Investigasi Agensia Hayati untuk Pengendalian Penyakit Bercak Daun (Phyllosticta zingiberi) pada Tanaman Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.)

(1)

INVESTIGASI AGENSIA HAYATI UNTUK PENGENDALIAN

PENYAKIT BERCAK DAUN (Phyllosticta zingiberi) PADA

TANAMAN JAHE MERAH (Zingiber officinale Rosc)

TESIS

Oleh

Martha Adiwaty Sihaloho

087001018/AET

SEKOLAH PASCA SARJANA FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

INVESTIGASI AGENSIA HAYATI UNTUK PENGENDALIAN

PENYAKIT BERCAK DAUN (Phyllosticta zingiberi) PADA

TANAMAN JAHE MERAH (Zingiber officinale Rosc)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Pertanian dalam Program Studi Agroekoteknologi

pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Oleh

Martha Adiwaty Sihaloho

087001018/AET

SEKOLAH PASCA SARJANA FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : INVESTIGASI AGENSIA HAYATI UNTUK

PENGENDALIAN PENYAKIT BERCAK DAUN (Phyllosticta zingiberi) PADA TANAMAN JAHE

MERAH (Zingiber officinale Rosc) Nama Mahasiswa : Martha Adiwaty Sihaloho

Nomor Pokok Mahasiswa : 087001018 Program Studi : Agroekoteknologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof.Dr.Ir. Hapsoh, MS) (Dr. Ir. H.Hasanuddin, MS)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Agroekoteknologi Dekan Fakultas Pertanian

(Prof.Dr.Ir.Abdul Rauf,MP) (Prof.Dr.Ir.Darma Bakti Nasution,MS)


(4)

ABSTRAK

Penyakit Bercak daun merupakan penyakit utama pada tanaman jahe merah karena dari segi ekonomi merugikan pendapatan petani dan menurunkan pendapatan negara karena jahe merah merupakan komoditi export . Penyakit ini kemungkinan berasal dari benih jahe merah yang dapat bertahan dalam benih. Penelitian bertujuan untuk menguji efektivitas jamur T koningii, T harzianum,

Gliocladium spp, dan G virens sebagai agensia hayati untuk mengendalikan

patogen P zingiberi penyebab penyakit bercak daun jahe, dan menguji efektivitas cara aplikasi agensia hayati dalam mengendalikan penyakit bercak daun jahe. Penelitian ini dilaksanakan pada dua tempat yaitu di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dan di lahan Percobaan Fakultas Pertanian Program Studi Agroteknologi Univesitas Amir Hamzah Medan. Kelurahan Medan Estate Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, dengan ketinggian ± 25 m dpl. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai bulan Januari 2010 sampai dengan Agustus 2010. Pada penelitian ini ada 4 metode pengujian yang dilaksanakan yaitu 1. Uji antagonis agensia hayati terhadap patogen jamur P

zingiberi di laboratorium, 2.Uji Postulat Koch, 3. Identifikasi penyakit penyebab

bercak daun tanaman jahe merah, 4. Uji antagonis agensia hayati terhadap patogen jamur P zingiberi di lapangan. Pada penelitian di laboratorium, menunjukan persentase zona penghambat pertumbuhan paling rendah pada perlakuan tanpa jamur antagonis sebesar 6,43 % dan yang paling tinggi terdapat pada perlakuan dengan jamur antagonis Gliocladium spp sebesar 46,23 %.

Pada pelaksanaan penelitian di lapangan penggunaan suspensi antifungal agensia hayati Gliocladium virens pada daun relatif lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur P. zingiberi.

Kata kunci : Agensia hayati, Bercak daun, Jahe merah


(5)

ABSTRACT

Leaf spotting diseases is a major disease on red ginger plant because of economic disadvantage in terms of farmers income and reduce state revenue because of the red ginger is an export commodity. This disease probably originated from red ginger seeds that can survive in the seed. The study aims to test the effectiveness of the fungus T koningii, T harzianum, Gliocladium spp, and

G. virens as biological agents to control disease causing pathogens P zingiberi

ginger leaf spot, and testing the effectiveness of how the application of biological agents in controlling leaf spot disease of ginger. The research was conducted at two places, namely at the Faculty of Agriculture Plant Pathology Laboratory of the University of North Sumatera Medan with ± 25 m altitude above sea level, and at the Faculty of Agriculture experimental land Agroteknologi Studies Program University of Amir Hamzah Medan. Kelurahan Medan Estate Sub Percut Sei Tuan Deli Serdang district, with a height of ± 25 m. The timing of the researc began in January 2010 to August 2010. In this research, there are 4 methods of testing conducted: 1.Test antagonist biological agents against pathogenic fungi in the laboratory P zingiberi, 2. Test Postulates Koch, 3. Identification of disease causing leaf spot of red ginger plant, 4.Test antagonist biological agents against pathogenic fungi P zingiberi in the field.The research in the laboratory, showed that the growth inhibiting zone presentase lowest in treatments without fungal antagonist at 6.43% and the highest found on treatment with the fungal antagonist

Gliocladium spp amounted to 46.23%. In the implementation of research in the

field use of biological agents antifungal suspension Gliocladium virens on leaves relatively more effective in inhibiting the growth of the fungus P. zingiberi.


(6)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan Judul “Investigasi Agensia Hayati untuk Pengendalian Penyakit Bercak Daun (Phyllosticta zingiberi) pada Tanaman Jahe Merah (Zingiber

officinale Rosc.)”

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Hapsoh, MS dan Bapak Dr. Ir. H Hasanuddin, MS sebagai komisi pembimbing yang telah memberikan sumbangan ide, saran dan motivasi selama penulis merencanakan dan melaksanakan penelitian serta penyusunan tesis ini. Dan juga kepada Bapak Ketua dan Ibu Sekretaris Pengelola Program Studi Agroekoteknologi SPs-USU. Kepada Bapak Prof. Dr. Ir.Darma Bakti Nasution,MS selaku Dekan Fakultas Pertanian penulis juga mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Pertanian.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian USU yang telah memberikan fasilitas penelitian kepada penulis. Kepada Analis dan adik – adik asisten Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian USU penulis mengucapkan terima kasih atas bantuannya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Rektor Universitas Amir Hamzah, Ibu Dekan dan Bapak Pembantu Dekan Fakultas Pertanian Universitas Amir Hamzah serta seluruh fungsionaris yang telah mendukung penulis dalam menempuh pendidikan program pascasarjana.


(7)

Penghargaan dan ucapan terima kasih khusus penulis sampaikan kepada Kepada Ayahanda, dan ibunda, yang telah membesarkan penulis dan membantu penulis sampai terselesainya tesis ini serta suami tercinta Khozali Hasan,SH dan anak-anakku tercinta Utari Asmara Fitri, Anggie Rizky Hasanah, M Ikhsan Razali yang telah mendukung penulis untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, selalu sabar dan memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan tesis ini. Tak lupa adik – adikku, Nenek, serta keluarga besar Sihaloho, tulang Madjid B Damanik, terima kasih atas segala doa, bantuan dan motivasi yang telah diberikan selama ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Saudari Rini, Dona, Linda, Yuni, Nova, Adey, Bang Yusuf, Pahala, Pak Riyadi, Pak Irwan, Pak Mahyudin, Eko, Sahril, Surya, Kak Wiwik, Pak Toni, Kak Nita, Sri, Boy serta semua pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan bantuan masukan dan motivasi dalam rangka penyelesaian tesis ini.

Medan, Desember 2011 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ...viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 6

Tujuan Penelitian ... 7

Hipotesis Penelitian ... 7

Kegunaan Penelitian ... 7

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyebab Penyakit Bercak Daun ... 8

Gejala Penyakit Bercak Daun Jahe Merah ... 10

Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyakit ... 12

Penanggulangan Penyakit Bercak daun Jahe ... 12

Agensia Hayati Trichoderma harzianum ... 13

Agensia Hayati Gliocladium ... 18

BAHAN DAN METODE Penelitian di Laboratorium ... 21

Tempat dan Waktu ... 21

Bahan dan Alat ... 21

Metode Penelitian ... 22

Isolasi Patogen Penyebab Penyakit Bercak Daun Jahe ... 22

Uji Postulate KOCH ... 23

Identifikasi Jamur Penyebab Penyakit Bercak Daun Jahe ... 24

Uji Antagonis Agensia Hayati terhadap patogen jamur Phyllosticta zingiberi di laboratorium ... 25

Pelaksanaan Penelitian di Laboratorium ... 27

Penyediaan Jamur Antagonis ... 27


(9)

Penelitian di Lapangan ... 29

Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

Bahan dan Alat ... 29

Metode Penelitian ... 29

Uji antagonis agensia hayati di lapangan ... 29

Model Analisis ... 31

Pelaksanaan Penelitian di Lapangan ... 31

Pembuatan Rumah Kassa ... 31

Persiapan Lahan ... 31

Persiapan bibit ... 32

Pembuatan persemaian ... 32

Persiapan dan pengisian media tanam keranjang ... 32

Penanaman bibit kekeranjang ... 33

Aplikasi agensia hayati ... 33

Pemeliharaan ... 34

Peubah Amatan ... 35

Peubah Amatan di Laboratrium ... 35

Persentase zona penghambat pertumbuhan(%) ... 35

Peubah Amatan di Lapangan ... 36

Masa Inkunbasi ... 36

Kejadian penyakit (%) ... 36

Intensitas serangan (%) ... 36

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

Kesimpulan ... 62

Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Persentase zona penghambat pertumbuhan P zingiberi pada Media

PDA ... 41 2. Masa Inkubasi Penyakit Bercak Daun Jahe (Hari Sebelum Inokulas = HSI) ... 44 3. Beda Uji Rataan Pengaruh Jenis Agensia Hayati Terhadap Kejadian Penyakit Bercak Daun Jahe (%) pengamatan II-XVII ... 47 4. Beda uji rataan Pengaruh Cara Aplikasi Agensia Hayati terhadap

Kejadian Kejadian Penyakit Bercak Daun Jahe (%) pengamatan II-

XVII ... 49

5. Beda uji rataan Pengaruh Interaksi Jenis Agensia Hayati dan cara Aplikasi Agensia Hayati terhadap Kejadian Penyakit bercak daun jahe (%) pengamatan II-XVII ... 51 6. Beda uji rataan Pengaruh Cara Aplikasi Agensia Hayati terhadap

Intensitas Penyakit Bercak Daun Jahe (%) pengamatan II-XVII………..55 7. Beda uji rataan Pengaruh Cara Aplikasi Agensia Hayati terhadap

Kejadian Intensitas Penyakit Bercak Daun Jahe (%) pengamatan II- XVII ... 57 8. Beda uji rataan Pengaruh Interaksi Jenis Agensia Hayati dan cara

Aplikasi Agensia Hayati terhadap Intensitas Penyakit bercak daun


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Conidia and conidiophore Phyllosticta zingiberi ... 9 2. Gejala Bercak Daun di lahan petani desa Tumpatan Nibung.

