Pengaruh garis rekat glulam terhadap serangan rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren)

(1)

(Coptotermes curvignathus Holmgren)

SYIFA NURUL ISLAMI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren). Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS dan Arinana, S.Hut, M.Si.

Kondisi hutan di Indonesia yang semakin menurun mengakibatkan produksi kayu dari hutan alam cenderung menurun setiap tahunnya baik dalam hal kualitas maupun kuantitas. Di sisi lain peningkatan jumlah penduduk, kesejahteraan hidup, dan teknologi menyebabkan kebutuhan masyarakat akan produk berbahan baku kayu dari waktu ke waktu mengalami peningkatan. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kelangkaan kayu, salah satu solusi untuk mengganti penggunaan kayu solid untuk bahan baku konstruksi adalah dengan penggunaan glulam (Glued Laminated Timber). Menurut Seng (1990), kayu dikatakan awet bila mempunyai umur pakai (service life) yang lama minimal 20 tahun. Keawetan kayu penting untuk diketahui karena berhubungan erat dengan pemakaiannya (Sumarni dan Muslich 2007). Oleh karena itu dilakukan pengujian glulam terhadap serangan rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgreen) untuk mengetahui seberapa besar tingkat keawetan glulam tersebut.

Penelitian ini menggunakan Glulam Rasamala (Altingia axcelsa Noronha), Glulam Mahoni (Swietenia macrophylla King), Glulam Mindi (Melia azedarach

L) dan rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren). Tujuan penelitian ini adalah menguji pengaruh tipe garis rekat glulam dan jenis kayu terhadap serangan rayap tanah, tipe garis rekat dibedakan menjadi tipe garis rekat A dan tipe garis rekat B. Tipe garis rekat A memiliki garis rekat melintang pada contoh uji, sementara tipe garis rekat B memiliki bentuk garis rekat seperti huruf T. Parameter pembanding antara kedua standar pengujian ini adalah tipe garis rekat, nilai kehilangan berat, mortalitas rayap, dan kemampuan makan rayap.

Nilai kehilangan berat kayu, mortalitas rayap, kemampuan makan secara berurut pada pengujian keawetan kayu terhadap serangan rayap tanah yang menggunakan metode JIS K 1571-2004 dengan contoh uji glulam rasamala tipe A adalah sebesar 2,8%, 94%,0,022 mg/rayap/hari. Untuk glulam rasamala tipe B sebesar 2,40%, 96,9%, 0,021 mg/rayap/hari. Glulam Mahoni tipe A sebesar 5,57% ,92%, 0,037 mg/rayap/hari. Glulam Mahoni tipe B sebesar 4,28 %, 93,6%, 0,029 mg/rayap/hari. Sedangkan untuk glulam mindi tipe A 12,39%, 85,3%, 0,055 mg/rayap/hari. Sementara itu untuk glulam mindi tipe B 8,22%, 93,3%, 0,040 mg/rayap/hari. Nilai kehilangan berat contoh uji kayu yang diperoleh dapat dijadikan sebagai dasar penetapan kelas awet kayu. Berdasarkan nilai rata-rata kehilangan berat contoh uji kayu pada pengujian, maka glulam Rasamala termasuk kelas awet I, glulam Mahoni termasuk kelas III dan glulam Mindi termasuk kelas V terhadap serangan rayap tanah. Nilai tersebut sesuai dengan literatur kelas awet masing-masing menurut Martawijaya et al. (1981) dan Martawijaya et al. (1989). Nilai mortalitas dan kemampuan makan rayap antar glulam tidak jauh berbeda, tetapi nilai kehilangan beratnya berbeda nyata. Perbedaan ini diduga dipengaruhi oleh jenis dan tipe garis rekat.


(3)

Attack (Coptotermes Curvignathus Holmgreen). Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS and Arinana, S.Hut, M.Si.

The condition of Indonesian forests are getting decrease resulted in the decreasing tendency of annual timber production from natural forests even in terms of quality and quantity. On the other hand the increasing in population, welfare, and technology will cause the increasing in community needs to the wood products from time to time. This issue leads to the occurrence of wood scarcity, the solution to cope with it is by replacing the usage of solid wood for construction materials with the usage of glulam (Glued Laminated Timber).

According to Seng (1990), the wood is considered durable if it has a long service life (at least 20 years). The Durability of wood is important to be known because it is closely linked to its usage (Sumarni and Muslich 2007). Therefore, the glulam was tested against termites attack (Coptotermes curvignathus Holmgreen) to determine the extent of the glulam durability.

This research uses glulam of rasamala (Altingia axcelsa Noronha), glulam of mahogany (Swietenia macrophylla King), glulam of mindi (Melia azedarach L) and termites (Coptotermes curvignathus Holmgren). The purpose of this research were tested the type of glue line’s effect against termites attack, glue lines differentiated into type A and type B. Glue line of type A has a line across the specimen, while type B has a glue line like letter T. The comparison parameter between both of testing standard are the type of glue lines, the value of weight loss, termites mortality, and termites feeding rate.

The value of wood weight loss, termites mortality, and termites feeding rate on durability test of timber against termites attack using the method JIS K 1571-2004 with glulam of rasamala specimen with type A was 2,8%, 94%,0,022 mg/head/week. For glulam of rasamala type B by 2,40%, 96,9%, 0,021 mg/head/week. Glulam of mahagony type A of 5,57% ,92%, 0, mg/head/week. Glulam of mahagony type B by 4,28, 93,6%, 0,029 mg/head/week. As for glulam of mindi type A 12,39%, 85,3%, 0,055 mg/head/week. Meanwhile for glulam of mindi type B 8,22%, 93,3%, 0,040 mg/head/week. The weight loss values that was obtained can be make as a standard to determine the durability of timber. Based on the average weight loss, glulam of rasamala can be classified to the I durable grade of timber, glulam of mahogany can be classified the III durable grade of timber, and glulam of mindi can be classified to the V durable grade of timber against termites attack. Those values are match the each durable grade of timber’s literature Martawijaya et al. (1981) and Martawijaya et al. (1989). The mortality and feeding rate of termites between glulam are slightly different, but the weight loss value is totally different. This difference is considered from the effect of the kind and type of glue lines.


(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Garis Rekat Glulam Terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus

Holmgren) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

Syifa Nurul Islami NRP. E24060976


(5)

(Coptotermes curvignathus Holmgren)

Karya Ilmiah

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

SYIFA NURUL ISLAMI

E24060976

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(6)

Judul Penelitian : Pengaruh Garis Rekat Glulam Terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) Nama Mahasiswa : Syifa Nurul Islami

NRP : E24060976

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Prof.Dr. Ir. Muh.Yusram Massijaya, MS) (Arinana S.Hut., M.Si) NIP. 19641124 198903 1 004 NIP. 19740101 200604 2 014

Mengetahui,

Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

(Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc) NIP. 1966 0212 199103 1 002


(7)

Penulis dilahirkan di Garut, Jawa Barat pada tanggal 13 Januari 1989 sebagai anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Dr. Teddy Sutandi K, M.Pd dan Ibu Ida Kartika, S.Pd.

Pada Tahun 2006 penulis lulus dari SMU 9 Garut dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Tahun 2007. Pada Tahun 2009 penulis memilih Bio-Komposit sebagai bidang keahlian.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan yakni menjadi staf bidang minat Bio-Komposit Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) 2008-2009. Penulis juga pernah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cilacap dan Baturraden Jawa Tengah pada Tahun 2008, melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi pada Tahun 2009, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Paparti Pertama di Sukabumi Jawa Barat pada Tahun 2010.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Garis Rekat Glulam Terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS dan Arinana S.Hut., M.Si.


(8)

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan anugerah-Nya. Ucapan terima kasih dan penghargaan tak luput penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS dan Ibu Arinana S.Hut., M.Si selaku dosen pembimbing atas kesabaran dan keikhlasannya dalam memberikan bimbingan ilmu, nasehat, dan motivasi kepada penulis.

2. Bapak Dr. Ir. Iin Ichwandi, M.S selaku dosen penguji dan bapak Prof. Dr.Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr selaku ketua sidang.

3. Suami tercinta Ardani Januar, S.E dan Anakku yang paling sholeh Milan Harun Arrasyid atas pengertian dan cintanya terhadap bunda selama ini.

