Perilaku Disolusi Ketoprofen Tersalut Gel Kitosan-Gom Guar

PERILAKU DISOLUSI KETOPROFEN TERSALUT
GEL KITOSAN-GOM GUAR

FITHRI AMELIA

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

PERILAKU DISOLUSI KETOPROFEN TERSALUT
GEL KITOSAN-GOM GUAR

FITHRI AMELIA

Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

ABSTRAK
FITHRI AMELIA. Perilaku Disolusi Ketoprofen Tersalut Gel Kitosan-Gom Guar.
Dibimbing oleh PURWANTININGSIH SUGITA dan BAMBANG SRIJANTO.
Kemampuan kitosan untuk membentuk gel telah banyak dimodifikasi, salah
satunya dengan penambahan hidrokoloid alami. Gel kitosan-gom guar berpotensi sebagai
penyalut untuk digunakan dalam sistem pengantaran obat. Dalam penelitian ini, gel
kitosan-gom guar digunakan untuk mempelajari perilaku disolusi ketoprofen.
Mikrokapsul ketoprofen tersalut gel kitosan-gom guar dibuat dengan metode pengeringan
semprot. Sebanyak 228.60 ml larutan kitosan 1.75% (b/v) dicampurkan dengan 38.10 ml
larutan gom guar dengan ragam konsentrasi 0.35, 0.55, dan 0.75% (b/v), 7.62 ml
glutaraldehida dengan ragam konsentrasi 3.0, 3.5, dan 4.0% (v/v), 2 g ketoprofen yang
dilarutkan di dalam etanol 96%. Campuran homogen yang diperoleh kemudian
dimasukkan ke dalam alat pengering semprot dan dihasilkan butiran/granul sebagai
produk. Mikrokapsul yang optimum ditentukan dengan metode respons permukaan dalam

peranti lunak Minitab Release 14 dan kemudian dikaji perilaku disolusinya. Uji disolusi
dilakukan pada suhu (37 ± 0.5) °C dengan laju pemutaran 150 rpm selama 90 menit dalam
medium disolusi bufer klorida pH 1.2 (cairan lambung) dan bufer fosfat pH 7.4 (cairan
usus). Aliquot diambil setelah disolusi berlangsung 15, 30, 45, 60, 75, dan 90 menit.
Serapan ketoprofen dalam alikuot diukur pada panjang gelombang 258 nm (untuk cairan
lambung) dan 260 (untuk cairan usus). Mikrokapsul optimum diperoleh saat konsentrasi
gom guar dan glutaraldehida berturut-turut 0.35% (b/v) dan 3.75% (v/v) untuk
konsentrasi kitosan 1.75%. Kondisi ini dapat digunakan untuk menyalut ketoprofen
sebanyak 146.5086 mg. Hasil uji disolusi ketoprofen menunjukkan kinetika reaksi orde
ke-3 dengan nilai tetapan laju pelepasan ketoprofen, k dan waktu paruh, t1/2 rerata
berturut-turut 1×10-5 l2mol-2menit-1 dan 15 menit.

ABSTRACT
FITHRI AMELIA. Dissolution Behavior of Ketoprofen Coated with Chitosan-Guar
Gum
Gel. Supervised by PURWANTININGSIH SUGITA and BAMBANG
SRIJANTO.
The ability of chitosan to form gel has much been modified, one of them is the
addition of natural hydrocolloid. Chitosan-guar gum gel is potential for microencapsule in
drug delivery systems. In this research, chitosan-guar gum gel was applied in studying

ketoprofen dissolution behavior. Ketoprofen coated with chitosan-guar gum gel was
prepared using spray drying method. As much as of 228.60 ml chitosan solution of 1.75%
(w/v) was mixed with 38.10 ml guar gum solution with concentration of 0.35, 0.55, and
0.75% (w/v); 7.62 ml glutaraldehyde solution with concentration of 3.0, 3.5, dan 4.0%
(v/v), and 2 g ketoprofen was dissolved in ethanol 96% and 5 ml 2% tween-80 solution.
The homogenous mixture, which was obtained, was then entered into spray dry
instrument to produce granules. The optimum microcapsule was determined using
responce surface method in Minitab Release 14 and then its dissolution behavior was
investigated. The dissolution assay was held in (37 ± 0.5) °C with stirring rate 150 rpm for
90 minutes in chloride buffer pH 1.2 (gastric liquid) and phosphat buffer pH 7.4
(intestinal liquid) medium. The aliquots were taken after 15, 30, 45, 60, 75, and 90
minutes. The absorbance of the aliquots was measured at 258 nm (for gastric liquid) and
260 nm (for intestinal liquid). The optimum microcapsule was obtained when the
concentrations of guar gum and glutaraldehyde were 0.35% (w/v) and 3.75% (v/v),
respectively for the concentration of chitosan solution 1.75% (w/v). This condition can be
used to coat 146.5086 mg ketoprofen. The result of dissolution assay showed third order
reaction kinetics with the average realeasing constant, k, and the half-life, t1/2, of
ketoprofen were 1×10-5 l2mol-2minute-1 and 15 minute, respectively.

Judul : Perilaku Disolusi Ketoprofen Tersalut Gel Kitosan-Gom Guar

Nama : Fithri Amelia
NIM : G44203033

Menyetujui,

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Purwantiningsih Sugita, MS
NIP 131 779 513

Ir. Bambang Srijanto
NIP 680 003 303

Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor,

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS

NIP 131 473 999

Tanggal lulus:

PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat limpahan rahmat dan
karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Sholawat dan salam semoga
selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.
Penelitian ini bertujuan mendapatkan kinetika pelepasan ketoprofen sebagai fungsi dari
konsentrasi ketoprofen dalam mikrokapsul dan waktu paruh ketoprofen, yang
dilaksanakan sejak bulan Februari 2007 sampai Juli 2007 di Laboratorium Kimia Organik
dan Laboratorium Bersama Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam IPB, serta di Laboratorium Teknologi Farmasi dan Medika Puspitek
Serpong.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Purwantiningsih Sugita, MS dan
Bapak Ir. Bambang Srijanto selaku pembimbing yang baik dan senantiasa menyempatkan
waktu untuk berkonsultasi terutama dimasa-masa sulit Penulis selama penelitian; kepada
Kak Budi Arifin, S.Si atas arahan dan diskusi-diskusi yang sangat berharga selama
Penulis menjalani penelitian; serta kepada Buyah, Umi (Alm) dan keluarga yang telah
banyak berkorban materi, waktu, tenaga, dan juga senantiasa membantu dengan doa

untuk suksesnya penelitian dan menyusun karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Pusat Studi Biofarmaka atas bantuannya dalam analisis FTIR;
kepada Ibu Endang dan Mbak Tika atas bantuannya dalam analisis SEM; kepada Ibu Idah
atas bantuannya dalam uji disolusi; serta kepada Mbak Siti Rahma dan para laboran di
Kimia Organik atas bantuan teknisnya selama Penulis menjalani penelitian. Penulis juga
mengucapkan terima kasih yang tulus kepada Roene atas semangat dan motivasinya
kepada Penulis. Terima kasih juga kepada teman seperjuangan (Feri, Mahdi, Elin, Debby,
Wina, Dicky, dan Ichan,) atas kerja sama dan keceriaan yang terjalin.
Pada kesempatan ini, Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Hibah
Bersaing XIV Dikti dan Hibah Penelitian Internal Departemen Kimia sebagai sumber
dana penelitian ini.
Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, September 2007
Fithri Amelia

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Juli 1985 sebagai anak kedua belas
dari tiga belas bersaudara dari ayah M. Shiddieq dan ibu Yumani (Alm). Tahun 2003,
Penulis lulus dari SMU Negeri 60 Jakarta, dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB pada Departemen

Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, Penulis menjadi asisten praktikum Kimia Dasar II
Fapet pada tahun ajaran 2004/2005, Kimia Tingkat Persiapan Bersama pada tahun ajaran
2005/2006, Kimia Pangan D3 Analisis Kimia, Kimia Organik dan Kimia Fisik Ilmu
Teknologi Pangan pada tahun ajaran 2006/2007, serta Kimia Lingkungan Geofisika dan
Meteorologi pada tahun ajaran 2007/2008. Pada bulan Juli-Agustus 2006, Penulis
melaksanakan Praktik Lapangan di Laboratorium Obat dan Napza Balai Besar POM,
Jakarta Pusat.

