Peningkatan perakaran bibit manggis melalui inokulasi agrobacterium rhizogenes

(1)

PENINGKATAN PERAKARAN BIBIT MANGGIS

(Garcinia mangostana L.) MELALUI INOKULASI

Agrobacterium rhizogenes

L I Z A W A T I

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

PENINGKATAN PERAKARAN BIBIT MANGGIS

(Garcinia mangostana L.) MELALUI INOKULASI

Agrobacterium rhizogenes

OLEH :

L I Z A W A T I

A. 361020071

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(3)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul :

”PENINGKATAN

PERAKARAN

BIBIT

MANGGIS

(

Garcinia

mangostana

L.) MELALUI INOKULASI

Agrobacterium

rhizogenes

merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar sejenis di Perguruan Tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, 2007

L I Z A W A T I NRP. A 361020071


(4)

ABSTRACT

LIZAWATI. Improvement of mangosteen (Garcinia mangostana L.) seedling root system through Agrobacteriun rhizogeneses inoculation. Supervised by ROEDHY POERWANTO, IMAN RUSMANA, SOBIR, TRI MUJI ERMAYANTI.

Mangosteen is known as a slow growing plant, this is due to the root that is fragile, sensitive to the environmental condition and easily disturbed. Great care is therefore required during the transplanting of seedling, which form a long taproot with few laterals. Many writers note an apparent absence of root hairs at all stage of growth. The use of Agrobacterium rhizogenes may improve root system of mangosteen. The soil bacterium Agrobacterium rhizogenes can induce the abundant adventitious root formation at the infection site through the transfer of genetic material T-DNA, a part of the Root inducing (Ri) plasmid from bacterium to the plant genome. This research is aimed to develop a technique in improving root system of Mangosteen using Agrobacterium transformation technique in order to improve seedling growth. This research is divide into two step of research, I) improvement of mangosteen seedling root system through A. rhizogeneses inoculation at the mangosteen nursery ; and II) induction of root formation using A. rhizogenes in vitro. The materials used in this experiment were ; mangosteen fruit originated from Purwakarta and A. rhizogenes collection from Puslit Biotechnology LIPI Cibinong-Bogor. The result showed that strains inoculation of ATCC-15834, 509 , 07-20001, A4, and R-1000 increased : stem diameter, plant height, leaf number, lateral and tersier roots number better than control. Inoculation with cutting root method results in the higher live plant percentage compared with dipping root method. A. rhizogenes strain ATCC-15834 (OD600 = 1.0) was able to infect 6 week old of mangosteen seedling root.

Based on PCR product, TL-DNA from A. rhizogenes strain ATCC-15834

succeeded to be transferred into genome of mangosteen seedling root cell since the rolB gene was detected at 780 bp agarose electrophoresis. The A. rhizogenes strains ATCC-15834 could increase the root anatomy in terms of the mean xylem vascular diameter, conductivity, total xylem width, roots hair, nutrient uptake (N, P and K), IAA hormone content and was better than and control. 509, 07-20001, ATCC-158343 strains induced root formation. All explant with cotyledon that were root formation were induced were able to survive at acclimation stage, but none for cotyledoneless explants. Anatomy observation showed that 509 resulted in higher xylem diameter, total number of xylem, conductivity, and higher ration of conductivity/total root transversal area in comparation to control.


(5)

RINGKASAN

LIZAWATI. Peningkatan Perakaran Bibit Manggis (Garcinia mangostana L.)

Melalui Inokulasi Agrobacterium rhizogenes. Dibimbing oleh ROEDHY

POERWANTO, IMAN RUSMANA, SOBIR, TRI MUJI ERMAYANTI.

