Suhu Sarang Rayap Tanah Coptotermes curvignathus (Isoptera: Rhinotermitidae) di Dalam dan di Luar Ruangan

SUHU SARANG RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus
(Isoptera: Rhinotermitidae) DI DALAM DAN DI LUAR
RUANGAN

ILMINA PHILIPPINES

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Suhu Sarang Rayap
Tanah Coptotermes curvignathus (Isoptera: Rhinotermitidae) di Dalam dan di
Luar Ruangan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Ilmina Philippines
NIM G24100060

ABSTRAK
ILMINA PHILIPPINES. Suhu Sarang Rayap Tanah Coptotermes curvignathus
(Isoptera: Rhinotermitidae) di Dalam dan di Luar Ruangan. Dibimbing oleh
YONNY KOESMARYONO dan ARINANA.
Rayap dikenal sebagai serangga perusak kayu maupun benda yang
mengandung selulosa. Ukurannya yang kecil sekitar 5 hingga 6 millimeter.
membuat rayap tidak begitu mudah terlihat. Selain itu, sifat rayap yang selalu
sembunyi dari cahaya membuatnya tidak tampak dipermukaan. Untuk melindungi
aktivitasnya dari cahaya langsung maka rayap membuat tunnel (liang kembara).
Salah satu jenis rayap tanah yang memiliki intensitas serangan tinggi adalah
Coptotermes curvignathus. Perkembangan hidup rayap juga dipengaruhi oleh
faktor eksternal yaitu unsur cuaca, salah satunya suhu. Tujuan penelitian ini
adalah untuk menganalisis suhu tunnel, suhu didalam sarang rayap tanah, dan
suhu diluar sarang rayap tanah C. curvignathus baik di dalam dan di luar ruangan.

Penelitian di dalam ruangan dilaksanakan di Laboratorium Rayap Departemen
Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB dan di Laboratorium Pengeringan Kayu
Kantor Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan
Pengolahan Hasil Hutan (Pustekolah). Sedangkan penelitian luar ruangan
dilaksanakan di Arboretum (hutan kecil) Pustekolah. Data yang dianalisis adalah
data suhu tunnel, suhu didalam sarang rayap tanah, dan suhu diluar sarang rayap
tanah C. curvignathus menggunakan termokopel. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa suhu tunnel rayap tanah C. curvignathus di dalam ruangan lebih rendah
sekitar 0.7 ºC hingga 1 ºC dibanding suhu pada sarang rayap, dan suhu pada
sarang rayap tanah C. curvignathus lebih hangat sekitar 0.3 ºC hingga 2 ºC
dibanding suhu lingkungan tergantung pada bentuk ruangan tersebut. Pada
penelitian di luar ruangan, nilai suhu yang didapatkan adalah suhu tunnel yang
lebih rendah sekitar 1 ºC dibanding suhu lingkungan. Perbedaan suhu tunnel di
dalam ruangan lebih hangat sekitar 0.8 ºC hingga 1.4 ºC dibanding suhu tunnel di
luar ruangan, sedangkan perbedaan suhu lingkungan di dalam ruangan lebih
hangat sekitar 0.2 ºC dibanding suhu lingkungan di luar ruangan karena
dipengaruhi oleh salah satu bentuk bangunan pada penelitian di dalam ruangan.
Kata kunci: Coptotermes curvignathus, suhu, termokopel, tunnel

ABSTRACT

ILMINA PHILIPPINES. The Indoor and Outdoor Temperature of Coptotermes
curvignathus’ Nest (Isoptera: Rhinotermitidae). Supervised by YONNY
KOESMARYONO and ARINANA.
Termite is known as a wood or cellulose-containing goods eater. It is so
small, only 5 to 6 milimeters in size, that termite is nearly invisible. Moreover, its
basic instinct to avoid any light makes it even more difficult to be seen. To keep
its activities safe from any direct light, termite designs tunnels to hide. One of
types of termite which have the most attack intensity would be Coptotermes
curvignathus. The termite’s life cycle is also affected by weather condition,
including temperature. The objective of this research is to analyze the tunnel
temperature, both inside and outside of the C. Curvignathus’ nest. The research
for the indoor temperature was conducted at Forest Products Department’s
Termite Laboratory, the Faculty of Forestry of IPB and the Centre of Forestry
Engineering and Forest Product Management (Pustekolah). The research analyzed
data about tunnel temperature, the temperature inside C. Curvignathus’ nest, and
temperature outside C. Curvignathus’ nest using thermocouple. The research
found out that the tunnel’s indoor temperature was 0.7 ºC to 1 ºC lower than the
temperature of the nest, and the nest temperature was 0.3 ºC to 2 ºC warmer than
the temperature of its surrounding, depends on the form of the room. As for the
research outside the room, the tunnel temperature was 1 ºC lower than the

temperature of its surrounding. The tunnel’s indoor temperature was 0.8 ºC to
1.4 ºC warmer than the temperature of tunnel’s outdoor temperature, while the
surrounding’s indoor temperature was 0.2 ºC warmer than the surrounding’s
outdoor temperature. One of factors which contribute to the condition was the
form of the room used during the research inside the room.
Key Words: Captotermes curvignathus, temperature, thermocouple, tunnel

SUHU SARANG RAYAP TANAH Coptotermes cuvignathus
(ISOPTERA: RHINOTERMITIDAE) DI DALAM DAN DI
LUAR RUANGAN

ILMINA PHILIPPINES

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Suhu Sarang Rayap Tanah Coptotermes curvignathus (Isoptera:
Rhinotermitidae) di Dalam dan di Luar Ruangan
Nama
: Ilmina Philippines
NIM
: G24100060

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S
Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr. Ir. Tania June, M. Sc

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Arinana, S. Hut, M.Si
Pembimbing II

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat-Nya
maka skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan. Penulis mengambil tema penelitian
mengenai rayap dan suhu, dengan judul Suhu Sarang Rayap Tanah Coptotermes
curvignathus (Isoptera: Rhinotermitidae) di Dalam dan di Luar Ruangan.
Saat penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bimbingan dan bantuan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof Dr Ir Yonny Koesmaryono MS selaku pembimbing I dan Ibu
Arinana SHut MSi selaku pembimbing II.
2. Bapak Ir Bregas Budianto Ass Dipl yang telah membimbing dan memberikan
masukan dalam pembuatan alat ukur penelitian sekaligus selaku dosen penguji.
3. Bapak Effendi Tri Bahtiar SHut MSi yang memberikan masukan serta saran
terhadap penelitian ini.

4. Bapak Dr Krisdianto Sugianto MSc yang telah memberikan saran dan bantuan
alat ukur, Ibu Dra Jasni Msi, Bapak Sally Yulianto dan Sumardi yang telah
membantu kelancaran penelitian di Pustekolah, Litbang Kehutanan, Bogor.
5. Bapak Anhari yang telah membantu selama pengamatan di Laboratorium
Rayap, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB.
6. Terima kasih yang sangat besar terhadap dukungan, doa, masukan serta saran,
dan semangat yang telah diberikan oleh keluarga penulis terutama Ibu dan
Bapak yang selalu mendoakan penulis untuk kelancaran penulis dalam
menempuh pendidikan S1 di IPB.
7. Sahabat serta teman paling dekat dengan penulis yang telah menemani,
membantu kelancaran penulis untuk menyelesaikan penelitian, juga
memberikan semangat kepada penulis yaitu Wahyu Sukmana Dewi, Dewi
Sulistyowati, dan Ateng Sam.
8. Teman satu perjuangan dalam pembuatan alat ukur yang saling membantu
ketika menemui kesulitan yaitu Fitri Munawaroh dan Angga Mandesno, serta
Kak Khabib, Kak Solah, dan Kak Ervan yang telah membantu dengan sabar
selama pembuatan alat ukur.
9. Teman-teman spesial yang telah memberikan semangat serta membantu
penelitian ini yaitu Duwi Kaeruni Asih dan Ismail, juga teman-teman GFM 47
lainnya yang tidak dapat disebutkan namanya karena jumlah yang terlampaui

banyak.
Penulis berharap semoga hasil penelitian yang tidak seberapa ini dapat
bermanfaat.

