Tinjauan Hukum Atas Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Sebagai Upaya Pencegahan Korupsi di Indonesia Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantas

(1)

TINJAUAN HUKUM ATAS PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP

PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI SEBAGAI UPAYA

PENCEGAHAN KORUPSI DI INDONESIA DIKAITKAN DENGAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN

ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

LEGAL REVIEW OF CRIMINAL PUNISHMENT ON THE CORRUPTION

AS A BUSINESS CRIME PREVENTION OF CORRUPTION EFFORTS IN

INDONESIA ASSOCIATED WITH LAW NUMBER 20 OF 2001 TO

AMEND THE LAW NUMBER 31 OF 1999 ON CORRUPTION

ERADICATION

Dosen Pembimbing : Hetty Hassanah S.H., M.H.

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Sidang Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Program Strata 1 Program Studi

Ilmu Hukum

Oleh :

Maychal Saut Siburian

31609016

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

iv

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN

KATA PENGANTAR ...

i

DAFTAR ISI ...

iv

DAFTAR LAMPIRAN ...

vi

Abstrak ...

vii

Abstract ... viii

BAB I

PENDAHULUAN ...

1

A. Latar Belakang Masalah ...

1

B. Identifikasi Masalah ...

6

C. Tujuan Penelitian ...

7

D. Kegunaan Penelitian ...

7

E. Kerangka Pemikiran ...

8

F. Metodologi Penelitian ...

16

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA KORUPSI DAN

SANKSI PIDANA ...

20

A. Tinjauan Teori Hukum Pidana ...

20

B. Aspek Hukum Tindak Pidana Korupsi...

33

BAB III

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK

PIDANA KORUPSI DI INDONESIA ...

58

A. Penerapan Sanksi Tindak Pidana Korupsi di Indonesia...

58

B. Putusan Nomor: 54/Pid.B/TPK/2012/PN.JKT.PST terdakwa

Angelina Patricia Pingkan Sondakh ...

66


(3)

v

BAB IV

TINJAUAN ATAS PENERAPAN SANKSI TERHADAP PELAKU

TINDAK PIDANA KORUPSI SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN

KORUPSI DI INDONESIA...

71

A. Tinjauan Hukum Mengenai Pengaruh Penerapan Sanksi Tindak

Pidana Korupsi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ...

71

B. Tindakan yang dapat ditempuh Sebagai Upaya Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia ...

81

BAB V

PENUTUP ...

93

A. Simpulan ...

93

B. Saran ...

95

DAFTAR PUSTAKA ...

96

LAMPIRAN


(4)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat, rahmat serta karunia-NYA, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan

penulisan ini dengan judul:

TINJAUAN HUKUM ATAS PENGARUH

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA

KORUPSI SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KORUPSI DI INDONESIA

DIKAITKAN

DENGAN

UNDANG-UNDANG

NOMOR

20

TAHUN

2001

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999

TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Penulisan ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna

memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Komputer

Indonesia, Bandung. Peneliti sangat menyadari bahwa dalam penulisan ini masih

jauh dari sempurna, dan banyak kekurangan baik dalam metode penulisan, dari

segi penggunaan tata bahasa maupun dalam pembahasan materi. Semua ini

dikarenakan keterbatasan kemampuan peneliti oleh karena itu, peneliti

mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun kepada peneliti, yang

dikemudian hari peneliti dapat memperbaiki segala kekuranganya. Selama

penulisan ini, peneliti selalu mendapatkan dukungan, bimbingan, dorongan, serta

semangat dari semua pihak yang telah membantu peneliti. Oleh karena itu

Peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang

tua ku yang selalu memberikan dukungan selama peneliti menjalani perkuliahan

dan sampai pada akhirnya dapat menyelesaikan penulisan ini. Peneliti juga

mengucapkan banyak terimakasih kepada pembimbing yang terhormat, yakni


(5)

ii

meluangkan waktunya, tenaga dan pikirannya untuk membimbing peneliti dalam

penulisan ini. Selain itu peneliti juga ingin mengucapkan banyak rasa terima

kasih kepada:

1. Yth. Bapak Dr. Ir. Eddy Suryanto Soegoto, M.Sc, selaku Rektor Universitas

Komputer Indonesia;

2. Yth. Ibu Prof. Dr. Hj. Umi Narimawati, Dra. S.E. M. Si., selaku Wakil Rektor

Bidang Akademik Universitas Komputer Indonesia;

3. Yth. Ibu Prof. Dr. Hj. Ria Ratna Ariawati, S.E., M.S, AK., selaku Wakil Rektor

Bidang Administrasi dan Keuangan Universitas Komputer Indonesia;

4. Yth. Prof. Dr. Hj. Aelina Surya, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan

Universitas Komputer Indonesia;

5. Yth. Ibu Prof. Dr. Hj. Mien Rukmini, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Komputer Indonesia;

6. Yth. Ibu Arinita Sandria, S.H., M.Hum., selaku Dosen Fakultas Hukum

Universitas Komputer Indonesia;

7. Yth. Ibu Rahmani Puspitadewi, S.H., M.Hum., selaku Dosen Fakultas Hukum

Universitas Komputer Indonesia;

8. Yth. Ibu Febilita Wulansari, S.H., selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas

Komputer Indonesia;

9. Yth. Bapak Dwi Iman Muthaqin, S.H., M.H., selaku Dosen Fakultas Hukum

Universitas Komputer Indonesia;

