Karakteristik Habitat Peneluran Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea, Hirth 1971) di Taman Wisata Alam Air Hitam, Bengkulu

KARAKTERISTIK HABITAT PENELURAN PENYU LEKANG
(Lepidochelys olivacea, Hirth 1971) DI TAMAN WISATA ALAM
AIR HITAM, BENGKULU

MUHAMMAD KHAISU SABILILLAH

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Habitat
Peneluran Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea, Hirth 1971) di Taman Wisata
Alam Air Hitam, Bengkulu adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi
Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
M Khaisu Sabilillah
NIM C54100091

ABSTRAK
MUHAMMAD KHAISU SABILILLAH. Karakteristik Habitat Peneluran Penyu
Lekang (Lepidochelys olivacea, Hirth 1971) di Taman Wisata Alam Air Hitam,
Bengkulu. Dibimbing oleh DIETRIECH GEOFFREY BENGEN dan ADRIANI
SUNUDDIN.
Populasi penyu di Taman Wisata Alam (TWA) Air Hitam didominasi oleh
spesies lekang dan masuk daftar merah IUCN dengan status hampir punah. Tujuan
penelitian untuk mendeskripsikan karakteristik habitat dan mengetahui variabel
lingkungan yang secara signifikan mempengaruhi penyu lekang memilih habitat
peneluran. Pengamatan dan pengukuran in situ dilakukan pada bulan Juli 2013 dan
Februari 2014 di 16 stasiun penelitian menggunakan metode penarikan contoh
sistematis. Variabel habitat yang diukur adalah jumlah sarang, kemiringan pantai,
vegetasi pantai, fraksi pasir, lebar dan panjang pantai yang dianalisis dengan
Analisis Komponen Utama (AKU) untuk mengetahui keterkaitan antara

karakteristik habitat peneluran dan jumlah sarang. Berdasarkan hasil penelitian,
kawasan pesisir memiliki kemiringan pantai yang landai dengan sudut elevasi
0,970-4,230 dan lebar pantai 32,65-86,70 m. Karakteristik substrat pantai di TWA
Air Hitam didominasi oleh fraksi pasir sangat halus (54,88 %) dan vegetasi cemara,
Casuarina equisetifolia (INP 179,68). Hasil AKU menunjukkan bahwa dari 5
variabel lingkungan yang diamati sepanjang 16 km di pesisir TWA Air Hitam,
pemilihan habitat peneluran oleh penyu lekang utamanya dipengaruhi oleh fraksi
pasir sedang (diameter bulir pasir 0,25-0,5 mm) dan keberadaan vegetasi pantai.
Kata kunci: Habitat peneluran, penyu lekang, TWA Air Hitam, karakteristik pantai
ABSTRACT
MUHAMMAD KHAISU SABILILLAH. Environmental Characteristics of Olive
Ridley (Lepidochelys olivacea, Hirth 1971) Nesting Habitat in Taman Wisata Alam
Air Hitam, Bengkulu. Under direction of DIETRIECH GEOFFREY BENGEN and
ADRIANI SUNUDDIN.
Olive ridley features the most common sea turtle species in TWA Air Hitam,
which listed as endangered species under IUCN redlist. The objectives of this
research were to describe characteristics of shore environment and to define
significant environmental variables affecting olive ridley in choosing its nesting
habitat. Observation and in situ measurement was conducted in July 2013 and
February 2014 at 16 sites, applying systematics sampling approach. Measured

habitat variables were number of nest, shore elevation, vegetation, fraction of sandy
substrate, shore width and length which then analyzed using Principal component
Analysis (PCA). This study revealed that the prominent features of shore
environment in TWA Air Hitam were sandy shore with low elevation (0,970-4,230)
and width of 32,65-86,70 m, very fine sand fractions (54,88%), also stands of coast
she-oak (Casuarina equisetifolia) with significant index of 179,68. Results from
PCA indicated that, away 16 environmental variables depicting the shores of TWA
Air Hitam, medium fraction sands (grain size of 0,25-0,5 mm) and the existence of
shore vegetation were significant habitat variables preferred by olive ridley in
detecting nesting site.
Keywords: nesting habitat, olive ridley, TWA Air Hitam, shore environment

KARAKTERISTIK HABITAT PENELURAN PENYU LEKANG
(Lepidochelys olivacea, Hirth 1971) DI TAMAN WISATA ALAM
AIR HITAM, BENGKULU

MUHAMMAD KHAISU SABILILLAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi: Karakteristik Habitat Peneluran Penyu Lekang (Lepidochelys
olivacea, Hirth 1971) di Taman Wisata Alam Air Hitam, Bengkulu
Nama
: Muhammad Khaisu Sabilillah
NIM
: C54100091

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA


Adriani Sunuddin, S.Pi, M.Si

Pembimbing I

Pembimbing II

Pembimbing I

Pembimbing II
Diketahui oleh

Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan kesehatannya kepada penulis sehingga dapat menyusun

skripsi dengan judul “Karakteristik Habitat Peneluran Penyu Lekang (Lepidochelys
olivacea, Hirth 1971) di Taman Wisata Alam Air Hitam, Bengkulu”. Skripsi ini
merupakan hasil penelitian sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada kedua orang tua (Drs Khairi Sustam M.Si dan Susila Gustina) yang selalu
memberikan semangat, dukungan dan doanya. Prof Dr. Ir. Dietriech G. Bengen,
DEA yang telah memberikan arahannya selaku pembimbing I dan Ibu Adriani
Sunuddin S.Pi, M.Si yang telah banyak memberi saran selaku pembimbing II.
Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rasyidin selaku
Kepala Resort KSDA Mukomuko serta bang Mirwan selaku PEH Resort KSDA
Mukomuko yang selalu menemani dan membantu dalam pelaksanaan penelitian.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada ketua kelompok KP3ALH bang
Supriyadi yang selalu menemani dalam pengambilan data dan anggota kelompok
lainnya yang menemani saat monotoring penyu. Kepada keluarga bang Dede yang
telah bersediah memberikan tempat tinggal selama penelitian, saya ucapkan terima
kasih banyak. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada BKSDA
Provinsi Bengkulu yang telah memberikan surat izin masuk kawasan (SIMAKSI)
dan saudara-saudariku Mela Khairi Sifitri, Maimunah, Muhammad Hidayat dan

Khadaria Sakti atas doa dan bantuannya, Widyanti Octoriani atas doa dan
semangatnya, Novi Dwi Indriani, Anisa, tim gerakan masyarakat cinta penyu,
teman-teman semuanya serta semua pihak yang turut membantu dalam memberikan
saran dan masukan selama penyusunan tugas akhir.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak dalam pengelolaan
konservasi penyu.