Bogor, Februari 2015
Ilmina Philippines

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

2

Rayap

2

Unsur-unsur iklim yang mempengaruhi perkembangan rayap

4


METODE

5

Waktu dan Tempat Penelitian

5

Bahan

5

Alat

5

Prosedur Pengambilan Data

6


HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Suhu sarang rayap di dalam ruangan

10

Suhu sarang rayap di luar ruangan

15

Perbandingan suhu sarang rayap di dalam dan di luar ruangan

18

SIMPULAN DAN SARAN

19

Simpulan

19

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

33

DAFTAR GAMBAR
1 Rayap kasta prajurit Coptotermes curvignathus
2 Model konseptual keberadaan sarang rayap Coptotermes curvignathus
di sekitar rumah atau bangunan
3 Alat termokopel untuk mengukur suhu yang digunakan saat penelitian
4 Sketsa lokasi pengamatan suhu rayap tanah Coptotermes curvignathus
di Laboratorium Rayap
5 Letak termokopel pada bak pembiakan rayap
6 Bak pembiakan rayap di Laboratorium Rayap Coptotermes
curvignathus di Laboratorium rayap
7 Pemasangan kayu umpan dalam ruangan Laboratorium Pengeringan
Kayu Pustekolah secara horizontal
8 Pemasangan kayu umpan di luar ruangan yaitu Arboretum Pustekolah
secara vertikal
9 Suhu pada sarang rayap Coptotermes curvignathus di laboratorium
pada pengamatan satu jam sekali selama 4 x 24 jam
10 Suhu kayu terserang rayap Coptotermes curvignathus di Laboratorium
Pengeringan Kayu, Pustekolah
11 Suhu rata-rata kayu terserang rayap tanah Coptotermes curvignathus di
Laboratorium Pengeringan Kayu, Pustekolah
12 Suhu kayu terserang rayap Coptotermes curvignathus di Arboretum
Pustekolah
13 Suhu rata-rata kayu terserang rayap tanah Coptotermes curvignathus di
Arboretum Pustekolah

3
3
6
6
7
7
8
9
11
13
14
16
17

DAFTAR LAMPIRAN
1 Suhu di dalam ruangan Laboratorium Rayap pada pengamatan satu jam
sekali selama 4 × 24 jam
2 Data suhu pengamatan di Laboratorium Pengeringan Kayu, Pustekolah
3 Data suhu pengamatan di Arboretum (Hutan Kecil), Pustekolah
4 Dokumentasi penelitian di dalam dan di luar ruangan

21
24
25
26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara beriklim tropika yang terletak pada 95° BT
hingga 141° BT dan antara 6° LU hingga 11° LS (Sukojo 2003). Tipe iklim ini
memiliki ciri-ciri suhu dan kelembaban tinggi sepanjang tahun, dengan suhu
bulan terendah lebih dari 18 °C (Suharsono 2008). Bogor merupakan salah satu
kota yang terletak di wilayah Jawa Barat dengan rata-rata ketinggian minimum
190 m dan maksimum 330 m dari permukaan laut, dan kondisi iklim yang hangat
dengan suhu rata-rata tahunan antara 25.1 ºC hingga 26.4 ºC serta kelembaban
udara sekitar 92% (BPS 2014) menyebabkan wilayah ini menjadi salah satu
tempat hidup rayap.
Rayap dikenal sebagai serangga perusak kayu maupun benda yang
mengandung selulosa. Ukurannya yang kecil sekitar 5 hingga 6 millimeter
membuat rayap tidak begitu mudah terlihat. Selain itu, sifat rayap yang selalu
sembunyi dari cahaya membuatnya tidak tampak dipermukaan. Kerusakan akibat
serangan rayap tidak hanya terjadi pada bangunan yang terbuat dari kayu saja,
tetapi dari komponen yang mengandung selulosa.
Salah satu rayap tanah yang memiliki intensitas serangan tinggi adalah
Coptotermes curvignathus. Menurut Nandika dan Tambunan (1990), spesies
rayap tanah C. curvignathus termasuk rayap dengan luas serangan paling besar di
Indonesia. Rayap C. curvignathus adalah satu-satunya spesies rayap yang mampu
membuat secondary nest (sarang sekunder) sehingga mampu menyerang gedunggedung tinggi. Rilatupa (2007) mengatakan bahwa rayap C.curvignathus mampu
menyerang gedung Apartemen dan Hotel sampai dengan lantai 33. Selain itu,
rayap C. curvignathus dapat menyerang pohon hidup, lebih spesifik dapat
menyerang bagian kulit luar dan bagian dalam tumbuhan. Bila serangan terjadi hal
ini dapat menyebabkan kematian pada pohon tersebut (Badaruddin 2007).
Selain faktor internal, perkembangan rayap dipengaruhi juga oleh faktor
eksternal yaitu cuaca. Unsur-unsur cuaca seperti suhu, kelembaban, dan radiasi
matahari sangat berpengaruh terhadap perilaku rayap. Menurut Harris (1971),
rayap mampu menjaga keadaan fisik di dalam sarangnya untuk tetap konstan
sehingga suhu sarang dan suhu udara sekitar akan berbeda. Perbedaan suhu
tersebut dapat digunakan untuk mengetahui kisaran suhu sarang rayap agar dapat
bertahan hidup. Dengan mengetahui karakteristik pada sarang rayap, maka
kerusakan akibat rayap seperti pada kayu ataupun bangunan perumahan dapat
dikurangi dan dihindari. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui suhu optimal rayap tanah C. curvignathus dengan lokasi di Bogor
sehingga bisa dilakukan tindakan pencegahan agar rayap tidak menyerang rumah
atau bangunan dan lingkungannya.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis suhu tunnel, suhu didalam
sarang rayap tanah, dan suhu diluar sarang rayap tanah C. curvignathus baik di
dalam dan di luar ruangan.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Rayap
Rayap merupakan serangga sosial, hal ini ditunjukkan dengan
ketidakmampuan rayap untuk hidup lebih lama bila tidak berada dalam koloni.
Suatu koloni rayap memiliki sistem kasta yang terdiri dari 3 kasta yaitu (Eggleton
2011):
1.
Kasta prajurit
Kasta ini dapat dikenali dengan bentuk kepala yang besar dan tebal. Peran
dari kasta ini yaitu melindungi koloni dari serangan musuhnya.
2.
Kasta Pekerja
Warna kasta pekerja pucat sehingga mirip dengan nimfa, selain itu kasta
pekerja tidak dapat melihat karena tidak memiliki mata majemuk. Peranan
kasta ini yaitu memelihara telur, memberi makan ratu dan semua anggota
koloni, mencari sumber makanan, menumbuhkan jamur untuk jenis tertentu,
dan merawat sarang.
3.
Kasta Reproduktif
Kasta ini terdiri atas raja dan ratu yang awalnya berupa laron dan dapat
dibedakan menjadi kasta reproduktif primer dan suplementer atau neoten.
Kasta reproduktif suplementer atau neoten terbentuk bila kasta reproduktif
primer telah mati. Peranan kasta ini yaitu menemukan lokasi yang cocok
untuk membangun sarang dan menghasilkan anggota koloni baru.
Nandika et al. (2003) menyebutkan mengenai penelitian terhadap
pembentukan sistem kasta rayap sudah banyak dilakukan, salah satunya oleh
Grassi dan Sandias. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa suatu koloni yang
kehilangan kasta reproduktif primer dapat membentuk neoten, namun untuk
koloni yang tidak kehilangan kasta reproduktif primer maka tidak dapat
membentuk neoten. Penelitian yang dilakukan oleh Castle juga menunjukkan
bahwa pembentukan kasta pada rayap dipengaruhi oleh bahan kimia yang dapat
menghambat pertumbuhan nimfa betina menjadi neoten yang diberikan oleh
reproduktif primer. Sehingga ketika reproduktif primer mati, maka bahan kimia
tersebut akan hilang dan terbentuk neoten sebagai pengganti kasta reproduktif
primer.
Rayap juga memiliki sifat kriptobiotik yaitu sifat menghindari cahaya
sehingga serangga yang berukuran beberapa milimeter ini memiliki sarang yang
tertutup (Nandika et al. 2003). Menurut Subekti (2010), sarang rayap tanah
terbuat dari tanah, serasah, dan kotoran sehingga dapat melindungi dari kondisi
ekstrim. Secara umum, rayap dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu rayap
tanah dan rayap kayu kering. Rayap tanah merupakan koloni rayap yang hidup
didalam tanah yang banyak mengandung bahan kayu atau selulosa, sedangkan
rayap kayu kering merupakan rayap yang hidup pada kayu-kayu kering dan tidak
memerlukan kelembaban yang tinggi.
Salah satu jenis rayap tanah yang memiliki intensitas serangan tinggi adalah
C. curvignathus dengan ciri-ciri kepala berwarna kuning bulat dengan ukuran
panjang yang lebih besar daripada lebarnya. Panjang badannya sekitar 5.5 hingga
6 mm dengan panjang kepala disertai mandibelnya yaitu 1.56 hingga 1.68 mm.

