ala yang

telah melimpahkan segenap nikmat dan anugerah-Nya sehingga penulis mampu
menyusun skripsi yang berjudul “Hubungan Modal Sosial dengan Kesejahteraan
Ekonomi Rumah Tangga Petani”. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat
kelulusan pada Program Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah
memberikan dukungan dan kontribusi selama proses pembuatan proposal skripsi.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr Sofyan Sjaf, MSi selaku
dosen pembimbing yang telah membimbing, mendukung dan memberikan
masukan selama proses penyusunan skripsi. Selanjutnya penulis sampaikan rasa
hormat dan terima kasih kepada Bapak Hendro Sulistiyono dan Ibu Siti Khodijah
serta keluarga yang telah memberikan dukungan, semangat dan doa kepada
penulis. Tak lupa rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada donatur
beasiswa Angkatan 16 Sosek IPB yang telah memberi dukungan dan materi
selama penulis menempuh pendidikan. Terima kasih kepada seluruh teman-teman
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat dan teman-teman
dalam lingkup Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan dukungan kepada
penulis. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangsih dalam
perkembangan ilmu pengetahuan


Bogor, Juli 2015

Nurul Fauziah

x

xi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xiii

DAFTAR GAMBAR

xv

DAFTAR LAMPIRAN


xv

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Masalah Penelitian

2

Tujuan Penelitian

3

Kegunaan Penelitian


3

PENDEKATAN TEORITIS

5

Tinjauan Pustaka

5

Kerangka Pemikiran

12

Hipotesis Penelitian

15

Definisi Operasional


15

PENDEKATAN LAPANGAN

21

Metode Penelitian

21

Lokasi dan Waktu

21

Teknik Pemilihan Responden dan Informan

21

Teknik Pengumpulan Data

22

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

22

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

25

Kondisi Geografi dan Demografi

25

Kondisi Sosial dan Ekonomi

27

Karakteristik Responden

32

ANALISIS MODAL SOSIAL RUMAH TANGGA PETANI

35

Kondisi Sosial Bounding Rumah Tangga Petani

35

Kondisi Social Bridging Rumah Tangga Petani

39

Kondisi Social Linking Rumah Tangga Petani

44

KESEJAHTERAAN EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI

49

xii

Kesejahteraan Ekonomi Objektif

49

Kesejahteraan Ekonomi Subjektif

53

HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN KESEJAHTERAAN

57

EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI
Hubungan Tipe Modal Sosial dengan Kesejahteraan Ekonomi Objektif

57

dan Subjektif Rumah Tangga Petani
Hubungan Modal Sosial dengan Tingkat Kesejahteraan Ekonomi

62

Objektif dan Subjektif Rumah Tangga Petani
SIMPULAN DAN SARAN

67

Simpulan

67

Saran

68

DAFTAR PUSTAKA

69

LAMPIRAN

71

RIWAYAT HIDUP

83

xiii

DAFTAR TABEL

1

Definisi, peranan dan lingkup analisis modal sosial

6

2

Identifikasi unsur-unsur modal sosial berdasarkan tipologi modal 10
sosial

3

Jumlah dan persentase penduduk Desa Krasak menurut kelompok 27
umur dan jenis kelamin

4

Jumlah dan persentase penduduk Desa Krasak menurut tingkat 28
pendidikan

5

Jumlah dan persentase keluarga pertanian Desa Krasak tahun 2014

29

6

Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan luas penguasaan lahan

30

pertanian
7

Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan

32

8

Jumlah dan persentase responden yang memiliki mata pencaharian 33
lain selain petani

9

Jumlah dan peresentase responden menurut tingkat kepercayaan

36

10 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat ketaatan pada 37
norma sosial
11 Jumlah dan persentase rumah tangga petani menurut tingkat social 38
bounding
12 Jumlah dan persentase responden menurut kuatnya jaringan

40

13 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat solidaritas

41

14 Jumlah dan persentase responden menurut tinggi rendahnya partisipasi 42
dalam organisasi
15 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat social bridging

43

16

44

Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kebergantungan

17 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kepentingan

46

18 Tabel jumlah dan persentase responden menurut tingkat social linking

47

19 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kesejahteraan ekonomi

50

objektif
20 Jumlah dan persentase responden menurut penguasaan lahan pertanian 50

xiv

21 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pengeluaran rumah
tangga petani

52

22 Jumlah dan persentase responden menurut kelengkapan fasilitas

52

23 Jumlah dan persentase responden menurut kesejahteraan ekonomi 53
Subjektif
24 Uji korelasi Rank Spearman tipe modal sosial dengan kesejahteraan
ekonomi objektif

57

25 Uji korelasi Rank Spearman antara modal sosial dengan tingkat
kesejahteraan ekonomi subejktif rumah tangga petani

59

26 Uji korelasi Rank Spearman tipe modal sosial dengan tingkat
pengeluaran rumah tangga

61

27 Uji korelasi Rank Spearman antara modal sosial dengan tingkat
kesejahteraan ekonomi obejktif rumah tangga petani

62

28 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat modal sosial dan
tingkat kesejahteraan ekonomi objektif rumah tangga petani di Desa
Krasak

63

29 Uji korelasi Rank Spearman antara modal sosial dengan tingkat
kesejahteraan ekonomi subejektif rumah tangga petani

65

30 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat modal sosial dan
tingkat kesejahteraan ekonomi subjektif rumah tangga petani di Desa
Krasak