Batang Kuis ... 10 3. a.Tanaman Jahe merah dengan gejala serangan penyakit bercak daun (Barus dan Hapsoh, 2009). b.Daun tanaman jahe yang terserang penyakit bercak daun (Barus dan Hapsoh, 2009) ... 11 4. Tanaman Jahe merah dengan gejala serangan penyakit bercak daun umur 1 bulan setelah pindah tanam(BSPT) ( Mei 2010) b.Tanaman Jahe merah dengan serangan penyakit bercak daun umur 6 BSPT

(Oktober 2010)……….11 5. (a) Konidiofor jamur T. harzianum (b) Konidia T. Harzianum ... 15 6. Penetrasi dan formasi dari haustoria dalam hifa yang lebih besar

dari R. solani oleh hifa yang lebih kecil dari T. Virens... 17 7. Penghambatan pertumbuhan R. solani oleh antibiotik gliotoxin

dari T. virens : A. Médium dengan gliotoxin, B. Médium tanpa

gliotoxin (Howell, 2003) ... 17 8. a.Conidia and Phialid, b. Conidia and Conidiophore G. virens

image

9. Sampel daun jahe merah yang terserang bercak daun untuk uji

Isolasi patogen. ... 22

10. a.Cara 1.Patogen ditempel ke permukaan daun, b.Cara 2.Patogen disemprotkan ke permukaan daun, c.Cara 3. Patogen disemprotkan ketanah. ... 24 12. Suspensi Anti Fungal Agensia hayati pada media PDB dalam

keadaan dishaker. ... 28 13. Isolat X1 P zingiberi umur 3 hari, b.Isolat X2 P zingiberi berumur 3 hari, c.Isolat X3 P zingiberi berumur 3 hari, d. isolat X5 P zingiberi umur 3 hari.e.isolat X5 P zingiberi umur 3 hari, f.Isolat X6

P zingiberi umur 5 hari, g.isolat X7 P zingiberi


(12)

14. Gambar mikroskopi patogen bercak daun P. zingiberi

Lab.penyakit USU (28 Januari 2010) ... 39 15. a.Sampel tanaman jahe terserang bercak daun dari lahan penelitian Barus dan Hapsoh (2009) b.Tanaman jahe terserang bercak daun hasil uji Postulat Koch. ……….40 16. Sampel daun jahe dengan gejala bercak daun hasil Postulat Koch……..40 17. a.Isolat murni P zingiberi. b.Isolat murni hasil Postulat Koch ... 41 18.a. Penghambatan Gliocladium spp terhadap jamur P zingiberi pada Media PDA, b. Penghambatan T harzianum terhadap jamur P

zingiberi pada Media PDA, c. Penghambatan T koningii terhadap

jamur P zingiberi pada Media PDA, d. Penghambatan


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Persentase zona penghambat Pertumbuhan Patogen P zingiberi

Pada hari I ... 68

2. Persentase zona penghambat Pertumbuhan Pertumbuhan Patogen P zingiberi ke II ... 69

3. Persentase zona penghambat Pertumbuhan Pertumbuhan Patogen P zingiberi hari ke III ... 70

4. Persentase dan Sidik Ragam zona penghambat Pertumbuhan Patogen P zingiberi hari ke IV ... 71

5. Masa Inkubasi (Hari Sebelum Inokulasi = HSI) BLOK I . ... 72

6. Masa Inkubasi (Hari Sebelum Inokulasi = HSI) BLOK II ... 73

7. Masa Inkubasi (Hari Sebelum Inokulasi = HSI) BLOK III ... 74

8. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan I ... 75

9. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan II ... 75

10.Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan III ... 76

11. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan IV ... 76

12. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan V ... 77

13. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan VI ... 77

14. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan VII ... 78

15. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan VIII ... 78

16. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan IX ... 79

17. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan X ... 79

18. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan XI ... 80

19. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan XII ... 80


(14)

21. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan XIV ... 81

22. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan XV ... 82

23. Sidik Ragam Kejadian Penyakit Pengamatan XVI ... 82

24. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan I ... 83

25. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan II ... 83

26. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan III ... 84

27. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan IV ... 84

28. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan V ... 85

29. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan VI ... 85

30. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan VII ... 86

31. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan VIII ... 86

32. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan IX ... 87

33. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan X ... 87

34. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan XI ... 88

35. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan XII ... 88

36. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan XIII ... 89

37. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan XIV ... 89

38. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan XV ... 90

39. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan XVI ... 90

40. Bagan Percobaan di Laboratorium ... 9

41. Bagan Percobaan di Rumah Kassa ... 92


(15)

ABSTRAK

Penyakit Bercak daun merupakan penyakit utama pada tanaman jahe merah karena dari segi ekonomi merugikan pendapatan petani dan menurunkan pendapatan negara karena jahe merah merupakan komoditi export . Penyakit ini kemungkinan berasal dari benih jahe merah yang dapat bertahan dalam benih. Penelitian bertujuan untuk menguji efektivitas jamur T koningii, T harzianum,

Gliocladium spp, dan G virens sebagai agensia hayati untuk mengendalikan

patogen P zingiberi penyebab penyakit bercak daun jahe, dan menguji efektivitas cara aplikasi agensia hayati dalam mengendalikan penyakit bercak daun jahe. Penelitian ini dilaksanakan pada dua tempat yaitu di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dan di lahan Percobaan Fakultas Pertanian Program Studi Agroteknologi Univesitas Amir Hamzah Medan. Kelurahan Medan Estate Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, dengan ketinggian ± 25 m dpl. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai bulan Januari 2010 sampai dengan Agustus 2010. Pada penelitian ini ada 4 metode pengujian yang dilaksanakan yaitu 1. Uji antagonis agensia hayati terhadap patogen jamur P

zingiberi di laboratorium, 2.Uji Postulat Koch, 3. Identifikasi penyakit penyebab

bercak daun tanaman jahe merah, 4. Uji antagonis agensia hayati terhadap patogen jamur P zingiberi di lapangan. Pada penelitian di laboratorium, menunjukan persentase zona penghambat pertumbuhan paling rendah pada perlakuan tanpa jamur antagonis sebesar 6,43 % dan yang paling tinggi terdapat pada perlakuan dengan jamur antagonis Gliocladium spp sebesar 46,23 %.

Pada pelaksanaan penelitian di lapangan penggunaan suspensi antifungal agensia hayati Gliocladium virens pada daun relatif lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur P. zingiberi.

Kata kunci : Agensia hayati, Bercak daun, Jahe merah


(16)

ABSTRACT

Leaf spotting diseases is a major disease on red ginger plant because of economic disadvantage in terms of farmers income and reduce state revenue because of the red ginger is an export commodity. This disease probably originated from red ginger seeds that can survive in the seed. The study aims to test the effectiveness of the fungus T koningii, T harzianum, Gliocladium spp, and

G. virens as biological agents to control disease causing pathogens P zingiberi

ginger leaf spot, and testing the effectiveness of how the application of biological agents in controlling leaf spot disease of ginger. The research was conducted at two places, namely at the Faculty of Agriculture Plant Pathology Laboratory of the University of North Sumatera Medan with ± 25 m altitude above sea level, and at the Faculty of Agriculture experimental land Agroteknologi Studies Program University of Amir Hamzah Medan. Kelurahan Medan Estate Sub Percut Sei Tuan Deli Serdang district, with a height of ± 25 m. The timing of the researc began in January 2010 to August 2010. In this research, there are 4 methods of testing conducted: 1.Test antagonist biological agents against pathogenic fungi in the laboratory P zingiberi, 2. Test Postulates Koch, 3. Identification of disease causing leaf spot of red ginger plant, 4.Test antagonist biological agents against pathogenic fungi P zingiberi in the field.The research in the laboratory, showed that the growth inhibiting zone presentase lowest in treatments without fungal antagonist at 6.43% and the highest found on treatment with the fungal antagonist

Gliocladium spp amounted to 46.23%. In the implementation of research in the

field use of biological agents antifungal suspension Gliocladium virens on leaves relatively more effective in inhibiting the growth of the fungus P. zingiberi.


(17)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Jahe (Zingiber officinale Rosc) sebagai salah satu tanaman temu-temuan banyak digunakan sebagai bumbu, bahan obat tradisional, manisan, atau minuman penyegar, dan sebagai bahan komoditas ekspor nonmigas andalan. Pasokan jahe dari Indonesia ke negara pengimpor jahe dalam beberapa tahun terakhir ini cukup meningkat. Akan tetapi, peningkatan permintaan akan jahe belum dapat diimbangi dengan peningkatan produksi jahe. Jahe Indonesia diekspor ke beberapa negara tujuan antara lain Jepang, Emirat Arab, Malaysia dalam bentuk jahe segar, jahe kering dan olahan (Paimin dan Murhananto, 1999).

Tanaman jahe telah lama dibudidayakan sebagai komoditi ekspor, namun pengembangan jahe skala luas belum didukung dengan budidaya yang optimal dan berkesinambungan sehingga produktivitas dan mutunya rendah. Luas areal pertanaman jahe di Indonesia pada tahun 2006 yaitu 89.041.808 ha dengan total produksi 177.137.949 kg dengan produktivitas rata-rata sekitar 1,77 ton/ha. Tahun 2007 meningkat mencapai 99.652.007 ha dengan total produksi 178.502.542 kg dan produktivitas rata-rata sekitar 2,66 t/ha (BPS, 2009).

Jahe dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya. Umumnya dikenal 3 varietas jahe, yaitu :

1) Jahe putih/kuning besar atau disebut juga jahe gajah atau jahe badak, rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini biasa dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan.


(18)

kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari pada jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas, disamping seratnya tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan, atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya.

3) Jahe merah, rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil dari pada jahe putih kecil sama seperti jahe kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil, sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan (Harmono dan Andoko. 2005).

Jahe merah (Zingiber officinale Rosc.) sudah lama dikenal dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, dibandingkan dengan jahe gajah atau jahe empirit. Meskipun demikian, kebanyakan orang umumnya lebih mengenal jahe gajah, yakni sebagai bumbu dapur, rempah-rempah, dan bahan obat-obatan. Berdasarkan penelitian para ahli, dalam maupun manca negara, jahe memiliki efek farmakologis yang berkhasiat sebagai obat dan mampu memperkuat khasiat obat yang dicampurkannya. Dari ketiga jenis jahe yang ada jahe merah yang lebih banyak digunakan sebagai obat, karena kandungan minyak atsiri dan oleoresinnya paling tinggi dibandingkan dengan jenis jahe yang lain sehingga lebih ampuh menyembuhkan berbagai macam penyakit (Tim Lentera, 2002).

Dalam beberapa tahun terakhir, permintaan jahe cenderung terus meningkat. Jahe di Indonesia memiliki peluang yang cukup besar untuk dikembangkan, karena selain iklim, kondisi tanah, dan letak geografis yang cocok bagi pembudidayaannya. Oleh karena itu, komoditas jahe layak dijadikan sebagai salah satu komoditas unggulan dalam usaha pengembangan agribisnis dan


(19)

agroindustri yang berwawasan pedesaan (Rukmana, 2000).

Selain budidaya konvensional di lahan penanaman jahe sistem keranjang merupakan modifikasi teknik budidaya tanaman jahe yang mengkondisikan media tanam jahe tetap gembur dan sarang, mempermudah manajemen produksi tanaman, mempermudah pertumbuhan tanaman dan perkembangan tanaman jahe sehingga potensi produksi lebih tinggi jika dibandingkan dengan penanaman jahe konvensional di lahan (Hapsoh et al., 2010).

Peningkatan permintaaan produk jahe masih banyak mengalami hambatan khususnya dalam kegiatan budidayanya. Salah satu hambatan tersebut menyangkut banyaknya Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang dapat menyebabkan kegagalan produksi jahe. OPT jahe meliputi hama dan penyakit yang banyak ditemukan di setiap wilayah pengembangan jahe di Indonesia. Gangguan OPT ini seringkali dapat menyebabkan kegagalan produksi, yang pada akhirnya mengganggu kontinuitas produksi dan arus perekonomian jahe di Indonesia. Penyakit tanaman jahe di Indonesia meliputi penyakit layu bakteri yang disebabkan cendawan Pseudomonas solanacearum, dan penyakit busuk rimpang yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxyporium sp dan penyakit bercak daun yang disebabkan oleh jamur Phyllosticta zingiberi (Siswanto dan Wahyuno, 2008).

