Survei Pengaruh Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans) pada Tanaman Kentang (Solanum Tuberosum Linn.)di Kecamatan Simpang Empat

(1)

SURVEI PENGARUH ERUPSI GUNUNG SINABUNG TERHADAP PENYAKIT HAWAR DAUN (Phytophthora infestans) PADA TANAMAN KENTANG

(Solanum tuberosum Linn.) DI KECAMATAN SIMPANG EMPAT

SKRIPSI

OLEH :

FEBEPRISKILA BR TARIGAN 100301170

HPT

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

SURVEI PENGARUH ERUPSI GUNUNG SINABUNG TERHADAP PENYAKIT HAWAR DAUN (Phytophthora infestans) PADA TANAMAN KENTANG

(Solanum tuberosum Linn.) DI KECAMATAN SIMPANG EMPAT

SKRIPSI

OLEH :

FEBEPRISKILA BR TARIGAN 100301170

HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Skripsi : Survei Pengaruh Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans) Pada Tanaman Kentang (Solanum Tuberosum Linn.) Di Kecamatan Simpang Empat

Nama : Febepriskila Br Tarigan

NIM : 100301170

Minat : Hama dan Penyakit Tumbuhan Program Studi : Agroekoteknologi

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing,

Ir. Yuswani Pangestiningsih, MS. Ir. Lahmuddin Lubis, MP.


(4)

ABSTRACT

Febe Priskila, “Survey of The Effect of Mount Sinabung eruption on leaf blight disease (Phytophthora infestans) on Potatoes (Solanum tuberosum Linn.) in Simpang Empat Distric”. Supervised by Ir. Yuswani Pangestiningsih, MS. and Ir. Lahmuddin Lubis, MP. The aim of experiment was to find out the effect of mount Sinabung on leaf blight disease (Phytophthora infestans) disease on potatoes (Solanum tuberosum Linn.) in Simpang Empat distric. This research was conducted using survey method by regression quantitative analyzis, ie regression of the number of eruption regression and incidence of leaf blight disease percentage, regression between the control after occurres eruption with incidence of disease and regression leaf blight disease between control after occurres eruption with production of potatoes.

The result showed that the number of eruption did not have significant relationship with incidence of leaf blight disease percentage, and the control after occurance of the eruption did not have significant relation with incidence of disease and production of potatoes in Simpang Empat distric. The highest incidence of disease in Torong village with 1,6% and the lowest were showed in Bilan Baru village with 1,1%. The highest potatoes production was in Bulan Baru village with 9,4 Ton/Ha and the lowest production was in Ujung village with 5,4 Ton/Ha.


(5)

ABSTRAK

Febe Priskila, “Survei Pengaruh Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Penyakit Phytophthora Infestans Pada Tanaman Kentang (Solanum Tuberosum

Linn.) Di Kecamatan Simpang Empat” dibawah bimbingan Ir. Yuswani Pangestiningsih, MS. Dan Ir. Lahmuddin Lubis, MS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh erupsi gunung Sinabung terhadap penyakit

Phytophthora infestans pada tanaman kentang (Solanum tuberosum Linn.) di Kecamatan Simpang Empat. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan analisis kuantitatif regresi yaitu regresi antara banyaknya terjadi erupsi dengan persentase kejadian penyakit Phytophthora infestans, regresi antara pengendalian setelah erupsi terjadi dengan persentase kejadian penyakit p.infestans dan regresi antara pengendalian setelah erupsi terjadi dengan produksi kentang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyaknya terjadi erupsi tidak memiliki hubungan signifikan terhadap persentase kejadian penyakit, dan pengendalian setelah erupsi terjadi juga tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian penyakit dan produksi kentang di Kecamatan Simpang Empat. Persentase kejadian penyakit tertinggi terdapat di Desa Torong sebesar 1,6% dan persentase kejadian penyakit terendah di Desa Bulan Baru sebesar 1,1%. Produksi kentang tertinggi terdapat di Desa Bulan Baru sebesar 9,4 Ton/Ha dan produksi terendah di Desa Ujung yaitu sebesar 5,4 Ton/Ha..


(6)

RIWAYAT HIDUP

Febepriskila Br Tarigan, lahir pada tanggal 21 Mei 1992 di Kabanjahe, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara. Anak Pertama dari 3 bersaudara dari ayah J. Tarigan dan Ibu M br. Ginting.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh :

- Tahun 2004 lulus dari Sekolah Dasar Negeri 040479 di Perteguhen

- Tahun 2007 lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kabanjahe di Kabanjahe

- Tahun 2010 lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kabanjahe di Kabanjahe

- Tahun 2010 diterima sebagai mahasiswa di Program studi Agroekoteknologi melalui jalur SNMPTN.

Pengalaman Kegiatan Akademis :

- Anggota Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (IMAPTAN) tahun 2013-2014

- Anggota Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK) tahun 2010-2014

- Tahun 2013 dan 2014 sebagai Asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman Sub Gulma, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara - Tahun 2014 sebagai Asisten Laboratorium Pestisida dan Teknik Aplikasi,

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

- Penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PTPN IV Kebun Sawit Langkat dari bulan Juli sampai dengan Agustus 2013


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik. Adapun judul dari Skripsi ini adalah “Survei Pengaruh Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans) Pada Tanaman Kentang (Solanum tuberosum Linn.) di Kecamatan Simpang Empat”, yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Yuswani Pangestiningsih, MS. selaku ketua dan Ir. Lahmuddin Lubis, MP.

selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing penulis selama penelitian.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan Skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu. Semoga bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Medan, Agustus 2014


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Tanaman ... 5

Syarat Tumbuh ... 7

Tanah ... 7

Iklim ... 8

Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans (Mont.) de. Barry) ... 9

Gejala Serangan ... 11

Daur Penyakit ... 13

Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyakit ... 14

Gunung Sinabung ... 15

Kandungan Abu Vulkanik ... 17

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

Bahan dan Alat ... 19

Metode Penelitian ... 19

Metode Daerah Sampling ... 19

Metode Pengambilan Sample ... 20

Pelaksanaan Penelitian ... 20

Pembuatan Tanda ... 20

Survei Penyakit Hawar Daun Kentang ... 20

Pengamatan di Laboratorium ... 21


(9)

Persentase Kejadian Penyakit ... 21

Produksi Tanaman Kentang ... 21

Pengendalian Penyakit ... 22

Analisis Data ... 22

Analisis Regresi ... 22

Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Sinabung dan Pengambilan Sampel Desa ... 25

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL Deskripsi Daerah Penelitian ... 26

Letak dan Keadaan Geografis ... 26

Luas Panen, Produksi, Rata-rata Produksi Tanaman Hortikultura ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Kejadian Penyakit ... 28

Produksi Kentang ... 30

Hubungan Antara Banyaknya Terjadi Erupsi dengan Persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang ... 32

Hubungan Antara Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang ... 34

Hubungan Antara Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Produksi Kentang ... 36

Pengamatan di Laboratorium ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 39

Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

No. Hlm.

1. Analisa Kimia Abu Vulkanik ... 18 2. Rata-rata Produksi Tanaman Hortikultura Kecamatan Simpang Empat 27 3. Rataan Persentase Kejadian Penyakit di Kecamatan Simpang Empat . 28 4. Rataan Produksi Kentang di Kecamatan Simpang Empat ... 30 5. Hubungan Banyaknya Terjadi Erupsi dengan Persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang ... 32 6. Hubungan Pengendalian Setelah Erupsi dengan Persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang ... 34 7. Hubungan Pengendalian Setelah Erupsi dengan Produksi ... 36


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hlm.

1. Miselium Phytophthora infestans ... 11

2. Gejala Serangan Phytophthora infestans ... 13

3. Daur Hidup Phytophthora infestans ... 13

4. Gunung Sinabung Sedang Mengeluarkan Erupsi ... 15

5. Pengambilan Sampel Desa ... 25

6. Grafik Gabungan Rataan Persentase Kejadian Penyakit Keempat Sampel Desa ... 29

7. Grafik Gabungan Rataan Produksi Kentang Keempat Sampel Desa .... 31

8. Grafik Hubungan Banyaknya Terjadi Erupsi dengan Persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang ... 33

9. Grafik Hubungan Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang ... 35

10. Grafik Hubungan Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Produksi Kentang ... 37

11. Miselium Jamur Phytophthora infenstans Perbesaran 10x ... 38


(12)

ABSTRACT

Febe Priskila, “Survey of The Effect of Mount Sinabung eruption on leaf blight disease (Phytophthora infestans) on Potatoes (Solanum tuberosum Linn.) in Simpang Empat Distric”. Supervised by Ir. Yuswani Pangestiningsih, MS. and Ir. Lahmuddin Lubis, MP. The aim of experiment was to find out the effect of mount Sinabung on leaf blight disease (Phytophthora infestans) disease on potatoes (Solanum tuberosum Linn.) in Simpang Empat distric. This research was conducted using survey method by regression quantitative analyzis, ie regression of the number of eruption regression and incidence of leaf blight disease percentage, regression between the control after occurres eruption with incidence of disease and regression leaf blight disease between control after occurres eruption with production of potatoes.

The result showed that the number of eruption did not have significant relationship with incidence of leaf blight disease percentage, and the control after occurance of the eruption did not have significant relation with incidence of disease and production of potatoes in Simpang Empat distric. The highest incidence of disease in Torong village with 1,6% and the lowest were showed in Bilan Baru village with 1,1%. The highest potatoes production was in Bulan Baru village with 9,4 Ton/Ha and the lowest production was in Ujung village with 5,4 Ton/Ha.


(13)

ABSTRAK

Febe Priskila, “Survei Pengaruh Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Penyakit Phytophthora Infestans Pada Tanaman Kentang (Solanum Tuberosum

Linn.) Di Kecamatan Simpang Empat” dibawah bimbingan Ir. Yuswani Pangestiningsih, MS. Dan Ir. Lahmuddin Lubis, MS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh erupsi gunung Sinabung terhadap penyakit

Phytophthora infestans pada tanaman kentang (Solanum tuberosum Linn.) di Kecamatan Simpang Empat. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan analisis kuantitatif regresi yaitu regresi antara banyaknya terjadi erupsi dengan persentase kejadian penyakit Phytophthora infestans, regresi antara pengendalian setelah erupsi terjadi dengan persentase kejadian penyakit p.infestans dan regresi antara pengendalian setelah erupsi terjadi dengan produksi kentang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyaknya terjadi erupsi tidak memiliki hubungan signifikan terhadap persentase kejadian penyakit, dan pengendalian setelah erupsi terjadi juga tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian penyakit dan produksi kentang di Kecamatan Simpang Empat. Persentase kejadian penyakit tertinggi terdapat di Desa Torong sebesar 1,6% dan persentase kejadian penyakit terendah di Desa Bulan Baru sebesar 1,1%. Produksi kentang tertinggi terdapat di Desa Bulan Baru sebesar 9,4 Ton/Ha dan produksi terendah di Desa Ujung yaitu sebesar 5,4 Ton/Ha..


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) menghasilkan umbi sebagai komoditas sayuran yang dikembangkan dan berpotensi untuk dipasarkan didalam negeri maupun diekspor. Tanaman kentang merupakan salah satu tanaman penunjang program diversifikasi pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Sebagai bahan makanan, kandungan nutrisi umbi kentang dinilai cukup baik, yaitu mengandung protein berkualitas tinggi, asam amino esensial, mineral, dan elemen–elemen mikro, disamping juga merupakan sumber vitamin C (asam askorbat), beberapa vitamin B (tiamin, niasin, vitamin B6) dan mineral P, Mg dan K (Putro, 2010).