Pertumbuhan tanaman manggis yang lambat, disebabkan antara lain akar tumbuh dengan lambat, rapuh, jumlah akar lateral terbatas dan tidak mempunyai rambut akar, mudah rusak dan terganggu akibat lingkungan yang tidak menguntungkan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sistem perakaran manggis adalah dengan pemanfaatan bakteri

Agrobacterium rhizogenes. Bakteri A. rhizogenes merupakan bakteri tanah yang mempunyai kemampuan untuk menstranfer sebagian bahan genetiknya (T-DNA) pada sel tanaman melalui pelukaan. T-DNA tersebut membawa gen-gen yang terlibat dalam proses induksi akar. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan teknologi peningkatan sistem perakaran tanaman manggis melalui inokulasi A. rhizogenes sehingga mempercepat laju pertumbuhan bibit tanaman manggis. Penelitian terdiri dari dua percobaan, yaitu; I) Perbaikan sistem perakaran tanaman manggis melalui inokulasi A. rhizogenes terhadap semai

manggis, dan II) Induksi perakaran eksplan tunas manggis dengan A.

rhizogenes secara in vitro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inokulasi A. rhizogenes strain ATCC-15834, 07-20001, A4, dan 509 mampu meningkatkan pertumbuhan panjang akar primer, jumlah akar sekunder dan tersier serta pertumbuhan tajuk, yaitu : diameter batang, tinggi tanaman, dan jumlah daun tanaman bibit manggis. Metode inokulasi dengan cara akar dipotong lebih efektif dalam menginokulasi akar bibit manggis dibandingkan dengan akar ditusuk. Bakteri A. rhizogenes strain ATCC-15834 konsentrasi OD600=1.0 dapat

menginokulasi akar bibit manggis umur 6 minggu. Anatomi akar bibit manggis hasil inokulasi strain ATCC-15834 menghasilkan rata-rata diameter pembuluh xilem, luas serapan permukaan sayatan melintang dan total luasan xilem akar yang lebih besar serta menghasilkan pertumbuhan rambut akar yang lebih baik dibandingkan bibit yang tidak diinokulasi. Serta menghasilkan serapan hara (N dan P) daun, dan kandungan total hormon IAA yang paling tinggi. Strain ATCC-15834 dapat mentransfer daerah TL-DNAnya pada akar bibit manggis yang dibuktikan dengan terdeteksinya gen rolB 780 bp pada gel elektroforesis. Induksi perakaran eksplan tunasmanggis secara in vitro dengan A. rhizogenes mampu menginduksi terbentuknya akar adventif pada tempat infeksi setelah diinokulasi dengan strain 509, 07-20001, dan ATCC-15834 dan mampu tumbuh hingga 75 % pada tahap aklimatisasi. Hasil anatomi akar menunjukkan bahwa inokulasi

A. rhizogenes strain 509 menghasilkan rata-rata diameter pembuluh xilem, jumlah total pembuluh xilem, luas serapan permukaan sayatan melintang, total luasan sayatan melintang dan rasio (luas serapan / total luasan sayatan melintang) yang lebih besar dibandingkan bibit manggis yang tidak diinokulasi (kontrol).


(6)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor,

Tahun 2007

Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar

IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB


(7)

PENINGKATAN PERAKARAN BIBIT MANGGIS

(Garcinia mangostana L.) MELALUI INOKULASI

Agrobacterium rhizogenes

L I Z A W A T I

DISERTASI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(8)

Judul Disertasi : Peningkatan Perakaran Bibit Manggis (Garcinia mangostana L.) melalui Inokulasi Agrobacterium rhizogenes .

Nama Mahasiswa : Lizawati

NO. MAHASISWA : A 361020071

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. Roedhy Poerwanto, M.Sc Dr. Ir. S o b i r, MS Ketua Anggota