Bogor, November 2014

M Khaisu Sabilillah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

DAFTAR TABEL

iv

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Rumusan Masalah

1


Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE

2

Lokasi dan Waktu

2


Alat dan Bahan

3

Pengumpulan Data

4

Prosedur Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Kondisi Umum Daerah Penelitian

7


Deskripsi Penyu Lekang

8

Sarang Penyu Lekang

9

Karakteristik Habitat Peneluran Penyu Lekang

10

Analisis Karakteristik Habitat Peneluran

14

SIMPULAN DAN SARAN

15

Simpulan

15

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN

18

DAFTAR TABEL
1 Persentase temuan telur penyu lekang berdasarkan lokasi
2 Indeks Nilai Penting (INP) pada pantai peneluran penyu lekang

10
13

DAFTAR GAMBAR
1 Stasiun penelitian (L. olivacea) di TWA Air Hitam
2 Pengukuran kemiringan pantai
3 Pengamatan jumlah sarang
4 Pengukuran vegetasi pantai dengan petak bertingkat
5 Tukik lekang (L. olivacea)usia 2-4 hari
6 Penyu lekang dewasa (L. olivacea) (a) dan morfologinya (b)
7 Temuan telur penyu lekang tahun 2013
8 Temuan sarang(L. olivacea) pada stasiun pengamatan
9 Lebar pantai di TWA Air Hitam-Muara Teramang
10 Kemiringan pantai di stasiun pengamatan
11 Fraksinasi substrat di habitat peneluran TWA Air Hitam
12 Vegetasi pantai peneluran TWA Air Hitam-Muara Teramang
13 Hubungan sumbu utama dengan parameter habitat dan stasiun
pengamatan mengunakan analisis komponen utama

3
4
5
5
8
9
9
10
11
12
12
13
14

DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta sebaran sarang telur penyu lekang di TWA Air Hitam dan faktor
lingkungan yang penting
2 Parameter habitat peneluran penyu lekang (L. olivacea)
3 Vegetasi pantai TWA Air Hitam
4 Hasil analisis komponen utama variabel habitat peneluran penyu lekang (L.
olivacea)
5 Dokumentasi kegiatan penelitian

18
19
21
23
25

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bengkulu merupakan provinsi yang memiliki panjang garis pantai mencapai
±525 km (Bakosurtanal 2007), terbentang dari Kabupaten Kaur di bagian selatan
hingga Kabupaten Mukomuko di bagian utara provinsi. Kondisi pantai yang panjang,
menjadikan pesisir Bengkulu habitat ideal bagi penyu untuk mendarat dan bertelur.
Dari ke tujuh spesies penyu di dunia, terdapat enam spesies di Indonesia dan ke empat
diantaranya pernah ditemukan di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Air Hitam
Kabupaten Mukomuko. Berdasarkan data KP3ALH (2013), ke empat spesies penyu
yang pernah mendarat diantaranya penyu hijau (Chelonia mydas), penyu lekang
(Lepidochelys olivacea), penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu belimbing
(Dermochelys coriacea). Penyu lekang merupakan spesies yang dominan ditemukan
di TWA Air Hitam selama tahun 2013. Spesies ini masuk daftar merah IUCN
(2008) dan dilindungi berdasarkan SK Menteri Pertanian No.716/Kpts/-10/1980
dengan status proteksi dan berdasarkan PP No.7 tahun 1999 tentang pengawetan
jenis tumbuhan dan satwa serta PP No.8 tahun 1999 tentang pemanfaatan jenis
tumbuhan dan satwa liar.
Penyu lekang merupakan biota yang hidup di laut lepas dan dapat bermigrasi
hingga 2300 km (Nuitja 1992). Secara umum penyu memiliki umur yang cukup
panjang lebih dari 60 tahun. Umur dewasa penyu dicapai pada saat berusia lebih
dari 30 tahun (Nuitja 1983). Kemudian Diamond (1976) dalam Hermawan (1992)
menyatakan bahwa musim bertelur penyu di berbagai tempat dipengaruhi oleh
kondisi alam lingkungan setempat. Penyu biasanya bertelur di pantai berpasir yang
terdapat vegetasi pantai. Tempat yang cocok untuk bertelur memiliki butiran pasir
tertentu yang mudah digali dan secara naluriah dianggap aman untuk bertelur.
Susunan tekstur daerah peneluran berupa pasir tidak kurang 90% dan sisanya adalah
debu dan liat (Nuitja 1983). Seperti halnya kondisi habitat peneluran penyu,
kawasan TWA Air Hitam termasuk daerah pesisir, umumnya berupa pasir putih
halus. Beberapa lokasi terdapat sedikit campuran pasir besi dan pasir berbatu.
Vegetasi yang ada di kawasan ini meliputi pohon cemara, waru dan ketapang.
Berdasarkan survei dan monitoring pada bulan Januari hingga Desember
2013, temuan telur didominasi oleh spesies penyu lekang. Hal ini berbeda dengan
tahun-tahun sebelumnya yang masih ditemukan spesies lain seperti penyu hijau dan
penyu sisik. Selain itu adanya degradasi pantai mengakibatkan tingginya potensi
ancaman terhadap habitat peneluran penyu lekang di TWA Air Hitam, Bengkulu.

