Pengaruh lama penyinaran pada umur genotipa kentang dan ketahanan terhadap penyakit hawar daun Phytophhora

PENGARUH LAMA PENYINARAN PADA UMUR
GENOTIPA KENTANG DAN KETAHANAN
TERHADAP PENYAKIT HAWAR DAUN
Phytophthora

ROSMAYATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTlTUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005

ABSTRAK
ROSMA Y A TL Pengaruh Lama Penyinaran pada Umur Genotipa Kentang dan
Ketahanan terhadap Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans (Mont.)de

831)'). Dibimbing oleh GA w。エゥュ・ョセ@
Hanafiah Oelim dan SJ Damaoik.

Meity S Sinaga, M Machmud, TM


Di daerah dengan empat musim, tanaman kentang umumnya mendapat
penyinaran 16 jam per hari dan biasanya berumur daJam, sedangkan di daerah
tropik seperti Indonesia, dengan penyiRaran hanya sekitar 12 jam per hari akan
berumur genjah. Hawar datm yang disebabkan oleh cendawan Phytophthora
infestans merupakan penyakit yang paling merugikan pada pertanaman kentang di
seluruh donia. Pemanfaatan varietas tahan merupakan salah satu cara yang relatif
efektif, mUI1lh dan antan teffiadap lingkungan hidup. Ketahanan terhadap ha_
daun dikendalikan oleh heberapa gen mayor (R) yang dengan mudah dapa! diatasi
oleh IllS yang kompatibel dan beragam dari P. infestans. Umur genotipa juga
mempengaruhi tingkat ketahanan kentang terhadap penyakit tin. Penelitian
dilakukan dengan tujUlUl lUltuk mengetahui pengaruh lama penyinaran terhadap
umur genotipa dan ketahanan terhadap penyakit hawar daun. Percobaan dilakukan
di lahoratoriwn, rwnah kasa, dan lapang yang meliputi: (I) uji pengaruh lama
penyinaran terhadap umur genotipa kentang; (2) identifikasi ras fisioiogis P.
infestans di Kabupaten Karo; (3) uji pengaruh umur genotipa kentang pada
ketahanan terhadap penyakit hawar daun dengan metoda inokulasi patogen di
rwnah kasa, kultur jatingan dan metoda daUll dipetik. Hasil penelitian
menlUljukkan bahwa lama penyinaran 16 jam/hari dapat memperpanjang wnur
genotipa, terutama pada genotipa yang herwnur dalam, sedangkan penyinaran 12
jamlhari memperpendek umur genotipa. Ras P. infestans yang dijumpai di

Kahupaten Karo adaIah ras I, 2, 3, 5, 6, 8, II, 1.2, 1.3,2.3, dan 1.2.4. Genotipa
kentang yang berumur dalam seperti Baraka, Karniko, Remarka, Prevalent, dan
Solanum stoloniforum lebih tahan terhadap penyakit hawar daun dari pada yang
benunur genjah. Dari hasil penelitian ini diperoleb kesimpulan bahwa metoda uji
dengan kultur jaringan lebih efisien dan memberikan basil yang sarna dengan uji
ketahanan konvensional.

Kata kunci: kentang, hawar daun, ketahanan, wnur. P. infeslans

ABSTRACT
ROSMA YATL The Effect of Photoperiodism to Potato Genotype Maturity and
its Resistance to Late Blight (Phytophlhora inJes/ans (Mont.)de Bmy). Supervised
by GA Wattimma, Meity S Sinaga, M Marnm.ud, TM Hanaflah Odim. and SJ
Damanik.

In the four season regions, potato crops were commonly exposed to sunlight
for 16 hours daily, while in the tropics like Indonesia, the crops are exposed for
only about 12 hours Potato cultivars, which were exposed to more than 12 hours
sunlight daily had long harvest ages, while those exposed to only 12 hours
sunlight daily had short harvest ages. Late blight caused by Phytophthora

infestans is one of the serious disease of potato in allover the world. Potato
disease control by using resistant varieties was cheap, effective, and safe to
environment. Disease resistance in potato were controlled by some major genes
(R) were easily broken by compatible race of P.infestans. The harvest age of
genotype also influenced the resistance of potato to this disease. The objectives of
these researches were to detennine the relationships between the exposure time
to sunlight with age of potato genotypes and resistances to potato late blight. The
experiments were conducted in the laboratory, screenhouses, and fields. The
research activities were: (1) study on the effect oftime exposure to light on plant
ages; (2) identification of P. infestans races from North Sumatra, and (3) study on
relationship between time of exposure and its resistance to potato leaf blight using
screen haouse, tissue culture and conventional method of pathogen inocu1ation.
The Results of the study showed that exposure of potato plants to 16 hours light
daily was able to lengthen potato harvest age, particularly on potato genotyes that
had long harvest ages, while exposure 12 hours light daily was able to shorten the
potato harvest age. The P. infestans races were found in Karo region of North
Sumatera were 1,2, 3, 5,6,8, 11, 1.2, 1.3, 2.3, and 1.2.4. The long harvest age of
potato genotypes as Baraka, Kamiko, Remarka, Prevalent, and Solanum
stoloniforum were more resistant to late blight compared with the early harvest
age. On this research found that tissue culture was more efficient and the result

showed similarity to the conventional testing method.

Key words: Potato, resistance, maturity, P. infestans

SURATPERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengaruh

Lama Penyinaran pada

Urnur Genotipa Kentang dan Ketahanan terhadap Penyakit Hawar Daun Phytophthora
adalah kruya saya ,endiri dan heturn diajukan dalam hentuk apa pun kepada perguruan

tinggi mana pun. Sumber infonnasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juti 2005

Rosmayati

NRP : 96510903

PENGARUH LAMA PENYINARAN PADA UMUR GENOTIPA
KENTANG DAN KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT HAWAR
DAUN Phytophthora

ROSMAYATI

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
DoktorPada
Departemen Budi Daya Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005

: Pengaruh Lama Peoyinaran pada Umur Genotipa Kentang
dan Ketabanan terlludap Penyakit Hawar Daun


Judul Disertasi

Phyrophtlroro

Nama
N1M
Prognun Studi

Zセ@

: 96510903

: Agronomi

Komisi Pembimbing

,

--


LI____

Prof, Or, Jr, G, A, Wl!!timena M,Sc
K1ans PADA SENTRA
PRODUKSI KENTANG D1 KABUPATEN KARO .................................................. 36

Xl

Pendahuluan ........ ....... .....
Bahan dan Metoda ...