Penyakit tumbuhan yang terhebat yang tercatat dalam sejarah adalah hawar daun kentang yang disebabkan oleh jamur Phytophthora infestans. Pada tahun 1844 hawar daun kentang berkembang di Amerika Serikat. Tetapi penyakit ini tidak mendapat perhatian dari para petani Eropa, yang jaraknya lebih kurang 5000 km dari Amerika (Horsfall dan Cowling, 1977). Pada tahun 1845 penyakit berjangkit dihampir semua pertanaman kentang di Eropa yang meliputi luas jutaan Ha. Penyakit ini sedemikian hebat sehingga kebanyakan pertanaman kentang binasa dan tidak menghasilkan. Di Irlandia, yang makanan pokok rakyatnya adalah kentang, timbul paceklik yang sangat menyedihkan. Diantara tahun 1845 dan 1860 lebih kurang satu juta rakyat Irlandia mati kelaparan (lebih kurang seperdelapan dari jumlah penduduk), sedang satu juta lainnya terpaksa merantau


(15)

ke negara lain dan sebagian besar menjadi imigran ke Amerika Serikat (Semangun,1996).

Penyakit busuk (hawar) daun ditemui hampir di setiap tempat dimana tanaman kentang tumbuh. Dennis et al., 1996 dalam Kusmana, 2003 menyatakan bahwa jamur ini menyerang batang, tangkai daun dan umbi pada semua fase pertumbuhan tanaman. Faktor yang mempercepat penyebaran penyakit busuk (hawar) daun diantaranya penggunaan kultivar yang rentan presipitasi dan kelembaban (Yulimasni, 2005).

Faktor lingkungan yang paling berperan terhadap awal terjadinya penyakit infeksi maupun perkembangannya adalah suhu dan kelembapan udara. Faktor berikutnya adalah hara tanah. Sedangkan faktor cahaya dan pH tanah kurang memainkan peranan penting terhadap perkembangan penyakit infeksi hal ini dikemukan oleh Abadi (2003). Akibat letusan gunung berapi, beberapa material yang keluar dari kepundan gunung tersebut antara lain adalah awan panas, material pijar, hujan abu, kemungkinan gas beracun yang terlempar ke atmosfer. Semua material tersebut memiliki dampak yang berbeda – beda terhadap lingkungan hidup, terdapat dampak negatif dan dampak positif. Gunung Sinabung mengeluarkan bahan material vulkanik seperti debu dan awan panas yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan dan jatuh wilayah hingga mencapai > 25 km dari kawah ke arah timur karena pengaruh hembusan angin. Di Beberapa desa mengalami dampak langsung antara lain bangunan/rumah, lahan, dan tanaman diselimuti oleh debu dan diperparah lagi selama 3 minggu pasca erupsi tidak ada turun hujan.


(16)

Lahan pertanian yang merupakan mata pencarian masyarakat sekitar tidak luput dari tutupan debu vulkanik tersebut. Secara kasat mata, kondisi tanaman yang terkena dampak debu vulkanik masih tumbuh baik, namun di beberapa tempat yang terkena penutupan debu vulkanik yang tebal menunjukkan gejala kelayuan sampai kematian dengan pembagian luasan yang berbeda-beda, yakni tanaman pangan (jagung, padi, ubi jalar, kacang tanah) seluas 2.639 ha, tanaman sayuran (cabe, tomat, kubis, kentang, petsai, dan lain-lain) seluas 2.368 ha, tanaman buah-buahan (jeruk, pisang, alpukat, dan lain-lain) seluas 828 ha, serta tanaman perkebunan (kopi, kakao, dan lain-lain) seluas 1.126 ha. Dengan demikian, luas keseluruhan yang tertutup debu adalah 6.961 ha (Dinas Pertanian, 2010). Hal inilah yang menyebabkan perlunya dilihat sejauh mana debu vulkanik mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman, serta sifat-sifat tanah.

Debu yang turun di areal pertanaman kentang akan menutupi permukaan daun sehingga menghambat proses fotosintesa dan tanaman tersebut lambat laun akan mati. Hal ini mengakibatkan penurunan produksi tanaman kentang. Debu yang turun dan disertai tidak turunnya hujan pasca erupsi akan mempengaruhi siklus hidup jamur P.infestans, karena pembentukan dan perkecambahan konidium P. infestans sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu, terutama kelembaban. Pada udara yang kering konidium sudah mati dalam waktu 1 – 2 Jam hal ini didukung oleh pernyataan Semangun (2000).

Pembenahan dampak erupsi gunung sinabung terhadap tanaman pangan dapat dilakukan melalui penerapan komponen-komponen teknologi yang mempunyai sifat yang bersinergisme terhadap peningkatan produktivitas. Komponen teknologi spesifik lokasi yang perlu diterapkan antara lain : 1).


(17)

penggunaan varietas unggul yang adaptif sehingga mampu membuat peningkatan produktivitas pada komoditas tanaman pangan. 2). Penerapan rekomendasi pemupukan berimbang sesuai dengan kebutuhan tanaman melalui Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) atau Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK) aplikasi pemupukan sesuai fase kebutuhan tanaman terhadap hara yang dibutuhkan. 3). Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) yaitu dengan terlebih dahulu memantau perkembangan hama/penyakit yang muncul akibat dampak erupsi gunung sinabung (BPTP Sumut, 2013).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh erupsi gunung Sinabung terhadap penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans) pada tanaman kentang (Solanum tuberosum Linn.) di Kecamatan Simpang Empat

Hipotesis Penelitian

- Adanya pengaruh terjadinya erupsi gunung Sinabung terhadap kejadian penyakit hawar daun kentang

- Adanya pengaruh cara pengendalian penyakit setelah erupsi terhadap kejadian penyakit hawar daun kentang

- Adanya pengaruh cara pengendalian penyakit setelah erupsi terhadap produksi tanaman kentang (Solanum tuberosum L.)

Kegunaan Penulisan

1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan 2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Tanaman

Menurut Rukmana (1997), dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan kentang diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Clasis : Dicotyledonae Ordo : Solanales Familia : Solanaceae

Genus : Solanum

Spesies : Solanum tuberosum Linn.

Tanaman kentang yang berasal dari umbi tidak terdapat akar tunggang tetapi hanya akar halus saja yang panjangnya dapat mencapai 60 cm. Di dalam tanah, akar – akar banyak terdapat pada kedalaman 20 cm (Rich, 1983).

Batang tanaman berbentuk segi empat atau segi lima, tergantung pada varietasnya. Batang tanaman berbuku–buku, berongga, dan tidak berkayu, namun agak keras bila dipijat. Diameter batang kecil dengan tinggi dapat mencapai 50– 120 cm, tumbuh menjalar. Warna batang hijau kemerah-merahan atau hijau keungu–unguan . Batang tanaman berfungsi sebagai jalan zat–zat hara dari tanah ke daun dan untuk menyalurkan hasil fotosintesis dari daun ke bagian tanaman yang lain (Rukmana, 1997).


(19)

Tanaman kentang umumnya berdaun rimbun. Helaian daun berbentuk bulat lonjong, dengan ujung meruncing, memiliki anak daun primer dan sekunder, tersusun dalam tangkai daun secara berhadap-hadapan (daun mejemuk) yang menyirip ganjil. Warna daun hijau keputih–putihan. Posisi tangkai utama terhadap batang tanaman membentuk sudut kurang dari 45oatau lebih besar 45o. Pada dasar

tangkai daun terdapat tunas ketiak yang dapat berkembang menjadi cabang sekunder. Daun berkerut–kerut dan permukaan bagian bawah daun berbulu. Daun tanaman berfungsi sebagai tempat proses asimilasi untuk pembentukan karbohidrat, lemak, protein dan vitamin yang digunakan untuk pertumbuhan vegetatif, respirasi dan persediaan tanaman (Rubatzky dan Yamaguchi, 1995).

Bunga kentang adalah zygomorph (mempunyai bidang simetris), berjenis kelamin dua (Hermaphroditus) warna mahkota brbentuk terompet dengan ujung seprti bintang, lima benang sari berwarna kuning melingkari tangkai putiknya. Bunga kentang tersusun dalam bentuk karangan bunga (inflorescens) yang tumbuh diujung batang. Satu karangan bunga memiliki 1 – 30 bunga. Tetapi pada umumnya 7 – 15 bunga untuk tiap karangan bunga (Soelarso, 1997).

Umbi terbentuk dari cabang samping diantara akar–akar. Proses pembentukan umbi ditandai dengan terhentinya pertumbuhan memanjang dari rhizome atau stolon yang diikuti pembesaran sehingga rhizome membengkak. Umbi berfungsi menyimpan bahan makanan seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air (Samadi, 1997).


(20)

Syarat Tumbuh Tanah

Tanah yang cocok untuk kentang yaitu tanah yang subur, air tanahnya dalam, berdrainase yang baik dan pH anatar 5-6,5. Pada tanah ber-pH rendah, mutu kentang yang dihasilkan akan menurun (Setiawan, 1995).

Tanaman kentang membutuhkan tanah yang subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, bersolum dalam, aerasi dan drainasenya baik dengan reaksi tanah (pH) 5–6,5. Jenis tanah yang paling baik adalah Andosol dengan ciri– ciri solum tanah agak tebal antara 1–2 m, berwarna hitam atau kelabu sampai coklat tua, bertekstur debu atau lempung berdebu sampai lempung dan bertekstur remah. Jenis tanah Andosol memiliki kandungan unsur hara sedang sampai tinggi, produktivitas sedang sampai tinggi dan reaksi tanah masam sampai netral (Rukmana, 1997).

Daerah pegunungan yang dijadikan lahan untuk budidaya tanaman kentang merupakan lahan yang cukup baik dalam perkembangannya karena tanah tersebut mengandung bahan organik dari material vulkanis gunung yang dapat membuat tanah tersebut subur. Menurut AAK (1992:146), tanaman kentang cocok dengan tanah yang subur, ringan dan dalam dengan drainase yang baik. Setiadi dan Nurulhuda (1993:21) memperkuat pendapat tersebut dengan menyatakan bahwa tanah yang paling baik untuk kentang adalah tanah yang gembur atau sedikit mengandung pasir agar mudah diresapi air dan mengandung humus yang tinggi (Agnestika, 2013).

Derajat keasaman tanah atau pH tanah juga memiliki pengaruh bagi pertumbuhan tanaman kentang. Derajat keasaman tanah (pH tanah) yang sesuai


(21)

untuk kentang bervariasi tergantung dari varietas kentangnya. Tanah dengan pH 5,5-6,5 (agak asam) lebih disukai karena dengan keasaman tanah kurang dari 5,4 membantu mengendalikan penyakit kudis pada kentang (Streptomyces scabies)

(Rubatzky dan Yamaguchi, 1995).

Menurut Setiadi dan Nurulhuda (1993:21) Semakin baik kondisi lahan tempat budidaya tanaman kentang, maka semakin besar pula kandungan bahan organik dalam lahan tersebut. Sehingga, lahan yang digunakan untuk budidaya tanaman kentang tersebut menjadi lahan yang subur karena mengandung unsur hara yang tinggi. Pernyataan ini didukung oleh Rubatzky dan Yamaguchi (1995:122) yang mengatakan bahwa ketersediaan hara sangat penting untuk pertumbuhan awal tanaman dan kebutuhan pupuk tertinggi terjadi selama pembesaran umbi (Agnestika, 2013).

Iklim

Kentang yang dapat tumbuh di daerah tropis tetap saja membutuhkan daerah berhawa dingin atau sejuk. Suhu udara ideal untk kentang berkisar antara 15-18oC pada malam hari dan 24-30 oC di siang hari. Namun, kentang masih dapat hidup di daerah yang suhu udaranya, terutama pada malam hari, dibawah suhu tersebut diatas. Ukuran iklim ini cukup dingin bagi Indonesia yang tergolong negara tropis dan mempunyai suhu pada siang hari 24-25 oC dan 15-24 oC di malam hari (Setiadi, 2009).