Rumusan Masalah
Masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah menganalisa hubungan
parameter habitat dengan jumlah sarang penyu. Temuan sarang penyu di kawasan
TWA Air Hitam didominasi oleh penyu lekang dari empat jenis penyu lainnya.
Penyu lekang merupakan spesies purba yang hampir punah dan memiliki peranan
penting dalam ekosistem laut, sehingga perlu adanya informasi tentang
karakteristik habitat penelurannya. Terkait upaya inu, maka permasalahannya
adalah belum terungkapnya hubungan karakteristik habitat yang mempengaruhi
aktifitas peneluran penyu lekang di TWA Air Hitam, Bengkulu.

2

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mendeskripsikan karakteristik habitat
peneluran penyu lekang, dan (2) Menjelaskan keterkaitan antara karakteristik
habitat dan jumlah sarang penyu lekang di TWA Air Hitam, Bengkulu.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan memberikan informasi dasar untuk pengelolaan
kawasan peneluran di TWA Air Hitam, Bengkulu. Selain itu dapat memberikan
informasi karakteristik habitat peneluran penyu lekang serta mendorong penelitian
selanjutnya untuk mengetahui persebaran populasinya.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini, yaitu mengetahui dan menjelaskan keterkaitan
antara karakteristik habitat peneluran dengan ketertarikan penyu lekang mendarat
untuk bertelur.

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di TWA Air Hitam-Muara Teramang, Kecamatan
Pondok Suguh, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu (Gambar 1). Penelitian
dilakukan dengan observasi lapangan bulan Juli 2013 dan dilanjutkan pengukuran
karakteristik habitat peneluran Februari 2014. Tahapan analisis sedimen dan
pengolahan data dilakukan pada bulan Maret-Juni 2014 bertempat di Laboratorium
Lingkungan Departemen Budidaya Perairan dan Laboratorium Bioprospeksi
Kelautan Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3

Gambar 1 Stasiun penelitian di TWA Air Hitam
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPSmap Garmin 60CSx,
laptop, botol sampel, meteran jahit, meteran gulung 50 m, tali skala 20 m, mistar,
tongkat berskala 2m, waterpass, tali rafia, sekop kecil, plastik 500 gr, kamera digital
dan alat tulis. Bahan yang digunakan berupa software MS Excel, XLSTAT 2014
dan Arc Map 3.3.

4

Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari pengukuran dan pengamatan karakteristik habitat peneluran penyu
lekang di TWA Air Hitam. Data pengukuran meliputi parameter kemiringan pantai,
jumlah sarang, fraksi pasir, kerapatan vegetasi, lebar dan panjang pantai. Data
sekunder meliputi temuan telur penyu lekang pada tahun 2013 hingga Mei 2014.
Dilakukan wawancara kepada masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan dan
kelompok konservasi setempat.
Metode Pengambilan Data
Penentuan Stasiun
Stasiun penelitian ditentukan melalui observasi awal dengan menelusuri
seluruh pantai peneluran sepanjang 16 km. Stasiun ditentukan melalui metode
Penarikan Contoh Sistematis. Jarak antara stasiun sejauh 1 km dari titik pertama di
Teluk Bakung. Stasiun selanjutnya ditentukan mengunakan GPS dan speedometer.
Panjang dan Lebar Pantai
Panjang pantai diukur dengan mengunakan GPSmap Garmin CSx 60,
speedometer dan berdasarkan patok lokasi. Pengukuran dilakukan pada bagian
bahu pantai dan sejajar dengan garis pantai. Pengukuran lebar meliputi lebar
supratidal (vegetasi terluar-batas pasang tertinggi), lebar intertidal (batas pasang
tertinggi-batas surut terendah) dan lebar total (penjumlahan lebar supratidal dan
lebar intertidal). Pengukuran dilakukan di setiap stasiun dengan jarak 1 km.
Kemiringan Pantai
Kemiringan pantai diukur menggunakan meteran berskala 50 m dan 5 m
untuk mendapatkan panjang dan ketinggian dari vegetasi terluar hingga surut
terendah. Waterpass digunakan untuk mempertahankan kelurusan tali berskala.
Pengukuran dimulai dari batas vegetasi terluar hingga surut terendah (Gambar 2).

“waterpass”

Gambar 2 Pengukuran kemiringan pantai
Fraksi Pasir
Pengambilan contoh pasir dilakukan pada permukaan sarang dan kedalaman
5-20 cm mengunakan grab. Sampel pasir disimpan dalam botol sampel ukuran 200
ml. Pengambilan contoh pasir dari setiap stasiun dilakukan untuk mengetahui
ukuran partikel.

5

Penyebaran dan Jumlah Sarang
Penyebaran sarang penyu dikaji dengan mengunakan metode belt transek.
Penghitungan jumlah sarang dilakukan dengan menarik garis tegak lurus dari pantai
hingga batas vegetasi kemudian jumlah sarang dihitung secara visual dalam area
transek sabuk selebar 100 m (Gambar 3).
Vegetasi Pantai

Pantai
100 M
100 M

Laut

Gambar 3 Pengamatan jumlah sarang
Vegetasi Pantai
Vegetasi pantai diukur dengan petak contoh bertingkat plot pohon berukuran
20x20 m2 (A), plot tiang berukuran 10x10 m2 (B), pancang 5x5 m2 (C) dan semai
berukuran 2x2 m2 (D). Parameter yang diamati berupa jenis vegetasi dan jumlah
individu dengan spesifikasi pohon diameter > 20 cm dan tinggi >1,5 m, tiang
dengan diameter batang 10-20 cm dan tinggi > 1,5 m, pancang diameter batang 1020 cm dan tinggi < 1,5 m dan semai diameter < 10 cm dan < 1,5 m. Sampling
dilakukan di setiap stasiun (Gambar 4).
Keterangan:
A = Plot A (20x20 m)
B = Plot B (10x10m)
C = Plot C (5x5m)
D = Plot D (2x2m)

D

C

B
A

A

Vegetasi Pantai

V

Pantai
Laut

Gambar 4 Pengukuran vegetasi pantai dengan petak bertingkat
Prosedur Analisis Data
Analisis Karakteristik Habitat
Kemiringan pantai diukur dengan menghitung sudut elevasi berdasarkan
lebar dan tinggi daratan.
y

g-αt = .............................................................................................
x

Keterangan:
α = Kemiringan
x = Tinggi total (m)
y = Lebar total (m)

6

Analisis ukuran fraksi sedimen ditujukan untuk mengetahui komposisi
sedimen. Cara kerja untuk analisis fraksi sedimen adalah sebagai berikut:
a. Sampel dikeringkan menggunakan oven 70° C selama 24 jam.
b. Sampel disaring menggunakan saringan bertingkat.
c. Timbang sampel yang sudah disaring dari mulai ukuran 2-0,063 mm.
d. Substrat yang telah diketahui persentasenya tersebut selanjutnya dianalisis dan
ditentukan tipe substratnya.
TOM % =

a -b
a

x100%...............................................................................