.... ........ ......

"...... .....

.... ............

...............


Tempat dan Waktu Penelitian ............
Bahan Tanaman .... ..........................
Pelaksanaan Peroobaan ...........................

36
....... 38

............

............................. 38
.................
.... 38
.................
.............. 38

Persiapan inokulwu patogen ...........

......................

.... 39


Persiapan tanam dan pemeliharaan .
................
Metoda uji ras tisioiogi P. In/estans ................ ..........................
.......
.....................................
Metoda Percobaan ......... ....... .....
Peubah amatan .................
............................... ,.........................
HasH dan Pembahasan ...... .....
... ...... ... ......
........
HasH .......... ..................... ................... ................
...
Pembahasan ........... ............. ............... ........................
..........
Kesimpulan ........ ........ ...
...... ........ ........ ...
....... .... ...
...

HUBUNUAN UMURUENOTlPA KENTANU DENUAN
TlNUKAT KETAHANAN TERHADAP PENY AKlT HAW AR
DAUN Phytophthora
.....................................

Pendahuluan ...........

.................

39
40
40
40
41
41
45
47

............... 49


...................................... 49

Bahan dan Metoda. .....
........ ...... ..... ..... .....
Tempat dan waktu ..... ........ ........ ... .... ......... ...
Bahan dan alat ...

... ..... .... 51
51
...... .... ... ........ ..... ........... 51
..... .... ... 51
.... ........ .... ........ ....
51

..... ... .......

Pelaksanaan Percobaan .... .... .... ........ ... ............. ...
Persiapan tanam dan pemeliharaan .
Inokulum patogen ........
.....................................
Inokulasi tanaman ............. .................
............
....
Rancangan percobaan .......
........................
...................
........
Analisis data ................
Hasil dan Pembahasan .................
................................ ..............
Hasil ..... .................
...........................
Pembahasan ..........
...........................
Kesimpulan .......................
............................ ........................
Hubungan Metoda Uji Rumah Kasa, Kultur Jaringan dan daun Dipetik
.....
PEMI3AHASAN UMUM ................. .

52
52
53
53
55

55
74
76
77

HI

Hubungan Umur Tanaman dan Ketahanan Terbadap Penyakit Hawar Daun ...... 81
Hubungan Metoda Uji Rumah Kasa, Kultur Jaringan dan Daun Dipetik .
85
KESIMPULAN DAN SARAN ................................. .

Kesimpulan .. .
Saran ................ .

.................... H7

............... 87
H7

DAfTARPUSTAKA ..

......... H9

LAMPIRAN ............... .

........ 97

DAH'AR GAMBAR
No

Gambar

Halaman

.. ., ....... 8

1.

Bagan Alur Penelitian ..................................................................... .

2.

Rataan Kejadian Penyakit pada Setiap Genotipa Diferensial Selama
9 Hari Pengarnatan ..
......................................................................... 45

3.

Rataao Keparahan Penyakit pada setiap Genotipa selama 4 minggu
pada Percobaan Uji Ketahanan di Rumah Kasa ..................................... ,........ 64

4.

Rataan Keparahan Penyakit pada seuap Genotipa selama 26 hari
pada Percobaan Uji Ketahanan secara Kultur Jaringan ......................... ,........ 69

5.

Rataan Keparahan Penyakit pada setiap Genotipa selarna 12 hari pada
Percobaan Uji Ketahanan di dengan metoda Daun Dipetik ....
............. 73

6,

Kurva Respon Skor Ketahanan antara Rumah Kasa dan Kultur Jaringan
pada Penyinaran 12 jarnlhari ...........

7.

........................................................ 78

Kurva Respon Skor Ketahanan antarn Rwnah Kasa dan Kultur Jaringan
....... 79
pada Penyinaran 16 jamlhari ..... ........ .... ..... ... .... ........ .... .... ......... ... .....

DAFTAR LAMPlRAN
No

Lampiran

1. Karakteristik 11 Genotipa Kentang yang Dipakai Dalam Penelitian
2. Bagan Tata Letak Satuan Percobaan Uji Umur Genotipa ......... .

Halama"

.......... 97
... 102

3. Daftar Sidik Ragam Umur Panen (UP) (han), Saal ImslaSl Umbl (SIU)
(hari), PerIode PenglSlan Umbi (PPU) (hari), Tinggi Tanaman (TT)
(em), Jumlah Buku (JB) (buah), Bobol Basab Umbl (BBU) (gllanaman),
Bobol KeringUmbi (BKU) (gllanaman), Jumlah Umbi (JU) (buah), dan
Urnur Berbunga (UB) (hari) pada Percobaan Ujl Umur Genotipa .................... 103
1. Pengaruh Lama Penyinaran terhadap UJ! Beda Rata·rata Umur Panen
(han)12 GenotIpa Kentang pada Percobaan Uji Umur Genotipa ..................... 104
5. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Berbagai Isolat Asal 3 Kecamatan di
Kabupaten Karo pada Kentang diferenslal terhadap Periode Laten (hari)
DIameter Bereak (em) 5,6, 7, 8, 9, Han Sesudah Inokulasi (HSI) dan
Jaju Perkembangan Bercak (r) (unit/han) pada Pengujian IdentitikasJ
Ras FislOlogI P.injeslans .................................................................................. 104
6. Pengaruh Perlakuan Berbagai Isolat Asal 3 Keeamatan dl Kabupaten
Karo pacta Kentang diferenslal Rataan Diameter Bereak (em) 5 HSI
pada PenguJian Identifikasi Ras FisioJogis P. lnjestans .................................... 105
7. Pengaruh Perlakuan Berbagai Isolat Asal 3 Kecamatan di Kabupaten
Karo pada Kentang diterensiaJ terhadap Rataan Diameter Bercak
(cm) 6 HSI pada Pengujian IdentitikasI Ras FislOlogIs P. lnjestans ................. 106
8. Pengaruh Perlakuan Berbagai lsolat Asal 3 Kecamatan di Kabupaten
Karo pada Kentang diterensial terhadap Rataan Diameter Bercak
(cm) 7 HSI pada Pengujian Identitikasi Ras Fisiologis P. Injestans ................ 107
9. Pengaruh Perlakuan Berbagru Isolat Asal 3 Kecamatan di Kabupaten
Karo pada Kentang diterensial terhadap Rataan Diameter Bercak (cm)
8 HSI pada Pengujian Identifikasi Ras Fisiologis P. injestans
....... 108
10. Pengaruh Perlakuan Berbagal Isolat Asal3 Kecamatan di Kabupaten
Karo pada Kentang diterensial terhadap Rataan Diameter Bereak (cm)
9 HSI pada PenguJian Identitikasi Ras Fisiologis P. injestans ....................... 109
11. Pengaruh Perlakuan Berbagal Isolat Asal 3 Kecamatan di Kabupaten
Karo pada Kentang diterensial terhadap Rataan Laju Perkembangan
Bercak (r) (unitlhan) pada PenguJlan Identitikasl Ras FlSlologIs P.
Infestans ............................................................................................................ 110

