Analisis Fisiologis dan Molekuler Fenomena Tandan Buah Keras pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq

ANALISIS FISIOLOGIS DAN MOLEKULER FENOMENA
TANDAN BUAH KERAS PADA KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq.)

ROBERDI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Analisis Fisiologis
dan Molekuler Fenomena Tandan Buah Keras pada Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.)” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Roberdi
NIM A263100101

RINGKASAN
ROBERDI. Analisis Fisiologis dan Molekuler Fenomena Tandan Buah Keras
pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Dibimbing oleh SOBIR,
SUDIRMAN YAHYA dan NURITA TORUAN-MATHIUS.
Permintaan terhadap produk turunan kelapa sawit yang tinggi menyebabkan
perluasan perkebunan kelapa sawit meningkat sekitar 10% per tahun.
Ketersediaan lahan yang sesuai untuk perkebunan kelapa sawit sudah terbatas. Hal
ini menyebabkan perluasan kebun kelapa sawit harus menggunakan lahan
marginal beriklim kering yang kurang sesuai untuk pertumbuhan dan
produksinya. Khusus di Lampung, iklim yang tidak sesuai mengakibatkan
terbentuknya tandan buah keras. Fenomena ini mencapai 30% dari produksi
tandan buah segar.
Tujuan umum penelitian ini adalah mendapatkan perbedaan karakter fisik
dan komposisi biokimia antara tandan buah normal dan tandan buah keras serta
mendapatkan peranan faktor genetik dan lingkungan terhadap pembentukan

tandan buah keras di lapangan. Tujuan khususnya adalah mendapatkan 1)
pembeda antara tandan buah keras dan tandan buah normal untuk karakter fisik
dan komposisi biokimia, 2) unsur iklim yang paling berperan dalam pembentukan
tandan buah keras; 3) kombinasi marka AFLP yang dapat membedakan, dan 4)
sekuen pita spesifik tandan buah keras hasil cDNA-AFLP.
Bahan tanam yang digunakan adalah tanaman kelapa sawit Tenera (D x P)
berumur sekitar 20 tahun yang memiliki tandan buah normal dan tandan buah
keras dari kebun di Lampung. Analisis korelasi serta analisis lintas dilakukan
antara unsur-unsur iklim berdasarkan data yang diamati selama 6 tahun dengan
pembentukan tandan buah keras. Selain itu dilakukan juga analisis sifat fisik dan
komposisi biokimia tandan buah. Sedangkan untuk mengetahui faktor genetik
yang terlibat dalam pembentukan tandan buah keras dilakukan analisis molekuler
menggunakan marka AFLP dan teknik cDNA-AFLP.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tandan buah keras terbentuk
disebabkan terjadi cekaman kekeringan pada tanaman kelapa sawit dalam periode
enam sampai sembilan bulan sebelum tandan buah dipanen. Cekaman air dipicu
oleh rendahnya curah hujan dan didukung oleh unsur iklim lain diantaranya
kelembaban relatif udara yang rendah, kecepatan angin yang tinggi serta lama
penyinaran matahari yang panjang dan menyebabkan laju transpirasi tanaman
meningkat.

Sifat fisik yang berbeda antara tandan buah keras dan tandan buah normal
adalah bobot tandan buah segar, jumlah spikelet. Sedangkan variabel biokimia
yang berbeda antara dua jenis tandan buah adalah total karoten, asam 4hidroksibensoat, asam klorogenat, asam ferulat, dan lignin pada zona absisi buah.
Kandungan lignin yang tinggi pada zona absisi dan serat kasar dalam jumlah
banyak ditemukan tumbuh memanjang dari mesokarp sampai spikelet tandan buah
keras menyebabkan proses absisi buah kelapa sawit yang telah masak tidak terjadi
sehingga buah yang sudah masak tidak memberondol. Senyawa-senyawa tersebut
berfungsi sebagai antioksidan dan pertahanan tanaman terhadap cekaman
kekeringan.

Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa dalam satu tanaman
ditemukan tandan buah keras dan tandan buah normal. Pada periode waktu
tertentu tanaman dengan tandan buah keras dapat mengalami penyembuhan,
menghasilkan tandan buah normal. Tanaman yang tumbuh berdekatan masingmasing menunjukkan tandan buah keras dan tandan buah normal.
Satu kombinasi primer E-ACC/M-CTG marka AFLP dapat membedakan
antara pohon tandan buah keras dan pohon tandan buah normal. Hasil
penyejajaran pita spesifik diperoleh bahwa urutan nukleotida pita spesifik
mempunyai kemiripan dengan Ty-1 copia retrotransposon, urutan nukleotida ini
tersebar dalam seluruh genom tanaman kelapa sawit. Selain itu berdasarkan
analisis cDNA-AFLP diperoleh beberapa putatif gen diantaranya faktor

depolimerisasi aktin kelapa sawit, enzim peroksidase, glutamin sintetase, dan
faktor transkripsi WRKY.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat interaksi antar unsur
iklim yang berhubungan dengan cekaman kekeringan dengan semua variabel
fenotipik serta keterlibatan faktor genetik tanaman dalam pembentukan tandan
buah keras. Dapat disimpulkan bahwa fenotipik tandan buah keras terjadi sebagai
akibat cekaman beberapa faktor iklim yang berkorelasi dengan cekaman
kekeringan. Hal ini dibuktikan juga dengan ditemukannya Ty-1 copia
retrotransposon pada tandan buah keras.
Kata kunci: cekaman kekeringan, elemen loncat, marka AFLP, metabolit
sekunder, unsur iklim, zona absisi buah.

SUMMARY
ROBERDI. Physiological and Molecular Analysis of Hard Bunch Phenomenon in
Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) Fruits. Supervised by SOBIR, SUDIRMAN
YAHYA and NURITA TORUAN-MATHIUS.
In response to rising demand for palm oil and many other products
generated by the oil palm has led a rapid and continuously expansion of oil palm
plantation in Indonesia. However, the oil palm plantation expansion has not been
followed by the availability of sutable land for this crop, such as lack of water

which constrains plant growth. As a result, oil palm planted in unsuitable area
resulting in greatly reduced yields and some abnormalities phenomenon such as
hard bunch were found.
The general aims of this study were to identify differences in physical and
biochemical components between hard and normal bunch, and investigate the role
of genetics and environmental factors causing hard bunch phenomenon.
Specifically, this study was aimed 1) to identify the differences in physical and
some biochemical components between normal and hard bunches, 2) to identify
the climatic elements that play important roles in hard bunch phenomenon, 3) to
obtain the AFLP primer combinations that can distinguish normal and hard bunch
palms and 4) to obtain the putative genes involving in hard bunch phenomenon.
In present study, several assays were conducted in order to elucidate the
biological mechanism of hard bunch phenomenon including the analysis of both
correlation and multivariate analyses between climatic elements and hard bunch,
analyses of physical and biochemical traits in both hard and normal bunches, and
molecular analysis using AFLP and cDNA-AFLP techniques. Analysis were done
on 20 years D x P palms.
The result showed that the phenomenon in hard bunch occurred when the
plants were exposed to water deficit severely during six to nine months before
harvesting fruit bunches. Water deficit was triggered by low rainfall and

supported by other climatic elements that cause the increase of the plant
transpiration rate, such as the relative humidity, the wind speed and the
distribution of sunshine hours.
Based on physical and biochemical components analysis, the normal and
hard bunches palms showed the differences in several traits and compounds such
as weight of fresh fruit bunches, number of spikelet, total carotene, 4hydroxybenzoic acid, chlorogenic acid, ferulic acid, and lignin of fruit abscission
zone. High lignin compound observed in hard bunches fruit abscission zone
caused failure in performing abscission process of ripe oil palm fruits, making the
ripe of oil palm fruit non shedding.
In regards to molecular analysis using AFLP markers, of the total primer
combinations, one primer combination of E-ACC/M-CTG primers could
suscessfully distinguish between palms bearing hard and normal bunches. Based
on sequence alignment analysis, the sequences were found to have similarity with
Ty-1 copia retrotransposon, which distributed in all oil palm genome linkage
group.

