Penyelidikan Pendahuluan Daerah Panas Bumi Polewali Mandar, Sulawesi Barat

(1)

PENYELIDIKAN PENDAHULUAN DAERAH PANAS BUMI POLEWALI MANDAR, SULAWESI BARAT

Anna Y, Dendi S.K, Yuano R.

Kelompok Program Penelitian Panas Bumi Pusat Sumber Daya Geologi

SARI

Daerah panas bumi Polewali Mandar secara administratif berada di Provinsi Sulawesi Barat atau secara geografis terletak 118°50’41,28” - 119°17’41,28” Bujur Timur dan 3°13’49,08” - 3°32’43,08” Lintang Selatan. Daerah panas bumi Polewali Mandar dibangun oleh batuan vulkanik, batuan beku dalam dan batuan sedimen laut dangkal hingga darat. Sistem panas bumi Polewali Mandar berasosiasi dengan intrusi batuan beku dalam, vulkanik dan tektonik regional yang bekerja di sekitarnya.

Pola struktur yang berkembang diakibatkan oleh 3 rezim tektonik, yaitu; tegasan barat – timur yang membentuk perlipatan dan sesar naik berarah utara – selatan dan sesar sesar mendatar berarah WNW – ESE dan ENE – WSW, tegasan utara – selatan yang membentuk sesar sesar mendatar berarah NNW- SSE dan NNE – SSW, tegasan regangan barat – timur yang membentuk sesar normal berarah utara – selatan dan rejuvenasi sesar.Manifestasi panas bumi di Kabupaten Polewali Mandar berupa mata air panas dengan temperatur antara 36,6 – 94,8 °C. Kelompok mata air panas Andau termasuk ke dalam tipe air klorida, air panas Lili, Matanga, Batupanga Daala, Balanipa dan Pao pao termasuk ke dalam tipe air klorida-bikarbonat dan air panas Riso termasuk ke dalam tipe air Karbonat, yang pada umumnya berada didaerah partiall equilibrium dan immature waters.

Perkiraan temperatur bawah permukaan daerah Polewali Mandar dengan menggunakan geotermometer SiO2 (conductive-cooling) rata-rata berkisar antara 93 – 166 °C dan termasuk kedalam entalphi rendah ke sedang, sedangkan menggunakan geotermometer Na/K Giggenbach rata-rata berkisar antara 82 - 225 °C yang menunjukkan temperatur relatif cukup tinggi.

Daerah Polewali Mandar diperkirakan dibentuk oleh 3 sistem panas bumi, yaitu: Sistem panas bumi Lili yang berasosiasi dengan batuan vulkanik Kuarter, Sistem panas bumi Mapilli yang berasosiasi dengan batuan terobosan sienit yang diperkirakan sebagai heat sourcenya, dan sistem panas bumi Allu yang berasosiasi dengan batuan sedimen atau sediment hosted.


(2)

Potensi kelas sumber daya spekulatif panas bumi di Kabupaten Polewali Mandar yaitu Lili sebesar 75 MWe, Mapilli sebesar 50 MWe dan Allu 25 MWe.

PENDAHULUAN

Pemerintah perlu melakukan penyelidikan energi alternatif panas bumi, untuk mengetahui besarnya potensi energi panas bumi bagi penyediaan tenaga listrik. Salah satu potensi panas bumi di Indonesia yaitu terdapat di Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat.

Secara geografis daerah panas bumi Polewali Mandar terletak antara 118°50’41,28” - 119°17’41,28” Bujur Timur dan 3°13’49,08” - 3°32’43,08” Lintang Selatan dengan luas sekitar (50 x 35) km2 yang secara administratif termasuk Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat (gambar 1).

METODOLOGI

Metode yang dilakukan dalam penyelidikan daerah ini adalah geologi yang mencakup geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, dan penyebaran manifestasi serta geokimia yang terdiri dari manifestasi, parameter fisika dan kimia manifestasi, karakteristik air, Hg tanah serta CO2 udara tanah.

GEOLOGI

Satuan morfologi di daerah penyelidikan dibagi menjadi 3, yaitu : 1). Morfologi perbukitan bergelombang, 2) Morfologi perbukitan terjal, dan 3). Morfologi pedataran.

Stratigrafi daerah penyelidikan Berdasarkan hasil penyelidikan di lapangan, secara regional 8 satuan batuan (modifikasi dari Djuri, Sudjatmiko, 1998) yang terdiri dari Formasi Latimojong (Kls), Formasi Loka (Tml), Formasi Mandar (Tmm), Batuan Gunungapi Walimbong (Tmpv), Formasi Mapi (Tmpm), Batuan terobosan (Tmpl), Napal Pambuang (Qpps), dan Endapan Aluvial (Qa).

a) Formasi Latimojong, secara umum formasi ini mengalami pemalihan lemah – sedang. Terdiri dari batu sabak dan filit yang ditemukan di daerah Tapango. Ciri sesar banyak ditemukan di satuan ini, diduga telah mengalami lebih dari sekali proses tektonik.