Keterangan:
a = Berat kering sampel
b = Berat setelah pengabuan
Hasil analisis vegetasi pantai berdasarkan Soerianegara dan Indrawan (1982),
dapat dilakukan pengukuran dan kualitatif dari parameter berikut.
Kerapatan Vegetasi
Kerapatan (ind/m2) K :

Jumlah individu (ind)
.....................................…
Luas plot (m2)

Kerapatan Relatif
Kerapatan Relatif % KR :
Frekuensi
Frekuensi F :
Frekuensi Relatif

Kerapatan Relatif % KR
x 100%...............
Kerapatan seluruh jenis

∑ Plot ditemukan suatu jenis
...........................................
∑ Plot seluruh jenis

Frekuensi Relatif % FR :

Frekuensi suatu jenis
x 100% ..................…
Frekuensi seluruh jenis

Dominansi

Luas bidang vegetasi
........................................................
Luas Plot
πDBH2
Luas bidang vegetasi:
....................................................................
4
Panjang lingkar pohon
DBH:
...................................................................
π
Dominasi Relatif
Dominasi suatu jenis
x 100% ....................
Dominasi Relatif % DR :
Dominasi seluruh jenis
Dominasi D :

Indeks Nilai Penting
INP = KR+DR+FR ..............................................................................……
Keterangan:
INP = Indeks nilai penting
KR = Kerapatan relative
DR = Dominasi relative
FR = Frekuensi relatif

7

Sebaran Karakteristik Habitat
Metode analisis faktorial memungkinkan suatu representasi yang lebih
mudah dibaca atau diinterpretasikan pada struktur data dengan cara menarik
informasi-informasi ensensial. Matriks data yang digunakan terdiri dari stasiun
penelitian sebagai individu statistik (matriks baris) serta karakteristik habitat
peneluran penyu dan temuan sarang sebagai variabel kuantitatif (matriks kolom).
Pemusatan dilakukan dengan menghitung selisih antara nilai parameter inisial
tertentu (Bengen 2000).
Pemusatan adalah selisih antara nilai parameter dengan nilai rataan
parameter.
C = Xij – Xi..........................................................................................
Keterangan:
C
= nilai pusat
Xij = nilai parameter inisial
Xi
= nilai rata-rata parameter
Pereduksian adalah hasil bagi antara nilai parameter yang dipusatkan, dengan
nilai simpangan baku parameter.
C

R= ...................................................................................................
Sd

Keterangan:
R
= nilai reduksi
C
= nilai pemusatan parameter inisial
Sd = nilai standar parameter

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Daerah Penelitian
Kondisi kawasan TWA Air Hitam didominasi oleh pohon sawit yang telah
tumbang, cemara laut, waru, ketapang dan semak belukar (KP3ALH 2013).
Terdapat ancaman terhadap populasi penyu berupa perburuan telur secara ilegal dan
habitat peneluran yang mulai terdegradasi (Khaisu 2013).
Kawasan ini berada disekitar tiga desa yaitu Desa Sinar Laut, Bumi Mekar
Jaya, dan Air Hitam. Secara umum masyarakat yang bermukim merupakan
transmigran dari Pulau Jawa dan bekerja sebagai petani, berkebun, beternak serta
nelayan sampingan. Fasilitas pendidikan dan akses transportasi yang buruk
menyebabkan desa tersebut tergolong tertinggal. Kondisi ini pada akhirnya
menurunkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga dan melestarikan
sumberdaya alam pantai serta penyu di TWA Air Hitam. Masyarakat Bengkulu
umumnya menyebut penyu dengan pangilan “Latung”. Latung merupakan nama
lokal dan menjadi objek perburuan telur yang bernilai ekonomis.

8

Deskripsi Penyu Lekang
Penyu merupakan reptil yang hidup di laut serta mampu bermigrasi jauh
disepanjang kawasan Samudera Hindia, Atlantik, Pasifik, Australia dan Asia
Tenggara. Menurut Carr (1972), penyu termasuk ke dalam phylum Chordata yang
memiliki 2 (dua) famili, yaitu Cheloniidae dan Dermochelyidae. Penyu lekang
termasuk kedalam famili Cheloniidae dan merupakan jenis penyu berukuran kecil
dengan bobot terbesar sekitar 50-75 kg dan panjang mencapai 150 cm (Nuitja
1992). Spesies ini cenderung bertelur setiap tahun. Siklus hidupnya diawali periode
musim kawin yang telah mencapai kematangan seksual pada umur 7-9 tahun. Penyu
jantan dan betina melakukan migrasi ke daerah sekitar pantai peneluran, satu ekor
jantan membuahi beberapa ekor betina kemudian bermigrasi ke tempat lain untuk
mencari makan. Setelah kawin, penyu betina melakukan aktifitas disekitar pantai
peneluran dan menuju daratan untuk bertelur. Setelah telur menetas dan keluar
sarang, tukik (anak penyu) menuju ke laut dan selama satu tahun menghilang (tahun
yang hilang) dan diperkirakan berada di daerah Sargassum untuk berlindung dari
predator dan mencari makan. Tukik memiliki kemampuan menyesuaikan diri
terhadap sinar dan reaksi bumi serta memiliki sifat “Strong homing instinct”
sehingga setelah dewasa akan kembali untuk bertelur di pantai semula.
Penyu lekang memiliki sifat unik yang berbeda dari spesies lainnya dimana
pada suatu waktu ditemukan secara serentak mendarat untuk bertelur dalam
beberapa hari yang disebut “Arribada”. Arribada merupakan perilaku unik dari
betina L. olivacea yang bersarang secara serentak pada waktu tertentu. Rangsangan
yang memicu terjadinya Arribada diindikasikan akibat faktor lingkungan seperti
arah dan kecepatan angin, pasang serta pengaruh bulan (Karen et al. 2001).
Tukik yang baru menetas umumnya berwarna hitam, sisi karapas kehijauan
dan berwarna abu-abu gelap setelah kering. Panjang karapas tukik rata-rata 42 mm
dengan berat 16-19 gr (Karen et al. 2001). Selama masa pertumbuhan, warna
karapas menjadi abu-abu dibagian atas dan putih dibagian bawah (Romimohtarto
dan Juwana 2001). Morfologi tukik dapat dilihat pada Gambar 5.