In addition, through cDNA-AFLP technique analysis, some putative genes
including actin depolymerizing factor of oil palm, peroxidase enzyme, WRKY
transcription factor, and glutamine synthetase were identified. Overall, the results
of present study showed that the hard bunch phenomenon resulted from

interaction between climatic elements related to water availabilty and genetics
factors.
Results obtained indicate that there are interactions between climate
elements related to drought stress and with all phenotypic variables as well as the
involvement of genetic factors in the development of hard bunches in oil palm. It
can be concluded that the hard bunches occurred as a result of stress of some
climatic elements that correlated with drought stress. This is evidenced by the
discovery of Ty-1 copia retrotransposon in hard bunch.
Key words: AFLP marker, climatic factors, drought stress, fruit abscission zone,
secondary metabolites, transposable elemen.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


ANALISIS FISIOLOGIS DAN MOLEKULER FENOMENA
TANDAN BUAH KERAS PADA KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq.)

ROBERDI

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji pada Ujian Tertutup: Prof Dr Ir Didy Sopandie, MAgr
Dr Sintho Wahyuning Ardie, SP MSi


Penguji pada Ujian Terbuka: Dr Tony Liwang
Dr Ir Sudradjat, MS

Judul Disertasi : Analisis Fisiologis dan Molekuler Fenomena Tandan Buah Keras
pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.).
Nama
: Roberdi
NIM
: A263100101
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Sobir, MS
Ketua

Prof Dr Ir Sudirman Yahya, MSc
Anggota

Dr Nurita Toruan-Mathius, MS

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pemuliaan dan Bioteknologi
Tanaman

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 7 Oktober 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan Disertasi ini dapat diselesaikan.
Topik penelitian yang dipilih merupakan salah satu masalah pada perkebunan kelapa sawit di
wilayah provinsi Lampung, yaitu terbentuknya buah yang tidak rontok (memberondol)
walaupun buah kelapa sawit telah masak.
Penulisan disertasi ini tidak mungkin diselesaikan sendiri oleh penulis tanpa bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan yang setulus-tulusnya kepada:
1. Prof Dr Ir Sobir, MS sebagai ketua komisi pembimbing yang banyak memberikan
arahan dan bimbingan mulai dari penyusunan rencana penelitian sampai penulisan
disertasi.
2. Prof Dr Ir Sudirman Yahya, MSc dan Dr Nurita Toruan-Mathius, MS sebagai
anggota komisi pembimbing atas semua saran, arahan dan bimbingan dalam
penyusunan konsep penelitian sampai selesainya penulisan disertasi.
3. Pimpinan PT. SMART Tbk, terutama kepada bapak Jo Daud Dharsono, Dr Tony
Liwang dan Dr Nurita Toruan-Mathius MS, atas rekomendasi yang diberikan
sehingga penulis mendapat beasiswa dan izin untuk melanjutkan sekolah ke jenjang
S3 di IPB, kesempatan ini merupakan sebuah kesempatan langka bagi karyawan
perusahaan swasta.
4. Manajemen PSM II Region Lampung, Bapak Mulyanto dan Bapak Kumala Sinaga
(RC), Bapak Adi Aryanto (Estate Manager) dan peneliti Bapak Erwin Ahdi
Putranto SP, Bapak Dira dan Syaiful Huda, beserta seluruh tim yang mendukung
pelaksanaan penelitian dan izin yang diberikan untuk melakukan penelitian,
bantuan pengamatan serta pengambilan sampel di lapangan.
5. Prof Dr Ir Sudarsono, MSc, dan Dr Sintho Wahyuning Ardie, SP MSi, sebagai
penguji luar pada ujian prakualifikasi; Prof Dr Ir Didy Sopandie, MAgr dan Dr
Sintho Wahyuning Ardie, SP MSi sebagai penguji luar ujian tertutup. Dr Ir
Sudradjat, MS. dan Dr. Tony Liwang sebagai penguji ujian terbuka, atas semua
saran dan masukan untuk kesempurnaan penulisan disertasi ini.
6. Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc dan Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS selaku
Ketua Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman beserta staf atas semua
pelayanan yang telah diberikan.
7. Pimpinan Sekolah Pascasarjana IPB beserta seluruh jajaran, atas semua
pelayanan yang diberikan selama mengikuti pendidikan di jenjang S3 SPS IPB.
8. Semua rekan peneliti dan staf di Plant Production and Biotechnology Division
PT. SMART Tbk yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas segala bantuan,
doa dan kebersamaan yang hangat, sehingga membantu kelancaran penelitian
dan penulisan disertasi.
9. Teknisi di laboratorium Bioteknologi PT.SMART Tbk yang telah banyak
membantu dalam pelaksanaan penelitian.
10. Rekan-rekan peneliti di SMARTRI, diantaranya bapak Erwin Adhi Putranto,
bapak Dira, bapak Sulistyono atas bantuan pengambilan sampel di lapangan,
bapak Suprapto atas kiriman data iklim, ibu Baiq Lilik W dan Bapak Fajar atas
bantauan analisis minyak.

11. Teman-teman seperjuangan mahasiswa pascasarjana IPB PBT 2010 (Parli H
Sinaga, MP, Laela Sari, MSi, Azri Kusuma Dewi, MSi, Ismail Maskromo, MSi,
Dr. Mia Kosmiatin, Meynarti Sari Dewi Ibrahim, MSi, Dyah Retno W, MSi, Sri
Suhesti, MP, Arvitta Netty S, MP , Nur Ajijah, MSi, Redy Gaswanto, MP,
Jollanda Effendi, MSc. Kawan-kawan AGH 2010 (Dr. Muhammad Thamrin,
Dr. Siti Maryam H, Aris Akhsarah, MP, Odit Ferry, MSi dan Dewi Erika MP.
Serta ITB 2010 (Dr. Pepi Nur Susilawati). Teman-teman Pascasarjana PS AGH,
PBT dan ITB 2011 dan 2012 atas semangat kebersamaan, pertemanan dan
saling berbagi demi kemajuan studi. Semoga persahabatan yang terjalin selama
menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB tetap terjalin dengan baik
sampai masa datang.
12. Dr Reflinur, SP MSi dan istri Dr Nur Kholilatul Izzah, SP MP atas segala saran,
masukan dan revisi draf artikel dan disertasi.
13. Ayahanda Mudasin (Alm) dan Ibunda Sidaria, terima kasih atas semua doa yang
dipanjatkan dengan tulus, pengorbanan, jerih payah dan usaha dalam
membesarkan, mendidik dan mengizinkan penulis untuk berkarir jauh dari
kampung halaman. Penulis berdoa semoga seluruh kegiatan dan usaha diberkahi
Allah SWT dan diampuni segala salah dan khilaf.
14. Saudara tercinta Helmi, Nelly, Ita dan Imbun beserta seluruh keponakan, terima
kasih atas doa-doa yang sudah dipanjatkan, kesabaran dan kerelaan berbagi
walaupun dalam suasana kekurangan dan mengalah demi keberlangsungan
sekolah penulis.
15. Kepada ayahanda mertua Dr Nasuka, SIP MM dan Yuliastuty Nasuka, SSi,
disampaikan ucapan terima kasih atas doa-doa yang tulus, bimbingan dan
bantuan dana dalam melanjutkan pendidikan ini.
16. Kepada saudara ipar Dodi Saptadi dan Siti Halimah, terima kasih atas
kebersamaan dan doa yang diberikan demi kelancaran sekolah penulis.
17. Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk istri tersayang Dr Wening Enggarini,
SSi MSi dan ananda Innayati Cahaya Althafunnisa (6 tahun) serta si kecil
Sharifah Reina Anis Farhana (1 tahun) atas kesabaran, diskusi dan kerelaan
waktu yang tersita untuk studi dan penelitian.
Akhir kata penulis menaruh harapan semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2014
Roberdi
A263100101

