2.4 Normalisasi Data
Dalam proses pembelajaran training, jaringan membutuhkan data training yaitu data yang di-input-kan. Pada proses yang menggunakan derajat keanggotaan yang
berada pada interval yang lebih kecil yaitu [0.1 , 0.9], untuk itu perlu dilakukan normalisasi data agar terbentuk data yang berada diantara 0 dan 1. Salah satu rumus
yang dapat digunakan dalam proses normalisasi data tersebut adalah persamaan berikut :
x
max
-x
min
x-a X
baru
= + x
min
2.23 b-a
Dimana : x
baru
: data actual yang telah dinormalisasi x
max
: nilai maksimum data actual x
min
: nilai minimum data actual a
: data terkecil b
: data terbesar
2.5. Teori Penunjang Tentang Penyakit Paru
Sumber : http:paru-paru.comjenis-jenis-penyakit-paru-paru Jenis-jenis penyakit paru-paru sangatlah beragam. Namun, hampir semuanya
berbahaya, sebab penyakit ini menyerang organ terpenting dalam tubuh manusia. Anda sebaiknya menjaga kesehatan paru-paru karena sebanyak 12 jenis penyakit
siap menderanya.
Gambar 2.7 Paru Manusia
Universita Sumatera Utara
Paru-paru adalah salah satu organ pada sistem pernapasan yang berfungsi sebagai tempat bertukarnya oksigen dari udara yang menggantikan karbondioksida di dalam
darah. Proses ini dinamakan sebagai respirasi dengan menggunakan batuan haemoglobin sebagai pengikat oksigen. Setelah O2 di dalam darah diikat oleh
hemoglobin, selanjutnya dialirkan ke seluruh tubuh. Berikut ini jenis-jenis penyakit paru-paru yang perlu diketahui berdasarkan pada
buku karangan Steve Parker yang berjudul “Ensiklopedia Tubuh Manusia”.
1. Pneumonia radang paru-paru
Salah satu jenis-jenis penyakit paru-paru yang berbahaya adalah pneumonia atau disebut juga dengan radang paru-paru. Pneumonia dapat timbul di berbagai daerah di
paru-paru. Pneumonia lobar menyerang sebuah lobus atau potongan besar paru-paru. Pneumonia lobar adalah bentuk pneumonia yang mempengaruhi area yang luas dan
terus-menerus dari lobus paru-paru. Selain itu, ada juga yang disebut bronkopneumonia yang menyerang seberkas
jaringan di salah satu paru-paru atau keduanya.
2. Penyakit Legionnaries
Jenis-jenis penyakit paru-paru lainnya adalah legionnaries. Penyakit paru-paru yang satu ini disebabkan bakteri legionella pneumophilia. Bentuk infeksinya mirip dengan
pneumonia. Penyebab penyakit legionnaries adalah bakteri legionella, sebuah bakteri
berbentuk batang yang ditemukan di sebagian besar sumber air. Mereka dapat berlipat ganda sangat cepat. Mereka terdapat di sistem pipa ledeng atau di mana pun
yang air bisa menggenang. Penyakit Legionnaire pertama kali dijelaskan pada 1976 setelah terjadi
wabah penyakit yang mirip penumonia berat pada veteran perang di sebuah konvensi American legion. Penyakit ini lebih banyak menyerang laki-laki.
Universita Sumatera Utara
3. Efusi pleura
Cairan berlebih di dalam membran berlapis ganda yang mengelilingi paru-paru disebut efusi pleura. Dua lapis membran yang melapisi paru-paru atau pleura
dilumasi oleh sedikit cairan yang memungkinkan paru-paru mengembang dan berkontraksi dengan halus dalam dinding dada. Infeksi seperti pneumonia dan
tuberkulosis, gagal jantung, dan beberapa kanker dapat menimbulkan pengumpulan cairan di antara pleura. Jumlahnya bisa mencapai tiga liter yang menekan paru-paru.
4. Tuberkulosis TB
Jenis-jenis penyakit paru-paru lainnya adalah Tuberkulosis atau disingkat TB merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi yang menyerang jaringan paru-
paru. Penyebab seseorang mengidap TB adalah bakteri mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar orang memiliki mikroba TB di dalam tubuhnya, tapi mikroba ini
hanya menyebabkan penyakit di beberapa orang saja, biasanya jika imunitas atau kekebalan tubuh orang itu menurun.
5. Pneumotoraks
Pneumotoraks adalah penyakit yang terdapat di selaput paru atau yang disebut pleura. Pneumotoraks terjadi jika satu atau kedua membran pleura tertembus dan
udara masuk ke dalam rongga pleura menyebabkan paru-paru mengempis. Membran pleura dipisahkan oleh lapisan cairan pleura sangat tipis yang melumasi gerakan
mereka. Keseimbangan tekanan antara dinding dada, lapisan pleura, dan jaringan paru-paru memungkinkan paru-paru “terisap” ke dalam dinding dada.
Pada pneumotoraks, udara masuk ke dalam rongga pleura. Keseimbangan tekanan pun berubah dan paru-paru mengempis. Jika lebih banyak udara yang masuk ke
dalam rongga tapi tidak dapat keluar, tekanan di sekitar paru-paru semakin tinggi yang dapat mengancam jiwa.