4. Orangtua tercinta (Bapak Dr. Teddy Sutandi K, M.Pd dan Ibu Ida Kartika, S.Pd), ibu mertuaku (Ibu Mariyam), adik-adik tercinta Intan Aulia, Farhan, Salima dan segenap keluarga penulis atas kasih sayang, cinta, doa, dan dukungan yang telah diberikan baik moril maupun spiritual.

5. Bapak Supriatin di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Biodeteriorasi serta seluruh staf di Departemen Hasil Hutan atas segala perhatian dan bantuannya. 6. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 43 Departemen Hasil Hutan: Wulan, Sulis,

Stevy, Lena, Desi, Ammar, Ema, Asri, Rama, Didint, Ferry yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu terimakasih atas perhatian, dukungan, dan kesetiakawanan yang selalu kalian berikan.

7. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 44: Wina, Hafiz, Jucy, Desi, Irma, Linda, Anita, Ina terimakasih atas semangat yang kalian berikan.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran studi penulis, baik selama kuliah maupun dalam penyelesaian skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Pengaruh

Garis Rekat Glulam Terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes

curvignathus Holmgren). Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan karya ini. Akhirnya semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2011


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI……… i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR………... iii

DAFTAR LAMPIRAN……… iv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……….. 1

1.2 Tujuan Penelitian………... 2

1.3 Manfaat Penelitian……… 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glulam……….. 3

2.2 Kayu Rasamala………. 3

2.3 Kayu Mahoni……… 4

2.4 Kayu Mindi……….. 4

2.5 Perekat………. 5

2.6 Rayap………... 6

BAB III.METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat………….……….. 10

3.2 Bahan dan Alat……… 10

3.3 Pengujian Keawetan Glulam……… 11

3.4 Analisis Data……… 13

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kehilangan Berat Contoh Uji Glulam……. ………. 14

4.2 Mortalitas Rayap Tanah Pekerja………... 17

4.3 Bentuk Serangan Rayap Tanah………. 20

4.4 Kemampuan Makan Rayap Tanah……… 21

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan……….. 24

5.2 Saran……… 24

DAFTAR PUSTAKA………... 25


(11)

DAFTAR TABEL

No. Halaman 1. Klasifikasi Ketahanan Kayu Terhadap Rayap Tanah Berdasarkan


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman 1. Rayap Kasta Pekerja C. curvignathus Holmgren (Perbesaran 100

kali) ... 7 2. Rayap Kasta Prajurit C. curvignathus Holmgren (Perbesaran 100

kali) ... 7 3. Ratu Rayap C. curvignathus Holmgren (Perbesaran 100 kali) ... 8 4. Tipe Garis Rekat Pada Glulam yang Diuji... 10 5. Pengujian Keawetan Kayu terhadap Serangan Rayap Tanah

Berdasarkan Standar JIS K 1571-2004 ... 11 6. Pengujian Keawetan Kayu yang Dilakukan Berdasarkan Standar JIS

K 1571-2004 ... 12 7. Histogram Penurunan Berat Glulam Tipe A dan Tipe B ... 15 8. Histogram Mortalitas Rayap Tipe A dan Tipe B ... 19 9. Glulam Rasamala Tipe A (1) dan Tipe B (2) Setelah Pengujian…….. 20 10. Glulam Mahoni Tipe A (1) dan Tipe B (2) Setelah Pengujian………. 21 11. Glulam Mindi Tipe A (1) dan Tipe B (2) Setelah Pengujian………… 21 12. Histogram Kemampuan Makan Rayap Antar Glulam ... 23


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman 1. Data Hasil Pengujian Kehilangan Berat, Mortalitas, dan

Kemampuan Makan (Feeding Rate) Rayap ... 27 2. Analisis Data ... 28

   


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kondisi hutan di Indonesia yang semakin menurun mengakibatkan produksi kayu dari hutan alam cenderung menurun setiap tahunnya baik dalam hal kualitas maupun kuantitas. Departemen Kehutanan (2009) menyatakan bahwa laju deforestasi hutan periode 2003-2006 mencapai 1,17 juta ha/th yang menyebabkan terjadinya penurunan luas hutan dan berdampak pada penurunan produksi kayu bulat dan industri perkayuan.

Di sisi lain peningkatan jumlah penduduk, kesejahteraan hidup, dan teknologi menyebabkan kebutuhan masyarakat akan produk berbahan baku kayu dari waktu ke waktu mengalami peningkatan. Departemen Kehutanan (2009) menyatakan bahwa produksi kayu bulat Tahun 2008 sebesar 31,98 juta m³ sedangkan kebutuhan kayu bulat mencapai 46,32 juta m³ dan Jatah Produksi Tahunan per tahun hanya 9,10 juta m³. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kelangkaan kayu yang berdampak pada semakin mahalnya harga kayu di pasaran. Oleh karena itu, perlu adanya solusi untuk mengganti penggunaan kayu solid untuk bahan baku konstruksi. Salah satu solusinya adalah dengan penggunaan glulam (Glued Laminated Timber).

Glulam terbuat dari dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama lain, berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya, beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran, bentuk arsitektural, pengeringan, penampang lintang (cross section), efisiensi dan ramah lingkungan Moody dan Hernandez (1997).

Salah satu sifat penting kayu adalah keawetan. Menurut Seng (1990), kayu dikatakan awet bila mempunyai umur pakai (service life) yang lama minimal 20 tahun. Keawetan kayu merupakan sifat ketahanan kayu terhadap serangan organisme perusak kayu seperti serangga, jamur dan penggerek kayu di laut. Keawetan kayu penting untuk diketahui karena berhubungan erat dengan pemakaiannya (Sumarni dan Muslich 2007). Oleh karena itu


(15)

dilakukan pengujian glulam terhadap serangan rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) untuk mengetahui seberapa besar tingkat keawetan glulam tersebut.

1.2Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh tipe garis rekat glulam terhadap serangan rayap tanah skala laboratorium.

2. Mengetahui pengaruh jenis kayu yang digunakan sebagai bahan baku glulam terhadap serangan rayap tanah skala laboratorium.

1.3Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk berbagai pihak, yaitu: 1. Masyarakat umum, lebih mengetahui kegunaan glulam sebagai produk

komposit pengganti kayu solid yang bisa digunakan sebagai bahan konstruksi yang awet terhadap serangan rayap tanah setelah membaca tulisan ini.

2. Pelaku Usaha, sebagai referensi peluang usaha yang bisa dikembangkan untuk pengganti bahan baku konstruksi di masa yang akan datang yang lebih menguntungkan.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Glulam

Serano (2003) menyatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina di atas satu dengan yang lainnya dan merekatnya sehingga membentuk penampang balok yang diinginkan. Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi pembebanan, glulam dibedakan menjadi glulam horizontal dan vertikal. Sedangkan berdasarkan penampangnya glulam dibagi menjadi balok I, balok T, balok I ganda, balok pipa/kotak dan stressed-skin panel.

Moody dan Hernandez (1997) menyatakan bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran, bentuk arsitektural, pengeringan, penampang lintang (cross section), efisiensi dan ramah lingkungan. Sementara itu Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan dan kekakuan, memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam, memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk.

Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk rangka, balok, kolom dan kuda-kuda (CWC 2000). Sedangkan Moody dan Hernandez (1997) menyatakan bahwa meskipun penggunaan utama balok laminasi adalah pada sistem atap dari bangunan-bangunan komersial, balok laminasi juga semakin digunakan pada sistem atap dan lantai rumah.

2.2 Kayu Rasamala

Kayu Rasamala (Altingia excelsa Noronha) atau yang sering dikenal sebagai cemara itam, semalo, atau tulason berasal dari Famili Hamamelidaceae. Menurut Martawijaya et al. (1989) rasamala adalah pohon berwarna coklat muda atau kelabu-merah, sedikit mengelupas yang memiliki teras berwarna merah daging, coklat-merah sampai coklat hitam, dan gubal berwarna lebih muda. Rasamala


(17)

tumbuh pada tanah berpasir atau tanah berbatu, dan lebih menyukai tanah yang subur.

Keawetan kayu rasamala dimasukkan ke dalam kelas II-(III), tetapi berdasarkan percobaan uji kubur keawetannya termasuk kelas I. Daya tahannya terhadap rayap kayu kering termasuk kelas sedang dan terhadap jamur pelapuk kayu termasuk kelas III-IV Martawijaya et al. (1989).