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiii

DAFTAR GAMBAR

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

xv

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerangka Pemikiran
Tujuan

1
1
3
4

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kelapa Sawit
Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas
Tanaman Kelapa Sawit
Infloresen Kelapa Sawit
Buah Kelapa Sawit
Absisi pada Buah Kelapa Sawit
Marka AFLP
cDNA-AFLP
Transposon (Elemen Loncat)

6
6
6
8
10
11
12
13
14

KARAKTERISASI SIFAT FISIK DAN BIOKIMIA FENOMENA TANDAN
BUAH KERAS PADA KELAPA SAWIT
Abstract
15
Pendahuluan
Tujuan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

16
17
17
20
24

ANALISIS PENGARUH FAKTOR IKLIM TERHADAP PEMBENTUKAN
TANDAN BUAH KERAS PADA TANAMAN KELAPA SAWIT
Abstract
25
Pendahuluan
26
Tujuan
27
Bahan dan Metode
27
Hasil dan Pembahasan
27
Simpulan
33

IDENTIFIKASI GEN TERKAIT FENOMENA TANDAN BUAH
KERAS PADA TANAMAN KELAPA SAWIT
Abstract
Pendahuluan
Tujuan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

36
37
38
38
41
45

ANALISIS DIFERENSIAL FENOMENA TANDAN BUAH KERAS
PADA TANAMAN KELAPA SAWIT
Abstract
Pendahuluan
Tujuan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

45
46
47
47
50
54

PEMBAHASAN UMUM

54

SIMPULAN UMUM

57

DAFTAR PUSTAKA

58

LAMPIRAN

69

RIWAYAT HIDUP

74

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Karakter fisik pada tandan buah keras dan tandan buah normal
Karakter biokimia buah tandan buah keras dan tandan buah normal
Data iklim di lokasi penelitian tahun 2007-2012
Koefisien korelasi antara unsur iklim dan pembentukan tandan buah
keras dari tahun 2007-2012
Hasil analisis lintasan antara unsur iklim dan pembentukan tandan
buah keras
Profil kombinasi primer AFLP pada genom tanaman kelapa sawit
Sebaran kemiripan sekuen dengan genom tanaman kelapa sawit
Hasil analisis sekuen spesifik cDNA-AFLP
Rekapitulasi hasil analisis sekuen menggunakan program Blas2Go

20
22
27
31
34
43
45
52
53

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir penelitian
2 Skema waktu yang dibutuhkan pada setiap fase perkembangan bunga
kelapa sawit
3 Komposisi infloresen betina
4 Komposisi infloresen jantan
5 Representasi pemotongan longitudinal daerah absisi buah kelapa sawit
6 Penampakan tandan buah keras dan tandan buah normal
7 Profil zona absisi tandan buah keras dan tandan buah normal
8 Profil penampang melintang dan longitudinal buah kelapa sawit
9 Distribusi curah hujan dan hari hujan selama tahun 2007-2012
10 Pola sebaran curah hujan dan persentase pembentukan tandan buah
keras selama tahun 2007-2012
11 Profil DNA genom tanaman kelapa sawit yang diamplifikasi
menggunakan beberapa primer AFLP
12 Pola pita DNA individual menggunakan primer E-ACC/M-CTG
13 Pola pita cDNA-AFLP menggunakan beberapa kombinasi primer

5
8
9
9
12
21
23
24
29
32
42
44
51

DAFTAR LAMPIRAN
1

Kondisi beberapa unsur iklim di lokasi penelitian dari tahun 20072012

69

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkebunan kelapa sawit telah tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan
luasan mencapai lebih dari 9.1 juta ha sampai akhir tahun 2013 (Ditjenbun 2013).
Sebagian besar wilayah Indonesia mempunyai faktor pembatas untuk pertanaman
kelapa sawit. Faktor penghambat tersebut diantaranya curah hujan, periode bulan
kering, lama penyinaran matahari, kelembaban dan suhu udara (Adiwiganda et al.
1999) serta kondisi tanah.
Wilayah Indonesia terbagi ke dalam 11 kelompok berdasarkan kesesuaian
agroklimat untuk perkebunan kelapa sawit (Adiwiganda et al. 1999). Berdasarkan
kesesuaian agroklimat, wilayah Lampung diklasifikasikan sebagai wilayah yang
mempunyai faktor pembatas berupa curah hujan, periode bulan kering dan lama
penyinaran dengan intensitas sedang. Kondisi iklim di Lampung secara umum
mempunyai kisaran curah hujan dari 1 450 sampai 3 000 mm tahun-1, periode
bulan kering selama 2 sampai 3 bulan dan lama penyinaran matahari antara 5
sampai 6 jam hari-1.
Unsur-unsur iklim yang ideal untuk pertumbuhan dan produksi tanaman
kelapa sawit pada tanah yang sesuai antara lain adalah tersedianya curah hujan
yang tersebar merata sepanjang tahun dengan kisaran antara 2 000 sampai 2 500
mm tahun-1, suhu optimum antara 22 0C sampai 30 0C, lama penyinaran 5
sampai 7 jam hari-1, radiasi matahari 16 sampai 17 MJ m2-1 hari-1, kelembaban
relatif di atas 85%, dan tidak terdapat suhu udara dan kecepatan angin yang
ekstrim (Hartley 1988; Goh 2000).
Adanya faktor pembatas tersebut menyebabkan tanaman kelapa sawit rentan
terhadap kekurangan air karena mempunyai struktur akar serabut terutama pada
periode bulan kering. Kondisi ini menyebabkan terganggunya berbagai proses
metabolisme pada tanaman kelapa sawit. Perubahan tersebut menyebabkan
gangguan pertumbuhan pada organ vegetatif maupun generatif.
Pengaruh kekurangan air terhadap organ vegetatif tanaman kelapa sawit
berupa lambatnya pembukaan daun muda dan pelepah daun banyak yang terkulai
(sengkleh). Sedangkan pengaruh terhadap organ generatif berupa primordia bunga
gagal berkembang, gugurnya buah muda dan nisbah seks bunga yang rendah.
Seluruh respons tanaman pada akhirnya akan menurunkan hasil panen (Corley &
Tinker 2003; Legros et al. 2009a). Di samping itu di wilayah Lampung pengaruh
kekurangan air ditemukan fenomena buah abnormal.
Buah abnormal yang terjadi dikenal dengan istilah tandan buah keras (hard
bunch). Fenomena tersebut adalah buah tidak memberondol (tidak lepas dari
tandan buah) walaupun buah sudah masak. Buah yang mengalami fenomena
tersebut tidak dipanen oleh pemanen di lapangan sehingga menyebabkan
rendahnya produktivitas. Apabila tandan buah keras dipanen dan diolah di pabrik
pengolah kelapa sawit, buah masih banyak yang tertinggal di tandan buah
meskipun telah melalui proses perebusan buah, sehingga jumlah rendemen yang
dihasilkan menurun.