DAFTAR ISI
Halaman
viii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………...
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………..

viii

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………...

ix


PENDAHULUAN…………………………………………………………………...

1

TINJAUAN PUSTAKA
Kitosan………………………………………………………………………..
Gel Kitosan…………………………………………………………………...
Gom Guar…………………………………………………………………….
Ketoprofen……………………………………………………………………
Mikroenkapsulasi…………………………………………………………….
Metode Pengeringan Semprot (Spray Drying)...............................................
Uji Disolusi......................................................................................................
Pencirian Mikrokapsul dengan Mikroskop Elektron Susuran (SEM)…….…

1
2
3
3
4

4
5
5

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat………………………….……………………………………
Pencirian Kitosan ……………...………………………………………….....
Pembuatan Mikrokapsul……………………………………………...............
Optimalisasi Mikrokapsul ……………………………...……………………
Uji Disolusi Secara In Vitro …………………...………………………….....
Pencirian Mikrokapsul dengan SEM...............................................................

5
6
6
6
6
7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pencirian Kitosan……………………………………………………….........
Pembuatan Mikrokapsul…………………………………..............................
Optimalisasi Mikrokapsul.....…………………………..........……………….
Uji Disolusi Mikrokapsul.................................................................................
Kinetika Disolusi..............................................................................................
Pencirian Mikrokapsul dengan SEM.............................................……….......

7
7
7
8
9
10

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan……………………………………………………………………...
Saran……………………………………………………………………….....

11
11


DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….
LAMPIRAN…………………………………………………………………………

11
14

DAFTAR TABEL
1
2

Halaman
Spesifikasi kitosan niaga.......................................................................................
2
Persamaan kinetika orde reaksi pelepasan ketoprofen rerata dari matriks
9
kitosan-gom guar..................................................................................................

DAFTAR GAMBAR
1
2

Halaman
Struktur kitosan (R = sebagian besar -NH2).........................................................
2
Struktur hidrogel kitosan: (a) ikatan silang kitosan-kitosan, (b) jaringan
polimer hibrida, (c) jaringan semi-IPN, dan (d) kitosan berikatan silang ionik...
3

3

Struktur gom guar.................................................................................................

3

4

Struktur ketoprofen...............................................................................................

4

5

Klasifikasi mikrokapsul menurut morfologi.........................................................

4

6

Perangkat alat pengeringan semprot.....................................................................

6

7

Mikrokapsul
(a)
tanpa
dan
(b)
dengan
penambahan
ketoprofen.............................................................................................................

7

8

Kurva pengaruh konsentrasi gom guar dan glutaraldehida terhadap bobot
ketoprofen.............................................................................................................
Kurva kondisi optimum konsentrasi gom guar dan glutaraldehida terhadap
bobot ketoprofen…………………………………………………….………….
Kurva pengaruh waktu terhadap pelepasan ketoprofen rerata pada medium
disolusi 1.2 dan pH 7.4.........................................................................................
Kurva regresi orde reaksi ke-3 pada laju disolusi pH 7.4 ....................................

9
10
11
12
13
14

Foto SEM permukaan mikrokapsul tanpa penambahan ketoprofen pada
perbesaran 2000×……………..............................................................................
Foto SEM permukaan mikrokapsul dengan penambahan ketoprofen pada
perbesaran 2000×…………..................................................................................
Foto SEM permukaan mikrokapsul ketoprofen hasil disolusi pada pH 1.2 saat
(a) menit ke-30; (b) menit ke-90; (c) hasil disolusi pada pH 7.2 saat menit ke90 pada perbesaran 2000×………………………………...

8
8
9
10
10
10
11

DAFTAR LAMPIRAN
1

Halaman
Diagram alir penelitian pendahuluan……............................................................ 15

2

Diagram alir penelitian utama…………………………………………………..

16

3

Penetapan kadar air dan kadar abu kitosan...........................................................

17

4

Penentuan derajat deasetilasi kitosan ...................................................................

17

5

Penentuan bobot molekul kitosan.........................................................................

18

6

Kadar air dan abu kitosan.....................................................................................

18

7

Spektrum FTIR dan derajat deasetilasi kitosan....................................................

19

8

Bobot molekul kitosan..........................................................................................

20

9

Hasil optimalisasi ketoprofen dalam mikrokapsul pada berbagai variasi.............

21

10
11
12
13
14
15
16
17
18

a

Hasil disolusi mikrokapsul pada pH 1.2 (pH lambung) dan pH 7.4 (pH
usus)……………………………………………………………………………..
Penentuan orde reaksi mikrokapsula hasil disolusi pada pH 7.4 (metode
grafis)……………………………………………………………………………
Absorbans larutan ketoprofena pada berbagai panjang gelombang (λ)………....
Kurva standar larutan ketoprofen pada berbagai konsentrasi ((λmaks = 254.6
nm)………………………………………………………………………………
Absorbans larutan ketoprofena pada berbagai panjang gelombang (λ) dalam
medium disolusi bufer klorida pH 1.2…………………………………………..
Kurva standar larutan ketoprofen (pH 1.2) pada berbagai konsentrasi (λmaks =
258 nm).................................................................................................................
Absorbans larutan ketoprofena pada berbagai panjang gelombang (λ) dalam
medium disolusi bufer fosfat pH 7.4……………………………………............
Kurva standar larutan ketoprofen (pH 7.4) pada berbagai konsentrasi (λmaks =
258 nm).................................................................................................................
Metode pembuatan larutan....................................................................................