Permudaan alam rasamala cukup banyak terdapat di dalam hutan primer, tumbuh berkelompok maupun berpencar. Pohon rasamala berbuah tiap tahun dan hampir sepanjang tahun, terutama bulan Februari, Mei, Juli, Oktober dan November. Kayu rasamala mudah di gergaji dan dapat dikerjakan dengan baik. Pengujian sifat permesinan menunjukkan juga bahwa kayu rasamala dapat diserut, dibentuk, dibor, dibuat lubang persegi dan diamplas dengan hasil sangat baik serta dapat dibubut dengan hasil baik (Martawijaya et al. (1989).

2.3 Kayu Mahoni

Kayu mahoni daun besar (Swietenia macrophylla King) termasuk ke dalam Famili Meliaceae. Mahoni memiliki teras berwarna coklat muda kemerah-merahan atau kekuning-kuningan sampai coklat tua kemerah-kemerah-merahan. Martawijaya (1981) menyatakan bahwa kayu mahoni secara umum termasuk kelas awet III. Daya tahan kayu mahoni terhadap rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus Light) termasuk kelas III. Mahoni dikenal baik untuk mebel, panil, perkapalan, balok percetakan dan barang kerajinan. Mahoni dapat tumbuh baik di daerah dengan musim kemarau yang basah maupun kering.

2.4 Kayu Mindi

Kayu mindi (Melia azedarach L) yang dikenal juga sebagai mementin, jempinis, bere, embora, kemel, lamoa, memiliki kulit berwarna merah-coklat sampai kelabu-hitam, beralur dangkal sampai dalam. Martawijaya et al. (1989) menyatakan bahwa kayu mindi memiliki teras berwarna merah-coklat muda semu ungu, dan gubal berwarna putih kemerah-merahan. Mindi dapat digunakan untuk peti teh, papan dan bangunan dibawah atap, panil, venir hias dan sortimen yang berat mungkin baik untuk mebel. Sifat permesinan kayu mindi bervariasi dari baik


(18)

sampai buruk, yaitu dapat diserut dan diamplas dengan hasil baik serta dapat dibuat lubang persegi dengan hasil sedang, tetapi pemboran, pembentukan dan pembubutan memberi hasil buruk. Mindi seringkali tumbuh pada tanah liat, berbatu atau berpasir vulkanis, di bukit-bukit rendah sampai ketinggian 1.000 m dari permukaan laut.

2.5 Perekat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O) yang tinggi. Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang mengandung radikal ini tidak hanya memiliki potensi adhesi yang baik tetapi juga potensial untuk membentuk ikatan kovalen dengan bahan yang memiliki hydrogen reaktif ( Marra 1992).

Diisosianat adalah bahan kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika berhubungan dengan basa kuat, asam mineral dan air. Perekat polymeric methylene diphenyl diisocyanate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan dengan kayu, sehingga saat ini banyak yang digunakan dalam pembuatan produk kayu komposit. Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatilitasnya rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992). Sementara itu, Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk memproduksi papan partikel eksterior.

Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama, dapat digunakan suhu pengempaan yang lebih rendah, siklus pengempaan lebih cepat, lebih toleran terhadap kadar air flakes, energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan tidak adanya emisi formaldehida. Selain keuntungan ada beberapa kekurangan dari perekat isosianat tersebut diantaranya, harganya lebih mahal dibanding PF dan UF, Isosianat merupakan perekat yang baik untuk logam dengan kayu, sehingga pada pembuatan papan menyebabkan papan melekat pada plat press, dan dapat menyebabkan iritasi pada pernafasan yang menyebabkan asma (Marra 1992).


(19)

2.6 Rayap

Rayap adalah serangga yang berukuran kecil sampai sedang, hidup dalam kelompok-kelompok social dengan sistem kasta yang telah berkembang. Dalam koloni terdapat rayap bersayap dan tidak bersayap, juga ada yang bersayap pendek. Sayapnya berjumlah empat buah, berbentuk seperti selaput dengan pertulangan yang sederhana dan reticulate. Bentuk dan ukuran sayap depan sama dengan sayap belakang dan oleh karena itu dinamakan “Isoptera” dimana

Iso=sama, ptera=sayap (Nandika et al. 2003).

Rayap adalah serangga sosial yang hidup dalam suatu komunitas yang disebut koloni dan rayap tidak memiliki kemampuan untuk hidup lebih lama bila tidak berada dalam koloninya (Nandika et al. 2003). Komunitas rayap akan bertambah efisien dengan adanya spesialisasi (kasta) dimana masing-masing kasta memiliki peran yang berbeda dalam kehidupannya. Dalam setiap koloni rayap terdapat tiga kasta yang dinamai menurut fungsinya masing-masing yaitu kasta pekerja, kasta prajurit, dan kasta reproduktif (reproduktif primer dan reproduktif suplementer) (Tarumingkeng 2001).

Kasta pekerja merupakan anggota yang sangat penting dan memiliki jumlah terbanyak (80-90%) dalam populasi koloni. Rayap kasta pekerja berbentuk seperti nimfa dan berwarna pucat dengan kepala hypogonat tanpa mata facet.

Mandibelnya relatif kecil bila dibandingkan dengan rayap kasta prajurit. Rayap kasta pekerja berperan dalam mencari makanan, merawat telur dan rayap muda, membuat dan memelihara sarang, membangun liang-liang kembara, serta mengatur efektifitas koloni dengan membunuh (memakan) individu-individu yang lemah untuk menghemat energi dalam koloninya. Selain itu, rayap kasta pekerja juga berperan dalam penggantian ratu dan raja pada saat keduanya tidak dapat memenuhi kewajiban sebagai produsen telur.


(20)

Sumber: Nandika et al. 2003

Gambar 1 Rayap Kasta Pekerja C. curvignathus (Perbesaran 100 kali). Kasta prajurit muda mudah dikenal karena bentuk kepalanya yang besar dengan sklerotisasi yang nyata. Jumlah rayap kasta prajurit adalah 10% dari jumlah suatu populasi koloni (Hasan 1986). Anggota-amggota dari kasta ini memiliki rahang (mandibel atau rostrum) yang besar dan kuat. Fungsi dari kasta prajurit adalah melindungi sarang dan anggota koloni terhadap gangguan dari luar. Setiap serambi sarang dan liang kembara, tempat dimana kasta pekerja melakukan aktivitasnya, dijaga ketat oleh rayap prajurit.

Sumber: Nandika et al. 2003

Gambar 2 Rayap Kasta Prajurit C. curvignathus (Perbesaran 100 kali). Kasta reproduktif primer terdiri dari serangga-serangga dewasa yang bersayap dan menjadi pendiri koloni (raja dan ratu). Bila masa perkawinan telah tiba, imago-imago ini terbang keluar dari sarang dalam jumlah yang besar. Pada masa ini sepasang imago (jantan dan betina) bertemu di dalam tanah atau di dalam


(21)

kayu. Ratu rayap bertugas untuk menghasilkan telur dan rayap raja bertugas membuahi ratu (Tarumingkeng 2001).

Sumber: Nandika et al. 2003

Gambar 3 Ratu Rayap C. curvignathus (Perbesaran 100 kali).

Ratu rayap dapat mencapai ukuran panjang 5-9 cm atau lebih. Peningkatan ukuran tubuh ini terjadi karena pertumbuhan ovari, usus, dan penambahan lemak tubuh. Pembesaran tubuh ini menyebabkan ratu tidak dapat bergerak aktif dan tampak malas (Nandika et al. 2003). Pekerjaan ratu semasa hidupnya hanya menghasilkan telur, sedangkan makannya dilayani oleh para pekerja. Seekor ratu dapat hidup 6 sampai 20 tahun, bahkan berpuluh-puluh tahun. Seekor ratu rayap dapat menghasilkan ribuan telur (Tarumingkeng 2001). Telur rayap C. curvignathus menetas setelah berumur 8-11 hari, namun beberapa jenis rayap lain memiliki kisaran masa penetasan telur antar 20-70 hari. Apabila reproduktif primer mati atau koloni membutuhkan penambahan kasta reproduktif, maka dibentuklah reprodukif sekunder (neoten). Neoten juga akan terbentuk jika sebagian koloni terpisah dari sarang utamanya. Neoten dapat terbentuk beberapa kali dalam jumlah

Sampai saat ini telah tercatat kira-kira 2000 jenis rayap tersebar diseluruh dunia, sedangkan di Indonesia telah ditemukan lebih kurang 200 jenis rayap (Tarumingkeng 2001). Dari sekian banyak jenis rayap, diketahui bahwa kerusakan kayu lebih banyak ditimbulkan oleh golongan rayap subteran. Rayap subteran adalah golongan rayap yang bersarang di dalam tanah dan membangun liang-liang


(22)

kembara yang berfungsi untuk menghubungkan sarang dengan benda yang diserangnya.