Sumber: dokumentasi pribadi (2014)

Gambar 5 Tukik lekang (L. olivacea) usia 2-4 hari
Penyu lekang dewasa memiliki karapas seperti kubah tinggi. Keping lateral
cekung ke atas menyatu dengan keping vertebral (central) yang mendatar. Kepala
memiliki sisik prefrontal dan berbentuk segi tiga. Tempurung (karapas) mempunyai
6-9 skut kostalis, skut pertama selalu bersentuhan dengan nukhal. Penyu lekang
memiliki warna abu-abu pada bagian atas (karapas) dan krem abu-abu disisi sebelah
bawah (plastron) (McKay 2006). Morfologi penyu lekang dapat dilihat pada
Gambar 6.

9

(a)
(b)
Gambar 6 Penyu lekang dewasa (L. olivacea) (a) dan morfologinya (b)
Secara morfologi penyu lekang memiliki perbedaan mendasar dengan penyu
kempi (L. kempii) ukuran kepala yang lebih kecil hingga struktur rahang. Populasi
di Atlantik Barat termasuk kategori langkah, spesies jenis ini memiliki populasi
yang besar di perairan Indo-Pasifik (Karen et al. 2001). Berdasarkan penelitian ini,
pantai barat Sumatra di utara Provinsi Bengkulu juga didominasi oleh populasi
penyu lekang.
Sarang Penyu Lekang
Penyu lekang merupakan spesies penyu yang dapat bertelur saat malam atau
siang. Umumnya penyu ini bertelur di daerah tropis bervegetasi (KKP 2009).
Spesies ini memiliki tingkah laku bersarang sedikit berbeda dengan spesies lainnya.
Setelah muncul dari gelombang laut, penyu lekang melihat arah kiri dan kanan
kemudian melanjutkan gerakan ke pantai dengan dua kali berhenti untuk
mengetahui situasi pasir yang akan dibuat sarang. Umumnya sewaktu penyu
bertelur, lubang digali mengunakan kaki belakang sebanyak 25-30 kali dan bertelur
sekitar 25 menit. Setelah bertelur, lubang ditutupi dengan pasir yang ada
disekitarnya. Setelah melakukan aktifitas peneluran, penyu bergerak kembali ke
laut. Waktu bertelur penyu lekang dalam setahun 4-5 kali dengan interval antara 10
sampai 14 hari (Nuitja 1992). Penyu kembali ke pantai peneluran setelah 3-4 tahun.
Telur-telur dalam sarang menetas akibat pengaruh suhu, kelembaban, curah hujan,
sinar matahari dan lokasi sarang. Suhu lingkungan yang tinggi (>30 0C)
mengakibatkan kecenderungan jenis kelamin tukik menjadi betina dan suhu rendah
( 5 dan dipengaruhi oleh
perbedaan kemiringan pantai (KP) cukup curam dengan sudut 3,20 dan 4,20, fraksi
pasir sedang (PS) dengan persentase 68,04 % dan 85,10 %, lebar pantai (LP)
cenderung sempit dengan vegetasi cemara dengan nilai INP 100,00. Grafik
hubungan sumbu F1 dan F3 pada Gambar 12 (b) menunjukkan Stasiun 7 memiliki
kemiringan pantai (KP) yang lebih curam, terdapat pasir koral dan kerikil yang
banyak serta lebar pantai (LP) yang pendek. Selain itu pada stasiun ini tercatat
ditemukan sarang telur yang lebih banyak dibandingkan stasiun lainnya. Lokasi
stasiun ini berada didekat Muara Air Hitam. Stasiun 2, 5, 9, 10 dan 11 dicirikan
oleh kemiringan pantai yang landai dengan kemiringan rata-rata berkisar 1,420 dan
kandungan pasir sangat halus dengan persentase 68,25 %. Grafik pada Gambar 11
memperlihatkan hubungan korelasi erat yang mempengaruhi variabel jumlah
sarang (JS) antara lain pasir sedang (PS) dan vegetasi pantai (VP) berdasarkan sudut
yang terbentuk pada bidang faktorial 1-2-3. Pasir berukuran sedang memudahkan
penyu untuk menggali sarang telur sehingga menjadi salah satu faktor terpenting
dalam pemilihan lokasi bersarang.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Populasi penyu di kawasan TWA Air Hitam didominasi oleh spesies penyu
lekang. Karakteristik habitat peneluran berupa pantai yang landai dengan
kemiringan antara 0,970-4,230, lebar pantai antara 32,65-86,70 m, fraksi pasir
sangat halus dengan persentase 54,88 % dan vegetasi pantai didominasi pohon
cemara (Casuarina equisetifolia) dengan rata-rata INP 179,67. Lokasi habitat
peneluran memiliki persentase peneluran tertinggi di Stasiun 1, 2, 3, dan 4 yang
berada di Teramang (28,81 %). Habitat pada daerah Teramang berpotensi tinggi
sebagai wilayah perlindungan penyu karena kondisi kemiringan cukup landai, lebar
pantai dengan hamparan yang luas dan vegetasi cemara yang homogen. Habitat
TWA Air Hitam menjadi pantai peneluran yang cukup ideal bagi penyu lekang
bertelur sepanjang tahun.
Karakteristik habitat peneluran penyu lekang dipengaruhi sumbu F1,
berkorelasi kuat dengan kemiringan pantai, lebar pantai, fraksi pasir sangat halus

16

dan pasir koral. Sumbu F2 berkorelasi cukup kuat dengan vegetasi pantai dan pasir
halus sedangkan fraksi pasir krikil memiliki hubungan korelasi yang cukup erat
dengan sumbu 3 (F3). Faktor utama yang mempengaruhi variabel jumlah sarang
antara lain pasir sedang dan vegetasi pantai.
Saran
Perlu dilakukan penelitian mengenai karakteristik habitat dan persebaran
telur penyu lekang berdasarkan lokasi peneluran penyu sehingga diketahui
distribusi lokasi peneluran yang lebih spesifik pada TWA Air Hitam hingga Muara
Teramang.