Dr.Ir. Iman Rusmana, MS Dr. Tri Muji Ermayanti Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi pada tanggal 5 Desember 1970, adalah anak keempat dari pasangan Drs. H. M. Rusli dan Hj Azizah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 52/IV Jambi pada tahun 1984, SMP Negeri 8 Jambi pada tahun 1987, dan SMA Negeri I Jambi pada tahun 1990. Penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Jambi Fakultas Pertanian dan lulus pada tahun 1994. Tahun 1995 penulis diangkat menjadi staf pengajar Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Penulis melanjutkan pendidikan Master di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Bioteknologi dan lulus tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan ke jenjang doktor pada Program Studi Agronomi Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti program S3, penulis menyajikan karya ilmiah berjudul Metode Inokulasi Agrobacterium rhizogenes pada Bibit Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.) pada Seminar Nasional Perhimpunan Hortikultura Indonesia pada bulan November 2006. Sebuah artikel akan diterbitkan pada Jurnal Buletin Agronomi Vol. XXXV, No. 2, dengan judul

Pertumbuhan Bibit Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.) setelah Inokulasi dengan Berbagai Strain Agrobacterium rhizogenes. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.


(10)

PRAKATA

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Alloh SWT, karena atas rahmat dan hidayat-Nya penelitian dan penulisan Disertasi ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dibiayai oleh Program Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS) melalui Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika, LPPM-IPB.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terimakasih yang tulus kepada :

1. Prof.Dr. Ir. Roedhy Poerwanto, MSc, Dr. Ir. Sobir, MS; Dr. Ir. Iman Rusmana, MSi, Dr. Ir. Tri Muji Ermayanti, selaku komisi pembimbing yang telah memberikan kepercayaan dan bimbingan selama penelitian sampai penyusunan Disertasi.

2. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS selaku Ketua Program Studi Agronomi dan seluruh dosen Program Studi Agronomi yang selalu memberikan dukungan.

3. Dr. Ir. Nurul Khumaida, MSc selaku penguji luar komisi pada saat ujian tertutup yang telah banyak memberikan saran dan Dr. Ir. Darda Effendi, MS selaku penguji luar komisi pada saat ujian prakualifikasi bersama Dr. Ir. Maya Melati, MSc sebagai wakil Program Studi Agronomi.

4. Dr. Ir. Agus Purwito, MSc dan Dr. Ir. Ika Mariska APU selaku penguji luar komisi pada saat ujian sidang terbuka.

5. Rektor Universitas Jambi yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program S3 di IPB.

6. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, yang telah memberikan beasiswa BPPS.

7. Staf dosen, peneliti dan karyawan di Pusat Kajian Buah-buahan Tropika LPPM-IPB Prof. Dr. Ir. Hj. Syafrida Manuwoto, MSc., Ir. Hj. Yayah K. Wagiono, MEc., Dr. Ir. Sriani Sutjiprihati, MS., Dr. Ir. Rahmad Suhartanto MS. Dr. Ir. M. Firdaus, MSi., Ir. Ivone O. Sumaraw, MS., Endang Gunawan SP. MSi., Kusuma Darma SP. MSi., Heri Harti SP., Rena Destriani Amd., Rika Lesmawati Amd., Naekman Naiboho SP dan M. Syafrudin atas segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan.

8. Bapak Sulaeman, pak Sukardi, dan bu Ade serta seluruh karyawan Kebun Percobaan Tajur atas segala bantuannya.


(11)

9. Sulassih SP dan Sapitri atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian berlangsung di Laboratorium PKBT-IPB serta Erwin dan Deritha di Puslit Bioteknologi LIPI-Cibinong.

10. Dr. Ir. Juliarni M.Agr, Dr. Ir. Ragapadmi Purnamaningsih, M.Si, Dr. Ir. Ireng Darwati, Ir. Dorly MSi, Ir. Muhammad Arif Nasution, MP, Ir. La Ode Safuan, MP, Ir. Dirvamena Boer, M.Sc, Ir. Liferdi, M.Si dan Dewi Sukma, SP. M.Si atas kebersamaan dan diskusinya selama penelitian berlansung.

11. Dr. Ir. Nurita Toruan-Matius MS dan Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor M.Sc, yang telah memberikan dorongan agar penulis melanjutkan program S3.