Golongan rayap subteran selalu menghindari cahaya dan membutuhkan kelembaban yang tinggi dalam kehidupannya. Karena sifatnya yang cryptobiotic

dan membutuhkan air untuk melembabkan kayu, liang kembara biasanya tertutup dengan bahan-bahan tanah. Jenis rayap yang termasuk dalam golongan rayap subteran adalah anggota-anggota Famili Rhinotemitidae (Coptotermes dan Schedorhinotermes) serta sebagian anggota Famili Termitidae (Macrotermes dan Odontotermes). Rayap C. curvignathus lebih sering dikenal dengan sebutan rayap tanah. C. curvignathus merupakan rayap tanah yang berukuran besar dan memiliki serangan yang paling luas di Indonesia. C. curvignathus dapat bersarang di dalam kayu yang mati atau yang masih hidup serta di dalam tanah. Sistematika jenis rayap ini adalah :

Kelas : Insekta Ordo : Blatodea Famili : Rhinotermitidae Subfamili : Coptotermitinae Genus : Coptotermes


(23)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan selama 3 (tiga) bulan dari bulan Februari sampai dengan bulan April 2011 bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah glulam rasamala (Altingia excelsa Noronha), glulam mahoni (Swietenia macrophylla King), dan glulam mindi (Melia azedarach L) yang berukuran 2 cm x 2 cm x 1 cm dengan dua tipe garis rekat seperti terdapat pada (Gambar 4), perekat isosianat, kayu solid sengon (Paraserinthes falcataria) sebagai kontrol, rayap tanah C. curvignathus, kapas, air mineral, alkohol, alumunium foil, dan dental cement.

Peralatan yang digunakan adalah wadah uji yang terbuat dari paralon dengan diameter 8 cm dan tinggi 6 cm, jaring plastik, timbangan elektrik, oven, desikator, kain penutup berwarna hitam, gergaji, penjepit dan bak penyimpanan.

Kontrol Tipe A Tipe B


(24)

Pengujian Keawetan Glulam

dan glulam dipilih secara acak maing-masing 2 cm x 2 cm

Gambar 5 Pengujian Keawetan Kayu terhadap Serangan Rayap Tanah

3.3

Contoh uji kayu solid

x 1 cm dengan ulangan pengujian sebanyak 3 kali. Contoh uji dioven selama 48 jam dengan suhu 60±2°C untuk mendapatkan nilai berat kayu sebelum pengujian (W1). Wadah uji berupa paralon dengan dasar dental cement dan disterilisasi dengan alkohol. Contoh uji dimasukan ke dalam wadah uji di atas permukaan dental cement yang telah diberi jaring plastik (Gambar 5). Ke dalam wadah uji paralon dimasukkan 150 ekor rayap tanah dari kasta pekerja dan 15 ekor kasta prajurit. Selanjutnya wadah uji ditutup dengan menggunakan aluminium foil, diletakan dalam bak penyimpanan yang telah diberi kapas basah, kemudian ditutup dengan kain warna hitam dan ditempatkan di tempat gelap. Setelah 3 minggu wadah uji paralon dibuka dan dilakukan penghitungan rayap yang masih hidup untuk mengetahui nilai mortalitas rayap. Selanjutnya contoh uji kayu dicuci, dioven selama 48 jam dengan suhu 60±2°C dan ditimbang (W2), untuk mengetahui kehilangan berat kayu yang diuji.


(25)

Gambar 6 Pengujian Keawetan Kayu yang Dilakukan Berdasarkan Standar JIS K 1571-2004.

Persen kehilangan berat dihitung dengan menggunakan rumus:

%

5 dimana:

WL = kehilangan berat (%)

W1 = berat kering oven kayu sebelum diumpankan (g) W2 = berat kering oven kayu setelah diumpankan (g)

Mortalitas rayap yang diamati dalam standar ini hanya mortalitas dari rayap kasta pekerja. Mortalitas rayap dihitung dengan menggunakan rumus:

%

dimana:

MR = mortalitas rayap (%)

D = jumlah rayap pekerja yang mati (ekor)

150 = jumlah rayap pekerja pada awal pengujian (ekor)

Pada penelitian ini selain pengukuran kehilangan berat uji kayu dan mortalitas rayap, juga dilakukan pengukuran kemampuan makan rayap (feeding rate.) Dimana dalam standar JIS K 1571-2004 tidak terdapat prosedur tersebut. Penghitungan nilai kemampuan makan (feeding rate) rayap ini sesuai dengan standarMWBT (Modified Wood Block Test) dalam Sorrnuwat (1996). Feeding rate dihitung yang dilakukan pada penelitian Arinana et. al (2010). Feeding rate dihitung dengan menggunakan rumus:


(26)

3.4 Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007

dan SPSS 16.0 for Windows Evaluation Version. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah faktorial RAL (Rancangan Acak Lengkap). Analisis data kehilangan berat dua faktor, yaitu faktor A (jenis kayu) dan faktor B (tipe garis rekat) dengan masing-masing 3 kali ulangan. Model rancangan percobaan statistik yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

Dimana :

= Nilai pengamatan pada jenis kayu ke-i, jenis perekat ke-j, dan ulangan ke-k

= Rataan umum

= Pengaruh utama jenis kayu ke-i (rasamala, mahoni, mindi) = Pengaruh utama tipe garis rekat ke-j (tipe garis rekat A dan

-j

Perlakuan yang dinyatakan berpengar analisis B)

= Pengaruh interaksi antara jenis kayu ke-i dan tipe garis rekat ke = Pengaruh acak yang menyebar normal (θ, σε2)

uh terhadap respon dalam

sidik ragam, kemudian diuji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT). Analisis dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS 16.0.


(27)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kehilangan Berat Contoh Uji Glulam

Jenis kayu sengon yang digunakan sebagai kontrol diketahui kehilangan beratnya adalah 26,32 %. Nilai kehilangan berat contoh uji kayu sengon tersebut masuk kedalam kelas awet V (ketahanan buruk). Pengujian ini dianggap berhasil apabila nilai kehilangan berat yang diperoleh sesuai nilai standar pada JIS K 1571-2004 yaitu nilai kehilangan berat contoh uji kayu kontrol harus lebih besar dari 15%. Berdasarkan hasil pengujian, nilai rata-rata kehilangan berat contoh uji glulam rasamala tipe A lebih besar dibandingkan glulam rasamala tipe B, yaitu 2,8% untuk penurunan berat glulam rasamala tipe B dan 2,4% untuk penurunan berat glulam rasamala tipe B.

Penurunan berat pada glulam mahoni tipe A yaitu sebesar 5,57% dan untuk glulam mahoni tipe B yaitu 4,28%, hal tersebut sesuai dengan Gambar 7. Nilai penurunan berat untuk glulam mindi merupakan nilai penurunan berat yang paling tinggi dari ketiga jenis glulam yang diujikan, yaitu 12,39% untuk penurunan berat glulam mindi tipe A dan 8,22% untuk penurunan berat glulam mindi tipe B. Dari ketiga jenis glulam yang diujikan, glulam rasamala merupakan glulam yang paling awet, kemudian glulam mahoni dan glulam mindi yang memiliki ketahanan yang sangat buruk.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan jenis kayu mempengaruhi perbedaan nilai kehilangan berat kayu akibat adanya variasi aktivitas makan rayap. Hal ini diduga karena terdapat karakteristik sifat dari setiap jenis kayu yang berbeda satu sama lain sehingga mempengaruhi terhadap perilaku rayap pada kayu. Menurut Supriana (1983) satu jenis kayu mungkin sangat peka terhadap satu jenis rayap dan menimbulkan respon relatif kuat dibandingkan dengan jenis kayu lainnya karena adanya karekteristik sifat anatomi, fisik dan kimia kayu. Makin tinggi kekerasan sisi kayu, aktivitas makan rayap berkurang. Sebaliknya kerapatan, kadar abu, dan kadar lignin tidak berhubungan dengan aktivitas makan


(28)

rayap. Keawetan kayu sangat dipengaruhi pula oleh kandungan senyawa ektraktif didalamnya yang memiliki sifat sebagai fungisida atau termitisida alami. Umumnya semakin tinggi kandungan ekstraktif dalam kayu, maka keawetan alami kayu cenderung meningkat (Wistara 2002).

