Aplikasi Pelapisan Mangga (Mangifera Indica L.) Dengan Bionanokomposit Dari Karagenan, Beeswax Dan Nanopartikel Zno

APLIKASI PELAPISAN MANGGA (Mangifera indica L.)
DENGAN BIONANOKOMPOSIT DARI KARAGENAN,
BEESWAX DAN NANOPARTIKEL ZnO

BAYU MEINDRAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aplikasi Pelapisan
Mangga (Mangifera indica L.) dengan Bionanokomposit dari Karagenan,
Beeswax dan Nanopartikel ZnO adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016
Bayu Meindrawan
NIM F251130041

RINGKASAN

BAYU MEINDRAWAN. F251130041. Aplikasi Pelapisan Mangga (Mangifera
indica L.) dengan Bionanokomposit dari Karagenan, Beeswax dan Nanopartikel
ZnO. Di bawah bimbingan NUGRAHA EDHI SUYATMA, TIEN R.
MUCHTADI dan EVI SAVITRI IRIANI
Mangga (Mangifera indica L.) merupakan salah satu komoditas ekspor
Indonesia dengan volume ekspor yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Akan
tetapi lamanya waktu transportasi menyebabkan mangga mengalami banyak
kerusakan. Pelapisan diketahui dapat menjadi salah satu alternatif untuk
mengatasi hal tersebut dengan menunda pemasakan, perubahan warna dan tekstur
pada buah, meningkatkan penampilan, menghambat migrasi kelembapan dan
kehilangan senyawa volatil, serta mengurangi laju respirasi buah. Salah satu
polisakarida alam yang dapat digunakan sebagai agen pelapis dan pembentuk film

adalah karagenan. Meskipun memiliki memiliki barier terhadap gas yang baik,
film berbasis polisakarida mempunyai ketahahan uap air yang buruk. Beeswax
merupakan salah satu jenis lilin yang dapat menurunkan permeabilitas uap air dari
film berbasis polisakarida. Alternatif lain untuk memperbaiki performa film
hidrofilik adalah mencampurkan material pengisi berukuran nano ke dalam
biopolimer sehingga terbentuk polimer bionanokomposit. Nanopartikel seng
oksida (ZnO) merupakan salah satu material pengisi yang dikenal memiliki sifat
kimia dan fisik unik termasuk aktivitas antimikroba serta berpotensi untuk
memperbaiki performa film berbasis polisakarida.
Penelitian ini bertujuan mengkaji potensi pelapis bionanokomposit
berbahan baku karagenan, beeswax serta nanopartikel ZnO untuk
mempertahankan kualitas buah mangga varietas Gedong gincu. Selain itu diteliti
juga pengaruh penambahan komponen hidrofobik (beeswax) dan nanopartikel
ZnO (NP-ZnO) terhadap sifat fisiko-kimia, mekanis serta barier dari film
bionanokomposit yang dihasilkan.
Larutan bionanokomposit dibuat dari kombinasi penambahan beeswax (0
dan 3% v/v) dan nanopartikel ZnO (0, 0.5 dan 1% b/b karagenan) ke dalam polimer
karagenan. Analisis morfologi, gugus fungsi (FT-IR), sifat barier dan mekanisnya
dilakukan pada 6 formulasi film yang dihasilkan. Pelapisan mangga dilakukan
menggunakan teknik celup. Perubahan fisik dan kimia mangga diukur selama

penyimpanan.
Hasil penelitian menunjukkan penambahan beeswax dan NP-ZnO ke
dalam polimer karagenan menghasilkan morfologi dan warna film
bionanokomposit yang berbeda dengan film karagenan murni. Analisis FT-IR
menunjukkan adanya interaksi komponen penyusun film yang dibuktikan adanya
puncak baru pada 1538 cm-1. Sifat mekanis serta barier uap air dari film
karagenan mampu diperbaiki dengan penambahan beeswax dan NP-ZnO. Aplikasi
pelapis bionanokomposit dapat menurunkan susut bobot dan produksi CO2,
menunda perubahan warna, serta meminimalkan penurunan total asam dan
kekerasan mangga selama penyimpanan.
Kata kunci: beeswax, bionanokomposit, karagenan, mangga, nanopartikel ZnO

SUMMARY

BAYU MEINDRAWAN. F251130041. Coating Application on Mango
(Mangifera indica L.) by using Bionanocomposite Made From Carrageenan,
Beeswax and ZnO Nanoparticles. Supervised by NUGRAHA EDHI SUYATMA,
TIEN R. MUCHTADI and EVI SAVITRI IRIANI
Mango (Mangifera indica L.) is one of Indonesia's export commodities
with the export volume was increasing year by year. However, the long duration

of transportation caused mango suffered a lot of damages. Coating is known could
overcome those problem by delaying fruit ripening, delaying changes in color and
texture, improving the appearance, inhibiting moisture migration and loss of
volatile compounds, as well as reducing the rate of respiration. One of natural
polysaccharides that can be used as coating material and film-forming agent is
carrageenan. Despite have a good barrier against gas, polysaccharide-based films
have a poor barrier to water vapor. Beeswax is one type of wax that could reduce
the water vapor permeability of polysaccharide-based films. Another alternative to
improve the performance of hydrophilic film is an incorporation of nano-sized
filler material into biopolymers to create bionanocomposite polymer. Zinc oxide
(ZnO) nanoparticles is a filler that has unique chemical and physical properties
including antimicrobial activity as well as potent to improve the performance of
the polysaccharide-based films.
This study aimed to assess the potential of bionanocomposit coating made
from carrageenan, beeswax and ZnO nanoparticles (ZnO NPs) to maintain the
quality of mango varieties Gedong Gincu. In addition, it also investigated the
effect of addition of hydrophobic component (beeswax) and ZnO NPs to physicochemical, mechanical and barrier properties of the produced films.
Bionanocomposite solution made by adding combination of beeswax (0
and 3% v / v) and ZnO NPs (0, 0.5 and 1% w/w carrageenan) into carrageenan
polymer. Casting technique was used to produce the bionanocomposite film.

Analyzis of morphological, functional group (FT-IR), barrier and mechanical
properties were conducted to six formulation resulting films. Mango was coated
by using dipping technique. The physical and chemical changes of mango were
measured during storage.
The results showed that addition of beeswax and ZnO NPs into the
polymer resulted in different morphology and color of produced films compared
with neat carrageenan film. FT-IR analysis showed interaction between the films
component which proved by new peak on 1538 cm-1. The mechanical and water
vapor barrier properties of carrageenan films were improved by the addition of
beeswax and ZnO NPs. Moreover, the application of bionanocomposite coating
could decrease weight loss and CO2 production, delay the color change, decrease
reduction in total acid and firmness during mango storage
Keywords: beeswax, beeswax, carrageenan, mango, ZnO nanoparticles

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

APLIKASI PELAPISAN MANGGA (Mangifera indica L.)
DENGAN BIONANOKOMPOSIT DARI KARAGENAN,
BEESWAX DAN NANOPARTIKEL ZnO

BAYU MEINDRAWAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


Penguji luar komisi pada ujian tesis: Dr Didah Nur Faridah, STP, MSi

Judul Tesis

:

Nama
NIM

:
:

Aplikasi Pelapisan Mangga (Mangifera indica L.)
dengan Bionanokomposit dari Karagenan, Beeswax dan
Nanopartikel ZnO
Bayu Meindrawan
F251130041

Disetujui oleh:

Komisi Pembimbing

Dr Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA
Ketua

Prof Dr Ir Tien R. Muchtadi, MS

Dr Evi Savitri Iriani, MSi

Anggota

Anggota
Diketahui oleh:

Ketua Program Studi Ilmu Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Harsi Dewantari Kusumaningrum


Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 23 Juni 2016

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
limpahan rahmat dan segala karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat
diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Nugraha Edhi
Suyatma, STP, DEA selaku ketua komisi pembimbing yang telah mencurahkan
waktu dan pemikirannya untuk membantu penulis dalam menyelesaikan studi dan
tugas akhir. Terima kasih kepada anggota komisi pembimbing pertama, Prof. Dr.
Ir. Tien R. Muchtadi, MS yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan
serta mengijinkan penulis untuk turut serta dalam proyek Agro-Nanoteknologi
2014/2015 sehingga penelitian tesis ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih
juga disampaikan kepada anggota komisi pembimbing kedua, Dr. Evi Savitri
Iriani, MSi yang telah menyediakan waktunya dalam membimbing penulis selama
menyelesaikan tugas akhir. Kepada penguji sidang tesis, Dr. Didah Nur Faridah,
STP, MSi terima kasih telah membantu penulis dalam menyelesaikan studinya

sehingga akhirnya penulis mendapatkan gelar magister sains. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian yang telah membantu memfasilitasi penelitian serta PT
Alamanda Bandung yang telah membantu memfasilitasi pengambilan sampel
untuk penelitian ini.
Ungkapan terima kasih tak terhingga dihaturkan kepada ayah, ibu dan
seluruh keluarga yang senantiasa memberikan doa dan dukungan sehingga penulis
bisa mencapai tahap ini. Terima kasih kepada teman-teman Program Studi Ilmu
Pangan, IPB yang telah memberikan dukungan dan bantuannya kepada penulis.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan tesis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2016
Bayu Meindrawan

10

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Mangga Gedong Gincu
Mutu Mangga
Pelapisan Buah Mangga
Karagenan sebagai Agen Pelapis
Beeswax (Lilin lebah)
Nanokomposit Seng Oksida (ZnO)
3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Tahapan Penelitian
Prosedur Analisis
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Film Bionanokomposit
Morfologi Permukaan
Analisis FT-IR
Warna Film
Laju Transmisi Uap Air
Sifat Mekanis
Aktivitas Antimikroba
Analisis Kualitas Mangga
Susut Bobot
Kekerasan
Produksi CO2
Total Asam
Warna Mangga
Penampakan Fisik Mangga
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

iv
iv
iv
1
1
3
3
3
3
4
4
5
6
8
9
10
15
15
15
15
16
20
20
20
20
22
23
23
26
27
27
28
30
31
32
36
37
37
38
39
45
62

11

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Syarat mutu SNI mangga (SNI 01-364-2009)
Penelitian pengaruh pelapisan terhadap mutu mangga
Kandungan kimia Beeswax
Penelitian pembuatan polimer nanokomposit ZnO
Komponen warna (L, a dan b) serta total perbedaan warna (ΔE) film

5
7
10
13
22

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Tingkat kematangan mangga gedong gincu
Transfer yang dapat dikontrol dengan pelapisan
Kappa-karagenan
Ilustrasi berbagai mekanisme aktivitas antimikroba nanopartikel ZnO
Mikrograf SEM film karagenan dan bionanokompositnya
Spektra FT-IR film karagenan dan bionanokompositnya
Penampakan film karagenan dan bionanokompositnya
Laju transmisi uap air film karagenan dan bionanokompositnya
Kuat tarik film karagenan dan bionanokompositnya
Elongasi film karagenan dan bionanokompositnya
Hasil uji antimikroba film karagenan dan bionanokompositnya
Susut bobot mangga selama penyimpanan
Kekerasan mangga selama penyimpanan
Produksi CO2 mangga selama penyimpanan
Total asam mangga selama penyimpanan
Parameter L mangga selama penyimpanan
Parameter a mangga selama penyimpanan
Parameter b mangga selama penyimpanan
Parameter ΔE mangga selama penyimpanan
Penampakan fisik mangga selama penyimpanan

4
6
8
11
20
21
22
24
25
25
27
28
29
31
32
34
35
35
36
37

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Diagram alir tahapan penelitian
Diagram alir pembuatan emulsi beeswax
Diagram alir pembuatan larutan bionanokomposit
Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) kuat tarik film
Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) elongasi film
Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) laju transmisi uap air film
Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) parameter warna L film
Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) parameter warna a film
Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) parameter warna b film
Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) ΔE film
Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) susut bobot mangga
Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) kekerasan mangga
Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) produksi CO2 mangga

45
45
46
47
47
48
49
49
50
51
51
52
53

12

14
15
16
17
18
19

Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) total asam mangga
Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) parameter warna L mangga
Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) parameter warna a mangga
Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) parameter warna b mangga
Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) nilai ΔE mangga
Tabel korelasi Pearson antar parameter perubahan mutu mangga

55
56
57
58
59
60

1 PENDAHULUAN
Latar belakang
Mangga merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia dengan volume
ekspor yang terus meningkat (Qanytah dan Ambarsari 2011). Dirjen Pengolahan
dan Pemasan Hasil Pertanian RI (2014) mencatat pada rentang tahun 2005-2009,
ekspor mangga Indonesia sebesar 9480 ton. Jumlah ini lebih besar dua kali lipat
dibanding kurun tahun 2001-2004 yaitu 4.485 ton. Sampai 5 tahun terakhir ekspor
mangga terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 sebesar 594 ton,
kemudian meningkat menjadi 1486 ton pada tahun 2011 dan 1515 ton pada tahun
2012. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian (2011) melaporkan bahwa saat
ini pangsa pasar ekspor utama buah mangga segar Indonesia adalah Timur Tengah,
Hongkong, Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam dimana pengiriman
dilakukan melalui transportasi laut. Akan tetapi pengiriman transportasi laut
memerlukan waktu yang lama (28-30 hari untuk negara Timur Tengah, 14-21
untuk Hongkong dan 7-14 hari untuk Singapura, Malaysia dan Brunei) sehingga
buah mangga banyak mengalami kerusakan sesampainya di negara tujuan. Hal ini
disebabkan umur simpan atau daya tahan alamiah buah mangga yang tidak
mencapai lebih dari 7 hari. Tingkat kerusakan buah mangga selama proses
distribusi diketahui mencapai 35−40% (Qanytah dan Ambarsari 2011). Beberapa
metode telah dikembangkan untuk mengatasi hal tersebut sekaligus
memperpanjang umur simpan buah mangga diantaranya dengan penyimpanan
suhu dingin, penyimpanan atmosfer terkontrol atau termodifikasi, irradiasi,
perlakuan kimia dan pelapisan (Liu et al. 2014).
Pelapisan diketahui dapat menunda pemasakan buah klimaterik, menunda
perubahan tekstur dan warna pada buah, meningkatkan penampilan, menghambat
migrasi kelembapan dan kehilangan senyawa volatil, serta mengurangi laju
respirasi (Maftoonazad et al. 2007; Moalemiyan et al. 2011). Pelapis dapat
diformulasikan dari berbagai material berbeda seperti lipid, resin, polisakarida dan
protein. Berbagai penelitian mengenai pelapisan pada buah mangga untuk
memperpanjang masa simpannya telah cukup banyak dilakukan. Kittur et al.
(2001), Zhu et al. (2008) dan Abbasi et al. (2009) menggunakan film berbasis
kitosan untuk menjaga kualitas mangga dimana pelapisan ini sangat efektif untuk
menghambat laju respirasi, mempertahankan kekerasan, perubahan warna,
serangan kapang C.gloeosporioides serta menurunkan pembentukan asam
askorbat pada mangga. Sementara itu, Diaz-Sobac et al. (2000) melakukan
pencegahan proliferasi lalat buah dan kemunculan antraknosa pada mangga
dengan menggunakan campuran hidrospersi berbasis CMC. Moalemiyan et al.
(2011) juga membuat formulasi pelapis buah mangga berbasis pektin untuk
mengurangi perubahan fisiologis dan kimiawi mangga pada saat penyimpanan.
Salah satu material alam yang dapat digunakan sebagai agen pelapis
adalah karagenan. Karagenan adalah hidrokoloid larut air yang diekstraksi dari
alga merah dan sangat potensial sebagai material pembentuk film (Shojaeealiabadi et al. 2014). Polisakarida anionik tersulfonikasi ini telah diaplikasikan
sebagai pelapis pada buah seperti ceri (Larotonda 2007), apel (Ghavidel et al.
2013), pepaya (Hamzah et al. 2013) dan mangga (Plotto et al. 2010). Yang dan