Tanaman kentang merupakan salah satu tanaman pangan yang sering kita jumpai di daerah-daerah pegunungan karena mempunyai iklim yang rendah serta ketinggian yang cocok untuk pertumbuhannya secara optimal. Setiadi dan Nurulhuda (1993:20-21) mengemukakan bahwa kentang dapat tumbuh subur di


(22)

tempat-tempat yang cukup tinggi, seperti di daerah pegunungan dengan ketinggian sekitan 500-3.000 meter diatas permukaan laut (mdpl), tetapi tempat yang ideal berkisar antara 1.000-3.000 mdpl dengan suhu udara berkisar antara 15-18° C pada malam hari dan 24-30° C pada siang hari, serta curah hujan kira-kira 1.500 mm per tahun (Agnestika, 2013).

Faktor cahaya matahari sangat berpengaruh terhadap pembentukan organ vegetatif tanaman, seperti batang, cabang (ranting), dan daun, serta organ generatif seperti bunga dan umbi. Terbentuknya bagian vegetatif dan generatif ini merupakan hasil proses asimilasi atau fotosintesis yang menguatkan cahaya matahari sebagai sumber energi. Faktor cahaya yang penting untuk pertumbuhan tanaman adalah intensitas cahaya matahari yang dapat diterima tanaman dapat mempercepat proses pertumbuhan tanaman dan pembentukan umbi (Samadi, 1997).

Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) Menurut Agrios (1996) klasifikasi jamur ini sebagai berikut : Kingdom : Mycetae

Divisio : Eumycota

Subdiviso : Mastigomycotina Class : Oomycetes

Ordo : Peronosporales Famili : Pythiaceae

Genus : Phytophthora


(23)

Miselium pada jamur parasit tanaman ini dapat tumbuh di dalam sel (intracelluler) atau antar sel (intercelluler). Sporangiofor biasanya bercabang-cabang dan biasanya dibentuk di permukaan tanah, pada tanaman, dan dapat muncul dari inang melalui efidermis atau stomata (Landecker, 1982).

Miselium interseluler, tidak bersekat, mempunyai banyak haustorium. Konidiofor keluar dari mulut kulit, berkumpul 1-5, dengan percabangan simpodial, mempunyai banyak bengkakan-bengkakan yang khas. Konidium berbentuk buah pir, 22-32 x 16-24 µm, berinti banyak, 7-32. Konidium berkecambah secara langsung dengan membentuk hifa (benang) baru, atau secara tidak langsung dengan membentuk spora kembara (zoospora). Oleh karena dapat membentuk spora kembara, konidium dapat juga disebut sebagai sporangium atau zoosporangium. Jamur dapat membentuk oospora meskipun agak jarang (Semangun, 1989).

Sporangium yang pertama terbentuk adalah patogen tular udara. Sporangium terbentuk pada kelembapan relatif (RH) minimum 91% dan optimum pada 100% dan temperatur udara berkisar antara 23-26oC, dimana temperatur yang optimum pada 18-22 oC. Pembentukan sporangium pada temperatur 15 oC akan membentuk zoospore dalam satu atau dua hari. Sedangkan pada suhu 25 oC membutuhkan waktu yang lebih lama yaitu 5-7 hari. Oosspora berkecambah pada temperatur 12-15 oC setelah perkecambahan, tabung kecambah dari zoospora mengalami perkembangan dari jamur ini sesudah terjadi infeksi pada tanaman kentang (Walker, 1957).

Dwidjoseputro (1978) menyatakan bahwa jamur ini mempunyai sporangiophor yang jelas, sporongiophor ini bercabang-cabang setiap kali satu


(24)

(simpodial), dan pertumbuhannya berlangsung terus menerus. Sporongium yang telah kosong gugur, dan tumbuh sporangium yang baru pada ujung cabang yang baru. Bentuk sporangium berbentuk seperti jeruk nipis yang mempunyai tonjolan kecil. Sporangium tidak tahan kekeringan. Jika ada air, maka ia menghasilkan zoospora. Pada suhu yang tinggi ia membentuk buluh kecambah, dan pada suhu yang rendah ia menghasilkan zoospora (Aruan, 2004).

Penyakit hawar daun sangat merusak dan sulit dikendalikan, karena

P. infestans merupakan jamur patogen yang memiliki patogenisitas beragam. Pada umumnya, patogen ini berkembangbiak secara aseksual dengan zoospora, tetapi dapat juga berkembangbiak secara seksual dengan oospora. Jamur ini bersifat heterotalik, artinya perkembangbiakan secara seksual atau pembentukan oospora

hanya terjadi apabila terjadi mating (perkawinan silang) antara dua isolat

P. infestans yang mempunyai tipe perkawinan berbeda (Purwanti, 2002).

Gejala Serangan

Daun-daun yang sakit mempunyai bercak-bercak nekrotik pada tepi dan ujungnya. Kalau suhu suhu tidak terlalu rendah dan kelembapan cukup tinggi,

Gambar. 1 Miselium Jamur P.infestans

Sumber : Foto Langsung

Sporangium

Hifa


(25)

bercak-bercak tadi akan meluas dengan cepat dan mematikan seluruh daun. Bahkan kalau cuaca sedemikian berlangsung lama, seluruh bagian tanaman diatas tanah akan mati. Dalam cuaca yang kering jumlah bercak terbatas, segera mengering dan tidak meluas. Umumnya gejala baru tampak bila tanaman berumur lebih dari satu bulan, meskipun kadang-kadang sudah terlihat pada tanaman yang berumur 3 minggu (Semangun, 1996).

Awalnya, pada daun terdapat bercak agak kebasah-basahan. Bila kelembapan tinggi, bercak akan cepat meluas. Sel-sel ditempat tersebut mati dengan cepat sehingga bercak tampak berwarna coklat. Dibatas bercak timbul suatu daerah putih yang terdiri atas miselia dan sporangiofora beserta sporangianya. Jika iklim terus-menerus basah, seluruh daun dan bagian lainnya akan menunjukkan gejala serupa, lalu membusuk dengan cepat. Umbi di dalam tanah pun bisa diserangnya, dengan gejala busuk berwarna coklat kehitam-hitaman (Rukmana dan Saputra, 1997).

Gejala pada tingkat awal timbul bercak nekrotik pada bagian tepi dan ujung daun. Gejala ini bertahan atau berkembang lambat pada varietas yang tahan atau dalam cuaca yang kering. Gejala pada tingkat lanjut muncul bercak-bercak nekrotik yang berkembang keseluruh daun tanaman dan menyebabkan matinya bagian tanaman yang ada diatas tanah. Gejala pada daun tanaman muncul setelah tanaman berumur lebih dari satu bulan. Hal ini terutama terjadi pada varietas rentan dan kelembapan cukup tinggi pada suhu yang tdak terlalu rendah (Warda, 2008).


(26)

Daur Pen Jam umbian ya muda yan di sini. De dapat bert demikian terinfeksi (Semangu Sumber nyakit mur dapat ang sakit. K ng baru saja

emikian pul tunas dan menurut Su Phytophtho un, 1989). Gam :http:// ww Gambar. 2 Sum mempertah Kalau umbi tumbuh da la umbi-umb menyebark uhardi (198

ora namun d

mbar 3. Da ww.apsnet.or

2 Gejala Ser mber : Foto

hankan diri i yang saki an membent mbi sakit yan kan konidiu 84) di Indo daun-daun m

aur hidup Ph

rg/online/fe

rangan P.inf

Langsung

dari musim it ditanam, tuk banyak ng dibuang, um (Van d

nesia agak muda sering

hytophthora

eature/latebl

festans

m ke musi jamur dapa konidium a dalam kead er Zaag, 1

jarang terd g terserang o

a infestans

lit/chapter1/ Gejala

im dalam u at naik ke atau sporan daan yang c 956). Mesk dapat umbi oleh penyak /epidemic.h a Serangan umbi-tunas ngium cocok kipun yang kit ini htm.


(27)

Sifat serangannya epidemik berbentuk bunga majemuk/multiple interest disease; terdapat banyak ras-ras fisiologis patogennya; tanaman inang antara lainnya adalah tomat dan beberapa anggota Solanaceae; dapat bertahan hidup pada sisa-sisa tanaman inang dan umbi yang membusuk di lapangan dan didalam tanah sebagai saprofit (Djafaruddin, 2000).

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit

Pembentukan dan perkecambahan konidium Ph. infestans sangat dipengaruhi oleh kelembapan dan suhu, terutama kelembapan. Pada udara kering konidium sudah mati dalam waktu 1-2 jam, sedang pada kelembapan 50-80% dalam waktu 3-6 jam. Pada suhu 10-25o C, kalau ada air, konidium membentuk zoospora dalam waktu ½ - 2 jam. Perkembangan bercak pada daun paling cepat terjadi pada suhu 18-20o C. Pada suhu 30o C perkembangan bercak akan terhambat. Oleh karena itu pada kentang dataran rendah (kurang dari 500 m dari permukaan laut) Ph. infestans tidak merupakan masalah karena pada kondisi ini tanaman jamur sulit tumbuh (Semangun,1996).

Suhu merupakan faktor yang sangat penting pada perkembangan jamur ini antara lain ukuran sel mikroorganisme, metabolisme, metabolisme pembentukan pigmen dan toksin pengambilan nutrisi fungsi enzim dan komposisi kimia dari sel (Banwart, 1981).


(28)

Gunung Gu mendadak mengeluar sekitar puk dinaikkan ditampung vulkanis i cenderung Medan jug Medan di dilaporkan rumahnya terjadi sek 18.00 WIB Letusan k Sinabung Gamb unung Sinab k aktif kemb rkan asap d kul 00.15 W

menjadi " g di 8 lokas ini tersemb g meluncur

ga terselimu ilaporkan t n meningga a. Pada tang

kitar pukul B. Letusan p kedua terjad

bar 4. Gunu

bung tidak bali dan me dan abu vu WIB, gunun Awas". Du i. Suara letu bur hingga r dari arah uti abu dari tidak meng al dunia kar ggal 3 Sept 04.45 WIB pertama me di bersamaan

ung Sinabun Sumber : B pernah terc eletus pada ulkanis. Pad ng Sinabung ua belas rib usan ini ter

5.000 met barat day Gunung Si galami gan rena ganggu tember 201 B sedangka enyemburka n dengan g

ng Sedang M Badan Geolo

catat meletu tanggal 27 da tanggal g mengeluar bu warga d dengar sam ter di udar a menuju nabung. Ba ngguan perj uan pernapa 10, terjadi 2 an letusan k an debu vuk

empa bumi

Mengeluarka ogi

us sejak tah 7 Agustus 2

29 Agustus rkan lava. S disekitarnya mpai jarak 8 ra. Abu Gu

timur laut. andar Udara

jalanan uda asan ketika 2 letusan. L kedua terja klkanis setin vulkanis y an Erupsi hun 1.600 2010, gunun

s 2010 dini Status gunun a dievakuas

kilometer. unung Sina

Sebagian a Polonia di

ara. Satu o a mengungs

Letusan per adi sekitar p

nggi 3 kilom yang dapat t

tetapi ng ini i hari ng ini i dan Debu abung Kota Kota orang i dari rtama pukul meter. terasa


(29)

hingga 25 kilometer di sekitar gunung ini. Pada tanggal 7 September 2010, Gunung Sinabung kembali metelus. Ini merupakan letusan terbesar sejak gunung ini menjadi aktif (BPTP Sumut, 2013).

