1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Tantangan pendidikan di masa sekarang dan masa mendatang adalah menyiapkan tenaga kerja dalam jumlah dan mutu yang sesuai dengan
kebutuhan berbagai sektor, khususnya sektor industri dan jasa. Apalagi kita memasuki era globalisasi yang kompetitif dalam berbagai bidang kehidupan
politik, ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya. Untuk itu, tampaknya pandangan kepada pendidikan kejuruan saat ini menjadi sangat penting,
mengingat tuntutan sumber daya manusia SDM di pasaran yang harus memiliki kualitas. Untuk menyiapkan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan
SMK yang memenuhi kualifikasi dan dibutuhkan pasar kerja, adalah dengan meningkatkan kompetensi lulusan. Konsekuensinya, dalam proses belajar
siswa harus lebih banyak mendapat kesempatan untuk mengasah keterampilannya.
Berkitan dengan mutu pendidikan, menurut Deming dalam Abdul Hadis dan Nurhayati, 2010: 84 menyebutkan bahwa mutu ialah kesesuaian dengan
kebutuhan pasar atau konsumen. Perusahaan yang bermutu ialah perusahaan yang menguasai pangsa pasar karena hasil produksinya sesuai
dengan kebutuhan konsumen, sehingga menimbulkan kepuasan bgi seluruh 1
2
konsumen,sehingga menimbulkan kepuasan bagi konsumen. Jika konsumen merasa puas, maka mereka akan setia dalam membeli produk perusahaan baik
berupa barang maupun jasa. Bukan hanya saat praktik di sekolah, juga yang paling besar
pengaruhnya adalah ketika siswa melakukan praktik kerja di industri Prakerin, karena dalam Prakerin benar-benar dapat melatih siswa untuk bekerja sesuai
dengan tuntutan industri, baik dari sisi keterampilan maupun etos kerjanya. Pendidikan kejuruan pada gilirannya harus mampu berperan dalam
mempersiapkan siswa yang mampu bertindak, belajar dan mengatur masa depannya secara aktif dan mandiri. Terbentuknya siswa yang memiliki akhlak
mulia, bersikap kreatif dan inovatif, memiliki jiwa kewirausahaan yang tangguh, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, bertanggung jawab, berdisiplin dan
mempunyai keterampilan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Masalah utamanya, meskipun para pengambil keputusan pendidikan sudah
banyak mengetahui kekurangan yang ada, namun tidak mudah untuk melakukan perubahan pendidikan secara cepat.
Tidak heran jika institusi pendidikan kita sepertinya kurang begitu responsif terhadap perkembangan. Sekolah masih berjalan dengan sekadarnya
saja mengikuti rutinitas yang ada, tanpa usaha kreatif untuk keluar dari kebiasaan. Melihat situasi demikian, terdapat suatu akibat yang harus dihadapi
oleh SMK, yaitu kurang terserapnya lulusan yang ada ke dalam sektor usaha
3
formal ataupun informal. Kurang terserapnya lulusan dikarenakan SMK pada umumnya kurang memiliki relevansi dengan kebutuhan dunia kerja. Praktik kerja
sindustri yang dilakukan masih sekadar untuk memenuhi pesan kurikulum dan dalam praktiknya kurang terkait dengan peningkatan kualitas kemampuan siswa,
dalam hal ini terbentuknya sikap kemandirian. Memang tidak semua praktik yang dilakukan siswa SMK di luar jalur keterampilan yang diharapkan. Tetapi,
persentasenya tidak lebih dari dua puluh persen 20 dari seluruh SMK yang ada di Indonesia http:prismasanjaya-srg. sch. idhtmprakerin-1. htm. Pihak
sekolah harus memikirkan lebih jauh, dan bekerja sama dengan masyarakat industri berkaitan dengan kebutuhan industri dalam meningkatkan kualitas
kemampuan siswa dalam hubungan dengan kualifikasi dalam merekrut tenaga kerjanya. Sehingga pada akhirnya antara sekolah dan industri akan memiliki
kesamaan tujuan, dan lulusannya akan memiliki standar kompetensi minimum yang diperlukan oleh industri. Namun, selama ini mutu pendidikan masih belum
mencapai harapan yang optimal, salah satunya karena masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam mendukung terwujudnya pendidikan yang bermutu