Keterangan: K= Kontrol, A= Tipe Garis Rekat A, B= Tipe GarisRekat B

0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00 18.00 21.00 24.00 27.00

Sengon Rasamala Mahoni Mindi

K K K A A A B B B Kehilangan   Berat   (%)

Jenis Kayu

Gambar 7 Histogram Penurunan Berat Glulam Tipe A dan Tipe B.

Hasil analisis ragam terhadap nilai kehilangan berat contoh uji kayu dengan faktor jenis glulam dan tipe garis rekat menunjukkan bahwa hubungan antara variabel tersebut nyata. Hal ini berarti jenis glulam dan tipe garis rekat berpengaruh nyata terhadap kehilangan berat contoh uji semua glulam. Hal ini diduga terjadi karena jenis kayu yang digunakan sebagai bahan baku glulam mempunyai tingkat keawetan yang berbeda-beda sehingga kehilangan beratnya pun berbeda nyata. Selain karena pengaruh jenis kayu yang digunakan, tipe garis rekat pada glulam pun berpengaruh nyata, hal tersebut di duga karena pada tipe garis rekat A lebih banyak area yang bisa di konsumsi oleh rayap dibandingkan dengan tipe garis rekat B sehingga berpengaruh nyata pula terhadap penurunan kehilangan berat glulam.

Hasil dari penurunan kehilangan berat rata-rata kontrol kayu rasamala yaitu 3,13%, untuk rata-rata kehilangan berat kontrol kayu mahoni adalah 7,41% dan


(29)

untuk penurunan kehilangan berat kontrol kayu mindi sebesar 14,29%. Perbandingan kehilangan berat antara kayu solid dan glulam dari ketiga jenis kayu yang diumpankan terhadap rayap terlihat bahwa kayu solid dari ketiga jenis yaitu rasamala, mahoni, dan mindi lebih banyak kehilangan berat dibandingkan dengan kehilangan berat glulam. Hal tersebut diduga karena pada glulam terdapat zat tambahan yaitu perekat isosianat yang tidak disukai rayap, sehingga mempengaruhi pada aktivitas makan rayap yang berakibat pada penurunan kehilangan berat yang sedikit.

Berdasarkan hasil uji beda nilai tengah (uji-t) terhadap nilai kehilangan berat contoh uji glulam dan kontrol dari masing-masing jenis kayu diketahui bahwa persen kehilangan berat glulam dan kontrol dari jenis rasamala, mahoni dan mindi tidak berbeda nyata. Hal tersebut memiliki arti bahwa perubahan kayu menjadi produk glulam dari jenis rasamala, mahoni dan mindi tidak terlalu berpengaruh pada keawetannya terhadap serangan rayap tanah.

Apabila hasil dari perolehan pemurunan berat glulam-glulam yang diujikan tersebut dibandingkan, maka didapatkan hasil bahwa glulam rasamala sangat tahan terhadap serangan rayap, baik glulam tipe A maupun glulam tipe B. Glulam mahoni termasuk pada klasifikasi tahan terhadap serangan rayap pada kedua tipe glulam, sementara itu untuk glulam mindi tipe A termasuk pada kelas buruk dan glulam tipe B termasuk kelas sedang. Penggolongan kelas didasarkan pada klasifikasi ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah berdasarkan penurunan berat seperti terdapat pada Tabel 1.

Kelas Ketahanan Penurunan Berat (%)

I Sangat Tahan < 3,52

II Tahan 3,52-7,50

III Sedang 7,30-10,96

IV Buruk 10,96-18,94

V Sangat Buruk 18,94-31,89

Sumber : Supriana1983

Tabel 1 Klasifikasi Ketahanan Kayu Terhadap Rayap Tanah Berdasarkan Penurunan Berat.


(30)

4.2 Mortalitas Rayap Tanah Pekerja

Selain nilai kehilangan berat, parameter lain yang digunakan dalam pengujian tingkat keawetan kayu adalah nilai mortalitas rayap. Penghitungan nilai mortalitas rayap perlu dilakukan untuk menduga pengaruh jenis kayu dan lama waktu pengujian terhadap kematian rayap. Jenis contoh uji kayu dapat menyebabkan perbedaan mortalitas rayap karena kandungan zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap rayap berbeda untuk setiap jenis kayu. Waktu pengujian yang terlalu lama juga dapat menyebabkan nilai mortalitas rayap semakin tinggi karena jumlah bahan makanan rayap dalam botol uji sangat terbatas. Saat bahan makanan rayap yang ada pada contoh uji telah habis maka rayap akan kelaparan dan mati.

Nilai rata-rata mortalitas rayap pada pengujian glulam rasamala tipe A sebesar 94% dan untuk mortalitas glulam tipe B sebesar 96,9%. Sedangkan untuk mortalitas rayap yang diumpankan pada glulam mahoni tipe A yaitu 92% dan 93,6% untuk mortalitas pada rayap yang diujikan pada glulam mahoni tipe B. Nilai mortalitas yang didapat pada hasil pengujian glulam mindi tipe A yaitu 85,3% dan untuk mortalitas yang didapat pada hasil pengujian glulam mindi tipe B sebesar 93,3%.

Mortalitas rayap untuk kontrol kayu solid sengon sangat rendah yaitu 56,7%, hal tersebut terjadi karena diduga pada kayu sengon tidak terdapat perekat isosianat yang menempel, juga karena kayu sengon diduga tidak memiliki zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap rayap sehingga kematian rayap tidak terlalu besar. Nilai rata-rata mortalitas pada kontrol kayu solid ketiga jenis glulam yaitu rasamala sebesar 92,4%, mahoni 88,9% dan untuk kayu solid mindi 93,3 %.

Tingginya nilai mortalitas rayap pada pengujian ini diduga terjadi karena ketidaksesuaian jenis media uji dengan kondisi lingkungan hidup alami rayap. Menurut Nandika (2003) rayap tanah merupakan rayap yang masuk ke dalam kayu melalui tanah atau lorong-lorong pelindung yang dibangunnya. Untuk hidupnya diperlukan kelembapan tertentu secara tetap, oleh karena itu untuk mendapatkan persediaan air, rayap ini selalu berhubungan dengan tanah dan sarangnya juga ada di dalam tanah. Sementara itu pada pengujian ini rayap di


(31)

masukan kedalam pipa paralon yang dialasi dengan dental cement yang dilapisi kapas basah di bawah permukannya, yang mengakibatkan rayap tidak bisa melakukan aktivitas mencari makan atau membangun terowongan seperti pada habitat aslinya. Selain itu mortalitas yang tinggi pada rayap diduga selain karena ketidaksesuaian kelambapan, jenis media uji, juga karena tidak ada lagi makanan yang bisa dikonsumsi pada minggu ketiga sehingga mortalitas rayap meningkat.

Menurut Supriana (1983), perilaku makan rayap di alam berbeda dengan di laboratorium. Di alam rayap bebas untuk memilih sendiri lingkungan yang paling sesuai bagi hidupnya. Sedangkan di laboratorium, rayap di paksa makan (forced feeding test). Dalam keadaan terpaksa, rayap akan memakan bahan (umpan) yang diberikan. Pada awalnya rayap tanah akan melakukan penyesuaian terhadap lingkungan yang baru didalam botol uji. Kemudian rayap mulai mencoba makanan yang diujikan. Rayap yang tidak dapat berdaptasi dengan lingkungan yang baru umumnya mati beberapa saat kemudian. Bagi rayap yang lebih tahan, akan memilih untuk tidak makan, kemudian lambat laun rayap tersebut akan bertambah lemah dan mati.

Rayap lain yang lebih kuat cenderung akan menyerang dan memakan sesamanya yang telah mati dan lemah sesuai dengan sifat khas rayap bila terjadi kekurangan makanan yaitu memiliki sifat kanibalisme dan nekrofagi. Menurut Tarumingkeng (2001), pada kondisi yang sulit yaitu saat kekurangan makanan dan air, sifat kanibal rayap akan cenderung menonjol. Rayap akan memakan individu-individu yang lemah agar keseimbangan kehidupan koloninya terjaga (pengaturan homoestetika). Hal ini diduga menjadi salah satu penyebab tingginya nilai mortalitas rayap.