Pada tahun 2013, Gunung Sinabung meletus kembali, dalam bulan September 2013, telah terjadi 4 kali letusan. Letusan pertama terjadi ada tanggal 15 September 2013 dini hari, kemudian terjadi kembali pada sore harinya. Status gunung sinabung dari WASPADA (Level II) menjadi SIAGA (level III). Tidak ada tanda-tanda sebelumnya akan peningkatan aktivitas sehingga tidak ada peringatan dini sebelumnya. Hujan abu mencapai kawasan Sibolangit dan Berastagi. Abu vulkanis selain menutupi jalanan, rumah-rumah penduduk juga menutupi tanaman. Debu vulkanik berdampak pada 6 (enam) kecamatan di sekitar gunung Sinabung yaitu Kecamatan Namanteran, Kecamatan Simpang Empat, Kecamatan Merdeka, Kecamatan Dolat Rayat, Kecamatan Barusjahe, dan Kecamatan Berastagi. Letusan terkini terjadi pada tanggal 15 Oktober 2013 dan dilaporkan juga mengeluarkan lava. Jarak dari Gunung Sinabung ke Kecamatan Simpang Empat adalah ± 6 Km dari puncak (PVMBG, 2013).

Abu vulkanik letusan Gunung Sinabung menyelimuti pemukiman masyarakat di Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara. Letusan gunung yang disertai dengan gempa itu membuat masyarakat dilanda kepanikan. Sebanyak 17 jiwa meninggal akibat guguran awan panas sinabung. Akibat letusan gunung berapi, beberapa material yang keluar dari kepundan gunung tersebut antara lain adalah awan panas, material pijar, hujan abu, kemungkinan gas beracun yang terlempar ke atmosfer. Semua material tersebut memiliki dampak yang berbeda – beda terhadap lingkungan hidup, terdapat dampak negatif dan dampak positif.


(30)

Gunung Sinabung mengeluarkan bahan material vulkanik seperti debu dan awan panas yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan dan jatuh wilayah hingga mencapai > 25 km dari kawah ke arah timur karena pengaruh hembusan angin. Di Beberapa desa mengalami dampak langsung antara lain bangunan/rumah, lahan, dan tanaman diselimuti oleh debu dan diperparah lagi selama 3 minggu pasca erupsi tidak ada turun hujan. Akibat debu dari erupsi Gunung Sinabung yang menyelimuti atap seng bangunan rumah penduduk terlihat berwarna kekuningan dijumpai pada desa Sukanalu (5 km), Sadaperarih (10 km) dan Dolatrayat (15 km) diperkirakan akan merusap atas bangunan rumah (PVMBG, 2013).

Penanganan sayuran yang terkena dampak erupsi sinabung adalah sebagai berikut : a) Perlu penyediaan embung di daerah erupsi gunung Sinabung, karena tanaman sayuran yang terkena abu vulkanik perlu segera disiram air. b) Daun tanaman yang sudah tua terkena abu gunung Sinabung sebaiknya dipangkas/ dihilangkan (BPTP Sumut, 2013).

Kandungan Abu Vulkanik

Debu vulkanik yang menjadi lumpur bahkan memiliki pH yang lebih rendah, yaitu 3,81 yang tergolong masam. Tanah yang bercampur debu vulkanik (tanah lapisan atas) tergolong masam dengan nilai pH 4,83. Kemasaman yang tinggi atau nilai pH yang rendah hingga sangat rendah dari debu vulkanik ini, disebabkan kadar sulfur (belerang) yang tinggi dengan kadar belerang (S) total sebesar 3,36%. Demikian juga kelarutannya dalam bentuk sulfat (SO4) yang cukup tinggi mencapai 62 ppm, jauh diatas kadar yang dapat menyebabkan iritasi pada mata sebesar 8-12 ppm (Tim FP USU, 2014).


(31)

Namun demikian, kadar SO4 sebesar 62 ppm ini belum tergolong ke dalam level yang berbahaya dengan kadar 400-500 ppm. Kadar hara yang tinggi terdapat pada debu vulkanik Gunung Sinabung, Kalium (K) dan Magnesium (Mg), kadar hara lainnya seperti Fosfat (P) dan Boron (B) rendah, dan kandungan logam-logam berat (Pb, Cu, Cd, dan Fe) yang dapat bersifat toxic bagi tanaman, sangat rendah, sehingga tidak menyebabkan pencemaran bagi tanaman. Bahan pada silikat (SiO2) yang lebih berfungsi sebagai bahan amelioran (bahan pembenah) tanah sangat tinggi terdapat pada debu vulkanik Gunung Sinabung mencapai 74,47 % (Tim FP USU, 2014).

Hasil analisa kimia batuan letusan gunung Sinabung tanggal 23 Desember 2013. Conto Pumice (kedalaman lapisan) di analisa dengan X-Ray Fluorescence (XRF) adalah sebagai berikut :

Tabel. 1 Analisa Kimia Abu Vulkanik

Tahun SiO2 TiO2 Al2O3 FeO* MnO MgO CaO Na2O K2O P2O5 2013 58,9 0,71 17,88 6,78 0,15 2,84 7,73 2,97 1,86 0,13

800-1000

59,7 0,71 17,60 6,58 0,15 2,86 7,37 2,99 1,93 0,13

Letusan tahun 800-1000 dicirikan oleh aliran awan panas (aliran block-dan abu) tanpa didahului erupsi plinian (semburan gas dan abu vulkanik yang tinggi). Endapannya tersebar di tenggara lereng gunung Sinabung. Aliran awan panas ini dihasilkan dari perulangan guguran lava pijar dari kubah lava. Aliran awan panas saat ini diestimasikan masih sama dengan kejadian sebelumnya (800-1000 tahun lalu), namun demikian surge (awan abunya dapat lebih panjang 1-2 km dari ujung endapan awan panas (Lihat Lampiran 4) (PVMBG, 2013).


(32)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di pertanaman kentang Kecamatan Simpang Empat pada beberapa desa dengan ketinggian tempat ±1.340 m dpl dan dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2014.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain kertas kuisioner, air, tisue, methyl blue, slotipe.

Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain mikroskop, preparat, kamera, gunting, cangkul, plastik transparan, kotak tray, kawat, kalkulator, penggaris dan alat tulis.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode survei. Tahapan penelitiannya adalah sebagai berikut :

1. Metode Daerah Sampel

Metode penentuan daerah penelitian ditetapkan secara purposive sampling.

Purposive sampling adalah metode pengambilan sampel yang dipilih dengan cermat

sehingga relevan dengan struktur penelitian, dimana pengambilan sampel dengan mengambil sampel orang-orang yang dipilih oleh penulis menurut ciri-ciri spesifik dan karakteristik tertentu. Dalam purposive sampling pemilihan sampel bertitik tolak pada penilaian pribadi peneliti yang menyatakan bahwa sampel yang dipilih benar-benar representatif (Djarwanto dan Subagyo, 1998). Daerah penelitian ditetapkan di Kecamatan Simpang Empat yang ditentukan secara sengaja dengan pertimbangan adalah salah satu daerah produksi kentang dan daerah yang terkena dampak erupsi gunung Sinabung yang masih memproduksi tanaman kentang. Daerah lokasi petani


(33)

dipilih di empat desa yaitu Desa Ujung, Desa Gajah, Desa Bulan Baru, dan Desa Torong yang masih memproduksi kentang selama erupsi gunung Sinabung. Dan diambil 10 sampel petani di setiap desa.

2. Metode Pengambilan sampel

Penggambilan sampel dilakukan sistem random sampel, pada pengambilan sampel secara random, setiap unit populasi, mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. Faktor pemilihan atau penunjukan sampel yang mana akan diambil, yang semata-mata atas pertimbangan peneliti, disini dihindarkan. Bila tidak, akan terjadi bias. Ini merupakan salah satu usaha untuk mendapatkan sampel yang representatif. Dari satu lahan pertanaman kentang terdapat 5 sampel batang tanaman kentang yang dipilih secara acak dan diberi tanda dengan pacak yang diberi nomor.

Pelaksanaan Penelitian Pembuatan Tanda

Tanda yang terbuat dari pacak yang berukuran 50 cm yang diberi nomor pada bagian atas pacak yang menandakan nomor sampel. Tanda yang sudah siap ditempatkan disamping sampel sesuai nomor urutan sampel.

Survei Penyakit Hawar Daun Kentang

Survei penyakit hawar daun kentang dilakukan dengan membagikan angket pertanyaan pada petani (kuisioner) yang berisi mengenai cara budidaya kentang yang dilakukan petani, pengenalan petani terhadap penyakit hawar daun kentang, perkembangan penyakit hawar daun kentang selama erupsi gunung sinabung dan pengendalian yang dilakukan petani terhadap penyakit hawar daun kentang sebelum dan selama erupsi berlangsung. Pengamatan pengendalian


(34)

penyakit hawar daun kentang yang dilakukan oleh petani dapat dilihat dari pembagian angket pertanyaan (kuisioner) pada petani dapat dilihat pada lampiran 1.

Pengamatan di Laboratorium

Diambil salah satu sampel tanaman yang terserang penyakit, dibawa ke laboratorium. Disporulasi sampel selama ±2 hari, kemudian diamati jamur yang tumbuh di bawah mikroskop. Didokumentasikan hasil pengamatan.

Peubah Amatan

Persentase Kejadian Penyakit

Untuk setiap desa diambil satu pertanaman sampel, Persentase Kejadian penyakit dihitung berdasarkan tanaman yang terserang penyakit hawar daun kentang

dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

KjP = Kejadian Penyakit (%) a = jumlah tanaman sakit b = jumlah tanaman sehat (Purwanti, 2002)

Produksi Tanaman Kentang

Produksi kentang dihitung dengan menimbang berat kentang (kg) yang dipanen kemudian di konversikan dalam ton/Ha menggunakan rumus :

a

KjP = x 100% b

X 1000 kg

Y (ton/Ha) = x


(35)

Keterangan:

Y : Produksi dalam Ton/Ha X : Produksi dalam Kg/Plot L : Luas Plot ( m2)

(Sudarsono dan Suparman, 1981).

Pengendalian Penyakit Hawar Daun Kentang

Pengamatan Pengendalian penyakit hawar daun kentangdilakukan dengan memberi angket pertanyaan (kuisioner) kepada petani.

Analisis Data Analisis Regresi

Untuk menganalisis data yang diperoleh, digunakan metode analisis kuntitatif regresi.

Regresi merupakan suatu alat ukur yang juga digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya korelasi antar variabel. Regresi berfungsi untuk menggambarkan seberapa besar variabel bebas (X) mempengerahui variabel terikat pada dua kejadian. Regresi juga dapat digunakan untuk meramalkan kejadian yang akan datang.

Variabel yang diduga penyebab atau pendahulu dari variabel yang lain disebut variabel bebas (x). Variabel yang diduga sebagai akibat atau yang dipengaruhi oleh variabel yang mendahuluinya disebut variabel tidak bebas (y).

Pemeriksaan regresi antara variabel x dan variabel y digunakan koefisien regresi linier sederhana sebagai berikut:

Y = a + bX Keterangan :


(36)

Y = variabel tidak bebas X = variabel bebas a = konstanta

b = koefisien regresi / slop

Besarnya regresi berkisar antara +1 s/d -1. Koefisien regresi menunjukkan kekuatan hubungan linier dan arah hubungan dua variabel acak. Jika koefisien regresi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan searah. Artinya, jika nilai variabel x tinggi, maka nilai variabel y akan tinggi pula. Sebaliknya, jika koefisien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai hubungan terbalik. Artinya, jika nilai variabel x tinggi, maka nilai variabel y akan menjadi rendah (Sarwono, 2006).