23
26
28
29
30
31
32
33
34

PENDAHULUAN
Kitosan merupakan polimer alami yang
bersifat
non-toksik,
biokompatibel,
biodegradabel, dan polikationik dalam
suasana asam (Sutriyo et al. 2005) dan dapat
membentuk gel (hidrogel) karena adanya
ikatan silang kitosan-kitosan yang terjadi
secara ionik (Berger et al. 2004). Kitosan
memiliki struktur yang hampir sama dengan
selulosa. Beberapa polimer turunan selulosa,
seperti hidroksipropil metil selulosa (HPMC)
dan etil selulosa (EC) telah banyak digunakan
dalam sediaan lepas terkendali, baik dalam
bentuk matriks maupun mikrokapsul (Wade
1994 dalam Sutriyo 2005). Dengan struktur
yang mirip dengan selulosa dan dengan
kemampuannya membentuk gel dalam
suasana asam, kitosan memiliki sifat-sifat
sebagai matriks dalam sistem pengantaran
obat (Sutriyo et al. 2005). Kitosan telah
digunakan sebagai penyalut obat antiperadangan ketoprofen (Yamada et al. 2001)
dan propanolol hidroklorida (Sutriyo et al.
2005). Gel kitosan yang ditaut silang dengan
D,L-gliseraldehida juga telah digunakan
terhadap beberapa obat anti-peradangan.
Namun, gel kitosan yang terbentuk sifatnya
rapuh. Oleh karena itu, perlu dilakukan
modifikasi gel kitosan untuk memperbaiki
sifat gel tersebut.
Wang et al. (2004) melaporkan
pembentukan gel kitosan-poli(vinil alkohol)
(PVA) dengan glutaraldehida sebagai penautsilang, dapat memperbaiki sifat gel yang
terbentuk, yaitu menurunkan waktu gelasi dan
meningkatkan
kekuatan
mekanis
gel.
Modifikasi gel kitosan telah banyak
dikembangkan
dengan
menambahkan
hidrokoloid alami, di antaranya dengan gom
guar (Sugita et al. 2006a), alginat (Sugita et
al. 2006b), karboksimetil selulosa (Sugita et
al. 2006c), dan gom xantan (Sugita et al.
2007).
Keempat
modifikasi
tersebut
berpotensi untuk digunakan sebagai membran.
Namun, gel kitosan dengan penambahan gom
guar memiliki sifat reologi yang lebih baik
dan berpotensi sebagai gel untuk digunakan
dalam mikroenkapsulasi. Gom guar sendiri
telah dimanfaatkan sebagai pembawa untuk
memperbaiki sistem pengantaran obat ke
dalam usus besar untuk mengobati radang
usus besar dan kanker usus besar (Kshirsagar
2000).
Mikroenkapsulasi merupakan salah satu
teknik penyalutan suatu bahan yang mudah
dan sederhana dalam menjaga keaktifan suatu
bahan serta mengendalikan laju pelepasan

senyawa
yang
disalutnya.
Metode
pengeringan semprot merupakan salah satu
teknik mikroenkapsulasi yang mengubah sifat
fisik bentuk cairan (suspensi) menjadi butiran
padat. Bahan penyalut yang sering digunakan
adalah polimer turunan selulosa seperti
HPMC dan EC (Sutriyo et al. 2005). Selain
itu, kitosan-karboksimetil selulosa (CMC)
telah digunakan untuk mengantarkan obat anti
peradangan indometasin (Tiyaboonchai &
Ritthidej
2003).
Namun,
sulitnya
pembentukan gel kitosan-CMC merupakan
suatu kendala karena kelarutan CMC yang
rendah dalam asam, sedangkan kitosan larut
dalam asam dan tidak larut dalam air.
Sementara itu, kelarutan gom guar dalam
asam lebih baik dibandingkan dengan CMC.
Oleh karena itu, gel kitosan-gom guar
diharapkan dapat menghasilkan mikrokapsul
dengan efektivitas pengantaran obat yang
lebih baik dibandingkan dengan mikrokapsul
kitosan yang telah diteliti selama ini.
Ketoprofen
merupakan
obat
antiperadangan kelompok nonsteroidal (AINS)
yang
bekerja
menghambat
sintesis
prostaglandin. Kelarutan ketoprofen dalam air
rendah dan penggunaan dalam dosis tinggi (>
300 mg) dapat menyebabkan pendarahan pada
lambung (American Medical Association
1991). Salah satu cara untuk mengatasi
kelemahan-kelemahan tersebut ialah dengan
menyalut obat dalam mikrokapsul gel yang
mampu mengatur laju pelepasan obat dalam
tubuh (Yamada et al. 2001 dan Tiyaboonchai
& Ritthidej 2003).
Tujuan penelitian ini adalah mengamati
perilaku disolusi ketoprofen tersalut gel
kitosan-gom guar secara in vitro pada kondisi
optimumnya. Pengaruh waktu terhadap
pelepasan ketoprofen dikaji dengan metode
regresi linear, sehingga diperoleh orde reaksi
dan waktu paruh, t1/2 ketoprofen. Sementara
optimalisasi penyalutan ketoprofen dikaji
dengan metode respons permukaan (RSM)
dengan faktor-faktor konsentrasi gom guar
(gg), konsentrasi glutaraldehida (glu), dan
bobot ketoprofen dalam mikrokapsul.

TINJAUAN PUSTAKA
Kitosan
Kitosan merupakan aminopolisakarida
hasil deasetilasi kitin, yaitu modifikasi
struktur kitin melalui hidrolisis menggunakan
larutan basa atau secara biokimia. Kitosan
tersusun
atas
(1,4)-2-amino-2-deoksi-Dglukosa yang saling berikatan β (Gambar 1).

2

Kitosan berbentuk padatan amorf dengan
rumus molekul (C6H11NO4)n dan merupakan
salah satu dari sedikit polimer alami yang
bersifat polikationik dalam suasana asam.
Kitosan larut dalam kebanyakan asam organik
pada pH sekitar 4, tetapi tidak larut pada pH
lebih besar dari 6.5. Kitosan tidak larut dalam
air, alkohol, dan aseton. Dalam asam
anorganik, seperti HCl dan HNO3, kitosan
larut pada konsentrasi 1.1%, tetapi tidak larut
pada konsentrasi 10%. Sifat kelarutan ini
dipengaruhi oleh bobot molekul dan derajat
deasetilasi (Muzi dalam Jamaludin 1994).
CH 2OH

CH 2OH

O

O
O

O

OH

O

OH

R

R
n

Gambar 1 Struktur kitosan (R = sebagian
besar -NH2).
Kitosan menunjukkan sifat-sifat polimer
biomedis seperti non-toksik, biokompatibel,
dan biodegradabel. Dengan struktur yang
mirip dengan selulosa dan kemampuannya
membentuk gel dalam suasana asam (seperti
dalam lambung), kitosan memiliki sifat-sifat
sebagai matriks dalam sistem pengantaran
obat (Sutriyo et al. 2005). Mutu kitosan
bergantung pada sumber (asal), derajat
deasetilasi (DD), distribusi gugus asetil, gugus
amino, panjang rantai, dan distribusi bobot
molekul (BM). Tabel 1 menampilkan
spesifikasi untuk kitosan niaga.
Tabel 1 Spesifikasi kitosan niaga*
Parameter
Ciri
Ukuran partikel
Serpihan sampai bubuk
Kadar air
≤ 10%
Kadar abu
≤ 2%
Derajat deasetilasi
≥ 70%
Warna larutan
Tidak berwarna
Viskositas (cps):
Rendah
< 200
Medium
200−799
Tinggi
800−2000
Sangat tinggi
> 2000
*Sumber: Anonim (1987) dalam Jamaludin (1994).