XVII

12. Bagan Tata Letak Satuan Percobaan dl Rumah Kasa ............................... ........ 111
13. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Lama Penyinaran, Genotipa, dan Waktu
Aplikasi Patogen terhadap Keparahan Penyakit, Kejadian Penyakit dan Laju
Perkembangan Penyakit pada Uji Ketahanan dl Rumah Kasa ...................... 112
14. Pengaruh Waktu AplikasJ Patogen terhadap Rataan Periode Laten
(hari) 12 Genotipa Kentang pada Uji Ketahanan di rumah Kasa ..................... 113
15. Pengaruh Waktu Aplikasi Patogen terhadap Rataan Keparahan Penyakit
(%)( I MSI) 12 GenotIpa Kentang pada VJi Ketahanan di Rumah Kasa ......... 113
16. Pengaruh Lama Penymaran terhadap Rataan Keparahan Penyakit (%)
(2 MSI) 12 Genotipa Kentang pada Vji Ketahanan dl Rumah Kasa .............. 114
17. Pengaruh Waktu Aplikasi Patogen terhadap Rataan Keparahan Penyakit
(%) (2 MSI) pada VJI Ketahanan di Rumah Kasa ............................................ 114
18. Pengaruh Lama Penymaran terhadap Rataan Keparahan Penyakit (%)
(3 MSI) 12 Genotipa Kentang pada Uji Ketahanan di Rumah Kasa.. .......... 115
19. Pengaruh Waktu Aplikasi terhadap Rataan Keparahan Penyakit (%)
(3 MSI) 12 GenotIpa Kentang pada VJI Ketahanan ill Rumah Kasa ............... 115
20. Pengaruh Lama Penyinaran dan Waktu Aplikasl Patogen terhadap Rataan
Keparahan Penyakit (%)(3 MSI) 12 Genotipa Kentang pada VJI
Ketahanan di Rumah Kasa ............................... .......................................

.116

2 I. Pengaruh Waktu Aplikasl Patogen terhadap Rataan Kejadian Penyakit (%)
(I MSI) 12 Genotipa Kentang pada VJi Ketahanan di Rumah Kasa

... 116

22. Pengaruh Lama Penymaran terhadap RataanKejadian Penyakit (%)
(2 MSI ) 12 Genotipa Kentang pada Vji Ketahanan ill Rumah Kasa

....... 117

23. Pengaruh Lama Penyinaran terhadap Rataan Kejadian Penyakit (%)
(3 MSI) 12 Genotipa Kentang pada Vji Ketahanan di Rumah Kasa ............... 117
24. Pengaruh Waktu Aplikasl Patogen terhadap Rataan Kejadian Penyakit (%)
(3 MSI) 12 Genotipa Kentang pada VJi Ketahanan dl Rumah Kasa
... 118
25. Pengaruh Lama Penyinaran dan Waktu ApJikasi Patogen terhadap Rataan
KeJaillan Penyalat (%) (3 MSI) 12 GenotIpa Kentang pada Vji Ketahanan di
Rumah Kasa .................................................................................................... 118
26. Bagan Tata Letak Satuan Percobaan Kultur Janngan ...................................... 119

XVlll

27. Daftar Sldlk Ragam Penode Laten (PL)(han), Keparahan Penyaklt (DS) (%)
1,2, 3, dan 4 MSI, Skor Ketahanan (SK) serta Kejadian Penyaklt (KP) (%) 1
MSI pada Uji Ketahanan secara Kultur Janngan ............................
....... 120
28. Pengaruh Lama Penyinaran terhadap Rataan Periode Laten (hari)
12 Genotipa Kentang pacta Uji Ketahanan seeara Kultur Jaringan ................... 120
29. Pengaruh Lama Penyinaran terhadap Rataan Keparahan Penyakit(%) (I MSI)
(8 HSI) 12 Genotipa Kentang Pada Vji Ketahanan seeara Kultur Janngan ..... 120
30. Pengaruh Lama Penyinaran terhadap Rataan Keparahan Penyakit (%)
(2 MSI) (14 HSI) 12 Genotipa Kentang pada Ujl Ketahanan Seeara Kultur
Janngan ...............................................................................................
... 121
31. Pengaruh Lama Penyinaran terhadap Rataan Keparahan Penyakit (%)
(3 MSI) (20 HSI) 12 Genotipa Kentang pada VJI Ketahanan seeara Kultur
Janngan ................................
........................................................................ 122
32. Pengaruh Lama Penyinaran terhadap Rataan Keparahan Penyakit (%)
(4 MSI) (26 HSI) 12 Genotipa Kentang pada Uji Ketahanan seeara Kultur
Jaringan ............................................................................................................. 122
33. Dallar Sldlk Ragam Periode Laten (PL) (han), DIameter Bereak (DB) (em)
5,6,7,8, dan 9 Hari Sesudah Inokulasi (HSI), Laju Perkembangan Bereak
(r), Skor Ketahanan pada Vji Ketahanan secara Daun Dipetlk ......................... 123
34. Pengaruh Lama Penyinaran terhadap Rataan DIameter Bereak (%) (5 HSI)
12 Genotipa Kentang pacta Uji Ketahanan Daun Dipetik ................................ 123
35. Pengaruh Lama Penyinaran terhadap Rataan Diameter Bereak (%) (6 HSI)
12 Genotipa Kentang pada Uji Ketahanan Daun Dipetik ................................. 124
36. Pengaruh Lama PenYlnaran terhadap Rataan Diameter Bereak (em) (7 HSI)
12 Genotipa Kentang pada Uji Ketahanan dengan Daun Dipetik ................... 124
37. Pengaruh Lama Penyinaran terhadap Rataan Diameter Bereak (em) (8 HSI)
12 Genotlpa Kentang pada Vji Ketahanan dengan Daun Dipetik .................... 125
38. Pengaruh Lama Penymaran terhadap Rataan DIameter Bereak (em) (9 HIS)
12 Genotipa Kentang pacta Uji Ketahanan dengan Daun Dipetik ...
.125
39. Pengaruh Lama Penyinaran terhadap Rataan Periode Laten (hari) 12
Genotipa Kentang pada Ujl Ketahanan dengan Daun Dipetik ......
40. Pengaruh Lama Penyinaran terhadap Rataan Laju Diameter Bereak
(unitlminggu) 12 Genotipa Kentang pada Ujl Ketahanan dengan Daun

........... 126

XIX

Dipetik ...................... .

