BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq). - Analisis Histologi Embriogenesis Somatik Dari Apikal Bud Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) var Tenera

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq).

  Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) asal kata Elaeis dari kata Elaion (yunani) yang artinya minyak sedangkan Guineensis berasal dari kata Guinea (nama pantai barat Afrika, tempat pertama sekali kelapa sawit ditemukan), dan Jacq berasal dari nama penemunya Jacquin (botani Amerika). Genus Elaeis, yang termasuk family

  

Arecaceae , yang hanya terdiri dari 2 species tropikal. Elaeis guineensis Jacq.

  berasal dari Afrika dan Elaeis oleifera berasal dari Amerika Latin. Hanya Elaeis

  

guineensis y ang memiliki daya tarik ekonomi yang tinggi, karena tingginya

  kandungan minyak, yang dihasilkan dari bagian mesokarp (minyak sawit) dan kernel minyak sawit (Cochard et al.,2009).

  Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) diketahui berasal dari Afrika. Secara morfologi kelapa sawit dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yakni Dura (bercangkang tebal), Pisifera (tanpa cangkang), Tenera (bercangkang tipis). Masing-masing tipe memiliki karekteristik buah yang berbeda, yang dijadikan sebagai basis dalam pemuliaan kelapa sawit.

  2.2 Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

  Kelapa sawit adalah tanaman hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini sangat peka terhadap kondisi lingkungan dan perlakuan yang diberikan. Agar dapat mencapai produksi maksimal, kelapa sawit membutuhkan syarat tumbuh yang specifik. Kondisi iklim dan tanah merupakan faktor utama disamping faktor genetis.

  Tanah yang baik untuk pertumbuhan Kelapa sawit ialah tanah gembur, subur, datar, berdrainase baik dan yang memiliki lapisan top soil yang dalam (80 cm) karena merupakan media yang baik bagi perkembangan akar sehingga penyerapan hara cukup tinggi, tekstur ringan berpasir 20

  • – 60%, berdebu 10 –

  40%, tanah liat 20

  • – 50%. pH tanah sangat terkait dengan ketersediaan hara dalam tanah, pH optimum untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 5
  • – 5,5. Jenis tanah yang cocok untuk kelapa sawit adalah jenis tanah podsolik, latosol, hidromorfik kelabu, regosol, andosol, organosol, dan aluvial. Tanah tuf vulkanik muda yang berasal dari gunung berapi berstruktur remah, kosistensi lepas (teguh), kaya humus dan unsur hara sangat baik untuk kelapa sawit seperti tanah di Aceh, Sumatera Utara bagian Timur, dan Malaysia Barat.

  Kelapa sawit tumbuh subur pada daerah beriklim tropis basah antara 12 LU LS pada ketinggian 0

  • – 12 – 500 m dpl. Beberapa unsur yang penting dan saling mempengaruhi adalah curah hujan, suhu, kelembapan udara, sinar matahari, dan kecepatan angin. Curah hujan optimum adalah 2000
  • – 2500 mm/thn, tidak memiliki defisit air. Temperatur optimum adalah 24

  C, kelembaban sekitar

  • – 28 80% dan intensitas penyinaran matahari sekitar 5 – 7 jam/hari. Kecepatan angin 5
  • – 6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan. (Kiswanto et al., 2008).

2.3 Morfologi Kelapa Sawit 1.

  Kecambah Jika mendapat air yang cukup, daging biji (endoscarp) akan mengembang (swelling) kemudian lembaga akan berkecambah (germinating). Daging biji mengandung persediaan makanan yang diperkirakan mencukupi sampai akar mampu mencari makanan dan daun mampu melakukan fotosintesis. Biji kelapa sawit dikelilingi oleh kulit biji (cangkang) yang sangat keras sehingga lembaga dan daging biji sangat sulit mendapat air untuk mengembang dan selanjutnya berkecambah.

  Benih kelapa sawit sangat sulit berkecambah dan tidak dapat tumbuh serempak, hal ini disebabkan karena benih kelapa sawit mempunyai sifat domansi akibat endokarpnya yang tebal dan keras, bukan disebabkan oleh embrionya yang dorman. Selain itu menurut penelitian Nurmailah (1999), pada tempurung benih kelapa sawit mengandung lignin yang cukup tinggi yaitu 65 - 70%. Hal ini yang mengakibatkan biji kelapa sawit sangat lambat berkecambah.