2

Masalah lain yang dihadapi akibat tidak memberondolnya buah yang telah
masak adalah seringnya buah terlambat dipanen. Hal tersebut menyebabkan
tingginya kadar asam lemak bebas (3.84 sampai 4.36%) dalam CPO yang
dihasilkan. Hal ini mengakibatkan nilai jual CPO lebih rendah. Fenomena tandan
buah keras dapat mencapai 30% dari produksi tandan buah segar (RC Lampung,
komunikasi pribadi).
Informasi tentang fenomena tandan buah keras belum banyak dilaporkan.
Tanaman yang memiliki tandan buah keras di perkebunan kelapa sawit tumbuh
berdekatan dengan tanaman yang mempunyai tandan buah normal. Lebih jauh,
dalam satu pohon, dapat mempunyai tandan buah normal dan tandan buah keras.
Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh faktor genetik dan lingkungan terhadap
fenomena ini. Salah satu faktor lingkungan yang paling berperan dalam
pertumbuhan tanaman kelapa sawit adalah cekaman kekeringan.
Cekaman kekeringan dilaporkan mengakibatkan laju fotosintesis menurun
akibat menutupnya stomata untuk mengurangi terjadinya kehilangan air yang
berlebihan. Akan tetapi penutupan stomata mengakibatkan tidak dapat masuknya
CO2 ke dalam sel tanaman, yang pada akhirnya menyebabkan berkurangnya laju
fotosintesis. Fotosintesis merupakan sumber karbohidrat utama untuk
metabolisme tanaman. Dilaporkan bahwa pertumbuhan tanaman berkorelasi
dengan penerimaan cahaya dan konversi energi melalui proses fotosintesis
(Muller et al. 2011). Pada saat mengalami cekaman kekeringan tanaman kelapa
sawit menggunakan karbohidrat non struktural yang terdapat pada batang untuk
keperluan metabolisme (Legros et al. 2009b; Pallas et al. 2013).
Tanaman merespons dan beradaptasi terhadap cekaman kekeringan dengan
mengubah metabolisme seluler dan molekulernya untuk mengaktifkan berbagai
sistem pertahanan. Tanaman akan mengaktivasi protein dan enzim yang terlibat
dalam proses transkripsi dan replikasi gen, molekul penerima dan penghantaran
sinyal, akumulasi metabolit untuk sistem pertahanan dan perubahan struktur
kromatin saat mengalami cekaman (Pandey et al. 2008). Perubahan struktur
kromatin biasanya berhubungan dengan regulasi transkripsi. Pada umumnya
perubahan hanya terjadi saat tanaman terpapar cekaman, namun dapat juga terjadi
perubahan ekspresi gen dalam jangka waktu yang lama (Pecinka & Scheid 2012).
Cekaman kekeringan dapat menyebabkan perubahan fisiologis, biokimia
dan seluler dalam tanaman (Anjum et al. 2011). Salah satu mekanisme tanaman
dalam menjaga pengangkutan air selama cekaman kekeringan adalah dengan cara
dekomposisi lignin. Pembentukan lignin dapat diinduksi oleh cekaman abiotik
maupun biotik (Moura et al. 2010). Di samping itu, akumulasi metabolit yang
mempunyai fungsi sebagai antioksidan dilaporkan meningkat selama tanaman
mengalami cekaman. Bahkan cekaman lingkungan dapat mempengaruhi
komposisi biokimia produk pertanian (DaMatta et al. 2009).
Oleh sebab itu, sebagai langkah awal dalam menentukan mekanisme
terjadinya ketidaknormalan pada buah kelapa sawit di Lampung, maka analisis
sifat fisik dan komposisi karakter biokimia pada tandan buah keras perlu
dilakukan. Analisis karakter biokimia sudah dilakukan pada buah kelapa sawit
normal (Neo et al. 2010; Tan et al. 2009). Selain itu Tranbarger et al (2011)
melaporkan terjadi perubahan beberapa karakter biokimia seperti tokoferol,
karotenoid, kadar minyak dan senyawa fenolik selama proses perkembangan dan

3

pemasakan buah kelapa sawit. Namun belum ada laporan tentang hal tersebut
pada tandan buah keras.
Selain faktor lingkungan, pertumbuhan tanaman dikendalikan oleh faktor
genetik. Terdapatnya perbedaan fenotipe tandan dalam satu pohon merupakan
bentuk terjadinya interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Faktor
lingkungan yang kurang sesuai pada periode perkembangan tertentu pada tanaman
dapat menyebabkan terjadinya abnormalitas. Selain itu, tidak stabilnya fenotipe
tanaman biasanya juga dapat disebabkan adanya mutasi pada gen tertentu,
penyisipan atau perpindahan elemen loncat (transposon).
Elemen loncat dapat mempengaruhi ekspresi gen dan merubah bentuk
pengaturan ekspresi (Bui & Granbastien 2012). Elemen loncat dapat teraktivasi
dalam genom tanaman oleh cekaman dan perubahan kondisi lingkungan maupun
akibat kondisi dalam proses kultur jaringan (Hirochika 1997; Pecinka et al. 2010,
Bui & Grandbastien 2012). Aktivasi transposon dalam genom tanaman akan
menyebabkan mutasi yang dapat merugikan atau menguntungkan bagi tanaman
tergantung pada lokasi transposon tersebut menyisip (Fescotte 2008). Aktivasi
transposon dilaporkan dapat meningkatkan respons terhadap cekaman lingkungan
(Casacuberta & Gonzalez 2012).
Analisis transposon pada tanaman kelapa sawit telah dilakukan untuk
melihat pengaruhnya terhadap abnormalitas (mantle) yang terjadi pada tanaman
kelapa sawit yang diperbanyak melalui teknik kultur jaringan. Hasil analisis
menunjukkan bahwa fenotipe mantle tidak disebabkan oleh perpindahan
transposon tetapi mungkin terkait dengan perubahan bentuk metilasi dari
komponen genom yang lain (Kubis et al. 2003).
Berdasarkan hasil analisis genom kelapa sawit yang dilakukan oleh Castilho
et al (2000), transposon tipe copia-like retroelement merupakan komponen
terbanyak yang ditemui dalam genom kelapa sawit. Elemen ini dapat
dimanfaatkan sebagai marka genetik dalam analisis genom kelapa sawit (Prize et
al. 2002).
Selain itu unsur iklim diantaranya curah hujan, periode bulan kering, suhu
udara, kelembaban udara dan lama penyinaran juga dilaporkan berpengaruh
terhadap produksi buah kelapa sawit (Corley & Tinker 2003) dan diduga
berpengaruh terhadap persentase pembentukan tandan buah keras yang terjadi di
perkebunan.
Kerangka Pemikiran
Fenomena tandan buah keras terjadi salah satunya di perkebunan wilayah
Lampung. Dilaporkan bahwa persentase tandan buah keras dapat mencapai 30%
(RC Lampung, komunikasi pribadi). Wilayah Lampung memiliki curah hujan
sebanyak 1 450 sampai 3 000 mm tahun-1 dengan bulan kering selama 2 sampai 3
bulan per tahun (Adiwiganda et al. 1999).
Fenomena tandan buah keras berhubungan dengan tanggap tanaman
terhadap cekaman kekeringan. Hal ini menjadi masalah di perkebunan maupun di
pabrik pengolahan kelapa sawit. Apabila buah kelapa sawit masak tidak
memberondol, tandan buah tidak akan dipanen karena berondolan yang terdapat di