............................................................................. 126

41. Pengaruh Lama Penyinaran terhadap Rataan Skor Ketahanan 12 Genotipa
Kentang pada Vji Ketahanan dengan Daun Dlpetik ........................................ 127

Akhirnya penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari sempurna
Namun demikian penulis berharap, basil yang telab diperoleb dapa! bennanfaat

bagi upaya proses pemuliaan tanaman, khususnya tanaman kentang.
Bogor, Juli 2005

Rosmayali

PENDAHULlJAN
Latar Belakaog
Kentang merupakan tanaman pangan "tama dunia sesudah padi, gandum dan

jagung.

Tanaman ini berasal dari dataran tinggi Andes, Amerika Selatan dan

berkembang ke Eropa (Hawkes, 1994). Tanaman kentang menyebar dari negara
Eropa ke daerah tropis seperti Indonesia. Di Indonesia, kentang disamping sebagai
sayuran dan makanan ringan, kentang juga dikonsumsi dalam bentuk kentang
panggang, mashed potato, kentang goreng dan keripik (Wattimena, 1996; 1997).

Di Indonesia, Iuas areaJ dan produktivitas tanaman kentang cendenmg

meningkat setiap tabun. Hal ini terlihat dari laporan produksi pada talmo 1995
sebesar 1.035.295 ton dari luas panen 62.388 ha menjadi 1.321.117 ton dari luas

panen 62.545 ha pada talmo 2002.

Produksi ini belum mencukupi lilltuk

memenuhi kebutuhan konsumsi domestik dan ekspor (Anonim, 2003). Sumatera
Utara merupakan daerah penghasiI kentang terbesar kedua di Indonesia sesudah

Jawa Barat.

Produksi kentang Sumatera Utam berkisar antara 25-30% dari

produksi Nasional. Kabupaten Karo dan Simalungun merupakan sentra tanaman
kentang di Surnatera Utam yang menghasilkan 251.000 tonltabun atau 90% dari
produksi Sumatera Utara dari luas areal ± 16.000 hektar. Sembilan puluh persen
ekspor kentang ke Singapura dan Malaysia berasal dari Sumatera Utara
(Adiyoga, et aI., 2002). Produktivitas tanaman kentang di daerah ini cenderung
meniogkat setiap tabun. Hal ini terlihat dari laporan produksi tabun 1998 sebesar
14.88 tonlha meningkat menjadi 18.80 tonlha pada talmo 2002.
Produksi kentang di kabupaten Karo mengalami fluktuasi dari tabun ke
tabun. Pada tabun 1999, produksi rata-rata 15.38, sementara itu pada talmo 2001
dan 2003 masing-masing 13.20 dan 16.08 ton/ha (Anooim, 2003). Apabila
dibandingkan dengan produksi rata-rata di Indonesia sebesar 21.12 toniha, ruaka
produksi kentang di Kabupaten Karo ini masih jauh lebih rendah, apalagi bila
dibandingkan dengan produksi rata-rata di negara Eropa yang menc.apai 40 ton/ha
(Anonim, 2003; Asandhi, \995).
Rendahnya produksi ini disebabkan oleh berbagai faktor.
utama adalah adanya gangguan penyakit.

Faktor paling

Di Indonesia penyakit yang paling

2

banyak menyerang tanaman kentang dan sangat merugikan adalah penyakit hawar

daun.

Sangooba dan Hakiza (1999) melaporkan bahwa kehilangan hasil dapat

melebihi 90%., jika patogen menyerang kultivar rentan diawaJ pertanaman.
Penelitian yang mereka lakukan di Ethiopia, Kenya, Rwanda, Uganda dan

Berundi menunjukkan kehilangan hasil dapat mencapai 40-70%.

8esarnya

kehilangan ini sangat tergannmg pada tingkat kerentanan suatu varietas dan
kondisi Jingkungan tempat tumbuh (anaman.
penggunaan fungisida sintetik lll1tuk mengendalikan

8eberapa kendala dalam
penyakit ini antara lain

barganya mahal, tidak selalu efektif, menstimulasi pembentukan ras barn, dan
merusak lingkungan bidup bagi manusia. Di samping itu. keamanan pangan tidak
tetjamin karen a adanya residu yang dapat membahayakan manusia (Bradshaw,

eJ

al., 1996). Oleh karena itu, penggunaan varietas taban sangat dibutuhkan karena
dapat memberikan keunrungan yang besar baik secara ekonomi, Iingkungan dan
membebaskan makanan dari residu fimgisida. Ketahanan atau kerentanan suatu
kultivar kentang di berbagai tempat di pennukaan bmni ini sangat tergantung
kepada ada atau tidaknya gen tahan vertikal maupun horizontal yang dimilikinya
serta faktor-faktor ontogenik tanaman tersebut, seperti umur tanaman dan posisi
daun serta keragaman ras patogen yang ada.
Di daerah tropis seperti Indonesia, tanaman kentang biasanya ditanam di
dataran tinggi yang bersuhu 20°C dan mendapatkan penyinaran 12 jam!hari. Di
negara Eropa, kentang tumbuh di daerah yang berildim empat musim dan
mendapatkan penyinaran 16 jamlhari.

Lama penyinaran yang didapat selama

periode tanam berkaitan dengan fuse pembungaan dan umur tanaman. Tanaman
yang mendapatkan penyinaran lebih besar dari 12 jamlhari, fase vegetatifuya
panjang sebingga bemmur lebih dalam.

Menurut Gopal (1994), tingkah laku

pembungaan dan pembuahan kentang dipengaruhi oleh hari panjang dan hari
pendek.

Khan, et al., (1994) mengemukakan babwa tanaman kentang yang

berumur daJam akan berbunga pada penyinaran hari panjang sesuai dengan titik
kritisnya.