2

Paulson (2000) menyatakan bahwa sebagian besar film pelapis tunggal yang
bersifat hidrofilik (utamanya berbasis polisakarida dan protein) memiliki barier
terhadap gas yang baik namun memiliki ketahanan terhadap uap air yang buruk.
Beberapa jenis senyawa hidrofobik seperti lipid sering diinkorporasikan ke dalam
film hidrokoloid untuk mengatasi masalah tersebut (Shojaee-Aliabadi et al. 2014).
Dari berbagai lipid yang telah diteliti, lilin dan asam lemak rantai panjang sangat
efektif dalam meningkatkan sifat barier kelembapan dari film hidrofilik (Yang dan
Paulson 2000).
Beeswax merupakan salah satu jenis lilin yang tersusun atas 71% lilin ester,
15% hidrokarbon, 8% asam lemak dan 6% material lain (Maftoonazad et al. 2007).
Penelitian melaporkan bahwa penambahan beeswax ke dalam film berbasis
karagenan (Diova et al. 2013), pati (Han et al. 2006; Muscat et al. 2013), pektin
(Maftoonazad et al. 2007) dan sodium kaseinat (Fabra et al. 2008) dapat
menurunkan permeabilitas uap air dari film. Aplikasi beeswax sebagai campuran
material pelapis buah telah banyak diteliti seperti pada jambu (Ruzaina et al.
2013), plum (Navarro-Tarazaga et al. 2011), alpukat (Maftoonazad dan
Ramaswamy 2008) dan stroberi (Velickova et al. 2013).
Alternatif lain untuk memperbaiki performa film hidrofilik adalah
mencampurkan material pengisi (filler) berukuran nano ke dalam biopolimer
sehingga terbentuk polimer bionanokomposit (Yoksan dan Chiracanchai 2010).
Polimer bionanokomposit adalah material baru yang mengandung matriks
biopolimer dan partikel pengisi dalam skala nano (≤100 nm) kurang dari 10%.
Struktur nano diketahui dapat meningkatkan sifat fungsional, morfologi serta
stabilitas dari matriks polimer yang digunakan sebagai film (Slavutsky dan
Bertuzzi 2014). Distribusi tidak homogen partikel nano dalam matriks polimer
serta interaksi interfasialnya dengan polimer dapat memperbaiki sifat mekanis,
termal dan barier gas dari polimer komposit (Yadollahi et al. 2014; Nafchi et al.
2012).
Salah satu material pengisi anorganik yang dapat diinkorporasikan ke
dalam film adalah nanopartikel seng oksida (NP-ZnO). Metal oksida ini telah
diaplikasikan secara luas dalam industri pengemas dikarenakan memiliki rasio
permukaan terhadap volume yang besar, sifat termal dan mekanis yang unik serta
telah diterima sebagai substansi GRAS (generally recognized as safe) (Sharon et
al. 2010). Selain itu, dalam pengembangan pangan ZnO juga berpotensi sebagai
fortifikan mengingat prevalensi defisiensi mineral seng di Indonesia yang cukup
tinggi. Penelitian melaporkan bahwa inkorporasi nano partikel ZnO ke dalam film
berbasis biopolimer seperti karboksimetil selulosa (CMC), agar, karagenan
(Kanmani dan Rhim 2014) dan pati (Nafchi et al. 2012) mampu mengubah
morfologi permukaan serta sifat fisik seperti kuat tarik, elongasi serta
hidrofobisitas dari film. Selain itu, nano partikel ZnO juga telah diinkorporasikan
ke dalam beberapa polimer untuk memproduksi film pengemas antimikroba yang
mampu menurunkan pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan bahan
pangan (Yu et al. 2009, Espitia et al. 2013). Aplikasi polimer nanokomposit
berbasis ZnO untuk mempertahankan kualitas buah juga telah banyak
dikembangkan seperti nanokomposit PVC/ZnO untuk melapisi apel (Li et al.
2011), kiwi dengan kitosan/ZnO (Meng et al. 2014) serta pektin/ZnO sebagai
pelapis buah salak (Sabarisman et al. 2015).

3

Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji mengenai potensi material pelapis
berbahan baku karagenan, beeswax serta nanopartikel ZnO untuk
mempertahankan kualitas buah mangga khususnya varietas Gedong gincu serta
menguji sifat fisiko-kimia, mekanis serta barier dari film yang dihasilkan.

Perumusan Masalah
Pelapisan buah mangga menggunakan larutan bionanokomposit
merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan dalam memperpanjang masa
simpan dan menjaga kualitas mangga. Adapun perumusan masalah yang dapat
diambil yaitu penambahan beeswax dan nanopartikel ZnO ke dalam matriks
polimer karagenan akan berpengaruh terhadap karakteristik fisiko-kimia, barier
serta sifat mekanis film bionanokomposit yang terbentuk. Pada akhirnya,
performa film pelapis bionanokomposit yang dihasilkan juga akan mempengaruhi
kualitas fisik dan kimia buah mangga varietas Gedong gincu selama penyimpanan.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka tujuan dari
penelitian ini yaitu:
1. Membuat larutan pelapis bionanokomposit berbahan karagenan, beeswax,
dan nanopartikel ZnO serta melakukan karakterisasi film bionanokomposit
yang dihasilkan.
2. Mengevaluasi pengaruh aplikasi larutan bionanokomposit tersebut
terhadap perubahan kualitas buah mangga varietas Gedong gincu
berdasarkan parameter fisik dan kimianya.