Untuk menguji apakah koefisien regresi tersebut signifikan atau tidak, maka dilakukan uji signifikan dengan uji statistik t, sebagai berikut :

b t =

Se Keterangan :

t = nilai t hitung b = koefisien regresi Se = Standar estimasi

Untuk menguji apakah regresi tersebut signifikan atau tidak, maka dilakukan uji signifikan dengan uji statistik-t untuk signifikan = 0,05 (tingkat kepercayaan 95%), dengan ketentuan sebagai berikut :

t hitung > t tabel atau t hitung < -t tabel = Ha diterima Ho ditolak t hitung < t tabel atau t hitung > -t tabel = Ho diterima Ha ditolak


(37)

I. Regresi Antara Banyaknya Terjadi Erupsi dengan Persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang

Untuk menganalisis regresi antara banyaknya terjadi erupsi dengan intensitas serangan penyakit hawar daun kentang ditentukan 2 variabel yaitu banyaknya terjadi erupsi sebagai variabel bebas (x) dan kejadian penyakit hawar daun kentang sebagai variabel tidak bebas (y).

II. Regresi Antara Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Persentase kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang

Untuk menganalisis regresi antara pengendalian setelah erupsi terjadi dengan intensitas serangan penyakit hawar daun kentang ditentukan 2 variabel yaitu pengendalian setelah erupsi terjadi sebagai variabel bebas (x1) dan Persentase kejadian penyakit sebagai variabel tidak bebas (y). III. Regresi Antara Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan

Produksi Kentang

Untuk menganalisis regresi antara pengendalian setelah erupsi terjadi dengan produksi kentang ditentukan 2 variabel yaitu pengendalian setelah erupsi terjadi sebagai variabel bebas (x1) dan produksi kentang sebagai variabel tidak bebas (y1).

Grafik Regresi Linier Sederhana

Y = a + bX Y = a - bX


(38)

Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Sinabung dan Pengambilan Sampel Desa

Gambar. 5 Pengambilan Sampel Desa Torong

Gajah

Ujung Bulan Baru


(39)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

Deskripsi Daerah Penelitian Letak dan Keadaan Geografis

Kecamatan Simpang Empat adalah salah satu dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Karo dengan ibukota Kecamatan di Desa Ndokum Siroga yang berjarak 7 km dari Kabanjahe sebagai ibukota Kabupaten Karo dan 84 km dari Medan ibu kota Provinsi. Kecamatan Simpang Empat dengan luas ±93,48 km berada pada ketinggian rata-rata 700-1.420 m diatas permukaan laut dengan temperatur 160C-170C dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kabanjahe dan Berastagi - Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Payung

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Naman Teran dan Kecamatan Merdeka

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kabanjahe (Badan Pusat Statistik, 2014)

1. Desa Bulan Baru

Luas Wilayah 3,72 km2 dengan ketinggian tempat 1.200 m dpl. Luas lahan pertanian di desa ini sebesar 362 Ha. Jarak desa ke Gunung Sinabung ± 14 Km. Jumlah penduduk di desa ini sebanyak 494 Jiwa, mayoritas penduduk merupakan petani, lain-lainnya merupakan wiraswasta, PNS, dan lain-lain. 2. Desa Gajah

Luas Wilayah 4,60 km2 dengan ketinggian tempat 1.200 m dpl. Luas lahan pertanian di desa ini sebesar 437 Ha. Jarak desa ke Gunung Sinabung ± 13 Km.


(40)

Jumlah penduduk di desa ini sebanyak 1.542 Jiwa, mayoritas penduduk merupakan petani, lain-lainnya merupakan wiraswasta, PNS, dan lain-lain. 3. Desa Ujung

Luas Wilayah 2,97 km2 dengan ketinggian tempat 1.200 m dpl. Luas lahan pertanian di desa ini sebesar 284 Ha. Jarak desa ke Gunung Sinabung ± 11 Km. Jumlah penduduk di desa ini sebanyak 1.741 Jiwa, mayoritas penduduk merupakan petani, lain-lainnya merupakan wiraswasta, PNS, dan lain-lain. 4. Desa Torong

Luas Wilayah 3,98 km2 dengan ketinggian tempat 1.100 m dpl. Luas lahan pertanian di desa ini sebesar 387 Ha. Jarak desa ke Gunung Sinabung ± 5 Km. Jumlah penduduk di desa ini sebanyak 121 Jiwa, mayoritas penduduk merupakan petani, lain-lainnya merupakan wiraswasta, PNS, dan lain-lain. Luas Panen, Produksi, Rata-rata Produksi Tanaman Hortikultura

Tabel. 2 Rata-rata Produksi Tanaman Hortikultura Kecamatan Simpang Empat No. Jenis

Tanaman

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Rata-rata Produksi (Ton/Ha)

Harga Jual Petani per Kg (Rp)

1 Buncis 185 1.970 10,6 5.950

2 Cabe 303 1.795 5,9 14.300

3 Kentang 234 3.041 12,9 6700

4 Kol Bunga 248 4.124 16,6 7.950

5 Tomat 11 236 21,4 6.200

6 Wortel 50 1.074 21,5 5.500

7 Dll


(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang

Persentase Kejadian Penyakit di Kecamatan Simpang Empat tidak terlalu tinggi, dapat dilihat pada Tabel. 3 :

Tabel. 3 Rataan Persentase Kejadian Penyakit di Kecamatan Simpang Empat Sampel

Persentase Kejadian Penyakit (%)

Total Rataan Desa

Bulan Baru Gajah Ujung Torong

1 1,5 1,3 1,2 0,8 4,8 1,2

2 0,6 1,4 1,2 1,8 5,0 1,2

3 0,7 1,3 0,9 2,3 5,2 1,3

4 0,7 1,4 1,0 1,5 4,8 1,2

5 0,9 1,2 2,2 1,9 6,2 1,5

6 1,2 1,0 1,8 3,0 7,1 1,7

7 1,2 1,7 0,1 1,3 4,3 1,1

8 1,1 1,3 1,7 1,1 5,2 1,3

9 1,2 0,1 1,7 1,7 4,7 1,1

10 1,3 1,4 3,6 0,4 6,7 1,6

Total 10,5 12,2 15,5 15,8 54,2 13,5

Rataan 1,1 1,2 1,5 1,6 5,4 1,3

Dari Tabel diatas terlihat bahwa rataan kejadian penyakit (KP) di Kecamatan Simpang Empat berkisar 1,1-1,6%. Hal ini menunjukkan Persentase kejadian penyakit sangat rendah dan hampir merata di setiap daerah sampel. Hal ini disebabkan oleh pemahaman petani terhadap pengendalian penyakit tersebut, dan juga dipengaruhi oleh kelembapan yang rendah di daerah tersebut yaitu 85-88% (dapat dilihat dari data BMKG pada Lampiran. 7) sehingga kejadian penyakit tidak terlalu tinggi. Hal ini sesuai dengan Semangun (1996) yang


(42)

menyatakan bahwa perkembangan bercak pada daun paling cepat terjadi pada suhu 18-20oC. Pada suhu 30oC perkembangan bercak akan terhambat, oleh karena itu pada kentang dataran rendah (kurang dari 500 m dari permukaan laut) tidak merupakan masalah karena pada kondisi ini tanaman jamur sulit tumbuh.

Gambar 6 adalah grafik gabungan rataan Persentase Kejadian Penyakit pada keempat sampel desa.

Gambar. 6 Grafik Gabungan Persentase Kejadian Penyakit Keempat Sampel Desa Data yang ditunjukkan Gambar.6 menyatakan bahwa rataan Kejadian Penyakit (KP) tertinggi di desa Torong sebesar 1,6% dan rataan terendah terdapat di Desa Bulan Baru sebesar 1,1%. Perbedaan ini disebabkan karena petani di desa Torong yang hanya berjarak ±5 Km dari puncak gunung Sinabung sehingga selama terjadi erupsi ada sebagian yang mengungsi, akibatnya pemeliharaan tanaman menjadi terhambat. Sedangkan di desa Bulan Baru yang berjarak ±14 Km dari puncak gunung Sinabung petani tetap melakukan pemeliharaan tanaman seperti biasa sehingga Kejadian Penyakit di sampel desa ini tidak begitu tinggi. Hal ini sesuai dengan BPS (2013) yang menyatakan bahwa jarak desa Torong ke

0 0.5 1 1.5 2

Bulan Baru

Gajah Ujung Torong

KP

(%

)

Sampel Desa


(43)

gunung Sinabung ±5 Km, sedangkan jarak desa Bulan Baru ke gunung Sinabung ±14 Km.

Produksi Kentang

Produksi Kentang di Kecamatan Simpang Empat tidak terlalu besar, hal ini dapat dilihat pada Tabel.4 :

Tabel. 4 Rataan Produksi Kentang di Kecamatan Simpang Empat Sample

Produksi (Ton/Ha)

Total Rataan Desa

Bulan Baru Gajah Ujung Torong

1 13,6 4.0 3,0 4,3 24,9 6,2

2 12,8 0,8 5,7 3,1 22,4 5,6

3 12,6 15,3 2.0 8,0 37,9 9,5

4 4,0 4,2 2,8 6,7 17,7 4,4

5 5,2 10 9,5 6,2 30,9 7,7

6 0,5 18,8 2,7 6,4 28,4 7,1

7 12 12,5 9,0 5,5 39,0 9,7

8 18,8 6,6 6,0 8,7 40,1 10,0

9 8,3 0,5 5,6 3,8 18,2 4,5

10 7,0 10,4 8,0 2,8 28,2 7,1

Total 94,8 83,1 54,3 55,5 287,7 72,0

Rataan 9,4 8,3 5,4 5,5 28,7 7,2

Hasil pengamatan produksi kentang di Kecamatan Simpang Empat dilihat dari Tabel 4. Produksi tertinggi terdapat di desa Bulan Baru sebesar 9,4 Ton/Ha dan produksi terendah pada desa Ujung sebesar 5,4 Ton/Ha. Hal ini dapat dikarenakan adanya tingkat kejadian penyakit yang berbeda pada setiap desa (dapat dilihat dari Tabel 4 ) dan luasnya lahan pertanian kentang yang berbeda-beda dan beberapa petani kentang melakukan sistem tumpang sari sehingga menghasilkan perbedaan produksi. Produksi kentang menurun selama erupsi


(44)

terjadi karena abu vulkanik bersifat beracun bagi tanaman. Penurunan produksi ini dapat dilihat pada Tabel 2 yaitu rata-rata produksi kentang di kecamatan Simpang Empat sebelum erupsi sebesar 12,9 Ton/Ha sedangkan selama erupsi terjadi sebesar 7,1 Ton/Ha. Hal ini sesuai dengan BPS (2013) yang menyatakan bahwa luas lahan pertanian di desa Ujung 362 Ha, sedangkan luas lahan pertanian di Desa Ujung 284 Ha.

Gambar 7 adalah grafik gabungan rataan jumlah Produksi kentang pada keempat sampel desa.

Gambar. 7 Grafik Gabungan rataan Produksi kentang di keempat sampel desa Dari Gambar 7 diketahui adanya perbedaan produksi yang sangat berbeda di setiap sampel desa yang diambil. Dari grafik diatas dapat diketahui rata-rata produksi tertinggi terdapat pada desa Bulan Baru yaitu 9,4 Ton/Ha dan rata-rata produksi terendah terdapat pada desa Ujung yaitu 5,4 Ton/Ha. Hal ini desebabkan luas pertanaman kentang di desa Bulan Baru lebih luas dibandingkan desa lainnya. Dan diketahui jarak antara gunung Sinabung ke desa Bulan Baru yaitu ±13 km lebih jauh dibandingkan desa Torong yang hanya ±5 km. Sehingga semburan abu vulkanik di desa Torong lebih tinggi dibandingkan Desa Bulan

0 2 4 6 8 10

Bulan baru Gajah Ujung Torong

Pr

oduksi (T

on/Ha)

Sampel Desa

Rataan Produksi (Ton/Ha)


(45)

Baru. Hal ini dapat sesuai dengan BPS (2013) yang menyatakan bahwa jarak desa Bulan Baru ±13 km dari puncak gunung Sinabung, sedangkan jarak desa Torong ±5 km dari puncak gunung Sinabung.