4

sekitar pokok (pangkal batang) merupakan indikasi tandan buah dapat dipanen.
Hal ini menyebabkan turunnya produktivitas tanaman kelapa sawit.
Pada proses pengolahan buah di pabrik, setelah perebusan tidak semua buah
dari tandan buah keras terlepas dari tandan buah, sehingga menurunkan rendemen
minyak yang dihasilkan. Di samping itu, keterlambatan panen buah dapat
menyebabkan meningkatnya kandungan asam lemak bebas (FFA) minyak sawit.
Pembentukan tandan buah keras masih belum banyak diketahui dan respons
individu tanaman sangat beragam. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena
terbentuknya tandan buah keras cukup kompleks.
Pertumbuhan dan perkembangan buah pada suatu tanaman merupakan
rangkaian panjang proses metabolisme. Proses dimulai dari terbentuknya bunga
sampai pada proses pematangan dan absisi buah. Pertumbuhan dan perkembangan
tanaman kelapa sawit juga dipengaruhi oleh unsur-unsur iklim diantaranya curah
hujan, lamanya penyinaran efektif, kecepatan angin, suhu udara dan kelembaban
(Corley & Tinker 2003). Pengaruh unsur iklim tersebut terhadap produksi kelapa
sawit telah diketahui. Namun, pengaruhnya terhadap fenomena terbentuknya
tandan buah keras belum banyak dipelajari. Oleh karena itu dilakukan uji korelasi
dan analisis lintas antar unsur iklim penting pada kelapa sawit dengan fenomena
terbentuknya tandan buah keras.
Di samping itu juga dilakukan penelitian karakterisasi tandan, kandungan
biokimia minyak, serta pendekatan genetik dan molekuler melalui analisis cDNAAFLP. Hal ini bertujuan untuk menetapkan peranan faktor genetik dan lingkungan
terhadap pembentukan tandan buah keras.
Pada waktu terjadi cekaman kekeringan, tanaman akan mengaktifkan
beberapa enzim dan molekul penghantar sinyal untuk mengatasi cekaman. Selain
itu karena adanya kondisi lingkungan yang kurang sesuai dapat menyebabkan
aktifnya elemen loncat. Oleh karena itu diduga terjadinya fenomena tandan buah
keras juga dapat disebabkan oleh aktifnya elemen loncat karena adanya periode
bulan kering di perkebunan kelapa sawit di Lampung. Dugaan ini didasarkan pada
tidak stabilnya pembentukan tandan buah keras dalam satu pohon. (Diagram alir
penelitian disajikan pada Gambar 1).
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah mendapatkan perbedaan karakter fisik
dan kandungan biokimia antara tandan buah normal dan tandan buah keras serta
mendapatkan peranan faktor genetik dan lingkungan terhadap pembentukan
tandan buah keras di perkebunan kelapa sawit.
Tujuan khusus penelitian ini adalah mendapatkan:
1. perbedaan karakter fisik dan kandungan biokimia pada tandan buah normal
dan tandan buah keras pada kelapa sawit
2. informasi tentang unsur-unsur iklim yang paling berpengaruh terhadap
terbentuknya tandan buah keras
3. kombinasi marka AFLP yang dapat membedakan antara tandan buah keras
dan tandan buah normal
4. sekuen pita spesifik tandan buah keras hasil cDNA-AFLP

5

Fenomena Tandan Buah Keras

Ekofisiologi

Karakterisasi

Karakterisasi sifat
fisik tandan buah
keras dan tandan
buah normal

Mendapatkan
perbedaan karakter
fisik tandan buah
keras dan tandan
buah normal

Analisis unsur iklim terhadap
persentase pembentukan
tandan buah keras
Tujuan
Mendapatkan informasi tentang
unsur iklim yang paling berpengaruh
terhadap persentase pembentukan
tandan buah keras
Luaran
Unsur iklim yang paling berpengaruh
terhadap persentase pembentukan
tandan keras

Luaran

2.

Tujuan:

Karakter fisik
tandan buah keras
dan tandan buah
normal

Genomik dan transkriptomik

1.

Analisis kandungan variabel
biokimia pada buah tandan
keras dan tandan buah normal
Tujuan
Mendapatkan perbedaan komposisi
biokimia pada tandan buah normal
dan tandan buah keras
Luaran
Profil kandungan biokimia penting
pada tandan buah normal dan tandan
buah keras

1.

Tujuan
Mendapatkan kombinasi
marka AFLP yang dapat
membedakan tandan buah
keras dan tandan buah
normal
Luaran
Kombinasi marka AFLP
yang mampu membedakan
tandan buah keras dan
tandan buah normal
2. Analisis differensial
Tujuan
Mendapatkan
informasi
sekuen spesifik cDNAAFLP
Luaran:
Kandidat gen yang terlibat
dalam fenomena tandan
buah keras

Perbedaan karakter fisik, kandungan variabel
biokimia, putatif gen dan peranan faktor
lingkungan dan genetik terhadap pembentukan
tandan buah keras