12. Ayahanda H. M. Rusli, ibunda Hj. Azizah, ayah dan ibunda mertua H. Dja’far Madjid dan Hj. Zubaidah serta seluruh keluarga atas doa dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

13. Suami tercinta Ir. Zainuddin, M.Si dan ananda tersayang Puja Ahmad Habibi atas pengorbanan, ketulusan, kesabaran dan pengertian yang telah diberikan selama ini.

14. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan selama pendidikan S3.

Akhirnya, diiringi doa semoga seluruh kegiatan studi ini bernilai ibadah dihadapan Alloh SWT, baik bagi penulis maupun semua pihak yang terlibat di dalamnya, semoga hasil-hasil penelitian ini dapat didayagunakan lebih lanjut bagi kemaslahatan masyarakat maupun bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, 2007


(12)

GLOSARIUM

Adventif : Perkembangan organ seperti tunas, akar bunga; atau

emberio yang berasal dari suatu titik tumbuh yang tidak lazim.

Agrobacterium

rhizogenes : Bakteri tanah yang bersifat aerobik, beraksi negatif terhadap pewarnaan gram dan dapat menyebabkan terbentuknya akar rambut pada tanaman dikotil dan monokotil.

Aklimatisasi : Masa adaptasi planlet dari lingkungan fisik aseptik terkendali ke lingkungan tanah.

Apomiksis : Reproduksi melalui bentuk seperti biji tetapi tanpa melalui penyerbukan.

Auksin (IAA) : Zat pengatur tumbuh tanaman yang mendorong pertumbuhan tanaman. Auksin alami yang dikenal ialah indolaseticacid (IAA) terutama mempengaruhi perbesaran sel dan pertumbuhan pucuk apikal tanaman, inisiasi akar dan perkembangan akar samping, penghambatan masa tunas samping, menunda penuaan daun dan absisi. Aktifitas IAA dapat rusak karena intensitas cahaya yang tinggi.

Bakteri : Suatu mikroorganisme prokariotik dalam domain bacteria

Eksplan : Bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan untuk inisiasi suatu kultur misalnya kultur in vitro.

Elektroforesis : Pemisahaan molekul berdasarkan muatan listriknya.

Floem : - Kulit kayu bagian dalam pada batang yang berguna untuk mendistribusikan protein dan karbohidrat, merupakan serangkaian sel yang membentuk pembuluh ayak, mempunyai sel dasar berupa sel tapis yang berdinding sel tipis.

- Sekumpulan sel jaringan pembuluh yang berdinding tebal pada akar dan berada diantara jaringan xilem dan kulit luar akar.

Gen : Unit dasar pembawa sifat keturunan yang merupakan sekuen nukleotida-nukleotida DNA penyandi produk fungsional dari RNA.


(13)

Hara : Bahan kimia anorganik (dari dalam tanah) yang diserap oleh tanaman untuk dibentuk menjadi senyawa-senyawa organik yang kompleks yang dimanfaatkan sebagai pembentuk sel, jaringan dan organ tanaman.

Infeksi : Kemasukan bibit penyakit.

Inokulasi :Pemasukan bakteri kedalam tubuh melalui luka atau melalui alat yang digoreskan pada kulit dan tidak selalu menimbulkan infeksi.

In vitro :Di dalam tabung atau di dalam botol kultur.

In vivo : Di dalam tanaman utuh yang tumbuh dirumah kaca atau dilapang.

Jumlah kopi

(turunan) : Jumlah molekul suatu plasmid yang terdapat dalam satu sel

Juvenil : Suatu periode dalam tanaman ketika pembungaan tidak terjadi dan tanaman tidak dapat dirangsang untuk berbunga dengan ZPT atau perangsang pembungaan lainnya.

Kromosom : Molekul asam nukleat yang dapat mengadakan replikasi sendiri serta membawa sejumlah gena.

Konjugasi : Pada bakteri merupakan transper DNA diantara dua sel yang bersambungan secara temporer.

Konduktivitas

xilem : Daya hantar pembulah xilem untuk mengirimkan atau mengalirkan senyawa organik kebagian pucuk tanaman.