Pneumotoraks spontan dapat terjadi akibat pecahnya alveolus yang membesar secara abnormal di permukaan paru-paru atau akibat kondisi paru-paru, seperti asma.
Penyebab lain adalah patah tulang rusuk dan luka dada.
Universita Sumatera Utara
6. Asma
Jenis-jenis penyakit paru-paru lainnya adalah Asma. Asma merupakan penyakit radang paru-paru yang menimbulkan serangan sesak napas dan mengi yang
berulang. Asma merupakan salah satu kelainan paru-paru paling banyak dan bervariasi, menyerang satu dari empat anak di beberapa daerah.
Otot dinding saluran udara berkontraksi seperti kejang, menyebabkan saluran udara menyempit, sehingga terjadi serangan sesak napas. Penyempitan diperburuk oleh
sekresi lendir yang berlebihan. Sebagian besar kasus terjadi di masa kanak-kanak dan biasanya berkaitan dengan penyakit yang didasari oleh alergi seperti eksema dan
keduanya mempunyai faktor penyakit turunan.
7. Penyakit Paru-Paru Obstruktif Kronis
Penyakit paru obstruktif kronik PPOK mempunyai karakteristik keterbatasan jalan napas yang tidak sepenuhnya reversibel. PPOK adalah kelainan jangka panjang di
mana terjadi kerusakan jaringan paru-paru secara progresif dengan sesak napas yang semakin berat. PPOK terutama meliputi bronkitis kronis dan emfisema, dua kelainan
yang biasanya terjadi bersamaan.
8. Bronkitis Kronis
Peradangan kronis saluran udara paru-paru biasanya disebabkan oleh rokok. Jarang sekali, infeksi akut yang berulang menimbulkan bronkitis kronis. Pada bronkitis
kronis, bronkus, saluran udara utama menuju paru-paru, meradang, membengkak, dan menyempit akibat iritasi oleh asap tembakau, infeksi berulang, atau paparan
lama terhadap zat polutan. Saluran udara yang meradang mulai menghasilkan dahak berlebihan, awalnya menyebabkan batuk mengganggu di waktu lembap dan dingin,
lalu berlanjut sepanjang tahun.
9. Emfisema
Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang melibatkan kerusakan pada kantung udara alveoli di paru-paru. Akibatnya, tubuh tidak mendapatkan
oksigen yang diperlukan. Emfisema membuat penderita sulit bernafas. Penderita mengalami batuk kronis dan sesak napas. Penyebab paling umum adalah merokok.
Universita Sumatera Utara
10. Penyakit Paru Akibat Kerja
Asbestosis, silikosis, dan pneumokoniosis disebabkan oleh menghirup partikel yang mengiritasi dan membuat peradangan jaringan paru-paru, mengarah ke timbulnya
fibrosis. Orang yang berisiko tinggi menderita penyakit paru-paru akibat pekerjaan, adalah para pekerja yang terpapar partikel beracun selama bertahun-tahun, misalnya
para pekerja tambang. Pada penyakit paru-paru akibat kerja, terdapat penebalan perlahan fibrosis jaringan
paru-paru, yang akhirnya menimbulkan pembentukan jaringan parut ireversibel.
11. Silikosis
Silikosis adalah salah satu penyakit paru akibat lingkungan kerja. Penyakit ini merupakan suatu pneumokoniosis yang disebabkan oleh inhalasi partikel-partikel
kristal silika bebas. Silika adalah sejenis bahan yang banyak digunakan dalam bangunan dan perusahaan
konstruksi. Silika dalam bentuk padat tidak berbahaya, tetapi bentuk butiran debu sangat tidak baik untuk paru-paru. Yang termasuk silika bebas adalah kuarsa,
tridimit, dan kristobalit.
12. Asbestosis
Asbestosis adalah penyakit paru yang disebabkan banyaknya zat asbes yang terhirup paru-paru, sehingga menyebabkan kerusakan berat. Pada beberapa kasus asbestosis,
bisa menjadi penyebab timbulnya penyakit kanker paru-paru. Kanker paru-paru sendiri adalah keberadaan tumor ganas di paru-paru. Kanker paru-paru adalah kanker
paling umum di dunia dan lebih dari satu juta kasus baru ditemukan setiap tahun. Namun pada penelitian ini hanya menggunakan 3 jenis penyakit paru saja, yaitu:
Tuberkulosis TB paru atau TBC Paru-paru, danPneumonia radang paru-paru. 2.6 Smoothing Grafik
Proses smoothing grafik dilakukan untuk mendapatkan hasil grafik yang lebih baik. Proses ini dilakukan dengan mengambil titik puncak dari grafik hasil training yang
Universita Sumatera Utara
telah terbentuk dari titik puncak grafik tersebut, kemudian akan ditarik garis linear dari titik awal dan titik akhir sehingga dapat menghasilkan grafik yang lebih baik.
2.7 Riset Terkait
Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan beberapa riset terkait yang dijadikan acuan yang membuat penelitian berjalan lancer. Adapun riset-riset terkait
tersebut adalah:
Tabel 2.1 Riset terkait
No Judul Riset
Nama Peneliti Dan Tahun
Algoritma Metode
Yang Digunakan
Hasil Penelitian
1 Pengenalan
huruf berbasis jaringan
syaraf tiruan menggunakan
algoritma perceptron
Wahyono, 2009 Algoritma
Perceptronmeto de Binerisasi
Dalam pelatihan dan pengujian data pola
didapatkan bahwa
ternyata algoritma
perceptron pun bisa digunakan
dalam pengenalan huruf yang
masuk dalam ruang lingkup pengklasifikas
ian pola.