Penyakit bercak daun yang disebabkan oleh Pyllosticta zingiberi, dapat menular dengan bantuan angin, infeksi bercak daun langsung di daun yang sehat. Spora penyebab bercak daun yang terbang terbawa angin hinggap di daun yang sehat dan menginfeksinya. Gejala penyakit bercak daun adalah munculnya bercak-bercak berukuran 2-3 mm di daun, terutama daun yang masih muda.


(20)

Bercak tersebut dalam perkembangannya menjadi abu-abu dan ditengahnya terdapat bintik-bintik hitam yang dikelilingi busuk basah. Serangan pada tanaman yang sudah dewasa tidak begitu membahayakan. Namun, serangan pada tanaman yang masih muda bisa berakibat fatal karena bisa mengakibatkan kematian (Harmono dan Andoko. 2005). Penyakit dan jamur penyebabnya telah dikenal pada tanaman Zingiber officinale dan Z. mioga di Jepang. Ini merupakan catatan formal pertama dari penyakit ini di Indonesia (Kalimantan Timur). Juga telah diamati pada tanaman Zingiber ottensii di Indonesia. Biasanya, massa konidial akan keluar dari piknidia setelah hujan, masuk dan menyebar oleh hujan ataupun serangga kecil (Rachmat, 1993).

Pada tahun 1938 dan tahun-tahun berikutnya penyakit bercak daun telah dilaporkan pada tanaman jahe dari distrik Godavari dan Malabar dimana penyakit ini umumnya menyerang dalam bulan Agustus, September dan Oktober. Bercak daun ini memiliki ukuran bervariasi, sebagian kecil dan agak membundar dengan panjang 1 mm dan lebar ½ mm. Sedangkan bentuk lainnya adalah oval atau memanjang yang memiliki ukuran antara 9-10 x 3-4 mm. Bercak daun hampir berwarna putih di bagian tengahnya dan memiliki pinggiran berwarna coklat gelap, yang persis mengitari bercak daun adalah warna kekuning-kuningan. Pada bagian ini juga terlihat sejumlah piknidia kehitam-hitaman (Ramakrishnan, 1941).

Penyakit bercak daun lainnya tercatat pula pada tanaman jahe seperti yang dijelaskan oleh Sudaraman, 1922 dalam Ramakrishnan(1941) bahwa

Colletotrichum zingiberace sebagai penyebab penyakit bercak daun di distrik


(21)

Ramakrishnan(1941) telah melaporkan dari Pilipina bercak daun ini disebabkan oleh Coniothyrium zingiber.

Hal yang sama telah diamati di Hawaii 1937, tetapi fungi ini tidak sejalan dengan penjelasan sebelumnya karena Coniothyrium zingiber sporanya lebih kecil dan tidak berwarna, sehingga dijelaskan penyebab penyakit bercak daun ini diberi nama Phyllosticta zingiberi (Ramakrishnan,1941). Dari hasil survei lapangan penulis mendapat laporan dari salah seorang petani jahe di desa Cinta air tepatnya di Kabupaten Serdang Bedagai, petani di desa tersebut mencoba budidaya jahe merah tetapi pada bulan ke 3 tanaman jahe mereka terkena penyakit bercak daun, dan menyebabkan gagal panen.

Hapsoh, Hasanah, dan Julianti (2008) dan Hapsoh, Hasanah, dan Rahmawati (2011) mendapatkan bahwa pupuk organik memberikan pengaruh yang cukup baik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jahe, tetapi produksi tidak maksimal karena terjadi serangan penyakit bercak daun pada umur tiga bulan setelah tanam. Hal yang sama terjadi pada penelitian Barus dan Hapsoh (2009) ketika tanaman jahe umur 3 bulan mengalami gejala yang sama. Dilihat dari kejadian yang ada penyakit ini sudah terbawa dari benih (seed born) , atau bersifat dari tular tanah (soil born) yang masih selalu merupakan masalah besar dalam bidang perlindungan tanaman. Petani di Desa Tumpatan Nibung Kec.Batang Kuis membudidayakan jahe merah dan jahe badak dilahan dan sistem keranjang awal September 2009, pada saat tanaman sudah berumur 3 bulan setelah tanam daun jahe sudah menunjukkan gejala bercak pada daun. Penulis mengambil beberapa sampel tanaman yang terkena bercak daun sebagai bahan penelitian di Laboratorium Penyakit Fakultas Pertanian.


(22)

Pengendalian yang sering dilakukan adalah penggunaan pestisida kimia. Namun demikian penggunaan bahan kimia sering menimbulkan residu pada lingkungan dan membunuh organisme bukan sasaran (Untung, 1996). Disamping itu penggunaan pestisida kimia lebih merugikan bagi kehidupan manusia secara langsung ataupun tidak langsung jika pestisida digunakan secara terus menerus (Sinaga, 1988). Oleh karena itu perlu dicari cara pengendalian lain yang efektif dan ramah lingkungan.

Penggunaan cendawan antagonis merupakan salah satu alternatif yang dianggap efektif dan dapat memberikan hasil yang memuaskan. Berbagai jenis antagonis telah dilakukan dan dipelajari kemungkinan penggunaannya untuk pengendalian penyakit pada tanaman, seperti Trichoderma dan Gliocladium (Darmono, 1997). Menurut Bruehl, 1987 dalam Winarsih (2007), meskipun pengendalian hayati tampaknya tidak seefektif pengendalian secara kimiawi, tetapi hasilnya dapat berjangka panjang bahkan permanen, tidak menyebabkan polusi atau gangguan bagi kesehatan manusia, sehingga secara ekonomi cukup kompetitif terhadap pengendalian yang lain

Perumusan Masalah

Faktor penyebab kegagalan pada budidaya jahe merah dan rendahnya tingkat produktivitas, disebabkan oleh adanya jamur Phyllosticta zingiberi sebagai organisme pengganggu tanaman penyebab penyakit bercak daun jahe. Daun mengalami bercak-bercak berukuran 2-3 mm di daun, terutama daun yang masih muda. Bercak tersebut dalam perkembangannya menjadi abu-abu dan ditengahnya terdapat bintik-bintik hitam yang dikelilingi busuk basah Pemanfaatan agensia hayati seperti Trichoderma koningii, Trichoderma


(23)

harzianum dan Gliocladium spp, Gliocladium virens, yang diaplikasikan melalui

tanah dan melalui daun, diharap mampu mengendalikan penyakit bercak daun. Sehingga penelitian ini diharapkan menemukan jawaban dari permasalahan yang ada.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui efektivitas jamur Trichoderma koningii, Trichoderma

harzianum, Gliocladium spp, dan Gliocladium virens sebagai agensia

hayati untuk mengendalikan patogen Phyllosticta zingiberi, penyebab penyakit bercak daun jahe.

2. Untuk mengetahui efektivitas cara aplikasi agensia hayati dalam mengendalikan penyakit bercak daun jahe.

Hipotesis Penelitian

1. Aplikasi agensia hayati T koningii, T harzianum, Gliocladium spp, dan

Gliocladium virens mampu mengendalikan penyakit bercak daun jahe.

2. Cara aplikasi agensia hayati berpengaruh terhadap aktivitas pengendalian penyakit bercak daun jahe.

Kegunaan penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat luas khususnya petani jahe dan pengelola agribisnis tanaman jahe.

2. Sebagai bahan penulisan tesis dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh Magister Pertanian di Sekolah Pasca Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.


(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Penyebab Penyakit Bercak Daun

Penyakit bercak daun disebabkan oleh jamur Phyllosticta zingiberi menurut Sawada (1959) jamur ini di klasifikasikan kedalam :

Kingdom : Fungi

Phylum ; Ascomycota

Devisio : Eumycota

Subdivision : Deuteromycotina (jamur yang tidak sempurna)

Kelas :

Ordo : Dothideales

Ascomycetes

Family : Botryosphaeriaceae Genus : Phyllosticta

Spesies : Phyllosticta zingiberi

Jamur Phyllosticta dan anggota lain dari kelompok jamur Sphaeropsidales, piknidia mengandung spora aseksual pada permukaan jaringan yang terinfeksi. Spora aseksual atau konidia ini dilepaskan jika keadaan lembab, kelembaban juga diperlukan ketika spora bertunas (Gambar 1). Selain itu yang disebut perithecia akan terbentuk tidak lama setelah piknidia dihasilkan. Perithecia menghasilkan spora seksual atau ascospores. Ascospores diproduksi di kantung dan terdapat 8 spora bersel tunggal per kantung. Ketika menghasilkan ascospores, jamur ini diklasifikasikan sebagai Ascomycetes dan memiliki nama yang berbeda. Piknidia berwarna coklat gelap hingga hitam, lenticular sampai globuose, berdiameter 5 – 120 µm, konidia kecil, uniselular, hyaline, oval hingga eliptis, berukuran 5 – 10 x 2.5 - 4.5 µm (Rachmat, 1993).


(25)

a b

Gambar 1. a&b.Conidia and conidiophore Phyllosticta diakses dari Phyllosticta patogen image : http://pmo.unmext.maine .edu

Berbagai penyakit daun telah dilaporkan pada tanaman jahe Z oficinale Rescoe dari Taiwan. Diantaranya, bercak daun adalah yang paling umum di Taiwan. Agen penyebab penyakit bercak daun pada awalnya diidentifikasi sebagai P. zingiberi . Dalam sebuah survei di Taiwan, telah dikumpulkan beberapa isolat fungi Coelomycetous dari daun-daun tanaman yang terlihat mengandung gejala bercak daun. Pengamatan mikroskop dan uji patogenisitas membuktikan bahwa semua isolat ini adalah fungi patogenik yang sama. Koloni fungi pada agar dekstrosa kentang tampak berwarna abu-abu hingga coklat kehitaman, sering pula dengan batas yang lebih kabur, setelah beberapa hari dikulturkan pada suhu 24o C miselium tersusun dari dua jenis hifa, yakni hialin sampai subhialin, berdinding tipis, halus, bercabang langka, agak lurus atau akan melentur, lebar 2-4 µm, dan berwarna pucat hingga coklat di bagian tengah, berdinding lebih tebal, halus, sering bercabang, lurus, dan melentur, lebar 4-8 µm. Jenis terakhir ini sering memiliki elemen selular dengan lebar 12 µm seperti klamidospora (Kuo, Lee, dan Zheng, 2000).


(26)

Gejala Penyakit Bercak Daun Jahe Merah

Gejalanya daun muda mengalami bercak-bercak kecil berupa busuk basah dengan ukuran 2-3 mm. Semakin lama bercak ini berubah menjadi abu-abu, tengahnya terdapat bintik hitam berupa piknidia jamur dan tepinya dikeliling busuk dengan ukuran 2-3 mm. Tanaman yang mati dapat menjadi sumber inokulum yang berbahaya bagi tanaman lain. Penyebab penyakit ini adalah

Phyllosticta zingiberi, menyebar ketanaman lain melalui angin (DTSP, 2009).

Bercak - bercak sering meluas ke lesi-lesi penyakit dan tidak beraturan yang terkadang menempati setengah daun. Pada sisi teratas dari lesi, ada titik titik coklat hingga hitam yang merupakan piknidia, dan terbentuk secara menyebar (Gambar 2 dan Gambar 3). Penyakit ini sering dijumpai di areal pertanaman jahe (Rachmat, 1993).

Gambar 2. Gejala penyakit bercak daun Jahe (26 Januari 2010) di lahan petani desa Tumpatan Nibung Batang Kuis.


(27)

a. b.

Gambar 3. a. Tanaman Jahe merah dengan gejala serangan penyakit bercak daun (Barus dan Hapsoh, 2009). b.Daun tanaman jahe yang terserang penyakit bercak daun (Barus dan Hapsoh, 2009)

a. b b.