10. Yth Ibu Yani Brilyani Tivipah, S.H., M.H., selaku Dosen Fakultas Hukum

Universitas Komputer Indonesia;

11. Yth Ibu Muntadhiroh Alchujjah, S.H., LLM., selaku Dosen Fakultas Hukum


(6)

iii

12. Yth. Ibu Rika Rosilawati R, A.Md., selaku Staf Sekretariat Fakultas Hukum

Universitas Komputer Indonesia;

13. Yth. Bapak Wahdi Suwardi (Pak Murai), selaku Pegawai di lingkungan

Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

14. Seluruh Staf Dosen dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Komputer

Indonesia;

Terima kasih Kepada adik-adikku yang selalu mendukung dan memberi

semangat dalam pelaksanaan penulisan ini. Buat teman-teman fakultas Hukum,

Rani, Andi, Firdausi, dan teman-teman yang lainnya seperti Indah, Franky, Daun,

Fajar yang selalu memberikan masukan dan spirit dalam penulisan ini;

Dengan demikian peneliti mengucapkan rasa terima kasih kepada semua

pihak yang peneliti sebutkan, dan apabila ada yang tidak tersebutkan peneliti

mohon maaf, dengan besar harapan semoga Tulisan ini dapat bermanfaat

khususnya bagi peneliti sendiri dan umumnya bagi pembaca. Bagi para pihak

yang telah membantu dalam penulisan ini, semoga segala amal dan kebaikannya

mendapatkan berkat yang berlimpah dari Tuhan Yang Maha Esa, Amin.

Bandung, Juli 2013


(7)

96

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Dahlan Thaib,

Teori Hukum dan Konstitusi

, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

1999.

Efi Laila Kholis,

Pembayaran Uang Pengganti dalam Perkara Korupsi

, Solusi

Publishing, Jakarta 2010.

Evi Hartanti,

Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika

, Jakarta, 2005.

H. R. Otje S, Soemadiningrat dan Anthon Freddy Susanto.

Teori Hukum

Mengingat, Mengumpulkan, dan Membuka Kembali

, Refika Aditama,

Bandung, 2010.

___________________________,

Filsafat Hukum –

Perkembangan dan

Dinamika Masalah

, Refika Aditama, Bandung, 2010.

Lamintang,

Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia

, Citra Aditya Bakti, Bandung,

1997.

Leden Marpaung,

Tindak Pidana Korupsi Pemberantasan dan Pencegahan

, Bina

Grafika, Jakarta, 2001.

Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Masyarakat IV Pembinaan Hukum Nasional,

Bina Cipta, Bandung, 1976

S.R Sianturi,

Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapa

nnya, Cet. 4,

Percetakan BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1996.

,

Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya

,

Alumni AHM-PTHM, Jakarta, 1982.

Satochid Kartanegara,

Hukum Pidana Bagian Satu

, Balai Lektur Mahasiswa,

Jakarta, 2006.

Soedijono

Dirdjosisworo,

Fungsi

Perundang-Undangan

Pidana

Dalam

Penanggulangan Korupsi Di Indonesia

, Sinar Baru, Bandung, 2000.

Surachmin dan Suhadi Cahaya,

Strategi dan Teknik Korupsi Mengetahui Untuk

Mencegah

, Sinar Grafika. Jakarta, 2011.

Peraturan Perundang-Undangan :

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


(8)

97

Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang

Bersih Dan Bebas Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme.

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara Yang

Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan United Nations

Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan

Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009 2009 Tentang

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

Situs :

http://id.wikipedia.org

http://nasional.kompas.com

http://news.liputan6.com

http://politik.news.viva.co.id

http://www.detik .com

http://www.hukum-online .com

http://www.republika.co.id

http://www.suaramerdeka.com

http://www.tindakpidanakorupsi.org

http://definisipengertian.com.

http://www.indonesiamedia.com

http://politik.news.viva.co.id

http://nasional.sindonews.com


(9)

98

Jurnal :

E.Z.Leasa.

Penerapan Sanksi Pidana dan Sanksi Tindakan (Double Track

System) Dalam Kebijakan Legislasi,

Jurnal Sasi Vol. 16 No. 4 Bulan Oktober –

Desember 2010,


(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Korupsi di negara Indonesia menjadi fenomena yang telah merusak

sendi-sendi kehidupan masyarakat dan negara. Tindak pidana korupsi di

Indonesia telah masuk dalam kategori membahayakan. Persoalan bangsa

yang bersifat darurat yang dihadapi negara Indonesia dari masa ke masa

dengan rentang waktu yang relatif lama belum dapat terselesaikan dengan

baik, tetap saja para pelaku tindak pidana korupsi hadir di negeri ini sebagai

penjajah yang menjadi musuh seluruh elemen masyarakat. Para penegak

hukum diharapkan dapat membantu mengurangi jumlah para korupsi

dengan melakukan penegakan hukum yang represif.

Asas negara Indonesia sebagai hukum yang tercantum dalam

Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan Negara Indonesia berdasarkan

atas hukum (

rechtsstaat

) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka

(

machtestaat

) pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi/hukum dasar

tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).

1

Hukum sebagai norma merupakan petunjuk untuk kehidupan

manusia dalam masyarakat, hukum menunjukkan mana yang baik dan mana

yang buruk, hukum juga memberi petunjuk, sehingga segala sesuatunya

berjalan tertib dan teratur.