b) Formasi Loka, berupa batuan epiklastik gunungapi. Terdiri dari breksi dan setempat konglomerat. Masif, diduga sebagai endapan darat sampai delta. c) Formasi Mandar (Tmm) terdiri dari

batupasir, batulanau dan batulempung, berlapis baik, sedikit karbonatan, setempat telah terkloritkan. Mengandung lensa lignit, yang berumur Miosen Akhir. Tebalnya mencapai 400 m, diendapkan dalam lingkungan laut dangkal sampai delta.

d) Batuan Gunungapi Walimbong (Tmpv) terdiri dari lava bersusunan basal sampai andesit, trakhit, sebagian lava bantal, breksi andesit piroksen, breksi andesit trakhit; mengandung fedspatoid di beberapa tempat; diendapkan di lingkungan laut; menurut Djuri dkk


(3)

diduga berumur Mio-Pliosen karena menjemari dengan Formasi Sekala yang berumur Miosen Tengah – Pliosen dengan keteBalanipan ratusan meter.

e) Formasi Mapi (Tmpm) terdiri dari batupasir tufan, batulanau, batulempung, batugamping pasiran dan konglomerat, mengandung lensa lignit. Berdasarkan kandungan fosil foraminiferanya pada peta regional menurut Djuri dkk umur formasi ini Miosen Tengah – Pliosen. Formasi ini tersingkap di daerah S. Maloso dan daerah Dusun Timolo.

f) Batuan Terobosan (Tmpl) umumnya batuan beku bersusunan asam sampai menengah seperti syenit, diorit, monzonit dan riolit. Singkapan dijumpai di daerah Pandenpanreng, Kondo, Nenebece, Mokombong, dan Seppoang. Umurnya diduga lebih muda dari Pliosen karena menerobos Batuan Gunungapi Walimbong yang berumur

Mio-Pliosen, berdasarkan kesebandingan dengan granit di

Lembar Pasangkayu yang berumur 3,35 juta tahun (Sukamto, 1975).

g) Napal Pambuang (Qpps) terdiri dari napal tufan, serpih napalan mengandung nodul, batupasir tufan, dan lensa-lensa konglomerat; mengandung fosil foraminifera yang menunjukkan umur Plistosen. Tebal satuan sekitar 300m, dan kemungkinan terendapkan di lingkungan laut dangkal. h) Aluvium (Qa) terdiri dari lempung,

lanau, pasir, dan kerikil. Satuan ini tersebar di sekitar sungai – sungai utama Polewali seperti Sungai Maloso,

Sungai Mandar, dan Sungai Riso, serta endapan pantai di bagian selatan daerah penyelidikan.

Di daerah penyelidikan teramati pola struktur yang berkembang yang diakibatkan oleh 3 tegasan utamayaitu :

a) Tegasan barat – timur yang membentuk perlipatan dan sesar naik berarah utara – selatan dan sesar sesar mendatar berarah WNW – ESE dan ENE – WSW.

b) Tegasan Utara – selatan yang membentuk sesar sesar mendatar berarah NNW- SSE dan NNE – SSW. c) Tegasan regangan barat – timur yang

membentuk sesar normal berarah utara – selatan dan rejuvenasi sesar.

MANIFESTASI PANAS BUMI

Manifestasi panas bumi berupa mata air panas daerah Polewali Mandar sedikitnya terdapat 7 manifestasi yang telah diidentifikasi, yaitu: Riso, Andau, Batupanga Daala, Lili, Matanga, Pao pao, dan Balanipa.

1) RISO

Ada 3 titik mata air yang muncul di daerah Riso (dusun salukanan, Desa kalimbua, Kec. Tapango), yaitu:

a) Air panas Riso 1 Temperatur terukur sebesar 51,1 °C dengan temperatur udara sekitar sebesar 31 °C. Air panas Riso 1 mempunyai pH 7 dan DHL sebesar 752 μS/cm dengan air yang jernih dan sedikit bubble.

b) Air panas Riso 2 temperatur terukur sebesar 52,5 °C dengan temperatur udara sekitar sebesar 34 °C. Air panas


(4)

Riso 2 mempunyai pH sebesar 10 dan DHL sebesar 780 μS/cm dengan air yang jernih dan sedikit bubble.

c) Air panas Riso 3 Air panas ini sering digunakan untuk mandi dengan temperatur terukur sebesar 52,5 °C dan temperatur udara sekitar sebesar 34 °C. Air panas Riso mempunyai pH 10,1 dengan DHL sebesar 748 μS/cm.

2) ANDAU

Ada satu titik mata air panas di andau (dusun Rappang, desa rappang barat, Kec.Mappili), dengan temperatur terukur sebesar 49,5 °C dan temperatur udara sebesar 29,5 °C. Air panas Andau mempunyai pH 7 dengan DHL yang cukup tinggi 1420 μS/cm dimana sudah dibangun 2 bangunan kolam ukuran 4 x 4 dan sering digunakan untuk mandi.