Gambar 4. a.Tanaman Jahe merah dengan gejala serangan penyakit bercak daun umur 1 bulan setelah pindah tanam (BSPT) ( Mei 2010) b.Tanaman Jahe merah dengan serangan penyakit bercak daun umur 6 BSPT (Oktober 2010)

Tanaman jahe merah Penelitian di lapangan pada Gambar 4 a dan 4 b, yang diambil dari lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Amir Hamzah Medan juga menunjukkan gejala yang sama dengan gambar-gambar sebelumnya.


(28)

Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyakit

Keragaman jenis dan populasi organisme pengganggu tanaman jahe sangat berkaitan dengan agroekologi dan agroekosistem tempat budidaya tanaman jahe. Seringkali beberapa OPT banyak ditemukan di suatu daerah tetapi tidak ditemukan di daerah lain, hal ini karena faktor lingkungan yang mempengaruhinya baik lingkungan fisika (abiotik) maupun biotiknya. Tiga faktor utama yang mempengaruhi perkembangan populasi OPT jahe adalah; tanaman inang, sumber makanan suatu OPT serta adanya pengaruh faktor lingkungan yang menunjang baik berupa faktor biotik maupun abiotik yang akan menyebabkan peningkatan populasi OPT tersebut, sehingga dapat mengakibatkan kerusakan tanaman inang yang dibudidayakan (Siswanto dan Wahyuno, 2008).

Jamur ini kurang terdapat di musim kemarau. Penyakit menyebar melalui percikan hujan dan dibawa angin, serangan berat biasanya terjadi pada lahan terbuka. Cendawan terutama bertahan pada sisa-sisa tanaman yang terdapat di tanah. Perkembangan penyakit dibantu oleh cuaca yang panas dan lembab (Ramakrishnan, 1941).

Penanggulangan Penyakit Bercak Daun Jahe

Bibit yang akan ditanam hendaknya bibit yang sehat, selain itu untuk mencegah penyakit ini bibit dibasahi atau direndam terlebih dahulu dengan larutan karbendazim 0,25% atau larutan Klorantraniliprol 0,25%. Tanaman dan tanah bekas tanaman yang telah terserang disemprot dengan fungisida di atas. Sedang bila telah terserang berat maka tanaman dicabut, dibakar dan tanah bekas tanaman disiram dengan fungisida tersebut di atas (DTSP, 2009).


(29)

Pengendalian yang dianjurkan oleh Rukmana (2000 ), dilakukan dengan cara: a) menggunakan bibit jahe yang sehat, b) memperbaiki drainase tanah, c) melakukan pergiliran atau rotasi tanaman, d) mencabut atau membongkar dan memusnahkan rumpun jahe yang sakit berat, e) menyemprotkan fungisida 1 kali dalam seminggu. Dosis atau konsentrasi disesuaikan dengan anjuran, dan menyemprotkan larutan cendawan Trichoderma (Harmono dan Andoko,2005).

Pemberian T. harzianum pada tanaman kencur mampu memperlambat masa inkubasi, menurunkan tingkat kevirulenan, menurunkan jumlah konidium akhir, dan meningkatkan hasil rimpang, dan penambahan T. harzianum mempunyai potensi agensia hayati pada F oxysporum F,sp.zingiberi (Prabowo et

al., 2006).

Agensia Hayati Trichoderma harzianum

Menurut Agrios (1996), jamur ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Sub divisio : Deuteromycotina

Kelas : Hyphomycetes Ordo : Moniliales Famili : Moniliaceae Genus : Trichoderma

Spesies : Trichoderma harzianum Rifai

Trichoderma termasuk kelas Hypomycetes dan ordo Moniliales (Agrios,

1996) dan telah dikenal sejak tahun 1794 oleh Persoon dengan empat species koleksinya yang sulit untuk diidentifikasi, salah satunya adalah T.viridae (Samuels, 2006). Tahun 1969 Rifai mengadakan revisi terhadap species yang ada dan menggolongkan Trichoderma ke dalam 9 Species. Diantara species tersebut


(30)

ada 5 species yang paling banyak digunakan sebagai agen pengendalian hayati dalam pengendalian penyakit tanaman yaitu ; T. hamatum, T. harzianum, T.

koningii, T. viridae dan T. pseudokoningii (Papavizas, 1985).

Koloni dari genus Trichoderma kompak, kekompakan ini berhubungan dengan struktur konidiofornya, sebagian besar koloni membentuk zona mirip cincin yang khas dan jelas. Warna koloni ada yang kekuningan, kuning dan hijau. Pada ujung konidiofor berbentuk seperti botol. Konidia berwarna hijau dan jernih, bentuk konidia sebagian besar bulat (Rifai, 1969).

Konidiofor dapat bercabang menyerupai piramida, yaitu pada bagian bawah cabang lateral yang berulang-ulang, sedangkan ke arah ujung percabangan menjadi bertambah pendek. Fialid tampak langsing dan panjang terutama pada aspek dari cabang, dan berukuran (18 x 2,5) µm. Konidia berbentuk semi bulat hingga oval pendek, berukuran (2,8-3,2) x (2,5-2,8) µm, dan berdinding halus (Gambar 5 b). Klamidospora umumnya ditemukan dalam miselia dari koloni yang sudah tua, terletak interkalar dan kadang-kadang terminal, umumnya berbentuk bulat, berwarna hialin, dan berdinding halus (Gandjar, et al., 1999).

Konidium (fialospora) jorong, bersel 1, dalam kelompok-kelompok kecil terminal, kelompok konidium berwarna hijau biru. Koloni jamur pada media agar menyebar, mula-mula berwarna putih kemudian berubah menjadi hijau. Hifa vegetatif hialin (Gilman, 1971).

Isolat Trichoderma yang digunakan dalam penelitian ini adalah T.

harzianum. Manurut Rifai (1969), ciri khas dari T. harzianum adalah konidia

lebih pendek, dengan rasio panjang dengan lebar kurang dari 1.5, konidia bulat atau obovoid pendek, dengan rasio (1.25, 2.8 - 3.2) x (2.5 - 2.8) µm, koloni tidak


(31)

berwarna, dapat mencapai lebih 9 cm dalam 5 hari pada medium Oat meal agar (OA) (Gambar 5).

a. b .

Gambar 5. (a) Konidiofor jamur T. harzianum (b) Konidia T. Harzianum.

Trichoderma merupakan salah satu mikroorganisme fungsional yang

dikenal luas sebagai pupuk biologis tanah. Mikroorganisme ini adalah jamur penghuni tanah yang dapat diisolasi dari perakaran tanaman di lapangan.

Trichoderma disamping sebagai organisme pengurai, dapat pula berfungsi

sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Beberapa spesies

Trichoderma telah dilaporkan sebagai agensia hayati seperti T. harzianum, T. viridae, dan T. koningii yang berspektrum luas pada berbagai tanaman pertanian.

(Samuel, 2006).

Penelitian Prabowo et al., 2006 pada tanaman kencur perlakuan penambahan T. Harzianum mampu memperlambat masa inkubasi 4-30,6 hsi(hari setelah inokulasi) pada enam isolat patogen jamur Fusarium oxysporum f.sp.

zingiberi, tetapi mempercepat masa inkubasi 4,5 hsi pada tiga isolat lainnya

Penundaan masa inkubasi ini disebabkan persaingan antara patogen dengan antagonis, sehingga membutuhkan waktu lebih lama untuk menginfeksi tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Widodo (1993), yang menyatakan bahwa patogen


(32)

sukar melakukan penetrasi ke tanaman dan menimbulkan penyakit apabila sistem perakaran terkuasai antagonis. Sebaliknya percepatan masa inkubasi diduga disebabkan oleh perbedaan sifat kepatogenan. Kepatogenan menyebabkan isolat lebih cepat menginfeksi tanaman dibandingkan dengan penghambatan oleh antagonis, sehingga antagonis tidak mampu menghambat serangan patogen.

Salah satu yang menarik dalam penelitian pengendalian hayati adalah pengkajian mekanisme dari agens hayati dalam mengendalikan patogen penyebab penyakit. Pengendalian penyakit dengan menggunakan agens hayati harus diketahui bagaimana agen hayati itu bekerja dan mengeliminir patogen (Howell, 2003). Mekanisme dari Trichoderma dalam mengendalikan penyakit tanaman dapat terjadi dengan beberapa cara yaitu :

1. Mikoparasitisme dan Antibiotik (Toksin)

Mekanisme antagonis dari Trichoderma yang paling dikenal adalah kemampuannya dalam memarasit jamur lain (Gambar 6) sebagaimana yang telah dilaporkan oleh Weindling (1934) dalam Howell (2003) bahwa T. lignorum yang telah digunakan sebagai biokontrol dalam pengendalian penyakit benih pada jeruk yang disebabkan oleh Rhizoctonia solani dengan mikoparasitisme. Mikoparasitisme berlangsung dengan cara membelit hifa patogen, penetrasi dan kemudian kehancuran dari sitoplasma patogen.


(33)

Gambar 6. Penetrasi dan formasi dari haustoria dalam hifa yang lebih besar dari R. solani oleh hifa yang lebih kecil dari T. virens (Howell, 2003).

Dua tahun kemudian Weindling melaporkan strain dari T. lignorum juga menghasilkan toksin yang dapat dipisahkan dari medium dan dilaporkan telah mampu bersifat toksit terhadap R. solani dan Sclerotinia americana (Gambar 7).

Gambar 7. Penghambatan pertumbuhan R. solani oleh antibiotik gliotoxin dari T. virens : A. Médium dengan gliotoxin, B. Médium tanpa gliotoxin (Howell, 2003)


(34)

Agensia Hayati Gliocladium

Menurut Alexopoulus and Mims (1979), Gliocladium spp.

diklasifikasikan:

Kingdom : Mycetaceae

Divisio : Amastigomycota Sub Divisi : Deuteromycotina Class : Deuteromycetes Ordo : Hypocreales Famili : Hypocreaceae Genus : Gliocladium Species : Gliocladium spp.

Dalam penelitian ini yang digunakan adalah isolat Gliocladium spp. dan G

virens.

Koloni tumbuh sangat cepat dan mencapai diameter 5-8 cm dalam waktu lima hari pada suhu 20° C di medium Oat meal Agar (OA). Perbedaannya dengan

T. viride adalah fialidanya seperti tertekan dan memunculkan satu tetes besar

konidium berwarna hijau, yang membentuk massa lendir, pada setiap gulungan. Konidiumnya berbentuk bulat telur pendek, berdinding halus, agak besar, dan kebanyakan berukuran (4,5-6 x 3,5-4) µm (Gambar 8) (Soesanto, 2008).


(35)

a. b.

Gambar 8.a.Conidia and Phialid, b. Conidia and Conidiophore G. virens image

G virens merupakan jamur tanah yang umum dan tersebar di berbagai

jenis tanah, misalnya tanah hutan, dan pada beragam rizosfer tanaman. Pertumbuhan optimum jamur antagonis terjadi pada suhu 25-32° C. Jamur parasit nekrotof ini mampu tumbuh baik sebagai pesaing saprotrof dari jamur lainnya (Soesanto, 2008).

Jamur sangat toleran terhadap CO2. Pada medium yang mengandung NaCl

5%, jamur tampak mengalami penurunan pertumbuhan dan pensporaan. Kebutuhan nutrisi dari jamur antagonis nekrotrof tidak berbeda dengan jamur saprotrof. Pada stadium awal infeksi mikoparasit, tampak terjadi perubahan kelenturan plasmalema haustorium inang, yang memampukan glukosa dan nutrisi lain diserap dari sitoplasma inang. Jamur antagonis Gliocladium virens tidak berpengaruh antagonisme terhadap jamur mikoriza asbuskular (Soesanto, 2008).