2 Penerapan
Algoritma Quickprop
pada Jaringan Syaraf Tiruan
untuk Mendeteksi
Wajah Manusia
Setyo Nugroho, 2005
Algoritma Quickpropmetod
e active learning Algoritma Quickprop
dan metode
active learning
dapat meningkatkan
kecepatan training.
3 Pengenalan
Citra Objek Sederhana
Dengan Menggunaka
n Metode Jaringan
Saraf Tiruan Som
Ang Wie Siong
1
, Resmana
2
,1999 Metode
Jaringan Saraf Tiruan SOM
Jaringan saraf tiruan ini mampu mengenali
citra ber-noise, namun kurang
dapat menangani pergeseran
citra. Pada input citra dengan
pengecilan sekaligus pergeseran,
justru jaringan dapat lebih mengenali.
4 Analisis
Jaringan Saraf Sri
Kusumadewi,20 Metode
Backpropagation
Metode Backpropagation dapat
digunakan untuk
Universita Sumatera Utara
Tiruan dengan
Metode Backpropagat
ion
Untuk Mendeteksi
Gangguan Psikologi
08
melakukan pendeteksian suatu jenis penyakit,
gangguan, maupun kasus yang memiliki data masa
lalu, dan dengan menggunakan metode
Backpropagation , target output yang diinginkan
lebih mendekati ketepatan dalam
malakukan pengujian, karena terjadi
penyesuaian nilai bobot dan bias yang semakin
baik pada proses pelatihantraning.
5 Penerapan
Jaringan Syaraf Tiruan
untuk Mendeteksi
Posisi Wajah Manusia pada
Citra Digital Setyo Nugroho
1
, Agus Harjoko
2
, 2009
Algoritma Quickprop
Dan Metode Active
Learning
Jaringan syaraf tiruan dengan jenis multi
layer perceptron dapat digunakan untuk
melakukan deteksi wajah pada citra
digital. Untuk training dengan jumlah data
yang besar, algoritma Quickprop memberikan
peningkatan kecepatan training yang
signifikan.
2.8 Perbedaan Dengan Riset Yang Lain
Dalam Penelitian ini, untuk mempercepat proses pembelajaran training yang signifikan dan klasifikasi yang akurat dalam mengenali pola suatu penyakit paru
menggunakan Algoritma Kohonen pada Jaringan syaraf Tiruan dimana bobot yang digunakan dihitung menggunakan algoritma Kohonen dan hasilnya dimasukkan ke
JST backpropagation.
9 Kontribusi Riset
Dalam penelitian ini, algoritma yang akan digunakan dalam mempercepat proses pembelajaran dan klasifikasi yang akurat adalah algoritma Kohonen, diharapkan dari
penelitian ini akan didapatkan metode yang lebih efektif dalam meningkatkan kecepatan training di dalam pengenalan pola penyakit secara otomatis pada jaringan
syaraf tiruan backpropagation. Sambungan Tabel 2.1 Riset terkait
Universita Sumatera Utara
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendahuluan
Salah satu syarat suatu penelitian adalah mempunyai metode atau algoritma yang dipakai dalam penelitiannya. Sebelum menguraikan algoritma yang dipakai dalam
penelitian ini, lebih baiknya dijelaskan apa arti penelitian itu sendiri. Penelitian merupakan upaya pemecahan suatu masalah dengan menggunakan metode ilmiah
tertentu, teori dan rancangan, serta dilakukan secara sistematis. Dan di dalam penelitian ini akan membahas tentang algoritma Jaringan Saraf
Tiruan Self Organizing Maps SOM atau Kohonen pada Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan hal ini digunakan untuk pengenalan pola penyakit paru.
3.2 Proses penelitian
Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan sehingga target yang diharapkan dapat tercapai.
3.2.1 Data yang Digunakan
Data yang digunakan adalah data sekunder dari gejala umum Pneumonia atau radang paru-paru dan TBC Paru-paru atau Tuberkulosis paru-paru yang diambil dari
Sumber: R. Kurniawan dan S. Hartati, Jurnal: Sistem Pendukung Keputusan Klinis , internet dan buku-buku yang mendukung tanpa menggunakan proses uji
mikroskopis, foto thoraks atau rontgen. Dalam penelitian ini, penulis juga membutuhkan data input dalam proses JST
backpropagation. Data tersebut akan digunakan sebagai data pelatihan dan juga data pengujian. Data yang digunakan dalam proses ini adalah sebagai berikut:
Universita Sumatera Utara
1. Banyaknya data yang digunakan 30 sampel data; 2. Data yang digunakan menggunakan aturan:
Terdiri dari 3dataset data kriteria Umur dan jenis kelamin, data kriteria
gejala penyakit dan data kriteria lingkungan dan kebiasaan;
Setiap dataset terdiri dari jumlah data yang berbeda;
Pelatihan menggunakan
2 algoritma,
yaitu: algoritma
JST Backpropagation dan algoritma Kohonen.