65

xv

DAFTAR GAMBAR

1

Kerangka pemikiran rancangan penelitian

13

2

Kalender musim pertanian Desa Krasak

25

DAFTAR LAMPIRAN

1

Jadwal pelaksanaan penelitian

73

2

Peta wilayah Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah

73

3

Hasil pengolahan data menggunakan uji statistik

74

4

Dokumentasi

77

5

Tulisan tematik

78

6

Daftar nama responden

81

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan jumlah rumah tangga petani yang
besar. Pada tahun 2003 jumlah rumah tangga petani Indonesia mencapai 31 juta
rumah tangga, namun pada tahun 2013 terdapat 26 juta rumah tangga petani (BPS
2013). Penurunan angka kurang lebih sebesar lima juta rumah tangga petani
selama satu dekade tersebut dikarenakan berbagai banyak hal. Penyebab
penurunan tersebut salah satunya adalah karena petani maupun buruh tani
mengalami kemunduran kesejahteraan ekonomi, sehingga petani dan buruh tani
beralih mata pencaharian ke sektor lainnya. Hal tersebut juga dipicu dengan tidak
adanya jaminan kesejahteraan bagi petani Indonesia yang didukung dengan
kebijakan. Hampir semua kebijakan pertanian di Indonesia berpegang pada
peningkatan manfaat moda produksi. Moda produksi yang pemerintah pentingkan
tetap saja tidak membuat petani terbebas dari belenggu kemiskinan.
Data jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2013 adalah 22.71
persen dari total penduduk. Kemudian dari 22.71 persen total penduduk tersebut,
sebesar 14.32 persen adalah penduduk miskin di wilayah pedesaan Indonesia
(BPS 2013). Sekitar 56 persen dari total penduduk miskin Indonesia
menggantungkan hidup sepenuhnya pada pertanian atau bekerja sebagai petani di
wilayah pedesaan. Diketahui pula bahwa dari seluruh penduduk miskin pedesaan
ini ternyata 90 persen telah bekerja dan sebagian besar petani (BPS 2013). Hal ini
memiliki arti bahwa masyarakat miskin di wilayah pedesaan yang sebagian besar
adalah petani telah bekerja keras namun tetap belum sejahtera.
Pemerintah menetapkan UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan
dan Pemberdayaan Petani. Undang-Undang tersebut menimbang bahwa peraturan
perundang-undangan yang berlaku saat ini belum mengatur perlindungan dan
pemberdayaan petani secara komprehensif, sistemik, dan holistik. Implementasi
UU Nomor 19 Tahun 2013 berupa bentuk kebijakan yang dapat diberikan untuk
melindungi kepentingan petani, antara lain pengaturan impor komoditas pertanian
sesuai dengan musim panen dan/atau kebutuhan konsumsi di dalam negeri,
penyediaan sarana produksi pertanian yang tepat waktu, tepat mutu, dan harga
terjangkau bagi petani, serta subsidi sarana produksi, kemudian penetapan tarif
bea masuk komoditas pertanian, serta penetapan tempat pemasukan komoditas
pertanian dari luar negeri dalam kawasan pabean.
Undang-Undang tersebut menetapkan kebijakan dalam hal sosial yaitu
masyarakat petani mendapatkan pemberdayaan mengenai kelembagaan, namun
kelembagaan tersebut didominasi oleh kelembagaan formal berisi tata aturan yang
mengikat. Sehingga terdapat kendala yang dirasakan petani untuk dapat
memanfaatkannya secara maksimal. Kelembagaan tersebut diantaranya adalah
pemberdayaan dalam kelembagaan kelompok tani. Semua kelompok masyarakat
di Indonesia pada hakekatnya mempunyai potensi-potensi sosial budaya yang
kondusif dan dapat menunjang pembangunan. Persoalannya selama ini potensipotensi tersebut kurang mendapat tempat karena adanya anggapan potensi-potensi
tersebut tidak relevan dengan zaman dan tidak dapat digunakan untuk peningkatan

2

taraf hidup manusia. Akibatnya selain tidak banyak dipahami juga tidak diikut
sertakan dalam proses pembangunan itu sendiri. Terdapat penyeragaman modal
yang bersifat materi. Modal tersebut selalu diutamakan sehingga berakibat
kurangnya perhatian terhadap potensi-potensi lokal.
Salah satu ahli yang berfokus pada peranan modal sosial di masyarakat
adalah Putnam. Putnam (1995) dalam Pranadji (2006) menyatakan bahwa bangsa
yang memiliki modal sosial tinggi cenderung lebih efisien dan efektif dalam
menjalankan berbagai kebijakan untuk mensejahterakan dan memajukan
kehidupan rakyatnya. Modal sosial dapat meningkatkan kesadaran individu
tentang banyaknya peluang yang dapat dikembangkan untuk kepentingan
masyarakat. Putnam et al. (1993) dalam Field (2010)menyatakan modal sosial
adalah penampilan organisasi sosial, seperti kepercayaan, norma-norma (atau hal
timbal balik), dan jaringan (dari ikatan-ikatan masyarakat). Penampilan organisasi
sosial tersebut dapat memperbaiki efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi
adanya koordinasi dan kerjasama bagi keuntungan bersama.

Masalah Penelitian
Berbagai modal sosial yang ada di pedesaan disinyalir mampu memberikan
kontribusi bagi masyarakat pedesaan. Hal tersebut diketahui melalui berbagai
hasil penelitian yang ditelaah. Peran modal sosial dalam pencapaian kesejahteraan
seharusnya bukan hanya merupakan kegiatan rutinitas bagi masyarakat, namun
juga harus mampu menampung berbagai permasalahan dan melakukan
pemecahan masalah secara kolektif. Upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat
pedesaan melalui optimalisasi modal sosial harusnya didukung dengan kebijakan
pemerintah yang tidak hanya fokus terhadap penyedian moda produksi. Modal
sosial dapat berupa sumber daya yang telah ada di masyarakat dan dapat
dimanfaatkan bersama untuk mencapai tujuan bersama. Atas dasar uraian realitas
tersebut maka menarik untuk menelaah konsep modal sosial dengan mengaitkan
pada kesejahteraan. Oleh karena itu penelitian ini mengkaji seberapa kuat
hubungan modal sosial dengan kesejahteraan ekonomi objektif dan subjektif
rumah tangga petani?
Penentuan tipe modal sosial yang digagas oleh Woolcock (2001) dalam
Field (2010) dapat berdasarkan variabel atau unsur modal sosial dari para ahli.
Adapun tipe dan unsur yang terdapat di dalamnya adalah: (1) tipe modal sosial
yang mengikat (social bounding): tingkat kepercayaan dan nilai sosial, (2) tipe
modal sosial yang menjembatani (social bridging): jaringan, solidaritas, dan
tingkat partisipasi pada kelembagaan, (3) tipe modal sosial yang menghubungkan
(social linking): kebergantungan terhadap komunitas lain dan tingkat kepentingan.
Berdasarkan analisis yang mempertanyakan peranan modal sosial dalam
kesejahteraan keluarga dapat diidentifikasi bahwa unsur modal sosial terdiri dari:
tingkat kepercayaan, nilai sosial, perasaan senasib, jaringan, solidaritas, tingkat
partisipasi, kebergantungan terhadap komunitas lain, dan tingkat kepentingan.
Sedangkan aspek kesejahteraan digolongkan dalam pendekatan kesejahteraan
objektif dan kesejahteraan subjektif. Kesejahteraan objektif dapat digolongkan
dalam beberapa indikator survei yang baku yaitu pengeluaran untuk kebutuhan