Menurut Guzowska (1999), tanaman berumur dalam lebih tahan

terhadap serangan penyakit hawar daun dibanding dengan tanaman yang berumur
genjah.

Hal yang sarna juga dikemukakan oIeh Lande dan Hanneman yang

meneliti varietas Andigena yang berumur dalam (l50-180 hari) tahan terhadap

3

penyakit hawar daun (Sabat dan Sumujono, 1989), Di Indonesia hubungan umur
genotipa kentang dan ketabanannya terhadap penyakit hawar daun belum pemah
diteliti. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian hubungan umur tanaman dan
ketahanan terhadap penyakit hawar daun terutama untuk genotipa·genotipa yang
berumur genjah dan dalam. Hal ini dilakukan untuk melihat potensi ketahanan
yang dimiliki oleh genotipa tersebut sehingga sifat umur tanaman dapat digunakan
sebagai suatu syarat untuk memilih genotipa yang akan ditanarn agar dapat

mengurangi resiko kerugian akibat penyakit hawar dalUl.
Pada tanaman kentang dikenal dua jenis ketahanan terhadap penyakit hawar

daun yaitu ketahanan yang bersifat ras spesifik dan ketahanan ras tidak spesifik.

Ketahanan ras spesifik melibatkan satu atall dua gen dominan, sedangkan
ketahanan ras tidak: spesifik melihatkan banyak gen.

Ketahanan ras spesifik

dikendalikan oteh gen R yang berasal dari spesies liar seperti Solanum demissum

(Nustez, 1999).

Huarte (1999) mendapatkan gen R pada S. comersonii, S.

microdentum dan S. chacoensse. Ketab.anan ras spesifik ditandai dengan reaksi
hipersensitif yaitu sel inang mati dengan cepat setelah dimasuki fungi.

Reaksi

hipersensitif meliputi hilangnya penneabilitas membran sel, meningkatnya
respirasi, akumulasi dan oksidasi senyawa fenol, dan pembentukan fitoaleksin.
Ketahanan ras spesifik mudah patah, hal ini disebabkan karena tinibulnya ras
fisiologi barn dari patogen akibat adanya tekanan seleksi.
Kasus di Belarusia, P. infestans menyerang tanaman di awal periode
pertumbuhan vegetatif dengan menyerang daun alas pada tanaman muda dengan
inigkat kerusakan daW} mencapai 80-100%, terutama pada varietas genjah dan 7080% untuk varietas berumur sedang dan dalam (Anoshenk.o, 1999). Hal ini terjadi
karena adanya perubahan ras P. infestans. Menurut Anoshenko (1999) pada
periode tabun 1960 sampai 1970 di negara tersebut terdapat 4 jenis ras yang
terdiri dari 6 kombinasi virulensi yang berbeda. Ras-ras ini berkembang menjadi
100 ras pada periode tahun 1980 sampai 1990 dengan 14 kombinasi virulensi.
Munculnya ras-ras barn ini dikarenakan penggunaan fungisida sisternik dan
kontak secara intensif

Pennasalahan ini juga banyak. tetjadi di negara-negara

Eropa., Asia., Timur Tengah, Amerika Selatan, Amerika Serikat dan Kanada.
Patogen mengalami perubahan yang sangat nyata dengan hadirnya mating type

4

A2 (Collon, e1 al., 1996; Dealh, e1 aI., 1991). Melalui kehadiran mating type A2,
patogen akan membentuk popuiasi barn sebagai hasil persilangan antara mating

type A I dan A2, sehingga menghasilkan keragaman genetik yang lebih besar
dengan agresifitasnya sangat tinggi. Keragaman ras P. infestans yang terbentuk

disebabkan reproduksi secara seksual. juga karena paraseksuaiisme dan
heterokariote. tetapi kemungkinan hibridisasi seksual lebih mempercepat
tetjadinya perubahan dan keragarnan ras petogen. Spesies P. il1festans dikenal
mempunyai 11 r gen virulen yaitu, r 1, 2, 3, 4, 5,6,7,8,9,10, dan II dengan

kombinasinya. Sampai saat ini, P. injeslans yang menyerang pertanaman kentang
di Kabupaten Karo belum diketahui jenis rasoya Berdasarkan hal di atas maka

dipandang perlo untuk melakukan identifikasi ras fisioiogis P. injestans yang
menyerang tanaman kentang di sentra-sentra pertanaman kentang di Kabupaten
Karo, karena hal ini berkaitan erat dengan rekomendasi penggunaan varietas
tahan, terutama varietas dengan ketahanan ras spesifik.
Ketersediaan genotipa tahan yang mempWlyai daya hasil tinggi dan bennutu
baik yang dapat memenuhi standar mutu yang dikehendaki oleh konsumen
merupakan salah satu cara untuk mengatasi kendala pengembangan tanaman
kentang. Pengujian ketahanan melalui inokulasi alami di lapangan telah banyak
dilakukan. Namun, metoda ini sering mengalami lolos (escape) penyakit,
sehingga hasil evaluasi sering meragukan. Metoda pengujian lain yang diharapkan
dapat memberikan hasil yang lebih efektif dan efisien adalah metoda pengujian
kultur jaringan. Teknik peogujian secara kultur jaringan lebih efektif dan efisien,
karena dapat memberikan beberapa keuntungan antara lain dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya lolos penyakit, hasil seleksi dapat diulang di rumah kasa
atau di lapangan, dan patogen yang digunakan terbatas di laboratoriwn.
Berdasarkan Jatar belakang di atas maka perlu dilakukan percobaan uotuk
mengetahui pengaruh umur genotipa kentang dan ketahanan terhadap penyakit
hawar daun P. mfestam:

Kerangka Pemikiran
Di daerah tropis seperti Indonesia, tanaman kentang merupakan tanaman
introduksi, biasanya ditanam di dataran tinggi yang bertemperatur sedang dan

5

mendapatkan penyinaran 12 jam/hari.

Pertanaman kentang di daerah yang

beriklim empat musim mendapatkan penyinaran 16 jamJhari.

Tanaman yang

mendapatkan penyinaran lebih dari 12 jamlhari cenderung berumur dalam, karena
fase vegetatifuya lebih panjang.