Pelatihan Algoritma JST Backpropagation melakukan pemrosesan data
secara random dan dilakukan dengan batas awal dan batas akhir sesuai dengan dataset yang digunakan, sedangkan algoritma Kohonen
digunakan untuk pembobotan awal dan hasil pembobotan tersebut dimasukkan ke algoritma Backpropagation untuk mendapatkan hasil
pelatihan;
Gambar 3.1. Skema Sistem
PEMBOBOTAN
METODE ALGORITMA KOHONEN METODE SECARA RANDOM
DATABASE
HASIL METODE SECARA RANDOM HASIL METODE SECARA KOHONEN
Universita Sumatera Utara
Data input yang digunakan : I.
Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin II. Berdasarkan gejala penyakit
III. Berdasarkan lingkungan dan kebiasaan
I. Dataset berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
Dalam penilaian ini yang menjadi tolak ukur adalah dari segi umur dan jenis kelamin pasien, keduanya berpengaruh langsung pada jenis penyakit pasien. Untuk penilaian
pasien dengan umur yang lebih tua memiliki tingkat rentan lebih tinggi dibandingkan dengan umur pasien yang relative lebih muda. Berdasarkan jenis kelamin pasien,
dimana kasus laki-laki lebih sering terjangkit kanker paru lebih besar dari pada pasien berjenis kelamin wanita. Umur dan jenis kelamin pasien dijadikan bagian dari
inputan jaringan syaraf buatan yang akan menentukan pola penyakit kanker paru, bentuk penilaian secara spesifik dapat disajikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Penilaian Kriteria identitas pasien berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Identitas pasien
SkalaKet Penilaian
UmurUsia 20 Thn
0,06 20 – 35 thn
0.07 36 – 50 thn
0.08 51 – 65 thn
0.09 65 thn
1 Jenis Kelamin
Pria 0.1
Wanita 0.05
Sumber: R. Kurniawan dan S. Hartati, Jurnal: Sistem Pendukung Keputusan Klinis
II. Penilaian kriteria gejala penyakit
Dalam penilaian kriteria gejala penyakit yang menjadi perhatian utama dalam menentukan pola penyakit paru yaitu gejala utama dari penyakit paru, penilaian
secara spesifik dapat disajikan pada Tabel 3.2.
Universita Sumatera Utara
Tabel 3.2. Penilaian Kriteria identitas pasien berdasarkan Pneumonia radang paru- paru
Gejala Penyakit SkalaNet
Penilaian Batuk
Tidak Batuk Ringan 25 ml 24 Jam
0.007 Sedang 25 -250 ml 24 Jam
0.008 Berat 250-600 ml 24 Jam
0.009 Masif 600 ml 24 Jam
0.01 Batuk yang di sertai sulit bernafas
Tidak Batuk Ringan 25 ml 24 Jam
0.008 Sedang 25 -250 ml 24 Jam
0.009 Berat 250-600 ml 24 Jam
0.01 Masif 600 ml 24 Jam
0.02 Hasil Rontgen dada menunjukkan
ada bagian yang berwarna putih- putih di bagian kiri atau kanan paru
Ya 0.08
Tidak
Terdeteksi ada bakteri atau jamur pada pengujian sampel dahak
sputum Ya
0.07 Tidak
Hasil tes darah menunjukkan peningkatan sel darah putih dengan
dominasi netrofil untuk pneumonia yang disebabkan infeksi bakteri
Ya 0.06
Tidak
Kesulitan bernapas disertai gejala sianosis sentral
Ya 0.02
Tidak Sulit Minum
Ya 0.01
Tidak Terdengar napas yang kasar, dan
jika diperiksa dengan stetoskop akan terdengar suara yang lemah.
Ya 0.01
Tidak
Sumber: R. Kurniawan dan S. Hartati, Jurnal: Sistem Pendukung Keputusan Klinis
Universita Sumatera Utara
Tabel 3.3. Penilaian Kriteria identitas pasien berdasarkan TBC Paru Gejala Penyakit
SkalaNet Penilaian
Batuk Darah Tidak batuk
Ringan 0.05
Sedang 0.06
Berat 0.07
Masif 0.08
Demam Ya
0.2 Tidak
Sesaknafas Ya
0.05 Tidak
Sakit dada persisten Ya
0.02 Tidak
Suara serakPerau Ya
0.01 Tidak
Ujung jari membesar dan terasa sakit Ya
0.01 Tidak
Berat badan menurun dan kehilangan nafsu makan
Ya 0.02
Tidak Sumber: R.Kurniawan dan S. Hartati, Jurnal: Sistem Pendukung Keputusan Klinis
III. Penilaian Kriteria Lingkungan dan Kebiasaan
Penilaian kriteria lingkungan dan kebiasaan pasien diperoleh dari faktor resiko tinggi dengan penilaian secara spesifik disajikan pada Tabel 3.4.