Kofaktor : Setiap molekul atau ion non protein yang diperlukan agar suatu enzim bisa berfungsi dengan baik. Kofaktor dapat berikatan secara permanen dengan tempat aktif enzim atau bisa berikatan secara longgar dengan subtrat selama kalisis.

Meristem : Jaringan tanaman yang terdiri dari sel-sel hidup dan berdinding tipis yang mampu membelah berulang-ulang.

Nursery : Tempat untuk pemeliharaan tanaman. Struktur atau bangunan (biasanya bernaungan) tempat tanaman dirawat , diperbanyak dan diperbesar hingga siap dipasarkan.

Opin : Turunan asal amino yang diproduksi tanaman terinfeksi A. rhizogenes dan dipergunakan bakteri sebagai sumber karbon dan nitrogen.


(14)

Planlet :Tanaman lengkap hasil regenerasi kultur in vitro

Plasmid : Molekul DNA yang biasanya sirkular, yang terpisah dari kromosom tuan rumah sering ditemukan dalam bakteri dan beberapa sel jenis lain.

Primer (pemula) : Oligonukleotid untai tunggal pendek yang bila melekat melalui pasangan basa pada molekul cetakan untai tunggal, akan bertindak sebagai titik permulaan sintesis untai yang komplementer yang diarahkan oleh enzim polimerase DNA.

Primer spesifik : Primer yang susunan nukleotidanya tertentu dan merupakan komplemen dari cetakan DNA yang akan dianalisis

Rambut akar : Seperti tabung yang tidak bercabang, terbentuk di bagian belakang daerah pemanjangan akar, permukaan luarnya berlendir dan berfungsi memperluas permukaan serapan akar

Reaksi rantai

Polimerase (PCR) : Suatu teknik untuk perbanyakan DNA in vitro dengan cara menginkubasi dengan primer khusus, molekul DNA polimerase dan nukleotida.

Rekombinasi : Pertukaran urutan DNA antara molekul-molekul yang berbeda yang terjadi baik secara alamiah maupun sebagai hasil manipulasi DNA.

Sistim jaringan

vaskuler : Sistem yang dibentuk oleh xilem dan floem diseluruh tumbuhan, yang berfungsi sebagai sistem transpor untuk air (xilem) dan nutrien (floem)

Stele : Silinder pembuluh pusat pada akar di mana xilem dan floem berada

T-DNA : Bagian plasmid Ri yang ditransfer pada DNA tanaman.

Transformasi : Proses pengambilan DNA asing oleh suatu sel yang kemudian DNA asing tersebut dapay berintegrasi dengan DNA kromosom dari sel yang mengambilnya melalui proses rekombinasi.

Virulen :Kemampuan patogen untuk menyebabkan penyakit.

Xilem : Jaringan pengangkut air dan hara yang terlarut dalam tanah, arah gerakannya dari akar menuju daun (akropetal).


(15)

Zat pengatur

tumbuh (ZPT) : Semua senyawa baik alami maupun sintetik yang dalam konsentrasi rendah dapat mengatur (merangsang atau menghambat) pertumbuhan dan perkembangan sel atau tanaman. Dapat dikatakan bahwa semua hormon adalah ZPT, tetapi tidak semua ZPT adalah hormon.


(16)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...

xiii

DAFTAR GAMBAR ...

xv

DAFTAR LAMPIRAN ...

xvii

PENDAHULUAN

Latar Belakang... 1

Perumusan Masalah... 3

Tujuan Penelitian... 4

Hipotesis... 5

Kegunaan Penelitian... 5

Strategi Penelitian... 5

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Tanaman Manggis ... 8

Sistem Perakaran dan Upaya Perbaikan Akar Bibit Manggis.. 10

Perbaikan Sistem Perakaran Tanaman dengan Transformasi Agrobacterium rhizogenes ... 17

PENINGKATAN PERAKARAN BIBIT MANGGIS MELALUI

INOKULASI

Agrobacterium rhizogenes

TERHADAP SEMAI

MANGGIS

Abstrak ... 27

Abstract ……….. 28

Pendahuluan ………. 29

Bahan dan Metode ……….. 31

Hasil Penelitian ………. 43

Pembahasan ... 62

Simpulan ... 69

INDUKSI AKAR EKSPLAN MANGGIS (

Garcinia mangostana

L.)