DAFTAR PUSTAKA
[Bakosurtanal] Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 2007. Luas
Wilayah Bengkulu. Jakarta (ID): Bakosurtanal.
Bara DA, Sri R, Hariadi. 2013. Studi Habitat Peneluran Penyu Hijau (Chelonia
mydas) di Pantai Pangumbahan Sukabumi Jawa Barat. Journal of Marine
Research. 2 (3): 147-155.
Bengen DG. 2000. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik
Sumberdaya Pesisir. Bogor (ID): Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan
Lautan, Institut Pertanian Bogor.
Bustard RH. 1972. Natural History and Conservation. New York (US): Taplinger
Publishing Company.
Carr A. 1972. Great Reptiles, Great Enigmas. Audobon. 2: 504-515
Hermawan D. 1992. Studi Habitat Peneluran Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata
L) di Pulau Peteloran Timur dan Barat Taman Nasional Kepulauan Seribu.
[skripsi]. Jakarta (ID): Institut Pertanian Bogor.
[IUCN] International Union for the Conservation of Nature. 2008. The IUCN Red
List of Threatened Species. London (GB): IUCN SSC Marine Turtle
Specialist Group.
Karen L, Eckert and F, Alberto Abreu Grobois. 2001. Status and Distribution of the
Olive Ridley Turtle (L. olivacea), in the Western Atlantic Ocean. Brazil
(BR): Maria Ângela Marcovaldi Fundação Pró-TAMAR.
Khaisu, MS. 2013. Upaya Konservasi Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) di
TWA Air Hitam Kab. Mukomuko Provinsi Bengkulu. [Laporan PKL].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2009. Pedoman Teknis Pengelolaan
Konservasi Penyu. Jakarta (ID): Direktorat Konservasi dan Taman Nasional
Laut KKP.
[KP3ALH] Kelompok Pemuda Pemudi Penggiat Alam dan Lingkungan Hidup.
2013. Laporan Pembinaan Habitat Penyu Semi Alami/Project Konservasi
Penyu Laut. Bengkulu (ID): KP3ALH.
Legendre L, P Legendre. 1983. Numerical ecology. Amsterdam. Elsevier
Publishing Co.

17

McKay LJ. 2006. Reptil dan Amphibi di Bali. Bali (ID): Alih Bahasa Laksmi
Holland.
Nuitja INS. 1983. Studi Ekologi Peneluran Penyu Daging (Chelonia mydas) di
Pantai Sukomade, Kabupaten banyuwangi. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Nuitja INS. 1992. Biologi dan Ekologi Penyu Laut. Bogor: IPB Press Bogor. 128
hal.
Romimohtarto K dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut, Ilmu Pengetahuan tentang
Biota Laut. Jakarta (ID): Djambatan.
Seminoff JA, Kartik Shanker. 2008. Marine turtles and IUCN Red Listing: A
review of the process, the pitfalls, and novel assessment approaches. Journal
of Experimental Marine Biology and Ecology. 356(2): 52-68
Utomo DT. 2005. Studi Karakteristik Lingkungan Peneluran Penyu Lekang
(Lepidochelys olivacea) di pantai Pancar-Marengan Taman Nasional Alas
Purwo Banyuwangi Jawa Timur. [skripsi]. Semarang (ID): Universitas
Diponegoro.
Whiting SD, JL Long, M Coyne. 2007. Migration routes and foraging behaviour of
oliveridley turtles Lepidochelys olivacea in northern Australia. Endang
Species Res. 1(3): 1-9.
Widiastuti HH. 1998. Karakteristik Biofisik Habitat Peneluran Penyu Hijau
(Chelonia mydas) dan Interaksinya dengan Populasi Penyu Hijau yang
Bertelur di Pantai Pangumbahan Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat.
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Yusuf A. 2000. Mengenal Penyu. Jakarta (ID): Yayasan Alam Lestari.

18

LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta sebaran sarang telur penyu lekang di TWA Air Hitam dan faktor lingkungan yang penting

20

19

Lampiran 2 Parameter habitat peneluran penyu lekang (L. olivacea)
(2a) Lokasi dan jumlah temuan sarang
Stasiun
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

∑ Sarang
4
2
1
5
1
2
4
7
6
4
4
2
5
3
2
7

Lokasi
Teluk Bakung
Air Hitam
Sinar Laut
Sinar Laut
Sinar Laut
Sinar Laut
Muara Air Hitam
Retak Ilir
Retak Ilir
Teluk bakung
Teluk bakung
Teluk bakung
Teramang
Teramang
Teramang
Muara Teramang

(2b) Kemiringan pantai penelitian
Stasiun
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

y (m)
44,7
57
65
66
35
45,3
32,65
46,19
39,21
77,33
73,5
85,2
71,3
86,7
62,2
78,4

x (cm)
120
96,5
114
142
181
170
177
259
290
175
195
202
197
205
199
285

α0
1,54
0,97
1,00
1,23
2,96
2,15
3,10
3,21
4,23
1,30
1,52
1,36
1,58
1,35
1,83
2,08

Keterangan
302
317
318
304
305
306
307
308
309
310
311
312
313
314
315
316
(2c)