Universita Sumatera Utara
Tabel 3.4. Penilaian Kriteria identitas pasien berdasarkan Lingkungan dan Kebiasaan Lingkungan dan
Kebiasaan Skala
Nilai
Perokok Ya
0.1 Tidak
Lokasi T T dekat Pabrik, atau daerah polusi tinggi
Ya 0.1
Riwayat anggota keluarga penderita penyakit paru
Ya 0.1
Tidak
Sumber: R. Kurniawan dan S. Hartati, Jurnal: Sistem Pendukung Keputusan Klinis
Secara ringkas data input perancangan data dengan jaringan syaraf tiruan untuk data pelatihan dan pengujian, digunakan 20 variabel input yaitu:
X
1
: Jenis kelamin X
2
: Umur X
3
: Batuk darah X
4
: Demam X
5
: Sesak Nafas X
6
: Sakit dada persisten X
7
: Suara serakParau X
8
: Ujung jari membesar dan terasa sakit X
9
: Berat badan menurun dan kehilangan nafsu makan X
10
: Perokok X
11
: Tinggal daerah polusi tinggi X
12
: Faktor Keturunan X
13
: Batuk X
14
: Batuk yang disertai sulit bernafas X
15
: Hasil Rontgen dada menunjukkan ada bagian yang berwarna putih-putih di bagian kiri atau kanan paru
X
16
: Terdeteksi ada bakteri atau jamur pada pengujian sampel dahak sputum
Universita Sumatera Utara
X
17
: Hasil tes darah menunjukkan peningkatan sel darah putih dengan dominasi netrofil untuk pneumonia yang disebabkan infeksi bakteri
X
18
: Kesulitan bernapas disertai gejala sianosis sentral X
19
: Sulit Minum X
20
: Terdengar napas yang kasar, dan jika diperiksa dengan stetoskop akan terdengar suara yang lemah.
Data dikonversi menjadi angka nominal untuk memudahkan perhitungan algoritma. Pada setiap gejala penyakit mempunyai selang nilai berbeda-beda, dan ada sebagian
gejala lainnya hanya diberi nilai 1 untuk nilai ya ada gejala, dan 0 untuk nilai tidak tidak ada gejala. Percobaan dilakukan 2 kali, yaitu dengan algoritma
Backpropagation dan algoritma Kohonen pada JST Backpropagation.
Gambar 3.2. Langkah-langkah pelatihan JST
Untuk setiap penilaian kriteria akan di berikan bobot sesuai dengan keinginan sipembuat. Di sini untuk kriteria penilaian identitas pasien karena tidak terlalu
signifikan mempengaruhi diagnosa maka diberikan bobot 20, penilaian gejala penyakit diberikan bobot 50 penilaian diberikan bobot lebih tinggi karena
dianggap sangat mempengaruhi diagnosa secara signifikan, penilaian lingkungan dan kebiasaan pasien diberikan bobot 30 ,dan bentuk represenasi bobot sistem ini
disajikan pada tabel 3.5. Data input
JST Backpropagation
Kohonen
Universita Sumatera Utara
Tabel 3.5. Persentasi Bobot
Data set Bobot
Umur dan jenis kelamin 20
Gejala penyakit 50
Lingkungan dan kebiasaan 30
3.2.2 Data TargetOutput
Adapun data targetoutput adalah 1 menunjukkan Pola penyakit dikenali, sedangkan 0 menunjukkan Pola penyakit tidak dikenali. Data targetoutput dapat dilihat pada
tabel 3.7
Tabel 3.6. Data Target
No Keterangan
Bobot
1
Pola penyakit dikenali
1 2
Pola penyakit tidak dikenali
3.2.3 Pelatihan Data
Tahap pelatihan merupakan tahap dimana sistem akan mempelajari pola mencapai target. Pola yang ditemukan akan digunakan untuk prediksi. Agar sistem dapat
menemukan pola untuk mencapai target yang diinginkan maka sistem harus dilatih dengan bobot dan bias yang berbeda. Dalam tahap pelatihan harus dicari nilai error
yang sekecil mungkin agar hasil prediksi yang diperoleh menjadi akurat. Kesalahan pada tahap pelatihan data akan menyebabkan hasil diperoleh jauh dari yang
diharapkan.
Universita Sumatera Utara
Tabel 3.7. Data untuk Pelatihan dan Data Target
NO DATA PELATIHAN
TARGET
1 Kriteria berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
Pola Penyakit dikenali 2
Kriteria Identitas berdasarkan Gejala Pneumonia radang paru-paru
3 Kriteria Identitas berdasarkan TBC Paru-paru
atau Tuberkulosis paru-paru Pola Penyakit tidak
dikenali 4
Kriteria Identitas berdasarkan Gejala Lingkungan dan Kebiasaan
Gambar 3.3. Pelatihan Data
3.2.4. Pengujian Data
Setelah sistem dilatih maka langkah selanjutnya akan dilakukan pengujian terhadap sistem. Jika tahap pelatihan telah dilakukan dengan baik maka sistem akan cepat
menemukan target pada saat proses pengujian dilakukan. Pengujian terhadap sistem bertujuan untuk menguji sistem apakah sudah mampu menghasilkan data sesuai
dengan data yang digunakan menjadi target.
Universita Sumatera Utara
Gambar 3.4 Pola Output Pengujian Data
3.3 Analisis Data
Variabel yang digunakan dalam pengenalan pola penyakit paru pada penelitian ini terdiri dari 20 variabel input dan 1 variabel targetoutput. Variabel-variabel tersebut
diambil dari data sekunder dari gejala umum penyakit Pneumonia atau radang paru- paru dan TBC Paru-paru atau Tuberkulosis paru-paru yang diambil dari Sumber: R.
Kurniawan dan S. Hartati, Jurnal: Sistem Pendukung Keputusan Klinis , internet dan buku-buku yang mendukung tanpa menggunakan proses uji mikroskopis, foto
thoraks atau rontgen.