2

Hukum memiliki sifat memaksa sehingga hukum

tersebut ditaati anggota masyarakat. Hukum yang mengatur mengenai

1

http://najiyah-rizqi-maulidiyah-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-78872-PPKN- Indonesia Sebagai Negara Hukum, diakses pada tanggal 20 Maret 2013 Pukul 18.45 WIB.

2

http://nasional.sindonews.com/read/2012/09/11/18/671666/hukum-sebagai-kaidah-moral-sosial, diakses pada tanggal 20 Maret 2013 Pukul 19.01 WIB.


(11)

2

korupsi juga bersifat memaksa dan mengikat. Aturan mengenai korupsi di

Indonesia sudah mengalami beberapa perubahan, hal tersebut dilakukan

sebagai wujud dan upaya pemerintah untuk melakukan perubahan sebagai

terobosan baru seiring dengan semakin banyaknya para penjahat kerah

putih

(white collar crime)

di Indonesia.

3

Tahap perkembangan kasus korupsi di Indonesia sudah dimulai sejak

era orde lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat mungkin pada

tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24 Prp 1960

tentang Pengusutan,Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi

yang diikuti dengan dilaksanakannya “Operasi Budhi” dan Pembentukan Tim

Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228

Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan

hasil nyata.

4

Pada era orde baru, muncul Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971

dengan “Operasi Tertib” yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan

Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek,

modus operandi korupsi semakin canggih dan rumit sehingga

Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya

sudah cukup banyak dan sistematis. Korupsi di Indonesia semakin banyak

sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan,

3

http://www.indonesiamedia.com/2011/02/02/banalisasi-korupsi/, diakses pada tanggal 26 Maret 2013, Pukul 21.00 WIB

4

http://politik.news.viva.co.id/news/read/1427-kandasnya_operasi_budhi, diakses pada tanggal 26 Maret 2013, Pukul 21.11 WIB


(12)

3

dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan

reformasi yang menumbangkan rezim orde baru menuntut antara lain

ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi dan

Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam

Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor 28 Tahun

1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.

Semakin

berkembangnya

tindak

pidana

korupsi

membuat

pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di Indonesia menjadi terhambat

dan membuat masyarakat serta pemerintah resah. Lahirnya Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

dirasakan perlu adanya penyempurnaan. Pemerintah selanjutnya melahirkan

Undang Nomor 20 Tahun 2001 sebagai perubahan atas

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

Langkah awal dan mendasar untuk menghadapi dan memberantas

segala bentuk korupsi adalah dengan memperkuat landasan hukum yang

salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang dirubah

dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diharapkan dapat mendukung

pembentukan pemerintahan yang bersih serta bebas korupsi, kolusi dan

nepotisme. Perlu adanya kesamaan visi, misi dan persepsi aparatur penegak

hukum dalam penanggulangan korupsi di Indonesia. Kesamaan visi, misi

dan persepsi tersebut harus sejalan dengan tuntutan hati nurani rakyat yang

menghendaki terwujudnya penyelengara negara yang mampu menjalankan

tugas dan fungsinya secara efektif, efisien, bebas dari korupsi. Upaya


(13)

4

pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pemerintah

melalui badan negara sebagai upaya pemberantasan korupsi yaitu Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai saat ini masih terus bergulir,

walaupun berbagai strategi telah dilakukan, namun tindak pidana korupsi

tetap saja ada di dalam sektor kehidupan. Beberapa kalangan berpendapat

bahwa terpuruknya perekonomian Indonesia dalam beberapa tahun terakhir

ini, salah satu penyebabnya adalah korupsi yang telah masuk ke seluruh

bagian kehidupan manusia, tidak saja di birokrasi atau pemerintahan tetapi

juga telah masuk ke dalam korporasi.

5

Fenomena mengenai budaya korupsi di negeri ini sedang merajalela.

Korupsi tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara negara, antar

penyelenggara negara, tetapi juga melibatkan pihak lain seperti keluarga,

kroni dan para pengusaha, sehingga merusak sendi-sendi kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yang dapat membahayakan

eksistensi atas fungsi penyelenggaraan negara. Contoh kasus korupsi dalam

hal ini adalah Muhammad Nazarudin salah satu anggota Dewan Perwakilan

Rakyat dan juga sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat ditetapkan oleh

Komisis Pemberantasan Korupsi sebagai terdakwa atas kasus dugaan suap

wisma atlit SEA games 2012, Angelina Sondakh terkait kasus dugaan

menerima suap pembahasan proyek di Kementerian Pendidikan Nasional

dan

Kementerian

Pemuda

dan

Olahraga.

Selanjutnya

terhadap

penyelenggara negara yaitu Andi Malarangeng yang menjabat sebagai

Menteri Pemuda dan Olahraga dan juga sebagai anggota partai Demokrat

yang terjerat dalam kasus korupsi atas dugaan suap proyek Hambalang.

5

Nyoman Serikat Putra Jaya, Beberapa Pemikiran Ke Arah Pengembangn Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hlm. 72.


(14)

5

Baru-baru ini masyarakat dikejutkan dengan rentetan kasus korupsi yang

terjadi di negeri ini seperti kasus Anas Urbaningrum. Lembaga Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari Jumat 22 Februari 2013 lalu telah

menetapkan mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum

sebagai tersangka pada kasus dugaan pemberian hadiah dan janji terkait

proyek pembangunan pusat sarana dan prasarana olahraga Hambalang,

Bogor, Jawa Barat

6

.