Mortalitas Rayap juga dipengaruhi oleh adanya kandungan perekat isosianat yang terdapat pada glulam. Diduga rayap mati karena pengaruh senyawa kimia yang terdapat pada perekat isosianat. Senyawa kimia yang termakan oleh rayap diduga mengakibatkan rayap teracuni dan racun tersebut disebarkan sesama rayap, karena rayap mempunyai sifat trophalaxis yaitu sifat rayap yang saling berkumpul dan menjilat satu sama lain untuk mengadakan pertukaran bahan makanan melalui mulut maupun melalui anus, ketika rayap mengalami moulting,


(32)

mereka juga kehilangan isi perut mereka termasuk protozoa pencerna kayu. Agar persediaan protozoa tetap memadai, mereka harus mendapatkannya dari anggota koloni lain, salah satunya dari anus rayap lain. Hal tersebut mengakibatkan senyawa kimia yang terdapat pada perekat isosianat lebih mudah tersebar, sehingga mortalitas rayap pun semakin meninggi.

Keterangan: K= Kontrol, A= Tipe Garis Rekat A, B= Tipe GarisRekat B

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00

Sengon Rasamala Mahoni Mindi

K A K A K

A B B B Mortalitas   (%)

Jenis Kayu

Gambar 8 Histogram Mortalitas Rayap Tipe A dan Tipe B.

Hasil analisis ragam terhadap nilai mortalitas rayap dengan faktor jenis glulam dan tipe garis rekat menunjukkan bahwa hubungan atara variabel tersebut nyata. Hal ini berarti jeins kayu yang digunakan sebagai bahan baku glulam, mempengaruhi terhadap tingginya nilai mortalitas rayap. Selain pengaruh jenis kayu, pengaruh tipe garis rekat juga berpengaruh nyata terhadap mortalitas rayap, hal tersebut diakibatkan karena pada tipe garis rekat B lebih banyak jumlah garis rekatnya dibanding tipe garis rekat A, hal tersebut mengakibatkan luas area makan rayap yang mengandung perekat isosianat semakin banyak pula, sehingga ketika rayap mengkonsumsi selulosa didalam glulam tersebut, dengan cepat dan mudah racun dari perekat isosianat tersebut disebarkan dan mengakibatkan mortalitas rayap yang tinggi.


(33)

4.3 Bentuk Serangan Rayap Tanah

Rayap akan cenderung memilih makanan yang mengandung banyak selulosa, mudah digigit dan dihancurkan (Krisna et al. 1971 dalam Rismayadi 1999). Serangan rayap tanah C. curvignathus pada contoh uji terjadi hanya pada bagian sisi. Bentuk serangan dari rayap tanah terhadap contoh uji cenderung berada di bagian sisi. Hal tersebut diduga karena pada bagian tersebut tidak terdapat perekat yang menempel pada glulam. Hal ini, memberikan peluang besar bagi rayap untuk menyerang contoh uji pada bagian tersebut.

Apabila dibandingkan antara glulam tipe garis rekat A dan glulam tipe garis rekat B, bisa dilihat dari penurunan beratnya bahwa glulam tipe garis rekat A lebih disukai rayap dibandingkan glulam tipe garis rekat B, hal tersebut dikarenakan pada glulam tipe garis rekat A hanya berupa garis rekat yang melintang saja di tengah glulam, yang memungkinkan lebih banyak area yang bisa di konsumsi oleh rayap. Berbeda dengan glulam tipe garis rekat B yang garis rekatnya menyerupai huruf T dimana area makan rayap lebih sedikit sehingga berpengaruh juga terhadap penurunan beratnya.

2


(34)

1 2

Gambar 10 Glulam Mahoni Tipe A (1) dan Tipe B (2) Setelah Pengujian.

2

Gambar 11 Glulam Mindi Tipe A (1) dan Tipe B (2) Setelah Pengujian.

4.5 Kemampuan Makan Rayap Tanah

Menurut Sornnuwat (1996), parameter yang dapat dijadikan sebagai dasar penentuan keefektifan aktivitas rayap adalah kehilangan berat contoh uji kayu, mortalitas rayap, dan kemampuan makan rayap (feeding rate). Nilai rata-rata kemampuan makan rayap dari hasil pengujian disajikan dalam Gambar 12. Penghitungan kemampuan makan tersebut dilakukan berdasarkan penelitian Arinana et al. (2010), hal tersebut dilakukan karena pada standar JIS K 1571-2004 tidak terdapat perhitungan mengenai kemampuan makan rayap.

Berdasarkan penghitungan terhadap kemampuan makan rayap diketahui bahwa nilai rata-rata kemampuan makan rayap dari masing-masing jenis kayu yang digunakan sebagai bahan baku glulam dan tipe garis rekat yang diaplikasikan, tidak sama satu sama lain. Hal tersebut bisa terjadi karena banyak faktor, diantaranya terkait dengan jumlah rayap pekerja yang masih hidup pada


(35)

akhir minggu dari setiap wadah uji berbeda-beda yang mengakibatkan pada nilai kemampuan makan rayap yang berbeda pula.

Nilai rata-rata kemampuan untuk kontrol yang digunakan yaitu sengon adalah 0,064 mg/rayap/hari. Glulam rasamala tipe A memiliki nilai kemampuan makan rayap 0,022 mg/rayap/hari, dan untuk glulam rasamala tipe B 0,021 mg/rayap/hari, sementara untuk kontrol solid rasamala didapatkan nilai 0,026 mg/rayap/hari. Glulam mahoni tipe A memiliki nilai kemampuan makan rayap 0,037 mg/rayap/hari, glulam mahoni tipe B 0,029 mg/rayap/hari, dan kontrol kayu mahoni 0,038 mg/rayap/hari. Nilai rata-rata kemampuan makan rayap untuk glulam mindi tipe A adalah 0,055 mg/rayap/hari, sementara itu untuk glulam mindi tipe B 0,040 mg/rayap/hari, dan untuk kontrol kayu mindi adalah 0,049 mg/rayap/hari.

Dari hasil analisis ragam yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa jenis kayu berpengaruh nyata terhadap kemampuan makan rayap. Jenis glulam yang terbuat dari kayu rasamala memiliki nilai kemampuan makan rayap yang paling sedikit, selanjutnya glulam mahoni dan mindi. Hal tersebut diduga karena pada kayu rasamala terdapat zat ekstraktif yang tidak disukai oleh rayap sehingga menurunkan nilai kemampuan makan rayap tersebut. Hal tersebut berbeda dengan nilai kemampuan makan rayap berdasarkan penghitungan sesuai dengan rumus yang didapat dari penelitian Arinana et al. (2010).

Aktivitas makan rayap sangat dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga menentukan ketahanan alami kayu terhadap rayap. Dua faktor utama yang berpengaruh atau menjadi dasar ketersukaan (preference) makan rayap terhadap umpan adalah rangsangan dari luar (extrinsic releasing stimuli) dalam hal ini berasal dari kayu, dan tingkat ambang rasa rayap itu sendiri (intrinsic response threshold level).

Daya rangsang dari luar berkaitan erat dengan karakteristik kayu meliputi struktur anatomi, sifat fisik dan kimia kayu sedangkan tingkat ambang rasa rayap ditunjukkan oleh perilaku rayap terhadap kayu yang disediakan. Bahan kimi sekunder (ekstraktif) dalam kayu sangat menentukan ketahanan kayu terhadap


(36)

rayap sedangkan kepekaan rayap terhadap lingkungan berpengaruh pada kemampuan rayap menyerang kayu.

0.000 0.010 0.020 0.030 0.040 0.050 0.060 0.070

Sengon Rasamala Mahoni Mindi

K K K A A A B B B Kemampuan   Makan   (Mg/rayap/hari)

Jenis Kayu

Keterangan: K= Kontrol, A= Tipe Garis Rekat A, B= Tipe GarisRekat B

Gambar 12 Histogram Kemampuan Makan Rayap.

Perilaku rayap menunjukkan mula-mula rayap akan melakukan orientasi terhadap lingkungan barunya didalam wadah uji meliputi penyesuaian terhadap suhu udara, kelembaban dan kondisi ekologis. Kemudian komponen kimia kayu merangsang syaraf perasa olfaktory rayap. Namun syaraf ini hanya akan bekerja apabila rayap berada beberapa sentimeter dari sumber makanan. Ketika terjadi kontak langsung dengan kayu, syaraf pencicip gustatory rayap berperan utama yaitu pada waktu rayap mulai makan (Supriana 1983). Rayap merusak kayu karena menjadikan kayu sebagai bahan makanan dan kayu sebagai tempat bersarang, menurut Tarumingkeng (2001). Rayap memakan selulosa kayu untuk kebutuhan hidupnya. Supriana (1983) menjelaskan bahwa perusakan kayu oleh rayap melalui proses “mecha-no-biodecomposition”, artinya pertama rayap mengigit sampel kayu, selanjutnya kayu didekomposisi dalam perut secara biokomia untuk memperoleh energi guna perkembangan dan pertumbuhannya. Pada umumnya rayap tanah mengkonsumsi kayu rata-rata 2-3% dari berat tubuhnya setiap hari. Tingkat konsumsi dipengaruhi oleh faktor-faktor diantaranya kondisi lingkungan, ukuran tubuh, dan ukuran koloni.