3

pangan, non pangan dan investasi. Kemudian kesejahteraan subjektif dapat diukur
dengan indikator kepuasan pemenuhan kebutuhan pangan, non pangan dan
investasi. Oleh karena itu perlu juga ditanyakan hal yang relevan dengan fokus
penelitian yaitu: (1) bagaimana tingkat modal sosial yang ada pada rumah tangga
petani? (2) seberapa jauh hubungan tipe modal sosial dengan kesejahteraan
ekonomi rumah tangga petani? dan (3) seberapa jauh hubungan tipe modal sosial
dengan kesejahteraan ekonomi subjektif rumah tangga petani?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, dirumuskan tujuan umum
penelitian ini yaitu menganalisis sejauh mana hubungan modal sosial dengan
kesejahteraan objektif dan subjektif rumah tangga petani. Adapun tujuan yang
lebih spesifik lainnya adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis tingkat modal sosial rumah tangga petani;
2. Menganalisis hubungan tipe modal sosial dengan kesejahteraan ekonomi
objektif rumah tangga petani; dan
3. Menganalisis hubungan tipe modal sosial dengan kesejahteraan ekonomi
subjektif rumah tangga petani.

Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi berbagai
pihak, yaitu:
1. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
tambahan pengetahuan mengenai modal sosial yang ada dalam komunitas
petani dan kesejahteraan yang dimiliki komunitas petani. Selain itu penelitian
ini diharapkan mampu menjadi acuan pustaka dan referensi untuk penelitian
selanjutnya mengenai modal sosial komunitas petani dimasa mendatang
sehingga mampu memberikan kontribusi gambaran realitas di masyarakat
sebagai pertimbangan implementasi kebijakan.
2. Bagi pembuat kebijakan (pemerintah), penelitian ini diharapkan dapat
memberikan pengetahuan serta gambaran rinci mengenai penguatan modal
sosial sehingga dapat membuat kebijakan yang tidak hanya berfokus pada
pemanfaatan moda produksi.
3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
serta kesadaran kritis tentang modal sosial sebagai komponen penting untuk
pembangunan Indonesia terutama dalam segi pertanian.

4

5

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka
Modal Sosial
Modal sosial menekankan pada potensi kelompok dan pola hubungan antar
individu dalam suatu kelompok. Modal sosial merupakan sumber daya yang
dimiliki masyarakat yang berkaitan dengan interaksi di kehidupan sehari-hari
yang tersedia di komunitas. Perkembangan konsep modal sosial bervariasi
menurut berbagai ahli. Menurut Bourdieu dan Wacquant (1992) dalam Field
(2010), modal sosial adalah jumlah sumber daya aktual atau maya yang
berkumpul pada seseorang individu atau kelompok karena memiliki jaringan
tahan lama berupa hubungan timbal balik perkenalan dan pengakuan yang sedikit
banyak terinstitusionalisasikan. Field (2010) mengemukakan bahwa teori modal
sosial Bourdieu (1992) secara jelas melihat modal sosial sebagai hak milik
eksklusif elite (berupa aset) yang didesain untuk mengamankan posisi elite
tersebut. Jika modal sosial Bourdieu menitik beratkan sebagai aset individu dan
modal sosial merupakan hasil, maka Coleman (1994) dalam Field (2010)
mendefinisikan modal sosial sebagai seperangkat sumber daya yang melekat pada
hubungan keluarga dan dalam organisasi sosial komunitas dan yang berguna pada
perkembangan kognitif atau sosial anak atau idividu. Pernyataan tersebut lebih
sarat akan makna karena di dalamnya ia menggambarkan nilai hubungan bagi
semua aktor, individu, dan kolektif baik yang berkedudukan istimewa maupun
yang kedudukannya tidak menguntungkan. Coleman (1994) dalam Field (2010)
melihat modal sosial sebagai sumber daya karena dapat memberi kontribusi
terhadap kesejahteraan individu.
Putnam (1996) dalam Field (2010) mengemukakan bahwa modal sosial
adalah bagian dari kehidupan sosial jaringan, norma dan kepercayaan yang
mendorong partisipan bertindak bersama secara lebih efektif untuk mencapai
tujuan bersama. Kemudian Field (2010) memaparkan pembahasan Putnam (1996)
selanjutnya, gagasan inti dari teori modal sosial adalah bahwa jaringan memiliki
nilai kemudian kontak sosial akan memengaruhi produktivitas individu dan
kelompok. Pengertian lain yakni oleh Fukuyama (1995) yang dikutip oleh
Cahyono dan Adhiatma (2012) bahwa modal sosial adalah serangkaian nilai-nilai
atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu
kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. Fukuyama
(1995) dalam Inayah (2012) menyatakan modal sosial timbul dari adanya
kepercayaan (trust) dalam sebuah komunitas. Dari definisi tersebut dapat dilihat
Fukuyama perpendapat bahwa modal sosial termasuk dalam budaya dan
kepercayaan. Berikut merupakan batasan definisi modal sosial menurut beberapa
ahli.

6

Tabel 1 Definisi, peranan dan lingkup analisis modal sosial
Ahli
Bourdieu (1992)

Definisi
Peranan
Lingkup Analisis
Hasil dari hubungan Sebagai aset elite
Individu dalam
timbal balik
untuk menjamin
kelompok
perkenalan dan
tercapainya modal
pengakuan individu ekonomi
maupun kelompok
Coleman (1994)
Sumber daya yang
Untuk menjamin
Melihat hubungan
melekat pada
tercapainya
seluruh aktor.
hubungan keluarga
kesejahteraan
Aktor atau individu
dan dalam
keluarga/komunitas
dalam keluarga dan
organisasi sosial
masyarakat
komunitas
Putnam (1996)
Jaringan,
Untuk menjamin
Masyarakat luas
kepercayaan dan
tercapainya
norma merupakan
kesejahteraan
aset/fasilitas untuk
ekonomi
mencapai tujuan
bersama
Fukuyama (1995) Nilai-nilai atau
Untuk menjamin
Komunitas.
norma-norma
tercapainya
Masyarakat.
informal yang
kesejahteraan sesuai
dimiliki bersama
dengan nilai-nilai
yang
kelompok/komunitas
memungkinkan
terjalinnya
kerjasama
Sumber: Bourdieau (1992); Coleman (1994); Putnam (1995) dalam Field (2010),
Fukuyama (1995) dalam Inayah (2012)