Hipotesis
1. Penambahan beeswax sebagai material hidrofobik mampu memperbaiki sifat
barier uap air pada film berbasis karagenan.
2. Inkorporasi nanopartikel ZnO pada film berbasis karagenan dapat
memperbaiki sifat mekanik dan barier uap air dari film serta dapat
memberikan efek sebagai antimikroba.
3. Pelapisan mangga dengan larutan bionanokomposit yang dihasilkan mampu
mempertahankan kualitas fisik dan kimia buah lebih baik dibanding tanpa
pelapisan.
Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif dalam
memperpanjang masa simpan dan menjaga kualitas buah mangga ekspor sehingga
kedepannya diharapkan mangga Indonesia dapat bersaing di pasar internasional.
Selain itu, film bionanokomposit yang dikaji dapat menjadi sebuah inovasi baru
dalam pengembangan material pengemas.

4

2

TINJAUAN PUSTAKA

Mangga Gedong Gincu
Mangga (Mangifera indica L.) merupakan buah yang berasal dari
daerah tropis dan subtropis yang sangat diminati konsumen karena aroma
yang khas. Mangga merupakan salah satu buah musiman yang mempunyai
prospek baik sebagai komoditas ekspor yang diproduksi secara komersial oleh
lebih dari 87 negara. Varietas mangga sangat beragam, diantaranya arumanis,
gadung, gedong gincu, cengkir, golek, bapang, kidang, dan sebagainya (Fahri
2015).
Mangga Gedong gincu merupakan kelompok dari mangga gedong.
Hal yang membedakan sebutan mangga gedong dengan mangga Gedong gincu
adalah waktu panennya. Mangga gedong dipanen pada tingkat kematangan
mencapai 60%-70%, sedangkan mangga Gedong gincu dipanen saat buahnya
mencapai tingkat kematangan 80-85% yaitu saat warna kulit buah masih berwarna
hijau tua pada bagian atas ujung dan berwarna merah pada pangkal buah.
Saat matang, daging buah mangga gedong akan berwarna kuning jingga,
sedangkan daging mangga Gedong gincu akan berwarna merah oranye atau
kuning kemerahan (Fahri 2015).
Gedong gincu merupakan salah satu varietas mangga yang memiliki
peluang ekspor cukup besar dikarenakan buahnya mempunyai aroma yang sangat
tajam, warna buah merah menyala dan mengandung banyak serat. Karakteristik
ini sangat sesuai dengan permintaan negara importir. Pangsa pasar mangga
gedong gincu saat ini didominasi oleh pasar domestik (99%) dan sisanya sudah
masuk di pasar internasional yaitu ke Hongkong, Singapura dan Arab Saudi
(Ropai et al. 2013).

Warna daging
buah pucat,
buah belum
masak

Warna daging
buah kuning
kemerahan,
buah belum
masak, umur
buah 100 hari

Warna daging
buah merah
kekuningan,
buah sudah
masak, umur
buah 108 hari

Warna daging
buah merah,
buah sudah
masak, umur
buah 112 hari

Warna daging
buah merah
sekali, buah
sudah masak
sekali, umur
buah 115-120
hari

Gambar 1 Tingkat kematangan mangga gedong gincu (Fahri 2015)

5

Mutu Mangga
Kualitas mangga untuk ekspor sangat penting karena dengan adanya
standar mutu yang ditentukan akan menjadi acuan utama produk dapat diterima
oleh pengimpor. Karakteristik mutu mangga yang harus diperhatikan berupa
karakteristik fisik, kimia, dan biologi. Karakteristik fisik terdiri dari tingkat
ketuaan, kekerasan, ukuran, kerusakan, kotoran, dan busuk. Karakteristik
kimia berupa kandungan kimia (vitamin C, total asam, total padatan terlarut
(TPT) dan pH). Karakteristik biologi berupa ada tidaknya mikroorganisme dan
penyakit yang terdapat pada buah mangga.
SNI 01-364-2009 mensyaratkan mutu mangga berdasarkan ukuran
dibagi menjadi dua kelas yaitu mutu 1 dan mutu 2 yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Syarat minimum mutu untuk pemutuan mangga yang harus dipenuhi adalah
tingkat ketuaan, kekerasan, ukuran, tingkat kerusakan, bebas dari benda-benda
asing yang tampak (kotoran), bebas memar, bebas hama dan penyakit, bebas
kerusakan akibat temperatur rendah atau tinggi, bebas dari kelembaban eksternal
yang abnormal (kecuali pengembunan sesaat setelah pemindahan dari tempat
penyimpanan dingin), bebas dari aroma dan rasa asing, memiliki
kematangan yang cukup (Badan Standarisasi Nasional 2009).
Tabel 1. Syarat mutu SNI mangga (SNI 01-364-2009)
Persyaratan
Karakteristik
Mutu I
Mutu II
Keseragaman varietas Seragam
Seragam
Tingkat ketuaan
Tua tapi tidak terlalu
Tua tapi tidak terlalu
matang
matang
Kekerasan
Keras
Cukup keras
Ukuran
Seragam
Kurang seragam
Kerusakan (%) maks
5
10
Kotoran (%)
Bebas
Bebas
Busuk (%)
1
1
Sumber: Badan Standar Nasional (2009)
Selain standar yang telah ditetapkan, adakalanya syarat mutu masih
ditambah lagi berdasarkan permintaan pasar (pihak eksportir atau pasar swalayan).
Mangga untuk ekspor mempunyai syarat mutu lebih banyak daripada untuk pasar
domestik. Satuhu (2000) dalam Rizkia (2004) menyatakan bahwa syarat mutu
mangga untuk ekspor yaitu: permukaan kulit mulus (tidak berbintik, tidak
berlubang, tidak ada warna hitam pada pangkal buah, tidak ada noda “scab”),
bebas dari luka (luka mekanis atau mikrobiologis), bebas dari penyakit
pascapanen dan bentuk normal. Kriteria buah untuk ekspor masih dikatakan
mulus adalah noda hitam pada permukaan kulit adalah noda getah yang kering
(maksimum 5% dari total permukaan kulit buah atau 2.5 x 2.5 cm) dan luas noda
“scab” pada permukaan kulit maksimal 5%. Kader (1992) juga menerangkan
beberapa syarat mutu tambahan untuk ekspor yaitu matang fisiologis, kolorasi
kuning 30-50%, tingkat kematangan merata dan berat serta ukuran seragam
berdasarkan varietasnya. Sedangkan syarat mutu untuk pasar domestik yaitu:
permukaan kulit buah tidak harus 100% mulus, tidak luka (luka mekanis atau

6

mikrobiologis), tidak ada bintik hitam dan lubang pada kulit, bebas penyakit
pascapanen, serta bentuk normal (Satuhu 2000 dalam Rizkia 2004).