3) BATUPANGA DAALA

Ada 2 titik mata air panas di Batupanga Daala, kec. Luyo. Masing-masing mempunyai karakter bau H2S yang kuat.

a) Air panas Batupanga Daala 1 dengan suhu air panas sebesar 47,2 °C dan suhu udara sekitar sebesar 30,8 °C. Disekitar air panas Batupanga Daala 1 sudah dibangun kolam berukran 1 x 1 yang mempunyai debit 3 L/detik dengan pH 8 dan DHL sebesar 1448 μS/cm serta dengan bau H2S menyengat. Hasil pengukuran kadar gas dengan pompa gas detector menunjukkan kadar H2S= 30 ppm, CO2= 400 ppm, dan CO=2 ppm.

b) Air panas Batupanga Daala 2 dengan suhu air panas sebesar 45,5 °C dan suhu udara sekitar sebesar 30,8 °C, pH 8. Air panas Batupanga Daala2 terletak di pinggir sungai Maloso dan sekitar 10 meter dari air panas Batupanga Daala 1 dengan kandungan gas terukur sebesar H2S= 2,5 ppm, CO2= 400 ppm, dan CO= 300 ppm.

4) LILI

Air panas di Lili 1 dengan temperatur air panas terukur sebesar 94,8 °C dan temperatur udara sekitar sebesar 29,3 °C. Air panas Lili terletak didekat sungai Masungi yang mempunyai pH 8 serta DHL 1430. Kadar H2S yang terukur sebesar 2 ppm dan terdapat banyak endapan putih di sekitar manifestasi. Sekitar 50 m deket Air panas Lili 1 terdapat air panas Lili 2 dengan temperatur 94,4 °C, pH 8 dan DHL sebesar 1593 μS/cm.

5) MATANGA

Air panas Matanga berada di kecamatan Matanga, kemunculan di dekat sungai dengan temperatur air panas terukur sebesar 47,1 °C dan udara sekitar sebesar 32,1 °C. Air panas Matanga mempunyai pH 7 dengan DHL yang cukup rendah sebesar 403μS/cm.

6) PAO PAO

Ada 3 titik mata air panas di daerah Pao pao, Kec. Alu.

a) Air panas Pao pao 1 yang terletak di pinggir sungai Malula Parara. Temperatur terukur sebesar 47,3 °C


(5)

dengan temperatur udara sekitar sebesar 31 °C. Air panas Pao pao 1 mempunyai pH normal sebesar 7 dan DHL sebesar 680 μS/cm dengan air yang jernih dan sedikit bubble.

b) Air panas Pao pao 2 Temperatur terukur sebesar 43,3°C dengan temperatur udara sekitar sebesar 31,5 °C. Air panas Pao pao 2 mempunyai debit 5 L/detik dengan pH normal sebesar 7 dan DHL sebesar 630 μS/cm.

c) Air panas Pao pao 3 Temperatur terukur sebesar 40,2 °C dengan temperatur udara sekitar sebesar 31,9 °C. Air panas Pao pao 3 mempunyai pH normal sebesar 8 dengan DHL sebesar 592 μS/cm.

7) BALANIPA

Ada 5 titik mata air panas di daerah Balanipa, Kec. Balanipa. 3 titik berupa sumur yang digali warga, dan 2 titik berada di pinggir laut, sering tertutup air laut saat pasang.

a) Air panas Balanipa 1 Temperatur terukur sebesar 36,6 °C dengan temperatur udara sekitar sebesar 30,7 °C. Air panas Balanipa 1 mempunyai pH normal sebesar 8 dan DHL sebesar 4,04.106μS/cm dengan air yang jernih dan berasa asin.

b) Air panas Balanipa 2 Temperatur terukur sebesar 39 °C dengan temperatur udara sekitar sebesar 30,7 °C. Air panas Balanipa 2 mempunyai pH normal sebesar 8 dan DHL sebesar 6,31.106μS/cm dengan air yang jernih dan berasa asin.

c) Air panas Balanipa 3 Temperatur terukur sebesar 39,5 °C dengan temperatur udara sekitar sebesar 30,7°C. Air panas Balanipa 3 mempunyai pH sebesar 9 dengan DHL sebesar 6,83.106μS/cm.

d) Air panas Balanipa 4 dan 5 tidak bisa diukur karena tertutup air pasang laut dengan pasir di laut di tempat pemunculan air panas berbau H2S.

HEAT LOSS

Penentuan nilai heat loss di daerah penyelidikan dilakukan pada lima manifestasi yang kesemuanya berupa mata air panas.

Total energi panas yang hilang (heat loss)

di daerah panas bumi Polewali adalah sebesar ± 2346,11 kWth atau 2,3 MWth

(tabel 1).

GEOKIMIA

Komposisi kimia dan konsentrasi kimia sampel air panas daerah Polewali yang di peroleh dari hasil analisis kimia di laboratorium untuk selanjutnya di plot kedalam diagram segitiga Cl-SO4-HCO3 (Gambar 16) dimana memperlihatkan mata air panas daerah Polewali yaitu air panas Andau termasuk ke dalam tipe air klorida, air panas Lili, Matanga, Batupanga Daala, Balanipa dan Pao pao termasuk ke dalam tipe air klorida-bikarbonat dan air panas Riso termasuk ke dalam tipe air Karbonat.