Berbagai definisi di atas dapat diketahui modal sosial memiliki perbedaan
peranan maupun lingkup analisis sesuai dengan argumentasi ahli. Untuk studi
dalam suatu komunitas maka dapat dirumuskan kembali definisi dari modal sosial.
Modal sosial adalah sumber daya yang muncul dari hasil interaksi dalam suatu
komunitas, baik antar individu maupun institusi yang melahirkan ikatan
emosional berupa kepercayaan, jaringan-jaringan sosial, nilai-nilai dan normanorma yang membentuk struktur masyarakat yang berguna untuk koordinasi dan
kerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Kepercayaan akan membuat individu
mau untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan, demikian juga terhadap jaringan.
Menurut beberapa hasil penelitian yang telah ditelaah, penggunaan definisi modal
sosial oleh Putnam lebih banyak digunakan karena Putnam mengkaji modal sosial
dalam ruang lingkup yang lebih luas.
Unsur dan Pengukuran Modal Sosial
Hasbullah (2006) dalam Inayah (2012) mengetengahkan enam unsur pokok
dalam modal sosial berdasarkan berbagai pengertian modal sosial, yaitu: (1)
participation in a network: kemampuan sekelompok orang untuk melibatkan diri
dalam suatu jaringan hubungan sosial, melalui berbagai variasi hubungan yang
saling berdampingan dan dilakukan atas dasar prinsip kesukarelaaan (voluntary),

7

kesamaan (equality), kebebasan (freedom), dan keadaban (civility), (2)
reciprocity: kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam suatu
kelompok atau antar kelompok itu sendiri tanpa mengharapkan imbalan, (3) trust:
suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan
sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan
sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola
tindakan yang saling mendukung, (4) social norms: sekumpulan aturan yang
diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh masyarakat dalam suatu entitas sosial
tertentu, (5) values: sesuatu ide yang telah turun temurun dianggap benar dan
penting oleh anggota kelompok masyarakat, dan (6) proactive action: keinginan
yang kuat dari anggota kelompok untuk tidak saja berpartisipasi tetapi senantiasa
mencari jalan bagi keterlibatan anggota kelompok dalam suatu kegiatan
masyarakat.
Berbagai unsur modal sosial yang dikemukakan oleh Hasbullah tersebut
memiliki kesamaan pula dengan unsur-unsur modal sosial yang dikaji oleh
beberapa penulis lain. Unsur modal sosial tersebut diukur dan dianalisis dalam
suatu masyarakat untuk mengungkap karakteristik modal sosial yang terdapat
pada masyarakat. Unsur tersebut diukur tingkat kekuatannya sehingga dapat
simpulkan karakteristik masyarakat lebih kuat pada unsur tertentu. Selanjutnya
mengenai unsur jaringan (network) tidak akan berdampak pada kehidupan
masyarakat jika tidak disertai nilai-nilai yang ada pada masyarakat dan
kepercayaan (trust) yang dimiliki individu terhadap individu lain maupun
kelompok. Sehingga unsur trust dapat disimpulkan unsur yang penting dalam
mengkaji modal sosial.
Pranadji (2006) mengemukakan bahwa dalam kehidupan sosial di pedesaan,
pengertian kepercayaan (trust) seharusnya tidak dilihat sekedar masalah
personalitas (psikologis) atau intrapersonal, melainkan mencakup juga aspek
ekstrapersonal dan intersubyektif (asosiasi tingkat dukuh, organisasi tingkat desa
dan sistem jaringan sosial hingga melintasi batas desa). Pada masyarakat yang
berpotensi cepat maju umumnya mampu mengembangkan jaringan kepercayaan
(mutual trust) yang relatif besar. Selanjutnya mengenai nilai yang melekat dalam
masyarakat, Pranadji (2006) melihat tata nilai yang ada dalam masyarakat melalui
empat elemen nilai komposit, yaitu:
1. Ditegakkannya sistem sosial di pedesaan yang berdaya saing tinggi
(produktif) namun berwajah humanistik tidak eksploitatif dan intimidatif
terhadap sesama manusia atau masyarakat;
2. Ditegakkannya sistem keadilan yang dilandaskan pada pemenuhan
kebutuhan dasar manusia (tidak imperialistik dan menegasi kehidupan
sosial);
3. Ditegakkannya sistem solidaritas yang dilandaskan pada hubungan saling
percaya (mutual trust) antar elemen pembentuk sistem masyarakat; dan
4. Dikembangkannya peluang untuk mewujudkan tingkat kemandirian dan
keberlanjutan kehidupan masyarakat yang relatif tinggi, yang merupakan
salah satu bagian terpenting keberadaan suatu masyarakat.
Pendapat Pranadji tersebut mendukung konsep Fukuyama (1995) dalam
Field (2010) bahwa kepercayaan adalah dasar dari tatanan sosial yaitu komunitas
tergantung pada kepercayaan timbal balik dan tidak akan muncul spontan.
Purnomo et al. (2007) mendukung pendapat Pranadji bahwa masyarakat lebih