Pelapisan Buah Mangga
Mangga tergolong buah yang mudah rusak dengan umur simpan yang
sangat pendek. Respirasi puncak saat proses pematangan mangga terjadi pada hari
ke-3 atau 4 setelah pemanenan (Abbasi et al. 2009). Masa simpan mangga
bervariasi tergantung pada kondisi penyimpanan. Mangga bertahan selama 4-8
hari pada suhu ruang sedangkan pada penyimpanan suhu dingin (13 oC) dapat
bertahan selama 2-3 minggu (Carillo et al. 2000). Hal ini yang menjadi kendala
transportasi komersial buah mangga untuk jarak jauh. Proses pematangan buah
mangga meliputi berbagai reaksi biokimia yang menyebabkan meningkatnya
respirasi, produksi etilen, perubahan struktur polisakarida yang menyebabkan
pelunakan buah, degradasi klorofil, perkembangan pigmen melalui biosintesis
karotenoid, serta perubahan karbohidrat atau konversi pati menjadi gula, asam
organik, lipid, fenolik dan senyawa volatil (Herianus et al. 2003).
Pelapisan didefinisikan sebagai aplikasi material tipis yang memberikan
proteksi disekeliling produk pangan. Pelapisan diketahui mampu mempertahankan
stabilitas pangan dengan mengontrol perpindahan kelembapan, O 2, CO2, lipid dan
senyawa flavor antara produk dan lingkungan sekitarnya (Gambar 2). Pelapis
dengan karakteristik permeabilitas yang selektif terhadap O 2, CO2 dan etilen dapat
mengontrol respirasi buah dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme
(Abbasi et al. 2009).

Sinar UV
Pelapis
atau
film

Senyawa volatil

PANGAN

Gas

Uap air

Solut

Gangguan mekanis

Gambar 2 Transfer yang dapat dikontrol dengan pelapisan
(Marques 2012)
Teknik pelapisan ini telah banyak diteliti dan terbukti dapat digunakan
untuk menunda pematangan dan memperpanjang masa simpan buah mangga.
Beberapa penelitian mengenai pelapisan terhadap buah mangga disajikan pada
Tabel 2.

7

Tabel 2. Penelitian pengaruh pelapisan terhadap mutu mangga
Varietas
Pelapis
Hasil
mangga
Emulsi
Manila
 Susut bobot 8-9% (24 hari)
maltodekstrin,
 Produksi CO2 menurun dari 54
CMC, PEG
mg CO2/kg h menjadi 49 mg
dan ester
CO2/kg h
sorbitan
 Masa simpan 20 hari lebih lama
 Poliferasi lalat sebesar 75%,
dimana kontrol 100% (9 hari)
Polisakarida
Tommy
 Pelapisan polisakarida dapat
dan lilin
Atkins
menunda pemantangan dan
carnauba
retensi flavor volatil tinggi
 Susut bobot mangga dengan
pelapisan lilin sebesar 2.4%;
polisakarida 3.8% dan kontrol
4.2% (17 hari, 10oC)
Pati
Alphonso  Kekerasan buah dipertahankan
termodifikasi,
lebih besar (155-178 N/m)
turunan
dibanding kontrol (112 N/m)
selulosa dan
 Pembentukan gula lebih sedikit
turunan
(21-23 mg/g) dibanding kontrol
kitosan
(32.5 mg/g)
 Perubahan keasaman lebih
sedikit (0.11-0.15%) dibanding
kontrol (0.22%) (15 hari)
Kitosan 2%
Tainong  Indeks warna buah 58.4% lebih
rendah dari kontrol (16 hari)
 Kekerasan 43.6% lebih besar
dari kontrol (16 hari)
 Susut bobot 37% lebih rendah
dari kontrol (15 hari)
 Serangan penyakit 50% lebih
rendah dari kontrol
Kitosan
Summer  Kualitas sensori terjaga selama
Bahist
4 minggu
Chaunsa  Serangan penyakit lebih sedikit
(6.9%) dibanding kontrol
(13.3%) (2 minggu)
Kombinasi
Ataulfo
 Susut bobot lebih kecil (4.4%)
pektin,
dibanding kontrol (6.3%)
beeswax,
 Laju produksi CO2 lebih rendah
sorbitol dan
(270 menjadi 300 ml CO2/kg h)
monogliserida
dibanding kontrol (390 menjadi
470 ml CO2/kg h) (4 hari)

Referensi

Diaz-Sobac et
al. (1996) dan
Diaz-Sobac et
al. (2000)

Baldwin et al.
(1999)

Kittur et al.
(2001)

Zhu et al.
(2008)

Abbasi et al.
(2009)

Moalemiyan et
al. (2011)

8

Karagenan sebagai Agen Pelapis
Karagenan adalah polisakarida alami larut air yang tersulfonasi. Material
ini diekstraksi dari spesies rumput laut (Rhodophyceae) merah serta telah banyak
dipelajari untuk industri pangan dan farmaseutikal sebagai penstabil, pengemulsi
dan pembentuk gel (Shojaee-aliabadi et al. 2014). Karagenan terbentuk oleh
perubahan unit dari D-galaktosa dan 3,6-galaktosa anhidrat (3,6-AG) yang
terhubung oleh ikatan α-1,3 dan β-1,4 glikosida. Karagenan diklasifikasikan
dengan 3 cara yaitu berdasarkan jumlah dan posisi gugus sulfat, berdasarkan
famili dan berdasarkan sifatnya. Karagenan diklasifikasikan menjadi lambda,
kappa, iota, nu, mu, theta dan ksi berdasarkan jumlah dan posisi gugus SO 3-.
Kesemuanya mengandung gugus sulfat sebesar 22-35% (Prajapati et al. 2014).
Kappa-karagenan (Gambar 3) hanya mempunyai satu muatan negatif tiap
disakarida dengan kecenderungan membentuk gel yang kuat dan rigid. Kekuatan
gel inilah yang meningkatkan kemampuan kappa-karagenan untuk membentuk
film (Choi et al. 2005; Thanh et al. 2002)

Gambar 3 Kappa-karagenan (Necas dan Bartosikova 2014)
Pelapis berbasis karagenan telah dibuktikan efisien dalam
mempertahankan stabilitas buah baik yang terolah minimal maupun utuh.
Penelitian yang dilakukan oleh Ghavidel et al. (2013) menunjukkan bahwa
pelapisan produk apel terolah minimal menggunakan karagenan mampu menahan
kehilangan air sebesar 3.6% selama 15 hari penyimpanan dan secara sensori
produk masih diterima hingga 1 minggu. Larotonda (2007) yang mempelajari efek
pelapisan karagenan terhadap susut bobot buah ceri menemukan bahwa pelapisan
dapat menurunkan susut bobot ceri secara signifikan (p ≤ 0.05) (27% lebih rendah
dibanding kontrol) selama 18 hari penyimpanan. Menurut Bico et al. (2009) buah
pisang yang diberi pelapisan karagenan dan larutan pengawet yang
dikombinasikan dengan atmosfer termodifikasi mengalami susut bobot yang
rendah (1.27%) dibanding kontrol (3%) selama 5 hari penyimpanan pada 5 oC.
Nilai pH mengalami kenaikan yang rendah (5%) dibanding kontrol (7%) setelah
disimpan 2 hari pada suhu 5oC. Pelapisan ini juga mampu mempertahankan
kekerasan buah sebesar 0.78 N dibanding kontrol yaitu 0.64 N. Hamzah et al.
(2013) melakukan optimasi pelapisan pepaya dimana 0.78% (w/v) karagenan
yang dikombinasikan dengan 0.85% (w/v) gliserol mampu menunda pemasakan
buah yang ditunjukkan dengan besarnya nilai kekerasan (14.53N) dan rendahnya
komponen warna L, a dan b setelah disimpan selama 5 hari. Ribeiro et al. (2007)
melaporkan bahwa pelapisan menggunakan karagenan mampu menurunkan susut

9

bobot dan kehilangan kekerasan dari stroberi serta memiliki ketahanan terhadap
kelembapan lebih baik dibanding pelapisan dengan pati.