Hasil pengeplotan dalam diagram segitiga Na/1000-K/100-√Mg (Gambar 17)


(6)

menunjukkan mata air panas Riso dan Andau umumnya berada pada zona partial equilibrium. Hal ini menggambarkan kondisi air panas kemungkinan berasal langsung dari kedalaman dengan temperatur cukup tinggi. Sedangkan mata air panas Batupanga Daala, Matanga dan Pao pao berada pada zona immature water

kemungkinan merupakan air permukaan yang terpanasi atau terpengaruh oleh pengenceran air permukaan cukup dominan.

Hasil pengeplotan dalam diagram segitiga Cl-Li-B (Gambar 18.) mata air panas Polewali pada umumnya berada ditengah-tengah dan cenderung kearah Cl-B yang menunjukkan lingkungan pemunculan mata air panas pada umumnya berada diantara batuan sedimen dan vulkanik. Mata air panas Balanipa berada pada garis Cl-B dan kearah yang menunjukkan bahwa pemunculan air panas dipengaruhi oleh sedimen marine dan kontaminasi air laut yang tinggi. Hal ini juga didukung bahwa pemunculan mata air panas berada di pinggir air laut. Sedangkan mata air panas Riso berada ke arah sudut B/4 yang menunjukkan pemunculan air panas dipengaruhi oleh batuan sedimen.

Perkiraan temperatur bawah permukaan daerah Polewali dengan menggunakan geotermometer SiO2 (conductive-cooling) rata-rata berkisar antara 93 – 166 °C dan termasuk kedalam entalphi rendah ke sedang, sedangkan menggunakan geotermometer Na/K Giggenbach rata-rata berkisar antara 82 - 225 °C yang

menunjukkan temperatur relatif cukup tinggi.

Berdasarkan data hasil isotop 18O dan Deuterium yang diperoleh dari sampel mata air panas daerah Polewali setelah diplot kedalam diagram hubungan antara Oksigen-18 dan Deuterium dimana pada umumnya cenderung mendekati garis air meteorik (Meteoric Water Line) (gambar) yang mengindikasikan adanya interaksi fluida panas dengan air meteorik. Hal ini mencerminkan bahwa mata air panas Polewali kemungkinan telah terjadi pengenceran dengan air meteorik di permukaan.

Sebagai perbandingan dilakukan pula pengukuran isotop untuk air dingin di daerah Polewali, hasil plotting air dingin berada pada garis air meteoric. Begitu pula untuk air panas Andau dan Riso, berada pada garis air meteoric yang mengindikasikan bahwa telah terjadi pengenceran dengan air meteoric. Mata air panas Batupanga Daala dan Pao pao terletak di sebelah kiri garis air meteoric yang mengindikasikan telah terjadi reaksi antara batuan dengan air laut atau air formasi yang pada umumnya terjadi pada sistem entalpi rendah ke sedang. Sedangkan hasil ploting air panas Balanipa berada di atas dari hasil ploting air panas lainnya yang mengindikasikan bahwa kontaminasi air laut sangat tinggi. Hal ini didukung bahwa air panas Balanipa berada di pinggir laut.

Berdasarkan data hasil analisis sampel tanah dan udara tanah di lapangan pada


(7)

titik lokasi pengambilan sampel daerah Polewali dan sekitarnya serta data pengukuran, diperoleh derajat keasaman atau pH tanah yang berkisar antara 5,9 – 8,5 dan temperatur udara tanah pada kedalaman 1 meter berkisar antara 25,2 – 31,1 °C, dengan konsentrasi Hg antara 14,6 - 6879,35 ppb dan konsentrasi CO2 antara 0,27 – 15,04 %. Daerah konsentrasi Hg tertinggi, yaitu 6879,35 terdapat di daerah air panas Lili.

DISKUSI

Sistem Panas Bumi di kabupaten Polewali Mandar dapat dikelompokkan berdasarkan :

1) Faktor geografis seperti letak pemunculan dan keberadaan manifestasi, serta jarak antar pemunculan manifestasi.

2) Kondisi geologi seperti morfologi dan stratigrafi batuan.

3) Sumber panas (heat source) 4) Karakteristik fluida panas bumi

Berdasarkan pengelompokkan di atas, daerah penyelidikan dapat dikelompokkan menjadi 3 sistem panas bumi, yaitu; 1) Sistem panas bumi Lili, 2) Sistem panas bumi Mapilli, dan 3) Sistem panas bumi Allu.

1. Sistem Panas Bumi Lili Kondisi Geologi

Sistem panas bumi Lili memiliki dua pemunculan kelompok manifestasi yaitu di kelompok manifestasi Lili-Sepporaki dan kelompok manifestasi Matanga. Daerah ini dicirikan oleh dominasi batuan vulkanik

yang berkomposisi andesitik hingga trakhitik.

Morfologi daerah Lili-Matanga didominasi oleh perbukitan terjal dan perbukitan bergelombang dimana bentuk-bentuk kerucut dijumpai di beberapa tempat. Bentuk kerucut ini diperkirakan sebagai bekas pusat erupsi batuan vulkanik muda yang tersingkap di dekat daerah manifestasi. Sementara itu morfolgi perbukitan bergelombang menggambarkan tahapan erosional dari batuan vulkanik yang lebih tua yang merupakan tahapan dewasa atau lanjut.