Menurut laporan hasil survei lembaga Transparansi Internasional (TI)

yang berkedudukan di Berlin, Jerman melalui situs resmi TI, Indonesia

dilaporkan mendapat nilai 32. Nilai angka 0 merupakan nilai untuk negara

terkorup dan angka 100 merupakan nilai sebagai negara terbersih. Survei

tersebut dilakukan terhadap 176 negara di seluruh dunia. Indeks tingkat

korupsi di Indonesia dilaporkan naik dari peringkat 100 menjadi 118 pada

2012. Peringkat korupsi Indonesia 2012 tersebut lebih buruk dari negara

Asia Tenggara lainnya. Tingkat korupsi Malaysia berada di peringkat 54

dengan nilai 49. Adapun, Thailand dan Filipina menduduki peringkat negara

terkorup di posisi masing-masing 88 dan 105. Singapura menjadi negara

Asia dengan tingkat korupsi paling baik. Tingkat korupsi Singapura berada

dalam posisi 5, mengalahkan negara Asia Timur seperti Cina dan Jepang

yang masing-masing menduduki peringkat 80 dan 17.

7

Melihat fenomena mengenai tindak pidana korupsi di atas, kemudian

membuat stigma masyarakat menjadi buruk. Pandangan masyarakat

terhadap upaya penegakan hukum dapat dikatakan belum tepat. Sanksi

yang diberikan terhadap pelaku tindak pidana korupsi belum bisa membuat

6

http://news.liputan6.com, diakses pada tanggal 5 Maret 2013 Pukul 09:21 WIB

7

http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/12/12/05/mek2mn-tingkat-korupsi-naik-ri-jawara-di-asia, diakses pada tanggal 20 Maret 2013 pada pukul 11.12 WIB


(15)

6

takut para koruptor berikutnya untuk melakukan tindak pidana korupsi.

Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah dirasakan belum cukup

membuat para penyelenggara negara mengurungkan niat untuk melakukan

Korupsi. Sanksi pidana yang diberikan terhadap pelaku tindak pidana

korupsi tidak mampu merubah angka jumlah korupsi di Indonesia. Oleh

karena itu penulis tertarik untuk meneliti serta melakukan analisa berkaitan

dengan permasalahan di atas dengan judul :

“TINJAUAN HUKUM ATAS

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA

KORUPSI SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KORUPSI DI INDONESIA

DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN

1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI”.

B.

Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah yang akan penulis bahas dalam penulisan

hukum ini, yaitu :

1. Bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak

pidana korupsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi?

2. Tindakan

apa

yang

dapat

ditempuh

sebagai

upaya

pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia?


(16)

7

C.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana penerapan sanksi

pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia

berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

2. Untuk mengetahui dan memahami tindakan yang dapat ditempuh

terhadap

pelaku

tindak

pidana

korupsi

sepagai

upaya

pemberantasan korupsi di Indonesia.

D.

Kegunaan Penelitian

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik

secara teoritis maupun praktis, yaitu antara lain:

1. Secara Teoritis, Penulisan skripsi ini diharapkan dapat

memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan ilmu

hukum pada umumnya khususnya hukum pidana serta tindakan

hukum yang dapat dilakukan terhadap pelaku tindak pidana

korupsi sebagai pencegahan dalam upaya pemberantasan tindak

pidana korupsi di Indonesia.

2. Secara praktis, penulisan ini dapat bermanfaat bagi pemerintah

maupun masyarakat sebagai bahan pertimbangan untuk

melakukan penegakan hukum.


(17)

8

E.

Kerangka Pemikiran

Pancasila adalah sebagai dasar hukum tertinggi dari segala jenis

hukum Indonesia. Pancasila yang terdiri dari lima sila. Pancasila secara

substansial merupakan konsep yang luhur dan murni; luhur, karena

mencerminkan nilai-nilai bangsa yang diwariskan turun menurun dan

abstrak. Murni karena kedalamaan substansi yang menyangkut beberapa

aspek pokok, baik agamis, ekonomi, ketahanan, sosial dan budaya yang

memiliki corak partikular.

8

Indonesia merupakan Negara hukum berdasarkan Pancasila yang

bertujuan untuk menciptakan ketertiban umum dan masyarakat adil dan

makmur secara spiritual dan materil. Menurut John Stuart Mill, keadilan

bersumber pada naluri manusia untuk menolak dan membalas kerusakan

yang diderita, baik oleh diri sendiri maupun oleh siapa saja yang

mendapatkan simpati dari kita. Perasaan keadilan akan memberontak

terhadap kerusakan, penderitaan, hakikat keadilan, dengan demikian

mencakup semua persyaratan moral yang hakiki bagi kesejahteraan umat

manusia.

9

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat yang

menyebutkan bahwa:

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah

Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia

dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum,...”.

8

Otje S. Soemadiningrat dan Anthon Freddy Susanto, Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan, dan Membuka Kembali, Refika Aditama, Bandung, 2010, hlm. 158.

9

Otje S. Soemadiningrat, Filsafat Hukum – Perkembangan dan Dinamika Masalah, Refika Aditama, Bandung, 2010, hlm. 66.


(18)

9

Amanat dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar

1945 tersebut memuat tujuan negara

yang merupakan

keharusan

pemerintah untuk tidak hanya menjalankan tugas pemerintahan saja,

melainkan juga mensejahterakan masyarakat melalui pembangunan

nasional. Pemberantasan korupsi tentu dapat menjadi salah satu upaya

untuk mensejahterakan masyarakat.