3.3.1 Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan
Pada permasalahan ini arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan yang digunakan adalah Jaringan Syaraf Tiruan dengan banyak lapisan multilayer dengan algoritma
Backpropagation, yang terdiri dari: a. Lapisan masukan input dengan 20 simpul x
1,
x
2
, …., x
20
. b. Lapisan tersembunyi Hidden dengan jumlah simpul ditentukan oleh
pengguna Z
1
, Z
n
. c. Lapisan keluaran Output dengan 1 simpul Y.
Universita Sumatera Utara
v
12
v
32
v
22
v
42
W
11
w
21
INPUT HIDDEN LAYER
OUTPUT
. .
. .
.
Gambar 3.5. Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan Pengenalan Pola Keterangan :
1. X
= 20 Jumlah neuron input : X1, X2, …, X20
2. Z
= 2 Jumlah hidden layer : jumlah hidden layer Z bergantung pada jumlah input
neuron. Akan tetapi umumnya jumlah hidden layer yang dipakai adalah 1 satu atau 2 dua saja, menambah jumlah hidden layer dapat menyebabkan
meningkatnya overfitting dan waktu eksekusi. 3.
Y = 1
Jumlah neuron output : umumnya aplikasi jaringan syaraf tiruan untuk memperediksi memakai 1 satu output neuron saja, yaitu : Y.
4. Fungsi aktivasi : fungsi aktivasi yang digunakan untuk menentukan output
dari neuron yang diproses. Teknik yang dipakai untuk menentukan fungsi
X
1
X
2
X
3
X
4
X
20
Y
Z
2
Z
1
Universita Sumatera Utara
aktivasi yang baik adalah percobaan. Kriteria penentu yang dipakai untuk menentukan fungsi aktivasi adalah kemampuannya untuk mempercepat fase
pembelajaran dan meningkatkan keakuratan dari jaringan syaraf. Fungsi aktivasi yang umumnya digunakan adalah sigmoid.
5. Learning rate
α = 0,01 Laju Pembelajaran learning rate α : belum ada aturan yang pasti mengenai
laju pembelajaran. Tetapi nilai α yang terlalu besar menyebabkan meningkatnya kecepatan dalam menemukan nilai performansi error yang
diinginkan, namun memungkinkan untuk terjadi overshoot. Sebaliknya nilai α yang terlalu kecil menyebabkan pelatihan yang lambat. Secara umum, nilai
optimal dari α tergantung dari masalah yang sedang diselesaikan. Seperti yang telah diketahui bahwa backpropagation berdasarkan pada penurunan
error. Penurunan error ini merupakan metode yang cukup efisien untuk mendapatkan nilai bobot yang menghasilkan error minimum.
6. Error maximum
= 0,001 Perhitungan error : untuk membandingkan hasil output dengan target output
untuk setiap inputan diperlukan perhitungan nilai error. Perhitungan error ini selain dapat menentukan bahwa hasil benar atau salah, juga dapat
menentukan derajat kebenaran atau kesalahan. Fungsi error yang umumnya digunakan adalah Mean Square Error MSE. MSE merupakan rata-rata
kuadrat dari selisih antara output jaringan dengan output target. Mean Absolute Error MAE merupakan perhitungan error yang biasa digunakan
karena merupakan hasil absolute dari selisih antara nilai hasil sistem dengan nilai aktual, tujuan utamanya adalah untuk memperoleh nilai error yang
sekecil-kecilnya dengan secara iterative mengganti nilai bobot yang terhubung pada semua neuron. Untuk mengatahui seberapa banyak bobot
harus diganti, setiap iterasi memerlukan perhitungan error yang berasosiasi dengan tiap neuron pada output dan hidden layer.
Universita Sumatera Utara
Rumus dari MSE dan MAE adalah sebagai berikut :
∑
− =
m n
n MAE
d c
| |
m n
n MSE
d c
∑
− =
2
7. Jumlah Data Training
= 30 8.
Epoch Maximum = 1500
9. Momentum = 1
Tujuan menggunakan momentum pada JST dalam perubahan perhitungan perubahan bobot adalah untuk melancarkan pelatihan dan mencegah agar bobot tidak berhenti
disebuah nilai yang belum optimal. Jaringan saraf yang akan dibangun adalah algoritma propagasi balik
Backpropagation dengan fungsi aktivasi Sigmoid. Fungsi aktivasi dalam jaringan syaraf tiruan dipakai untuk proses perhitungan terhadap nilai aktual output pada
hidden layer dan menghitung nilai aktual output pada output layer. Dalam pelatihan ataupun pembentukan jaringan syaraf tiruan yang perlu
dilakukan pertama kali adalah inisialisasi bobot awal. Di mana bobot awal ini akan menghubungkan simpul-simpul pada lapisan input dan juga lapisan tersembunyi
hidden layer. Bobot awal pada algoritma di atas adalah v= v11, v12, v21, v22, v31, v32, v41, v42, …. , v201 dan v202, sedangkan bobot biasnya dipilih secara acak
pada simpul-simpul lapisan tersembunyi hidden layer dan lapisan output dipilih secara acak.