Latitude
Longitude
02'51''18,1"' 101'22''27,4'''
02'51''47,9''' 101'22''38,2'''
02'52''17,6''' 101'22''49,3''',
02'52''50,1''' 101'23''02,9'''
02'53''25,4''' 101'23''18,3'''
02'53''55,3''' 101'23''31,2'''
02'54''25,1''' 101'23''42,5'''
02'53''49,2''' 101'23''48,4'''
02'55''19,4''' 101'24''00,2'''
02'50''39,0''' 101'22''09,5'''
02'50''08,8''' 101'21''54,8'''
02'49''37,5''' 101'21''47,0'''
02'49''04,7''' 101'21''28,1'''
02'48''29,5''' 101'21''13,8'''
02'47''55,9''' 101'20''59,6'''
02'47''24,0''' 101'20''44,5'''

Temuan telur penyu lekang
tahun 2013
Bulan
Jumlah telur
Jumlah
sarang
Januari
115
1
Februari
248
2
Maret
233
2
April
0
0
Mei
929
12
Juni
2022
22
Juli
445
5
Agustus
492
6
September
70
1
Oktober
196
4
November
80
1
Desember
265
3
5095
59
Total

21

20
(2d) Lebar pantai stasiun pengamatan TWA Air Hitam-Muara Teramang
Stasiun
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Supratidal (m)
17,40
5,50
13,40
13,00
17,10
19,00
17,50
14,90
6,00
11,00
13,50
0,00
-2,50
2,72
14,10
17,50

Intertidal (m)
61,00
56,70
73,30
58,00
68,10
54,00
56,83
39,60
51,00
54,00
52,50
35,00
45,30
20,93
32,09
21,71

Lebar Total (m)
78,40
62,20
86,70
78,30
85,20
73,00
73,33
54,50
57,00
65,00
66,00
35,00
45,30
32,65
46,19
39,21

(2e)Data hasil analisa fraksinasi pasir
Stasiun SK (%)
1
0,00
2
0,00
3
0,00
4
0,00
5
0,00
6
0,00
7
0,78
8
0,00
9
0,00
10
0,28
11
0,00
12
0,70
13
0,98
14
6,33
15
12,84
16
2,72

K (%)
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,62
0,00
0,00
2,13
0,00
0,70
0,22
7,48
4,10
2,09

S (%)
0,22
3,37
0,52
0,53
0,09
48,78
0,93
41,55
0,07
5,94
6,11
15,25
53,44
10,96
68,04
85,10

H (%)
41,00
41,62
2,94
3,04
19,37
6,03
2,13
26,11
47,56
3,84
28,37
44,26
29,61
38,16
3,92
1,11

Keterangan :
SH: Sangat halus; H: Halus; S: Sedang; K: Kasar; SK: Sangat kasar

SH (%)
58,77
55,01
96,54
96,43
80,54
45,19
95,54
32,34
52,37
87,81
65,52
39,09
15,76
37,07
11,10
8,97

21

22
Lampiran 3 Vegetasi pantai TWA Air Hitam
No
1
1
1
1
2
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
4
5
1
2
3
1
2
3

Nama vegetasi
Stasiun 1
Casuarina equisetifolia (Cemara)
Stasiun 2
Casuarina equisetifolia (Cemara)
Stasiun 3
Casuarina equisetifolia (Cemara)
Stasiun 4
Casuarina equisetifolia (Cemara)
Hibuscus tiliaceus (Waru)
Stasiun 5
Casuarina equisetifolia (Cemara)
Hibuscus tiliaceus (waru)
Diopyros maritima (Ki Geseng)
Stasiun 6
Casuarina equisetifolia (Cemara)
Hibuscus tiliaceus (waru)
Barringtonia asiatica (Butun)
Stasiun 7
Casuarina equisetifolia (Cemara)
Terminallia catappa (Ketapang)
Callophylum inophyllum (Nyamplung)

Stasiun 8

Hibuscus tiliaceus (Waru)
Scaevola raccada (Babakoan)
Cerbera manghas L (Bintaro)
Callophylum inophyllum (Nyamplung)
Casuarina equisetifolia (Cemara)
Stasiun 9
Scaevola raccada (Babakoan)
Casuarina equisetifolia (Cemara)
Pandanus tectorius (Pandan)
Stasiun 10
Casuarina equisetifolia (Cemara)
Pandanus tectorius (Pandan)
Morinda citrifolia (Mengkudu)

K

KR (%)

F

FR (%)

D

DR (%)

INP (%)