Salah satu ciri negara hukum adalah adanya konstitusi atau

Undang-Undang Dasar. Menurut Sri Soemantri, tidak ada satupun negara di

dunia yang tidak mempunyai konstitusi. Negara dan konstitusi bagaikan dua

sisi mata uang, merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu

sama lain.

10

Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar hukum atau

konstitusi dari negara Indonesia. Ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Dasar 1945 menegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara

hukum, maka setiap peristiwa hukum yang terjadi di Indonesia harus diatur

oleh peraturan perundang-undangan agar tidak terjadi kekosongan hukum

dan terciptanya kepastian hukum.

Tujuan Hukum itu sendiri pada dasarnya adalah memberikan

kesejahteraan bagi masyarakat, sebagaimana disebutkan dalam teori

Jeremy Betham sebagai teori pendukung teori kegunaan yang menjelaskan

tujuan hukum pada dasarnya adalah memberikan kesejahteraan bagi

masyarakat

“The Great Happines For The Greats Number”.

11

Berdasarkan

teori tersebut Pemerintah dalam hal ini negara Indonesia harus melindungi

setiap warganegaranya.

10

Dahlan Thaib, Teori Hukum dan Konstitusi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hlm. 33.

11


(19)

10

Undang-Undang Nomor

17

tahun

2007 tentang

Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 merupakan

kelanjutan dari pembangunan sebelumnya untuk mencapai tujuan

pembangunan nasional. Visi pembangunan nasional Indonesia tahun

2005-2025 adalah Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur.

Pembangunan nasional memiliki 8 (delapan) misi, yaitu :

1. Mewujudkan masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, beretika,

berbudi dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.

2. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.

3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum.

4. Mewujudkan Indonesia aman, damai dan bersatu.

5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan.

6. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari.

7. Mewujudkan Indonesia menjadi Negara kepulauan yang mandiri, maju,

kuat dan berbasiskan kepentingan nasional.

8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia

internasional.

Pelaksanaan pembangunan jangka panjang dengan menjalankan 8

(delapan) misi di atas tentu akan tercapai Indonesia yang mandiri, maju, adil

dan makmur. Melihat masih banyaknya para pelaku tindak pidana korupsi di

Indonesia tentu ini menjadi kendala untuk mencapai visi Indonesia yang

mandiri, maju, adil dan makmur. Upaya mewujudkan masyarakat Indonesia

yang adil, makmur, dan sejahtera tersebut, perlu secara terus menerus

ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan pemberantasan tindak pidana

pada umumnya serta tindak pidana korupsi pada khususnya. Selanjutnya


(20)

11

perlu dilakukan upaya serta terobosan baru untuk menghadapi para pelaku

tindak pidana korupsi sehingga nantinya tercapai 8 (delapan) misi tersebut.

Sistem yang demokratis harus disertai dengan tegaknya

rule of law

,

oleh karena itu agenda penegakan hukum masih merupakan agenda yang

penting dalam periode 2010-2014. Wujud dari penegakan hukum adalah

munculnya kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia, karena

Indonesia merupakan negara hukum.

Definisi Hukum pada dasarnya tidak memiliki definisi secara umum,

namun banyak pendapat para ahli terhadap definisi dari hukum itu sendiri.

Pengertian mengenai hukum dikemukakan oleh para ahli salah satunya

adalah menurut Mochtar Kusumaatmadja hukum merupakan keseluruhan

asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam

masyarakat, dan juga mencakupi lembaga-lembaga

(institution

s) dan

proses-proses

(processes)

yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu

dalam kenyataan.

12

Hukum merupakan alat yang digunakan untuk mengatur ketertiban

dalam kehidupan masyarakat. Tujuan hukum itu sendiri adalah untuk

mencapai ketertiban, kepastian dan kemanfaatan. Hukum yang mengatur

perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan berakibat

diterapkannya hukuman bagi siapa yang melakukannya dan memenuhi

unsur-unsur perbuatan menurut undang-undang yang mengatur dapat

diartikan sebagai hukum pidana.

Sanksi atas perbuatan yang dilarang tentunya berbeda-beda. Sanksi

atas pelanggaran Undang-Undang Korupsi tentu berbeda dengan sanksi

12

Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Masyarakat IV Pembinaan Hukum Nasional, Bina Cipta, Bandung, 1976, hlm 15.


(21)

12

menurut peraturan perundang-undangan yang lain tentunya bervariatif, tetapi

tujuan dari pemberian sanksi atau pemidanaan itu sendiri adalah sama-sama

untuk memberikan efek terhadap pelaku tindak pidana juga individu lain

yang suatu saat mungkin saja melakukan pelanggaran terhadap peraturan

perundang-undangan yang ada, sehingga nantinya sebagai harapan dapat

mengurangi jumlah pelaku tindak pidana.

Pengertian korupsi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, diartikan

sebagai perbuatan curang, dapat disuap, dan tidak bermoral. Menurut

Kamus Besar Bahasa Idonesia, korupsi adalah penyelewengan atau

penggelapan uang negara atau perusahaan dan sebagainya untuk

kepentingan pribadi atau orang lain.

13

Pengertian Definisi Korupsi menurut

Syeh Hussein Alatas menyebutkan benang merah yang menjelujuri dalam

aktivitas korupsi, yaitu subordinasi kepentingan umum di bawah kepentingan

tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran norma-norma, tugas, dan

kesejahteraan umum, dibarengi dengan kerahasian, penghianatan, penipuan

dan kemasabodohan yang luar biasa akan akibat yang diderita oleh

masyarakat.

