Perkembangan Aksis Pars Intermedia Hipofise – Melanosit Kulit Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

PERKEMBANGAN AKSIS PARS INTERMEDIA HIPOFISE –
MELANOSIT KULIT MONYET EKOR PANJANG
(Macaca fascicularis)

SRI WAHYUNI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Perkembangan
Aksis Pars Intermedia Hipofise – Melanosit Kulit Monyet Ekor Panjang
(Macaca fascicularis) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Februari 2008

Sri Wahyuni
NRP B053050051

ABSTRACT
SRI WAHYUNI. The Development of Pars Intermedia of Hypophysis – Skin
Melanocyte Axis of The Long - Tailed Macaque (Macaca fascicularis). Under
the supervision of NURHIDAYAT and CHAIRUN NISA’.
The pars intermedia (PI) is a part of the adenohypophysis that plays an
important role on the synthesis and secretion of the melanocyte stimulating
hormone (MSH). The primary function of MSH which is secreted by the
melanotroph (MSH cells) of PI is regulating the melanogenesis of pigmentation
process in the skin epidermis and hair follicle melanocyte. The aim of this study
was to elaborate the development of PI ACTH-MSH cells – skin epidermis and
hair follicle melanocyte axis during pre and postnatal periods of long-tailed
macaque (Macaca fascicularis). Six fetuses aged 55 (F-55)(skin tissue only), 70
(F-70), 85 (F-85), 100 (F-100), 120 (F-120) and 150 (F-150) days of gestation;
two postnatal aged 10 (P-1) and 105 (P-3) days; one infant aged 15 (P-15)
month; and two adults aged 50 (P-50) and 100 (P-100) months were used in this

research. The sections of the hypophysis and skin tissues were stained with
hematoxylin-eosin (HE), Masson’s trichrome (MT) and immunohistochemical
(IHC) with avidin-biotin-peroxidase-complex methods (ABC method). The results
showed that the PI was dominated by acidophil cells at F-70 and F-85, and tend
to decreased at F-100 to P-50. These cells were replaced by the basophil cells
(melanotropes/MSH cells and corticotropes/ACTH cells) in the rostral, medial and
distal areas of PI, but these cells decreased at P-100 in medial area, whereas in
the rostral and distal areas not appeared. Based on IHC method, the ACTH-MSH
immunoreactive (ACTH-MSH-ir) cells appeared at F-70, predominantly in the
rostral of PI. ACTH-MSH-ir cells were densely distributed in the rostral and distal
areas from F85 to P3, whereas in their distribution pattern changed at F-100. At
F-150, P-1 and P-3, ACTH-MSH-ir cells were scattered in rostral, medial and
distal areas of PI and slightly decreased at P-15. At the adult (P-50), ACTH-MSHir cells still appeared positive reaction, although in the rostral and distal areas
were associated with the pars distalis (PD) and pars nervosa (PN) of hypophysis.
At the adult (P-100), the rostral and distal areas of PI were disappeared, but in
the medial, still exist and forms an invagination to the medial area of PN. The
changed of density and distribution pattern of ACTH-MSH-ir cells showed
positive correlation with the development of the blood vessels of the PI. The PI
blood vessels were densely distributed at the distal area of PI at F-85, and in the
rostral and medial areas at the F-100 and F-120. At the P-100, blood vessels still

exist in the medial area, whereas in the rostral and distal areas, they were
associated with the PD and PN blood vessels. The pigmentation differences
during pre and postnatal periods showed the similar pattern with the distribution
pattern of ACTH-MSH-ir cells of PI and the epidermal melanocytes and hair
follicles. From the results, we concluded that the development of PI showed a
closed correlation with the melanogenesis or epidermal and hair follicles
pigmentation process that involved the MSH and ACTH in the melanocyte during
pre and postnatal periods.
Keywords : long-tailed macaque, pars intermedia, hypophysis, ACTH-MSH-ir
cells, melanocytes, melanogenesis

RINGKASAN
SRI WAHYUNI. Perkembangan Aksis Pars Intermedia Hipofise – Melanosit
Kulit Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis). Dibimbing oleh
NURHIDAYAT dan CHAIRUN NISA’.
Satwa primata dengan populasi terbanyak dan memiliki penyebaran yang
luas di Asia Tenggara adalah Macaca fascicularis/monyet ekor panjang (MEP).
Penyebaran MEP di Indonesia mulai dari Pulau Sumatera sampai Pulau Timor,
tetapi tidak ditemukan di Pulau Sulawesi. Satwa primata sering digunakan
sebagai hewan model dalam penelitian biomedis, karena secara anatomis dan

fisiologis satwa ini memiliki banyak kemiripan secara filogenetik dengan manusia.
Hipofise merupakan organ endokrin yang terletak di ventral diensefalon
otak, yang berhubungan erat dengan hipotalamus. Secara anatomis, hipofise
terbagi atas adenohipofise dan neurohipofise. Adenohipofise terdiri atas pars
tuberalis (PT), pars distalis (PD) dan pars intermedia (PI). Pada PI, terdapat dua
jenis sel granul sekretori yang tergolong basofilik, yaitu melanotrop (sel MSH)
dan kortikotrop (sel ACTH). Melanotrop berperan dalam mensintesis dan
mensekresikan melanocyte stimulating hormone (MSH), sedangkan kortikotrop
merupakan sel penghasil adrenocorticotropic hormone (ACTH). MSH bekerja
pada melanosit (sel pigmen) di stratum basale epidermis kulit dan folikel rambut,
yaitu pada proses melanogenesis untuk menghasilkan pigmen melanin, yang
berperan penting dalam memelihara homeostasis kulit. Penelitian ini bertujuan
untuk mempelajari perkembangan PI kelenjar hipofise serta aksis PI dan
melanosit kulit MEP pada masa pre dan postnatal.
Monyet ekor panjang yang digunakan pada penelitian ini, dibagi atas dua
periode sampling, yaitu sampel periode pertama dan sampel periode kedua.
Sampel periode pertama adalah fetus MEP umur 55 hari (F-55), 70 hari (F-70),
85 hari (F-85), 100 hari (F-100), 120 hari (F-120) dan 150 hari (F-150) serta
postnatal umur 1 bulan (P-1) dan 3 bulan (P-3). Sedangkan sampel periode
kedua adalah anak umur 15 bulan (P-15), dewasa umur 50 bulan (P-50) dan