3
Rayap dari tipe Coptotermes merupakan rayap hama utama tanaman dengan
beberapa jenis tanaman perkebunan yang sering diserang yaitu pohon kelapa,
sawit, cokelat, dan karet. Selain itu rayap ini juga dapat menyerang bangunan,
salah satu penelitian yang dilakukan oleh Rilatupa (2007), disebutkan bahwa
rayap C. curvignathus tersebut dapat menyerang bangunan hingga mencapai lantai
33 yaitu lantai teratas gedung Apartemen dan Hotel. Contoh rayap kasta prajurit C.
curvinathus dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Rayap kasta prajurit Coptotermes curvignathus
Menurut Nandika et al. (2003), terdapat beberapa cara yang dilakukan rayap
untuk menjaga suhu sarangnya berada pada kisaran optimum antara lain isolasi,
termoregulasi, dan kandungan air tanah. Isolasi berarti membangun sarang dengan
dinding yang tebal sehingga udara luar tidak dengan mudah masuk ke dalam
sarang, gudang makanan, dan beberapa ruangan lain. Termoregulasi yaitu
mengatur arsitektur sarang sehingga suhu di beberapa bagian ruang dapat berbeda
namun tetap dapat dikendalikan oleh rayap. Sementara itu, kandungan air tanah
yaitu rayap akan berusaha mempertahankan kandungan air tanah penyusun
sarangnya. Berikut Gambar 2 merupakan model konseptual keberadaan sarang
rayap C. curvignathus di sekitar rumah atau bangunan.

Gambar 2 Model konseptual keberadaan sarang rayap Coptotermes curvignathus
di sekitar rumah atau bangunan

4
Unsur-unsur iklim yang mempengaruhi perkembangan rayap
Suhu dan kelembaban
Salah satu faktor iklim yang dapat mempengaruhi perkembangan kehidupan
rayap yaitu suhu. Menurut Krisna dan Weesner (1969), suhu dapat mempengaruhi
proses-proses penting rayap. Menurut Suiter et al. (2000), suhu memiliki
pengaruh yang besar terhadap aktivitas rayap. Ketika suhu permukaan tanah
terlalu tinggi atau rendah maka rayap tidak akan mencari makan dan akan
berpindah ke bagian tanah yang lebih dalam. Rayap juga membutuhkan
kelembaban dan suhu yang relatif konstan karena kulitnya yang tipis sehingga
rentan terhadap udara kering (Suiter et al. 2000)
Suhu ideal untuk serangga yaitu sekitar 15 °C hingga 38 °C, sedangkan
untuk jenis rayap yang memelihara kebun jamur tertentu seperti Macrotermes
dapat menjaga suhu sarangnya dengan kisaran 29 ºC hingga 32 ºC (Krisna dan
Wesner 1969). Untuk kelembaban di dalam sarang harus relatif konstan sekitar
90% karena penurunan yang besar dan dalam waktu yang cukup lama akan
membunuh koloni tersebut (Harris 1971).
Curah hujan
Penyebaran rayap berhubungan dengan suhu dan curah hujan sehingga
sebagian besar jenis rayap terdapat di daerah tropika (Subekti et al. 2008).
Cookson dan Trajstman (2002) menyebutkan bahwa curah hujan mempengaruhi
kehidupan rayap. Ketika curah hujan tinggi maka aktivitas rayap akan berkurang.
Curah hujan juga berpengaruh dalam pembuatan sarang rayap yang berada
dipermukaan atau di dalam tanah (Nandika et al. 2003). Selain itu curah hujan
berpengaruh secara tidak langsung terhadap suhu dan kelembaban yang akan
mempengaruhi rayap dalam pembuatan sarang di dalam tanah secara permanen
(Harris 1971). Menurut Harris (1971) juga, ketika kondisi permukaan tidak sesuai
dengan kondisi ideal bagi rayap maka mungkin saja rayap akan berada dalam
tanah secara permanen. Pada rayap kayu kering, curah hujan yang ada tidak
memberikan pengaruh langsung. Curah hujan hanya mempengaruhi suhu,
kelembaban dan kadar air kayu.

5

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian di dalam ruangan dilakukan pada dua tempat berbeda yaitu
pertama di Laboratorium Rayap, Departemen Hasil Hutan (DHH), Fakultas
Kehutanan IPB yang dilaksanakan pada 6 hingga 8 Agustus serta 21 hingga 23
Agustus 2014 dan kedua di Laboratorium Pengeringan Kayu, Kantor Pusat
Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil
Hutan (Pustekolah), Gunung Batu, Bogor pada 15 Oktober hingga 14 November
2014. Sementara itu penelitian di luar ruangan dilakukan pada 15 Oktober hingga
14 November 2014 di Arboretum (hutan kecil) Kantor Pustekolah, Gunung Batu,
Bogor. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Agrometeorologi, Departemen
Geofisika dan Meteorologi, Fakultas MIPA, IPB.