(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Semakin banyak garis rekat yang diaplikasikan terhadap glulam mengakibatkan keawetan glulam semakin meningkat. Glulam dengan tipe garis rekat B lebih awet dibanding glulam dengan tipe garis rekat A.

2. Serangan rayap tanah berbeda nyata untuk semua jenis kayu yang diumpankan. Kehilangan berat yang paling besar terdapat pada kayu mindi, kemudian mahoni dan penurunan kehilangan berat yang paling sedikit terdapat pada kayu rasamala.

5.2 SARAN

1. Dalam proses pembuatan glulam disarankan menggunakan tipe garis rekat B.

2. Perlu diteliti berat labur perekat yang optimal untuk tipe garis rekat B agar kualitas glulam yang diperoleh bisa digunakan sebagai bahan bangunan untuk konstruksi.


(38)

DAFTAR PUSTAKA

Arinana, Simamora L, Tsunoda K, Hadi YS, Herliyana EN. 2010. Comparison of Indonesian and Japanese Standardized Test Using Subterranean Termites in the Laboratory. IWorS 2010:603.

Bodig J Jayne BA.1982. Mechanics of wood and wood composites. Van Nostrand Reinhold Company. New York.

[CWC] Canadian Wood Council. 2000. Wood Reference Handbook: A guide to the architectural use of wood in building construction. Ed ke-4. Ottawa: Canadian Wood Council.San

Departemen Kehutanan. 2009. Statistik 2009. Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan. Jakarta.

Hasan T. 1986. Rayap dan Pemberantasannya: Penanggulan dan Pencegahan. Jakarta: Yasaguna.

Inward D, Beccaloni G, Enggleton P. 2007. Death of an order: a comprehensive molecular phylogenetic study confirms that termites are eusocial cockroaches. Biol. Lett (2007) 3, 331–335.

[JIS] Japanese Industrial Standart. 2004. Test Methods for Determining The Effectiveness of Wood Preservatives and their Performance Requirement. JIS K 1571-2004.

Marra AA. 1992. Technology of wood Bonding Principles in Practice. New York: Van Nostrand Reinhold.

Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA.1981. Atlas Kayu Indonesia JIlid I. Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor: Departemen Kehutanan.

Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YI, Prawira SA, Kadir K. 1989. Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Departeman Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor: Departemen Kehutanan.

Moody RC, Hernandez R. 1997. Glued-laminated timber. Di dalam: Smulski S, editor. Engineered Wood Products, A Guide for Specifiers, Designers and Users. Wisconsin: PFS Research Foundation.

Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya.

Surakarta : Muhammadiyah University Press.

Pizzi A. 1994. Advanced Wood Adhesives Technology. New York: Marcel Dekker Inc.

Rismayadi Y. 1999. Penelaahan Daya Jelajah dan Ukuran Populasi Kolini Rayap Tanah (Schedorhinotermes javanicus Kemer) (Isoptera: Rhinitermitidae)

   


(39)

   

Serta Microtermes inspiratus Kemner (Isoptera: Termitidae)) [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Seng OD. 1990. Berat Jenis Kayu dari Jenis- jenis Kayu Indonesia dan Pengertian Beratnya Kayu untuk Keperluan Praktek. Bogor: Pengumuman No:13. Lembaga Penelitian Hasil Hutan

Serano E. 2003. Mechanical Performance and Modelling of glulam. Timber Engineering. New York: JhonWilley and Scns, Ltd.

Sornnuwat Y. 1996. Studies of Damage of Construction Caused by Subterranean Termitesand Control in Thailand. [Kumpulan Tesis].

Sumarni G, Muslich M. 2007. Keawetan 52 Jenis Kayu Indonesia dan Kegunaanya untuk Konstruksi Bangunan. Prosiding Seminar Nasional MAPEKI X; Pontianak-Kalimantan Barat,9-11 Agustus 2007. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Hlm 533-543.

Supriana N. 1983. Hubungan antara Aktivitas Makan pada Rayap dengan Sifat-sifat Kayu. Prosiding Pertemuan Ilmiah Pengawetan Kayu (Jakarta, 12-13 Oktober 1983). Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Jakarta. Tarumingkeng RC. 2001. Biologi dan Perilaku Rayap. Bunga Rampai Jejak

Langkah Pengabdian. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Wistara IN. 2002. Ketahanan 10 Jenis Kayu Tropis. Jurnal Penelitian Hasil


(40)

                 


(41)

Lampiran 1 Data Hasil Pengujian Kehilangan Berat, Mortalitas, dan Kemampuan Makan (Feeding Rate) Rayap

Jenis Kehilangan Berat (%) Mortalitas Rayap (%) Kemampuan Makan(mg/ekor/minggu)

Rasamala A 2,72 95,3 0,023

Rasamala A 2,84 94,0 0,022

Rasamala A 2,85 92,7 0,022

Rata-rata 2,80 94,0 0,022

Rasamala B 2,43 100,0 0,022

Rasamala B 2,31 96,7 0,021

Rasamala B 2,46 94,0 0,021

Rata-rata 2,40 96,9 0,021

Mahoni A 6,30 91,3 0,042

Mahoni A 5,29 92,7 0,035

Mahoni A 5,13 92,0 0,034

Rata-rata 5,57 92,0 0,037

Mahoni B 4,03 94,0 0,027

Mahoni B 4,36 94,0 0,029

Mahoni B 4,46 92,7 0,030

Rata-rata 4,28 93,6 0,029

Mindi A 13,37 83,3 0,060

Mindi A 11,95 85,3 0,054

Mindi A 11,84 87,3 0,052

Rata-rata 12,39 85,3 0,055

Mindi B 7,51 94,7 0,037

Mindi B 8,48 94,0 0,042

Mindi B 8,66 91,3 0,042

Rata-rata 8,22 93,3 0,040

Sengon 26,17 54,7 0,066

Sengon 27,34 51,3 0,062

Sengon 25,44 64,0 0,065

Rata-rata 26,32 56,7 0,064

Rasamala 3,21 90,7 0,026

Rasamala 3,14 91,3 0,027

Rasamala 3,05 95,3 0,026

Rata-rata 3,13 92,4 0,026

Mahoni 6,91 91,3 0,037

Mahoni 7,65 90,0 0,039

Mahoni 7,67 85,3 0,037

Rata-rata 7,41 88,9 0,038

Mindi 14,48 94,7 0,048

Mindi 14,49 94,0 0,049

Mindi 13,91 91,3 0,050


(42)

Lampiran 2 Analisis Data 1. Kehilangan Berat

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Kehilangan_Ber at

N 18

Normal Parametersa Mean 5.9439

Std. Deviation 3.59024

Most Extreme Differences Absolute .183

Positive .183

Negative -.156

Kolmogorov-Smirnov Z .778

Asymp. Sig. (2-tailed) .580

a. Test distribution is Normal.

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Kehilangan_Berat

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 215.976a 5 43.195 164.504 .000

Intercept 635.937 1 635.937 2.422E3 .000

Jenis 187.152 2 93.576 356.375 .000

Tipe_Garis_Rekat 17.189 1 17.189 65.464 .000

Jenis * Tipe_Garis_Rekat 11.634 2 5.817 22.154 .000

Error 3.151 12 .263

Total 855.063 18


(43)

Kesimpulan

¾ Faktor jenis glulam dan tipe garis rekat berpengaruh nyata terhadap respon kehilangan berat karena p value < 0,05.

¾ Interaksi antara jenis glulam dan tipe garis rekat berpengaruh nyata terhadap respon kehilangan berat karena p value < 0,05.