Hubungan Antara Banyaknya Terjadi Erupsi dengan Persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang

Pengaruh banyaknya terjadi erupsi dengan persentase kejadian penyakit hawar daun kentangdidasarkan pada hipotesis operasional sebagai berikut :

Ha : Terdapat hubungan yang signifikan antara banyaknya terjadi erupsi dengan persentase kejadian penyakit hawar daun kentang.

Ho : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara banyaknya terjadi erupsi dengan persentase kejadian penyakit hawar daun kentang.

Untuk mengetahui hubungan banyaknya terjadi erupsi dengan persentase kejadian penyakit hawar daun kentangdapat dilihat pada Tabel.

Tabel. 5 Hubungan Banyaknya Terjadi Erupsi dengan Persentase KejadianPenyakit Hawar Daun Kentang

Hubungan antar Variabel Regresi Nilai

Banyaknya Terjadi Erupsi dengan Persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang


(46)

Gambar. 8 Grafik Hubungan Banyaknya Terjadi Erupsi dengan Persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa banyaknya terjadi erupsi (x) bersifat tidak signifikan terhadap persentase kejadian penyakit hawar daun kentang (y) dengan koefisien regresi adalah 0,961 (Ha ditolak dan Ho diterima). Pada pengamatan dapat diketahui bahwa tinggi rendahnya erupsi yang terjadi tidak diikuti dengan tinggi rendahnya persentase kejadian penyakit hawar daun kentang. Hal ini dikarenakan erupsi yang turun mengenai daun tanaman kentang menyebabkan tanaman akan layu dan beberapa hari kemudian akan gugur. Karena kandungan abu vulkanik gunung sinabung tergolong masam hingga sangat masam. Bagi tanaman kentang yang terkena abu vulkanik menutupi permukaan daun sehingga persentase kejadian penyakit hawar daun kentang tidak terlihat dengan jelas di pertanaman kentang. Hal ini sesuai dengan Tim FP USU (2014) yang menyatakan bahwa debu vulkanik yang menjadi lumpur bahkan memiliki

1.0 0.8

0.6 0.4

0.2 0.0

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

(x) (y)

Y =1,3 + 0,01X rxy= 0.916


(47)

nilai pH yang lebih rendah, yaitu 3,81 yang tergolong masam. Kandungan logam yang berat (Pb, Cu, Cd, dan Fe) yang dapat bersifat beracun bagi tanaman sangat rendah, sehingga tidak menyebabkan pencemaran bagi tanaman.

Hubungan Antara Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Persentase kejadian Hawar Daun Kentang

Pengaruh pengendalian setelah erupsi terjadi dengan persentase kejadian penyakit hawar daun kentang didasarkan pada hipotesis operasional sebagai berikut :

Ha : Terdapat hubungan yang signifikan antara pengendalian setelah erupsi terjadi dengan persentase kejadian penyakit hawar daun kentang.

Ho : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengendalian setelah erupsi terjadi dengan persentase kejadian penyakit hawar daun kentang.

Untuk mengetahui hubungan pengendalian setelah erupsi terjadi dengan persentase kejadian penyakit hawar daun kentangdapat dilihat pada Tabel.

Tabel. 6 Hubungan Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang

Hubungan antar Variabel Regresi Nilai

Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang


(48)

Grafik. 9 Hubungan Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang

Pada Tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa Pengendalian setelah erupsi terjadi (x1) bersifat tidak signifikan terhadap Persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang (y) dengan koefisien regresi 0,456 (H0 diterima Ha ditolak). Pada pengamatan diketahui bahwa pengendalian yang dilakukan setelah terjadi erupsi tidak diikuti dengan tinggi rendahnya persentase kejadian penyakit hawar daun kentang. Hal ini dikarenakan teknik pengendalian yang dilakukan petani setelah terjadi erupsi tidak efesien, karena banyak petani yang hanya membiarkan saja abu vulkanik yang turun ke pertanaman. Sehingga tidak terdapat pengendalian yang tepat, hanya sedikit petani yang langsung menyiram tanaman atau mengkipas tanaman setelah erupsi terjadi. Hal ini sesuai dengan BPTP Sumut (2013) yang menyatakan bahwa penanganan sayuran yang terkena dampak erupsi sinabung adalah sebagai berikut : a) Perlu penyediaan embung di daerah erupsi

1.0 0.8

0.6 0.4

0.2 0.0

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0 (y)

(x)

Y =1,512 +0,748X rxy= 0,456


(49)

gunung Sinabung, karena tanaman sayuran yang terkena abu vulkanik perlu segera disiram air. b) Daun tanaman yang sudah tua terkena abu gunung Sinabung sebaiknya dipangkas/ dihilangkan.

Hubungan Antara Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Produksi Kentang

Pengaruh pengendalian setelah erupsi terjadi dengan produksi kentang didasarkan pada hipotesis operasional sebagai berikut :

Ha : Terdapat hubungan yang signifikan antara pengendalian setelah erupsi terjadi dengan produksi kentang.

Ho : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengendalian setelah erupsi terjadi dengan produksi kentang.

Untuk mengetahui hubungan pengendalian setelah erupsi terjadi dengan produksi kentangdapat dilihat pada Tabel.

Tabel. 7 Hubungan Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Produksi Kentang

Hubungan antar Variabel Regresi Nilai

Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Produksi Kentang


(50)

Gambar.10 Hubungan Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Produksi Kentang

Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa pengendalian setelah erupsi terjadi (x1) bersifat tidak signifikan terhadap produksi kentang (y1) dengan koefisien regresi 0,915 (Ha ditolak dan Ho diterima). Pada pengamatan dapat diketahui bahwa pengendalian setelah erupsi terjadi tidak diikuti dengan tinggi rendahnya produksi kentang. Hal ini dikarenakan pengendalian setelah erupsi terjadi tidak dilaksanakan dengan baik oleh para petani kentang, hanya sebagian kecil petani yang melakukan pegendalian seperti dengan cara menyiram tanaman sesaat setalah erupsi atau mengkipas tanaman. Akibatnya tanaman yang terkena erupsi maka permukaan daun akan tertutup debu atau lumpur sehingga cahaya matahari untuk kegiatan fotosistesis akan terhambat dan tanaman segera layu dan daun akan berguguran sehingga menghambat proses pertumbuhan tanaman. Hal ini

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

(x) (y)

Y =7,376 +0,86X rxy= 0,915


(51)

sesuai dengan Samadi (1997) yang menyatakan bahwa faktor cahaya yang penting untuk pertumbuhan tanaman adalah intensitas cahaya matahari yang dapat diterima tanaman dapat mempercepat proses pertumbuhan tanaman dan pembentukan umbi. Faktor cahaya matahari sangat berpengaruh terhadap pembentukan organ vegetatif tanaman, seperti batang, cabang (ranting), dan daun, serta organ generatif seperti bunga dan umbi.

Pengamatan di Laboratorium

Gambar. 11 Miselium Jamur Phytophthora infestans Perbesaran 10x

Gambar. 12 Miselium Jamur Phytophthora infestans Perbesaran 40x Sporangium Hifa

Hifa

Sporangium Sporangiofor


(52)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Banyaknya Terjadi Erupsi dan Pengendalian setelah erupsi terjadi tidak memiliki hubungan signifikan terhadap persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang

2. Pengendalian setelah erupsi terjadi tidak memiliki hubungan signifikan terhadap produksi kentang

3. Persentase Kejadian Penyakit (KP) tertinggi terdapat di Desa Torong yaitu 1,6% dan Persentase KP terendah di Desa Bulan Baru yaitu 1,1%

4. Produksi Kentang tertinggi terdapat di Desa Bulan Baru yaitu 9,4Ton/Ha dan Produksi Kentang terendah terdapat di Desa Ujung yaitu 5,4Ton/Ha

5. Petani di Kecamatan Simpang Empat melakukan tindakan pengendalian setelah Erupsi terjadi dengan cara menyiram tanaman dengan air, mengkipas tanaman sesaat setelah erupsi, dan sebagian tidak melakukan pengendalian Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang dampak erupsi gunung Sinabung terhadap penyakit hawar daun kentang terhadap kesesuaian lahan di kecamatan Simpang Empat.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Abadi, A. L. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Bayumedia Publishing, Malang. Agrios, G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Edisi Ketiga. Gadjah Mada

University, Yogyakarta.

Agnestika, I.K. 2013. Teknik Budidaya Kentang (Kajian Pengembangan Tanaman Kentang). UNBRAW, Malang.

Aruan, R. 2004. Uji Patogenitas Trichoderma spp. Dan Gliocladium spp.

Terhadap Penyakit Busuk Daun Tanaman Kentang (Phytophthora infestans (Mont.) de Bary) di Laboratorium (Skripsi). USU, Medan.

Badan Geologi. 2013. Gunung Sinabung. Diakses dari vsi.esdm.go.id. Pada tanggal 22 Januari 2014.

Badan Pusat Statistik. 2014. Kecamatan Simpang Empat dalam Angka 2013. BPS, Karo.

Banwart, G.K., 1981. Basic Food Microbiology, New York Van Nostrand Reinhold Company.

BPTP Sumut. 2013. Rekomendasi Kebijakan Mitigasi Dampak Erupsi Gunung Sinabung terhadap Sektor Pertanian. BPTP Sumatera Utara, Medan. Djafaruddin. 2000. Dasar-dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. Bumi Aksara,

Jakarta.

Djarwanto dan Subagyo, P. 1998. Statistik Induktif. Edisi keempat. Yogyakarta : BPFE

Landecker, E. M., 1982. Fundamental of Fungi. Prentice Hall Inc, Engelwood Cliffs, New Jersay. Hal. 73.

Purwanti, H. 2002. Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans Mont. De Bary) pada Kentangdan Tomat: Identifikasi Permasalahan di Indonesia. Buletin AgroBio 5(2):67-72.

Putro, A.T.A.M. 2010 . Budidaya Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Diluar Musim Tanam. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta.


(54)

PVMBG. 2013. Hasil Analisa Kimia Batuan Letusan Gunung Sinabung. Pos Pengamatan Gunung Api Sinabung Simpang Empat.

Rich, A.E. , 1983. Potato Diseases. Academic Press. Inc., New York. Hal. 46–49. Rubartzky, V.E. dan Yamaguchi, M. 1995. Sayuran Dunia. Penerbit ITB,

Bandung.

Rukmana, R. 1997. Budidaya Tanaman Kentang. Kanisius, Yogyakarta. Hal :12-13

Samadi, B. 1997. Usaha Tani Kentang. Penerbit Kanisius, Jakarta.

Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

. 1989. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

. 2000. Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Hal 113-129

Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Setiadi. 2009. Budidaya Kentang. Penebar Swadaya, Jakarta.

Setiadi dan S.F.Nurulhuda. 1993. Kentang Varietas dan Pembudidayaannya. Penebar Swadaya, Jakarta. Hal: 19-21

Setiawan, A.I. 1995. Sayuran Dataran Tinggi Budidaya dan Pengaturan Panen, Penebar Swadaya, Jakarta.

Soelarso, B. , 1997. Budidaya Kentang Beban Penyakit. Kanisius, Yogyakarta. Hal. 9, 12 – 17.

Sudarsono, T. dan T. Suparman. 1981. Pedoman Manajemen Usaha Tani Dinas. Pendidikan Pertanian. Direktorat Pendidikan Pertanian, Jakarta.

Suhardi, 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.


(55)

Tim FP USU. 2014. Debu Vulkanik Sinabung Dapat Menyuburkan Tanah. Diakses dari usu.ac.id. Pada Tanggal 28 Juni 2014.