Bahan
Penelitian pertama di dalam ruangan dilaksanakan di Laboratorium Rayap
yang merupakan tempat pembiakan rayap tanah C. curvignathus. Penelitian
dilakukan di sarang rayap pada tiga sarang berbeda (T1 hingga T3) berupa bak
pembiakan dengan ukuran 150 cm × 100 cm × 100 cm. Sebagai kontrol (T4)
adalah bak tanpa rayap yang diisi dengan media hidup rayap yaitu tanah dan
tumpukan kayu. Sedangkan untuk penelitian kedua di dalam ruangan
dilaksanakan di Laboratorium Pengeringan Kayu Kantor Pustekolah. Di dalam
Laboratorium Pengeringan Kayu ini terdapat tumpukan kayu yang sedang
diserang rayap C. curvignathus. Pengukuran suhu dilakukan dengan
menggunakan kayu Pinus merkusii sebagai umpan rayap berukuran 2.5 cm × 4 cm
× 30 cm. Penelitian di luar ruangan berupa penelitian lapang yang dilaksanakan di
Arboretum Kantor Pustekolah menggunakan kayu Pinus merkusii sebagai umpan
rayap berukuran 2.5 cm × 4 cm × 30 cm.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian di Laboratorium Rayap DHH IPB
yaitu 5 buah termokopel berukuran kecil sehingga dapat masuk ke dalam sarang
rayap sebagai sensor suhu (Gambar 3) dan satu buah multimeter sebagai alat
pembaca suhu pada termokopel. Sedangkan untuk penelitian di Laboratorium
Pengeringan Kayu digunakan 10 buah termokopel dan 1 buah multimeter untuk
membaca suhu yang dipasangkan pada termokopel. Penelitian di luar ruangan
yaitu di Arboretum menggunakan 10 buah termokopel dan 1 buah multimeter
untuk membaca suhu yang dipasangkan pada termokopel. Digunakan juga
Microsoft Excel 2007 sebagai perangkat lunak pengolah data. Selain itu digunakan
juga jam atau pengatur waktu untuk perhitungan waktu pengamatan

6

Gambar 3 Alat termokopel untuk mengukur suhu yang digunakan saat penelitian
Prosedur Pengambilan Data
Penelitian di Dalam Ruangan
Pengukuran suhu di dalam ruangan terdiri dari pengukuran di Laboratorium
Rayap dan Laboratorium Pengeringan Kayu. Pengukuran suhu di Laboratorium
Rayap dilakukan selama 4 × 24 jam dan suhu dicatat setiap satu jam sekali.
Pengamatan suhu pertama dilakukan pada pukul 18.00 WIB. Pengamatan
dilakukan di lima tempat yaitu tiga bak pembiakan rayap (T1 hingga T3), satu bak
kontrol (T4), dan ruangan Laboratorium Rayap (T5) Departemen Hasil Hutan,
Fakultas Kehutanan IPB. Sketsa lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4,
peletakkan termokopel di bak pembiakan rayap dapat dilihat pada Gambar 5, dan
kondisi bak pembiakan rayap dapat dilihat pada Gambar 6.
6m
Bak
pembiakan
rayap

Bak
pembiakan
rayap

Bak
pembiakan
rayap

Bak
pembiakan
rayap

T4

T3

6m

T5
Bak
pembiakan
rayap

Bak
pembiakan
rayap

T2

Bak
pembiakan
rayap

Bak
pembiakan
rayap

Bak
pembiakan
rayap

Bak
pembiak
an rayap

T1
Luar
Laboratorium
Rayap

Gambar 4 Sketsa lokasi pengamatan suhu rayap tanah Coptotermes curvignathus
di Laboratorium Rayap dimana T1, T 2, dan T3 merupakan suhu pada
bak berisi rayap; T4 merupakan suhu pada bak kontrol, dan T5
merupakan suhu ruang laboratorium rayap

7

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)
Gambar 5 Letak termokopel pada: bak pembiakan 1 atau T1 (a), bak pembiakan
2 atau T2 (b), bak pembiakan 3 atau T3 (c), bak kontrol 4 atau T4 (d),
dan ruang laboratorium atau T5 (e)

Gambar 6

Bak pembiakan rayap di Laboratorium Rayap Coptotermes
curvignathus, Departemen Hasil Hutan, IPB

8
Alat pengukuran suhu berupa termokopel diletakkan pada lima tempat
berbeda. Termokopel satu (T1) hingga termokopel tiga (T3) diletakkan pada bak
pembiakan rayap, kemudian termokopel empat (T4) diletakkan pada bak kontrol
yang hanya berisi tanah saja, sementara itu termokopel lima (T5) diletakkan pada
ruang laboratorium.
Pengukuran kedua yang dilakukan di dalam ruangan yaitu pengukuran suhu
di Laboratorium Pengeringan Kayu Pustekolah. Laboratorium Pengeringan kayu
merupakan Laboratorium yang terbuka dikedua bagian sisi bangunannya sehingga
udara sekitar dapat masuk secara bebas. Untuk mendapatkan data suhu pada
sarang rayap tanah C. curvignathus dilakukan dengan proses pengumpanan. Kayu
umpan berupa Pinus merkusii sebanyak 10 buah yang diletakkan secara horizontal
diatas tumpukan kayu yang tidak terpakai. Sebelumnya pada 10 buah kayu umpan
tersebut telah dipasangkan termokopel. Data yang dicatat adalah data suhu dan
kondisi cuaca. Pengamatan suhu dilakukan sebanyak tiga kali per hari setiap
pukul 08.00, 13.30, dan 16.00 WIB selama 30 hari. Berikut Gambar 7 merupakan
pemasangan kayu umpan di dalam Laboratorium Pengeringan Kayu.

Gambar 7 Pemasangan kayu umpan di dalam ruangan Laboratorium Pengeringan
Kayu Pustekolah secara horizontal
Penelitian di Luar Ruangan
Penelitian di luar ruangan dilakukan di Arboretum (hutan kecil) Kantor
Pustekolah Bogor. Lokasi ini merupakan hutan kecil dengan pepohonan tinggi
dan rindang menaungi lokasi pengamatan. Untuk mendapatkan data suhu pada
sarang rayap tanah C. curvignathus dilakukan dengan proses pengumpanan. Kayu
umpan berupa Pinus merkusii sebanyak 10 buah diletakkan secara vertikal pada
tanah dengan 25 cm berada didalam tanah dan 5 cm berada diatas permukaan
tanah. Sebelumnya, pada 10 buah kayu umpan dipasangkan termokopel untuk
mengukur suhu sehingga terlihat perbedaan suhu sebelum dan setelah terserang
rayap. Pemasangan kayu umpan ini diamati selama satu bulan untuk dicatat
suhunya. Pemasangan kayu umpan dapat dilihat pada Gambar 8. Beberapa data
yang dicatat adalah suhu dan kondisi cuaca sekitar lokasi pengamatan. Hal-hal
tersebut diperlukan untuk menjadi parameter perbedaan fisik lokasi sarang antara
laboratorium dan di habitat aslinya. Pengamatan suhu dilakukan sebanyak tiga
kali per hari setiap pukul 08.00, 13.30 dan 16.00 WIB selama 30 hari.

9

Gambar 8 Pemasangan kayu umpan di luar ruangan yaitu Arboretum Pustekolah
secara vertikal