Gambar 1 Diagram alir penelitian

Analisis genom
kelapa sawit
menggunakan
marka AFLP

6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit ( Elaeis guineensis Jacq. ) termasuk dalam keluarga
monokotil yang berasal dari Afrika Barat. Pendapat ini didasari oleh temuan
sedimen polen di Nigeria yang mirip dengan polen kelapa sawit saat ini (Zeven
1964). Tanaman kelapa sawit mempunyai meristem apikal tunas tunggal dan
menghasilkan bunga jantan dan betina secara bergantian pada tanaman yang sama
(Hartley 1988). Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh sampai ratusan tahun, tetapi
karena pertimbangan efisiensi dan nilai ekonomi untuk usaha perkebunan hanya
dipertahankan sampai umur 25 tahun. Habitat alami kelapa sawit adalah tepi rawa,
sungai dan danau. Jenis lain kelapa sawit (E. oleifera) berasal dari Amerika
Selatan (Hartley 1988).
Kelapa sawit ditanam secara ekstensif di Asia Tenggara, daerah khatulistiwa
di Afrika, dan Amerika Selatan. Tanaman kelapa sawit diintroduksi ke Indonesia
pada tahun 1848 dari Mauritius dan ditanam di Kebun Raya Bogor (Purseglove
1975). Benih dari empat tanaman di Bogor didistribusikan ke seluruh kepulauan
Indonesia dan ditanam sebagai tanaman hias pinggir jalan. Benih dari tanaman di
perkebunan tembakau di Deli Sumatera Utara sekarang dikenal sebagai Deli Dura,
kemudian digunakan untuk mendirikan perkebunan komersial pertama di
Sumatera Utara pada tahun 1911. Turunan dari Deli Dura selanjutnya digunakan
untuk mendirikan perkebunan kelapa sawit pertama di perkebunan Ulu Remis,
Malaysia pada tahun 1929 (Hartley 1988).
Tanaman kelapa sawit dibedakan berdasarkan tebalnya cangkang yang
dimiliki menjadi tipe Dura, Pisifera dan Tenera. Tipe Dura memiliki ketebalan
cangkang 2 sampai 8 mm, kandungan mesokarp tergolong rendah sampai sedang
(35 sampai 55 %). Pada persilangan umumnya digunakan sebagai tetua betina.
Pisifera memiliki cangkang sangat tipis bahkan tidak ada cangkang. Pada
persilangan umumnya digunakan sebagai tetua jantan. Sementara Tenera memiliki
tebal cangkang 0.5 sampai 4 mm, dengan kandungan mesokarp sebesar 60 sampai
96%, merupakan hibrida dari Dura dan Pisifera (Hartley 1988). Perbedaan
ketebalan cangkang akan mempengaruhi rendemen minyak yang dikandung buah.
Ketebalan cangkang dikendalikan oleh gen tunggal. Tipe Dura memiliki gen ShSh,
Pisifera shsh dan Tenera yang merupakan hibrida dari Dura dan Pisifera memiliki
tipe Shsh.
Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas
Tanaman Kelapa Sawit
Curah hujan. Air merupakan faktor penting yang dapat membatasi
pertumbuhan dan produktivitas tanaman kelapa sawit. Jumlah curah hujan yang
optimum untuk tanaman kelapa sawit antara 2 000 sampai 2 500 mm tahun-1,
dengan penyebaran merata sepanjang tahun (Corley & Tinker 2003. Jumlah curah
hujan yang kurang atau melebihi kebutuhan akan menurunkan produktivitas
tanaman kelapa sawit. Curah hujan yang tinggi akan menyebabkan pertumbuhan

7

vegetatif lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan generatif, sehingga
mengurangi pembentukan tandan bunga. Curah hujan dengan intensitas tinggi
juga menyebabkan penyerbukan kurang sempurna. Penyebaran curah hujan
merupakan faktor penting dalam perkembangan bunga. Curah hujan yang rendah
akan menyebabkan kekurangan air sehingga akan mempengaruhi produksi
pelepah daun, jumlah tandan buah, diferensiasi seks, rontoknya bunga dan buah
muda.
Radiasi matahari. Produksi tanaman kelapa sawit juga dipengaruhi oleh
lama penyinaran efektif. Penyinaran efektif didefenisikan sebagai total jumlah jam
penyinaran yang diterima sepanjang periode kelembaban air tanah yang
mencukupi ditambah selama periode cekaman air dan dikurangi dengan lamanya
cekaman air tanah yang terjadi Sparnaaij et al. 1963).
Penyinaran radiasi matahari yang cukup untuk tanaman kelapa sawit adalah
lebih dari 1 600 jam tahun-1 dengan rata-rata 5 sampai 7 jam hari-1 (Corley &
Tinker 2003) dan kelembaban udara 85%. Penyinaran efektif akan berpengaruh
terhadap nisbah seks bunga dua tahun berikutnya, dan terhadap hasil sekitar 28
bulan berikutnya. Lama penyinaran per hari lebih berpengaruh terhadap
produktivitas tanaman kelapa sawit dibandingkan dengan rata-rata radiasi harian.
Selain itu nisbah seks juga akan dipengaruhi oleh kombinasi dari jumlah hari
kering, lamanya penyinaran harian dan curah hujan.
Suhu udara. Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dan berkembang dengan
baik pada daerah yang mempunyai suhu udara siang hari rata-rata 29 0C sampai
33 0C dan suhu udara malam rata-rata 22 0C sampai 24 0C (Corley & Tinker 2003).
Tanaman kelapa sawit dibudidayakan, tumbuh dan berkembang dengan baik pada
daerah tropis antara 130 Lintang Utara dan 120 Lintang Selatan (Hartley 1988).
Ketinggian tempat yang ideal untuk tanaman kelapa sawit adalah 5 m sampai 200
m di atas permukaan laut. Perkebunan kelapa sawit yang mempunyai
produktivitas yang tinggi terdapat pada daerah yang mempunyai keragaman suhu
udara bulanan yang kecil.
Kelembaban udara. Tanaman kelapa sawit tumbuh baik di kawasan tropis
dengan rata-rata kelembaban udara harian berkisar antara 75 sampai 85%. Apabila
kelembaban udara rendah, penyinaran efektif juga tidak akan berfungsi dengan
baik. Vapour Pressure Deficit (PVD) yang tinggi menyebabkan penutupan
stomata yang akan mempengaruhi proses fotosintesis yang dapat menyebabkan
penurunan produksi. Udara kering dengan kelembaban udara rendah
menyebabkan konduksi stomata menurun yang mengakibatkan pertukaran gas
antara jaringan tanaman dan atmosfer terganggu.
Angin. Kecepatan angin yang sangat sesuai untuk membantu penyerbukan
bunga kelapa sawit adalah dengan kecepatan 5 sampai 6 km jam-1. Angin yang
terlalu kencang dapat berbahaya untuk pertanaman kelapa sawit, terutama pada
tanaman muda yang dapat menyebabkan tanaman condong/miring. Penempatan
tanaman muda dengan posisi vertikal sangat dianjurkan pada pertanaman baru,
terutama pada daerah dengan topograpi miring untuk mencegah kerusakan yang
disebabkan angin.

8

Infloresens Kelapa Sawit
Primordia bunga diproduksi pada setiap ketiak daun pada saat inisiasi daun.
Primodia dapat berkembang menjadi infloresen jantan, betina atau hermaprodit.
Oleh karena itu, produksi tandan buah segar sangat terkait dengan tingkat
produksi daun, yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan status hara tanaman
kelapa sawit. Bunga dapat gugur sebagai tanggap terhadap cekaman, dan produksi
yang tinggi hanya dapat diperoleh dengan nisbah jenis kelamin yang tinggi (bunga
betina: total bunga) dan tingkat aborsi yang rendah. Potensi hasil dengan demikian
ditentukan oleh tingkat produksi daun, nisbah jenis kelamin dan jumlah aborsi
bunga.
Pada tanaman dewasa infloresen berkembang sekitar 2 sampai 3 tahun
(Adam et al. 2005) (Gambar 2). Setiap infloresen terdiri dari spikelet yang
tertutup oleh seludang yang kokoh. Spikelet tersusun dalam bentuk spiral pada
tengah-tengah aksis. Sekitar 1 bulan setelah bunga muncul di atas dasar pelepah
daun, seludang luar bunga akan terbuka. Dua sampai tiga minggu kemudian,
seludang bagian dalam terbuka dan bunga yang terdapat pada spikelet akan
terlihat.