Manfaat Gliocladium virens Miller

Pada pengendalian hayati, perkecambahan konidia atau klamidospora akan memudahkan agensia hayati seperti G virens untuk menyerang miselium F.


(36)

oxysporum. G. virens juga dapat menghambat penyebab penyakit lainnya seperti Rhizoctonia spp., Phytium spp., Sclerotium rolsfii penyebab damping-off dan

penyebab penyakit akar, diduga enzimnya beta glucanase. G. virens mampu menekan Sclerotium rolsfii sampai 85% secara in-vitro. G. virens dapat mengeluarkan antibiotik gliotoksin, glioviridin, dan viridin yang bersifat fungistatik. Gliotoksin dapat menghambat cendawan dan bakteri, sedangkan viridin dapat menghambat cendawan. G. Virens dapat tumbuh baik pada substrat organik, media kering, dan kondisi asam sampai sedikit basa (Winarsih, 2007).

Untuk menjamin adanya antagonis yang efektif dalam tanah, sejak beberapa tahun yang lalu tersedia campuran ‘Sako-P’ yang mengandung

T.koningii untuk menginokulasi tanah (jamur diproduksi oleh Pusat Penelitian

Karet Sungei Putih). Dewasa ini banyak negara telah mengetahui bahwa

Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. dapat dipakai untuk mengendalikan

macam-macam penyakit jamur bawaan tanah (Semangun, 1996).

Kemasan Gliocladium dengan merek GL-21 pertama kali terdaftar sebagai fungisida pada tahun 1990 oleh WR Grace & Co (Columbia, MD) untuk mengendalikan penyakit damping-off, terutama yang disebabkan oleh Pythium dan Rhizoctonia sp. G. virens memiliki potensi besar sebagai agen pengendalian biologi untuk patogen tanah (Mahar, 2009).


(37)

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada dua tempat penelitian yaitu : di laboratorium dan di lapangan.

Penelitian di Laboratorium Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai bulan Januari 2010 sampai dengan Agustus 2010

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alkohol 96 %, air suling, dextrose, Isolat T koningii dan T.harzianumm berasal dari Balai Benih dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BB2TP) Medan, sedangkan isolat Gliocladium spp berasal dari Balai Kebun Percobaan Tanaman Buah Berastagi, dan Isolat G virens berasal dari Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Jati Sari Karawang Jawa Barat, PDA (Potato Dextrose Agar), PDB (Potato Dextrose Broth), tanaman jahe merah yang terserang bercak daun, tanaman jahe merah yang sehat. Alat yang digunakan adalah cawan petri, tabung reaksi, erlenmeyer, pipa skala, obyek glas, neraca, jarum inokulasi, bor corong, pinset, polibeg, mikroskop, autoklaf, oven, kapas steril, kalkulator, alas tulis, kertas label, ember, gunting, tang, pisau .


(38)

Metode Penelitian

Isolasi Patogen Penyebab Penyakit Bercak Daun Jahe

Isolasi patogen penyebab penyakit menggunakan sampel tanaman terinfeksi dengan gejala bercak daun. Isolasi dilakukan uuntuk mendapatkan biakan murni dari beberapa jenis jamur yang diduga sebagai patogen penyebab penyakit. Prosedur inokulasi patogen adalah ambil beberapa helai daun tanaman jahe merah yang terserang bercak daun (Gambar 9), yang memperlihatkan gejala daun muda mengalami bercak-bercak kecil berupa busuk basah dengan ukuran 2-3 mm. Sampel daun digunting dan dipotong-potong ukuran 1 cm, dengan mengikutkan daun yang segar. Potongan daun di rendam dalam larutan klorox 0,3 % selama 3 menit untuk sterilisasi permukaan, dan dibilas dengan air steril. Potongan daun tersebut diisolasi ke dalam media Potato Dextrosa Agar (PDA) dengan metode three point dan diinkubasikan selama 7 hari pada suhu kamar. Sub kultur dilakukan mulai hari ke 3 untuk mendapatkan kultur biakan murni dan diberi nama pada label isolat. Pada isolasi ini ada 7 sampel sub kultur yaitu X1 sampai dengan X7. Biakan murni selanjutnya digunakan untuk uji postulate Koch.

Gambar 9. Sampel daun jahe merah yang terserang bercak daun untuk uji Isolasi patogen.


(39)

Uji Postulat KOCH

Uji Postulat Koch adalah pengujian mikroorganisme penyebab penyakit hasil isolasi. Jika mikroorganisme hasil isolasi dapat menginfeksi tanaman percobaan dan menimbulkan gejala yang sama seperti gejala pada tanaman sumber inokulum maka isolat yang diuji adalah benar patogen penyebab penyakit. Dari gejala serangan yang timbul harus dapat diisolasi kembali sebagai kultur stok untuk kajian selanjutnya.

Pada penelitian ini bahan yang digunakan : isolat patogen jamur P

zingiberi yang berumur 6 hari, air steril, deterjen sebagai perekat, kapas steril, alat

yang digunakan: gunting, amplas, plastik transparan, handspray, cling warp. Pada uji ini dilakukan dengan 3 cara yaitu :

Cara 1. Patogen jamur Phyllosticta zingiberi ditempel ke permukaan daun: Terlebih dahulu daun jahe dilukai dengan amplas halus, isolat jamur pada cawan petri dipotong persegi ± 1cm, kemudian ditempelkan pada daun tanaman jahe yang sehat, ditutup dengan kapas lembab steril dan direkatkan dengan cling warp (Gambar 10.a)

Cara 2. Patogen jamur Phyllosticta zingiberi disemprotkan ke permukaan daun : Untuk membuat larutan suspensi jamur: isolat jamur dari cawan petri, digerus sampai miselium jamur terlepas dan dimasukkan kedalam handspray diberi air steril 200 ml. Larutan diberi deterjen secukupnya untuk bahan perata, kemudian disemprotkan kepermukaan daun yang sehat sampai permukaan daun basah dan disungkup dengan plastik transparan. Diberi label tanggal dilakukannya Postulat Koch, diamati perkembangannya setiap hari (Gambar 10.b)


(40)

Cara 3. Patogen jamur Phyllosticta zingiberi di semprotkan ketanah : Isolat jamur dari cawan petri digerus sampai miselium terlepas dan dimasukkan kedalam handspray diberi air steril 200 ml untuk membuat larutan suspensi jamur, larutan diberi deterjen secukupnya untuk bahan perata, kemudian disemprotkan kepermukaan tanah pada tanaman jahe merah yang sehat kemudian tanaman disungkup dengan plastik transparan. Diberi label tanggal dilakukannya Postulate Koch , diamati perkembangan setiap hari (Gambar 10 c).

a. b. c.

Gambar 10. a. Cara 1.Patogen ditempel ke permukaan daun, b.Cara 2.Patogen disemprotkan ke permukaan daun, c.Cara 3. Patogen disemprotkan ketanah.

Identifikasi Jamur P zingiberi Penyebab Penyakit Bercak Daun Jahe

Setelah dilakukan uji Postulat Koch, maka Jamur tersebut kemudian dilanjutkan dengan uji identifikasi penyebab penyakit dengan menggunakan sumber-sumber kepustakaan sebagai rujukan. Identifikasi jamur dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis berdasarkan morfologinya. Jamur yang tumbuh pada media biakan murni diamati dibawah mikroskop. Gejala yang timbul pada daun tanaman pada uji Postulat Koch diisolasi kembali untuk mengidentifikasi jamur P. zingiberi apakah sama patogen yang ditimbulkannya.


(41)

Uji Antagonis Agensia Hayati terhadap Patogen Jamur P zingiberi di Laboratorium

Uji antagonis dilakukan setelah kultur berumur 6 hari. Pengujian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap non Faktorial dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan yaitu :

A

K

= kontrol ( tanpa jamur antagonis)

H

= dengan jamur antagonis Trichoderma koningii

G

= dengan jamur antagonis Trichoderma harzianum

V

= dengan jamur antagonis Gliocladium spp

Adapun prosedurnya uji antagonis dilakukan sebagai berikut : Pada medium PDA dalam petridish dilakukan inokulasi pada dua tempat yang berbeda, jamur antagonis diletakkan 2 cm dari tepi petridish dan patogen jamur

Phyllosticta zingiberi tepat ditengah petridish. Kemudian diinkubasikan selama 4

hari pada suhu kamar. Lalu diamati penghambatan pertumbuhan jamur

Phyllosticta zingiberi oleh jamur antagonis (Trichoderma koningii, Trichoderma harzianum, Gliocladium spp, Gliocladium virens).

= dengan jamur antagonis Gliocladium virens

Tujuan dari uji ini adalah mengukur daya antagonisme, dan persentase hambatan agensia hayati; jamur Trichoderma koningii, Trichoderma harzianum,

Gliocladium spp, Gliocladium virens terhadap patogen jamur Phyllosticta zingiberi. Secara skematik uji antagonis dapat dilihat pada Gambar 11 di bawah


(42)

Gambar 11. Skema Pelaksanaan Uji Antagonis pada media PDA.

Penghitungan daya penghambatan pertumbuhan Phyllosticta zingiberi oleh

agensia hayati dengan menggunakan Rumus: R1 – R2

P = --- x 100% R1

Dimana :

Keterangan : P = Persentase zona penghambat pertumbuhan (%) R1 = Jari-jari pertumbuhan Patogen jamur yang menjauhi Jamur antagonis

R2 = Jari-jari pertumbuhan Patogen jamur yang mendekati jamur antagonis (Skidmore,1976 dalam BPTPH,2002).

R2

R1

Jamur antagonis

Patogen jamur

Phyllosticta zingiberi


(43)

Pelaksanaan Penelitian di Laboratorium

Penyediaan Jamur Antagonis

T. koningi dan T.harzianum

Isolat T. koningii, T.harzianum diperoleh dari Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Medan. Isolat, Trichoderma

konningii, kemudian ditanam pada media PDA di petridish, dan diinkubasi

selama 3 hari untuk memperoleh biakan murni. • Gliocladium spp dan G.Virens

Isolat Gliocladium spp diperoleh dari Balai Kebun Percobaan Tanaman Buah Berastagi. Isolat Gliocladium spp kemudian ditanam di dalam media PDA dan diinkubasi selama 3 hari untuk memperoleh biakan murni.

Isolat Gliocladium virens diperoleh dari Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Jati Sari Karawang Jawa Barat. Isolat G virens, kemudian ditanam di dalam media PDA dan diinkubasi selama 3 hari untuk memperoleh biakan murni.

Perbanyakan jamur antagonis dalam petridish menggunakan media

PDA, dilakukan dengan mengkulturkan masing–masing biakan murni jamur antagonis.

Suspensi antifungal Agensia Hayati

Bahan dan alat : media PDB, tabung erlenmeyer 250 ml, cling warp, kapas steril, kertas aluminium foil, cor bor, alkohol, kerta tissu, label, lampu bunsen, alat Shaker. Suspensi konidia masing-masing agensia hayati dilakukan dengan cara : ambil media PDB, masukkan kedalam erlenmeyer masing-masing 1 erlenmeyer


(44)

mewakili 1 agensia hayati sebanyak 75 ml. Ambil 5 cakram koloni dari biakan murni dari T koningii, T harzianum, Gliocladium spp, Gliocladium virens yang telah berumur 7 hari diambil dengan bor gabus berdiameter 0.5, dimasukkan kedalam erlenmeyer yang berisi media PDB, kemudian tutup dengan kapas steril, tutup lagi dengan aluminium foil dan rekatkan dengan cling warp, selanjutnya diinkubasi 6 hari dalam keadaan dishaker dengan kecepatan 150 rpm (Gambar 12).