Tanaman yang berumur dalam Iebih tahan

terhadap serangan penyakit hawar daun. OJ daerah empat musim diduga serangan
hawar daun datang pada akhir musim tanam, serungga tidak mernpengaruhi

produksi. Tanaman yang berumur genjah Icbili rentaIl, karena masa kritis tanaman
terhadap serangan hawar daun terjadi 30 hari sesudah tromm. Untuk mengetahui

hubungan antara umur tanaman dengan ketahanan terhadap penyakit hawar dalUl
di daerah tropis seperti Indonesia, maka perIu dilakukan pengujian terhadap
genotipa-genotipa kentang yang berumur genjah dan dalam. Potensi ketahanan
yang dimiliki oteh genotipa tersebut diharapkan dapal digunakan sebagai bahan

untuk memilih genotipa kentang yang akan ditanarn petani.
Seleksi sifat tanaman yang diinginkan wnumnya dilakukan melalui
pengamatan langsung terhadap fenotipe tanaman.

Koleks1 dan penyaringan

plasma nutfah kentang merupakan tahap awal program pemuliaan, berguna untuk
mengidentifikasi plasma outfah yang memiliki gen taban. Setelah diperoleh tetua
tahan, langkah selanjutnya adalah melakukan persilangan antara tema fentan
dengan tetua tahan, untuk memasukkan gen tahan kedalam tetua rentan. Biasanya
tetua rentan adalah genotipa unggui, sehingga pemasukan sifat ketahanan
bertujuan menambah keunggulan sifat yang sudah ada.

Tanaman kentang yang

memiJiki heterozigositas yang tinggi, populasi segregasi telah terbentuk pada
generasi FI sehingga pada generasi ini sudah dapat dilakukan seleksi.

Perumusan Masalah
Produksi tanaman kentang di Indonesia masih sangat rendah. Hal ini terjadi
karena banyaknya serangan penyakit, terutama penyakit hawar daun yang
disebabkan cendawan P. infestans. Hampir semua varietas kentang yang ditanam
di Indonesia merupakan hasil introduksi dan wnwnnya rentan terhadap penyakit
hawar daun. Untuk mengantisipasi kendala penyakit tersebut, maka petani hams
selalu melakukan penyemprotan dengan fungisida sintetik. Aplikasi fungisida
tersebut sering kali dengan cara yang irrasional, sehingga dapat merangsang

6

pembentukan ras-ras bam. Tanaman introduksi yang berasal dari daerah beriklim

empat musim, biasanya mendapatkan penyinaran matahari lebih dari 12 jarn/hari.

Hal ini mempengaruhi umur dan produksi tanaman. Sifat umur tanaman dapat
mempengaruhi ketahanan dan kerentanan genotipa kentang terhadap penyakit

hawar daun. Kentang yang berumur dalam lebih tahan terhadap penyakit hawar

daun, sedangkan yang berumur genjah rentan. Sejauh mana eksistensi umur
tanaman dapat mernpengaruhi ketahanan atau kerentanan suatu genotipa kentang
terhadap penyakit hawar daun di Indonesia dengan lama penyinaran 12 jamJhari
masih belum banyak diketahui.

Oleh karena itu, upaya untuk memperoleh

infonnasi huhlUlgan antara kedua sifat ini perIn dilakukan, karena dapat
membantu dalam menge/oia dan mengendalikan penyakit ini. Beberapa genotipa
yang merniIiki gen taban dan umur yang berbeda, telah dikoleksi di laboratoriurn
Biologi Molekuler dan Selluler TlUDbuhan PAU Bioteknologi IPB

Sebagai

langkah awat untuk menguji lUmn- tanaman, genotipa-genotipa ini diuji dengan

menggunakan penyinaran berbeda sesuai dengan penyinaran di daerah empat
musim dan tropis, yaitu 16 dan 12 jamlhari. Selanjutnya genotipa dengan umur
berbeda ini dievaluasi dengan menggunakan isolat-isolat P. infestans asal daerahdaerah sentra pertanaman kentang yang ada di Kabupaten Karo. Pengujian lanjut
dilakukan untuk mengetahui ketahanan genotipa disebabkan oleh gen taban
vertikal atau horizontal atau karena berhubungan dengan umur tanaman.
Evaluasi ketahanan di lapang, dengan inokulasi alami telah banyak.
dilakukan,

tetapi

untuk

menghindari

tetjadinya

lolos

penyakit

perlu

pengembangan metoda evaluasi ketahanan melalui kultur jaringan dan daun
dipetik, diharapkan dapat rnemberikan hasil yang lebih akurat, efisien dan dapat
menghindari kendala lolos penyakit.

TUjU80 Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan suatu

sen

percobaan yang terdiri dari 3

percobaan yaitu :
I. Mengevaluasi hubungan antara lama penyinaran terhadap umur genotipa
kentang.

7

2. Mengidentifikasi ras fisiologi isolat-isolat P. infestans yang menyerang

tanaman kentang di Kabupaten Karc.
3. Mengevaluasi hubungan wnur genotipa kentang dengan ketahanan
terhadap penyakit hawar dengan metoda inokulasi patogen di rumah kasa,
kultur jaringan dan metoda

dauD dipetik, sekaligus mengevaluasi

keakuratan ketiga metoda uji tersebut.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :
I. Penyinaran 16 jamlhari memperpanjang umUT genotipa kentang yang berasal
dari daerah empat musim dengan mempengaruhi pola inisiasi dan periode

pengisian umbi.
2. Di Kabupaten Karo sudah terdapat berbagai ras fisiologis P.injestans yang

rnenyerang tanaman kentang.
3. Genotipa kentang berumur dalam lebih tahan terhadap penyakit hawar daun

dibanding dengan genotipa yang berwnur genjab.
4. Tidak terdapat perbedaan hasil antara pengujian ketahanan genotipa terhadap
penyakit hawar daun dengan menggunakan metoda uji di rumah kasa, kultur

jaringan dan daun dipetik.

Manfaat Hasil Peoelitian Yang Diperoleh

Hasil penelitian ini bennanfaat unruk :
1. Memberi infonnasi mengenai hubungan umur tanaman dan ketahanannya
terhadap penyakit hawar dauD, dan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam mengintroduksi genotipa kentang yang berasal dari
daerah empat musim uotuk dibudidayakan di Kabupaten Karo.
2. Mernberikan masukan berupa anjuran bagi petani untuk menggunakan
berbagai genotipa pada satu areal, hal ini untuk. mengurangi tekanan
seleksi, sehingga menekan pernbentukan ras fisiologi yang barn.
3. Memberi rnasukan untuk menggunakan metoda evaluasi ketahanan yang

lebib akurat dan efisieo.