  2. Akar Kelapa sawit adalah tanaman monokotil yang tentunya berakar serabut.

  Struktur akar terdiri dari akar primer yang tumbuh vertikal ke bawah, merupakan perkembangan lanjut dari radicula. Anatomi akar terdiri dari induk akar (tap-root), single fibre root dan lateral root. Yang berhubungan langsung dengan makan adalah lateral root sedangkan yang berhubungan dengan pembuluh adalah tap root. Selain sebagai pencari makanan akar juga berfungsi sebagai alat respirasi.

  3. Batang Batang kelapa sawit tumbuh vertikal ke atas (fototrofi) dibungkus oleh pangkal pelepah daun. Batang berbentuk silinderis dengan diameter 0.5 m pada tanaman dewasa. Meristem pucuk, terletak dekat ujung batang , dimana pertumbuhan batang sedikit membesar. Aktivitas meristem pucuk hanya memberikan sedikit kontribusi terhadap jaringan batang karena fungsi utamanya menghasilkan daun dan inflorescent bunga.

  4. Daun Daun kelapa sawit memiliki pangkal pelepah daun (petiole/axil) adalah tempat duduknya helaian daun (leaf let), terdiri dari rachis (basis folli), tangkai daun (petiole/petioles), duri (spine), helaian anak daun (lamina), ujung daun (apex folli), tulang daun (vein), tepi daun (margo folli), dan daging daun (intervenium). Fungsi utama daun adalah untuk fotosintesis dan alat respirasi. Daun sawit normal berwarna hijau tua.

  5. Bunga Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecius), artinya terdapat bunga jantan dan bunga betina pada satu pohon tetapi tidak pada tandan yang sama. Jenis kelamin bunga dapat dikenali setelah bunga menonjol di antara ketiak pelepah daun, sebelum seludang bunga terbuka.

  Cirri-ciri bunga jantan adalah berbentuk ramping (lonjong) memanjang, daripada bunga betina. Sedangkan bunga betina berbentuk bundar (oval), ujung kelopak bunga agak rata dan diameter bunga lebih besar. Perbedaan bentuk bunga sangat penting untuk diketahui dalam melakukan penyerbukan buatan (assisted pollination).

6. Buah

  Anatomi buah kelapa sawit terdiri dari : a.

  Kulit buah licin dan keras (epikarp atau kutikula), b.

  Daging buah (mesokarp) yang terbentuk dari serabut-serabut (fibre) dan minyak, c.

  Kulit biji (cangkang); tempurung berwarna hitam dan keras (endocarp), d. Daging biji (endosperm) berwarna putih yang mengandung minyak, e. Lembaga (embrio). Berdasarkan ketebalan cangkang buah, kelapa sawit dapat dibedakan menjadi Dura (bercangkang tebal), Pisifera (tanpa cangkang), Tenera (bercangkang tipis). Saat ini jenis kelapa sawit yang banyak ditanam adalah jenis Tenera yang merupakan hibrida dari Dura x Pisifera (DxP).

2.4 Kultur Jaringan

  Kultur jaringan adalah suatu teknik atau metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman, seperti protoplasma, sel, kelompok sel, jaringan dan organ kemudian menumbuhkan bagian tersebut pada media buatan yang mengandung kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dalam kultur jaringan ditentukan oleh sejumlah faktor antara lain : a.

  Faktor genetik tanaman.

  b.

  Nutrient, seprti makro dan mikro nutrient, air, gula, dan asam amino.

  c.

  Faktor fisik, seperti cahaya, temperature, dan pH.

  d.

  Beberapa substansi organik seperti zat pengatur tumbuh, vitamin, senyawa e.

  Kandungan oksigen. Manfaat utama dari tehnik kutur jaringan adalah perbanyakan klon atau perbanyakan massal dari tanaman yang sifat genetiknya identik satu sama lain.

  2.5 Sumber Eksplan

  Penggunaan eksplan yang bersifat meristematik umumnya memberikan keberhasilan pembentukan embrio somatik yang lebih tinggi. Sifat-sifat genetik jaringan meristem yang stabil, memungkinkan bagi dihasilkannya tanaman baru dengan sifat-sifat genetik yang identik dengan induknya. Stabilitas meristem ini ditentukan oleh sejumlah faktor diantaranya sel-sel meristem memiki mekanisme penggandaan DNA yang lebih efisien daripada sel-sel pada jaringan yang belum terorganisasi (misalnya kalus) sehingga kemungkinan terjadinya mutasi sangat kecil (Stafford, 1991). Eksplan yang digunakan dapat berupa aksis embrio zigotik muda dan dewasa, kotiledon, mata tunas, epikotil maupun hipokotil (Purnamaningsih, 2002). Ujung tunas dan ujung meristem adalah bagian paling popular sebagai sumber eksplan untuk inisiais kultur jaringan (Ahloowali, 2002).