Beeswax (Lilin lebah)
Lilin merupakan material yang paling efisien untuk mengurangi
permeabilitas uap air pada film karena hidrofobisitasnya yang tinggi (kandungan
lemak alkohol rantai panjang dan alkana yang tinggi) (Fabra et al. 2008). Beeswax
merupakan salah satu jenis lilin yang dapat digunakan untuk menurunkan
permeabilitas uap air film karena hidrofobisitasnya yang tinggi dan berwujud
padat pada suhu kamar (Yang dan Paulson 2000). Kemampuan beeswax dalam
membatasi difusi uap air dikarenakan kandungan ester dari asam lemak dan lemak
alkohol serta senyawa alkana rantai panjangnya yang sangat tinggi (Morillon et al.
2002). Kandungan kimia beeswax secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.
Pemanfaatan beeswax sebagai campuran polimer untuk memperbaiki
performa film serta menjaga kualitas buah telah banyak diteliti. Navarro-Tarazaga
et al. (2011) melaporkan bahwa penambahan beeswax mampu meningkatkan
ketahahan film HPMC (hidroksipropil metilselulosa) terhadap uap air dimana
semakin besar konsentasi beeswax yang ditambahkan, semakin rendah
permeabilitas uap air dari film. Lebih jauh lagi, kandungan beeswax sebesar 20%40% dalam film HPMC mampu mengurangi susut bobot (hingga 53%) dari buah
plum dimana pada konsentrasi 20% sangat efektif dalam memperpanjang masa
simpan buah plum. Penggunaan beeswax dalam campuran film kitosan (multilayer
dan komposit) diketahui mampu menghambat pemasakan dan mengurangi susut
bobot (15-20% lebih rendah dari kontrol) dari buah stroberi terolah minimal
(Velickova et al. 2013). Beeswax juga dilaporkan mampu menurunkan
permeabilitas uap air film kitosan monolayer dari 4.15x10-11 mol m/m2 s Pa
menjadi 2.66x10-11 mol m/m2 s Pa dan 3.66 x10-11 mol m/m2 s Pa pada film
multilayer sedangkan pada film komposit permeabilitasnya lebih rendah 2.5 kali
dibanding film kitosan monolayer. Maftoonazad dan Ramaswamy (2008)
menggunakan campuran pektin dan beeswax sebagai pelapis alpukat. Hasilnya
puncak respirasi alpukat (produksi CO2 tertinggi) dengan pelapisan terjadi lebih
lambat yaitu pada hari ke-8 (232 ml/kg h) sedangkan kontrol pada hari ke 6 (287
ml/kg h). Susut bobot alpukat dengan pelapisan dilaporkan lebih kecil (9.1%,
20oC) dibanding kontrol (11.5%, 20oC). Selain itu, dilaporkan juga film pektin
dengan penambahan beeswax hingga 40% dapat menurunkan permeabilitas uap
air namun pada konsentasi lebih dari 40% berkontribusi dalam menaikkan
permeabilitas uap air film. Hal ini disebabkan pada konsentrasi tinggi, lipid
cenderung membentuk globula yang lebih besar saat pembentukan film.
Akibatnya struktur kontinu dari film rusak dan permeabilitasnya meningkat
(Maftoonazad et al. 2007).
Perez-Gago dan Krotcha (2001) melaporkan bahwa ukuran partikel lipid
berpengaruh pada sifat mekanis dan permeabilitas dari film. Penelitian
menggunakan 20% dan 60% beeswax (0.5-2.0 μm) yang diemulsikan dengan
protein whey menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran partikel beeswax,
semakin kecil permeabilitas uap air dari film. Hal ini diakibatkan imobilisasi
rantai protein pada interfasial lipid sehingga membentuk struktur taut silang

10

(cross-linking) yang kuat dengan permeabilitas yang rendah. Sementara itu, kuat
tarik dan elongasi film emulsi justru meningkat seiring menurunnya ukuran
partikel beeswax. Akan tetapi, fenomena ini hanya berlaku pada penambahan
beeswax sebesar 60%.
Tabel 3. Kandungan kimia Beeswax
Komponen
Lilin ester (C40-C54),
utamanya mirisil palmitat/C46
Hidrokarbon rantai panjang (C21-C33),
utamanya heptakosana/C27
Asam lemak (C22-C34),
utamanya asam tetrakosanoat/C24
Alkohol (C34-C36)
Sumber: Muscat et al. (2013)

Persentase
70-80%
10-15%
12-15%
1%

Nanokomposit Seng Oksida (ZnO)
Nanokomposit merupakan polimer yang diinkorporasi dengan sejumlah
kecil (hingga 5% w/w) partikel berukuran nano yang dapat meningkatkan
performa dari polimer tersebut (Sekhon 2014). Pembuatan nanokomposit
merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi kelemahan polimer alam yang
diketahui memiliki sifat mekanis dan barier yang buruk. Yu et al. (2009) serta
Yoksan dan Chirachancai (2010) menyebutkan bahwa pencampuran homogen
antara berbagai jenis biopolimer dengan berbagai macam material pengisi (filler)
berukuran nano menghasilkan peningkatan sifat fisik, mekanis serta barier
terhadap gas pada film yang terbentuk. Hal ini disebabkan adanya interaksi
interfasial yang kuat antara material pengisi, yang memiliki rasio luas permukaan
dan volume yang besar, dengan matriks polimer. Lebih jauh lagi, terbentuknya
jalur difusi yang berliku dapat meningkatkan ketahahan gas dan uap air dari film.
Selain itu, beberapa nano filler seperti logam atau logam oksida diketahui
memiliki aktivitas antimikroba yang kuat dalam melawan bakteri gram positif dan
gram negatif maupun kapang patogen (Llorens et al. 2012; Kanmani dan Rhim et
al. 2014).
Seng oksida (ZnO) merupakan salah satu nanopartikel yang berpotensi
diaplikasikan dalam industri pengemas karena selain mampu memperbaiki sifat
mekanis, barier dan stabilitas kemasan, metal oksida ini juga memiliki sifat
antimikroba yang luas (Espitia et al. 2012). Beberapa mekanisme antimikroba dari
ZnO tersaji pada Gambar 5. Aktivasi nanopartikel ZnO oleh sinar tampak dan UV
diketahui mampu menghasilkan reactive oxygen species (ROS) seperti hidrogen
peroksida, ion peroksida, radikal hidroksil dan superoksida, serta oksigen singlet
(Li et al. 2009b). Berikut adalah persamaan kimia pembentukan ROS pada
permukaan nanopartikel ZnO:

11

ZnO + hv → ZnO +
+
+ O2 →
+ H2O → •OH + H+
+ H+ →
+ H+ →
→ H2O2
Radikal superoksida (
) dan hidroksil (•OH) yang bermuatan negatif akan
menyerang membran sel bakteri paling luar dan dapat merusak protein, lapisan
lemak serta DNA, sedangkan hidrogen peroksida (H2O2) mampu berpenetrasi ke
dalam sel sehingga menyebabkan bakteri mati (Tankhiwale dan Bajpai 2012).
Lebih dari itu, nanopartikel ZnO juga dilaporkan memiliki muatan positif (zeta
potensial + 24 mV) yang sanggup menghasilkan gaya elektrostatis yang kuat
dengan bakteri sehingga berujung rusaknya membran sel. Toksisitas dari
nanopartikel ZnO secara langsung dihasilkan dari kelarutan ion Zn2+ dalam
medium yang mengandung mikroorganisme. Akan tetapi, metal oksida diketahui
hanya bersifat toksik pada konsentrasi yang relatif tinggi (Espitia et al. 2012).