100 bulan (P-100). Jumlah sampel adalah satu ekor untuk setiap tingkatan umur
MEP. Dari kedua periode sampel tersebut diambil jaringan hipofise dan kulit di
bagian kepala dan perut (khusus untuk F-55) dengan ukuran 0.5 cm2.
Sampel hipofise dan kulit dicuci dengan larutan NaCl fisiologis dan
difiksasi di dalam larutan paraformaldehid 4% selama 24 jam. Pada sampel
periode pertama, jaringan hipofise dalam keadaan utuh langsung difiksasi,
sedangkan pada sampel periode kedua, jaringan hipofise yang berukuran lebih
besar pada bidang median dipotong menjadi dua bagian. Selanjutnya, sampel
diproses dengan metode histologi standar, meliputi dehidrasi di dalam larutan
alkohol konsentrasi bertingkat dan clearing di dalam larutan silol dengan ulangan
sebanyak tiga kali. Proses berikutnya adalah infiltrasi jaringan di dalam parafin
cair, embedding, blocking dan disayat dengan ketebalan 5–10 µm. Hasil
sayatan dilekatkan di atas gelas objek dan diinkubasikan dalam inkubator
dengan suhu 37oC, selama semalam dan siap diwarnai dengan metode
pewarnaan hematoksilin- eosin (HE) dan Masson’s trichrome (MT) untuk
mengamati morfologi dan identifikasi sel-sel penyusun PI serta perkembangan
buluh darah dan jaringan ikat. Sedangkan dengan metode pewarnaan
imunohistokimia (IHK), dapat diketahui perkembangan dan distribusi sel-sel
ir-ACTH-MSH dan aksis antara sel tersebut dengan melanogenesis pada
melanosit epidermis dan folikel rambut.


Penggunaan antibodi pada pewarnaan imunohistokimia dalam penelitian
ini dilakukan secara tidak langsung, yang bertujuan untuk mendeteksi
keberadaan sel-sel ir-MSH melalui reaksi yang terjadi antara anti human ACTH
rabbit serum dan ACTH. Teknik ini dapat dilakukan, karena ACTH merupakan
prekursor MSH, baik di melanotrop PI maupun di melanosit kulit.
Dari hasil pengamatan terhadap morfologi PI, ditemukan sel-sel asidofil
yang mendominasi PI pada F-70 dan F-85, namun pada tingkatan umur
berikutnya sel asidofil menurun diiringi dengan peningkatan sel-sel basofil
(melanotrop/sel MSH dan kortikotrop/sel ACTH). Pada P-100 sel-sel tersebut
masih eksis di medial PI, sedangkan di rostral dan distal, tidak ditemukan lagi
karena PI telah bersatu dengan PD dan PN. Perkembangan PI hipofise MEP
berkaitan erat dengan pola penyebaran sel-sel asidofilik dan sel-sel basofilik
pada berbagai tingkatan umur di rostral, medial dan distal. Pada F70, seluruh
jaringan PI didominasi oleh sel-sel asidofilik, sedangkan sel-sel basofilik belum
ditemukan. Dari kondisi tersebut dapat diasumsikan bahwa proses diferensiasi
kortikotrop dan melanotrop belum sempurna, sehingga proses sintesis hormon
belum terjadi, yang ditandai dengan belum ditemukannya granul sekretori di
sitoplasma. Peningkatan sintesis hormon ditunjukkan dengan semakin
meningkatnya densitas sel-sel granul sekretori di PI (sel basofil). Sebaliknya,

penurunan sintesis ditandai dengan berkurangnya ukuran dan jumlah sel-sel
granul sekretori yang berimplikasi pada mengecilnya PI.
Faktor penting lainnya yang berperan dalam proses perkembangan PI
hipofise MEP adalah perkembangan buluh darah. Dari gambaran pola
penyebaran buluh darah pada berbagai tingkatan umur, menunjukkan pola yang
sesuai dengan pola penyebaran sel-sel granul sekretori PI. Perkembangan
buluh darah di rostral, medial dan distal PI berasal dari PN, hal ini disebabkan
oleh posisi PI dan PN yang berdekatan (lobus neurointermedia). Perkembangan
buluh darah di PI sejalan dengan perkembangan jaringan ikat, yang juga berasal
dari perkembangan jaringan ikat PN. Jaringan ikat PI didominasi oleh jaringan
ikat kolagen yang menunjukkan hasil positif dengan pewarna lightgreen pada
pewarnaan MT.
Pada pengamatan terhadap perkembangan sel-sel ir-ACTH-MSH,
ditemukan adanya perbedaan pola distribusi sel dan intensitas pewarnaan pada
beberapa kelompok umur. Pada F-70, ditemukan sel-sel ir-ACTH-MSH di bagian
rostral PI hipofise, sedangkan pada F-85 sampai P-3, distribusi sel terpadat
ditemukan di rostral dan distal. Perubahan pola distribusi sel ditemukan pada
F-100, yaitu sel telah tersebar di bagian rostral, medial dan distal PI dan berlanjut
hingga P-3. Pada P-15, distribusi sel sedikit menurun dan masih menunjukkan
hasil positif hingga P-50, walaupun di bagian rostral dan distal PI telah bersatu

dengan PD dan PN. Pada P-100, sel-sel ir-ACTH-MSH hanya tersisa di bagian
medial PI dengan intensitas lemah, sedangkan di rostral dan distal tidak
ditemukan lagi karena PI telah menghilang di kedua bagian tersebut.
Dari pengamatan terhadap distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH di kulit MEP,
dapat diketahui bahwa terjadinya proses melanogenesis (pembentukan pigmen
melanin) di melanosit epidermis dan folikel rambut, ditandai dengan reaksi positif
antara antibodi human ACTH dengan sel-sel ir-ACTH-MSH di kulit. Dari
gambaran tersebut dapat diasumsikan, bahwa pada membran melanosit terdapat
reseptor terhadap ACTH dan MSH (melanocortin receptor 1/MC-1R), yang
berikatan dengan kedua hormon yang dihasilkan oleh sel-sel ACTH dan MSH di
PI hipofise, Ikatan yang terbentuk merupakan tahap awal dari proses
melanogenesis di melanosit.

Perubahan pola distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH di PI menunjukkan
kemiripan dengan pola distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH di kulit MEP. Menurunnya
aktivitas melanogenesis di melanosit epidermis dan folikel rambut pada F100
ditunjukkan dengan berkurangnya distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH di kedua
bagian tersebut. Hal tersebut sesuai dengan penurunan distribusi sel-sel
ir-ACTH-MSH di PI hipofise pada umur yang sama.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa perkembangan sel-sel

penghasil ACTH dan MSH (sel-sel ACTH-MSH) di PI hipofise menunjukkan
korelasi yang erat dengan melanogenesis di melanosit epidermis dan folikel
rambut pada proses pigmentasi kulit dan rambut MEP yang melibatkan peran
ACTH-MSH pada periode pre dan postnatal.
Kata kunci : monyet ekor panjang, pars intermedia, hipofise, sel ir-ACTH-MSH,
melanosit, melanogenesis

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008
Hak cipta dilindungi undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

PERKEMBANGAN AKSIS PARS INTERMEDIA HIPOFISE –
MELANOSIT KULIT MONYET EKOR PANJANG

(Macaca fascicularis)