  2.6 Embriogenesis Somatik

  Embriogenesis somatik adalah proses perkembangan dimana sel-sel somatik melalui proses restruktur untuk menghasilkan sel-sel embriogenik. Sel-sel ini kemudian melalui serangkaian perubahan biokimia dan morfologi yang menghasilkan pembentukan embrio somatik atau non-zigotik yang dapat berperan dalam regenerasi tanaman. Embriogenesis somatik mewakili lintasan perkembangan yang unik, termasuk sejumlah karakteristik dediferensiasi sel, aktivasi pembelahan sel, reprogram proses fisiologi sel, metabolisme dan pola ekspresi gen (Yang & Zhang, 2010). Embriogenesis somatik adalah proses perkembangan dimana sel-sel somatik berkembang menjadi struktur yang menyerupai embrio zigotik melalui serangkaian tahap karekteristik embriologis tanpa fusi gamet (Jimenez et al., 2001).

  Teknik embrio somatik merupakan teknik perbanyakan secara in vitro seleksi ini didapatkan kalus yang berpotensi berkembang menjadi planlet. Keutamaan penggunaan embriogenesis somatik menguntungkan untuk dibudidayakan massa, program perbaikan genetik dan produksi pada sintetis bibit (Hartman et al., 1997) dalam Zulkarnain (2011).

  Embriogenesis somatik adalah proses yang menakjubkan karena struktur bipolar pengolahan pucuk dan akar menyerupai embrio zigotik, adalah dihasilkan dari sel somatik (Mariani et al., 1998). Suatu keuntungan yang nyata dari embriogenesis somatik adalah embrio-embrio somatik yang dihasilkan bersifat bipolar, yakni memiliki ujung-ujung akar dan pucuk yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman lengkap (Zulkarnain, 2011).

2.7 Kalus

  Kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous yang terjadi dari sel-sel jaringan yang membelah diri secara terus menerus. Secara in vivo, kalus pada umumnya terbentuk pada bekas-bekas luka akibat serangan infeksi mikroorganisme seperti Agrobacterium tumefaciens , gigitan atau tusukan serangga dan nematoda.

  Tujuan kultur kalus adalah untuk memperoleh dari eksplan yang diisolasi dan ditumbuhkan dalam lingkungan terkendali. Kalus diharapkan dapat memperbanyak dirinya (massa sel) secara terus menerus. Kalus dapat diinisiasi dari hampir semua bagian tanaman tetapi organ yang berbeda menunjukkan kecepatan pembelahan sel yang berbeda pula. Bagian tanaman seperti embrio muda, hipokotil, kotiledon dan batang muda merupakan bagian yang mudah untuk dediferensiasi dan menghasilkan kalus.

  Suatu sifat yang diamati dalam jaringan yang membentuk kalus adalah bahwa pembelahan sel tidak terjadi pada semua sel dalam jaringan asal tetapi hanya sel dilapisan perifer yang membelah terus menerus sedangkan sel yang berada ditengah tetap quiescent. Faktor-faktor yang menyebabkan inisiasi pembelahan sel hanya terbatas dilapisan luar dari jaringan kalus, adalah : a.

  Ketersediaan oksigen yang lebih tinggi b. Keluarnya gas CO2 d.

  Penghambat yang bersifat folatik lebih cepat menguap e. Cahaya

  Kalus embriogenik mengandung bagian sel-sel meristimatik yang dilokasikan pada permukaan kalus. Pada bagian kalus yang meristimatik akan cepat membentuk embrio somatik ke tahap globular (Kysely & Jacobsen, 1990). Perkembangan embrio somatik pada tanaman dikotil melalui tahap globular, hati (heart-shaped), torpedo, dan kotiledon (Jurgens et al., 1991), sedangkan pada tanaman monokotil melalui tahap globular, hati skutelar dan kotiledon.

  Kalus yang berbentuk lunak/lembut, granular dan jaringan translucent dimana tidak mempunyai potensial embriogenik, jaringan ini ditentukan sebagai kalus non embriogenik dan tidak dapat beregenerasi menjadi plantlet baru. (Low

  

et al .,2008). Kalus embriogenik dicirikan oleh sel yang berukuran kecil,

  sitoplasma padat, inti besar, vakuola kecil-kecil dan mengandung butir pati (Purnamaningsih, 2002).