Kehilangan_Berat

Duncan

Jenis N

Subset

1 2 3

Glulam Rasamala 6 2.6017

Glulam Mahoni 6 4.9283

Glulam Mindi 6 10.3017

Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,263. Kesimpulan:

¾ Faktor jenis glulam rasamala, mahoni, dan mindi memberikan pengaruh nyata terhadap respon kehilangan berat

2. Mortalitas

Between-Subjects Factors

Value Label N

Jenis 1 Glulam

Rasamala 6

2 Glulam

Mahoni 6

3 Glulam Mindi 6

Tipe_Garis_Rekat 1 A 9


(44)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Mortalitas

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 235.983a 5 47.197 10.710 .000

Intercept 151973.196 1 151973.196 3.449E4 .000

Jenis 126.480 2 63.240 14.351 .001

Tipe_Garis_Rekat 91.576 1 91.576 20.781 .001

Jenis * Tipe_Garis_Rekat 17.927 2 8.964 2.034 .173

Error 52.881 12 4.407

Total 152262.060 18

Corrected Total 288.864 17

a. R Squared = ,817 (Adjusted R Squared = ,741)

Mortalitas

Duncan

Jenis N

Subset

1 2 3

Glulam Mindi 6 88.4833

Glulam Mahoni 6 92.2233

Glulam Rasamala 6 94.9500

Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.


(45)

3. Kemampuan Makan

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Kemampuan_Ma kan

N 18

Normal Parametersa Mean .2656

Std. Deviation .10612

Most Extreme Differences Absolute .149

Positive .149

Negative -.138

Kolmogorov-Smirnov Z .634

Asymp. Sig. (2-tailed) .817

a. Test distribution is Normal.

Between-Subjects Factors

Value Label N

Jenis 1 Glulam

Rasamala 6

2 Glulam

Mahoni 6

3 Glulam Mindi 6

Tipe_Garis_Rekat 1 A 9


(46)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Kemampuan_Makan

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .183a 5 .037 53.181 .000

Intercept 1.269 1 1.269 1.843E3 .000

Jenis .145 2 .072 105.056 .000

Tipe_Garis_Rekat .026 1 .026 37.290 .000

Jenis * Tipe_Garis_Rekat .013 2 .006 9.250 .004

Error .008 12 .001

Total 1.461 18

Corrected Total .191 17

a. R Squared = ,957 (Adjusted R Squared = ,939)

Kemampuan_Makan

Duncan

Jenis N

Subset

1 2 3

Glulam Rasamala 6 .1633

Glulam Mahoni 6 .2517

Glulam Mindi 6 .3817


(47)

4. Uji Independent Group

Group Statistics

Group N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Kehilangan_Berat Glulam 18 5.9439 3.59024 .84623

Kontrol 9 8.2789 4.88396 1.62799

  

Levene's Test  for Equality 

of Variance  t‐test for Equality of Means    

   F  Sig 

t  df 

Sig.  (2‐ tailed)

Mean  Differences

Std. Error  Differences 

95% Confidence  Interval of the 

Difference  Equal 

Variances  assumed 

Lower  Upper  1.558  0.224  ‐1.412  25  0.170  ‐233.500  165.318 

573.979 106.979  Equal 

Variances  not  assumed 

‐1.273  12.478  0.226  ‐23.500  183.479 

631.572 164.572 

                          

Kesimpulan:

¾ Hasil Leven’s Variance Group didapat p value = 0,224 > 0,05 sehingga asumsi kedua varians sama besar terpenuhi.

¾ Hasil t dua sampel independen yaitu p value = 0,085 > 0,05 maka faktor kayu kontrol dan glulam tidak memberikan pengaruh nyata terhadap respon kehilangan berat.


(1)

Lampiran 2 Analisis Data

1.

Kehilangan Berat

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Kehilangan_Ber at

N 18

Normal Parametersa Mean 5.9439

Std. Deviation 3.59024

Most Extreme Differences Absolute .183

Positive .183

Negative -.156

Kolmogorov-Smirnov Z .778

Asymp. Sig. (2-tailed) .580

a. Test distribution is Normal.

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Kehilangan_Berat

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 215.976a 5 43.195 164.504 .000

Intercept 635.937 1 635.937 2.422E3 .000

Jenis 187.152 2 93.576 356.375 .000

Tipe_Garis_Rekat 17.189 1 17.189 65.464 .000

Jenis * Tipe_Garis_Rekat 11.634 2 5.817 22.154 .000

Error 3.151 12 .263

Total 855.063 18


(2)

Kesimpulan

¾

Faktor jenis glulam dan tipe garis rekat berpengaruh nyata terhadap

respon kehilangan berat karena p value < 0,05.

¾

Interaksi antara jenis glulam dan tipe garis rekat berpengaruh nyata

terhadap respon kehilangan berat karena p value < 0,05.

Kehilangan_Berat Duncan

Jenis N

Subset

1 2 3

Glulam Rasamala 6 2.6017

Glulam Mahoni 6 4.9283

Glulam Mindi 6 10.3017

Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,263.

Kesimpulan:

¾

Faktor jenis glulam rasamala, mahoni, dan mindi memberikan

pengaruh nyata terhadap respon kehilangan berat

2.

Mortalitas

Between-Subjects Factors

Value Label N

Jenis 1 Glulam

Rasamala 6

2 Glulam

Mahoni 6

3 Glulam Mindi 6

Tipe_Garis_Rekat 1 A 9


(3)

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Mortalitas

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 235.983a 5 47.197 10.710 .000

Intercept 151973.196 1 151973.196 3.449E4 .000

Jenis 126.480 2 63.240 14.351 .001

Tipe_Garis_Rekat 91.576 1 91.576 20.781 .001

Jenis * Tipe_Garis_Rekat 17.927 2 8.964 2.034 .173

Error 52.881 12 4.407

Total 152262.060 18

Corrected Total 288.864 17

a. R Squared = ,817 (Adjusted R Squared = ,741)

Mortalitas

Duncan

Jenis N

Subset

1 2 3

Glulam Mindi 6 88.4833

Glulam Mahoni 6 92.2233

Glulam Rasamala 6 94.9500

Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.


(4)

3.

Kemampuan Makan

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Kemampuan_Ma kan

N 18

Normal Parametersa Mean .2656

Std. Deviation .10612

Most Extreme Differences Absolute .149

Positive .149

Negative -.138

Kolmogorov-Smirnov Z .634

Asymp. Sig. (2-tailed) .817

a. Test distribution is Normal.

Between-Subjects Factors

Value Label N

Jenis 1 Glulam

Rasamala 6

2 Glulam

Mahoni 6

3 Glulam Mindi 6

Tipe_Garis_Rekat 1 A 9


(5)

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Kemampuan_Makan

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .183a 5 .037 53.181 .000

Intercept 1.269 1 1.269 1.843E3 .000

Jenis .145 2 .072 105.056 .000

Tipe_Garis_Rekat .026 1 .026 37.290 .000

Jenis * Tipe_Garis_Rekat .013 2 .006 9.250 .004

Error .008 12 .001

Total 1.461 18

Corrected Total .191 17

a. R Squared = ,957 (Adjusted R Squared = ,939)

Kemampuan_Makan Duncan

Jenis N

Subset

1 2 3

Glulam Rasamala 6 .1633

Glulam Mahoni 6 .2517

Glulam Mindi 6 .3817


(6)

4.

Uji Independent Group

Group Statistics

Group N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Kehilangan_Berat Glulam 18 5.9439 3.59024 .84623

Kontrol 9 8.2789 4.88396 1.62799

  

Levene's

 

Test

 

for

 

Equality

 

of

 

Variance

 

t

test

 

for

 

Equality

 

of

 

Means

 

  

  

F

 

Sig

 

t

 

df

 

Sig.

 

(2

tailed)

Mean

 

Differences

Std.

 

Error

 

Differences

 

95%

 

Confidence

 

Interval

 

of

 

the

 

Difference

 

Equal

 

Variances

 

assumed

 

Lower

 

Upper

 

1.558

 

0.224

  ‐

1.412

 

25

 

0.170

 

233.500

 

165.318

 

573.979

106.979

 

Equal

 

Variances

 

not

 

assumed

 

1.273

 

12.478

 

0.226

 

23.500

 

183.479

 

631.572

164.572

 

  

  

  

  

  

  

  

  

  

Kesimpulan:

¾

Hasil Leven’s Variance Group didapat p value = 0,224 > 0,05 sehingga asumsi

kedua varians sama besar terpenuhi.

¾

Hasil t dua sampel independen yaitu p value = 0,085 > 0,05 maka faktor kayu

kontrol dan glulam tidak memberikan pengaruh nyata terhadap respon kehilangan

berat.