SRI WAHYUNI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Sains Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

Judul Tesis

: Perkembangan Aksis Pars Intermedia Hipofise – Melanosit Kulit
Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

Nama


: Sri Wahyuni

NRP

: B053050051

Program Studi : Sains Veteriner

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. drh. Nurhidayat, MS

Dr. drh. Chairun Nisa’, MSi

Ketua

Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Sains Veteriner

Dr. drh. Bambang P. Priosoeryanto, MS

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 25 Januari 2008

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis dengan
judul ”Perkembangan Aksis Pars Intermedia Hipofise – Melanosit Kulit
Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)”.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. drh. Nurhidayat, MS dan
Dr. drh. Chairun Nisa’, M.Si, selaku Dewan Komisi Pembimbing atas segala
bimbingan, arahan, ketelitian, kesabaran dan dorongan semangat yang
dicurahkan dengan sepenuh hati kepada penulis selama pembimbingan hingga
selesainya penulisan tesis ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Penguji Luar
Komisi, Dr. drh. Agik Suprayogi, M.Sc, yang telah memberikan saran untuk
perbaikan penulisan tesis ini. Selanjutnya penghargaan dan ucapan terima kasih
kepada Prof. Dr. drh. Koeswinarning Sigit, MS, drh. Savitri Novelina, M.Si,
drh. Supratikno, M.Si, Dr. drh. Heru Setijanto dan Dr. drh. Srihadi Agungpriyono,
yang telah membimbing dan memberikan bantuan yang tak terhingga kepada
penulis selama menjalankan pendidikan S2 di Bagian Anatomi, khususnya di
Laboratorium Anatomi FKH IPB.
Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada Rektor Universitas Syiah
Kuala dan Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala Banda
Aceh, yang telah memberikan ijin tugas belajar, dan Dekan Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (SPs IPB) atas kesempatan belajar yang
diberikan, serta kepada Dr. drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, selaku
Ketua Program Studi Sains Veteriner yang telah banyak memberikan saran dan
bimbingan kepada penulis selama menjadi mahasiswi di Program Studi Sains
Veteriner.
Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat Studi Satwa
Primata IPB beserta staf, yang telah memberikan bantuan berupa sampel
hipofise dan kulit monyet ekor panjang yang digunakan pada peneltian ini.
Demikian pula terima kasih tak terhingga kepada Dr. drh. Tri Wahyu
Pangestiningsih, MP, yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang terkait
dengan penggunaan sampel penelitian.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada BPPS-DIKTI dan BBNAD
Unsyiah, sebagai Lembaga Pemberi Beasiswa selama penulis menjalankan
tugas belajar di SPs IPB.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada drh. Hamny, M.Si,
drh. Idawati Nasution, MS, drh. Mustafa Sabri, MP, drh. Farida Athaillah, M.Si,
Ika Kartika Syarifah, SKH, Andi A, SKH, drh. Wahono Esthi Prasetyaningtyas
M.Si, Sri Nuryati, S.Pi, M.Si, drh. Faisal Jamin, drh. Siti Aisyah, Mad Dia, Ibu
Nurtamani, Pak Cholid, Valin, Sari, Reza, Asep, Jun, Ghofur, Any dan Idho,
serta seluruh pihak yang telah membantu penulis selama menjalankan studi di
SPs IPB.
Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis
persembahkan kepada suami tercinta, Said Ashim, SE dan anakku tersayang
Said Muhammad Muafi, atas segala kasih sayang, doa yang dipanjatkan,
kesabaran dan pengorbanan yang tak terhingga selama penulis menjalankan
studi di SPs IPB.

Kepada Ayahanda dr. H. Anwar Jakfar, MS dan Ibunda

Trimurti Chaidir, serta saudara-saudaraku: Sri Wartini, Sri Maryam, Sri Haryani,
Rahmat Hidayat dan Firman Hidayat; serta keluarga besar Walid H. Said Ismail
(Alm) dan Umi Hj. Syarifah Nurbasty, terima kasih atas doa dan dukungan yang
tiada henti.
Akhir kata, penulis mengharapkan semoga tesis ini dapat bermanfaat
bagi pembaca, khususnya bagi penulis sendiri dan menjadi langkah awal bagi
penulis dalam menjalankan tugas dan pendidikan di masa yang akan datang.

Bogor, Februari 2008

Sri Wahyuni

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara, pada tanggal
19 November 1969, sebagai anak ketiga dari enam bersaudara dari Ayah
dr. H. Anwar Jakfar, MS dan Ibu Trimurti Chaidir.
Pendidikan dasar penulis selesaikan di Meulaboh, Aceh Barat pada
tahun 1982, pendidikan menengah pertama di Surabaya tahun 1985 dan
pendidikan menengah atas di SMA Negeri 3 Banda Aceh, lulus tahun 1988.
Pada tahun yang sama, penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Syiah Kuala hingga memperoleh gelar Dokter Hewan pada tahun
1994.
Pada tahun 1994, penulis bekerja sebagai staf kesehatan satwa di
Kebun Binatang Medan (KBM), Kepala Bagian Kesehatan Satwa KBM pada
tahun 1995 dan Kepala KBM pada tahun 1996 sampai dengan 2001. Selain
itu, penulis juga bekerja sebagai konsultan kesehatan satwa milik Universitas
Sumatera Utara (USU), Medan dan konsultan kesehatan gajah di Elephant
Patrol Unit, Leuser Management Unit di Besitang, Sumatera Utara. Akhirnya,
pada tahun 2003, penulis diterima sebagai staf pengajar di Laboratorium
Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Penulis menikah dengan Said Ashim, SE dan dikaruniai seorang
putra, Said Muhammad Muafi.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL....................................................................................

xv

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………...........

xvi

DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................

xvii

PENDAHULUAN
Latar Belakang…………………………………………………. .....
Tujuan Penelitian………………………………………………. .....
Manfaat Penelitian……………………………………………... .....

1
4
4

TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
Anatomi dan Fungsi Hipofise…………………………..............
Perkembangan Hipofise………………………………...............
Vaskularisasi Hipofise………………………………..................
Hormon-hormon Hipofise…………………………….................
Pars Intermedia Hipofise………………………………..............
Proopiomelanokortin (POMC)…………………………………..
Melanosit Stimulating Hormon (MSH)………………………….
Pengaturan Sintesis dan Sekresi MSH…………………..........
Fungsi Fisiologis MSH…………………………………………...
Struktur dan Fungsi Kulit………………………………………...
Hubungan PI dan Melanosit………..........................................
Pembentukan Pigmen Melanin………………………………….