10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Suhu sarang rayap di dalam ruangan
Hasil penelitian suhu sarang rayap tanah C. curvignathus di Laboratorium
Rayap selama 4 × 24 jam dengan pengamatan satu jam sekali menunjukkan
bahwa suhu pada sarang 1 berkisar antara 27.5 ºC hingga 32.2 ºC, suhu pada
sarang 2 berkisar antara 29.4 ºC hingga 34.8 ºC, suhu pada sarang 3 berkisar
antara 27.2 ºC hingga 33.4 ºC, suhu pada bak kontrol berkisar antara 27.5 ºC
hingga 33.5 ºC, dan suhu ruang laboratorium berkisar antara 27.5 ºC hingga
33.8 ºC. Data suhu selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 9.
Siklus hidup rayap dimulai dengan telur yang menetas menjadi larva
kemudian berkembang menjadi beberapa kasta yaitu prajurit, pekerja, dan nimfa.
Nimfa ini yang nantinya akan berkembang menjadi laron (kasta reproduktif).
Selama 4 hari penelitian, pada sarang rayap terjadi berbagai siklus hidup rayap.
Mulai dari ratu yang sedang bertelur, menetasnya telur, dan berkembangnya larva
menjadi beberapa kasta. Sehingga selama penelitian ini dilakukan, tidak dapat
diketahui secara pasti siklus hidup yang sedang terjadi pada koloni rayap tersebut.
Penelitian di Laboratorium Rayap dilakukan sebanyak dua periode dengan
tujuan mendapatkan hasil yang lebih baik terhadap pengukuran suhu sarang.
Grafik suhu pada periode 1 dan periode 2 mengikuti pola suhu ruang laboratorium.
Selama penelitian dilakukan tidak jarang terjadi hujan deras pada malam hari
namun cerah pada siang hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari awal
penelitian hingga pengamatan berakhir, suhu pada sarang 1 atau tunnel lebih
rendah daripada suhu pada sarang 2 dan 3 dengan suhu tertinggi yaitu suhu sarang
2. Rayap pada sarang 2 diduga lebih aktif dan jumlah koloni yang diperkirakan
lebih banyak daripada sarang 3. Lee dan Wood (1971) mengatakan bahwa suhu
diurnal yang terdapat pada sarang rayap bervariasi dari hari ke hari dan suhu yang
berada pada sarang rayap akan lebih tinggi dibanding suhu tanah atau suhu
lingkungan. Sedangkan suhu yang terdapat pada kontrol akan lebih rendah
dibandingkan suhu lingkungan.
Perbedaan suhu yang terjadi pada sarang rayap tersebut dapat disebabkan
oleh aktivitas, jumlah koloni, panas yang dihasilkan oleh makanan yang
dikumpulkan rayap (Nandika et al. 2003), metabolisme rayap itu sendiri (Noirot
1970), dan gesekan yang terjadi ketika rayap menyerang kayu. Selain itu,
berdasarkan Nandika et al. (2003), salah satu cara rayap dalam mempertahankan
suhu sarangnya yaitu dengan termoregulasi sehingga suhu dibeberapa bagian
ruangan dapat berbeda namun tetap dapat dikendalikan oleh rayap. Pada bagian
tunnel rayap, kegiatan dan jumlah koloni rayap yang berada di daerah tersebut
tidak akan sebanyak saat berada pada inti sarang. Pada tunnel juga tidak terdapat
simpanan makanan sehingga panas yang dihasilkan tidak akan sebesar pada inti
sarang.
Jumlah koloni dalam suatu sarang akan mempengaruhi jumlah gas dan
panas yang dihasilkan oleh individu rayap. Jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
rayap harus terpenuhi sedangkan jumlah gas hasil respirasi (karbondioksida) serta
gas lainnya harus dikeluarkan dari sarang. Menurut Krishna dan Weesner (1969),
konsentrasi karbondioksida ketika dalam kondisi normal di dalam sarang tidak

Gambar 9 Suhu pada sarang rayap Coptotermes curvignathus di laboratorium pada pengamatan satu jam sekali selama 4 x 24 jam

11

12
pernah melebihi 3%. Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh
Skaife pada tahun 1955, untuk rayap jenis Amitermes hastatus di Afrika Selatan
menghasilkan jumlah konsentrasi karbondioksida sekitar 4 hingga 5% dibawah
normal dan meningkat menjadi 15% sebelum rayap melakukan sialang (Krishna
dan Weesner 1969).
Panas yang dihasilkan di dalam sarang rayap dapat stabil dan tidak semakin
bertambah panas, hal tersebut disebabkan oleh adanya mekanisme pengaturan
sarang oleh rayap itu sendiri. Sistem yang digunakan pada sarang rayap
merupakan sistem ventilasi yang dapat dibuka dan ditutup kembali. Menurut
Krisna dan Weesner (1969), tidak terdapat interaksi secara langsung antara udara
di dalam dengan di luar sarang. Namun, terdapat beberapa kondisi ketika udara di
dalam dan di luar sarang dapat berinteraksi yaitu ketika wilayah sarang akan
diperluas, keluarnya laron dari sarang untuk bersialang, dan ketika rayap pekerja
melakukan tugasnya. Terbukanya sarang hanya terjadi ketika dibutuhkan saja,
selebihnya sarang akan kembali tertutup. Selain itu, adanya perbedaan suhu antara
berbagai bagian sarang menyebabkan terjadinya aliran konveksi secara perlahan
di dalam sarang, tergantung pada kondisi di luar sarang dan di dalam sarang rayap
tersebut (Krishna dan Weesner 1969).
Gambar 9 juga menunjukkan bahwa suhu pada keseluruhan sarang berkisar
antara 27.2 ºC hingga 34.8 ºC dan lebih tinggi sekitar 1 ºC dibanding suhu ruang
laboratorium. Kisaran suhu tersebut berbeda dengan kisaran suhu optimum sarang
rayap Macrotermes yaitu sekitar 29 ºC hingga 32 ºC namun masih dalam kisaran
suhu optimum serangga yaitu 15 ºC hingga 38 ºC (Krisna dan Weesner 1969).
Penelitian kedua di dalam ruangan dilakukan di Laboratorium Pengeringan
Kayu. Kondisi lingkungan di laboratorium ini cukup terbuka dikedua sisi
bangunannya sehingga udara luar dapat masuk secara bebas ke dalam
laboratorium. Kayu umpan diletakkan secara horizontal didalam tumpukan kayu
yang tidak terpakai yang telah diserang rayap tanah C. curvignathus di dalam
Laboratorium Pengeringan Kayu. Jumlah kayu umpan yang diletakkan di dalam
tumpukan tersebut sebanyak 10 buah. Dari 10 buah kayu umpan yang
diumpankan, sebanyak dua kayu umpan diserang rayap dan selebihnya tidak
diserang rayap.
Data suhu yang diamati adalah suhu dari kayu umpan yang terserang rayap
(ada dua data suhu) dan data suhu dari kayu umpan yang tidak terserang rayap
sebanyak empat data suhu kontrol yang kemudian dirata-ratakan. Diduga sebagian
kayu tidak terserang rayap dikarenakan cara hidup rayap dalam menemukan
makanannya adalah acak, sehingga kayu umpan yang dimakan oleh rayap
ditentukan secara acak. Selain itu, masih tersedianya makanan makanan berupa
kayu yang tidak terpakai sehingga rayap tidak menghabiskan semua kayu umpan
yang ada.
Hasil penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 10 yang
menunjukkan bahwa suhu sarang rayap tanah C. curvignathus di Laboratorium
Pengeringan Kayu pada suhu kayu terserang 1 berkisar antara 25.8 ºC hingga 34.1
ºC dan suhu kayu terserang 2 berkisar antara 26 ºC hingga 34 ºC. Untuk suhu
kontrol berkisar antara 25.6 ºC hingga 33.8 ºC. Sedangkan suhu lingkungan
berkisar antara 25.1 ºC hingga 34.5 ºC.