8

TAHAP AN PENELITIAN

Koleksi Genotipa Kentang
Laboratoriwn Biologi Molekuler dan Selluler
Tumbuhan PAU

/

セ@

12 Geootipa Kentang
UmUf dan tingkat ketahanan
infestans berbeda

terhadap P.

Uji Pengaruh Lama Penyinaran
terhadap Umur Genotipa
Diberi penyinaran 12 dan 16 jamlhari

18 Genotipa Kentang differensial
Mepunyai ge" taban (R) difIerensial
tunggal dan komplek terhadap ras
P. infestans

Identifikasi Ras Fisiologi P.

in/mans
Diinokulasi dengan inokulum 1'. infestans
dwi Kecamatan Berastagi, Kabanjahe dan

Merek, pada setiap Kecamatan wambil 2
ienis isola!.

Uji Hubungan Umur Genotipa dengan Ketabanan terhadap Penyakit
Hawar Dauo
Pengujian dilakukan dengan 3 metoda yaitu:
1. metoda di rumah kasa, 2. metoda kultur jaringan, 3. metoda daun dipetik

Gambar 1. Bagan Alur Penelitian

T1NJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Tansman Kentang

Tanaman kentang adalah tanaman genus Solanum yang bukan tanaman asli
Indonesia, tetapi berasal

dan

Amerika Selatan. Genus Solanum mempunyai lebih

dari 2000 spesies, diantaranya 228 spesies kentang liar dan 7 spesies kentang
budidaya (Hawkes, 1994). Ketujuh spesies kentang budidaya tersebut yaitu S.
phureja, S. ajanhuiri, S. chaucha, S. juzepezukii, S. tuberosum subsp andigena,
dan S. tuberosum subsp tuberosum. Kultivar·kultivar kentang komersial yang ada

saat ini herasal

dan s.

tuherosum subsp andigena, S. tuberosum subsp tuherosum,

hibrida kedua spesies atau hibrida kroua spesies dengan spesies kentang lainnya.
Selain genotipa, dalam penelitian ini juga digunakan spesies liar tanaman kentang.

Spesies yang digunakan dalam penelitian ini S. st%nifomm. S. stolonifornm
taban terhadap hawar daun (P. infestans), virus kentang Y (PVY) serta serangga
Myzus persicae dan Euphorbivae (Hawkes, 1994).

Tanaman kentang merupakan tanaman semusim. 8atangnya berbentuk bulat
atau persegi dengan wama hijau atau keunguan bila mengandung antosianin.

Daun kentang merupakan daun majemuk dengan anak daun primer tersusun
diantara anak. daun sekunder. Bentuk anak daun primer bulat sampai lonjong.
Semua anak daun primer diakhiri dengan anak daun runggaI pada ujung tangkai
daun (Cutter, 1978). Bunga kentang merupakan bunga hennaprodit dan setiap
bunga mempunyai lima benang sari yang mengeiilingi sebuah putik.

Bunga

tanaman kentang tersusun dalam karangan bunga (inflorescence) yang tumbuh
pada ujung-ujung batang. Banyaknya bunga pada setiap karangan bunga, panjang
dan warna tangkai bunga bervariasi tergantung kultivamya (Burton. 1989).
Stolon merupakan bagian batang yang terletak di bawah tanah, mempunyai
daun-daun kecil seperti sisik, dan pada ketiak daun terdapat tunas ketiak, dapat

tumbuh menjuiur secara diageotropik dengan bulm-bulm yang memanjang dan
melengkung pada ujungnya.

Panjang stolon berbeda-beda menurut varietas.

Stolon berukuran pendek (± 10 em), sedang (antara 10 sampai 20 em) dan panjang
(antara 20 sampai 40 em). Umbi kentang terbentuk sebagai pembesaran bagian

ujung stolon dan berfungsi sebagai tempat cadangan makanan. Umbi akan

10

terputus dari stolon, pada saat stolon mengering bersamaan dengan matinya
tanaman. Bentuk umbi mencirikan varietas kentang. Bentuk umbi kentang ada 4

macam yaitu (I) bulat; (2) lonjong, meruncing kearah kedua ujung umbi; (3)
menmcing, lebih meruncing kearah ujung umbi, lebih lebar pada bagian pangkal

umbi dan (4) ginjal, lebih meruncing pada bagian pangkal umbi, lebar pada ujung
(Burton, 1989). Pada umhi kentang terdapat mata tunas, tersusun secara spiral
dan umumnya makin keujung umbi makin rapat mata tunasnya. Kedalaman mata,
warna kulit dan warna daging umbi kentang juga mencirikan verietas. Mata tunas
umbi ken tang ada yang dangkal, medium dan dalam, sedangkan wama kulit umhi

ada yang putih, kuning dan merah. Warna daging urnbi ada yang putih dan
kuning.

Wama kulit umbi tidak seialu mencirikan warna daging umbi.

Di

Indonesia umumnya urnbi kentang berwarna kuning lebih disukai.

Pertumbuhan Taoaman Kentang
Pertumbuhan tanaman kentang terdiri atas tiga tabap yaitu, perttnnbuhan
tunas, pertumbuban daun dan batang, serta pertumbuban mnbi.

Pertumbuban

tunas diawali setelah umbi mengakhiri masa donnansi. TlUlas dapat tumbuh di
tempat penyimpanan atau di lapang dengan atau tanpa cahaya.

Tunas yang

tumbuh pada keadaan gelap memiliki klorofil sedikit, mas menjadi panjang,
tunas agak bengkok, daun-daun menjadi keeil, serta perbandingan berat kering

dan basah rendah. Sesudah tunas muncuJ, daun membuka secara cepat sehingga
tanaman menjadi autotroph, tetapi transfer cadangan karbohidrat dan umbi induk
berlangsung terns sampai keseluruhan cadangan karbohidrat habis (Moorby,
1978). Laju pertumbuhan tunas meningkat dengan cepat, bila pasokan air dan
nnneral dari tanab lebib banyak dibanding cadangan dari umbi induk.

Tunas-

tunas lateral tumbuh di permukaan tanah dan membentuk tunas berdaun atau
membentuk stolon bila di bawah pemmkaan tanah. Stolon menghasilkan wnbi
tetapi dapat juga menjadi batang, jika stolon muncul di pennukaan tanah
(Moorby, 1978).
stolon

Stolon muncul pada mas pertama dari tunas.

dipengaruhi oleh

temperatur.