Pengukuran DD kitosan dapat dilakukan
dengan
menggunakan
metode
spektrofotometri ultraviolet (UV) turunan
pertama, titrimetri dengan HBr, dan
spektrofotometri inframerah transformasi
Fourier (FTIR). Pada penelitian ini,
pengukuran DD dilakukan dengan metode

FTIR, karena metode ini relatif cepat dan
tidak membutuhkan pelarutan kitosan dalam
pelarut berair. Penyiapan kitosan, jenis
instrumen yang digunakan, dan kondisi
analisis akan memengaruhi hasil analisis
(Khan et al. 2002).
Gel Kitosan
Gelasi atau pembentukan gel merupakan
fenomena yang menarik dan sangat kompleks.
Pada prinsipnya, pembentukan gel terjadi
karena terbentuk jaringan tiga dimensi dari
molekul primer, yang terentang pada seluruh
volume gel dan memerangkap sejumlah
pelarut di dalamnya (Oakenfull 1984 dalam
Nuraini 1994 dan Tobolsky 1943 dalam
Fardiaz 1989).
Gel juga dapat didefinisikan sebagai
jaringan polimerik yang dapat menampung
sejumlah tertentu air di dalam strukturnya dan
mengembang tanpa melarut di dalamnya,
disebut juga hidrogel (Wang et al. 2004).
Hidrogel, misalnya hidrogel kitosan, dapat
digolongkan menjadi hidrogel kimia dan
fisika. Hidrogel kimia dibentuk dari reaksi
tidak dapat-balik yang melibatkan tautan
silang secara kovalen. Sementara hidrogel
fisika dibentuk oleh reaksi yang dapat balik,
dengan ikatan silang terjadi secara ionik
(Stevens 2001 & Berger et al. 2004).
Larutan kitosan pada batas konsentrasi
tertentu dalam asam asetat 1% dapat
membentuk gel. Gel kitosan yang terbentuk
dapat diperbaiki sifatnya, seperti menurunnya
waktu gelasi dan meningkatnya kekuatan
mekanik gel dengan penambahan PVA (Wang
et al. 2004). Cardenas et al. (2004) juga telah
melakukan modifikasi kitosan dengan
penambahan alginat, yang membentuk
membran dan menghasilkan gel kitosan yang
lebih kuat. Gom guar merupakan salah satu
hidrokoloid alami yang lain selain alginat.
Sugita et al. (2006a) telah memperoleh
kondisi optimum pembentukan gel kitosan
dengan menggunakan larutan kitosan pada
konsentrasi tertentu dan ditambahkan
glutaraldehida sebagai bahan penaut silang
serta gom guar sebagai bahan pengisi jejaring
ikatan silang.
Ikatan-silang kovalen dalam hidrogel
kitosan dapat dibedakan menjadi 4 bagian,
yaitu ikatan silang kitosan-kitosan, jaringan
polimer hibrida atau HPN (hybrid polymer
network), jaringan polimer saling-tembus
tanggung atau utuh (semi IPN atau full-IPN,
interpenetrating polymer network), dan

3

kitosan berikatan silang ionik. Struktur
hidrogel kitosan ditunjukkan pada Gambar 2.

CH2OH
HO

O H

H
OH

H

H

HO

O

H

H

CH2
O
H
OH

HO
H

O
H

H

H

OH
H

HO

H

O
H

H

O
CH2OH
n

Gambar 3 Struktur gom guar.

Gambar 2 Struktur hidrogel kitosan: (a)
ikatan silang kitosan-kitosan,
(b) jaringan polimer hibrida, (c)
jaringan semi-IPN, dan (d)
kitosan berikatan silang ionik
(Berger et al. 2004).
Gom Guar
Gom adalah molekul berbobot molekul
tinggi yang bersifat koloid (berukuran 10–
1000 Å), dan dalam bahan pengembang yang
sesuai dapat membentuk gel, larutan, atau
suspensi kental pada konsentrasi sangat
rendah (Whistler 1973 dalam Nasution 1999).
Hidrokoloid
ditinjau
dari
asalnya
diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu
hidrokoloid alami, hidrokoloid alamitermodifikasi, dan hidrokoloid sintetik.
Berdasarkan
cara
mendapatkannya,
hidrokoloid alami ada 4 macam, yaitu gom
eksudat, gom biji, gom hasil ekstraksi, dan
gom hasil fermentasi (Fardiaz 1989). Gom
guar merupakan gom biji yang diperoleh dari
tanaman
Legominoae,
Cyamopsis
tetragomolobus, dan Cyamopsis psoraloides
yang ditemukan di barat laut India dan
Pakistan (Nussinovitch 1997). Pengolahan
yang dilakukan meliputi pemisahan secara
mekanik terhadap kulit biji, lalu lembaganya
dibuang, dan endosperma yang mengandung
gom digiling menjadi tepung halus (Fardiaz
1989). Struktur gom guar sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 3 merupakan
galaktomanan yang terdiri atas D-galaktosa
yang berikatan α-(1→6) dengan rantai tulang
punggung 1,4-β-D-manopiranosa (Chaplin
2005).

Gom guar tidak bermuatan sehingga tidak
terpengaruh oleh pH dan sangat efektif dalam
produk-produk asam. Gom guar juga bersifat
kompatibel
dengan
hampir
semua
hidrokoloid; secara khusus dengan karaginan
atau gom xantan, dapat terjadi interaksi
sinergestik. Interaksi gom guar tidak
menghasilkan gel, tetapi hanya meningkatkan
kekentalan karena derajat substitusi rantai
tulang punggungnya yang tinggi dapat
mengurangi interaksi (Fardiaz 1989). Gom
guar juga telah dimanfaatkan sebagai
pembawa
untuk
memperbaiki
sistem
pengantaran obat ke dalam usus besar untuk
mengobati radang usus besar dan kanker usus
besar (Kshirsagar 2000).
Fungsi penambahan gom guar sebagai
interpenetrating agent diharapkan dapat
memperbaiki sifat reologi kitosan. Gel
kitosan-gom guar terjadi karena terbentuknya
jaringan tiga dimensi antara molekul-molekul
kitosan dan gom-guar pada seluruh volume
gel, yang memerangkap sejumlah air di
dalamnya. Sifat jaringan serta interaksi
molekular yang mengikat keseluruhan gel
menentukan kekuatan, stabilitas, dan tekstur
gel. Untuk memperkuat jaringan internal gel
ini biasanya digunakan molekul lain sebagai
pembentuk ikatan-silang; dalam penelitian ini
digunakan glutaraldehida.
Ketoprofen
Ketoprofen
[asam
2-(3-benzoilfenil)
propanoat; Mr = 254.3 g mol-1] berupa serbuk
hablur yang putih atau hampir putih dan tidak
berbau. Zat ini mudah larut dalam etanol,
kloroform, dan eter, tetapi taklarut dalam air.
Suhu leburnya berkisar antara 93 dan 96 ºC
(USP 2003). Struktur ketoprofen dapat dilihat
pada Gambar 4.