Berikut tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam pengguna algoritma propagasi balik dengan fungsi aktivasi sigmoid. Tahapan yang harus dilakukan
adalah sebagai berikut: 1. Inisialisasi initialization, merupakan tahap di mana variabel-variabel nilai
akan diset atau didefinisikan terlebih dahulu, misalnya seperti : nilai data input, weight, nilai output yang diharapkan, learning rate dan nilai-nilai data
lainnya. 2. Aktivasi activation, merupakan proses perhitungan terhadap nilai aktual
output pada hidden layer dan menghitung nilai actual output pada output layer.
Universita Sumatera Utara
3. Weight Training, merupakan proses perhitungan nilai error gradient pada output layer dan menghitung nilai error gradient pada hidden layer.
Iteration, merupakan tahap akhir dalam penggujian, dimana jika masih terjadi error yang diharapkan belum ditemukan maka kembali pada tahap aktivasi activation.
3.3.2 Perancangan Skema Sistem
Adapun perancangan skema yang dilakukan dalam tesis ini dapat dilihat pada gambar 3.6 Pembobotan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu cara random dan
metode algoritma kohonen. Setelah dilakukan pembobotan bobot disimpan dalam database.
Pada tahap selanjutnya dilakukan proses pelatihan dan pengujian pada data dalam database, sehingga diperoleh hasil pengenalan pola dengan bobot awal
menggunakan random dan pembobotan awal menggunakan algoritma kohonen.
Gambar 3.6. Skema Sistem
3.3.3. Algoritma Backpropagation
Metode backpropagation ini merupakan metode pembelajaran lanjut yang dikembangkan dari aturan perceptron. Algoritma pelatihan backpropagation pada
dasarnya terdiri dari tahapan-tahapan, yaitu: 1. Inisialisasi bobot ditentukan oleh bilangan acak yang kecil, antara 0
sampai1 2. Selama kondisi berhenti tidak terpenuhi, lakukan langkah 4 sampai 10
PEMBOBOTAN
METODE SECARA ACAK METODE KOHONEN
DATABASE
HASIL METODE SECARA ACAK HASIL METODE KOHONEN
Universita Sumatera Utara
3. untuk setiap pasangan vektor pelatihan, lakukan langkah 4 sampai langkah 8.
Feedforward: Pembelajaran pada layer 1
Langkah 3 : Setiap neuron masukan Xi i= 1…n menerima sinyal masukan xi dan menyebarkannya ke semua neuron pada lapis tersembunyi.
Langkah 4 : Setiap neuron pada lapis tersembunyi Zj, j=1…p menjumlahkan bobot-bobot sinyal masukan,
∑
=
=
n i
ij i
j
v x
in z
1
_
dan menerapkannya pada fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal keluarannya,
_
j j
in z
f z
=
dan mengirim sinyal ini ke semua neuron pada lapis keluaran Langkah 5: Setiap neuron keluaran Yk, k=1…m menjumlahkan bobot sinyal yang
masuk,
∑
=
=
p j
jk j
k
w z
in y
1
_ dan mengaplikasikan fungsi aktivasinya untuk menghitung sinyal yang akan
dikeluarkannya
_
k k
in y
f y
=
Backpropagasi error
Langkah 6 : Setiap neuron keluaran Yk, k=1…m menerima sebuah pola target yang berhubungan dengan pola masukan pelatihan dan menghitung kesalahan
informasi dengan mengalikan dengan turunan fungsi aktivasinya
_
k k
k k
in y
f y
t −
= δ
menghitung koreksi bobot yang akan digunakan untuk memperbaiki wjk nanti,
j k
jk
z w
αδ =
∆
dan mengirim k ke neuron lapis tersembunyi. Langkah 7 : Setiap neuron tersembunyi Zj, j=1…p menjumlahkan bobot setiap
neuron yang yang telah dikali dengan kesalahan informasinya,
Universita Sumatera Utara
∑
=
=
m k
jk k
j
w in
1
_ δ
δ
Langkah 7 lanjutan : mengalikan dengan turunan fungsi aktivasinya untuk menghitung kesalahan informasinya,
_ _
j j
j
in z
f in
δ δ =
menghitung koreksi bobotnya yang akan digunakan untuk memperbaiki Vij nanti
i j
ij
x v
αδ =
∆
Perbaiki bobot untuk proses selanjutnya. Langkah 8
: Setiap neuron keluaran Yk, k=1…m memperbaiki bobotnya j=0…p
jk jk
jk
w old
w new
w ∆
+ =
Setiap neuron tersembunyi Zj, j=1…p memperbaiki bobotnya
ij ij
ij
v old
v new
v ∆
+ =
Langkah 9 : Lakukan pengujian kondisi henti.
Dimana : n
c
: nilai output dari neuron jaringan syaraf n
d
: nilai target hasil yang dicapai m
: jumlah output dari neuron
3.3.4 Algoritma Kohonen
Prinsip kerja dari algoritma SOM adalah pengurangan node-node tetangganya neighbor, sehingga pada akhirnya hanya ada satu node output yang terpilih winner
node. Pertama kali yang dilakukan adalah melakukan inisialisasi bobot untuk tiap- tiap node dengan nilai random. Setelah diberikan bobot random, maka jaringan
diberi input sejumlah dimensi nodeneuron input. Setelah input diterima jaringan, maka jaringan mulai melakukan perhitungan jarak vektor yang didapatkan dengan
menjumlah selisihjarak antara vektor input dengan vektor bobot. Secara matematis dirumuskan :
dj = xi t -wij t2
Universita Sumatera Utara
Langkah-langkah Algoritma Kohonen Berikut merupakan langkah-langkah algoritma Kohonen :
Langkah 0 : Inisialisasi bobot : Wij
Set parameter-parameter tetangga Set parameter learning rate
Langkah 1 : Kerjakan jika kondisi berhenti bernilai FALSE
a. Untuk setiap vektor input x, kerjakan :
• Untuk setiap j, hitung :
bobot
i
= ∑
i
W
ij
– X
i 2
• Bandingkan bobot
i
untuk mencari bobot terkecil •
Untuk boboti terkecil, ambil Wij lama untuk mendapatkan : Wijbaru = Wijlama + α xi – Wijlama
b. Perbaiki learning rate
α baru = 0,5 α c.