DENGAN

Agrobacterium rhizogenes

SECARA

IN VITRO

Abstrak ... 70

Abstract ……….. 71

Pendahuluan ………. 72

Bahan dan Metode ……….. 73

Hasil Penelitian ………. 77

Pembahasan ………. 88

Simpulan ……… 93

PEMBAHASAN UMUM ………..

95

SIMPULAN DAN SARAN UMUM ...

105

DAFTAR PUSTAKA ...

1

06

LAMPIRAN ...

115


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Panjang akar primer bibit (cm) dan jumlah akar sekunder bibit

manggis umur 24 MSI ... 43

2. Jumlah akar tertier dan pertambahan diameter batang bibit manggis umur 24 MSI ... .. 44

3. Pertambahan jumlah daun dan tinggi bibit manggis umur 24 MSI ... 46

4. Panjang akar primer, jumlah akar sekunder dan panjang akar tampak bibit manggis umur 15 bulan setelah inokulasi dengan berbagai strain A. rhizogenes... .... 49

5. Jumlah akar tertier bibit manggis umur 15 BSI... 50

6. Jumlah akar kuarter bibit manggis umur 15 BSI... 51

7. Anatomi akar bibit manggis umur 15 bulan BSI... 52

8. Pertambahan tinggi dan jumlah daun bibit manggis 15 bulan BSI... 56

9. Pertambahan diameter batang bibit manggis umur 15 bulan BSI... 57

10. Berat kering tajuk bibit manggis umur 15 bulan BSI... 58

11. Serapan hara daun bibit manggis umur 15 bulan BSI... 60

12. Kandungan hormon IAA akar bibit manggis umur 15 bulan BSI... 61

13. Persentase bertunas dan pembentukan tunas majemuk dari 1-8 MSP ……… 77

14. Pengaruh inokulasi beberapa strain A.rhizogenes terhadap kecepatan terbentuknya akar eksplan pucuk manggis dengan biji... 79

15. Penambahan diameter batang, tinggi dan jumlah daun tanaman manggis setelah diaklimatisasi ... 81

16. Panjang akar primer, jumlah akar sekunder, dan jumlah akar tersier tanaman manggis setelah diaklimatisasi ... 82

17. Rata-rata diameter pembuluh xilem, jumlah total pembuluh xilem, luas serapan , total luasan sayatan melintang dan rasio (luas serapan / total luasan sayatan melintang umur 3 BST... 84


(18)

18. Pengaruh inokulasi beberapa strain A.rhizogenes terhadap kecepatan terbentuknya akar eksplan pucuk manggis tanpa biji... 87 19. Pertumbuhan kultur setelah di inokulasi dengan berbagai strain


(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Alur kerja penelitian... 6

2. Penampang membujur zona pertumbuhan pada ujung akar... 10

3. Sayatatan melintang akar tumbuhan dikotil... 12

4. Peta genetik Agrobacterium rhizogenes (Jeng-Sheng 2001)……….. 17

5. Biosíntesis IAA pada tanaman dan bakteri………. 23

6. Bahan tanam ……….. 33

7. Tahapan Inokulasi………. 33

8. Performansi akar bibit manggis yang diinokulasi A. rhizogenes dengan metode akar dipotong...………. ... 45

9. Performansi bibit manggis hasil inokulasiberbagai stain A. rhizogenes dengan metode akar dipotong...…………... 47

10. Persentase tanaman yang hidup pada berbagai perlakuan metode inokulasi strain A.rhizogenes... 48

11. Persentase tanaman yang hidup pada berbagai strain A.rhizogenes.. 48

12. Sayatan melintang akar bibit manggis... 53

13. Rambut akar dari akar sekunder bibit tanaman manggis umur 15 bulan setelah inokulasi ... 54

14. Hasil Scanning Electron Microscop (SEM) rambut akar bibit manggis umur 15 bulan setelah diinokulasi dengan strain A.rhizogenes... 54