14

Hukum mengenai Tindak Pidana Korupsi diatur dalam

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai tindak pidana

korupsi bahwa korupsi dapat diartikan :

13

Surachmin dan Suhadi Cahaya. Strategi dan Teknik Korupsi Mengetahui Untuk Mencegah, Sinar Grafika. Jakarta, 2011. hlm 10.

14

http://definisipengertian.com/2012/pengertian-definisi-korupsi-menurut-para-ahli/, diakses pada tanggal 21 Maret 2013 pada pukul 16.00 WIB


(22)

13

1. Pasal 2 ayat (1)

“Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang

secara langsung merugikan keuangan Negara dan atau

perekonomian Negara dan atau perekonomian Negara atau

diketahui patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut

merugikan keuangan Negara.”

2. Pasal 3 ayat (2)

“Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau

orang lain atau suatu badan menyalah gunakan kewenangan,

kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau

kedudukan secara langsung dapat merugikan Negara atau

perekonomian Negara.”

Fenomena mengenai tindak pidana korupsi di indonesia merupakan

kejahatan yang masih menjadi musuh utama negeri ini, sehingga perlu

adanya upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mencegah para pelaku

korupsi melakukan tindakan korupsi di Indonesia.

Tujuan dalam penjatuhan sanksi pidana terhadap orang yang

melanggar hukum pidana. Tujuan ini bercorak pragmatik dengan ukuran

yang jelas dan konkret yang relevan dengan problem yang muncul akibat

adanya pelanggaran hukum pidana dan orang yang melakukan pelanggaran

hukum pidana. Sementara itu, ada 2 macam tujuan hukum pidana yaitu :

15

1. Untuk menakut-nakuti setiap orang agar mereka tidak melakukan

perbuatan pidana (fungsi preventif)

2. Untuk mendidik orang yang telah melakukan perbuatan yang

tergolong perbuatan pidana agar mereka menjadi orang yang

baik dan dapat diterima kembali dalam masyarakat (fungsi

represif).

15

http://www.bisosial.com/2012/11/tujuan-hukum-pidana.html, diakses pada tanggal 2 April 2013, pukul 10.13 WIB.


(23)

14

Melihat dari tujuan yang pertama, undang-undang yang mengatur

tentang tindak pidana korupsi di Indonesia belum dapat mewujudkan tujuan

dari hukum pidana yang pertama yaitu membuat takut setiap orang untuk

melakukan tindakan pidana korupsi, dan sampai saat ini masih banyak

penyelenggara negara yang melakukan tindak pidana korupsi.

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, jenis-jenis hukuman

pokok diatur dalam Pasal 10 KUHP yang berbunyi sebagai berikut :

“Pidana terdiri atas:

a. Pidana Pokok:

1. Pidana Mati

2. Pidana penjara

3. Kurungan

4. Denda

b. Pidana Tambahan

1. Pencabutan hak-hak tertentu

2. Perampasan barang-barang tertentu

3. Pengumuman putusan hakim.”

Pasal 1 sampai dengan Pasal 85 Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana memungkinkan penerapan aturan-aturan pidana umum bagi

perbuatan pidana yang dilakukan di luar Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana, kecuali perbuatan tersebut menyimpang. Istilah pidana khusus

dalam pasal 103 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menyatakan

bahwa :

“Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga

berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang

oleh ketentuan

perundang-undangan yang lain diancam dengan pidana, kecuali

jika oleh undang-undang ditentukan lain”.

Pasal ini diartikan sebagai tindak pidana dalam perundang-undangan

tertentu di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Penerapan ketentuan

pidana khusus dimungkinkan berdasarkan asas

Lex specialist, derogat, legi


(24)

15

generalist.

Pengaturan mengenai hukum formil dan juga hukum materil untuk

peraturan perundang-undangan di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

berada dalam satu undang-undang.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi merupakan salah satu ketentuan pidana di luar Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (

specialle Delicten

). Penerapan sanksi yang

diberikan terhadap pelaku tindak pidana diatur di dalamnya, sebagai contoh

dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan :

“(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan

perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara

seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)

tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda

paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan

paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati

dapat dijatuhkan.”

Hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi menurut pasal di atas adalah

dengan ancaman Pidana Penjara dan pidana denda sebagai pidana Pokok,

sebagai pidana tambahan yaitu pengembalian kerugian negara dan

perampasan hak-hak, dan juga memungkinkan dapat dijatuhkannya pidana

mati dalam keadaan tertentu.

Penegakan hukum

(law enforcement)

tertuju pada tindakan represif

dari aparat penegak hukum dalam melakukan reaksi tegas terhadap

penindakan para pelaku tindak pidana. Hal harus dilakukan terhadap pelaku


(25)

16

tindak pidana korupsi haruslah demikian, tindakan yang tegas terhadap

koruptor dapat mewujudkan tercapainya tujuan dari hukum pidana itu sendiri.

Melihat proses penegakan hukum tidak lepas dari kinerja para pelaku

penegak hukum yang dalam hal tindak pidana korupsi, Komisi

Pemberantasan Korupsi merupakan salah satu pelaku penegak hukum yang

merupakan badan yang memiliki visi dan misi bertujuan memberantas para

koruptor di Indonesia. Tugas utama penegak hukum adalah untuk

mewujudkan keadilan. Tanpa adanya penegak hukum, maka hukum yang

ada bukanlah hukum yang hidup, sehingga perlu adanya keterlibatan para

manusia sebagai penegak hukum.