dalam menghasilkan lulusan yang siap kerja able to job dan profesional. Sekolah yang bisa menciptakan tenaga kerja di tingkat menengah
adalah sekolah kejuruan. Pelatihan kejuruan secara umum didefinisikan sebagai bagian dari pendidikan kejuruan yang memberikan pengetahuan profesional dan
keterampilan khusus, yang atribut kecukupan profesional untuk peserta pelatihan dan fokus setiap program pelatihan kejuruan. Pelatihan kejuruan dapat
4
dilihat sebagai suatu kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mengirimkan pengetahuan teoritis dan juga keterampilan profesional yang
diperlukan untuk jenis tertentu pekerjaan Satfo Mortaki, 2012. Mc Clelland dalam Yuyus Suryana dan Kartib Bayu 2010: 40
mengajukan konsep Need for Achievment N-Ach yang diartikan sebagai virus kepribadian yang menyebabkan seseorang ingin berbuat baik dan terus maju,
selalu berpikir untuk berbuat yang lebih baik, dan memiliki tujuan yang realistis dengan mengambil tindakan resiko yang benar-benar telah diperhitungkan.
Adapun karakteristik mereka yang memiliki N-Ach tinggi adalah sebagai berikut: 1 Lebih menyukai pekerjaan dengan resiko yang realistis, 2 Bekerja lebih giat
dalam tugas-tugas yang memerlukan kemampuan mental, 3 Tidak bekerja lebih giat karena adanya imbalan uang, 4 Ingin bekerja pada situasi dimana dapat
diperoleh pencapaian pribadi personal Achievment. 5 Menunjukan kinerja yang lebih baik dalam kondisi yang memberikan umpan balik yang jelas positif,
dan 6 Cenderung berpikir ke masa depan serta memiliki pemikiran jangka panjang. Dimana karakter-karakter tersebut menunjukkan berkembangnya
kemandirian individu dapat ditentukan ketika individu mampu atau tidak dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang dihadapi.
Dengan melihat fenomena yang ada dari jumlah lulusan berdasarkan tamatan lulusan yang dihasilkan, yang salah satunya dari SMK untuk tingkat
SLTA. Ternyata lulusan tingkat SLTA yang termasuk juga SMK, menunjukkan jumlah pengangguran yang tinggi.
5
Lulusan yang tidak terserap lapangan kerja formal dan informal, otomatis menganggur. Orang tidak bekerja atau pengangguran merupakan
masalah bangsa yang tidak pernah selesai. Ada tiga hambatan yang menjadi alasan kenapa orang tidak bekerja, yaitu hambatan kultural, kurikulum sekolah,
dan pasar kerja. Hambatan kultural yang dimaksud adalah menyangkut budaya dan etos kerja. Sementara yang menjadi masalah dari kurikulum sekolah adalah
belum adanya standar baku kurikulum pengajaran di sekolah yang mampu menciptakan dan mengembangkan kemandirian SDM yang sesuai dengan
kebutuhan dunia kerja. Sedangkan hambatan pasar kerja lebih disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM yang ada untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja.
Selama ini, praktik kerja memang sudah menjadi salah satu persyaratan kompetensi yang harus dilalui siswa SMK. Sayangnya, tidak banyak
dunia industri di dalam negeri yang mau menerima siswa untuk melakukan praktik kerja. Kalaupun ada, praktik kerja yang disediakan sering kali kurang
sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai oleh siswa SMK. Padahal dunia usaha dan industri dapat menyerap lulusan SMK yang sudah terlatih baik tanpa
perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk memberikan pelatihan. Kalaupun ada biaya atau upah tenaga kerja yang harus dikeluarkan, maka besarnya pun tidak
sebesar jika mempekerjakan pekerja. Sehubungan dengan SMK, menurut Wardani Sugiyanto 2015 dalam
Disertasinya masalah yang terus dihadapi oleh masyarakat Indonesia ialah mutu pendidikan yang rendah di tiap level dan unit pendidikan, termasuk SMK. Hal ini
6
dilakukan untuk memahami strategi manajemen mutu yang lebih baik sehingga bisa dilaksanakan pada berbagai komponen manajemen pendidikan di SMK.