Gambar 12. Suspensi Anti Fungal Agensia hayati pada media PDB dalam keadaan dishaker.

Setelah 6 hari kemudian biakan murni dari shaker selanjutnya di tambahkan dengan air suling sebanyak 300 ml sebagai volume awal, kemudian diamati kerapatan konidianya dengan Haemocytometer kemudian dilakukan perhitungan pengenceran sesuai perlakuan yaitu pengenceran sebesar 106 , 107, dan 108. Setelah didapat kerapatan 106 , 107, 108,

Pembiakan Anti fungal dilakukan setiap 3 hari sekali dan aplikasi anti fungal dilapangan setiap 6 hari sekali.

dari masing-masing anti fungal maka suspense konidia siap untuk aplikasi di lapangan.


(45)

Penelitian di Lapangan Tempat dan Waktu

Percobaan ini dilaksanakan di lahan Percobaan Fakultas Pertanian Program Studi Agroteknologi Univesitas Amir Hamzah Medan. Kelurahan Medan Estate kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, dengan ketinggian ± 25 m dpl. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai bulan Januari 2010 sampai dengan Agustus 2010

Bahan dan alat

Bahan : benih jahe merah, Kompos jerami, tanah top soil, pupuk organik dan nutrisi ABG daun dan ABG bunga, air kelapa, suspensi anti fungal agensia hayati, air, keranjang bambu ukuran 30 x 50 cm. Alat : beko, cangkul dan sekop, handspray, meteran, gembor, knapsack, pacak sampel.

Metode Penelitian

Uji Antagonis Agensia Hayati terhadap Patogen Jamur P zingiberi di Lapangan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial, dengan menggunakan dua faktor yaitu :

Faktor I : Jenis Agensia Hayati (Trichoderma koningii, Trichoderma

Harzianum, Gliocladium spp, Gliocladium virens) 13 taraf :

A0

K

: kontrol (air steril)

1 : kerapatan 106

K

konidia/ml Trichoderma koningii

2 : kerapatan 107

K

konidia /ml Trichoderma koningii


(46)

H1 : kerapatan 106

H

konidia/ml Trichoderma harzianum

2 : kerapatan 107

H

konidia /ml Trichoderma harzianum

3 : kerapatan 108

G

konidia /ml Trichoderma harzianum

1 : kerapatan 106

G

konidia/ml Gliocladium spp

2 : kerapatan 107

G

konidia /ml Gliocladium spp

3 : kerapatan 108

V

konidia /ml Gliocladium spp

1 : kerapatan 106

V

konidia/ml Gliocladium virens

2 : kerapatan 107

V

konidia /ml Gliocladium virens

3 : kerapatan 108

Faktor II : Aplikasi/ cara pemberian dengan 2 taraf, yaitu konidia /ml Gliocladium virens

T : Aplikasi agensia hayati melalui tanah D

Kombinasi Perlakuan 13 x 2 = 26 kombinasi perlakuan. : Aplikasi agensia hayati melalui daun

A0T K2T H1T H3T G2T V1T V3

A

T

0D K2D H1D H3D G2D V1D V3D

K1T K3T H2T G1T G3T V2

K

T

1D K3D H2D G1D G3D V2

Jumlah ulangan : 3 ulangan

D

Jumlah plot : 26 x 3 = 78 plot Jumlah sampel per plot : 3 sampel

Jumlah keranjang/plot : 2 keranjang

Jumlah seluruh keranjang : 78 x 2 = 156 keranjang Jarak antar plot : 50 cm


(47)

Model Analisis

Data hasil penelitian dianalisa dengan sidik ragam berdasarkan model linier sebagai berikut : Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk

Yijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i yang diberi Agensia hayati pada taraf ke-j dan aplikasi pemberian pada taraf ke-k

μ = Nilai tengah ρi = Pengaruh blok ke-i

αj = Pengaruh perlakuan agensia hayati pada taraf ke-j βk = Pengaruh perlakuan aplikasi pada taraf ke-k

(αβ) jk = Pengaruh interaksi antara perlakuan agensia hayati pada taraf ke-j dan aplikasi ke-k bibit pada taraf ke-k

εijk = Pengaruh galat pada blok ke-ε yang mendapat perlakuan agensia hayati pada taraf ke-j dan aplikasi pada taraf ke-k.

Analisis lanjutan, apabila terdapat beda nyata, menggunakan Uji jarak Ganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Pelaksanaan Penelitian di Lapangan Pembuatan rumah kassa

Rumah kassa pada penelitian ini adalah rumah kassa/plastik sederhana yang berukuran 6 m x 28 m. Atap terbuat dari plastik transparan, tiang rumah kassa dari bambu berdiameter 5 cm, dan dinding rumah kassa terbuat dari plastik kassa halus warna hitam.

Persiapan Lahan


(48)

tumbuh pada areal tersebut. Kemudian dibuat bedengan dengan ukuran 100 cm x 50 cm dan tinggi 20 cm. Parit drainase dibuat dengan jarak antar bedengan 50 cm. Sedangkan jarak antar ulangan 100 cm. Setelah pembuatan bedengan selesai maka keranjang yang telah disiapkan disusun diatas plot yang sebelumnya dilapisi dengan batu bata.

Persiapan Bibit

Disiapkan rimpang jahe merah yang sudah tua dan siap untuk ditanam. Rimpang jahe dicuci, dan direndam dengan air kelapa muda ± 1jam. Hal ini dilakukan karena beberapa hormon yang terkandung dalam air kelapa yaitu auksin, sitokinin, dan giberelin dapat berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan tanaman. Kemudian rimpang ditiriskan dan dipotong – potong sebanyak 2 mata tunas setiap ruasnya dan diusahakan jangan terlalu kecil. Rimpang siap disemaikan. Benih disemai selama ± 1 bulan.

Pembuatan Tempat persemaian dan Penanaman Bibit di persemaian

Tempat persemaian berukuran 2 m x 3 m berdinding tepas dan atap nipah, untuk menutupi bibit dari hujan dan sinar matahari langsung agar tunas cepat tumbuh, karena bibit jahe menginginkan tingkat kelembaban yang cukup tinggi. Media yang digunakan adalah goni rami. Bibit yang telah disiapkan disusun diatas hamparan media tersebut dengan bakal mata tunas berada diatas goni rami kemudian di tutup kembali dengan goni rami.

Persiapan dan Pengisian Media Tanam Keranjang

Setelah media tanam dicampur dengan rata, dilakukan pengisian media tanam ke dalam keranjang. Menurut Hapsoh et al. (2010) tahap persiapan media


(49)

tanam jahe sistem keranjang sebagai berikut :

• Tanah top soil terlebih dahulu diayak dengan ayakan tanah untuk membuat kondisi granula tanah seragam dan membersihkan tanah dari sisa gulma dan kotoran lainnya.

• Tanah top soil yang telah diayak dicampurkan (diaduk) secara merata dengan kompos jerami dan sekam sesuai perbandingan (3:1:1)

• Media tanam yang telah dicampur merata dimasukkan ke dalam keranjang sebanyak 3/4 isi keranjang. Keranjang yang telah diisi media tanam di biarkan di lapangan selama 1 minggu sebelum penanaman bibit jahe. Oleh karena itu persiapan media tanam dan pengisian media tanam ke dalam keranjang dilakukan pada minggu ke-3 setelah bibit jahe disemai.

Infestasi patogen P zingiberi dilakukan dengan cara menyemprotkan secara merata sebanyak 10 ml suspensi konidia per keranjang dengan kerapatan 107

Penanaman Bibit ke dalam Keranjang

konidia per ml.

Bibit yang telah disemai dipindahkan ke dalam keranjang. Setiap keranjang ditanami sebanyak 3 buah bibit. Setelah bibit selesai ditanam, keranjang ditutup dengan pelepah kelapa. Hal ini bertujuan untuk menghindari bibit dari sinar matahari langsung dan dilakukan sampai tinggi bibit mencapai tutupan pelepah tersebut.

Aplikasi Agensia Hayati

Aplikasi agensia hayati dilakukan sesuai perlakuan. Aplikasi pertama dilakukan pada hari pembukaan pelepah sebagai penutup keranjang. Aplikasi dilakukan setiap tiga hari, mengantisipasi pertumbuhan tanaman dan pertambahan


(50)

jumlah dan lebar daun, setiap aplikasi volume semprot disesuaikan dengan bukaan kanopi daun agar dapat membasahi seluruh permukaan daun.

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore hari, sesuai dengan kondisi cuaca.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang mati atau pertumbuhannya abnormal dengan tanaman yang masih tersedia di persemaian. Penyulaman dilakukan paling lama dua minggu setelah pindah tanam (MSPT).

Pembumbunan

Pembumbunan dilakukan dengan cara membuat gundukan tanah disekeliling tanaman. Pembumbunan mulai dilakukan 2 MSPT pada saat telah terbentuk rumpun dengan 4 - 5 anakan, agar rimpang selalu tertutup tanah. Selain itu dengan dilakukan pembumbunan, drainase akan selalu terpelihara.

Penambahan Media Tanam

Penambahan media bertujuan untuk menutup tunas – tunas baru yang akan muncul agar tunas – tunas tersebut menjadi umbi. Penambahan media tanam dilakukan sebanyak dua kali yaitu, pada bulan kedua dan bulan ketiga setelah pindah tanam.

Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan pemberian pupuk organik cair ABG daun , Pemupukan dilakukan pada umur 2 bulan setelah pindah tanam dengan interval waktu 10 hari sekali. Pupuk ABG buah diberikan setelah tanaman berumur 5


(51)

bulan pemupukan bertujuan untuk melengkapi kebutuhan unsur hara tanaman .

Penyiangan

Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang ada dikeranjang, Tujuan penyiangan gulma untuk menghindari persaingan dalam mendapatkan unsur hara dari dalam tanah. Penyiangan dilakukan 1 minggu sekali.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dilakukan bila ada tampak hama pada pertanaman. Sedangkan pengendalian penyakit dilakukan dengan penyemprotan agensia hayati

Trichoderma dan Gliocladium ketanah dan kedaun dengan konsentrasi larutan

sebanyak 10 ml/tanaman dan kerapatan konidia sesuai perlakuan. Penyemprotan dengan menggunakan knapsack sprayer kepada seluruh permukaan tanah dan daun sesuai perlakuan.

Peubah Amatan Peubah Amatan di laboratorium

Persentase zona penghambat pertumbuhan (%)

Diamati penghambatan pertumbuhan jamur Phyllosticta zingiberi oleh jamur antagonis (Trichoderma koningii, Trichoderma harzianum, Gliocladium

spp, Gliocladium virens) setiap hari selama 4 hari pengamatan, dengan cara

mengukur Jari-jari pertumbuhan Patogen jamur yang menjauhi jamur antagonis (cm) dan mengukur Jari-jari pertumbuhan Patogen jamur yang mendekati jamur antagonis (cm).


(52)

Peubah Amatan di lapangan Masa Inkubasi

Masa inkubasi dihitung dari mulai munculnya gejala pertama yang ditandai dengan adanya bercak menguning pada daun jahe secara mendadak. Diamati setiap hari sejak munculnya gejala sampai minggu ke 17 setelah pindah tanam. Diamati pada pagi hari.

Kejadian Penyakit (%)

Pada parameter ini kriteria yang diamati adalah gejala yang muncul dilapangan. Kejadian penyakit pada tanaman menunjukkan gejala bercak daun. Kejadian penyakit diamati setiap minggu dari minggu ke 2 sampai minggu ke 17 setelah pindah tanam. Adapun Rumus dari Kejadian penyakit :

n

KP = x 100% N

Keterangan:

KP = Kejadian Penyakit

n = jumlah tanaman yang diamati N = jumlah tanaman yang terserang.