Gambar 10 Suhu kayu terserang rayap Coptotermes curvignathus di Laboratorium Pengeringan Kayu, Pustekolah

13

14
Pola suhu kayu yang terserang rayap dan suhu kayu kontrol mengikuti pola
suhu lingkungan, namun terdapat beberapa nilai suhu berbeda pada masingmasing pengukuran suhu. Nilai suhu yang berbeda pada suhu kayu terserang
rayap dan suhu kayu kontrol menandakan bahwa kayu sudah terserang rayap.
Menurut Noirot (1970), suhu yang lebih tinggi daripada suhu sekitarnya
menandakan bahwa pada wilayah tersebut terdapat rayap. Menurut Lee dan Wood
(1971), berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ruelle pada tahun 1964,
perbedaan suhu diurnal rayap bervariasi dan dapat melebihi 3 ºC.
Gambar 10 menunjukkan bahwa nilai suhu antara suhu kayu yang terserang
rayap, suhu kayu kontrol, dan suhu lingkungan berbeda. Suhu pada kayu yang
terserang rayap lebih hangat dibanding suhu kontrol. Hal ini dikarenakan pada
suhu kayu yang terserang rayap terdapat aktivitas rayap seperti menggigit kayu
dan metabolisme yang dilakukan oleh rayap itu sendiri, sedangkan pada kayu
kontrol tidak terdapat kehidupan yang dapat menghasilkan panas sehingga suhu
kayu yang terserang rayap menjadi lebih hangat. Perbedaan suhu juga terjadi pada
kayu kontrol dan suhu lingkungan. Pada suhu lingkungan, udara bersentuhan
langsung dengan termokopel sehingga ketika terjadi perubahan, misalnya,
terdapat angin pada pagi hari maka udara akan langsung mempengaruhi nilai
pengukuran. Berbeda pada kayu kontrol, termokopel tidak bersentuhan langsung
dengan udara luar dan ketika perubahan terjadi maka diperlukan waktu bagi udara
tersebut untuk masuk ke dalam kayu kontrol.
Suhu rata-rata yang ditunjukkan Gambar 11 pada pukul 08.00, 13.30, dan
16.00 WIB di kayu terserang 1 secara berurutan yaitu sebesar 29.4 ºC, 30.6 ºC,
dan 29.7 ºC. Pada kayu terserang 2 yaitu 29.6 ºC, 30.7 ºC, dan 29.9 ºC. Pada kayu
kontrol yaitu sebesar 29.1 ºC, 30.3 ºC, dan 29.4 ºC. Untuk suhu lingkungan adalah
sebesar 28.9 ºC, 31.1 ºC, dan 30.3 ºC.

Gambar 11 Suhu rata-rata kayu terserang rayap tanah Coptotermes curvignathus,
kayu kontrol, dan lingkungan pada pukul 08.00, 13.30, dan
16.00 WIB di Laboratorium Pengeringan Kayu, Pustekolah
Perbedaan suhu rata-rata pada Gambar 11 saat pagi hari pada kayu terserang
rayap lebih tinggi 0.5 ºC hingga 0.7 ºC daripada suhu lingkungan dan lebih tinggi
0.4 ºC hingga 0.5 ºC daripada suhu kayu kontrol. Pada siang hari suhu rata-rata
kayu terserang rayap lebih rendah 0.4 ºC hingga 0.5 ºC daripada suhu lingkungan

15
dan lebih tinggi 0.3 ºC hingga 0.4 ºC daripada suhu kayu kontrol. Pada sore hari
(16.00 WIB) suhu rata-rata kayu terserang rayap lebih rendah 0.5 ºC daripada
suhu lingkungan dan lebih besar 0.3 ºC hingga 0.5 ºC daripada suhu kayu kontrol.
Suhu rata-rata kayu yang terserang rayap pada Gambar 11 terlihat stabil
yang berkisar antara 29.4 ºC hingga 30.7 ºC. Hal tersebut menunjukkan bahwa
terdapat mekanisme pengaturan suhu udara dan kandungan gas serta panas yang
dihasilkan di dalam sarang. Menurut Krishna dan Weesner (1969), kandungan gas
karbondioksida dan gas lainnya yang tidak diperlukan rayap harus dikeluarkan
dan diganti dengan oksigen yang dibutuhkan untuk proses pernapasan rayap. Oleh
karena itu, terdapat beberapa kondisi tertentu bagi rayap untuk membuka ataupun
menutup sarangnya. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa ketika
kondisi tersebut terjadi maka akan ada pertukaran udara yang berada di dalam dan
di luar sarang.
Kayu yang terserang rayap tanah C. curvignathus memiliki kecenderungan
untuk mempertahankan suhu. Menurut Harris (1971), rayap memiliki kemampuan
untuk mempertahankan suhu ideal di dalam sarang. Terbukti pada Gambar 11
suhu pada kayu yang terserang rayap lebih stabil ketika terjadi perubahan suhu
lingkungan. Suhu kayu terserang rayap C. curvignathus di Laboratorium
Pengeringan Kayu berkisar antara 25.8 ºC hingga 34.1 ºC yang berbeda dengan
suhu optimum rayap lain yaitu Macrotermes (29 ºC hingga 32 ºC) namun masih
termasuk dalam selang suhu optimum serangga (15 ºC hingga 38 ºCu).
Kondisi cuaca pada saat pengamatan tidak selalu sama. Tercatat bahwa
sempat terjadi hujan pada siang dan sore hari yang menyebabkan nilai suhu
lingkungan yang terukur lebih rendah daripada nilai suhu kayu terserang rayap
tanah dan kayu kontrol. Namun, suhu pada kayu yang terserang rayap tanah
cenderung stabil dan lebih hangat daripada suhu kontrol dan lingkungan. Ini
membuktikan bahwa rayap dapat menjaga suhu sarangnya stabil dengan cara
isolasi.
Suhu sarang rayap di luar ruangan
Arboretum Pustekolah memiliki pohon-pohon tinggi yang menaungi lokasi
penelitian. Pada permukaan tanahnya tertutupi oleh daun-daun lembab dan ranting
pohon. Perubahan yang terjadi pada lingkungan sekitar akan memiliki pengaruh
langsung terhadap kayu umpan.
Jumlah kayu umpan yang dibenamkan secara vertikal ke tanah sebanyak 10
buah. Dari 10 buah kayu umpan yang diumpankan, sebanyak satu kayu umpan
diserang rayap dan selebihnya tidak diserang rayap. Data suhu yang diamati
adalah suhu dari kayu umpan yang terserang rayap (ada satu data suhu) dan data
suhu dari kayu umpan yang tidak terserang rayap sebanyak empat data suhu
kontrol yang kemudian dirata-ratakan
Hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 12 yang menunjukkan bahwa
nilai suhu kayu terserang rayap C. curvignathus berkisar antara 25 ºC hingga 32.7
ºC, suhu kayu kontrol berkisar antara suhu 24.8 ºC hingga 32 ºC, dan suhu
lingkungan berkisar antara 25.1 ºC hingga 34.3 ºC.

16

Gambar 12 Suhu kayu terserang rayap Coptotermes curvignathus di Arboretum Pustekolah

17
Gambar 12 menunjukkan pola suhu kayu terserang rayap dan suhu kontrol
mengikuti pola suhu lingkungan. Pada awal penelitian, suhu kayu kontrol dan
suhu kayu yang terserang rayap berada dalam satu garis dan suhu di dalam tanah
lebih rendah daripada suhu lingkungan di atas tanah. Ini berarti pada kayu umpan
belum terserang rayap dan hanya mengukur suhu didalam tanah. Kemudian
terlihat perbedaan suhu pada kayu yang terserang rayap dengan suhu kontrol dan
munculnya tunnel pada kayu umpan menandakan bahwa rayap mulai memakan
kayu umpan. Namun, akibat dari hujan yang terjadi pada malam harinya
menyebabkan tunnel tersebut tidak ada lagi di hari selanjutnya.
Penelitian di luar ruangan lebih rentan gagal dibandingkan penelitian di
dalam ruangan. Selama penelitian, tidak jarang terjadi hujan pada malam harinya
dan memberikan dampak terhadap aktivitas rayap. Menurut Harris (1971), ketika
kondisi iklim tidak sesuai bagi rayap untuk mempertahankan suhu sesuai dengan
yang diinginkan, maka rayap akan berpindah secara permanen ke bagian tanah
yang lebih dalam lagi. Jika dilihat pada Gambar 12, diakhir penelitian suhu kayu
yang terserang rayap dan suhu kontrol sudah tidak berbeda jauh bahkan terkadang
memiliki titik suhu yang sama. Ini berarti rayap yang tadinya berada disekitar
kayu umpan berpindah diduga karena hujan yang terjadi.
Suhu diurnal pada sarang rayap dapat bervariasi dan dapat melebihi 3 ºC
(Lee dan Wood 1971). Gambar 13 menunjukkan suhu rata-rata pada kayu
terserang rayap, kontrol, dan lingkungan diatas permukaan tanah. Suhu rata-rata
pada pukul 08.00, 13.30, dan 16.00 WIB di kayu terserang 1 secara berurutan
yaitu sebesar 28.6 ºC, 30.8 ºC, dan 28.7 ºC. Pada kontrol yaitu 28.3 ºC, 30.5 ºC,
dan 28.7 ºC. Untuk suhu lingkungan adalah sebesar 29 ºC, 31.4 ºC, dan 29.7 ºC.
Berbeda dengan Gambar 11 sebelumnya, suhu rata-rata kayu terserang rayap C.
curvignathus dan kontrol lebih rendah dari suhu lingkungan. Hal ini diduga
karena rayap C. curvignathus tidak lama bersarang pada kayu umpan akibat hujan
yang terjadi, sehingga suhu rata-rata yang terukur pada kayu yang terserang rayap
merupakan suhu tanah.