Proses penegakan hukum merupakan salah satu upaya yang perlu

ditegakkan

dalam

pelaksanaannya

terhadap

pemberantasan

dan

pencegahan korupsi di Indonesia. Proses yang tepat cukup dijadikan upaya

yang baik dalam pencegahan korupsi di Indonesia.

F.

Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Penyusunan skripsi ini menggunakan penelitian yang bersifat

deskriptif analitis artinya menggambarkan fakta yang terjadi kemudian

dianalisis berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif

artinya dengan menyesuaikan terhadap peraturan yang ada. Penafsiran

hukum yang dilakukan yaitu dengan melakukan penafsiran gramatikal


(26)

17

yaitu penafsiran yang dilakukan terhadap kata-kata atau tata kalimat

yang digunakan pembuat undang-undang dalam peraturan

perundang-undangan tertentu. Peneliti juga melakukan penafsiran hukum sistematis

yaitu dengan cara menghubungkan pasal satu dengan pasal yang lain

dalam suatu undangan yang bersangkutan atau

perundang-undangan lain atau membaca penjelasan undang-undang sehingga

dapat mengerti maksud dari isi undang-undang tersebut.

3. Tahap Penelitian

Studi Kepustakaan

(Library Research)

adalah penelitian yang

dilakukan hanya berdasarkan atas karya tertulis, termasuk hasil

penelitian baik yang telah maupun yang belum dipublikasikan.

Langkah ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder bahan

hukum primer berupa peraturan perundangundangan, seperti

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, data sekunder

bahan hukum sekunder yang meliputi artikel, hasil-hasil penelitian

dan data sekunder bahan hukum tersier yaitu berupa hasil

wawancara dengan pihak yang berkopeten dengan penelitian ini dan

juga kamus hukum, surat kabar dan jurnal.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data sekunder berupa :

a. Bahan Hukum Primer :


(27)

18

2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

3) Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 1999

tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

4) Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999

tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

5) Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001

tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

6) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

7) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 46 Tahun

2009 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

b. Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan

hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan dapat

memahami bahan hukum primer adalah :

1) Artikel

2) Hasil-hasil penelitian

3) Data dari internet

c. Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan yang dapat mendukung serta dapat melengkapi

data yang dibutuhkan. Bahan hukum tersier digunanakan untuk

memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum

primer dan sekunder, yaitu kamus hukum, surat kabar, dan jurnal.


(28)

19

5. Metode Analisi Data

Data yang telah terkumpul, kemudian disusun untuk selanjutnya

dianalisa. Analisa data dilakukan secara yuridis kualiatif. Analisis yuridis

kualitatif yaitu metode penelitian yang bertitik tolak dari norma-norma,

asas-asas dan peraturan perundang-undangan yang ada sebagai norma

hukum positif yang kemudian dianalisis secara yuridis kualitatif, untuk

mencapai kepastian hukum, dan memperhatikan hirarki peraturan

perundang-undangan serta menggali hukum yang tidak tertulis.

6. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian diambil untuk mendapatkan data yang

dibutuhkan dalam penyusunan penulisan ini, yaitu :

a. Perpustakaan, diantaranya :

1) Universitas Komputer Indonesia di Jl. Dipati Ukur No.112

Bandung.

2) Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Jl.

Dipatiukur No.35.

b. Browsing situs :

1) http://www.detik .com

2) http://www.hukum-

online

.com

3) http://news.liputan6.com

4) http://nasional.kompas.com

5) http://politik.news.viva.co.id

6) http://www.tindakpidanakorupsi.org

7) http://web.unair.ac.id


(1)

Melihat dari tujuan yang pertama, undang-undang yang mengatur tentang tindak pidana korupsi di Indonesia belum dapat mewujudkan tujuan dari hukum pidana yang pertama yaitu membuat takut setiap orang untuk melakukan tindakan pidana korupsi, dan sampai saat ini masih banyak penyelenggara negara yang melakukan tindak pidana korupsi.

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, jenis-jenis hukuman pokok diatur dalam Pasal 10 KUHP yang berbunyi sebagai berikut :

“Pidana terdiri atas: a. Pidana Pokok:

1. Pidana Mati 2. Pidana penjara 3. Kurungan 4. Denda

b. Pidana Tambahan

1. Pencabutan hak-hak tertentu

2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim.”

Pasal 1 sampai dengan Pasal 85 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana memungkinkan penerapan aturan-aturan pidana umum bagi perbuatan pidana yang dilakukan di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, kecuali perbuatan tersebut menyimpang. Istilah pidana khusus dalam pasal 103 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa :

“Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan yang lain diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain”.

Pasal ini diartikan sebagai tindak pidana dalam perundang-undangan tertentu di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Penerapan ketentuan pidana khusus dimungkinkan berdasarkan asas Lex specialist, derogat, legi


(2)

generalist.Pengaturan mengenai hukum formil dan juga hukum materil untuk peraturan perundang-undangan di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana berada dalam satu undang-undang.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan salah satu ketentuan pidana di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (specialle Delicten). Penerapan sanksi yang diberikan terhadap pelaku tindak pidana diatur di dalamnya, sebagai contoh dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan :

“(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). (2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.”

Hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi menurut pasal di atas adalah dengan ancaman Pidana Penjara dan pidana denda sebagai pidana Pokok, sebagai pidana tambahan yaitu pengembalian kerugian negara dan perampasan hak-hak, dan juga memungkinkan dapat dijatuhkannya pidana mati dalam keadaan tertentu.