Intensitas Serangan (%)

Pengamatan intensitas serangan penyakit dilakukan setiap minggu dari minggu ke 2 sampai minggu ke 17 setelah pindah tanam. Pengamatan dilakukan terhadap tingkat kerusakan. Skala kerusakan merupakan analogi dari pengujian terhadap bercak daun P zingiberi, yaitu sebagai berikut : 0 = tidak ada daun terserang; 1 = luas daun terserang 1% – 25%; 2 = luas daun terserang 26% – 50%; 3 = luas daun terserang 51% – 75%; dan 4 = luas daun terserang 76% –


(53)

100%. Menurut Komisi Pestisida (1989) intensitas serangan penyakit dihitung

dengan rumus :

Keterangan :

I = intensitas serangan; n = jumlah daun dari setiap kategori serangan; v = nilai skala setiap kategori serangan; Z = nilai skala dari kategori serangan tertinggi; dan N = jumlah daun yang diamati.


(54)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi Patogen Penyebab Penyakit Bercak Daun Jahe

Hasil isolasi patogen menunjukkan bahwa isolasi yang terdiri dari sampel X1 sampai dengan sampel X7 (Gambar 13 a-f) diperoleh sampel yang cocok dengan isolat Pillosticta zingiberi adalah pada sampel X1 (Gambar 13 a dan b) dan pengamatan mikroskop diketahui bentuk mikroskopis konidia zingiberi seperti terlihat pada Gambar 14. Lebih lanjut Kuo, Lee, dan Zheng (2000) mengatakan pengamatan mikroskop dan uji patogenisitas membuktikan bahwa semua koloni jamur Pillosticta zingiberi pada agar dekstrosa kentang tampak berwarna abu-abu hingga coklat kehitaman, sering pula dengan batas yang lebih kabur.

a. b. d.

c. d.

Gambar 13a.Isolat X1 P zingiberi umur 3 hari, b.Isolat X2 P zingiberi berumur 3 hari, c.Isolat X3 P zingiberi berumur 3 hari, d. isolat X5 P zingiberi umur 3 hari.


(55)

e. f.

Gambar 13e.Isolat X6 P zingiberi umur 5 hari, f.Isolat X7 P zingiberi berumur

3 hari.

Gambar 14. Gambar mikroskopi konidia P zingiberi P. zingiberi di lab.penyakit USU (28 Januari 2010).

Uji Postulat Koch

Hasil penelitian uji Postulat Koch menunjukkan bahwa gejala penyakit yang muncul pada uji Postulat Koch relatif sama dengan gejala penyakit yang ada dilapangan (Gambar 15 a dan Gambar 15 b).


(56)

a b.

Gambar 15a.Sampel tanaman jahe terserang bercak daun dari lahan penelitian Barus dan Hapsoh (2009) b.Tanaman jahe terserang bercak daun hasil uji Postulat Koch.

Daun yang terserang gejala bercak daun hasil Postulat Koch (Gambar 16) diisolasi kembali untuk mengetahui apakah patogen hasil postulat Koch sama dengan hasil biakan murni patogen P. zingiberi yang berasal dari lapangan .

Gambar 16. Sampel daun jahe dengan gejala bercak daun hasil Postulat koch

Identifikasi Jamur P zingiberi Penyebab Penyakit Bercak Daun Jahe

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil isolasi patogen jamur yang berasal dari biakan murni P. zingiberi dengan isolasi patogen hasil Postulat Koch adalah relatif sama yaitu koloni jamur Phyllosticta zingiberi pada agar dekstrosa kentang tampak berwarna abu-abu hingga coklat kehitaman, sering pula dengan


(57)

batas yang lebih kabur. Hal ini bisa dilihat dari persamaan bentuk jamur yang tumbuh pada media PDA (Gambar 17).

a. b.

Gambar 17a.Isolat murni P zingiberi. 17b.Isolat murni hasil Postulat Koch

Uji Antagonis Agensia Hayati terhadap Jamur Phyllosticta zingiberi di Laboratorium

Persentase Zona Penghambat Pertumbuhan

Hasil pengamatan persentase zona penghambat pertumbuhan P zingiberi pada setiap pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 1 - 4. Dari analisa sidik ragam dapat dilihat adanya perbedaan yang sangat nyata antara perlakuan. Untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Persentase zona penghambat pertumbuhan P zingiberi pada media PDA hasil Tranformasi data.

Perlakuan (Agensia Hayati)

Pengamatan

I II III IV

A0= Kontrol 0.00 12.02d 9.76d 6.43d

K =T koningii 0.00 42.07a 40.86b 41.38b H=T harzianum 0.00 44.41a 43.59a 46.15a

G= G.spp 0.00 38.28b 45.5a 46.23a

V= G virens 0.00 27.24c 27.24c 27.24c

Keterangan : Angka yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan taraf 5%


(58)

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa tingkat penghambatan terbesar terjadi pada perlakuan G (46,23 %) dan H (46,15 %). Kemudian diikuti dengan perlakuan K (41,38 %) dan V (27,24 %) Sedangkan tingkat penghambatan pertumbuhan paling rendah terdapat pada perlakuan A0 (6,43 %). Hal tersebut menunjukkan bahwa Gliocladium spp memiliki daya hambat yang tinggi terhadap pertumbuhan P zingiberi (Gambar 18a), karena Gliocladium spp diduga mampu mengeluarkan antibiotika gliotoksin yang menghambat pertumbuhan patogen. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Huang (1978). Sementara T

harzianum memiliki daya hambat tinggi setelah Gliocladium spp (Gambar 18b),

karena mampu bersaing dalam menguasai ruang dan nutrisi. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Tronsmo (1996) dan Santoso et al. (1999). Selain hal tersebut, diduga T harzianum mengeluarkan zat luar sel yang dapat melisis komponen dinding dinding sel P zingiberi. Sesuai dengan laporan Elad dan Chet 1984 dalam (Santoso et al. 1999), bahwa zat luar sel yang dikeluarkan oleh T harzianum mampu melisis dinding sel jamur Pythium sp. Senyawa gliotoksin dan viridin yang dihasilkan oleh Trichoderma sp dan Gliocladium spp bersifat menghambat patogen (Baker dan Cook, 1982).

a. b.

Gambar 18a. Penghambatan Gliocladium spp terhadap jamur P zingiberi pada Media PDA.18b. Penghambatan T harzianum terhadap jamur P


(59)

c. d.

Gambar 18c. Penghambatan T koningii terhadap jamur P zingiberi pada Media PDA.18d. Penghambatan G virens terhadap jamur P zingiberi pada Media PDA.

.

Pada perlakuan T koningii dan G virens pada (Gambar 18c dan 18d) dasarnya mengalami peningkatan penghambatan terhadap jamur P zingiberi, disebabkan T koningii dan G virens merupakan jamur antagonis yang dapat memparasit miselium jamur patogenik, dengan cara melekat pada miselium dan menembus miselium patogen sehingga terjadi degradasi pada dinding sel jamur P

zingiberi. Selain itu T koningii dan G virens mengeluarkan hasil metabolisme

berupa senyawa antibiotik yang bersifat racun ( Baker dan Cook, 1982).

Uji Antagonis Jenis Agensia Hayati terhadap Penyakit Bercak daun Jahe di Lapangan

Uji antagonis agensia hayati terhadap penyakit bercak daun dilakukan berdasarkan karakter periode laten, kejadian penyakit, intensitas penyakit pada daun tanaman.


(60)

Masa inkubasi

Tabel 2. Masa inkubasi penyakit bercak daun jahe (hari setelah inokulasi = hsi).

Perlakuan Menunjukan Gejala Masa Inkubasi (hari)

A0T ya 16.08

A0D ya 18.67

K1T ya 10.92

K1D ya 10.92

K2T ya 23.83

K2D ya 4.50

K3T ya 23.83

K3D ya 13.50

H1T ya 10.92

H1D ya 13.50

H2T ya 16.75

H2D ya 4.50

H3T ya 11.58

H3D ya 4.50

G1T ya 11.58

G1D ya 1.92

G2T ya 9.67

G2D ya 1.92

G3T ya 14.17

G3D ya 5.75

V1T ya 7.08

V1D ya ----

V2T ya 6.42

V2D ya ---

V3T ya 7.08

V3D ya 1.92

Hasil pengamatan masa inkubasi terhadap jenis agensia hayati agensia hayati dan cara aplikasi agensia hayati menunjukkan gejala bercak daun dengan selisih masa inkubasi yang sangat beragam. Masa inkubasi yang lebih lama terdapat pada perlakuan K2T (kerapatan 107 konidia /ml Trichoderma koningii dan Aplikasi agensia hayati melalui tanah) dan K3T (kerapatan 108 konidia /ml


(61)

hsi dan yang lebih cepat terdapat pada perlakuan V1D ( kerapatan 106 konidia/ml

Gliocladium virens dan Aplikasi agensia hayati melalui daun) dan V2D (kerapatan 107

Tabel 2 menunjukkan perlakuan pemberian Trichoderma koningii pada perlakuan K2T, K3T mampu memperlambat masa inkubasi yang lebih lama yaitu 23,83 hsi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, adanya penundaan masa inkubasi tersebut disebabkan terjadinya persaingan antara patogen dengan antagonis, sehingga patogen membutuhkan waktu lebih lama untuk menginfeksi tanaman. Hal ini sesuai dengan Widodo (1993), yang menyatakan bahwa patogen sukar melakukan penetrasi ke tanaman dan menimbulkan penyakit apabila sistem perakaran terkuasai antagonis. Sebaliknya percepatan masa inkubasi pada perlakuan Gliocladium virens yaitu pada perlakuan V1D (kerapatan 10

konidia /ml Gliocladium virens dan Aplikasi agensia hayati melalui daun) tidak ada.

6

konidia/ml Gliocladium virens dan Aplikasi agensia hayati melalui daun) dan V2D (kerapatan 107

Kejadian Penyakit

konidia /ml Gliocladium virens dan Aplikasi agensia hayati melalui daun) dan yang lainnya diduga disebabkan oleh patogen bersifat virulen, dan kepatogenan yang tinggi dan lingkungan yang sesuai untuk perkembangannya, sehingga patogen lebih cepat menginfeksi tanaman jahe merah. Kepatogenan yang tinggi menyebabkan isolat lebih cepat menginfeksi tanaman dibandingkan dengan penghambatan oleh antagonis (Agrios, 1997).

Pengaruh Jenis Agensia Hayati Terhadap Kejadian Penyakit bercak daun jahe

Analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan agensia hayati pada pengamatan II dan XIII – XVII berpengaruh tidak nyata, tetapi pada pengamatan


(62)

III – XIII berpengaruh sangat nyata terhadap kejadian penyakit jamur P. zingiberi. Hasil beda uji rataan pengaruh agensia hayati terhadap kejadian penyakit pada jamur P.zingiberi dapat dilihat pada Tabel 3.