Gambar 13 Suhu rata-rata kayu terserang rayap tanah Coptotermes curvignathus,
kayu kontrol, dan lingkungan pada pukul 08.00, 13.30, dan 16.00 di
Arboretum Pustekolah

18
Perbandingan suhu sarang rayap di dalam dan di luar ruangan
Penelitian yang dilakukan di dalam dan di luar ruangan menunjukkan bahwa
suhu pada sarang rayap C. curvignathus berbeda dengan kisaran suhu optimum
rayap Macrotermes yaitu 29 ºC hingga 32 ºC (Tabel 1). Kisaran suhu akan
berbeda apabila jenis rayapnya juga berbeda. Pada rayap Macrotermes misalnya,
struktur sarangnya dapat menciptakan iklim mikro yang stabil dengan suhu 30 ºC
(Subekti 2010). Sarang yang dibentuk dapat menjaga kondisi suhu di dalam
sarang tetap stabil (Eggleton 2011). Berikut Tabel 1 merupakan data suhu pada
sarang, kontrol, dan lingkungan yang berada di dalam maupun di luar ruangan.
Tabel 1 Data suhu sarang, kontrol, dan lingkungan di dalam dan luar ruangan
Di dalam ruangan
Di luar ruangan
Lab.
Suhu
Suhu
Suhu
Lab. Rayap
Arboretum
Pengeringan
(ºC)
(ºC)
(ºC)
Kayu
Bak 1 (tunnel)

27.5 - 32.2

Kayu terserang 1 25.8 - 34.1

Kayu terserang 1 25.0 - 32.7

Bak 2 (sarang 2)

29.4 - 34.8

Kayu terserang 2 26.0 - 34.0

-

-

Bak 3 (sarang 3)

27.2 - 33.4

-

-

-

-

Kontrol

27.5 - 33.5

Kontrol

25.6 - 33.8

Kontrol

24.8 - 32.0

Lingkungan

27.5 - 33.8

Lingkungan

25.1 - 34.5

Lingkungan

25.1 - 34.3

Tabel 1 menunjukkan bahwa suhu lingkungan di dalam ruangan tidak
berbeda jauh dengan suhu lingkungan di luar ruangan. Hal ini dikarenakan suhu di
dalam ruangan masih dipengaruhi oleh bentuk salah satu ruangan tersebut yang
terbuka dikedua bagian sisinya (Laboratorium Pengeringan Kayu). Sedangkan
untuk suhu tunnel rayap di dalam ruangan lebih tinggi sekitar 0.8 ºC hingga 1.4 ºC
dibanding suhu tunnel di luar ruangan. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh
kondisi fisik lokasi pengamatan yang tidak ternaungi sehingga unsur-unsur cuaca
sangat berpengaruh terhadap aktivitas rayap. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, bahwa selama penelitian di luar ruangan (arboretum) tidak jarang
terjadi hujan sehingga diduga rayap pada kayu umpan yang terserang berpindah
ke bagian tanah yang lebih dalam. Untuk suhu sarang rayap di dalam ruangan
(laboratorium Rayap) lebih hangat sekitar 2 ºC dibanding suhu pada tunnel di
dalam ruangan (Laboratorium Rayap). Namun, sarang rayap yang berada di luar
ruangan tidak dapat ditemukan sehingga tidak ada pengukuran terhadap suhu
sarang di luar ruangan (hanya suhu tunnel).

19

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Suhu tunnel rayap tanah C. curvignathus di dalam ruangan lebih rendah
sekitar 0.7 ºC hingga 1 ºC dibanding suhu pada sarang rayap, dan suhu pada
sarang rayap tanah C. curvignathus lebih hangat sekitar 0.3 ºC hingga 2 ºC
dibanding suhu lingkungan tergantung pada bentuk ruangan tersebut. Pada
penelitian di luar ruangan, nilai suhu yang didapatkan adalah suhu tunnel yang
lebih rendah sekitar 1 ºC dibanding suhu lingkungan. Perbedaan suhu tunnel di
dalam ruangan lebih hangat sekitar 0.8 ºC hingga 1.4 ºC dibanding suhu tunnel di
luar ruangan, sedangkan perbedaan suhu lingkungan di dalam ruangan lebih
hangat sekitar 0.2 ºC dibanding suhu lingkungan di luar ruangan karena
dipengaruhi oleh salah satu bentuk bangunan pada penelitian di dalam ruangan.
Saran
Penelitian yang dilakukan berupa pengukuran terhadap suhu sarang rayap C.
curvignathus di dalam dan di luar ruangan. Sedangkan untuk pengukuran terhadap
kelembaban sarang belum dilakukan. Sehingga saran untuk penelitian selanjutnya
adalah melakukan pengukuran kelembaban sarang rayap tanah C. curvignathus.
Selain itu sebagai pembanding perlu dilakukan penelitian mengenai suhu dan
kelembaban sarang rayap C. curvignathus di sarang sekunder yang menyerang
bangunan.

20

DAFTAR PUSTAKA
Badaruddin. 2007. Identifikasi rayap dan seranganya di hutan pendidikan
UNLAM Mandiangan Kalimantan Selatan. Jurnal Hutan Tropis Borneo.
18(20): 56-70.
BPS. 2014. Kabupaten Bogor dalam Angka 2014. Badan Pusat Statistik.
Cookson LJ, Trajstman AC. 2002. Termite Survey and Hazard Mapping.CSIRO
Forestry and Forest Products, Pivate Bag 10, Clayton South, Victoria
3169.
Eggleton P. 2011. An introduction to termites: Biology, taxonomy and functional
morphology. Biology of termites: A modern synthesis. Bignell DE,
Roisin Y, Nathan Lo, editor. London: Springer Dordrecht Heidelberg.
Harris V. 1971. Termites: Their Recognition and Control. Britain: Western
Printing Services LTD.
Krisna K, Weesner FM. 1969. Biologi of Termite. Volume I/II. New York:
Academic Press.
Lee KE, Wood TG. 1971. Termites and Soils. London: Academic Press, Inc.
Nandika D. 2014. Rayap Hama Baru di Kebun Kelapa Sawit. Bogor: Seameo
Biotrop.
Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap Biologi dan Pengendaliannya.
Surakarta (ID): Muhammadiyah University Press.
Nandika D, Tambunan B. 1990. Biodeteriorasi Kayu oleh Faktor Biologis. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Noirot CH. 1970. Biology of Termites. London: Academic Press, Inc.
Rilatupa J. 2007. Pendugaan indeks kondisi konstruksi akibat serangan rayap pada
kompenen bahan berkayu bangunan tinggi [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Subekti N. 2010. Kelimpahan, sebaran, dan arsitektur sarang serta ukuran
populasi rayap tanah Macrotermes gilvus Hagen (Blattodea :
Termitidae) di Cagar Alam Yanlappa, Jawa Barat [Disertasi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Subekti N, Duryadi D, Nandika D, Surjokusumo S, Anwar S. 2008. Sebaran dan
karakter morfologi rayap tanah Macrotermes gilvus Hagen di habitat
hutan alam. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan. 1(1): 27-33.
Suharsono H. 2008. Modul 11: Iklim Tropika. Bogor (ID): Departemen Geofisika
dan Meteorologi, IPB.
Suiter DR, Jones SC, Forschler BT. 2000. Biology of Subterranean Termites in
the Eastern United States. Bulletin 1209. The Ohio University.
Sukojo, BM. 2003. Penggunaan metode analisa ekologi dan penginderaan jauh
untuk pembangunan system informasi geografis ekosistem pantai.
Jurnal Makara Sains. 7(1): 30-37.
Susilo W. 2003. Pengendalian laboratoris pengendalian rayap kayu kering
Cryptotermes cynocephalus Light menggunakan suhu tinggi [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