4

O

O

C

CH COH
CH3

Gambar 4 Struktur ketoprofen.
Ketoprofen merupakan zat AINS dengan
daya
analgesik,
anti-peradangan,
dan
antipiretik yang bekerja menghambat sintesis
prostaglandin. Ketoprofen dieliminasi melalui
ginjal. Dosis oral ketoprofen bagi penderita
artritis reumatoid dan osteoartritis adalah 75
mg, 3 kali sehari atau 50 mg, 4 kali sehari
(American Medical Association 1991).
Ketoprofen memiliki waktu paruh
eliminasi dalam plasma darah, yaitu sekitar
1.5−2 jam. Konsentrasi ketoprofen yang
bertahan dalam plasma darah setelah 24 jam
hanya sekitar 0.07 mg/l. Oleh karena itu,
ketoprofen perlu dimikroenkapsulasi untuk
memperbaiki pengantaran dalam tubuh (Patil
et al. 2005).
Mikroenkapsulasi
Mikroenkapsulasi adalah suatu teknik
untuk menyalut suatu bahan yang ukurannya
sangat kecil dengan diameter rerata berkisar
15–20 mikron atau kurang dari setengah
diameter rambut manusia (Yoshizawa 2004).
Terdapat lebih dari 400 miliar kapsul kecil
dalam
setiap
galon
bahan
yang
dimikroenkapsulasi (Sutriyo et al. 2004).
Mikroenkapsulasi merupakan salah satu
upaya untuk mengendalikan pelepasan
senyawa aktif dalam obat. Kegunaan lain
teknik ini ialah untuk pemisahan dan
pemurnian, menyebabkan senyawa aktif lebih
aman dipegang, menggabungkan beberapa
komponen senyawa dalam obat, melindungi
bahan yang peka terhadap lingkungannya, dan
mengubah wujud bahan dari cair menjadi
padat (Yoshizawa 2004).
Secara umum, mikrokapsul dapat dibagi
menjadi tiga kelompok, yaitu berinti tunggal,
berinti banyak, dan tipe matriks (Gambar 5).
Pengendalian sifat morfologi penting dan
harus dilakukan dalam upaya menghasilkan
mikrokapsul yang terbaik dengan sebagian
besar
bergantung
pada
metode
mikroenkapsulasi yang digunakan.

Gambar 5 Klasifikasi mikrokapsul menurut
morfologi (Yoshizawa 2004).
Pembuatan mikrokapsul dapat dilakukan
secara fisika dan kimia. Metode fisika yang
digunakan antara lain pan coating, pelapisan
suspensi udara, piringan pemutar, dan
pengeringan
semprot
(spray
drying).
Sementara metode kimia antara lain
polimerisasi antarmuka, polimerisasi in-situ,
polimerisasi matriks, penguapan pelarut, dan
pemisahan fase. Dari berbagai metode di atas,
metode pengering semprot paling mudah dan
sederhana untuk mengkapsulasi suatu bahan
karena
larutan
suspensi
yang
akan
dimikroenkapsulasi cukup dimasukkan ke
dalam alat pengering semprot dengan serbuk
mikrokapsul sebagai produk (Oliveira et al.
2005).
Metode Pengeringan Semprot
(Spray Drying)
Spray dryer atau alat pengering semprot
adalah alat yang digunakan untuk membuat
suatu larutan atau suspensi menjadi suatu
padatan atau serbuk yang kering (Deymonaz
et al. 1998). Metode pengeringan semprot
(spray drying) paling mudah dan sederhana
untuk mengkapsulasi suatu bahan, karena
larutan
suspensi
yang
akan
dimikroenkapsulasi cukup dimasukkan ke
dalam alat pengering semprot dengan serbuk
mikrokapsul
sebagai
produk.
Metode
pengering semprot dapat dilakukan melalui
bebarapa tahap: pertama, produk yang berupa
cairan didispersikan dalam suatu semprotan
(spray); kedua, kontak antara semprotan
dengan udara panas; ketiga, pengering
semprotan; dan keempat, pemisahan antara
produk kering (aliran serbuk bebas) dan udara.

5

Keuntungan utama mikroenkapsulasi
dengan metode pengeringan semprot ialah
meningkatnya stabilitas serbuk, teknik yang
dapat diandalkan dan terulangkan dengan
mutu produk yang tinggi, biaya yang efektif,
menghasilkan
serbuk
berupa
partikel
mikrokapsul yang kecil (1−150 µm),
tekniknya ramah dan terhindar dari
penggunaan pelarut organik, dapat dilakukan
dalam satu tahap dan proses yang
berkelanjutan (continuous), serta merupakan
metode yang fleksibel (dapat digunakan untuk
enkapsulasi polimer-polimer yang berbeda
dan suhu berbeda). Selain itu, alat ini juga
dapat digunakan untuk bahan yang tidak tahan
panas atau titik didihnya rendah (Deymonaz et
al. 1998).
Uji Disolusi
Uji disolusi merupakan suatu metode
fisiko-kimia
yang
digunakan
dalam
pengembangan produk dan pengendalian
mutu sediaan obat berdasarkan pengukuran
parameter laju pelepasan dan melarutnya zat
berkhasiat dari sediaannya. Kegunaan uji
disolusi menurut Farmakope antara lain (1)
untuk pengawasan mutu sediaan dari batch ke
batch dan variasi antarproduksi dari satu
pabrik yang sama maupun yang berbeda, (2)
untuk pengembangan formulasi baru suatu
produk, dan (3) merupakan suatu prosedur
kendali mutu yang biasa dilakukan dengan
cara produksi yang baik (Depkes 1995). Uji
ini diterapkan pada sediaan obat padat yang
bertujuan mengukur dan mengetahui jumlah
zat aktif yang terlarut dalam media cair yang
diketahui volumenya pada suatu waktu
tertentu, pada suhu tertentu, dan peralatan
tertentu (Siregar et al. 1986).
Efek penghambatan pelepasan ketoprofen
dari mikrokapsul diamati melalui uji disolusi
in vitro, yang dibandingkan dengan bentuk
murni ketoprofen. Uji disolusi ini dilakukan
pada dua kondisi, yaitu kondisi lambung dan
usus.
Pencirian Mikrokapsul dengan Mikroskop
Elektron Susuran (SEM)
Analisis SEM merupakan salah satu
metode yang digunakan untuk mengamati
bentuk
dan
morfologi
permukaan
mikrokapsul. Mikrokapsul disalut dengan
logam emas menggunakan fine coater di
dalam vakum dan sampel diuji dengan alat
SEM (Sutriyo 2004).

Prinsip kerja SEM adalah mendeteksi
elektron yang dihamburkan oleh suatu contoh
padatan ketika ditembakkan oleh berkas
elektron berenergi tinggi secara kontinu yang
dipercepat
di
dalam
kumparan
elektromagnetik yang dihubungkan dengan
tabung sinar katode, sehingga dihasilkan suatu
informasi mengenai keadaan permukaan dari
suatu contoh senyawa (Noor 2001). Hasil foto
SEM merupakan gambaran topografi yang
memperlihatkan segala tonjolan, lekukan,
maupun lubang permukaan.
Analisis SEM telah banyak dilakukan
terhadap
mikrokapsul,
yaitu
terhadap
mikrokapsul indometasin tersalut kitosanCMC (Tiyaboonchai & Ritthidej 2003),
mikrokapsul propanolol hidroklorida dengan
penyalut EC (Sutriyo et al. 2004),
mikrokapsul minyak atsiri jahe tersalut
kitosan (Wawensyah 2006), dan mikrokapsul
minyak kelapa murni dengan penyalut kitosan
(Usmayanti 2007). Selain itu, analisis SEM
juga dilakukan untuk mengamati ukuran
partikel mikrosfer kitosan dalam sistem
pengantaran obat (Dubey & Parikh 2004).