Hasil penelitian

Perturnbuhan

Moorby

(1978)

menunjukkan bahwa berat kering stolon berbanding terbalik dengan temperatur.

II

Pertumbuhan stolon dibagi atas tiga tahap yaitu periode lambat,

cepat dan

pertumbuhan menunnl.

Pembentukan umbi diawali
dua minggu sesudah tanam

dan

saat inisiasi. Inisiasi urnbi dimulai sekitar

terganhmg pada varietasnya.

Mekanisme inisiasi

umbi masih belum diketahui dengan jeJas. Burton (1989) mengemukakan bahwa
umhi dihasilkan dari akumulasi substrat pada stolon.

Pertumbuhan umbi

mengikuti pola sigmoid dengan fuse tinier yang panjang. Fase tinier ini dapat

berubah tergantung kemampuan tanaman untuk merangsang pertumbuhan umbi
setelah inis-iasi. Kemampuan tanaman sangat dipengaruhi oleh kecukupan daun
untuk menghasilkan asimilat yang dibutuhkan untuk pembentukan umbi serta
pasokan air dan mineral dari tanah. Jika inisiasi umbi terjadi sebelurn tanaman
dapat memasok kebutuhannya, maka produksi yang dihasilkan sedikit (Moorby,
1978).
Sernbilan puluh lima persen herat kering umbi kentang merupakan senyawa
basil fotosintesis.

HasH fotosintesis selain digunakan untuk pertumbuhan umbi,

juga digunakan untuk pertwnbuhan datm.

Pertumbuhan daun sesudah inisiasi

umbi menurunkan pasokan karbohidrat yang tersedia untuk pertumbuhan umbi
dan hasil yang tinggi (Burton, 1989). Periode dari saat dimulainya inisiasi umbi
sampai dicapainya herat umbi maksimum, disebut dengan periode lama pengisian
umbi.

Laju pengisian umbi tergantung dengan jenis varietas, waktu tanam,

temperntur, dan curah hujau (Burton, 1989).
Produksi umbi merupakan perkalian antara lama pengisian umbi (hari)
dengan laju pengisian wnbi (tonlhalhari). Produksi tanaman kentang dapat dilihat
dari hasil umbi basah perluas areal serta jumlah dan komposisi herat kering yang
dikandung oleh urnbi. Komposisi dan berat kering urnbi kentang ditentukan oleh
kultivar, cahaya, photoperiodisitas, temperatur, curah hujan, jenis tanah dan pupuk
(Burton, 1989).

Kualitas umbi yang baik terutama berguua untuk pembuatan

pangan olahan dari urnbi kentang seperti keripik (chips). Kualitas urnbi dicirikan
dengan rendahnya kandungan gula reduksi, sedikit atau tidak adanya enzim yang
dapat merusak wama umbi (berupa senyawa fenol) dan tingginya produksi berat
kering. Marwaha dau Kang (1994) menggunakan varietas yang mempunyai bernt

12

kering betkisar antara 18.9-21.6 % dan gula reduksi antara 215-240 rnglg umbi
basah sebagai tanaman koottol, pada saat menguji kualitas wnbi untuk keripik.

Faktor Lingkungan Pertumbuhan Tanaman Kentang

Faktor-faktor fisik yang mempengaruhi pertwnbuhan tanaman kentang
diantaranya :
1. Temperatur

Temperatur nyata berpengaruh terhadap morphogenesis pertumbuhan dan
perkembangan tanarnan kentang. Menurut Moreno (1985), tanaman kentang yang
ditanam pada temperatur rendah, lebih rnenginduksi pembentukan umbi dari pada

ternperatur tinggi. Kultivar Huayro yang berasaI dari Peru, bila dikembangkan di
dataran rendah, organ-organ vegetatip di atas pennukaan tanah tumbuh lebih
lebat, sebaliknya bila ditanam di dataran tinggi Andes pertumhuhan wnbi lebih
banyak (Moreno, 1985). Tanaman kentang membutuhkan temperatur optimum
200 e dengan temperatur malam kurang dari 12-1SoC untuk pertumbuhan, dan

setiap kenaikan temperatur sebesar SOC menyebabkan penurunan laju fotosintesis,

aoc (Burton,

sedangkan respirasi daun meningkat dua kali bila temperatur naik 1

1989). Menurut Moorby (1978), temperatnr optimum untuk pertumbnban batang
dan daUll kentang adalah 20"C dan 25'C, sedangkan menurut Smith (1977)
temperatur yang dibutuhkan untuk pembentukan umbi dengan baik adalah
temperatur siang 17.7-23.7°C dan temperatur maJam 6.0-12.rc.

Temperatur

malam lebih penting dibanding temperatur siang untuk pertumbuhan dan

perkembangan urubi. Temperatur tinggi dapat menghambat perkembangan urobi,
karena laju respirasi yang tinggi menyehabkan jumlah karbohidrat yang tersedia
menjadi berknrang. Ternperatur tinggi, terutama pada malam hari, pertumbnban
lebih banyak pada bagian tanaman yang di atas pennukaan tanah dari pada di
bawah tanah., sehingga tanaman lebih banyak menghasilkan daun barn, cahang,
dan bunga Moreno (1985) mengemukakan bahwa interaksi antara radiasi yang
tinggi dengan ternperatur siang dan malam yang rendah di dataran tinggi,
mendorong tanaman lebih aktif melakukan fotosintesis dan mentranslokasikan
hasil fotosintesis keurnbi, dibanding di dataran rendah. Menurut Cutter (1978),
kultivar Kennebec menghasilkan umbi yang baik, jika ditanarn pada penymaran

13

pendek dengan temperatur rendah. Selanjutnya Cutter (1978) mengatakan bahwa,
temperatur rendah tidak hanya mernpengaruhi pertumbuhan tanaman, tet:api juga
mempengaruhi tururumnya, karena wnbi yang dihasilkan dari pertumbuhan
tersebut juga dapat digunakan sebagai benih untuk pertumbuhan berikutnya,
sehingga tanaman yang dihasilkan lebih baik.

2. Cahaya Matahari
Intensitas cahaya merupakan jumlah total cahaya yang sampai kepermukaan
bumi. Intensitas cahaya yang rendah menyebabkan jumlah energi yang tersedia
untuk fotosintesis rendah, sehingga kadar karbohidrat yang dihasilkan tanaman
juga rendah.

Apahila intensitas cahaya tinggi maka transpirasi hasil tanaman

tinggi bila tidak diimbangi dengan penyerapan air d