21
Lampiran 1 Suhu di dalam ruangan Laboratorium Rayap pada pengamatan satu
jam sekali selama 4 × 24 jam

Pengamatan

Waktu

Periode 1

18.00
19.00
20.00
21.00
22.00
23.00
00.00
01.00
02.00
03.00
04.00
05.00
06.00
07.00
08.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
18.00
19.00
20.00
21.00
22.00
23.00
00.00
01.00
02.00
03.00
04.00
05.00
06.00

Sarang
1
31.1
29.7
29.4
30.1
29.7
29.2
28.4
28.3
28.0
27.9
27.5
27.7
27.5
31.3
30.0
30.0
30.3
30.6
31.7
31.7
31.2
31.7
31.2
32.2
32.0
31.0
31.3
31.0
30.7
30.1
30.0
30.0
30.0
29.0
29.4
28.5
28.5

Suhu (ºC)
Sarang Sarang
Kontrol
2
3
33.3
32.7
31.2
31.9
29.5
30.4
31.5
31.2
30.4
31.9
30.6
30.7
31.4
30.7
30.1
31.0
30.9
29.5
30.5
31.1
29.0
30.0
30.1
28.9
29.7
28.6
28.7
29.6
27.7
28.7
29.7
28.2
28.6
29.6
28.4
28.6
29.6
28.8
28.4
33.5
29.9
31.9
31.7
30.1
30.9
32.3
30.0
30.9
32.2
31.1
30.6
32.0
31.7
30.7
33.6
32.2
31.3
33.2
33.4
31.4
33.8
32.4
32.5
32.3
33.0
31.3
33.0
32.3
31.0
33.5
32.9
30.4
32.6
32.6
31.5
32.7
31.5
30.7
32.9
31.9
30.2
32.6
31.7
30.7
32.0
32.1
31.7
31.6
31.2
30.8
31.6
31.2
30.6
31.5
31.4
30.1
31.5
31.4
29.6
31.0
30.7
29.3
31.5
29.4
29.6
30.6
29.4
29.0
30.3
29.2
28.7

Ruang
Lab
31.3
30.4
30.8
30.7
30.2
29.6
28.3
28.1
27.9
28.6
27.5
27.8
28.0
31.1
30.7
29.9
30.7
31.1
31.8
32.7
33.2
33.0
32.7
33.1
32.7
31.9
31.9
31.5
32.2
31.6
31.3
31.2
30.0
29.8
29.7
29.3
28.1

22
Lampiran 1 Lanjutan

Periode 2

07.00
08.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
18.00
18.00
19.00
20.00
21.00
22.00
23.00
00.00
01.00
02.00
03.00
04.00
05.00
06.00
07.00
08.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
18.00
19.00
20.00
21.00
22.00

27.8
28.7
31.4
31.5
31.5
31.6
31.8
31.7
31.4
32.0
31.6
31.5
30.4
30.5
30.2
29.7
29.9
28.2
28.6
28.4
28.2
28.2
29.3
29.1
28.3
27.7
28.0
28.4
28.6
29.6
29.6
30.0
30.3
30.8
30.6
30.5
29.6
29.6
28.9
28.4
28.0

30.2
31.0
33.9
33.6
33.9
33.9
33.9
33.9
34.1
34.8
33.7
33.5
32.4
32.6
32.3
31.9
32.0
29.8
30.5
30.4
30.4
30.3
31.4
30.5
30.4
30.1
30.9
30.9
30.9
31.8
32.0
32.4
33.1
33.1
33.1
32.5
31.7
31.4
30.8
30.4
29.6

29.1
29.4
32.1
32.7
32.4
32.3
33.1
32.7
33.0
32.9
32.5
32.2
31.0
30.5
30.3
29.8
30.0
29.9
30.7
30.2
29.6
28.9
29.0
28.5
28.6
28.0
28.7
28.8
29.3
29.8
29.7
30.4
30.7
30.9
31.7
30.3
30.2
29.3
28.7
28.1
27.2

28.6
28.9
32.6
31.8
31.7
32.6
32.9
32.3
32.3
32.3
33.5
32.5
30.4
31.2
30.9
30.2
30.8
28.6
28.8
28.7
28.8
28.8
29.5
29.1
29.2
29.1
28.8
28.4
30.3
30.5
30.7
30.6
31.0
30.9
30.8
30.7
30.5
30.1
29.7
29.7
28.3

28.3
28.5
31.9
32.5
32.6
33.2
33.5
32.8
33.4
33.8
33.5
33.2
30.9
31.6
31.3
30.7
30.8
28.2
29.2
29.2
28.8
28.8
29.7
28.3
29.0
28.6
28.9
28.7
29.1
30.1
30.2
30.9
32.1
31.7
31.5
31.2
30.7
30.2
30.2
29.6
28.7

23
Lampiran 1 Lanjutan
23.00
00.00
01.00
02.00
03.00
04.00
05.00
06.00
07.00
08.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
18.00

28.0
28.2
28.1
28.1
28.2
28.2
27.8
27.7
30.6
30.9
30.7
30.0
30.5
30.7
31.0
31.1
31.0
29.0
29.0
29.0

29.4
29.9
29.9
29.9
29.9
29.7
29.6
29.7
32.5
32.9
32.4
32.2
32.8
32.9
33.2
33.2
32.8
32.4
32.4
32.0

27.9
28.2
28.1
28.8
29.2
28.6
28.3
28.7
32.0
31.8
31.2
31.2
31.7
31.5
31.9
32.2
32.1
31.6
31.6
29.9

28.3
28.4
28.4
28.4
28.6
28.1
27.5
27.6
30.7
31.2
31.1
30.9
31.4
31.5
30.9
31.7
31.5
31.5
31.2
29.7

28.5
28.5
28.6
28.4
28.7
28.4
28.2
27.5
31.0
31.5
31.2
30.4
31.4
31.5
31.2
32.1
31.9
31.5
31.6
31.2

24

Lampiran 2 Data suhu pengamatan di Laboratorium Pengeringan Kayu, Pustekolah

Lampiran 3 Data suhu pengamatan di Arboretum (Hutan Kecil), Pustekolah

25

26
Lampiran 4 Dokumentasi penelitian di dalam dan di luar ruangan

Laboratorium Rayap di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor

Letak termokopel pada bak pembiakan 1 (T1), Laboratorium Rayap Departemen
Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

27
Lampiran 4 Lanjutan

Letak termokopel pada bak p