5
7
9
10
12
13
15
17
19
21
23
25
26

MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian…………………………………..
Materi……………………………………………………………...
Metode
Pengambilan sampel periode pertama………………...
Pengambilan sampel periode kedua ..........................
Proses pembuatan blok parafin dan pemotongan
preparat…………………………………………………..
Pewarnaan hematoksilin-eosin, Masson’s trichrome
dan imunohistokimia …………….. ……………………
Pengamatan…………………………………………… .
Analisis Hasil………………………………………………

29
29
31
32
32
33
34
34

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Anatomi dan perkembangan PI hipofise MEP...................
Perkembangan dan distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH PI
hipofise MEP…………………………………………….
Anatomi dan perkembangan struktur kulit MEP...............
Aksis sel-sel ir-ACTH-MSH PI hipofise – melanosit
kulit MEP...........................................................................
Pembahasan............................................................................

35
40
42
47
48

SIMPULAN DAN SARAN......................................................................

55

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................

56

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jenis sel adenohipofise dan hormon-hormon yang disekresikan ......

12

2. Densitas sel-sel asidofil dan basofil PI hipofise MEP pada berbagai
tingkatan umur (potongan medial).....................................................

36

3. Perkembangan buluh darah dan jaringan ikat PI hipofise MEP pada
berbagai tingkatan umur (potongan medial) dengan pewarnaan
Masson’s trichrome...........................................................................

40

4. Distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH PI hipofise MEP pada berbagai
tingkatan umur (potongan medial)....................................................

42

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Monyet ekor panjang (M. fascicularis) dan peta
penyebarannya………………………………….......... ..............

6

Magnetic resonance image (MRI) hipotalamus dan
hipofise manusia….................................................................

7

3.

Hipofise dan bagian-bagiannya.............................................

8

4.

Tahapan perkembangan hipofise……....................................

9

5.

Sistem vaskularisasi hipofise…………..................................

11

6.

Sel- sel basofil penyusun PI (melanotrop dan kortikotrop)
hipofise kambing……….........................................................

14

7.

Proses pemecahan prohormon POMC……………….............

16

8.

Susunan rantai asam amino hormon-hormon derivat
POMC.....................................................................................

17

Pengaturan neurotransmiter pada sintesis dan
sekresi MSH.. ........................................................................

20

10.

Struktur umum kulit………………………………….... .............

24

11.

Lapisan epidermis kulit dan bagian-bagiannya………...........

26

12.

Proses melanogenesis di melanosit......................................

27

13.

Pembagian daerah pemotongan hipofise pada babi……......

33

14.

Gambaran tiga dimensi hipofise MEP F-150.........................

36

15.

Perkembangan dan penyebaran sel asidofil dan basofil PI
hipofise MEP.........................................................................

37

Perkembangan buluh darah dan jaringan ikat PI hipofise
MEP.......................................................................................

39

17.

Distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH PI hipofise MEP...................

41

18.

Struktur kulit MEP..................................................................

43

19.

Perkembangan kulit MEP......................................................

44

20.

Distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH di epidermis dan folikel
rambut kulit kepala MEP........................................................

46

2.

9.

16.

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Daftar singkatan .......................................................................... ...

61

2. Prosedur pewarnaan hematoksilin dan eosin (HE)..........................

62

3. Prosedur pewarnaan Masson’s trichrome (MT) modifikasi Goldner

63

4. Prosedur pewarnaan imunohistokimia metode ABC (avidin-biotinperoxidase complex method)............................................................

64

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Monyet ekor panjang/MEP (Macaca fascicularis), merupakan satwa
primata dengan populasi terbanyak dan memiliki penyebaran yang luas di Asia
Tenggara, khususnya di Indonesia. Di Indonesia, penyebaran satwa ini meliputi
Pulau Sumatera sampai ke Pulau Timor, tetapi tidak ditemukan di Sulawesi
(Soehartono dan Mardiastuti 2003).
Dalam penelitian biomedis, beberapa spesies satwa primata telah banyak
digunakan sebagai hewan penelitian, seperti monyet Rhesus (M. mullata),
monyet ekor panjang (M. fascicularis), babun savanna (Papio cynocephalus) dan
monyet vervet (Cercopithecus aethiops). Monyet ekor panjang sering digunakan
sebagai hewan model untuk berbagai penelitian biomedis, demikian pula dengan
beruk (M. nemestrina) dan monyet yaki Sulawesi (M. nigra). Pada penelitian
aplikasi klinis, MEP digunakan dalam percobaan pembedahan pencangkokan
jantung, aterosklerosis dan simian immunodeficiency virus, yaitu penyakit yang
mirip dengan HIV pada manusia (Rand 2000).
Selain penelitian yang berhubungan dengan kesehatan manusia, aspekaspek dasar dari MEP perlu diteliti, seperti morfologi dan fisiologi serta
perkembangan struktur organnya (Whitney 1995). Data tentang proses
perkembangan tubuh MEP pada masa pre dan postnatal, hingga saat ini belum
banyak dilaporkan, khususnya yang berhubungan dengan hipofise. Untuk itu,
diperlukan kajian yang mendalam dari kelenjar ini sebagai penghasil hormon
yang berperan penting dalam berbagai proses fisiologis tubuh. Fungsi hormon
merupakan aspek penelitian yang luas di bidang biomedis, khususnya yang
berhubungan dengan proses metabolisme tubuh makhluk hidup.
Pars intermedia (PI) merupakan salah satu bagian dari hipofise yang
terletak

di

adenohipofise.

mensekresikan

hormon

Bagian

melanocyte

ini

memiliki

stimulating

peran
hormone

penting

dalam

(α-MSH)

dan

corticotropin like intermediate lobe peptide (CLIP) (Brown 1994). α-MSH
dihasilkan oleh melanotrop yang terdapat di PI. Hormon ini bekerja pada
melanosit yang tersebar di stratum basale epidermis kulit. Proses perubahan
warna kulit untuk adaptasi lingkungan pada vertebrata tingkat rendah, berada
dibawah

kontrol

α-MSH

(Hadley

1992),

demikian

pula

pada

proses

melanogenesis yang berhubungan dengan proses pigmentasi kulit dan rambut
(Tsatmali et al. 2002). Selain itu, α-MSH memiliki peran penting pada beberapa
aspek fisiologis tubuh hewan mamalia (Greidanus et al. 2000).