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain kitosan niaga yang
dibeli di CV Dinar Cikarang Bekasi, NaOH
teknis, HCl teknis, air suling, asam asetat
teknis, glutaraldehida, gom guar, kertas
saring, larutan bufer klorida (KCl−HCl) pH
1.2, larutan bufer fosfat (KH2PO4−NaOH) pH
7.4, Tween-80, etanol teknis, dan senyawa
aktif ketoprofen yang diperoleh dari PT
Kalbe Farma.
Alat-alat yang digunakan di antaranya
alat-alat kaca, lempeng pemanas, oven J.P.
SELECTA,
pengaduk
magnet,
spektrofotometer FTIR Bruker jenis Tentor
37, viskometer Ostwald, pengering semprot
Buchi 190, alat disolusi, spektrofotometer
UV-1700 PharmaSpec, pelapis ion Au IB-2,
SEM JEOL JSM-5310LV, dan peranti lunak
Minitab Release 14. Analisis FTIR dilakukan
di Pusat Studi Biofarmaka (PSB) IPB, uji
disolusi dilakukan di Laboratorium Farmasi
dan Medikal Pusat Penelitian dan Teknologi
(Puspitek) Serpong, dan analisis SEM
dilakukan di Laboratorium Zoologi Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong.

6

Pencirian Kitosan

Optimalisasi Mikrokapsul

Diagram alir penelitian ini dapat dilihat
secara garis besar pada Lampiran 1 dan 2.
Kadar air dan abu dengan metode gravimetri
(AOAC 1999), BM dengan metode
viskometer, dan DD dengan metode garis
dasar−FTIR merupakan parameter mutu
kitosan
yang
ditentukan.
Prosedur
selengkapnya berturut-turut diberikan pada
Lampiran 3−5.

Pelarut yang digunakan dalam ektraksi
ketoprofen dalam mikrokapsul adalah etanol
96%, karena ketoprofen mudah larut dalam
etanol (USP 2003). Sebanyak 500 mg
mikrokapsul diekstraksi dengan 75 ml etanol
96% sebanyak tiga kali selama 3 jam dengan
penggantian pelarut setiap jam. Konsentrasi
ketoprofen
yang
terekstraksi
dalam
mikrokapsul
diukur
menggunakan
spektrofotometer
UV
pada
panjang
gelombang 254.6 nm. Data yang diperoleh
dari ragam konsentrasi larutan gom guar
(0.35, 0.55, dan 0.75% [b/v]) dan
glutaraldehida (3, 3.5, dan 4% [v/v]) dengan
konsentrasi larutan kitosan tetap (1.75% [b/v])
kemudian
dioptimalisasi
dengan
menggunakan metode RSM dalam peranti
lunak Minitab Release 14 dengan faktorfaktor: konsentrasi gom guar (gg), konsentrasi
glutaraldehida (glu), dan bobot ketoprofen
dalam mikrokapsul, sehingga diperoleh nisbah
gg dan glu tertentu sebagai kondisi optimum
penyalutan.

Pembuatan Mikrokapsul (modifikasi dari
Yamada et al. 2000 dan Usmayanti 2007)
Mula-mula dibuat larutan kitosan 1.75%
(b/v) dengan pelarut asam asetat 1% (v/v).
Sebanyak 228.6 ml larutan ini ditambahkan
38.1 ml larutan gom guar (gg) dengan ragam
konsentrasi 0.35, 0.55, dan 0.75% (b/v) sambil
diaduk dengan pengaduk magnet sampai
homogen. Setelah itu, dilakukan penambahan
7.62 ml glutaraldehida (glu) sambil diaduk
dengan ragam konsentrasi 3, 3.5, dan 4% (v/v)
(Sugita et al. 2006a).
Campuran kitosan-gom guar dengan
nisbah tertentu dicampurkan dengan 2 g obat
ketoprofen yang dilarutkan dalam 250 ml
etanol 96% untuk membuat suatu suspensi
larutan kitosan-gom guar-ketoprofen dengan
nisbah
kitosan-ketoprofen
2:1,
lalu
ditambahkan 5 ml Tween-80 2%. Larutan lalu
diaduk pada kecepatan 600 rpm dengan
pengaduk magnet selama 1 jam pada suhu
kamar. Setelah itu, campuran tersebut dibuat
menjadi mikrokapsul dengan alat pengering
semprot (Gambar 6) sampai berbentuk
serbuk/butiran. Alat pengering semprot yang
digunakan mempunyai ukuran diameter
lubang 1.5 mm dan di atur pada suhu inlet
170−185 °C, suhu outlet 65−95 °C, pompa
dengan laju alir 60 rpm, dan tekanan semprot
pada skala 2 bar. Selain itu, juga dibuat
mikrokapsul kosong tanpa penambahan obat
ketoprofen.

Gambar 6 Perangkat alat pengering semprot.

Uji Disolusi Secara In Vitro (Depkes 1995)
Mikrokapsul pada kondisi optimum diuji
disolusinya menggunakan alat disolusi tipe 2
(metode dayung), untuk melihat perilaku
ketoprofen tersalut gel kitosan-gom guar.
Sebanyak 500 mg mikrokapsul ditimbang dan
dimasukkan ke dalam chamber disolusi. Uji
disolusi dilakukan dalam medium pH 1.2
(cairan lambung) dan medium pH 7.4 (cairan
usus) (Depkes 1995) selama 90 menit pada
suhu (37 ± 0.5) °C dengan kecepatan
pengadukan 150 rpm. Pengambilan alikuot
dari mikrokapsul dilakukan pada menit ke-15,
30, 45, 60, 75, dan 90 masing-masing
sebanyak 20 ml. Setiap kali pengambilan
alikuot, volume medium yang terambil
digantikan dengan larutan medium yang baru
dengan volume dan suhu yang sama. Volume
medium disolusi yang digunakan sebanyak
500 ml. Konsentrasi ketoprofen dalam larutan
alikuot diukur dengan alat spektrofotometer
UV/Vis pada panjang gelombang 258 nm
(untuk disolusi pada pH 1.2) dan 260 nm
(untuk disolusi pada pH 7.4). Dari data yang
diperoleh dikaji studi kinetikanya, yaitu
dengan dibuat grafik yang merupakan
hubungan antara persen pelepasan ketoprofen
dan waktu disolusi, untuk kemudian
ditentukan orde reaksi serta waktu paruh
pelepasan ketoprofennya.

7

Pencirian Mikrokapsul dengan SEM
Mikrokapsul kosong dan salah satu
mikrokapsul yang berisi ketoprofen dianalisis
morfologi strukturnya menggunakan alat
SEM. Selain itu, analisis juga dilakukan
terhadap mikrokapsul yang telah diuji disolusi
ketoprofennya, untuk melihat morfologi
permukaan dari mikrokapsul yang diperoleh
dari uji disolusi.

a

b

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pencirian Kitosan
Kitosan CV Dinar memiliki nilai kadar air,
kadar abu, DD, dan BM berturut-turut sebesar
10.80%, 0.53% (Lampiran 6), 70.13%
(Lampiran 7), dan 3090.45 g mol-1 (Lampiran
8). Nilai kadar air ini tidak memenuhi
persyaratan spesifikasi kitosan niaga (Tabel
1). Penyimpangan nilai kadar air kitosan ini
masih dapat diterima sebagai kitosan niaga.
Nilai BM sebesar 3090.45 g mol-1
menunjukkan bahwa kitosan yang digunakan
dalam penelitian ini merupakan suatu polimer.
Pembuatan Mikrokapsul
Pembuatan mikrokapsul gel kitosan-gom
guar-ketoprofen merupakan modifikasi dari
Usmayanti (2007), yaitu dengan metode
pengeringan
semprot.
Mikroenkapsulasi
ketoprofen diawali dengan proses penyalutan
dengan gel kitosan-gom guar. Mikrokapsul
terbentuk akibat terabsorpsinya ketoprofen
pada permukaan matriks gel.
Mikrokapsul yang diperoleh dari metode
pengeringan semprot memiliki bentuk visual
seperti butiran atau granul halus yang kering
dan rapuh. Gambar 7 memperlihatkan bentuk
mikrokapsul tanpa dan dengan penambahan
ketoprofen. Berdasarkan gambar tersebut,
mikrokapsul tanpa penambahan ketoprofen
(Gambar 7a) berwarna lebih kuning
kecokelatan dibandingkan dengan yang
ditambahkan ketoprofen (Gambar 7b). Hal ini
diduga karena larutan kitosan yang digunakan
sebagai penyalut berwarna kekuningan,
sehingga saat diubah menjadi bentuk butiran
dengan bantuan panas yang tinggi pada alat
pengering semprot, warnanya menjadi agak
kecokelatan. Pencampuran dengan ketoprofen
yang berwarna putih membuat mikrokapsul
menjadi berwarna lebih kekuningan.