Walker, J.C. 1957. Plant Pathology. McGraw-Hill Book Company, INC. London. Warda. 2008. Hama dan Penyakit Pada Tanaman Kentang di Kabupaten Gowa

Sulawesi Selatan. Dalam Prosiding seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI PFI XIX Kmosariat Daerah Sulawesi Selatan. 5(8): 397-401 Yulimasni. 2005. Serangan Penyakit Busuk Daun (Phytophthora infestans Mont

de Barry) Pada Klon/varietas Unggul Kentang Dia Alahan Panjang Sumatera Barat. Dalam Prosiding Seminar Nasional Hortikultura. 3(5) : 181-185


(56)

LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. Kuisioner

KUISIONER

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SURVEI PENGARUH ERUPSI GUNUNG SINABUNG TERHADAP PENYAKIT Phytophthora infestans PADA TANAMAN KENTANG

DI BEBERAPA DESA KECAMATAN SIMPANG EMPAT DATA PRIBADI

NAMA PETANI :

KECAMATAN/DESA : UMUR :

JENIS KELAMIN : 1. PRIA

2. WANITA

PENDIDIKAN TERAKHIR : 1. SD

2. SMP

3. SMA

4. PERGURUAN TINGGI

DATA KEBUN

UMUR TANAMAN :

LUAS KEBUN :

PRODUKSI PER TAHUN : PERTANYAAN

1. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang penyakit Hawar daun (P.infestans)? a. Mengetahui

b. Kurang Mengetahui c. Tidak Mengetahui

2. Darimanakah bapak/ibu mengetahui tentang penyakit tersebut? a. Dari Penyuluh Pertanian

b. Dari Penjual Obat Pestisida c. Dari Tetangga/saudara

3. Sudah berapa lamakah bapak/ibu mengetahui penyakit tersebut? a. >10 Tahun


(57)

b. >5 Tahun c. <5 Tahun

4. Pernahkah bapak/ibu bertanya kepada Penyuluh Pertanian tentang pengendalian penyakit tersebut?

a. Selalu b. Jarang c. Tidak Pernah

5. Bagaimanakah cara bapak/ibu mengendalikan Penyakit tersebut? a. Pestisida Kimia

b. Pestisida Nabati c. Dibiarkan Saja

6. Berapa hari sekali bapak/ibu menyemprot tanaman anda dengan pestisida setelah terkena penyakit tersebut?

a. Setiap Hari b. > 2 Hari c. > 5 Hari

7. Apakah bapak/ibu menyemprot ketika hujan mau turun? a. Ya

b. Kadang-kadang c. Tidak

8. Adakah pengaruh abu erupsi terhadap penyakit tersebut? a. Ya

b. Tidak c. Tidak Tahu

9. Adakah pengaruh abu terhadap produksi tanaman? a. Ada

b. Tidak c. Tidak Tahu

10.Bagaimanakah penyakit tersebut setelah abu turun? a. Semakin Parah

b. Tidak Berubah c. Berkurang

11.Bagaimanakah Suhu abu tesebut? a. Panas


(58)

b. Biasa c. Dingin

12.Apakah yang bapak/ibu lakukan setelah terjadi erupsi? a. Langsung Disiram

b. Langsung Disemprot c. Dibiarkan

13.Kapankah bapak/ibu menyemprotkan pestisida setelah erupsi? a. Sesaat setelah erupsi

b. Sehari setelah erupsi c. > 1 hari setelah erupsi

14.Pada saat kapankah bapak/ibu menyemprotkan pestisida? a. Pagi hari

b. Siang hari c. Sore hari

15.Berapa sering tanaman terkena abu erupsi? a. Setiap hari

b. >2 hari c. Tidak Tentu

16.Berapa besarkah ketebalan abu setiap erupsi? a. 0-0.5 mm

b. 0.5 – 1 mm c. >1 mm

17.Selain Penyaki Hawar daun adakah penyakit yang lainnya? a. Ada

b. Tidak c. Tidak Tahu

18.Adakah hama yang ditemui di pertanman? a. Ada

b. Tidak c. Tidak Tahu

19.Apakah bapak/ibu pernah melakukan rotasi tanam? a. Selalu

b. Jarang c. Tidak


(59)

20.Dalam satu ladang berapa jenis tanaman yang bapak/ibu tanam? a. Hanya 1

b. 2 jenis c. >2 jenis

21.Dari manakah bapak/ibu mendapakan bibit tanaman? a. Balai Penelitian Benih

b. Toko Bibit c. Tetangga

22.Berapakah jarak tanam yang bapak/ibu buat? a. > 20 cm

b. < 20 cm c. 20 cm

23.Apakah bapak/ibu memberikan kompos atau pupuk kandang? a. Selalu

b. Jarang c. Tidak Pernah

24.Apakah bapak/ibu pernah memberi pupuk kimia? a. Selalu

b. Jarang c. Tidak pernah

25.Apakah bapak/ibu mengikuti dosis yang diberikan pada petunjuk di label pestisida?

a. Ya

b. Kadang-kadang c. Tidak


(60)

LAMPIRAN. 2 Persentase Kejadian Penyakit

Lampiran . 2.1 Persentase Kejadian Penyakit di Desa Bulan Baru Sample Jumlah

Tanaman

Jumlah Tanaman Sakit

Kejadian Penyakit (%)

1 13.000 200 1,5

2 22.000 140 0,6

3 45.000 324 0,7

4 18.000 138 0,7

5 320 3 0,9

6 250 3 1,2

7 5.000 64 1,2

8 7.000 83 1,1

9 10.500 126 1,2

10 4.200 55 1,3

Total 125.270 1.136 10,5

Rataan 12527 113,6 1,1

Lampiran. 2.2 Persentase Kejadian Penyakit di Desa Gajah Sample Jumlah

Tanaman

Jumlah Tanaman Sakit

Kejadian Penyakit (%)

1 450 6 1,3

2 1.300 19 1,4

3 300 4 1,3

4 270 4 1,4

5 730 9 1,2

6 640 7 1,0

7 850 15 1,7

8 1.500 20 1,3

9 25.000 48 0,1

10 1.500 21 1,4

Total 32.540 153 12,2


(61)

Sample Jumlah Tanaman

Jumlah Tanaman Sakit

Kejadian Penyakit (%)

1 240 3 1,2

2 960 12 1,2

3 220 2 0,9

4 470 5 1,0

5 700 16 2,2

6 650 12 1.8

7 15.000 29 0,1

8 750 13 1,7

9 1.400 24 1,7

10 570 21 3,6

Total 20.960 137 15,5

Rataan 2.096 13,7 1,5

Lampiran. 2.4 Persentase Kejadian Penyakit di Desa Torong Sample Jumlah

Tanaman

Jumlah Tanaman Sakit

Kejadian Penyakit (%)

1 370 3 0,8

2 1.400 26 1,8

3 640 15 2,3

4 1.850 28 1,5

5 1.300 25 1,9

6 520 16 3,0

7 230 3 1,3

8 17.000 19 1,1

9 1.400 15 1,7

10 2.470 12 0,4

Total 27.180 162 15,8

Rataan 2.718 16,2 1,6

LAMPIRAN. 3 Produksi Kentang


(62)

Sample Jumlah Tanaman Produksi (Kg)

1 13.000 13,6

2 22.000 12,8

3 45.000 12,6

4 18.000 4,0

5 320 5,2

6 250 0,5

7 5.000 12

8 7.000 18,8

9 10.500 8,3

10 4.200 7,0

Total 125.270 94,8

Rataan 12.527 9,4

Lampiran. 3.2 Produksi Kentang di Desa Gajah

Sample Jumlah Tanaman Produksi (Kg)

1 450 4,0

2 1.300 0,8

3 300 15,3

4 270 4,2

5 730 10

6 640 18,8

7 850 12,5

8 1.500 6,6

9 25.000 0,5

10 1.500 10,4

Total 32.540 83,1

Rataan 3.254 8,3

Lampiran. 3.4 Produksi Kentang di Desa Ujung


(63)

1 240 3,0

2 960 5,7

3 220 2,0

4 470 2,8

5 700 9,5

6 650 2,7

7 15.000 9,0

8 750 6,0

9 1.400 5,6

10 570 8,0

Total 20.960 54,3

Rataan 2.096 5,4

Lampiran. 3.4 Produksi Kentang di Desa Torong

Sample Jumlah Tanaman Produksi (Kg)

1 370 4,3

2 1.400 3,1

3 640 8,0

4 1.850 6,7

5 1.300 6,2

6 520 6,4

7 230 5,5

8 17.000 8,7

9 1.400 3,8

10 2.470 2,8

Total 27.180 55,5


(64)

TANGGA L PENGAMATAN LETUSAN PUKU L (WIB) AMPLITUD O Max DURAS I (Detik) AWAN PANAS KOLOM ASAP (Meter)

16 Januari 08.44 90 156 Kabut Kabut

08.47 95 100 Kabut Kabut

08.53 100 280 Kabut

Total Letusan Seluruhnya 57 Kali Erupsi 17 Januari Terdapat 6 Kali Erupsi

18 Januari - - - - -

19 Januari 17.13 95 49.73” 1500 (Jati Merah)

1000

23.49 82 87 - 1000

(Tenggara )

20 Januari 06.40 75 74 1500

(Tenggara)

500 (Selatan-Barat Daya)

07.20 76 45.17” 1500

(Tenggara)

500 (Selatan-Barat Daya)

11.33 70 149.42” 4000

(Tenggara)

1000 (Selatan-Barat Daya)

14.50 75 139 1000 -

16.33 72 53.17” 1000

(Tenggara)

Kabut

17.47 75 96 Kabut Kabut

18.20 92 76.68” Kabut 500

(Timur Laut)

19.36 92 88.7” Kabut Kabut

20.12 98 118.7 Kabut 500 m

(Tenggara )

Guguran Lava Pijar

20.12 98 106 Kabut Kabut

21.18 98 138 Kabut Kabut

Total Letusan Seluruhnya 11 Kali Erupsi

21 Januari 04.04 88 226 Kabut Kabut


(65)

(Tenggara)

07.49 82 82 1500

(Tenggara) -

10.04 90 88 2500

(Selatan)

1500

10.09 90 255 - 3000

11.16 83 101 3000

(Selatan) 2000 (Tenggara) 1500 (Selatan – Barat Daya)

11.49 83 254 4000

(Selatan)

1500 (Selatan- Barat Daya)

12.39 85 122 3000

(Selatan)

1000

13.50 107 87 4500 -

14.44 85 204 4500

(Selatan) 4000 (Tenggara) 1500 (Selatan- Barat Daya)

16.05 85 250 4000

(Tenggara) 4500 (Selatan)

Kabut

18.18 85 276 Kabut Kabut

19.29 85 255 Kabut Kabut

19.56 90 286 Kabut 1500

(Tenggara )

Lava Pijar

22.01 90 199 4500

(Selatan)

1500

22.51 90 222 - -

23.54 90 203 Kabut Kabut

Total Letusan Seluruhnya 18 Kali Erupsi

22 Januari 00.33 95 125 Kabut Kabut

00.35 90 79 Kabut Kabut

01.42 95 305 4500 (Barat-

Tenggara)

2000 3000 Lava Pijar

05.44 90 117 2500 1000

1500 Lava Pijar

05.46 90 84 - -

06.21 100 193 4500

(Tenggara-


(66)

Timur)

06.31 90 172 3000 2000

13.42 96 134 1500

(Tenggara)

Kabut

20.33 90 150.58” - -

20.08 90 65.44” - -

Total Letusan Seluruhnya 10 Kali Erupsi

23 Januari 00.19 90 217 Kabut Kabut

00.29 80 202 Kabut Kabut

04.14 90 240 4000

(Selatan-Tenggara) 2000 (Tenggara ) Lava Pijar

04.41 90 112 4000

(Selatan- Tenggara)