Gambar 4 Ilustrasi berbagai mekanisme aktivitas antimikroba nanopartikel ZnO
(Espitia et al. 2012)
Beberapa penelitian mengenai pengaruh penambahan nanopartikel seng
oksida (ZnO) sebagai material pengisi dalam polimer nanokomposit dirangkum
pada Tabel 4.
Aplikasi nanokomposit ZnO sebagai pelapis buah telah banyak
dikembangkan. Sebagai contoh, Meng et al (2014) telah menguji kombinasi
perlakuan gelombang ultrasonik dan pelapisan nanokomposit ZnO terhadap
aktivitas fisiologis buah kiwi. Penelitian tersebut menyatakan bahwa produksi
etilen tertinggi sampel kiwi tanpa perlakuan (kontrol) tercatat pada hari ke-4
penyimpanan sedangkan sampel dengan kombinasi pelapisan 0.8 g/L nano ZnO
dan perlakuan gelombang ultrasonik mencapai puncak produksi etilen setelah hari
ke-6 penyimpanan, dimana produksinya 25.5% lebih rendah dibanding dengan
kontrol. Pengukuran produksi karbon dioksida menunjukkan hasil yang sama
dimana sampel kontrol mencapai puncak produksi CO2 lebih cepat (hari ke-2
penyimpanan) dibanding dengan sampel dengan pelapisan (hari ke-4
penyimpanan). Pelapisan dengan nano ZnO dilaporkan memiliki permeabilitas
yang selektif terhadap gas, yang mana mampu memodifikasi atmosfir pada

12

permukaan buah kiwi dengan menurunkan laju pertukaran O2 dan CO2. Selain itu,
dibanding dengan kontrol, susut bobot sampel dengan pelapisan lebih rendah
dimana perlakuan kombinasi gelombang ultrasonik dan pelapisan 1.2 g/L nano
ZnO menghasilkan susut bobot paling rendah diantara semua sampel. Susut bobot
diketahui berhubungan erat dengan proses transpirasi dan respirasi pada buah
(Bico et al. 2009). Pelapisan dengan 1.2 g/L nano ZnO juga menunjukkan tingkat
kekerasan buah kiwi paling tinggi diantara semua perlakuan.
Li et al. (2011) melakukan penelitian mengenai pengaruh aplikasi
pengemas nanokomposit poli vinil klorida (PVC)/nano ZnO terhadap kualitas
buah apel. Hasil pengujian kondisi atmosfir menunjukkan bahwa tingkat O 2 dalam
pengemas nanokomposit lebih tinggi (8.8%) dibanding pengemas kontrol (2.3%)
pada hari ke-12 penyimpanan, sedangkan produksi CO2 dalam pengemas
nanokomposit lebih rendah (16.2%) dibanding pengemas kontrol (20.9%).
Kebusukan buah terdeteksi sebesar 21.5% untuk apel yang dikemas dengan
nanokomposit, sedangkan apel dalam pengemas kontrol sebesar 42.4% pada
penyimpanan hari ke-12. Nano partikel ZnO diketahui memiliki aktivitas
antibakteri dimana salah satunya mampu menghasilkan hidrogen peroksida yang
bersifat bakterisidal. Penyimpanan apel dalam pengemas nanokomposit
dilaporkan dapat menjaga kandungan total padatan terlarut dan asam tertitrasi
selama penyimpanan. Pengukuran total padatan terlarut menunjukkan bahwa apel
yang disimpan dalam pengemas nanokomposit memiliki total padatan terlarut
lebih tinggi dibanding sampel dalam pengemas kontrol. Kadar asam tertitrasi pada
apel yang disimpan pada pengemas nanokomposit juga dilaporkan lebih tinggi
(0.71%) dibanding kontrol (0.42%) pada penyimpanan hari ke-12. Penelitian juga
menunjukkan bahwa kadar malonaldehid (MDA), indikator kematangan buah,
apel yang disimpan dalam pengemas nanokomposit lebih rendah (53.9 nmoL/g)
dibanding kontrol (74.9 nmoL/g). Hal ini berarti pengemas nano ZnO mampu
mempertahankan integritas membran buah serta menurunkan akumulasi MDA.
Pengemas nanokomposit juga dilaporkan mampu menurunkan aktivitas
polifenoloksidase (PPO), enzim yang bertanggung jawab pada proses pencoklatan
buah, dimana apel yang disimpan pada pengemas nanokomposit menghasilkan
aktivitas PPO yang lebih rendah (9.6 U / g min) dibanding pengemas kontrol
(21.5 U / g min). Hasil ini seiring dengan nilai indeks pencoklatan buah yang
diukur, dimana dalam rentang hari ke-6 hingga 12 derajat pencoklatan apel dalam
pengemas kontrol lebih tinggi dibanding pengemas nanokomposit.
Sabarisman et al.(2015) menggunakan pelapis nanokomposit berbasis
pektin dan nanopartikel ZnO untuk memperahankan kesegaran buah salak pondoh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi pelapis nanokomposit secara nyata
mampu mengurangi susut bobot dari 41% menjadi 28% serta menghambat
pertumbuhan mikroba dari 7.5 log CFU/g menjadi 4.48 log CFU/g. Selain itu,
karakter pelapis yang transparan tidak mempengaruhi warna kulit buah salak.

13

Tabel 4. Penelitian pembuatan polimer nanokomposit ZnO
Polimer
Hasil
Pati kacang
 Partikel ZnO-CMC terdispersi tidak merata
polong-gliserol
pada matriks GPS dan ditemukan agregasi
(GPS)/NPpada penambahan 5% ZnO-CMC
ZnO-CMC
 Kuat tarik komposit meningkat dari 3.94
menjadi 9.81 MPa (5% ZnO-CMC)
 Elongasi komposit menurun dari 42.2
menjadi 25.8% (5% ZnO-CMC)
 Permeabilitas uap air menurun dari 4.76 x
10-10 menjadi 1.65 x 10-10 g/m s Pa (5%
ZnO-CMC)
Poliuretan/NP-  Kuat tarik film tertinggi pada penambahan
ZnO
2% ZnO (17.83 MPa) namun menurun
seiring meningkatnya konsentrasi ZnO
 Elongasi film menurun seiring
meningkatnya konsentrasi ZnO
 Penambahan 1% ZnO menurunkan laju
pertumbuhan E.coli (20 CFU), sedangkan
laju pertumbuhan B.subtilis terhambat pada
penambahan 2% ZnO (18 CFU)
Poli hidroksi
 Nano partikel terdispersi acak, homogen dan
butirat (PHB)
tanpa agglomerasi dengan permukaan film
/NP-ZnO
kasar
 Kuat tarik meningkat 32% (5% ZnO)
 Permeabilitas uap air film menurun sebesar
serta 38% (5% ZnO)
 Penghambatan pertumbuhan E.coli dan
S.aureus sebesar 97% serta 94% (10% ZnO)
Agar, CMC,
 Nano partikel ZnO terdistribusi homogen
Karagenan/NP- serta ditemukan agregasi
ZnO
 Penambahan ZnO menurunkan nilai
komponen warna L* serta a* dan
meningkatkan b* serta ΔE
 Permeabilitas uap air menurun 9.9%
(agar/ZnO), 9.5% (karagenan/ZnO) dan
16.6% (CMC/ZnO)
 Kuat tarik menurun 62.4% (agar/ZnO),
72.4% (karagenan/ZnO) dan 20%
(CMC/ZnO)
 Elongasi meningkat 199.9% (agar/ZnO),
109.9% (karagenan/ZnO) dan 6.1%
(CMC/ZnO)
 Penambahan ZnO menurunkan viabilitas sel
sebesar 2.5 log CFU/ml untuk E.coli dan 3
log CFU/ml untuk L.monocytogenes