0,0175

100,0000

0,7500

100,0000

0,0000

100,0000

300,0000

0,0575

100,0000

0,7500

100,0000

0,0014

100,0000

300,0000

0,0450

100,0000

1,0000

100,0000

0,0018

100,0000

300,0000

0,0175
0,0075

58,3333
25,0000

0,5000
0,5000

33,3333
33,3333

0,0004
0,0001

80,7496
12,3061

172,4163
70,6394

0,0425
0,0325
0,0075

51,5152
39,3939
9,0909

0,5000
0,7500
0,5000

28,5714
42,8571
28,5714

0,0018
0,0004
0,0001

78,9357
17,3778
3,6866

159,0222
99,6289
41,3489

0,0750
0,0100
0,0175

69,7674
9,3023
16,2791

1,0000
0,2500
1,0000

36,3636
9,0909
36,3636

0,0014
0,0002
0,0002

77,4663
8,2564
10,4039

183,5974
26,6497
63,0466

0,0350
0,0025
0,0100

73,6842
5,2632
21,0526

0,7500
0,2500
0,2500

60,0000
20,0000
20,0000

0,0019
0,0003
0,0001

80,9984
13,9178
5,0838

214,6826
39,1810
46,1364

0,0125
0,0350
0,0100
0,0050
0,0075

17,8571
50,0000
14,2857
7,1429
10,7143

0,7500
0,7500
0,5000
0,2500
0,5000

27,2727
27,2727
18,1818
9,0909
18,1818

0,0009
0,0002
0,0001
0,0002
0,0015

30,1891
7,9790
3,3317
8,0812
50,4190

75,3189
85,2517
35,7993
24,3150
79,3151

0,0800
0,0175
0,0025

80,0000
17,5000
2,5000

1,0000
0,5000
0,2500

57,1429
28,5714
14,2857

0,0290
0,0057
0,0007

81,7958
16,1820
2,0223

161,7958
33,6820
4,5223

0,0150
0,0050
0,0100

50,0000
16,6667
33,3333

0,2500
0,7500
0,7500

14,2857
42,8571
42,8571

0,0008
0,0007
0,0001

51,1381
43,3099
5,5520

115,4238
102,8337
81,7425

22
1
2
3
4
5
1
2
3
4
1
2
3

1
1

Stasiun 11
Casuarina equisetifolia (Cemara)
Terminallia catappa (Ketapang)
Pandanus tectorius (Pandan)
Morinda citrifolia (Mengkudu)
Hibuscus tiliaceus (Waru)
Stasiun 12
Casuarina equisetifolia (Cemara)
Hibuscus tiliaceus (Waru)
Scaevola raccada (Babakoan)
Pandanus tectorius (Pandan)
Stasiun 13
Casuarina equisetifolia (Cemara)
Terminallia catappa (Ketapang)
Scaevola raccada (Babakoan)
Stasiun 14
Stasiun 15
Casuarina equisetifolia (Cemara)
Stasiun 16
Casuarina equisetifolia (Cemara)

23
0,0015
0,0003
0,0005
0,0005
0,0005

46,1538
7,6923
15,3846
15,3846
15,3846

0,2500
0,2500
0,2500
1,0000
0,5000

11,1111
11,1111
11,1111
44,4444
22,2222

0,0008
0,0000
0,0001
0,0002
0,0001

62,7163
3,6343
11,9077
13,6922
8,0496

119,9812
22,4377
38,4034
73,5212
45,6564

0,0225
0,0450
0,0125
0,0075

25,7143
51,4286
14,2857
8,5714

0,5000
0,5000
0,5000
0,2500

28,5714
28,5714
28,5714
14,2857

0,0020
0,0010
0,0003
0,0003

54,9306
29,1555
8,5387
7,3752

109,2163
109,1555
51,3958
30,2324

0,0700
0,0050
0,0250

70,0000
5,0000
25,0000

0,2500
0,5000
0,2500

25,0000
50,0000
25,0000

0,0034
0,0001
0,0002

92,4629
3,1667
4,3704

187,4629
58,1667
54,3704

0,0000

0,0000

0,0000

0,0000

0,0000

0,0000

0,0000

0,0050

100,0000

0,2500

100,0000

0,0001

100,0000

300,0000

0,0075

100,0000

1,0000

100,0000

0,0634

100,0000

300,0000

24

23

Lampiran 4 Hasil analisis komponen utama variabel habitat peneluran penyu
lekang (L. olivacea)
(4a) Parameter populasi dan habitat penyu lekang di masing-masing stasiun
Stasiun
Jumlah
Sarang

St1
St2
St3
St4
St5
St6
St7
St8
St9
St10
St11
St12
St13
St14
St15
St16

KP

7
2
3
5
2
4
4
4
2
1
5
1
2
4
7
6

Parameter
VP

LP

2,1
1,8
1,4
1,6
1,4
1,5
1,3
1,5
1,0
1,0
1,2
3,0
2,1
3,1
3,2
4,2

78,4
62,2
86,7
78,3
85,2
73,0
73,3
54,5
57,0
65,0
66,0
35,0
45,3
32,7
46,2
39,2

100,00
100,00
100,00
58,33
51,52
69,77
73,68
50,00
80,00
50,00
46,15
51,43
70,00
0,00
100,00
100,00

Pk0
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,78
0,00
0,00
0,28
0,00
0,70
0,98
6,33
12,84
2,72

Fraksi Pasir

Pkr
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,62
0,00
0,00
2,13
0,00
0,70
0,22
7,48
4,10
2,09

PS
0,22
3,37
0,52
0,53
0,09
48,78
0,93
41,55
0,07
5,94
6,11
15,25
53,44
10,96
68,04
85,10

PH
41,00
41,62
2,94
3,04
19,37
6,03
2,13
26,11
47,56
3,84
28,3

Dokumen yang terkait

Telaah Bioekologi dan Pengelolaan Populasi Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) di Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi

0 10 174

Pantai Perancak di Kabupaten Jembrana, Bali sebagai Habitat Peneluran Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea E.)

0 8 62

Kajian Potensi Habitat Peneluran Penyu di Pantai Taman Wisata Alam Sukawayana, Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi

0 13 17

Gerakan masyarakat cinta penyu (mcp) : upaya meningkatkan kesadaran masyarakat di sekitar kawasan taman wisata alam air hitam terhadap konservasi penyu di kabupaten mukomuko provinsi bengkulu

1 5 14

Pola Distribusi Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) Berdasarkan Struktur Genetik di Teluk Cendrawasih, Pulau Kapoposang, dan Kupang.Pola Distribusi Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) Berdasarkan Struktur Genetik di Teluk Cendrawasih, Pulau Kapoposang,

0 10 31

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK HABITAT BERTELUR PENYU LEKANG (LEPIDOCHELYS OLIVACEA) DI SEBAGIAN PESISIR PANTAI Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Habitat Bertelur Penyu Lekang(Lepidochelys Olivacea)Di Sebagian Pesisir Pantai Pelangi Kabupaten Bantul.

0 11 13

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK HABITAT BERTELUR PENYU LEKANG (LEPIDOCHELYS Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Habitat Bertelur Penyu Lekang(Lepidochelys Olivacea)Di Sebagian Pesisir Pantai Pelangi Kabupaten Bantul.

0 3 15

PENDAHULUAN Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Habitat Bertelur Penyu Lekang(Lepidochelys Olivacea)Di Sebagian Pesisir Pantai Pelangi Kabupaten Bantul.

2 11 32

DAFTAR PUSTAKA Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Habitat Bertelur Penyu Lekang(Lepidochelys Olivacea)Di Sebagian Pesisir Pantai Pelangi Kabupaten Bantul.

0 5 5

PENGARUH PERBEDAAN KARAKTERISTIK PASIR PANTAI TERHADAP PERSENTASE KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU LEKANG (Lepidochelys olivacea) DALAM UPAYA KONSERVASI PENYU DI BALI.

1 1 12