1500

06.15 90 228 4500

(Selatan- Tenggara)

1500

06.46 90 97 2500

(Selatan- Tenggara)

700

07.40 88 108 2000

(tenggara)

800

09.57 85 128 1500

(Tenggara)

1500

11.08 90 305 2500

(Tenggara)

1000

11.14 88 227 3000

(Selatan)

1500 Total Letusan Seluruhnya 10 Kali Erupsi

24 Januari 06.45 92 98 700

(Tenggara)

100 (Timur)

25 Januari 04.16 90 145 1500 1000

1000 Lava Pijar

06.36 90 75 1500 1000

06.46 90 70 1000 750

10.09 94 320 1500

(Tenggara)

500 (Barat Daya)

10.21 92 246 2000

(Tenggara) -

16.20 100 238 1500

(Tenggara)

500

17.39 86 250 1000

(Tenggara)

1000 (Timur)


(67)

(Selatan)

21.55 98 154 - -

Total Letusan Seluruhnya 9 Kali Erupsi

26 Januari 18.49 100 213 2000

(Tenggara)

Kabut

19.29 65 132 Kabut Kabut

21.32 90 58 2500

(Tenggara) - Total Letusan Seluruhnya 3 Kali Erupsi

27 Januari 09.41 96 101 1500

(Tenggara)

1000 (Barat- Barat Daya)

13.29 100 345 4500

(Tenggara- Selatan)

4000 (Barat Daya)

16.13 93 108 Kabut 3000

(Selatan) Total Letusan Seluruhnya 3 Kali Erupsi

28 Januari 03.57 96 154 Kabut Kabut

29 Januari - - - - -

30 Januari 07.29 94 168 3500

(Selatan)

Kabut

31 Januari 06.01 100 671 Kabut Kabut

07.56 95 141 2000

(Selatan)

1000 Total Letusan Seluruhnya 2 Kali Erupsi

01 Februari 07.56 95 66 2000

(Selatan)

-

10.30 100 474 4500

(Selatan- Tengara)

2000

10.38 100 219 - -

11.27 100 84 3000

(Selatan)

Kabut Total Letusan Seluruhnya 4 Kali Erupsi

02 Februari 14.05 68 838 2500(Selatan

)

Kabut

14.19 100 202 2000

(Selatan)

Kabut

14.23 86 157 1500

(Selatan)

Kabut

14.46 90 182 2500

(Selatan)

Kabut

18.04 100 141 2500

(Selatan)

Kabut Total Letusan Seluruhnya 5 Kali Erupsi


(68)

03 Februari 08.27 90 153 2500 (Selatan)

-

08.41 91 113 2500

(Selatan)

Kabut

13.43 100 645 3000

(Selatan)

-

13.56 69 207 1000

(Selatan)

- Total Letusan Seluruhnya 4 Kali Erupsi

04 Februari 07.49 100 222 1500

(Selatan)

-

07.56 90 166 1500

(Selatan)

-

08.04 60 288 1000

(Selatan)

-

09.17 90 108 2500

(Selatan)

- Total Letusan Seluruhnya 4 Kali Erupsi

05-15 Februari

- - - - -

16 Februari 18.40 100 835 3500

(Selatan)

Asap Keabuan


(69)

LAMPIRAN.6 Analisi Koefisien Regresi X terhadap Y Lampiran.6.1 Koefisien regresi x dan y

Desa Sampel x y xy x2 y2

GAJAH

1 3 1,3 3,9 9 1,69

2 2 1,4 2,8 4 1,96

3 1 1,3 1,3 1 1,69

4 3 1,4 4,2 9 1,96

5 3 1,2 3,6 9 1,44

6 3 1,09 3,27 9 1,1881

7 3 1,7 5,1 9 2,89

8 3 1,3 3,9 9 1,69

9 3 0,19 0,57 9 0,0361

10 3 1,4 4,2 9 1,96

UJUNG

1 3 1,2 3,6 9 1,44

2 3 1,2 3,6 9 1,44

3 3 0,9 2,7 9 0,81

4 2 1,06 2,12 4 1,1236

5 3 2,2 6,6 9 4,84

6 2 1,8 3,6 4 3,24

7 3 0,19 0,57 9 0,0361

8 3 1,7 5,1 9 2,89

9 3 1,7 5,1 9 2,89

10 3 3,6 10,8 9 12,96

BULAN BARU

1 3 1,5 4,5 9 2,25

2 3 0,63 1,89 9 0,3969

3 3 0,7 2,1 9 0,49

4 3 0,76 2,28 9 0,5776

5 3 0,9 2,7 9 0,81

6 3 1,2 3,6 9 1,44

7 3 1,2 3,6 9 1,44

8 1 1,18 1,18 1 1,3924

9 3 1,2 3,6 9 1,44

10 3 1,3 3,9 9 1,69

TORONG

1 3 0,8 2,4 9 0,64

2 3 0,8 2,4 9 0,64

3 3 2,3 6,9 9 5,29

4 3 1,5 4,5 9 2,25

5 3 1,9 5,7 9 3,61

6 3 3,07 9,21 9 9,4249

7 3 1,3 3,9 9 1,69

8 3 1,1 3,3 9 1,21

9 3 1,7 5,1 9 2,89

10 3 0,4 1,2 9 0,16


(70)

Lampiran .6.1.1. ANOVA (b) Analisis Data dari SPSS Model

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

1 Regressio

n ,001 1 ,001 ,002 ,961(a)

Residual 16,962 38 ,446

Total 16,963 39

a Predictors: (Constant), B.erupsi b Dependent Variable: KJP

Lampiran.1.2. Coefficients(a) Analisis Data dari SPSS

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

95% Confidence Interva for B

B

Std.

Error Beta

Lower Bound

Upper Bound

1 (Constant) 1,302 ,613 2,125 ,040 ,062 2,54

B.erupsi ,010 ,214 ,008 ,049 ,961 -,422 ,44

a Dependent Variable: KJP Y = 1,3 + 0,01X

Regresi = 0,961

thitung = 0,049 ttabel taraf 95% = 2,026 Regresi signifikan pada taraf 0.05


(71)

Lampiran.6.2 Koefisien regresi x1 dan y

Desa Sampel x y xy x2 y2

GAJAH

1 1 1,3 1,3 1 1,69

2 3 1,4 4,2 9 1,96

3 1 1,3 1,3 1 1,69

4 3 1,4 4,2 9 1,96

5 3 1,2 3,6 9 1,44

6 3 1,09 3,27 9 1,1881

7 2 1,7 3,4 4 2,89

8 3 1,3 3,9 9 1,69

9 3 0,19 0,57 9 0,0361

10 1 1,4 1,4 1 1,96

UJUNG

1 3 1,2 3,6 9 1,44

2 1 1,2 1,2 1 1,44

3 3 0,9 2,7 9 0,81

4 1 1,06 1,06 1 1,1236

5 1 2,2 2,2 1 4,84

6 3 1,8 5,4 9 3,24

7 3 0,19 0,57 9 0,0361

8 1 1,7 1,7 1 2,89

9 2 1,7 3,4 4 2,89

10 1 3,6 3,6 1 12,96

BULAN BARU

1 1 1,5 1,5 1 2,25

2 3 0,63 1,89 9 0,3969

3 3 0,7 2,1 9 0,49

4 1 0,76 0,76 1 0,5776

5 3 0,9 2,7 9 0,81

6 1 1,2 1,2 1 1,44

7 2 1,2 2,4 4 1,44

8 2 1,18 2,36 4 1,3924

9 3 1,2 3,6 9 1,44

10 2 1,3 2,6 4 1,69

TORONG

1 1 0,8 0,8 1 0,64

2 3 0,8 2,4 9 0,64

3 3 2,3 6,9 9 5,29

4 3 1,5 4,5 9 2,25

5 3 1,9 5,7 9 3,61

6 3 3,07 9,21 9 9,4249

7 3 1,3 3,9 9 1,69

8 1 1,1 1,1 1 1,21

9 1 1,7 1,7 1 2,89

10 1 0,4 0,4 1 0,16


(72)

Lampiran.6.2.1. ANOVA(b) Analisis Data dari SPSS Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression ,246 1 ,246 ,559 ,459(a)

Residual 16,717 38 ,440

Total 16,963 39

a Predictors: (Constant), Pengendalian b Dependent Variable: KJP

Lampiran.6.2.2. Coefficients(a) Analisis Data Dari SPSS Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

95% Confidence Interval for B B

Std.

Error Beta

Lower Bound

Upper Bound 1 (Constant)

1,512 ,262 5,76

3 ,000 ,981 2,043

Pengendal

ian 0,085 ,113 -,120 -,748 ,459 -,314 ,144

a Dependent Variable: KJP Y = 1,512 + 0,085X

Regresi = 0,459

thitung = -0,748 ttabel taraf 95% = 2,026 Regresi signifikan pada taraf 0.05


(1)

Lampiran.6.3.1. ANOVA(b) Analisis Data dari SPSS Model

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

1 Regression ,255 1 ,255 ,012 ,915(a)

Residual 834,512 38 21,961

Total 834,768 39

a Predictors: (Constant), Pengendalian b Dependent Variable: Produksi

Lampiran.6.3.2 Coefficients(a) Analisis Data dari SPSS

Model Unstandardized Coefficients Standardize d Coefficients

t Sig.

95% Confidence Interval for B B Std. Error Beta

Lower Bound

Upper Bound

1 (Constant) 7,37

6 1,853 3,980 ,000 3,624 11,127

Pengendalian 0,08

6 ,799 -,017 -,108 ,915 -1,704 1,532

a Dependent Variable: Produksi Y = 7,37 + 0,086X

Regresi = 0,915

thitung = -0,108

ttabel taraf 95% = 2,026


(2)

LAMPIRAN GAMBAR

Foto Lahan Pengambilan Sampel


(3)

(4)

(5)

SUPERVISI


(6)

Dokumen yang terkait

Analisis Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Pendapatan Petani Kubis Di Kecamatan Simpang Empat(Studi Kasus: Desa Gajah, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

15 160 96

Pengaruh Pelindian Dan Ketebalan Debu Vulkanik Gunung Sinabung Terhadap Sifat Tanah Andisol Dan Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Pada 4 Kali Tanam

0 54 97

Penetapan Kadar Timbal dan Kadmium pada Kentang (Solanum Tuberosum L) yang Tumbuh di Lahan Gunung Berapi Sinabung dengan Metode Spektrofotometri Serapan

4 59 76

Penggunaan Beberapa Jamur Antagonis Untuk Mengendalikan Penyakit Hawar Daun(Phytophthora Infestans (mont.) De Bary) Pada Tanaman Kentang (Solanum Tuberosum L) Di Lapangan

1 40 102

Keanekaragaman Tumbuhan Obat Di Kawasan Hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo Sumatera Utara

6 97 49

Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Jumlah Sayur- Mayur Yang Ditawarkan (Kentang, Brokoli, Sawi) Di Desa Jeraya, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo

5 56 175

Pemanfaatan gen RB dalam pengenbangan tanaman kentang tahan penyakit hawar daun (phytophthora infestans)

0 3 147

Simulasi Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum) dan Prediksi Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang (Phytopthora infestans)

0 11 89

SURVEI PENGARUH ERUPSI GUNUNG SINABUNG TERHADAP PENYAKIT Phytophthora infestans PADA TANAMAN KENTANG DI BEBERAPA DESA KECAMATAN SIMPANG EMPAT

0 3 24

SURVEI PENGARUH ERUPSI GUNUNG SINABUNG TERHADAP PENYAKIT HAWAR DAUN (Phytophthora infestans) PADA TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum Linn.) DI KECAMATAN SIMPANG EMPAT SKRIPSI

0 0 11