Idealnya, output sekolah mendapat pekerjaan yang layak sesuai kompetensi dan keterampilanya. Namun, hasil sekolah selama ini kurang memuaskan akibat
kurangnya kompetensi lulusan, yang ditandai oleh kurangnya kesesuaian lulusan dan kebutuhan dunia usaha dunia industri DUDI. Mirisnya, angkatan kerja
lulusan SMK masih sulit tertampung sepenuhnya di lapangan kerja, karena program-program pendidikan dan pelatihan yang diberikan kurang sesuai dengan
kebutuhanDUDI. http:news.okezone.comread20141227651084668mutu
-pendidikan-smk-di-indonesia-masih-rendah Upaya menuju terbentuknya lulusan yang memiliki kompetensi
dengan mutu yang baik, dalam upayanya adalah dengan memberikan suatu program yang dinamakan dengan Prakerin. Sehingga pendidikan, khususnya
pendidikan bisnis, ditunjang dengan pelatihan menuju kepada terbentuknya siswa yang memiliki sikap mandiri, yang tidak hanya mampu memasuki dunia
kerja sektor usaha formal, tetapi juga mau bahkan mampu menciptakan lapangan kerjanya sendiri.
Hal ini sejalan dengan pendapat Jalius Jama 2010 yang menyatakan the purpose of vocational education are, among others, to train all people to
actively participate in all aspects of the national development. In others words, vocational education is education for employment and at the higher level
7
vocational education for employability. Ya g dapat diartika bahwa pe didika
kejuruan bertujuan untuk melatih semua orang secara aktif berpartisipasi dalam semua aspek pembangunan nasional. Dengan kata lain pendidikan kejuruan
adalah pendidikan untuk bekerja dan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi merupakan pendidikan kejuruan untuk kemampuan untuk dipekerjakan.
Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan pada SMK merupakan proses pembelajaran dan bimbingan di sekolah, dan proses pelatihan kerja di sektor
industri yang sesungguhnya. Proses pembelajaran di sekolah terutama bertujuan untuk membekali siswa dalam mengembangkan kepribadian, potensi akademik
dan dasar-dasar keahlian yang kuat dan benar melalui pembelajaran. Pemahaman tujuan pendidikan dengan optimal pelatihan yang dapat
membentuk siswa berkualitas tidak terlepas dari aspek pengelolaan sekolah dengan kerjasamanya dengan industri. Dalam hal ini manajemen sekolah dan
industri perusahaan akan sangat menentukan. Belajar tidak terlepas dari lingkungan. Seperti yang dikemukakan oleh Suyono dkk, belajar dalah kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang agar memiliki kompetensi berupa ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan. Belajar adalah suatu proses untuk
memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian Sukirno, 2014: 1. Sedangkan menurut
Aunurrahman 2013: 35 belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
8
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya.
Berdasar pada latar belakang di atas, maka penulis berpendapat bahwa pendidikan pelatihan praktik kerja industri akan terlaksana secara optimal
dengan melakukan kerjasama antara pihak sekolah dan pihak perusahaan industri. Penelitian ini dilakukan untuk melihat sampai sejauh mana peran
keduanya dalam hal pengelolaan program praktik kerja industri Prakerin tersebut dalam upaya mengoptimalkan terbentuknya sikap kewirausahaan siswa
SMK. Mengacu pada hal itu, peneliti berkeinginan untuk meneliti:
Pengelolaan Praktik Kerja Industri Prakerin Di SMK Negeri 1 Tengaran Kabupaten Semarang.
B. Rumusan Masalah