Karakter kejadian penyakit dihitung berdasarkan persentase jumlah tanaman yang terinfeksi. Kejadian penyakit tertinggi pada pengamatan ke- XVII terdapat pada perlakuan A0 (kontrol) sebesar 3,86 % tanaman uji terinfeksi, dan yang terendah terdapat pada perlakuan V2 (kerapatan 107

Hasil beda uji lanjut pada pengamatan XII pada perlakuan A0 menunjukkan tidak berbeda nyata dengan K3 dan H2 pada karakter kejadian penyakit, namun berbeda nyata dengan perlakuan K1, K2, H1, H3 sampai dengan perlakuan V3. Perlakuan K1 menunjukkan tidak berbeda nyata dengan perlakuan H3 – V3 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pada perlakuan K2 menunjukkan tidak berbeda nyata dengan perlakuan H1, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

konidia /ml Gliocladium


(63)

Tabel 3. Beda uji rataan pengaruh jenis agensia hayati terhadap kejadian penyakit bercak daun jahe (%). Pengamatan II-XVII

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% UJD

A0 : kontrol (air steril), K1 : kerapatan 106 konidia/ml Trichoderma koningii, K2 : kerapatan 107 konidia /ml T. koningii, K3 :

kerapatan 108 konidia /ml T. koningii, H1: kerapatan 106 konidia/ml T. harzianum, H2 : kerapatan 107 konidia /ml T

harzianum, kerapatan 108 konidia /ml T. harzianum, G1: kerapatan106 konidia/ml Gliocladium spp, G2 : kerapatan 107 konidia

/ml Gliocladium spp, G3: kerapatan 108 konidia /ml Gliocladium Spp, V1: kerapatan 106 konidia/ml G. virens, V2: kerapatan

107 konidia /ml G. virens, V3 : kerapatan 108 konidia /ml G. virens.

Perlakuan Pengamatan

II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV XVI XVII

A0 6.18 7.78b 63.89a 52.78a 63.89a 63.89a 5.31a 5.43a 5.43a 5.43a 4.37a 3.86 3.86 3.86 3.86 3.86 K1 4.98 6.03c 33.33c 50.00a 33.33c 33.33c 3.02b 3.02b 3.02b 3.02b 1.96c 1.96 1.96 1.96 1.96 1.96 K2 5.75 6.43b 41.67b 55.56a 41.67b 41.67b 3.14b 3.07b 3.14b 3.14b 3.14b 3.14 3.14 3.57 3.57 3.57 K3 4.98 6.95b 50.00b 61.11a 50.00b 50.00b 5.90a 5.90a 5.90a 5.90a 5.90a 3.77 3.77 3.77 3.77 3.77 H1 4.14 6.03c 36.11c 36.11b 36.11c 36.11c 3.57b 3.57b 3.57b 3.57b 3.57b 3.57 3.57 3.57 3.57 3.57 H2 8.78 10.95a 61.11a 61.11a 61.11a 61.11a 4.77a 4.77a 4.77a 4.77a 4.88a 3.17 3.17 3.17 3.17 3.17 H3 3.85 4.13d 22.22d 22.22c 22.22d 22.22d 1.28c 1.28c 1.28c 1.28c 1.28c 1.28 1.28 1.28 1.28 1.28 G1 4.41 4.41d 25.00c 25.00c 25.00c 25.00c 1.28c 1.28c 1.28c 1.28c 1.28c 1.28 1.28 1.28 1.28 1.28 G2 4.26 4.26d 30.56c 30.56b 30.56c 30.56c 0.71c 0.71c 0.71c 0.71c 0.71c 1.28 1.28 1.28 1.28 1.28 G3 5.67 5.67c 41.67b 41.67b 41.67b 41.67b 1.28c 1.28c 1.28c 1.28c 2.26c 1.34 1.34 1.34 1.34 1.34 V1 4.69 5.54c 30.56c 30.56b 30.56c 30.56c 1.77c 1.77c 1.77c 1.77c 1.77c 1.56 1.56 1.56 1.56 1.56 V2 3.56 3.56d 22.22d 22.22c 22.22d 22.22d 0.71c 0.71c 0.71c 0.71c 0.71c 0.71 0.71 0.71 0.71 0.71 V3 4.41 4.69c 27.78c 27.78b 27.78c 27.78c 1.65c 1.65c 1.65c 1.65c 1.65c 3.03 3.03 3.03 3.03 3.03


(64)

(65)

Dari hasil pengamatan terhadap kejadian penyakit bercak daun jahe dapat diketahui bahwa pemberian agensia hayati Gliocladium virens efektif dalam menekan penyakit tersebut. Hal ini membuktikan bahwa sejak pengamatan VIII tidak ada lagi pertambahan serangan penyakit. Ini disebabkan karena jamur antagonis mulai berkembang pada daun tanaman.

G. virens dapat mengeluarkan antibiotik gliotoksin, glioviridin, dan viridin

yang bersifat fungistatik. Gliotoksin dapat menghambat cendawan dan bakteri, sedangkan viridin dapat menghambat cendawan. G. virens dapat tumbuh baik pada substrat organik, media kering, dan kondisi asam sampai sedikit basa (Winarsih, 2007).

Pengaruh Perlakuan Cara Aplikasi Agensia Hayati Terhadap Kejadian Penyakit bercak daun jahe

Analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan cara aplikasi agensia hayati pada pengamatan II-VII SPT berpengaruh tidak nyata, tetapi pada pengamatan VIII-XVII SPT berpengaruh nyata terhadap kejadian penyakit bercak daun jahe. Hasil beda uji rataan pengaruh jenis agensia hayati terhadap kejadian penyakit dapat dilihat pada Tabel 4.

Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kejadian penyakit yang tertinggi terdapat pada perlakuan T (aplikasi agensia hayati melalui tanah) sebesar 3,05 % kemudian yang terendah pada perlakuan D (aplikasi agensia hayati melalui daun) sebesar 1,62 %. Hasil uji lanjut menunnjukkan kejadian penyakit pada T (aplikasi agensia hayati melalui tanah) berbeda nyata terhadap perlakuan D (aplikasi agensia hayati melalui daun).


(66)

Tabel 4. Beda uji rataan pengaruh cara aplikasi agensia hayati terhadap kejadian penyakit bercak daun jahe (%). Pengamatan II - XVII

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% UJD T : Aplikasi agensia hayati melalui tanah

D: Aplikasi agensia hayati melalui daun

.

Perlakuan II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV XVI XVII T 4.90 5.70 36.75 36.32 36.75 36.75 2.96a 2.95b 2.96b 2.96b 2.96a 2.98a 2.98a 3.05a 3.05a 3.05a D 5.20 6.06 38.03 43.16 38.03 38.03 2.33b 2.35a 2.35a 2.35a 2.19b 1.62b 1.62b 1.62b 1.62b 1.62b


(1)

Lampiran 36. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan XIII

SK db JK KT F.Hit F.05 F.01

Blok 2 76.51 38.26 19.62 ** 3.18 5.05

Perlakuan 25 65.64 2.63 1.35 tn 1.74 2.19

A 12 34.83 2.90 1.49 tn 1.95 2.56

T 1 10.01 10.01 5.14 * 4.03 7.17

AxT 12 107.32 8.94 4.59 ** 1.95 2.56

Error 50 97.49 1.95

Total 77 239.64

FK = 297.98

KK = 71.44 %

Ket : tn = tidak nyata * = nyata

** = sangat nyata

Lampiran 37. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan XIV

K db JK KT F.Hit F.05 F.01

Blok 2 76.51 38.26 19.62 ** 3.18 5.05

Perlakuan 25 65.64 2.63 1.35 tn 1.74 2.19

A 12 34.83 2.90 1.49 tn 1.95 2.56

T 1 10.01 10.01 5.14 * 4.03 7.17

AxT 12 107.32 8.94 4.59 ** 1.95 2.56

Error 50 97.49 1.95

Total 77 239.64

FK = 297.98

KK = 71.44 %

Ket : tn = tidak nyata * = nyata


(2)

Lampiran 38. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan XV

K db JK KT F.Hit F.05 F.01

Blok 2 83.32 41.66 21.42 ** 3.18 5.05

Perlakuan 25 67.15 2.69 1.38 tn 1.74 2.19

A 12 36.81 3.07 1.58 tn 1.95 2.56

T 1 8.84 8.84 4.54 * 4.03 7.17

AxT 12 113.66 9.47 4.87 ** 1.95 2.56

Error 50 97.24 1.94

Total 77 247.71

FK = 307.36

KK = 70.25 %

Ket : tn = tidak nyata * = nyata

** = sangat nyata

Lampiran 39. Sidik Ragam Intensitas Penyakit Pengamatan XVI

SK db JK KT F.Hit F.05 F.01

Blok 2 88.16 44.08 22.55 ** 3.18 5.05

Perlakuan 25 66.23 2.65 1.36 tn 1.74 2.19

A 12 35.42 2.95 1.51 tn 1.95 2.56

T 1 9.28 9.28 4.75 * 4.03 7.17

AxT 12 118.97 9.91 5.07 ** 1.95 2.56

Error 50 97.74 1.95

Total 77 252.13

FK = 313.87 KK = 69.70 %

Ket : tn = tidak nyata * = nyata


(3)

Lampiran 40. Bagan Percobaan di Laboratorium

Blok I Blok II Blok V Blok IV Blok III

A1 100cm A3 100cm A0 100cm A2 100cm A4 ↕40 cm

A3 A2 A1 A4 A0

A0 A1 A2 A3 A2

A2 A4 A3 A0 A1


(4)

Lampran 41 . Bagan Percobaan di rumah kassa

BLOK I BLOK II BLOK III

A8 T2 100cm A10 T1 100cm A5 T2

A3 T2 A1 T1 A6 T2

50 cm 50 cm

A9 T1 A0 T2 A10 T2

A11 T2 A11 T1 A5 T1

A10 T2 A4 T2 A4 T1

A11 T1 A2 T2 A4 T2

A7 T1 A3 T2 A0 T2

A4 T2 A1 T2 A6 T1

A4 T1 A8 T2 A3 T2

A6 T1 A12T1 A9T1

A7 T2 A0 T1 A3 T1

A0 T1 A6 T1 A10 T1

A3 T1 A8 T1 A2T1

A12 T1 A6 T2 A12T1

A5 T2 A3 T1 A2 T2

A0 T2 A5 T2 A11 T2

A9 T2 A2 T1 A1T2

A1 T1 A5 T1 A1 T1

A5 T1 A4 T1 A12 T2

A2 T1 A7 T2 A8 T1

A1 T2 A12 T2 A7 T1

A2 T2 A7 T1 A9 T2

A8 T1 A10 T2 A8 T2

A12 T1 A2 T1 A11 T1


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Efek Antiinflamasi Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Penelitian In Vivo)

4 99 95

Efek Analgesik Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) Terhadap Inflamasi Pulpa pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Penelitian in vivo)

7 103 91

Pemberian Larutan Jahe Merah (Zingiber Officinalle Var Rubra) Dengan Metode Pengolahan Yang Berbeda Terhadap Bobot Karkas Ayam Broiler Yang Terinfeksi Eimeria Tenella

4 75 54

Pemberian Larutan Jahe Merah (Zingiber officinale var rubra) dengan Metode Pengolahan Berbeda terhadap Performans Ayam Broiler Yang Terinfeksi Eimeria tenella

3 84 57

Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale var. amarum) dengan GC-MS dan Uji Antioksidan Menggunakan Metode DPPH

32 249 106

Identifikasi Komponen Kimia Minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit (Zingiber officunale Rosc.) Dan Uji Aktivitas Antibakteri

15 125 67

Uji Efek Antiinflamasi Dari Kombinasi Ekstrak Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.)Dan Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) Dalam Sediaan Topikal Pada Mencit Jantan

17 119 74

Respons Pertumbuhan Dan Produksi Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Sistem Keranjang Terhadap Pemberian Pupuk Organik Padat Dan Komposisi Media Tanam

2 50 90

MODIFIKASI LINGKUNGAN MIKRO PADA TANAMAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.).

0 0 6

EKSTRAK BAWANG PUTIH UNTUK PENGENDALIAN PHYLLOSTICTA ZINGIBERI PENYEBAB BERCAK DAUN PADA JAHE - UNS Institutional Repository

0 0 14