  2.8 Media

  Kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan kultur in vitro yang optimal bervariasi antar spesies ataupun antar varietas. Bahkan, jaringan yang berasal dari bagian tanaman yang berbeda pun akan berbeda kebutuhan nutrisinya (Zulkarnaian, 2011). Eeuwens (1976) melaporkan bahwa medium Eeuwens (Y3) lebih baik daripada media murashige-skoog (MS) pada inisiasi kalus tanaman kelapa (Cocos nucifera). Modifikasi medium Eeuwens (Y3) paling sesuai untuk regenerasi langsung maupun embriogenesis somatik dari Elaeis guineensis Jacq “Dura” (Muniran et al., 2008). Eeuwens (1976) menyatakan bahwa media Y3 lebih baik dari pada media MS untuk inisiasi kalus pada kelapa Media Eeuwens (Y3) mengandung natrium dan iodin yang tinggi, tetapi mengandung amonium, nitrogen dan nitrat yang rendah dibanding media murashige-skoog (MS).

  2.9 Zat Pengatur Tumbuh 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid ( 2,4-D )

  Tanaman tingkat tinggi secara endogen menghasilkan fitohormon, senyawa ini jaringan, dan organ tanaman menuju arah diferensiasi tertentu (Pierik, 1997). Senyawa-senyawa lain yang memiliki karekteristik yang sama dengan hormon, tetapi diproduksi secara eksogen, dikenal dengan nama zat pengatur tumbuh.

  Kultur jaringan merupakan manipulasi pertumbuhan suatu tumbuhan dalam kondisi yang terkontrol dengan baik dan penambahan zat pengatur tumbuh seperti auksin serta sitokinin berperan penting dalam manipulasi ini. Kebanyakan eksplan menghasilkan sejumlah (endogenus) auksin dan sitokinin.

  Berdasarkan kebutuhan zat pengatur tumbuh untuk membentuk kalus, jaringan tanaman digolongkan dalam empat kelompok: a) Jaringan tanaman yang membutuhkan hanya auksin selain gula dan garam-garam mineral untuk dapat membentuk kalus umbi artichoke. b) Jaringan yang memerlukan auksin dan sitokinin selain gula dan garam mineral. c) Jaringan yang tidak perlu auksin dan sitokinin, hanya gula dan garam mineral seperti jaringan kambium d) Jaringan yang hanya membutuhkan sitokinin, gula dan garam mineral seperti parenkim dan xylem akar turnip.

  Didalam teknik kultur jaringan, kehadiran zat pengatur tumbuh sangat nyata pengaruhnya (Zulkarnain, 2011). Pierik (1997) menyatakan bahwa pada umumnya auksin meningkatkan pemanjangan sel, pembelahan sel, dan pembentukan akar adventif. Auksin berpengaruh pula untuk menghambat pembentukan tunas adventif dan tunas aksilar, namun kehadirannya dalam medium kultur dibutuhkan untuk meningkatkan embriogenesis somatik pada kultur suspensi sel. Konsentrasi auksin yang rendah akan meningkatkan akar adventif, sedangkan auksin konsentasi tinggi akan merangsang pembentukan kalus dan menekan morfogenesis (Smith, 1992). Pada induksi kalus embriogenik, kultur umumnya ditumbuhkan di medium yang mengandung auksin yang mempunyai aktifitas kuat. Dari berbagai hasil penelitian menunjukkan 2,4 Dichlorophenoxyacetic acid merupakan auksin yang efektif untuk induksi kalus embriogenik (Purnamaningsih, 2002).

Dokumen yang terkait

Analisis Histologi Embriogenesis Somatik Dari Apikal Bud Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) var Tenera

4 53 77

Uji Toleransi Beberapa Varietas Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Cekaman Air Pada Pre-nursery

0 39 70

Analisis Keragaman Fenotifik 47 Aksesi Sumber Daya Genetik Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Asal Kamerun

2 60 88

Kemampuan AntiFungi Bakteri Endofit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Ganoderma boninenese Pat

5 53 66

Kajian Musuh Alami Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : curculionidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

6 115 51

Uji Toksisitas Subkronik Ekstrak Etanol Daun Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Menggunakan Mencit Jantan

9 61 110

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jack.) - Pertumbuhan Eksplan Tunas Apikal Kelapa Sawit (ElaeisguineensisJacq.) Pada Media Ms Dengan Kombinasi BAP dan 2,4-D

0 0 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daun Kelapa Sawit - Analisa Unsur Hara Mg dalam Daun Kelapa Sawit dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) untuk meningkatkan Produksi Buah pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) - Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Areal Tanaman Kelapa Sawit (Studi Kasus Di PTPN III Kebun Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan)

0 1 8

Analisis Histologi Embriogenesis Somatik Dari Apikal Bud Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) var Tenera

0 0 8