Referensi

Yu et al.
2009

Li et al.
2009b

Pascual dan
Vicente 2014

Kanmani dan
Rhim 2014

14

Polimer
Hasil
Poli asam laktat  Kuat tarik nanokomposit menurun sebesar
(PLA)NP- ZnO 4% dan 10.4% untuk penambahan ZnO
sebesar 5% dan 10%
 Modulus elastisitas nanokomposit
meningkat dari 0.86 GPa menjadi 1.2 Gpa
 Penambahan ZnO menurunkan >99%
jumlah E.coli dan S.aureus setelah 14 hari
(5% ZnO) , 7 hari (7.5% ZnO) dan 1 hari
(10% ZnO) inkubasi
Gelatin/NPZnO

 Nilai komponen warna L dan a menurun
sedangkan b dan ΔE meningkat dengan
penambahan ZnO
 Kuat tarik menurun dari 50 MPa menjadi
22-14 MPa
 Elongasi meningkat dari 7.3% menjadi 26.533.4%
 Permeabilitas uap air meningkat dari 1.25 x
10-9 menjadi 1.99-2.47 x 10-9 g m/m2 Pa s
 Sudut kontak tetesan air meningkat dari
52.4o menjadi 59.8-63o
 Viabilitas sel L.monocytogenes menurun
hingga 5.5 log CFU/ml dalam 6 jam
sedangkan E.coli menurun 2 log CFU/ml
dalam 12 jam.

Referensi

Silva et al.
2015

Shankar et al.
2015

15

3

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan selama bulan Oktober 2014 sampai September 2015
di Laboratorium Rekayasa Proses Departemen Ilmu Teknologi Pangan, Institut
Pertanian Bogor serta Laboratorium Pengolahan dan Laboratorium Nanoteknologi,
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mangga varietas
Gedong gincu dengan tingkat kematangan 70-80% (sekitar 90 hari setelah bunga
mekar) yang diperoleh dari perkebunan milik petani mangga di dusun Sumber,
Cirebon. Bahan kimia untuk membuat larutan bionanokomposit antara lain kappakaragenan (Sigma Aldrich, Jerman), nanopartikel seng oksida (NP-ZnO) dengan
ukuran partikel rata-rata 20 nm (Wako, Jepang), beeswax (lilin lebah) diperoleh
dari petani madu di Bogor, gliserol sebagai pemlastis, serta Tween 60 dan Span
60 sebagai bahan pembentuk emulsi. Isolat bakteri E.coli dan S.aureus digunakan
untuk uji antimikroba. Bahan kimia yang lain meliputi media Nutrient Agar (NA),
NaOH dan indikator phenolptalein (PP).
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain magnetic stirer,
stirring hot plate, Ultra turax (IKA, T25, Jerman), Universal Testing Machine
(Instron, USA), Textur Analyzer (CT V1.2 Brookfield, USA), Spektrometr FT-IR
(Bruker, USA), Scanning Electron Microscopy (SEM) (Carl, Zeiss EVO M10,
USA), Chroma meter (Minolta, Jepang) instrumen uji permeabilitas uap air,
neraca analitik (WPS 600 Radwag, USA), CO2 meter (Lutron GCH, USA),
kamera digital (Canon IXUS 160, Jepang), mikrometer alat gelas serta alat
penunjang lainnya.

Tahapan Penelitian
Penelitian ini meliputi 3 tahapan yaitu (1) tahap pembuatan emulsi
beeswax dilanjutkan (2) tahap pembuatan larutan bionanokomposit berbahan baku
karagenan, beeswax, dan nanopartikel ZnO menggunakan teknik casting atau
cetak. Pada tahap ini dilakukan variasi konsentrasi beeswax dalam bentuk emulsi
(0 dan 3% (v/v larutan)) dan konsentrasi nanopartikel ZnO (0, 05 dan 1 % b/b
karagenan). Tahapan terakhir (3) yaitu aplikasi larutan nanokomposit sebagai
pelapis mangga dengan teknik dipping atau pencelupan. Secara umum, skema
penelitian terangkum pada Lampiran 1.
Pembuatan Emulsi Beeswax
Pembuatan emulsi beeswax mengacu pada metode yang dilakukan oleh
Ramnanan-Singh (2012). Sebanyak 20.3 g Beeswax ditimbang dan dilelehkan
menggunakan hot plate pada suhu 70oC. Kemudian ditambahkan pengemulsi

16

yaitu 29.8 gTween 60 yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 70oC dan
10.9 g Span 60. Sebanyak 140 ml akuades (suhu 70oC) sedikit demi sedikit
ditambahkan pada campuran sambil diaduk dengan kuat. Selanjutnya
homogenisasi campuran dilakukan pada 8500 rpm selama 15 menit menggunakan
ultra turax. Emulsi yang terbentuk dipindahkan pada wadah lain. Diagram alir
tersaji pada Lampiran 2.
Pembuatan Film Bionanokomposit
Pembuatan film bionanokomposit mengacu pada kombinasi dan
modifikasi metode yang dilakukan oleh Rhim et al. (2013), Diova et al. (2013)
serta Kanmani dan Rhim (2014). Sebanyak 0.5 dan 1% nanopartikel seng oksida
(NP-ZnO) (b/b karagenan) dilarutkan dalam 100 ml akuades menggunakan ultra
turax. Setelah terdispersi sempurna, ke dalam larutan tersebut ditambahkan 0.8 g
karagenan sambil diaduk menggunakan stirring hot plate hingga suhu larutan
mencapai 60oC. Selanjutnya, 0.5 ml gliserol dan 3% emulsi beeswax (v/v larutan)
dicampurkan ke dalam larutan hingga suhu 80oC dan dipertahankan selama 5
menit. Larutan bionanokomposit yang dihasilkan didiamkan hingga dingin.
Sebanyak 25 ml larutan dituang ke dalam cawan petri dan didiamkan selama 48
jam dalam suhu ruang hingga air menguap. Film yang telah kering diangkat dari
cawan petri kemudian dibungkus dalam alumunium foil dan