Penelitian tentang PI dan hormon utamanya (α-MSH) masih terbatas
vertebrata tingkat rendah, seperti reptil, amfibi dan ikan. Peran α-MSH

pada

yang dikenal dengan intermedin pada hewan-hewan tersebut, adalah sebagai
regulator pada proses perubahan warna kulit. Beberapa penelitian tentang peran
hormon tersebut, telah menunjukkan adanya korelasi yang erat antara PI, α-MSH
dan melanosit pada kulit (Turner dan Bagnara 1976). Pada mamalia, kemajuan
riset tentang PI dan MSH meningkat sejak ditemukannya proopiomelanocortin
(POMC), yaitu senyawa prekursor atau prohormon yang disekresikan oleh PI dan
beberapa lokasi di otak (Bennet dan Whitehead 1983) serta

jaringan kulit

(Slominski dan Wortsman 2000; Tsatmali et al. 2002).
Prohormon POMC adalah polipeptida dengan rangkaian asam amino
yang disintesis di pars distalis dan PI hipofise serta beberapa nuklei di otak.
Pembentukan POMC berawal dari adanya ekspresi gen POMC pada kelompok
sel neural plate ektoderm, yang merupakan cikal bakal sel-sel endokrin hipofise
dan sel syaraf otak. Prohormon POMC selanjutnya dipecah oleh enzim menjadi
beberapa hormon di adenohipofise, yaitu adrenokortikotropik hormon (ACTH),
α-MSH,

-MSH,

-MSH, corticotropin-like intermediate lobe peptide (CLIP),

-lipotropin dan –endorfin (Souza et al. 2005).
Perkembangan hipofise pada masa embrional berasal dari lapisan
kecambah ektoderm yang turut membentuk rongga mulut primitif (stomodeum)
dan ektoderm syaraf dari diensefalon. Evaginasi stomodeum akan berkembang
membentuk adenohipofise, sedangkan ektoderm syaraf akan membentuk
neurohipofise (Hadley 1992). Penelitian tentang PI hipofise sangat diperlukan,
khususnya yang berhubungan dengan proses perkembangannya. Keberadaan,
ukuran dan letak PI hipofise pada berbagai spesies hewan berbeda, demikian
pula pada manusia (Hadley 1992; Brown 1994). Pada cetacea (lumba-lumba
dan paus) dan aves, PI hipofise tidak ditemukan. Manusia dewasa juga tidak
memiliki PI, namun bagian ini ditemukan pada masa kehidupan fetus. Pada saat
postnatal, organ ini mengalami rudimenter dan akhirnya menghilang (Brown
1994). Keberadaan PI pada masa fetus berhubungan dengan beberapa aspek
fisiologis tubuh fetus, misalnya pada proses perkembangan zona fetus kelenjar
adrenal dan sebagai growth promoting yang berhubungan dengan growth
hormone (GH) (Hadley 1992).

Sebagai hormon utama yang dihasilkan oleh PI hipofise, α-MSH
berhubungan erat dengan melanosit yang sebagian besar tersebar di kulit.
Melanosit adalah sel yang berperan pada proses melanogenesis yang
menghasilkan pigmen kulit (melanin). Dalam menjalankan fungsi tersebut,
melanosit bekerja sama dengan keratinosit yang disebut unit epidermis kulit.
Hubungan kedua jenis sel tersebut memungkinkan terjadinya penyebaran
pigmen melanin, sehingga warna kulit terbentuk serta membantu melindungi kulit
dari radiasi sinar ultra violet (UV) (Tsatmali et al. 2002).
Pada manusia belum ada data yang pasti tentang saat menghilangnya PI
dari kelenjar hipofise setelah fetus lahir. Menurut Carola et al. (1990), dengan
menghilangnya PI pada masa postnatal, hipofise manusia menghasilkan α-MSH
dalam jumlah yang sangat sedikit. Untuk itu sekresi hormon tersebut dirangsang
oleh ACTH yang dihasilkan oleh pars distalis kelenjar hipofise. Kombinasi kedua
hormon ini yang dikenal dengan melanokortin berperan penting pada proses
pigmentasi kulit.
Slominski et al. (2003) menyatakan, selain menghasilkan pigmen
melanin, jaringan kulit juga menghasilkan berbagai senyawa lainnya yang
memiliki fungsi spesifik yang saling berhubungan dalam mempertahankan
homeostasis kulit. Adapun senyawa yang berhubungan dengan proses
melanogenesis dan pigmentasi terdiri atas POMC dan derivatnya, yaitu α-MSH,
ACTH dan β-endorphin.
Beberapa penelitian tentang perkembangan hipofise telah dilakukan pada
fetus manusia (Baker dan Jaffe 1975), fetus tikus (Nemeskeri et al. 1998), fetus
babi (Sasaki et al. 1992) dan fetus anjing beagle (Sasaki dan Nishioka 1998).
Selanjutnya penelitian tentang aksis hipofise-kelenjar adrenal juga telah diteliti,
yaitu pada anjing beagle (Sasaki dan Nishioka 1998) dan pada MEP
(Syarifah 2005). Namun demikian, penelitian khusus tentang perkembangan PI
serta aksis PI hipofise dan melanosit kulit pada masa pre dan postnatal serta
organ lainnya pada MEP belum dilaporkan. Mengingat MEP merupakan salah
satu spesies satwa primata yang sering digunakan sebagai hewan coba dalam
penelitian biomedis, diperlukan penelitian-penelitian lebih lanjut untuk menggali
berbagai aspek penting, khususnya yang berhubungan dengan anatomi
perkembangan organ tubuh MEP. Dengan demikian diharapkan akan diperoleh
banyak informasi yang bermanfaat dan dapat diaplikasikan dalam bidang
kesehatan masyarakat.

Keberadaan PI hipofise pada MEP serta perkembangan aksis antara
melanotrop PI hipofise dan melanosit kulit pada MEP perlu diteliti, mengingat
belum dilaporkannya data lengkap yang mengungkap hubungan kedua organ
tersebut berdasarkan hasil sekresinya.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perkembangan PI hipofise
serta aksis PI dan melanosit kulit monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)
pada masa pre dan postnatal.

Manfaat Penelitian
Data yang diperoleh tentang perkembangan PI hipofise dan hubungannya
dengan melanosit kulit monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), dapat
menjadi informasi dasar bagi penelitian selanjutnya pada mamalia lainnya,
khususnya manusia.

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
Monyet ekor panjang/MEP dikenal juga sebagai long-tailed macaque,
monyet cynomolgus, Macaca irus, monyet jawa dan monyet pemakan kepiting
(crab eating monkey).

Monyet ekor panjang merupakan spesies dengan

populasi terbanyak di seluruh dunia, yaitu sekitar 20 juta ekor (Whitney 1995;
Soehartono dan Mardiastuti 2002).
Monyet ekor panjang memiliki tubuh ramping dan berekor panjang,
berkisar 60 cm. Monyet ini memiliki dimorfisme seksual, dengan bobot individu
jantan berkisar antara 5-7 kg, lebih besar bila dibandingkan dengan individu
betina, yaitu 3-4 kg. Secara morfologis, MEP jantan dan betina dewasa kelihatan
sama, yaitu memiliki rambut kepala berwarna abu-abu sampai kecoklatan,
sedangkan rambut bayi MEP berwarna hitam.