8

memilih melakukan interaksi sosial dan memanfaatkan modal sosial asli yang
berupa nilai-nilai asli masyarakat daripada melakukan kebijakan sebagai modal
sosial “bentukan”. Selanjutnya kebutuhan yang dipenuhi dalam suasana
persaingan dan menegasikan solidaritas sosial dan etika moral yang terpuji dan
dikehendaki dalam tatanan budaya ekonomi lokal. Suandi (2005) mengungkapkan
unsur modal sosial yaitu solidaritas. Solidaritas adalah rasa mau saling mau
menerima, merasa memiliki sebagai anggota dari sebuah sistem, dimana mereka
saling bergantung satu sama lain sehingga ketentraman dan keharmonisan dapat
tercapai (Suandi 2005). Unsur selanjutnya yaitu jaringan sosial, menurut Kamarni
(2012) Analisa jaringan sosial adalah upaya memetakan dan mengukur
kesalinghubungan dan aliran antara orang, kelompok orang, maupun organisasi
dalam sebuah sistem sosial.
Jamasy (2006) dalam Pontoh (2010) memaparkan bahwa karakter sosial
budaya yang menjadi ciri atau karakter modal sosial di masyarakat diketahui
melalui pendekatan terhadap faktor-faktor internal dan eksternal yang
mempengaruhi kebudayaan masyarakat. Faktor internal mencakup: (1) pola
organisasi sosial dalam suatu komunitas yang mencakup kepercayaan lokal, pola
dan sistem produksi dan reproduksi serta politik lokal, dan (2) norma dan nilainilai yang melekat dalam komunitas. Sedangkan faktor eksternal dapat dirangkum
dalam pengaruh agama, pendidikan serta sistem dan hubungan politik dan
pemerintahan dengan luar komunitas. Faktor-faktor internal dan eksternal akan
membentuk karakter dari modal sosial suatu masyarakat.
Coleman dalam Sumarti (2007) mengemukakan bahwa ahli ekonomi gagal
memperkenalkan relasi sosial dalam analisanya. Coleman memperkenalkan
sosiologi berbasis kepentingan, menurutnya modal sosial adalah cerminan sebagai
adanya relasi sosial yang dapat membantu individu ketika mencoba untuk
merealisasikan kepentingannya. Sumarti (2007) menelaah konsep kepentingan
dalam analisa sosial. Sumarti (2007) mengemukakan bahwa konsep kepentingan
Swedberg mirip dengan konsep Weber1 bahwa kepentingan mendorong tindakan
manusia yaitu elemen sosial menentukan ekspresi dan arah tindakan apa yang
akan diambil. Selanjutnya Swedberg (2003) dalam Sumarti (2007)
mengemukakan bahwa seluruh kepentingan menjadi elemen sosial dalam dua
cara: (1) menjadi bagian masyarakat dimana individu dilahirkan, dan (2) individu
mempertimbangkan aktor lain ketika mencoba merealisasikan kepentingan
mereka.
Keanggotaan individu dapat berupa keanggotaan dalam kelembagaan formal
maupun informal. Hal ini dapat dilihat pada masyarakat nelayan sumatera utara
yang memiliki kebergantungan dengan tengkulak atau “toke” dan pemilik kapal.2
Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa modal sosial dimanfaatkan oleh
nelayan Sumatera Utara untuk memperoleh moda produksi yaitu memenuhi
kebergantungan terhadap kebutuhan penyewaan kapal.

1

Weber mengemukakan konsep kepentingan dalam pendekatan sosiologi.
Konsorsium Nasional Untuk Pelestarian Hutan dan Alam di Indonesia, Jaringan Advokasi Untuk
Nelayan Sumatera Utara. 2010. Masyarakat pinggiran yang kian terlupakan: membedah persoalan
nelayan tradisional Sumatera Utara. Universitas Michigan. Diakses di:
https://books.google.co.id/books?ei=Gu2IVeOkB42GuASkwYnoBw&hl=id&id

2

9

Pengukuran modal sosial secara kritis adalah bergantung pada melekatnya
modal sosial dalam konteks tertentu (Pontoh 2010). Bagi komunitas bisnis
pengukuran modal sosial adalah untuk menelaah keuntungan dan kerugian. Bagi
komunitas pemerintahan maupun lembaga kebijakan pemerintahan, pengukuran
diukur untuk mengetahui suatu kebijakan (program maupun aturan) dapat
terlaksana dengan baik. Kemudian bagi peneliti sosial, pengukuran dilakukan
untuk mengetahui karakteristik hubungan sosial masyarakat. Pemaparan di atas
menunjukkan unsur-unsur modal sosial yang akan digunakan dalam penelitian.
Penelitian ini akan menggunakan unsur-unsur modal sosial: (1) kepercayaan, (2)
norma sosial, (3) partisipasi dalam kelembagaan, (4) jaringan, (5) solidaritas, (6)
kepentingan dengan pihak luar komunitas dan (7) kebergantungan dengan pihak
luar komunitas.
Tipologi Modal Sosial
Putnam (2000) dalam Field (2010) mengemukakan perbedaan antara dua
bentuk dasar modal sosial yaitu menjembatani (inklusif) dan mengikat (ekskusif).
Modal sosial yang menjembatani cenderung menyatukan individu dari beragam
ranah sosial. Hubungan-hubungan yang menjembatani tersebut berperan dalam
penyediaan aset-aset eksternal dan bagi penyebaran informasi. Kemudian bentuk
modal sosial yang mengikat adalah modal sosial yang cenderung mendorong
identitas eksklusif dan mempertahankan homogenitas suatu masyarakat. Bentuk
modal sosial ini dapat menjadi perekat terkuat sosiologi sehingga terbentuk
solidaritas yang kuat. Konsep tersebut telah banyak diterima oleh peneliti sosial
(Field 2010). Ahli lain yaitu Woolcock (2001) dalam Field (2010) membedakan
tipe modal sosial menjadi tiga tipe hubungan, yaitu: (1) modal sosial yang
mengikat (social bounding), (2) modal sosial yang menjembatani (social
bridging), dan (3) modal sosial yang menghubungkan (social linking). Pada
penerapannya kedua jenis tipe hubungan modal sosial yang diungkapkan Putnam
dan Woolcock adalah membedakan modal sosial akan lebih berkembang di dalam
komunitas internal saja atau modal sosial akan lebih kuat apabila diterapkan pada
antar komunitas.
Menurut Woolcock (2001) dalam Nuryadin (2009), social bounding dapat
berupa nilai, kultur, persepsi dan tradisi atau adat-istiadat (custom). Pengertian
social bounding adalah tipe modal sosial dengan karakteristik adanya ikatan yang
kuat dalam sistem sosial seperti halnya keluarga yang mempunyai hubungan
kekerabatan dengan keluarga lain yang masih satu etnik. Hubungan kekerabatan
ini bisa menyebabkan adanya rasa empati/kebersamaan, mewujudkan rasa
simpati, rasa berkewajiban, rasa percaya, resiprositas, pengakuan timbal balik
nilai kebudayaan yang mereka percaya. Norma-norma seperti nilai, kultur,
persepsi dan tradisi atau adat-istiadat (custom) tercermin dalam kehidupan seharihari. Selanjutnya Woolcock (2001) dalam Nuryadin (2009) menjelaskan bahwa
social bridging merupakan ikatan sosial yang timbul sebagai reaksi atas berbagai
macam karakteristik kelompoknya. Ia bisa muncul karena adanya berbagai macam
kelemahan yang ada didalamnya sehingga memutuskan untuk membangun
kekuatan dari luar dirinya. Wilayah cakupan social bridging menurut Woolcock
(2001) dalam Nuryadin (2009) yaitu lebih luas dari social bounding karena dapat
bekerja lintas kelompok etnik, maupun kelompok kepentingan. Social bridging