Batuan tertua yang tersingkap di daerah Lili-Matanga adalah batuan vulkanik berupa andesit porfir yang termasuk ke dalam Formasi Walimbong yang berumur Tersier, menempati sebagian besar daerah ini. Kemudian diendapkan batuan vulkanik berkomposisi trakhitik hingga andesitik berupa aliran lava dan breksi lava yang diperkirakan berumur kuarter bawah. Di daerah Lili batuan ini sebagian telah terkersikkan dan terbreksikan akibat pengaruh dari proses tektonik dan hidrotermal. Batuan ini diperkirakan sebagai produk terakhir aktivitas vulkanik di daerah ini. Endapan aluvial berupa material pasir, kerikil,dan bongkah merupakan satuan batuan termuda di daerah ini, proses pembentukannya masih terus berlangsung hingga sekarang.

Proses Pembentukan Sistem Panas Bumi

Aktivitas vulkanik di daerah Lili - Matanga terjadi sejak jaman Tersier yang


(8)

diperkirakan merupakan aktifitas gunungapi bawah laut yang kemudian berkembang menjadi gunungapi darat berumur Kuarter bawah. Produk-produk aktivitas vulkanik Tersier berkomposisi andesitik hingga trakhitik sebagian besar telah mengalami erosi tahapan dewasa dan menghilangkan jejak-jejak sumber erupsi, serta terkekarkan secara intensif yang memungkinkan satuan ini memiliki permeabilitas yang cukup baik untuk meloloskan fluida, khususnya fluida hidrotermal yang berkerja di daerah ini. Proses geologi selanjutnya adalah proses orogenesa yang menyebabkan pengangkatan (uplift) menjadi daratan, selama proses orogenesa ini aktivitas vulkanik masih terus berlangsung dan membentuk kerucut vulkanik disebelah baratdaya manifestasi Lili dengan produk berupa lava dan breksi lava yang berkomposisi andesitik. Tubuh kerucut vulkanik ini diperkirakan sebagai produk terakhir dari aktivitas vulkanik di daerah penyelidikan dan diduga sebagai sumber panas (heat source) yang memiliki sisa panas dari dapur magma. Aktivitas tektonik yang terjadi pada Kala Miosen – Pliosen membentuk sesar mendatar yang berarah baratlaut-tenggara, dimana di daerah manifestasi Lili kemungkinan terbentuk jog sehingga fluida panas bumi dapat keluar melalui celah ini ke permukaan. Sementara itu di daerah Matanga terbentuk sesar normal berarah utara – selatan yang menjadi media munculnya mata air panas di daerah tersebut.

Fluida Panas Bumi

Air panas daerah panas bumi Lili-Matanga ini termasuk ke dalam tipe air panas klorida

- bikarbonat. Keberadaan mata air panas Lili pada zona full equilibrium, memberikan gambaran bahwa terjadi kesetimbangan antara air panas dan batuan di dalam yang menunjukkan bahwa kondisi mata air panas Lili ini sedikit sekali mendapat pengaruh dari air permukaan atau pengenceran air meteorik. Sedangkan mata air panas Matanga berada pada zona immature water yang berarti pengaruh pengenceran oleh air permukaan cukup dominan, sehingga data air panas ini tidak dapat digunakan untuk penghitungan geotermometri.

Potensi Panas Bumi

Dari hasil perhitungan, daerah panas bumi Lili mempunyai geotermometer sebesar 182 °C yang termasuk dalam entalpi sedang dengan rapat daya sebesar 10 MWe/km2 dan luas daerah prospek sebesar 7,5 km2, maka didapatkan nilai potensi pada kelas sumber daya spekulatif sebesar 75 MWe.

2. Sistem Panas Bumi Mapilli Kondisi Geologi

Sistem panas bumi Mapilli memiliki dua pemunculan kelompok manifestasi yaitu di kelompok manifestasi Kalimbua - Riso dan kelompok manifestasi Andau. Daerah ini dicirikan oleh batuan beku dalam berkomposisi sienit dan vulkanik yang berkomposisi andesitik hingga trakhitik sebagai sumbat lava.

Daerah panas bumi Mapilli memiliki morfologi yang didominasi oleh perbukitan bergelombang dan pedataran. Ini menggambarkan tahapan erosional dari batuan vulkanik yang lebih tua pada


(9)

tahapan dewasa atau lanjut walaupun bentuk-bentuk bukit kecil dan bentuk sisa lingkaran kawah (ring crater), juga dijumpai di daerah ini. Bentuk bukit merupakan hasil denudasi dari batuan yang lebih resisten seperti batuan metamorfik, batuan terobosan sienit dan konglomerat, serta batuan vulkanik lebih muda yang dijumpai di daerah Andau dengan komposisi trakhitik. Kemudian bentuk sisa lingkaran kawah dijumpai di daerah Kondo - Riso diperkirakan merupakan sebagai bekas pusat erupsi batuan vulkanik yang kemudian disumbat oleh kubah sienit yang berumur Kuarter Awal. Sementara itu morfolgi pedataran semakin dominan kearah selatan yang diduga merupakan sedimentasi kipas aluvial.