Hal ini memperlihatkan

perbedaan yang mencolok dengan warna rambut MEP dewasa. Dalam beberapa
minggu setelah lahir, warna rambut bayi akan berubah menjadi coklat dan
keabuan, yang menyerupai warna rambut MEP dewasa (Soehartono dan
Mardiastuti 2002).
Menurut Rowe (1996), periode bayi berlangsung antara umur 6-12 bulan
dengan masa sapih antara umur 12-24 bulan dan masa puber pada umur 42-54
bulan. Individu betina memasuki masa dewasa kelamin pada umur 51.6 bulan,
sedangkan individu jantan pada umur 50.4 bulan.

Siklus estrus MEP betina

adalah 28 hari, dengan lama kebuntingan berkisar antara 160-170 hari. Jarak
antara kebuntingan berkisar 12-24 bulan, dengan rata-rata berlangsung selama
13 bulan. Menurut Whitney (1995), masa hidup (life-span) MEP mencapai 22-25
tahun.
Penyebaran MEP di alam meliputi kawasan Asia Tenggara, antara 20 LU
dan 10 LS serta 92 BT dan 127 BT. Satwa ini menempati wilayah geografis yang
luas, mulai dari Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Malaysia,
Indonesia dan Filipina. Penyebaran satwa primata ini di Indonesia dimulai dari
Pulau Sumatera hingga Pulau Timor (Soehartono dan Mardiastuti 2002), namun
tidak ditemukan di Pulau Sulawesi (Gambar 1) (Napier dan Napier 1967).

Gambar 1 Monyet ekor panjang (M. fascicularis) dan peta penyebarannya (merah)
(Sumber : Lang 2006).

Monyet ekor panjang sejak tahun 1977 termasuk ke dalam daftar
Appendix II pada Convention on International Trade in Endangered Species of
Wild Fauna and Flora (CITES). Dari status tersebut, berarti MEP dapat
dimanfaatkan dan diperdagangkan, sejauh merupakan hasil penangkaran,
karena populasinya masih cukup banyak (Soehartono dan Mardiastuti 2002).
Klasifikasi MEP (Whitney 1995) adalah sebagai berikut:
Filum

: Chordata

Kelas

: Mammalia

Ordo

: Primata

Sub ordo

: Anthropoidea

Infra ordo

: Catarrhini

Super famili

: Cercopithecoidea

Famili

: Cercopithecidae

Sub famili

: Cercopithecinae

Genus

: Macaca

Spesies

: Macaca fascicularis

Satwa primata berperan penting sebagai hewan model dalam penelitian
biomedis, karena secara anatomi dan fisiologi memiliki banyak kemiripan dengan
manusia dibandingkan dengan hewan model lainnya. Kemiripan itu disebabkan
oleh hubungan filogenetik, sehingga menyebabkan satwa primata memiliki nilai
ilmiah yang tinggi bagi penelitian di bidang biomedis (Vandeberg 1995).

Beberapa spesies primata non manusia yang sering digunakan sebagai hewan
model adalah monyet rhesus (M. mullata), MEP (M. fascicularis), babun savanna
(Papio cynocephalus) dan monyet vervet (Cercopithecus aethiops) (Soehartono
Anatomi dan Fungsi Hipofise
Hipofise seringkali disebut dengan istilah ‘the master of endocrine gland’
pada hewan vertebrata, karena menghasilkan sejumlah hormon penting yang
berperan dalam proses fisiologi tubuh. Hipofise terletak di ventral hipotalamus,
berbentuk ‘ellipsoidal’ dengan ukuran yang bervariasi, tergantung pada spesies
hewan.

Organ ini berada di fossa hipofisial atau sella tursica os sphenoid,

dilapisi oleh selaput otak (duramater) dan dihubungkan dengan hipotalamus
melalui tangkai hipofise atau infundibulum (Gambar 2) (Dyce et al. 1996).
Sebagai kelenjar endokrin utama, organ ini berperan penting sebagai
penghubung

dalam

sistem

neuroendokrin,

namun

kelenjar

ini

memiliki

kemampuan yang kecil untuk berfungsi secara bebas (Turner dan Bagnara
1976).

A

B

talamus
diensefalon

Infundibulum
hipofise

hipotalamus

Gambar 2 Magnetic resonance image (MRI) hipotalamus dan hipofise manusia.
A. Menunjukkan posisi hipofise di ventral otak tengah (diensefalon) yang berhubungan
erat dengan hipotalamus, B. Skema dari gambar A (Sumber: Lechan dan Tony 2006).

Hipofise terbagi atas dua bagian, yaitu adenohipofise dan neurohipofise
(Gambar 3).

Adenohipofise terdiri atas pars distalis (PD) yang merupakan

bagian terbesar dari adenohipofise, pars tuberalis (PT) dan pars intermedia (PI)
(Brown 1994). Neurohipofise terdiri atas median eminens, infundibulum dan pars
nervosa (PN)

(Kent dan Carr 2001). Gabungan PD dan infundibulum

membentuk batang hipofise (Banks 1993).

Hypophyseal cleft

Gambar 3 Hipofise dan bagian-bagiannya. Pars intermedia (warna hijau), berbatasan
langsung dengan pars nervosa, dengan pars distalis dipisahkan oleh hypophyseal cleft
(Sumber: KUL 2000).

Secara histologi, hipofise terdiri atas beberapa jenis sel, dimana masingmasing sel tersebut menghasilkan hormon yang berbeda. PD adenohipofise
merupakan bagian yang memiliki jenis sel terbanyak yang menghasilkan enam
jenis hormon. Sel-sel yang berada di PD terdiri atas dua kelompok, yaitu sel
kromofilik dan sel kromofobik.

Berdasarkan afinitas terhadap zat warna, sel

kromofilik dibagi menjadi sel-sel asidofil dan basofil (Banks 1993). Sel-sel asidofil
terdiri atas somatotrop dan laktotrop, sedangkan sel-sel basofil terdiri atas
tirotrop, gonadotrop, kortikotrop dan melanotrop (Brown 1994). Sel-sel tersebut
mensintesis hormon-hormon hipofise yang berperan dalam pengaturan kerja
target organ seperti gonad, kelenjar adrenal, kelenjar air susu, uterus, ginjal dan
jaringan tubuh lainnya (Frandson dan Whitten 1991).

Diantara sel-sel penghasil hormon, yaitu pada jaringan interstisial
adenohipofise, terdapat sel folliculo-stellate. Sel ini memiliki penjuluran
sitoplasmik yang menyebar di antara sel-sel sekretori hormon adenohipofise. Sel
folliculo-stellate berperan sebagai regulator terhadap lingkungan jaringan
interstisial hipofise dan membentuk komunikasi yang bersifat parakrin dengan
sel-sel penghasil hormon (Allaerts dan Vankelecom 2005).
Perkembangan Hipofise
Hipofise merupakan suatu struktur ektodermal yang berasal dari dua
sumber jaringan yang berbeda pada masa embrional. Adenohipofise primordial
berasal dari penonjolan rongga mulut primitif (stomodeum) yang tergolong
ektoderm umum, sedangkan neurohipofise berasal dari diensefalon yang
tergolong ektoderm syaraf (Latshaw 1987; Hadley 1992).
Perkembangan hipofise terjadi pada awal kebuntingan dan prosesnya
berbeda pada setiap spesies hewan. Perkembangan adenohipofise berawal dari
evaginasi atap rongga mulut ke arah dorsal yang membentuk kantong Rathke.
Pada saat yang bersamaan terjadi penjuluran ektoderm syaraf, berupa evaginasi
diensefalon otak ke arah ventral. Akibatnya, otak mengalami perluasan ke arah
ventral membentuk neurohipofise (Gambar 4) (Latshaw 1987; Hill 2006).