10

bisa dilihat dengan adanya keterlibatan umum sebagai warga negara
(participation), asosiasi, dan jaringan. Sehingga dapat terlihat tujuan dari social
bridging adalah mengembangkan potensi yang ada dalam komunitas agar mampu
menggali dan memaksimalkan kekuatan yang mereka miliki baik sumber daya
manusia maupun alam melalui interaksi sosial. Hasil penelitian yang dilakukan
Firdaus (2006) dalam Muspida (2007) menyimpulkan bahwa meluasnya jaringan
petani yang berorientasi pada nilai-nilai kebersamaan dan kepedulian telah
mendorong terbentuknya modal sosial yang menjembatani (bridging social
caital), sehingga kohesifitas sosial petani tidak hanya di tingkat kelompok tani.
Woolcock (2001) dalam Nuryadin (2009) mengemukakan tipe modal sosial
yang terakhir adalah social linking yaitu bisa berupa hubungan atau jaringan
sosial. Hubungan sosial dikarakteristikkan dengan adanya hubungan di antara
beberapa level dari kekuatan sosial maupun status sosial yang ada dalam
masyarakat. Selanjutnya menurut Woolcock (2001) dalam Nuryadin (2009) dalam
relasi sosial akan terdapat perbedaan kepentingan, dalam situasi relasi tersebut
dibutuhkan adanya social linking yang mampu mengatasi kepentingankepentingan tersebut. Dari kepentingan yang dimiliki oleh komunitas pada luar
komunitas, terdapat rasa kebergantungan pada luar komonitas. Contohnya dapat
digambarkan pada penelitian Nuryadin (2009) yakni hubungan antara nelayan
Suku Bajo dengan lembaga perbankan, pemilik modal atau pemerintah yang
dianggap memiliki kapital ekonomi yang dapat mendukung kegiatan produksi dan
memfasilitasi pemasarannya secara lebih proporsional.
Berdasarkan tipologi modal sosial Woolcock (2001) dalam Nuryadin
(2009); Field (2010) dapat diidentifikasi unsur-unsur modal sosial berdasakan
tipologi modal sosial. Berikut tabel identifikasi unsur-unsur modal sosial
berdasakan tipologi modal sosial.
Tabel 2 Identifikasi unsur-unsur modal sosial berdasarkan tipologi modal sosial
Tipologi modal sosial
Unsur modal sosial
Social bounding
Kepercayaan



Norma sosial



Social bridging

Kuatnya Jaringan



Solidaritas



Tingkat partisipasi
Kebergantungan terhadap
komunitas lain



Tingkat kepentingan

Social linking




Sumber: Putnam (1995) dalam Field (2010); Woolcock (2001) dalam Nuryadin (2009),
Fukuyama (1995) dalam Inayah (2012), Suandi (2007), Pontoh (2010),
Swedberg dalam Sumarti (2007), Nuryadi (2009), Firdaus (2006) dalam
Muspida (2007)

11

Penentuan tipe modal sosial yang digagas oleh Woolcock (2001) dalam
Field (2010) dapat berdasarkan variabel atau unsur modal sosial dari para ahli
yaitu: Putnam, Fukuyama, Suandi, Pontoh, Nuryadin dan Firdaus. Tabel 2
menunjukkan bahwa tipe modal sosial dan unsur yang terdapat di dalamnya
adalah: (1) tipe modal sosial yang mengikat (social bounding): tingkat
kepercayaan, norma sosial, (2) tipe modal sosial yang menjembatani (social
bridging): kuatnya jaringan, solidaritas, dan tingkat partisipasi pada kelembagaan,
(3) tipe modal sosial yang menghubungkan (social linking): kebergantungan
terhadap komunitas lain dan tingkat kepentingan.
Konsep Kesejahteraan
Kesejahteraan merupakan konsep yang digunakan untuk menyatakan
kualitas hidup suatu masyarakat atau individu di suatu wilayah pada kurun waktu
tertentu (Suandi 2007). Konsep kesejahteraan atau rasa sejahtera yang dimiliki
bersifat relatif, tergantung bagaimana penilaian masing-masing individu terhadap
kesejahteraan itu sendiri. Dimensi kesejahteraan rakyat disadari sangat luas dan
kompleks, sehingga suatu taraf kesejahteraan rakyat hanya dapat terlihat jika
dilihat dari suatu aspek tertentu.
Secara mikro terdapat beberapa istilah yang digunakan untuk menganalisis
tingkat kesejahteraan keluarga (Suandi 2007) antara lain: kesejahteraan finansial,
status ekonomi, situasi ekonomi, interaksi sosial, dan lain lain. Santamarina et al.
(2002) dalam Suandi (2007) mengemukakan berdasarkan tingkat ketergantungan
dari dimensi standar hidup masyarakat, maka tingkat kesejahteraan masyarakat
dapat dibedakan ke dalam dua subsistem yakni: (1) subsistem sosial dengan
faktornya yaitu: pendidikan, kesehatan, struktur dan dinamika penduduk, kekuatan
sosial dll, dan (2) subsistem ekonomi dengan faktornya yaitu: konsumsi, hak
pemilikan akan tanah, tingkat kemiskinan dan aktifitas ekonomi. Kemudian
Suandi (2007) mengemukakan bahwa kesejahteraan juga dapat dilihat melalui dua
pendekatan, yakni: (1) kesejahteraan diukur dengan pendekatan objektif dan (2)
kesejahteraan diukur dengan pendekatan subjektif.
Kesejahteraan Objektif
Pendekatan kesejahteraan dengan indikator objektif melihat bahwa tingkat
kesejahteraan individu atau kelompok masyarakat diukur secara rata-rata dengan
patokan tertentu baik ukuran ekonomi, sosial maupun ukuran lainnya (Suandi
2007). Dengan kata lain, tingkat kesejahteraan masyarakat diukur dengan
pendekatan yang baku. Kemudian menurut Suandi (2007), kesejahteraan ekonomi
objektif keluarga di wilayah penelitian diukur dengan besarnya pengeluaran
keluarga. Suandi menjelaskan bahwa pengeluaran keluarga yang dimaksud adalah
pengeluaran untuk pembelian kebutuhan keluarga sehari-hari, yaitu kebutuhan
pokok dan lainnya. Dengan demikian, pengeluaran keluarga dialokasikan untuk
kebutuhan pangan, non pangan dan investasi (dapat berupa biaya pendidikan).
Untuk mengukur kesejahteraan, BPS (2014) menggunakan indikator kondisi
sosial ekonomi masyarakat melalui SUSENAS tahun 2013. Pengukuran
kesejahteraan ekonomi objektif rumah tangga petani dalam penelitian
menggunakan indikator SUSENAS tahun 2013 dalam BPS (2014) yang
dipisahkan indikator ekonominya yaitu meliputi: (1) pengeluaran kebutuhan