Proses geologi diawali oleh aktivitas vulkanik bawah laut pada zaman Tersier yang produknya berupa andesit porfir yang termasuk ke dalam Formasi Walimbong. Produk dari aktivitas vulkanik di zaman Tersier ini menempati sebagian besar daerah panas bumi Mapilli. Bersamaan dengan proses pengangkatan yang terjadi setelahnya, aktivitas vulkanik masih berlangsung menghasilkan produk berupa andesit basaltik yang diperkirakan prosesnya masih berlangsung di bawah laut ditandai dengan dijumpainya struktur lava bantal di daerah Kalimbua – Riso. Sementara itu di daerah Andau produk vulkaniknya dijumpai berkomposisi trakhitik. Pada Tersier akhir atau pada Kala Pliosen aktivitas vulkanik berhenti ditandai dengan dijumpainya batuan beku dalam berkomposisi sienit biotit sebagai sumbat pada pusat erupsi di daerah Kondo. Dari

hasil penentuan umur batuan pada satuan ini dengan metoda jejak belah menggunakan mineral zirkon, diperoleh hasil bahwa batuan ini berumur 2.0 ± 0.2 juta tahun, atau pada kala Pliosen. Walaupun demikian, aktivitas magmatik masih terus berlangsung setelahnya, batuan beku dalam berkomposisi sienit yang lebih muda menerobos sienit biotit yang lebih tua dan batuannya tersingkap baik di daerah Kondo, dimana dari hasil penentuan umur batuan pada satuan ini dengan metoda jejak belah menggunakan mineral zirkon, diperoleh hasil bahwa batuan ini berumur 1.8 ± 0.2 juta tahun, atau pada kala Plistosen. Proses geologi selanjutnya adalah diendapkannya batuan koluvium yang diperkirakan berumur Kuarter Awal yang diikuti oleh endapan aluvial berupa material pasir, kerikil,dan bongkah yang menjadi satuan batuan termuda di daerah ini.

Proses Pembentukan Sistem Panas Bumi

Proses pembentukan sistem panas bumi Mapilli dimulai bersamaan dengan aktivitas vulkanik yang berlangsung pada zaman Tersier. Batuan vulkanik Tersier berkomposisi andesitik ini terkekarkan secara intensif sehingga memungkinkan satuan ini memiliki permeabilitas yang cukup baik untuk meloloskan fluida hidrotermal yang bekerja di daerah Mapilli. Selain itu, batuan metamorfik derajat rendah yang terbentuk sebelum aktivitas vulkanik tersebut juga masih memungkinkan sebagai batuan yang memiliki permeabilitas baik untuk sistem panas bumi daerah Mapilli. Proses geologi


(10)

selanjutnya adalah proses orogenesa yang menyebabkan pengangkatan (uplift)

menjadi daratan, selama proses orogenesa ini aktivitas vulkanik masih terus berlangsung dan membentuk kubah lava disebelah barat manifestasi Andau yang berkomposisi trakhitik dan intrusi batuan beku dalam berkomposisi sienit di Riso. Tubuh-tubuh intrusi ini berdasarkan pentarikhan umur jejak belah (fission track) berumur Plistosen sehingga memungkinkan masih menyimpan energi panas.Tubuh kubah lava dan intrusi sienit ini diperkirakan sebagai produk terakhir dari aktivitas magmatik di daerah penyelidikan dan diduga sebagai sumber panas (heat source) untuk sistem panas bumi daerah Mapilli. Kemudian aktivitas tektonik yang terjadi pada Kala Miosen – Pliosen membentuk sesar mendatar yang berarah timurlaut – baratdaya yang kemudian membentuk sesar normal utara – selatan pada rezim regangannya sehingga membentuk celah pada perpotongannya mengakibatkan fluida panas bumi dapat keluar melalui celah ini ke permukaan.

Fluida Panas Bumi

Air panas daerah panas bumi Andau termasuk ke dalam tipe air panas klorida, yang dilihat dari lingkungan pembentukan geologi daerah panas bumi Andau mungkin dikontaminasi oleh batuan sedimen laut dangkal. Sedangkan air panas Riso termasuk ke dalam tipe air panas Bikarbonat, yang diindikasikan bahwa kandungan ion Karbonat (HCO3) cukup dominan dengan konsentrasi 285 – 328 ppm.

Keberadaan mata air panas Riso dan Andau pada zona partial equilibrium, memberikan gambaran kondisi air panas kemungkinan berasal langsung dari kedalaman dengan temperatur cukup tinggi serta menunjukkan bahwa kondisi mata air panas Riso dan Andau relatif sedikit sekali oleh adanya pengaruh air permukaan atau pengenceran air meteorik.

Potensi Panas Bumi

Dari hasil perhitungan, daerah panas bumi Mapilli mempunyai geotermometer sebesar 146 - 165 °C yang termasuk dalam entalpi sedang dengan rapat daya sebesar 10 MWe/km2 dan luas daerah prospek sebesar 5 km2, maka didapatkan nilai potensi pada kelas sumber daya spekulatif sebesar 50 MWe.