Gambar 2 Skema waktu yang dibutuhkan pada setiap fase perkembangan bunga
kelapa sawit (Sumber: Hartley 1988).
Bunga betina terdiri dari floral triads yang berisi bunga pistilate tunggal
yang diapit oleh dua bunga staminate abortif, sedangkan bunga jantan
mengandung bunga staminate fungsional tunggal (Adam et al. 2005) (Gambar 3).
Permukaan reseptif dari lobus stigma yang ditekan satu sama lain ketika muda
akan membuka ketika bunga dewasa. Pada bagian tengah bunga betina, setiap
spikelet dapat menghasilkan 12 sampai 30 bunga, sedangkan pada spikelet bagian
atas dan bawah hanya menghasilkan 12 bunga atau kurang.
Infloresen betina dapat menghasilkan 85 sampai 200 spikelet, oleh karena
itu terdapat lebih dari 2 000 bunga pada setiap individu dalam infloresen betina.
Spikelet pada bagian bawah infloresen akan mekar lebih dahulu daripada bagian
atas. Bunga dalam satu spikelet juga akan mekar dari bagian terbawah. Pada
bunga betina kepala putik terdiri dari 3 karpel yang terbungkus oleh androesium
rudimenter dan di sebelah luarnya terbungkus lagi oleh dua lingkaran lapisan
periantum yang terdiri dari 3 segmen sepaloid.

9

Anderoecium
rudimenter

Bunga betina
tanpa braktea

Trilobe stigma,
Sepal dan
braktea

Braktea bunga

Infloresens

Braktea spiked

Gambar 3 Komposisi infloresens betina, menunjukkan brakteol dan spina secara
tampak dekat (Sumber: Jacquemard 1998).
Bunga jantan ditopang oleh tangkai yang panjang dan terdiri dari spikelet
yang menyerupai jari berbentuk silinder, masing-masing terdiri dari 700 sampai
1 200 bunga jantan. Bunga jantan terdiri dari periant dan androesium berbentuk
tabung dengan enam benang sari (Gambar 4). Bunga mulai membuka dari bagian
dasar spikelet. Tepung sari berwarna kuning pucat dan memiliki aroma yang khas.
Satu tandan bunga jantan dapat mengandung 25 sampai 50 g tepung sari (Hartley
1988).

duri ujung

Infloresen jantan
Bilobbed anther
Bunga jantan mekar

anter

Filamen
Perianth

Seludang
Bunga jantan

Spikelet jantan

Gambar 4 Komposisi infloresen jantan, menunjukkan spikelet, bunga dan anter
dan duri secara tampak dekat. (Sumber: Jacquemard 1998.)

10

Kelapa sawit adalah tanaman berumah satu (bunga jantan dan betina
terpisah tetapi terdapat pada tanaman yang sama). Bunga jantan dan bunga betina
mempunyai waktu matang yang tidak sama (bergantian), karena berada pada
ketiak pelepah yang umurnya berbeda. Oleh karena itu kelapa sawit merupakan
tanaman menyerbuk silang obligat. Tanaman kelapa sawit komersial diserbuki
oleh kumbang Elaedobius kamerunicus, yang pertama kali diperkenalkan di Asia
Tenggara pada awal tahun 1980 (Syed et al. 1982).
Serangga tertarik pada bunga jantan sebagai tempat makan dan melengkapi
siklus hidup karena mempunyai aroma yang khas, yang dilepaskan ketika bunga
mulai melepaskan serbuk sari saat bunga mekar. Hal ini berlangsung selama 2
sampai 5 hari. Bunga betina juga menghasilkan aroma yang khas saat bunga
mekar yang berlangsung selama 36 sampai 48 jam dan kumbang membawa
serbuk sari dari bunga jantan ke bunga betina pada tanaman yang berdekatan.
Tanaman kelapa sawit memproduksi bunga jantan atau betina untuk periode
tertentu (alternate bearing), oleh karena itu dibutuhkan adanya tanaman yang
memproduksi polen dan bunga reseptif agar penyerbukan dapat terjadi. Nisbah
seks sebagian ditentukan secara genetik tapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Tanaman yang mengalami cekaman diantaranya kekeringan,
kelembaban udara yang rendah, kekurangan hara, pemangkasan yang berlebih dan
serangan penyakit memiliki nisbah seks yang rendah dan hasil yang sedikit.
Tanaman kelapa sawit akan merespons cekaman kekurangan air dan hara
pada saat diferensiasi seks dengan cara mengubah primordia infloresen menjadi
infloresen jantan. Periode dari inisiasi bunga sampai panen tandan buah sekitar 40
bulan dan cekaman akan mempengaruhi produktivitas pada 3 tahun berikutnya
(Corley & Tinker 2003).
Buah Kelapa Sawit
Buah kelapa sawit adalah tipe buah batu atau satu buah yang mengandung
biji yang ditutupi oleh mesokarp dengan berbagai bentuk dari hampir bulat, bulat
telur atau memanjang. Panjang buah kelapa sawit berkisar antara 2 sampai 7 cm
dan terdiri dari kulit (eksokarp) tipis, mesokarp, cangkang (endokarp), dan
endosperm atau kernel. Kulit buah dan mesokarp disebut juga perikarp yang
mengandung sebagian besar minyak mentah kelapa sawit dengan rendemen 20
sampai 27%, sedangkan kernel (inti sawit) mengandung minyak inti dengan
rendemen 4 sampai 6% (Wahid et al. 2005). Mesokarp buah kelapa sawit juga
mengandung banyak karotenoid (Sambanthamurthi et al. 2000)
Perkembangan mesokarp buah kelapa sawit dibagi ke dalam lima fase. Fase
I terjadi antara 30 sampai 60 hari setelah polinasi (HSP) yang ditandai dengan
pembelahan sel antiklinal dan pembesaran sel dengan peningkatan awal pada
ukuran dan bobot buah. Fase II di antara 60 sampai 100 HSP merupakan periode
transisi yang dikarakterisasi dengan akumulasi bobot segar dan jumlah indole-3acetic acid (IAA) yang tinggi. Fase III di antara 100 sampai 120 HSP merupakan
akhir dari periode transisi, terlihat dengan menurunnya konsentrasi auksin,
sitokinin dan giberelin. Fase IV merupakan fase awal pemasakan yang terlihat
dengan peningkatan bobot segar mesokarp dan akumulasi lipid terlihat pada 120
HSP. Pada fase ini lipid dapat mencapai 2 g buah-1 dan mulai terjadi akumulasi