Penegakan hukum (law enforcement) tertuju pada tindakan represif dari aparat penegak hukum dalam melakukan reaksi tegas terhadap penindakan para pelaku tindak pidana. Hal harus dilakukan terhadap pelaku


(3)

tindak pidana korupsi haruslah demikian, tindakan yang tegas terhadap koruptor dapat mewujudkan tercapainya tujuan dari hukum pidana itu sendiri.

Melihat proses penegakan hukum tidak lepas dari kinerja para pelaku penegak hukum yang dalam hal tindak pidana korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan salah satu pelaku penegak hukum yang merupakan badan yang memiliki visi dan misi bertujuan memberantas para koruptor di Indonesia. Tugas utama penegak hukum adalah untuk mewujudkan keadilan. Tanpa adanya penegak hukum, maka hukum yang ada bukanlah hukum yang hidup, sehingga perlu adanya keterlibatan para manusia sebagai penegak hukum.

Proses penegakan hukum merupakan salah satu upaya yang perlu ditegakkan dalam pelaksanaannya terhadap pemberantasan dan pencegahan korupsi di Indonesia. Proses yang tepat cukup dijadikan upaya yang baik dalam pencegahan korupsi di Indonesia.

F. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Penyusunan skripsi ini menggunakan penelitian yang bersifat deskriptif analitis artinya menggambarkan fakta yang terjadi kemudian dianalisis berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif artinya dengan menyesuaikan terhadap peraturan yang ada. Penafsiran hukum yang dilakukan yaitu dengan melakukan penafsiran gramatikal


(4)

yaitu penafsiran yang dilakukan terhadap kata-kata atau tata kalimat yang digunakan pembuat undang-undang dalam peraturan perundang-undangan tertentu. Peneliti juga melakukan penafsiran hukum sistematis yaitu dengan cara menghubungkan pasal satu dengan pasal yang lain dalam suatu undangan yang bersangkutan atau perundang-undangan lain atau membaca penjelasan undang-undang sehingga dapat mengerti maksud dari isi undang-undang tersebut.

3. Tahap Penelitian

Studi Kepustakaan (Library Research) adalah penelitian yang dilakukan hanya berdasarkan atas karya tertulis, termasuk hasil penelitian baik yang telah maupun yang belum dipublikasikan. Langkah ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder bahan hukum primer berupa peraturan perundangundangan, seperti Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, data sekunder bahan hukum sekunder yang meliputi artikel, hasil-hasil penelitian dan data sekunder bahan hukum tersier yaitu berupa hasil wawancara dengan pihak yang berkopeten dengan penelitian ini dan juga kamus hukum, surat kabar dan jurnal.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data sekunder berupa : a. Bahan Hukum Primer :


(5)

2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

4) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

5) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

6) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

7) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi b. Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan dapat memahami bahan hukum primer adalah :

1) Artikel

2) Hasil-hasil penelitian 3) Data dari internet c. Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan yang dapat mendukung serta dapat melengkapi data yang dibutuhkan. Bahan hukum tersier digunanakan untuk memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yaitu kamus hukum, surat kabar, dan jurnal.


(6)

5. Metode Analisi Data

Data yang telah terkumpul, kemudian disusun untuk selanjutnya dianalisa. Analisa data dilakukan secara yuridis kualiatif. Analisis yuridis kualitatif yaitu metode penelitian yang bertitik tolak dari norma-norma, asas-asas dan peraturan perundang-undangan yang ada sebagai norma hukum positif yang kemudian dianalisis secara yuridis kualitatif, untuk mencapai kepastian hukum, dan memperhatikan hirarki peraturan perundang-undangan serta menggali hukum yang tidak tertulis.

6. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian diambil untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penyusunan penulisan ini, yaitu :

a. Perpustakaan, diantaranya :

1) Universitas Komputer Indonesia di Jl. Dipati Ukur No.112 Bandung.

2) Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Jl. Dipatiukur No.35.

b. Browsing situs :

1) http://www.detik .com

2) http://www.hukum-online .com 3) http://news.liputan6.com 4) http://nasional.kompas.com 5) http://politik.news.viva.co.id

6) http://www.tindakpidanakorupsi.org 7) http://web.unair.ac.id


Dokumen yang terkait

GRATIFIKASI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0 3 18

GRATIFIKASI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0 4 15

Tinjauan Yuridis Terhadap Upaya Pengembalian Keuangan Negara Atas Tindak Pidana Korupsi Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 6 42

PENEGAKAN...HUKUM....PIDANA…TERHADAP ..TINDAK.. .PIDANA GRATIFIKASI. MENURUT. UNDANG.UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 JO UNDANG .UNDANG .NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0 5 21

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PEMBERIAN SANKSI DI PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI MEDAN.

0 4 25

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0 0 15

Putusan Bebas Terhadap UDdalam Kasus Tindak Pidana Korupsi Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi - Ubaya Repository

0 0 9

Pembuktian Terbalik Oleh Jaksa Penuntut Umum Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 0 14

PENCANTUMAN SANKSI PIDANA KUMULATIF SEBAGAI SUATU PENAL POLICY DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DIKAITKAN DENGAN UNDANG UNDANG NO.20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NO.31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDA

0 0 16

JURNAL ILMIAH TINJAUAN TENTANG LAYANAN SEKSUAL SEBAGAI SALAH SATU BENTUK GRATIFIKASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI (BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KO

0 0 19