Gambar 7 Mikrokapsul (a) tanpa dan (b)
dengan penambahan ketoprofen.
Optimalisasi Mikrokapsul
Optimalisasi mikrokapsul merupakan
peragaman kondisi penyalutan (konsentrasi
gom guar dan glutaraldehida) untuk
menentukan kondisi optimum berdasarkan
bobot ketoprofen yang tersalut. Kondisi
optimum ditentukan berdasarkan bobot
ketopofen terbesar yang diperoleh dari hasil
ekstraksi mikrokapsul dengan menggunakan
peranti lunak Minitab Release 14.
Pengaruh konsentrasi gom guar dan
glutaraldehida terhadap bobot ketoprofen
yang terekstraksi (Gambar 8) memperlihatkan
bahwa dengan semakin tinggi konsentrasi
glutaraldehida
(sampai
4.0%),
bobot
ketoprofen hasil ekstraksi meningkat, yang
ditunjukkan oleh perubahan daerah warna dari
merah muda ke merah tua. Pada Gambar 8
juga terlihat bahwa pada kisaran konsentrasi
gom guar 0.35−0.39% dan konsentrasi
glutaraldehida 3.3−>4.0%, bobot ketoprofen
yang akan diperoleh sebesar 240−270 mg.
Semakin tinggi konsentrasi gom guar dari
daerah optimumnya (perubahan daerah warna
dari merah ke biru), bobot ketoprofen akan
cenderung menurun. Hal ini diduga karena
pada batas konsentrasi tersebut campuran
mulai menunjukkan sifat gel sehingga
ketoprofen yang tersalut lebih sukar terlepas
dari matriks gel yang semakin rapat. Oleh
karena itu, konsentrasi tersebut kurang baik
untuk mikroenkapsulasi dengan metode
pengeringan semprot (campuran terlalu kental
atau telah berbentuk gel) dan proses pelepasan

8

ketoprofen menjadi lebih sulit pada saat
ekstraksi maupun uji disolusi.

[ Glut araldehida] ( % v/ v) _1

4.0

Bobot
Ketoprofen
(mg)
< 120
120 - 150
150 - 180
180 - 210
210 - 240
240 - 270
> 270

3.8

3.6

3.4

3.2

3.0
0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75
[ Gom Guar] ( % b/ v)

Gambar 8 Kurva pengaruh konsentrasi gom
guar dan glutaraldehida terhadap
bobot ketoprofen.
Kondisi optimum nisbah konsentrasi gom
guar dan glutaraldehida terhadap bobot
ketoprofen secara tepat ditampilkan dalam
Gambar 9. Terlihat bahwa bobot ketoprofen
minimum akan diperoleh pada saat
konsentrasi
gom
guar
0.75%
dan
glutaraldehida >4.0% (bagian mendatar pada
kurva). Hal ini sesuai dengan data yang
diperoleh dari hasil ekstraksi (Lampiran 9),
yaitu
bahwa
peningkatan
konsentrasi
glutaraldehida
yang
terdapat
dalam
mikrokapsul (dengan konsentrasi gom guar
tetap) tidak selalu sebanding dengan
banyaknya
ketoprofen
yang
tersalut.
Sebaliknya, peningkatan konsentrasi gom guar
(dengan konsentrasi glutaraldehida tetap)
dapat menurunkan bobot ketoprofen yang
tersalut.

250

Bobot Ketopr ofen ( mg) 200
150
4.0
100

3.5
0.4

0.5

0.6

0.7

[ Glutar aldehida] ( % v/ v) _1

3.0

[ Gom Guar ] ( % b/ v)

Gambar

9

Kurva kondisi optimum
konsentrasi gom guar dan
glutaraldehida
terhadap
bobot ketoprofen (inset:
=daerah optimum;
=
daerah minimum).

Telah diketahui bahwa glutaraldehida
digunakan sebagai penaut silang dalam
pembentukan
mikrokapsul.
Banyaknya

ketoprofen yang tersalut berkaitan erat dengan
kekuatan
penyalutnya.
Semakin
kuat
penyalutnya,
semakin
besar
pula
kemungkinan ketoprofen tersalut dalam
mikrokapsul. Hal ini sesuai dengan yang telah
dijelaskan Rohindra et al. (2003), yaitu
adanya ikatan silang antara kitosan dan
glutaraldehida
meningkatkan
kekuatan
mekanik gelnya. Akan tetapi, pada saat
konsentrasi glutaraldehida 4.0%, bobot
ketoprofen yang terekstraksi cenderung
menurun. Hal ini diduga karena dengan
semakin kuatnya ikatan silang yang terjadi
antara kitosan dan glutaraldehida, polimer
yang bersangkutan akan semakin keras dan
rapat.
Sugita et al. (2006a) melaporkan bahwa
adanya gom guar dapat melemahkan ikatan
silang antara kitosan dan glutaraldehida.
Lemahnya ikatan silang ini menyebabkan sifat
matriks gel menjadi rapuh. Akibatnya, tidak
semua ketoprofen dapat tersalut dengan baik
sehingga terjadi penurunan bobot ketoprofen
hasil ekstraksi. Dari gambar tersebut diperoleh
bobot ketoprofen optimum, yaitu saat
konsentrasi gom guar dan glutaraldehida
berturut-turut 0.35% (b/v) dan 3.75% (v/v)
dengan konsentrasi kitosan tetap ialah 1.75%
(b/v).
Uji Disolusi Mikrokapsul
Proses disolusi pada penelitian ini
dilakukan secara in vitro, yaitu pada kondisi
lambung dan usus. Uji disolusi ini dilakukan
terhadap
mikrokapsul
yang
optimum
menyalut ketoprofen, yaitu saat konsentrasi
gom guar dan glutaraldehida berturut-turut
0.35% (b/v) dan 3.75% (v/v) dengan
konsentrasi kitosan tetap (1.75% [b/v]).
Gambar 10 menampilkan kurva pengaruh
waktu terhadap pelepasan ketoprofen rerata
pada medium disolusi bufer klorida pH 1.2
(medium lambung) (kurva warna biru) dan
bufer fosfat pH 7.4 (medium usus) (kurva
warna merah). Terlihat bahwa pengaruh waktu
tidak lagi sebanding dengan banyaknya
ketoprofen yang dilepas di medium lambung
setelah menit ke-30 (Lampiran 10). Hal ini
disebabkan karena sebagian mikrokapsul
mulai pecah dan hancur pada menit ke-30
sehingga ikatan silang antar-polimer kitosan
dalam matriks gel terputus. Putusnya ikatan
silang tersebut diduga akibat medium disolusi
yang sangat asam (bufer pH 1.2). Tingginya
keasaman
ini
dapat
menyebabkan
terhidrolisisnya gugus imina antara polimer
kitosan dan glutaraldehida. Adanya gom guar