11

karoten. Fase V merupakan fase pemasakan yang ditandai dengan meningkatnya
konsentrasi hormon ABA dan etilena (Tranbarger et al. 2011).
Penampakan luar buah bervariasi terutama saat pematangan. Jenis paling
umum adalah buah tipe nigresens yang berwarna ungu tua sampai hitam pada
apeks dan tidak berwarna pada bagian dasar sebelum buah masak. Pada waktu
masak warna bervariasi dari jingga ke merah, yang disebabkan oleh terjadinya
perubahan kandungan karoten. Jenis buah yang relatif jarang adalah tipe virescens
yang berwarna hijau sebelum masak dan saat matang berubah menjadi warna
jingga kemerahan. Jenis buah lain tanpa karoten dalam mesokarp disebut sebagai
albescens, namun jenis ini sangat jarang. Struktur internal buah menunjukkan
variasi yang cukup besar, yang paling penting adalah karakter ketebalan cangkang
yang ditentukan secara genetik. Buah kelapa sawit ada yang tanpa cangkang atau
memiliki cangkang hingga ketebalan 8 mm. Bentuk buah internal ditentukan oleh
faktor genetik.
Tandan buah berisi sekitar 1 500 buah dengan nisbah buah terhadap tandan
berkisar antara 60 sampai 70%. Pada waktu tandan buah berkembang hingga
masak, tandan buah ditopang oleh pelepah daun ke 30 sampai ke 32 dan bobot
tandan buah bervariasi dari beberapa kilogram sampai 10 kg pada tanaman muda
dan 10 sampai 30 kg pada tanaman dewasa (8 sampai 10 tahun setelah tanam).
Buah bagian luar lebih berwarna dan buah bagian dalam kurang berpigmen.
Terdapat juga beberapa buah partenokarpi yang berkembang meskipun tidak
terjadi pembuahan.
Absisi pada Buah Kelapa Sawit
Proses penanggalan (pelepasan) buah kelapa sawit melibatkan pemisahan
sel yang terjadi pada dua zona absisi yang terdapat pada bagian dasar buah. Zona
absisi utama yang paling besar berada antara dua jaringan yang mudah dibedakan,
yaitu mesokarp buah yang kaya akan lipida dan pedikel (tangkai buah). Zona
absisi berbatasan dengan bagian luar dasar buah. Zona utama terdiri dari 8 sampai
10 lapisan sel yang dapat dengan mudah dilihat sevcara visual. Menggunakan
pewarnaan khusus sel-sel terlihat mengandung inti sel, sedangkan batas zona
absisi tidak memiliki karakterisasi yang jelas. Sel terpisah menjadi dua zona yang
berurutan, yaitu zona absisi utama kemudian perbatasan zona absisi. Dilaporkan
bahwa etilena menginduksi pemisahan hanya pada zona absisi utama, sementara
itu bagaimana sinyal menginduksi pemisahan pada bagian perbatasan zona absisi
masih belum diketahui (Tranbarger et al. 2011).
Anatomi absisi pada buah kelapa sawit berbeda dengan buah-buahan
komersial pada umumnya. Absisi terjadi dalam dua tahap dengan jarak 1 sampai 2
hari antar keduanya (Osborne et al. 1992). Pada tahap pertama buah terpisah dari
bagian tengah tangkai buah (posisi 1) tetapi pada tahap ini buah masih menempel
pada tangkai buah dan jaringan lain yang belum terpisah seperti bagian dasar dari
enam tepal. Pada fase kedua sel pada situs sekunder pada posisi 2 atau 3 (Gambar
5) selanjutnya terpisah dan oleh karena itu buah akan terlepas dari tandan buah
(Henderson & Osborne 1994).

12

Mesokarp

Kernel

Cincin tepal
rudime
nterMesokar
p

Tepal
Braktea

Seludang berduri
Zona absisi
Tangkai buah

Gambar 5 Representasi diagramatik potongan longitudinal daerah absisi buah
kelapa sawit yang mengindikasikan urutan dan posisi pemisahan sel
yang terjadi diantara jaringan yang berbeda. (Sumber: Henderson &
Osborne 1994)
Pemisahan pada posisi 1 diinisiasi oleh etilena atau prekursor etilena seperti
asam 1-aminosiklopropana-1-karboksilat (ACC). Pemisahan dapat terhambat oleh
adanya auksin. Absisi pada bagian dasar buah dari tepal atau pada fase kedua
tidak terjadi sebagai respons terhadap etilena secara tunggal, tetapi terdapat
komponen lain yang terlibat. Zona absisi pada buah kelapa sawit memiliki
karakteristik spesifik seperti tingginya ekspresi enzim poligalakturonase dan
unmethylated pectin pada dinding selnya (Henderson et al. 2001). Roongsattham
et al (2012) menemukan beberapa transkrip untuk enzim poligalakturonase (PG)
yang sangat kuat diinduksi oleh etilena dan terekspresi selama pemisahan sel.
Marka Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP)
Teknologi marka molekuler memiliki peranan yang semakin penting dalam
pengujian keragaman genetik, hubungan genetik dan pemetaan genom tanaman.
Kemajuan di bidang genetika molekuler, menghasilkan berbagai teknik yang
berbeda untuk menganalisis variasi genetik. Beberapa marka genetik berbasis
PCR telah digunakan untuk memberikan informasi tentang variasi genetik pada
spesies tanaman. Salah satu marka molekuler yang banyak dipakai adalah marka
AFLP (Amplified Fragmenth Length Polymorphism).
Teknik AFLP didasarkan pada amplifikasi selektif fragmen pemotongan
dari DNA genom. Teknik ini terdiri dari tiga tahapan yang terdiri dari 1)
pemotongan DNA dan ligasi adaptor oligonukleotida, 2) amplifikasi selektif

13

fragmen pemotongan, dan 3) analisis gel hasil fragmen yang diamplifikasi.
Amplifikasi PCR fragmen pemotongan diperoleh dengan menggunakan adaptor
dan sekuen situs pemotongan sebagai situs target untuk penempelan primer.
Amplifikasi selektif dicapai dengan menggunakan primer yang diekstensi ke
fragmen pemotongan. Amplifikasi hanya terjadi pada fragmen ekstensi yang
cocok dengan nukleotida pengapit situs restriksi. Fragmen pemotongan dapat
divisualisasikan dengan PCR tanpa perlu pengetahuan tentang susunan
nukleotidanya.
Teknik AFLP memungkinkan ko-amplifikasi sejumlah besar fragmen
pemotongan. Sejumlah fragmen dapat dianalisis secara bersamaan, namun hal ini
tergant

Dokumen yang terkait

Pengaruh Elevasi Lahan dan Posisi Pelepah Terhadap Anatomi dan Sifat Fisik pada Fenomena Pelepah Sengkleh Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

2 80 91

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)pada Berbagai Perbandingan Media Tanam Sludge dan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) di Pre Nursery

4 102 53

Analisa Unsur Hara Mg dalam Daun Kelapa Sawit dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) untuk meningkatkan Produksi Buah pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

16 121 49

Pengaruh Elevasi Lahan dan Posisi Pelepah Terhadap Anatomi dan Sifat Fisik pada Fenomena Pelepah Sengkleh Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

0 0 19

Pengaruh Elevasi Lahan dan Posisi Pelepah Terhadap Anatomi dan Sifat Fisik pada Fenomena Pelepah Sengkleh Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

0 0 11

Pengaruh Elevasi Lahan dan Posisi Pelepah Terhadap Anatomi dan Sifat Fisik pada Fenomena Pelepah Sengkleh Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

0 0 11

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)pada Berbagai Perbandingan Media Tanam Sludge dan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) di Pre Nursery

0 0 12

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)pada Berbagai Perbandingan Media Tanam Sludge dan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) di Pre Nursery

0 2 8

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)pada Berbagai Perbandingan Media Tanam Sludge dan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) di Pre Nursery

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq). - Analisis Histologi Embriogenesis Somatik Dari Apikal Bud Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) var Tenera

0 4 8