12

pangan, (2) pengeluaran kebutuhan non pangan, (3) luas penguasaan lahan, dan
(4) keadaan tempat tinggal.
Pada penelitian Johan et al. (2013)3, kesejahteraan objektif keluarga diukur
dengan pengertian penduduk miskin menurut BPS (2011). Penduduk miskin (BPS
2011) adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan
di bawah garis kemiskinan (GK). Penelitian tersebut menggunakan perkiraan GK
Kabupaten Indramayu tahun 2012 sebesar Rp 277.596,00 per kapita per bulan.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan sebagian besar keluarga nelayan yang
diteliti termasuk dalam kategori tidak miskin.
Kesejahteraan Subjektif
Kesejahteraan subjektif menurut Suandi (2007) adalah tingkat kesejahteraan
yang dilihat secara personal yang diukur dalam bentuk kepuasan dan kebahagiaan.
Sumarwan dan Hira (1993) yang dikutip oleh Suandi (2007) mengemukakan
bahwa secara operasional variabel kepuasan merupakan indikator yang lebih baik
dibandingkan dengan variabel kebahagiaan karena dapat lebih mudah melihat gap
antara aspirasi dengan tujuan yang dicapai. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Sumarti (1999) bahwa kesejahteraan subjektif individu atau keluarga adalah
wujud kebudayaan yang dihasilkan melalui proses pengalaman hidup sekelompok
manusia dalam hubungannya dengan lingkungan (fisik dan sosial). Menurut
Suandi (2007) tingkat kesejahteraan ekonomi subjektif dapat diukur dari tingkat
kepuasan pemenuhan kebutuhan pangan, non pangan dan investasi. Pada peneltian
Johan et al. (2013), kesejahteraan subjektif keluarga nelayan diukur berdasarkan
tingkat kepuasan istri terhadap pemenuhan kebutuhan hidup keluarganya.
Indikator dari variabel tersebut adalah kepemilikan kitab suci, keamanaan tempat
tinggal, hubungan antar anggota keluarga, pengalokasian waktu yang dibuat
keluarga, dan kepuasaan terhadap pemenuhan kebutuhan pangan dan pokok. Studi
oleh Hayo dan Seifert (2003) dalam Suandi (2007) menunjukan bahwa
kesejahteraan ekonomi subjektif berkolerasi positif terhadap kepuasaan hidup
masyarakat. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat kesejahteraan ekonomi
subjektif maka tingkat kepuasan hidup akan lebih tinggi.

Kerangka Pemikiran
Berdasarkan hasil analisis dan kajian referensi dari berbagai literatur, sejauh
ini program pemerintah belum mengintegrasikan modal sosial asli yang dimiliki
masyarakat dengan kebijakan pembangunan demi kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan pemerintah cenderung untuk membuat modal sosial bentukan. Modal
sosial bentukan tersebut dapat berupa kelembagaan yang sistematika peraturannya
menyulitkan masyarakat. Pemerintah menetapkan UU Nomor 19 Tahun 2013
tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Implementasi Undang-Undang
tersebut berupa bentuk kebijakan yang dapat diberikan untuk melindungi
kepentingan petani. Peraturan tersebut lebih memfokuskan pada pengadaan moda
3

Johan I R, Muflikhati I, Mukhti D S. 2013. Gaya Hidup, Manajemen Keuangan, Strategi Koping,
dan Kesejahteraan Keluarga Nelayan. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen Vol, 6 No.1

13

produksi daripada penguatan modal sosial yang telah ada dimasyarakat. Semua
kelompok masyarakat (suku bangsa) di Indonesia pada hakekatnya mempunyai
potensi-potensi sosial budaya yang dapat menunjang pembangunan. Salah satu
potensi sosial tersebut adalah modal sosial. Kajian modal sosial tersebut
dijabarkan dalam kerangka penelitian (Gambar 1).
X. Modal Sosial
X1. SOCIAL BOUNDING
1. Tingkat kepercayaan individu
dalam lingkup komunitas
- Kesedian untuk bersosialisasi
- Kesedian melakukan saran
- Tingkat komitmen
2. Kuatnya norma sosial dalam
komunitas
- Frekuensi melaksanakan
norma adat
- Frekuensi melaksanakan
norma agama
- Frekuensi melaksanakan
norma sosial

X2. SOCIAL BRIDGING
1. Kuatnya jaringan sosial
- Tingkat kerjasama
- Tingkat keterbukaan informasi
- Kebermanfaatan organisasi
2. Tingkat solidaritas
- Tingkat solidary making
- Tingkat persatuan kelompok
- Kepekaan terhadap kemajuan
pertanian
3. Tingkat partisipasi
- Jumlah kelembagaan yang
diikuti
- Keaktifan dalam pertemuan
- Pengambilan keputusan

X3. SOCIAL LINKING
1. Tingkat kebergantungan pada
komunitas lain
- Akses moda produksi
- Pemasaran hasil pertanian
2. Tingkat kepentingan
- Pemanfaatan lembaga
peminjaman modal nonformal
- Pemanfaatan lembaga
peminjaman modal formal
- Pemanfaatan keberadaan
penyuluh pertanian

Y. KESEJAHTERAAN
RUMAH TANGGA
Y1. TINGKAT
KESEJAHTERAAN
OBJEKTIF
1. Luas penguasaan lahan
2. Keadaan tempat tinggal
3. Pengeluaran kebutuhan
pangan
4. Pengeluaran kebutuhan
non pangan
(SUSENAS 2013)