Gambar 4 Tahapan perkembangan hipofise. Hipofise berasal dari dua jaringan berbeda,
stomodeum (merah) dan diensefalon (abu-abu) (Sumber: Bowen 2006).

Perkembangan hipofise pada manusia terjadi pada minggu ke-4
kehamilan, diawali dengan terbentuknya kantong Rathke (yang berasal dari
divertikulum atap rongga mulut). Pada minggu ke-5 terjadi elongasi divertikulum
diensefalon (infundibulum). Adenohipofise terbentuk pada minggu ke-6, diikuti
dengan proliferasi dinding anterior membentuk PD, sedangkan dinding posterior

mengalami

sedikit

perkembangan

membentuk

PI.

PT

terbentuk

dari

pertumbuhan bagian rostral yang mengelilingi sel bakal infundibular. Pada tahap
selanjutnya terbentuk neurohipofise yang terdiri atas infundibulum, median
eminens dan PN (Hill 2006).
Menurut Sasaki dan Nishioka (1998), perkembangan hipofise pada anjing
beagle dimulai pada umur kebuntingan 25 hari. Pada umur tersebut, kantong
Rathke (adenohipofise primordium) yang berasal dari jaringan epithelium rongga
mulut mulai terbentuk. Memasuki usia kebuntingan 38 hari, PI telah terbentuk
dan hipofise fetus anjing beagle secara morfologis telah menyerupai hipofise
anjing dewasa.
Berdasarkan analisis imunohistokimia oleh Sasaki et al. (1992) terhadap
hipofise babi, diketahui sel-sel hipofise yang pertama menghasilkan hormon di
bagian PD dan PI adalah sel adrenocorticotropichormone (ACTH).

Sel ini

ditemukan pada fetus yang berumur 40 hari, diikuti dengan sel growth hormone
(GH) dan luteinizing hormone (LH) pada fetus umur 60 hari dan sel prolactin
(PRL) pada fetus umur 105 di bagian PD. Sel imunoreaktif ACTH (sel-ir-ACTH) di
PI terlihat lebih banyak dan dengan intensitas lebih kuat dibandingkan dengan
PD.
Keberadaan sel ir-ACTH sebagai sel pertama yang terbentuk di PD
hipofise babi, ditemukan pula pada fetus anjing, manusia dan tikus, sehingga
diduga ACTH berperan penting pada awal kehidupan fetus dibandingkan
hormon-hormon

adenohipofise

lainnya.

Peran

ACTH

lainnya

adalah

berhubungan dengan perkembangan duodenum, penyimpanan glikogen di hati
dan inhibisi adrenal pada aktivitas adenohipofise selama kehidupan fetus (Sasaki
dan Nishioka 1998).
Vaskularisasi Hipofise
Menurut Sasaki et al. (1992), pada fetus babi umur 40 hari dan fetus
anjing beagle umur 30 hari, pembuluh kapiler hipofise ditemukan di antara
jaringan parenkim kantong Rathke. Sedangkan menurut Sasaki dan Nishioka
(1998), pada fetus anjing beagle umur 38 hari, pembuluh kapiler terlihat di PD
yang menerima darah dari vena porta hipofise.

Namun, pleksus primer di

median eminens belum ditemukan. Pleksus ini baru terlihat pada fetus umur 52
hari, di mana bagian ini telah berhubungan dengan vena porta hipofise.
Sistem portal hipofise merupakan suatu sistem vaskularisasi yang
berperan dalam mekanisme neurohumoral yang mengatur fungsi tropik hipofise.
Sistem tersebut membawa substansi yang berasal dari nervus terminal median

eminens ke hipofise (Halasz 2000). Hubungan vaskularisasi antara hipotalamus
dan adenohipofise relatif kompleks dibandingkan dengan neurohipofise. Aliran
darah menuju adenohipofise berasal dari arteri hipofise superior. Dari pembuluh
ini darah dibawa ke median eminens hipotalamus membentuk suatu jalinan
pembuluh kapiler yang disebut pleksus primer. Pada bagian ini, hormon
hipotalamus dilepaskan dan dibawa ke pars tuberalis oleh vena porta hipofise
dan bermuara di pleksus sekunder, yaitu jalinan pembuluh kapiler yang terdapat
di adenohipofise (Gambar 5). Pada pleksus sekunder ini beberapa hormon
hipotalamus merangsang sel-sel hipofise untuk menghasilkan hormon yang
selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi darah umum.
berasal dari arteri hipofise inferior.

Vaskularisasi neurohipofise

Pada arteri ini dilepaskan pula hormon-

hormon hipotalamus yang berasal dari nuklei supraoptik (SON) dan nuklei
paraventrikular (PVN). Sebelum memasuki sirkulasi darah umum, hormonhormon tersebut disimpan di pars nervosa neurohipofise (Brown 1994).

Gambar 5 Sistem vaskularisasi hipofise. Sistem portal hipofise (biru) mengalirkan darah
dari hipotalamus dan menyalurkan hasil sintesis hormon-hormon adenohipofise melalui
vena hipofise ke organ target (Sumber: Martini 2006)

Hormon-hormon Hipofise
Sebagai kelenjar endokrin terbesar, hipofise menghasilkan sejumlah
hormon penting,

yang sebagian besar dihasilkan oleh PD adenohipofise

(6 hormon), PI (2 hormon) dan PN (2 hormon). Hormon-hormon PD terdiri atas:
growth hormone (GH), adrenocorticotropic hormone (ACTH), thyroid stimulating
hormone (TSH), follicle stimulating hormone (FSH), luteinizing hormone (LH),
dan prolactin (PRL). PI menghasilkan melanocyte stimulating hormone (MSH)
dan β-endorphin (tabel 1), sedangkan PN melepaskan hormon oxytocin dan
vasopressin. Pada dasarnya kedua hormon yang dilepaskan oleh neurohipofise
merupakan hormon yang disekresikan oleh sel neurosekretori hipotalamus yang
terdapat di nuklei paraventrikular (PVN) dan nuklei supraoptik (SON), kemudian
dialirkan melewati infundibulum menuju PN neurohipofise. Hormon oxytocin dan
vasopressin berada di akson sel neurosekretori dan disimpan di nervus terminal
dan akhirnya dilepaskan ke arteri hipofise anterior sebelum memasuki sirkulasi
darah umum (Brown 1994).