3. Sistem Panas Bumi Allu Kondisi Geologi

Sistem panas bumi Allu memiliki tiga pemunculan kelompok manifestasi yaitu di kelompok manifestasi Batupanga Daala, kelompok manifestasi Pao pao dan kelompok manifestasi Balanipa. Daerah ini dicirikan oleh dominasi batuan sedimen laut dangkal hingga darat.

Morfologi daerah Allu didominasi oleh perbukitan terjal dan perbukitan bergelombang dimana perbukitan terjal merupakan bagian dari morfologi perlipatan antiklin. Bentuk perlipatan ini diperkirakan sebagai wadah sistem panas bumi yang bekerja di daerah Allu. Sementara itu morfolgi perbukitan bergelombang menggambarkan tahapan erosional dari sayap lipatan dan batuan vulkanik yang


(11)

lebih tua yang merupakan tahapan dewasa atau lanjut.

Batuan tertua yang tersingkap di daerah Allu adalah batuan vulkanik berupa andesit porfir dan trakhiandesit yang termasuk ke dalam Formasi Walimbong yang berumur Tersier. Kemudian diendapkan batuan sedimen laut dangkal berupa batugamping, batupasir gampingan, dan batupasir tufaan yang masuk dalam Formasi Mapi. Berjalan dengan proses pengendapannya, diendapkan juga batuan sedimen Formasi Mandar yang berupa perselingan batupasir – batulempung dan batupasir. Aktivitas tektonik berarah barat – timur mengkibatkan terlipatnya formasi batuan ini. Endapan aluvial berupa material pasir, kerikil, dan bongkah merupakan satuan batuan termuda di daerah ini, proses pembentukannya masih terus berlangsung hingga sekarang.

Proses Pembentukan Sistem Panas Bumi

Sistem panas bumi Allu merupakan sistem panas bumi berlingkungan sedimen atau

sediment hosted. Proses perlipatan yang terjadi di daerah ini membentuk suatu wadah panas bumi khususnya di daerah antiklin dimana batuan penudung merupakan batuan sedimen yang

impermeabel berupa batulempung, dan

batugamping. Sesar berarah baratlaut – tenggara dan baratdaya – timurlaut yang relatif barat – timur merupakan media munculnya manifestasi panas bumi di daerah ini. Sementara itu sumber panas diperkirakan masih berkaitan dengan aktivitas magmatik yang produknya berupa

batuan beku dalam granitik hingga sienitik, walaupun kemungkinan sumber panas juga bisa berkaitan dengan tektonik regional yang memiliki tekanan dan temperatur yang bekerja aktif di daerah ini.

Fluida Panas Bumi

Air panas daerah panas bumi Batupanga Daala, Balanipa dan Pao pao termasuk ke dalam tipe air panas klorida-bikarbonat, yang dilihat dari hasil analisa kimia air panas Batupanga Daala, Balanipa dan Pao pao menunjukkan kandungan ion-ion, seperti Natrium (Na), klorida (Cl) dan karbonat HCO3 relatif lebih tinggi dibandingkan ion-ion lainnya.

Keberadaan mata air panas Batupanga Daala, Balanipa dan Pao pao pada zona

immature equilibrium, memberikan

gambaran kondisi air panas kemungkinan merupakan air permukaan yang terpanasi atau terpengaruh oleh pengenceran air permukaan cukup dominan. Dilihat dari asal pembentukan air panas Batupanga Daala, Balanipa dan Pao pao menunjukkan bahwa air panas tersebut berasal dari sedimen marine, dimana kontaminasi air laut cukup tinggi.

Potensi Panas Bumi

Dari hasil perhitungan, Daerah panas bumi Allu mempunyai geotermometer sebesar

82 °C yang termasuk dalam entalpi rendah dengan rapat daya sebesar 5 MWe/km2 dan luas daerah prospek sebesar 5 km2, maka didapatkan nilai potensi pada kelas sumber daya spekulatif sebesar 25 MWe.


(12)

KESIMPULAN

Daerah Polewali dapat dikelopompokkan ke dalam 3 sistem panas bumi, yaitu ;

• Sistem panas bumi Lili yang berasosiasi dengan batuan vulkanik Kuarter.

• Sistem panas bumi Mapilli yang berasosiasi dengan batuan terobosan sienit yang diperkirakan sebagai heat sourcenya.

• Sistem panas bumi Allu yang berasosiasi dengan batuan sedimen atau sediment hosted.

Total energi panas yang hilang (heat loss)

di Kabupaten Polewali Mandar adalah yaitu Lili sebesar ± 1511,79 kWth atau 1,5 MWth,

Mapili sebesar ± 281,61 kWth dan Allu

sebesar± 792,32 kWth.

Potensi kelas sumber daya spekulatif panas bumi di Kabupaten Polewali Mandar yaitu Lili sebesar 75 MWe, Mapilli sebesar

50 MWe dan Allu 25 MWe.

SARAN

Untuk pengembangan panas bumi area ini, masih perlu dilakukan penelitian-penelitian tahap lanjut/ rinci, baik dari metode geologi, geokimia dan geofisika, khususnya di daerah panas bumi yang lebih prospek yaitu Lili dan Mapilli.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan tulisan ini, yang telah memberi

kemudahan dalam mengakses data yang diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

Djuri, Sudjatmiko, dkk, 1998, Peta Geologi Lembar Majene dan Bagian Barat Lembar Palopo, Sulawesi, Edisi Kedua.