Kurangi radius ketetanggaan pada waktu-waktu tertentu, dengan cara meng- update nilai bobot
i
d. Tes kondisi berhenti min error atau maxepoch terpenuhi.
Dalam bentuk program :
RUMUS KOHONENuntukpembobotan Dim MaxEpoch AsInteger = epoch
Dim n AsInteger Bobot1 = 0.1 : Bobot3 = 0.1
Bobot2 = 0.1 : Bobot4 = 0.1 n = 0
Do n = n + 1
For i AsInteger = 1 To 20 MsgBoxData ke= i
Jb1 = Bobot1 - Xi, 1 2 Jb2 = Bobot2 - Xi, 1 2
Jb3 = Bobot3 - Xi, 1 2 Jb4 = Bobot4 - Xi, 1 2
MsgBoxJb1 Jb1 = RoundJb1, 5
Jb2 = RoundJb2, 5 Jb3 = RoundJb3, 5
Jb4 = RoundJb4, 5
If Jb1 Jb2 Or Jb1 = Jb2 Then If Jb1 Jb3 Or Jb1 = Jb3 Then
Bobot1 = Bobot1 + Alpha Xi, 1 - Bobot1
Universita Sumatera Utara
Bobot1 = RoundBobot1, 5 Else
Bobot3 = Bobot3 + Alpha Xi, 1 - Bobot3 Bobot3 = RoundBobot3, 5
EndIf ElseIf Jb2 Jb3 Or Jb2 = Jb3 Then
If Jb2 Jb4 Or Jb2 = Jb4 Then Bobot2 = Bobot2 + Alpha Xi, 1 - Bobot2
Bobot2 = RoundBobot2, 5 Else
Bobot4 = Bobot4 + Alpha Xi, 1 - Bobot4 Bobot4 = RoundBobot4, 5
EndIf ElseIf Jb3 Jb4 Or Jb3 = Jb4 Then
If Jb3 Jb1 Or Jb3 = Jb1 Then Bobot3 = Bobot3 + Alpha Xi, 1 - Bobot3
Bobot3 = RoundBobot3, 5 EndIf
EndIf Next i
LoopUntil n = MaxEpoch Bobot1 = RoundBobot1, 5
Bobot2 = RoundBobot2, 5 Bobot3 = RoundBobot3, 5
Bobot4 = RoundBobot4, 5
W1 = Bobot1 W2 = Bobot2
W3 = Bobot3 W4 = Bobot4
End if
Bobot yang telah dihasilkan dari pencarian menggunakan algoritma Kohonen, maka akan di lanjutkan dengan dimasukkan ke algoritma
Backpropagation. Dan pada tahap pengujian bobot yang diperoleh akan digunakan untuk menguji sistem, apakah sistem sudah dapat menemukan target. Pengujian
dilakukan sampai diperoleh error paling rendah atau yang mendekati target. Bobot dan semua variabel yang digunakan pada saat pengujian akan digunakan. Jika
persentase keakuratan pada tahap pengujian tinggi maka keakuratan hasil juga akan tinggi.
Universita Sumatera Utara
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pendahuluan
Pada bab ini, penulis melakukan uji coba algoritma Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation untuk mengenali pola suatu penyakit paru dengan menggunakan
bahasa pemrograman Visual basic 2010. Pada penelitian ini akan ditampilkan hasil pelatihan dari 3 buah data set serta hasil pengujian dari sebuah dataset. Adapun uji
coba yang penulis lakukan menggunakan komputer dengan spesifikasi hardware sebagai berikut :
1. Processor Intel Pentium Core i5
2. RAM 2GB
3. Harddisk 500 GB
4. Monitor dengan resolusi 1024 x 768 pixel 32 bit color
4.2. Hasil Analisis
Program yang sudah dirancang maka akan mengimplementasikan program. Adapun hasil implementasi dari program untuk pengenalan pola adalah sebagai berikut:
4.2.1. Pembobotan Awal
Untuk melakukan training terhadap data maka jumlah hidden layer, harus diisi terlebih dahulu. Untuk inisialisasi bobot awal dapat dipilih metode Kohonen, jika
tidak dipilih maka sistem akan melakukan pembobotan secara random menggunakan algoritma backpropagation.
Untuk menghentikan program maka terdapat 2 cara yang dapat digunakan yaitu dengan menentukan Epoch dan bobot error telah
tercapai. Sebelum pengisian data maka pembobotan dan pengisian konstanta
dilakukan terlebih dahulu. Pada tahap pembobotan akan dihitung bobot dan bias yang akan digunakan untuk pelatihan.
Universita Sumatera Utara