Hormon-hormon yang disekresikan oleh sel-sel

adenohipofise dialirkan melalui vena hipofise ke sirkulasi sistemik menuju organ
target seperti gonad, kelenjar adrenal dan tiroid (Fink 2000).
Tabel 1 Jenis sel adenohipofise dan hormon-hormon yang disekresikan
Tipe sel

Nama Sel

Asidofil

Somatotrop

Growth hormone (GH) a

Laktotrop

Prolaktin (PRL)a

Tirotrop

Tiroid stimulating hormon (TSH)a

Gonadotrop

Luteinizing hormone (LH) dan folikel

Basofil

Jenis Hormon

stimulating hormon (FSH)a

Kromofob

Kortikotrop

Adrenokortikotropik hormon (ACTH)a

Melanotrop

Melanosit stimulating hormon (MSH)b

Sel-sel yang tidak atau memiliki sedikit hormon dan dapat
berbentuk asidofil atau basofila, b

Keterangan: a dihasilkan oleh PD, b dihasilkan oleh PI, a, b dihasilkan oleh PD dan PI
(Sumber: Aron et al. 1997)

Hubungan antara hipotalamus dan adenohipofise pada proses transmisi
sinyal diperantarai oleh chemical messengers (neurohormon) yang berperan
sebagai faktor pelepas dan penghambat sekresi hormon adenohipofise. Kedua
faktor tersebut disintesis oleh sel-sel syaraf di nuklei hipotalamus dan dibawa ke
adenohipofise melalui sistem portal hipofise (Fink 2000).

Pars Intermedia Hipofise
Perkembangan pars intermedia
Pada masa perkembangan embrional, PI berasal dari hubungan antara
infundibulum dan perluasan adenohipofise (Hadley 1992). Pada anjing beagle,
PI terbentuk dari dinding atas dan bagian dorsal dinding anterior kantong Rathke.
Bagian ini terlihat jelas saat fetus berumur 38 hari (Sasaki dan Nishioka 1998).
Proliferasi sel-sel di bagian kaudal kantong Rathke yang membentuk PI pada
periode fetus relatif sedikit bila dibandingkan dengan bagian hipofise lainnya
(Lathsaw 1987).

PI termasuk bagian adenohipofise yang berhubungan erat

dengan PN membentuk lobus neurointermedia dan terpisah dari PD oleh celah
hipofise (hypophyseal cleft). Hal ini ditemukan pada beberapa spesies ikan
bertulang seperti Cyprinus caprio, Parasilurus asotus dan Fugu rubripes serta
pada elasmobrachii (Fujita et al. 1988) dan sebagian besar spesies mamalia
termasuk fetus manusia (Bowen 2006).
Menurut Hadley (1992) dan Bowen (2006), pada setiap spesies hewan,
PI memiliki ukuran dan letak yang bervariasi.
cetacea

Pada hewan tertentu seperti

(lumba-lumba dan paus) serta aves, PI tidak ditemukan di hipofise.

Pada manusia, PI berkembang dengan baik pada periode fetus, mengalami
rudimenter setelah fetus lahir dan akhirnya menghilang pada saat dewasa. Pada
veretebrata tingkat rendah seperti reptil, amfibi dan ikan, PI berkembang dengan
baik. Hal ini berhubungan erat dengan kemampuan adaptasi hewan-hewan
tersebut dengan lingkungan, terutama kemampuan dalam mengubah warna kulit
dan beberapa fungsi fisiologis lainnya.
Vaskularisasi pars intermedia
Menurut Bennet dan Whitehead (1983), vaskularisasi PI relatif lebih
sedikit dibandingkan dengan bagian hipofise lainnya. Vaskularisasi berasal dari
sistem portal hipofise yang selanjutnya memasuki jaringan parenkim PI. Sistem
portal hipofise juga berperan sebagai jalur sekresi produk sel serta faktor regulasi
dari dan menuju hipofise.
Struktur pars intermedia
Sel-sel yang menyusun PI terdiri atas tiga jenis sel, yaitu sel-sel basofil
(melanotrop dan kortikotrop), kromofob (sel yang sedikit menyerap zat warna)
dan sel-sel koloid (colloid-filled cysts). Sel utama yang ditemukan dengan jumlah
terbesar di jaringan PI adalah melanotrop yang merupakan sel granular sekretori.
Sel tersebut telah ditemukan pada PI hipofise sapi, anjing, kelinci dan tikus.
Selain melanotrop, ditemukan juga kortikotrop dalam jumlah sedikit dan sel-sel

folliculo-stellate yang tersebar di jaringan interstitial PI dan mendapat inervasi
syaraf dari neuron yang berasal dari hipotalamus (Bennet dan Whitehead 1983,
Bowen 2006). Menurut Fujita et al. (1988), sel-sel endokrin PI memiliki granul
sekretori yang mengandung prekursor peptida kortikotropin dan -lipotropin serta
sel-sel imunoreaktif MSH (sel-sel ir-MSH).

PI

PN

Gambar 6 Sel-sel basofil PI (melanotrop dan kortikotrop) hipofise kambing. PI berbatasan
langsung dengan PN membentuk lobus neurointermedia (Sumber: Charlotte 2002).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada hipofise ikan teleost
(Poecilla latipinna), ditemukan dua tipe sel penyusun PI. Sel tipe pertama adalah
sel pars intermedia positive hematoxylin (PIPbH) yang bereaksi positif terhadap
hematoksilin, sedangkan sel tipe kedua adalah sel pars intermedia positive
periodic acid Schiff (PIPAS) yang bereaksi positif terhadap periodic acid Schiff.
Sel PIPbH diketahui sebagai sel yang mensekresikan MSH (Hadley 1992).
Fungsi pars intermedia
Menurut Tsatmali et al. (2002), melanotrop PI yang tergolong basofilik
(Gambar 6), merupakan sel utama penghasil hormon α-MSH, yaitu hormon yang
bertanggung jawab dalam proses pigmentasi kulit dan sebagai regulator yang
bekerja pada melanosit kulit dalam memproduksi pigmen melanin. Pada
vertebrata tingkat rendah, hormon ini berperan dalam proses perubahan warna
kulit saat beradaptasi dengan lingkungan. Pada manusia dewasa, fungsi PI tidak
diketahui secara pasti, hal ini disebabkan PI mengalami rudimenter setelah fetus
dilahirkan. Namun demikian, PI diduga berperan penting pada masa fetal, yaitu

berhubungan erat dengan pertumbuhan tubuh fetus. Walaupun PI yang
merupakan sumber penghasil MSH tidak ditemukan pada manusia dewasa,
namun peran MSH sebagai regulator pigmentasi kulit pada melanosit tetap
berlangs