9

dalam matriks yang berfungsi sebagai
interpenetrating
agent
juga
dapat
mempercepat terhidrolisisnya gugus imina,
karena kemampuannya menarik air (Berger et
al. 2004 dan Rohindra et al. 2003). Adanya air
yang diserap oleh gom guar juga
menyebabkan matriks mengembang dan
terjadi pelepasan ketoprofen dari matriks
kitosan-gom guar.
Di sisi lain, pengaruh waktu terhadap
pelepasan ketoprofen pada medium usus
memperlihatkan kinerja ketoprofen yang lebih
baik dibandingkan dengan di dalam lambung.
Hal ini sesuai dengan sifat ketoprofen yang
mudah larut dan terurai dalam usus (Depkes
1995). Kondisi medium disolusi yang agak
basa menyebabkan matriks gel tetap kuat
menyalut ketoprofen sehingga pelepasan
ketoprofen dari matriks gel dapat terjadi
secara perlahan. Oleh karena itu, profil
kinetika yang dibahas selanjutnya hanyalah
pada pH usus.
80
60
40
20
0
0

15

30

45

60

75

90

10 5

Wa k t u ( m e n i t )

Gambar 10 Kurva pengaruh waktu terhadap
pelepasan ketoprofen rerata pada
medium disolusi pH 1.2 (
)
dan pH 7.4 (
).
Menurut Sutriyo et al. (2005), pelepasan
obat dari matriks dikontrol oleh proses difusi
obat tersebut melalui matriks. Proses difusi
ketoprofen dimulai ketika matriks kitosangom guar bersentuhan dengan medium
disolusi sehingga terjadi penetrasi cairan ke
dalam matriks yang menyebabkan matriks
mengembang dan membentuk gel. Lapisan gel
ini berfungsi sebagai penghalang di sekeliling
matriks
yang
mengontrol
pelepasan
ketoprofen dari dalam matriks. Hal ini sesuai
dengan Nata et al. (2007) yang melaporkan
bahwa proses pembengkakan membran
kitosan-gom guar akibat matriks yang
bersentuhan dengan cairan sangat baik
digunakan untuk sistem pengantaran obat,
karena proses pembukaan pori-pori yang unik
ini dapat membuat obat terlepas ketika
mikrokapsul berinteraksi dengan cairan di
dalam tubuh.

Kinetika Disolusi
Hasil uji disolusi terhadap mikrokapsul
yang optimum digunakan untuk mempelajari
kinetika pelepasan ketoprofen. Parameter
yang ditentukan meliputi orde reaksi dan
waktu paruh ketoprofen. Pada penelitian ini,
penentuan
orde
reaksi
dilakukan
menggunakan metode grafis, yaitu dengan
melihat nilai koefisien determinasi, R2, yang
diperoleh dari kurva hubungan antara
konsentrasi ketoprofen dan waktu (Atkins
1990). Persamaan kinetika yang digunakan
untuk reaksi orde ke-1, ke-2, dan ke-3
berturut-turut adalah sebagai berikut:

ln[A]t = ln[A]0 − kt …………………....(1)
1
1
=
+ kt …..……………………(2)
[A]t [A]0
1
1
=
+ 2kt ..…….…………….(3)
2
[A]t [A]0 2
Berdasarkan data uji disolusi pH 7.4
(Lampiran 10), pelepasan ketoprofen dari
mikrokapsul mengikuti kinetika orde reaksi
ke-3 (Lampiran 11). Hal ini ditunjukkan oleh
nilai R2 yang relatif besar pada kurva regresi
untuk orde reaksi tersebut dibandingkan untuk
orde reaksi ke-1 dan ke-2 (Tabel 2).
Tabel 2 Persamaan kinetika orde reaksi
pelepasan ketoprofen rerata dari
matriks gel kitosan-gom guar
Orde
Persamaan garis
R2
Ka
-2
1 y = 1.36 ×10 x + 4.2265 0.7961 1.36 ×10-2
2 y = 3.00 ×10-4x + 0.0149 0.9152 3.00 ×10-4
3 y = 2.00×10-5x + 0.0002 0.9632 1.00×10-5
a

Satuan k (orde ke-1) = menit-1; k (orde ke-2) = lmol1
menit-1; k (orde ke-3) = l2mol-2menit-1

Kurva
hubungan
antara
1/kuadrat
konsentrasi ketoprofen yang tersisa dalam
mikrokapsul (1/[A]t2) dan waktu untuk reaksi
orde ke-3 yang merupakan rerata dari dua
ulangan diperlihatkan pada Gambar 11.
Berdasarkan kurva tersebut, diperoleh
persamaan garis lurus y = 2×10-5x + 0.0002
dengan R2 = 0.9632. Dari persamaan (3),
dapat diperoleh nilai tetapan laju reaksi, k
untuk orde reaksi ke-3 tersebut sebesar 1×10-5
l2mol-2menit-1.

10

0.0025
0.002
0 . 0 0 15
y

0.001

-5

= 2 x 10
R

2

x

+ 0.0002

= 0.9632

0.0005
0
0

15

30

45

60

75

90

10 5

Wa k t u ( m e n i t )

Mikrokapsul
dengan
penambahan
ketoprofen (Gambar 13) memperlihatkan
bentuk yang halus, tidak kisut, dan tidak
berlubang dengan ukuran berkisar 1 sampai
11 μm. Jika dibandingkan dengan hasil SEM
pada mikrokapsul kosong (Gambar 12),
mikrokapsul ini berukuran lebih besar. Hal ini
disebabkan oleh terisinya ruang kosong di
dalam mikrokapsul oleh ketoprofen.

Gambar 11 Kurva regresi orde reaksi ke-3
pada laju disolusi pH 7.4.
Berdasarkan persamaan (3) juga dapat
diperoleh persamaan waktu paruh, t1/2 dari
ketoprofen, sebagai berikut:

t1 =
2

3

2[A]0 k
2

…………………………..(4)
20 kV

Dari persamaan tersebut, nilai t1/2 yang
diperoleh adalah 15 menit. Nilai ini
menunjukkan bahwa dibutuhkan waktu kirakira 15 menit untuk melepaskan ketoprofen
dari mikrokapsul sehingga konsentrasi
ketoprofen dalam mikrokapsul berkurang
separuh konsentrasi awalnya.
Pencirian Mikrokapsul dengan SEM
Hasil
SEM
mikrokapsul
tanpa
penambahan ketoprofen dapat dilihat pada
Gambar
12.
Foto
SEM
tersebut
memperlihatkan ukuran mikrokapsul yang
beragam, yaitu 0.4−5 μm. Mikrokapsul
tersebut terlihat berbentuk bulat (sferis) dan
tidak berlubang. Hal ini disebabkan oleh
kehomogenan larutan mikrokapsul yang
digunakan. Larutan mikrokapsul yang tidak
homogen
dapat
menyebabkan
terperangkapnya gelembung-gelembung udara
sehingga permukaan mikrokapsul terlihat
kisut dan berlubang.

20 kV

Gambar

12

×2.000