Fournier, R.O., 1981. Application of Water

Geochemistry Geothermal Exploration and Reservoir Engineering, “Geothermal System: Principles and Case Histories”. John Willey & Sons. New York.

Giggenbach, W.F., 1988. Geothermal Solute Equilibria Deviation of Na-K-Mg – Ca Geo- Indicators. Geochemica Acta 52. pp. 2749 – 2765.

Kooten, V., and Gerald, K., 1987,

Geothermal Exploration Using

Surface Mercury Geochemistry,

Journal of volcanology and Geothermal Research, 31, 269-280.

Lawless, J., 1995. Guidebook: An

Introduction to Geothermal System. Short course. Unocal Ltd. Jakarta.

Mahon K., Ellis, A.J., 1977. Chemistry and Geothermal System. Academic Press Inc. Orlando.

Nicholson, Keith, 1993, Geothermal Fluids, Chemistry and Exploration Techniques.


(13)

Sjaiful Bachri, Muzil Alzwar., 1975.

Inventarisasi kenampakan gejala panas bumi daerah Sulawesi Selatan.

Telford, W.M. et al, 1982. Applied Geophysics. Cambridge University Press. Cambridge.

Taran, Y.A., 1986, Gas Geothermometers

for hydrothermal Systems,

Geo-chemistry International Vol. 23 No.7, 111-126.

Van Bemmelen (1949) Geology of


(14)

No Manifestasi Hilang panas (kWatt)

1 Air Panas Riso 239.61

2 Air Panas Andau 42

3 Air Panas Batupanga Daala 237.5

4 Air Panas Lili 1511.79

5 Air Panas Pao pao 554.82

Jumlah 2346.11 kWth

Tabel 1. Energi panas yang hilang (heat loss) di daerah panas bumi Polewali


(15)

LOKASI

PENYELIDIKAN


(16)

(17)

  Gambar 5. Peta Geologi daerah Batupanga Daala, Polewali, Sulawesi Barat.

Gambar 6 Peta Geologi daerah Pao Pao, Polewali, Sulawesi Barat.

Gambar 3. Peta Geologi daerah Riso, Polewali, Sulawesi Barat.

Gambar 4. Peta Geologi daerah Andau, Polewali, Sulawesi Barat.


(18)

Gambar 10. Peta Sebaran Hg Tanah Daerah Panas Bumi Lili-Matanga

Gambar 7 Peta Geologi daerah Balanipa, Polewali, Sulawesi Barat.

Gambar 8 Peta Geologi daerah Matanga, Polewali, Sulawesi Barat.

Gambar 9. Peta Geologi daerah Lili - Sepporraki, Polewali, Sulawesi Barat.


(19)

Gambar 11 Peta Sebaran Hg Tanah Daerah Panas Bumi Andau

Gambar 12 Peta Sebaran Hg Tanah Daerah Panas Bumi Riso

Gambar 13. Peta Sebaran Hg Tanah Daerah Panas Bumi Pao pao

Gambar 14. Peta Sebaran Hg Tanah Daerah Panas Bumi Balanipa


(20)

(21)

Gambar16. Diagram segitiga Cl-SO4-HCO3 Gambar. 17.. Diagram segitiga Na-K-Mg

Gambar. 18. Diagram segitiga Cl-Li-B Gambar19. Grafik isotop δ18O terhadap δ2H (Deuterium)


(22)

(1)

Buku 1 : Bidang Energi

  Gambar 5. Peta Geologi daerah Batupanga Daala, Polewali, Sulawesi Barat.

Gambar 6 Peta Geologi daerah Pao Pao, Polewali, Sulawesi Barat.

Gambar 3. Peta Geologi daerah Riso, Polewali, Sulawesi Barat.

Gambar 4. Peta Geologi daerah Andau, Polewali, Sulawesi Barat.


(2)

Gambar 10. Peta Sebaran Hg Tanah Daerah Panas Bumi Lili-Matanga Gambar 7 Peta Geologi daerah Balanipa, Polewali,

Sulawesi Barat.

Gambar 8 Peta Geologi daerah Matanga, Polewali, Sulawesi Barat.

Gambar 9. Peta Geologi daerah Lili - Sepporraki, Polewali, Sulawesi Barat.


(3)

Buku 1 : Bidang Energi

Gambar 11 Peta Sebaran Hg Tanah Daerah Panas Bumi Andau

Gambar 12 Peta Sebaran Hg Tanah Daerah Panas Bumi Riso

Gambar 13. Peta Sebaran Hg Tanah Daerah Panas Bumi Pao pao


(4)

(5)

Buku 1 : Bidang Energi

Gambar16. Diagram segitiga Cl-SO4-HCO3 Gambar. 17.. Diagram segitiga Na-K-Mg

Gambar. 18. Diagram segitiga Cl-Li-B Gambar19. Grafik isotop δ18O terhadap δ2H (Deuterium)


(6)