Y2. TINGKAT
KESEJAHTERAAN
SUBJEKTIF
1. Pemenuhan kebutuhan
pangan
2. Pemenuhan kebutuhan
non pangan
3. Pemenuhan kebutuhan
investasi SDM

Keterangan
: Berhubungan

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

14

Modal sosial menurut berbagai ahli dapat didefinisikan kembali dalam
lingkup komunitas sebagai sumber daya yang muncul dari hasil interaksi dalam
suatu komunitas yang berperan untuk koordinasi dan kerjasama dalam mencapai
tujuan bersama Variabel atau unsur modal sosial digolongkan berdasarkan
tipologi modal sosial menurut Woolcock (2001) dalam Field (2005). Tipe modal
sosial dan unsur yang terdapat di dalamnya adalah: (1) tipe modal sosial yang
mengikat (social bounding), (2) tipe modal sosial yang menjembatani (social
bridging), dan (3) tipe modal sosial yang menghubungkan (social linking).
Unsur modal sosial yang ada di dalam tipologi modal sosial adalah tingkat
kepercayaan, tingkat kepatuhan pada norma sosial, luasnya jaringan, tingkat
solidaritas, tingkat partisipasi dalam kelembagaan, kebergantungan pada
komunitas lain, dan tingkat kepentingan. Tingkat kepercayaan diukur dalam
bentuk tingkat keyakinan seseorang terhadap tindakan secara konsisten pada saat
terjalinnya hubungan antar individu atau kelompok dalam komunitas. Tingkat
kepercayaan merupakan elemen tata nilai yang ada pada masyarakat yang melekat
dalam kehidupan sehari-hari yang menjadi sumber daya sosial. Variabel
selanjutnya adalah kuatnya norma, masyarakat dapat dilihat derajat modal
sosialnya melalui kuatnya norma yang diterapkan
Variabel modal sosial selanjutnya adalah jaringan sosial. Setelah terdapat
kepercayaan antar individu maupun kelompok dalam bermasyarakat, maka akan
memungkinkan terdapat jaringan sosial yang eksistensinya mengalami
keberlanjutan. Selanjutnya variabel partisipasi individu pada kelembagaan atau
asosiasi penting bagi kelembagaan yang individu ikuti karena sangat menentukan
kemajuan dan peran kelembagaan. Partisipasi berkaitan dengan pemanfaatan
jaringan pada komunitas. Individu dapat memanfaatkan jaringan yang terjalin
antar individu, maupun individu dengan kelompok. Variabel yang akan diukur
dalam modal sosial lainnya adalah solidaritas. Kemudian terdapat variabel modal
sosial yang terakhir adalah kebergantungan. Kebergantungan yang dimaksud
adalah tingkat kebergantungan individu pada komunitas lain. Variabel ini akan
diukur dari penggunaan sumber daya dari luar komunitas dan pemanfaatan modal
dari luar komunitas
Selanjutnya karakteristik modal sosial yang dilihat berdasarkan variabelvariabel tersebut akan dihubungkan dengan kesejahteraan ekonomi komunitas
petani dan dilihat tingkat seberapa kuatnya. Kesejahteraan ekonomi suatu
komunitas dapat dibedakan menjadi kesejahteraan objektif dan subjektif. Tinggi
rendahnya tingkat kesejahteraan objektif diukur dari tingkat kesejahteraan
ekonomi SUSENAS tahun 2013 dalam BPS (2014). Kesejahteraan subjektif dapat
dilihat dalam keluarga mengenai tingkat kepuasan terhadap pemenuhan
kebutuhan. Kesejahteraan subjektif adalah kesejahteraan menurut persepsi
individu yang merasakan seberapa tinggi kesejahteraannya, bukan dari persepsi
orang lain. Tinggi rendahnya kesejahteraan subjektif dilihat pada tingkat kepuasan
pemenuhan kebutuhan pangan, non pangan dan investasi.

15

Hipotesis Penelitian
Penelitian ini menggunakan hipotesis uji yang terdiri dari:
1. Terdapat hubungan signifikan positif antara modal sosial (X) dengan
kesejahteraan ekonomi objektif (Y1) dan subjektif (Y2) rumah tangga petani
2. Terdapat hubungan signifikan positif antara tipe modal sosial tertentu (X1, X2,
X3) dengan kesejahteraan objektif (Y1) ekonomi rumah tangga petani.
3. Terdapat hubungan signifikan positif antara tipe modal sosial tertentu (X1, X2,
X3) dengan kesejahteraan subjektif (Y2) ekonomi rumah tangga petani.

Definisi Operasional
Definisi operasional untuk rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut:
 Modal sosial adalah sumber daya yang muncul dari hasil interaksi dalam suatu
komunitas, baik antar individu maupun institusi yang melahirkan ikatan
emosional berupa kepercayaan, jaringan-jaringan sosial, nilai-nilai dan normanorma yang membentuk struktur masyarakat yang berguna untuk koordinasi
dan kerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Modal sosial dibedakan
bertasarkan hubungan pada masyarakat menjadi tiga tipe modal sosial:
1. Modal sosial yang mengikat (social bounding), ikatan yang kuat dalam
sistem sosial seperti halnya keluarga petani yang mempunyai hubungan
kekerabatan dengan keluarga lain yang masih satu etnik. Pengukuran
variabel kuatnya social bounding diukur melalui:
1. Tingkat kepercayaan antar individu satu komunitas yaitu perasaan yakin
yang terbangun antara petani dengan orang lain yang berhubungan
dengan pertanian daerah setempat. Indikator yang digunakan yaitu:
a. Kesediaan untuk bersosialisasi adalah tingkat kemauan petani untuk
berinteraksi dengan kerabat petani lain.
b. Kesediaan melakukan saran adalah tingkat kemauan petani untuk
melakukan saran petani lain dalam komunitas.
c. Tingkat komitmen adalah sejauhmana petani mau menepati sesuatu
yang dijanjikan pada individu lain yang tercermin pada tindakan.
Terdapat enam pertanyaan dimana masing-masing pertanyaan diukur
dengan skor : sangat tidak setuju: skor 1; tidak setuju: skor 2; ragu-ragu:
skor 3; setuju skor: skor 4; dan sangat setuju: skor 5.
2. Tingkat kepatuhan norma sosial dalam komunitas adalah tingkat
kepatuhan petani terhadap tata aturan kelompok dan masyarakat, dapat
berupa nilai adat atau budaya lokal. Indikator yang digunakan