15. Performansi bibit manggis umur 15 bulan setelah inokulasi..…... 59

16. Hasil PCR akar bibit manggis yang diinokulasi dengan berbagai strain A. rhizogenes ...... 62

17. Induksi tunas manggis secara kultur in vitro... 78

18.Tunas terbanyak yang berhasil diinduksi secara kultur in vitro..... 78

19. Performansi akar planlet manggis umur 6 minggu setelah inokulasi.... 80

20. Performansi bibit yang tumbuh pada media aklimatisasi umur 3 bulan setelah tanam... 81


(20)

21. Performansi bibit manggis umur 3 bulan setelah aklimatisasi... 83

22. Sayatan melintang akar bibit manggis umur 3 bulan setelah aklimatisasi... 85

23. Primordia akar yang terbentuk 6 MSP... 86

24. Eksplan manggis tanpa biji umur 12 minggu... 88

25. Proses tranfer T-DNA Agrobacterium (de la Riva et al, 1998)... 97

26. Bibit dan akar manggis hasil inokulasi A. rhizogenes yang mengalami pembusukan……….………...………. 99


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Metode perhitungan anatomi akar bibit manggis... 115

2. Pembuatan larutan scanning electron microscop..... 116

3. Komposisi larutan dan bahan-bahan yang digunakan untuk isolasi DNA, PCR dan elektroforesis... 117

4. Penetapan kandungan nitrogen dengan metode semi-mikro kjeldahl.. 118

5. Penetapan kandungan P dan K dengan metode pengabuan... 119

6. Prosedur analisis hormon IAA... 120

7. Komposisi media MS ... 121


(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manggis (Garcinia mangostana L) merupakan tanaman asli Asia

Tenggara dan diduga berasal dari Indonesia (Yaacob & Tindall 1997). Buah manggis dianggap sebagai salah satu jenis buah yang terbaik, rasanya lezat dan segar sehingga menyebabkan buah ini banyak disukai dan dijuluki sebagai “Queen of the tropical fruit”. Manggis memiliki prospek yang cerah untuk dikembangkan di Indonesia karena kesesuaian agroklimat dan ketersediaan lahan.

Di Indonesia tanaman manggis ditemukan di sebagian besar wilayah dan tersebar mulai dari pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Kepulauan Maluku. Luasnya penyebaran tanaman manggis ini mengakibatkan panjangnya masa panen manggis di Indonesia bila dibandingkan dengan masa panen di negara-negara penghasil manggis lainnya. Hal ini merupakan suatu potensi yang jika dimanfaatkan akan dapat menambah pendapatan masyarakat.

Buah manggis selain dikonsumsi dalam negeri juga telah diekspor ke mancanegara. Pada saat ini volume ekspor manggis secara konsisten terus meningkat sejak tahun 1999, dan pada tahun 2005 ekspor manggis mencapai 8.471 ton dengan nilai US $ 6,3 juta sehingga menempati urutan pertama dari seluruh ekspor buah segar nasional (Departemen Pertanian 2005).

Pembudidayaan tanaman manggis seharusnya telah lebih maju dari tanaman buah-buahan tropika lainnya, akan tetapi tanaman manggis yang ada sekarang masih sangat sedikit mendapat input budidaya. Tanaman manggis yang ada sekarang sebahagian besar tanaman manggis tua yang terdapat di hutan-hutan campuran, kebun campuran dan pekarangan rumah masyarakat dimana pertumbuhan dan perkembangannya tergantung pada alam sehingga produktivitas manggis belum optimal. Pembudidayaan tanaman manggis yang relatif lambat dibanding tanaman buah tropika lain diduga berhubungan dengan laju pertumbuhan manggis yang sangat lambat dengan masa yuwana (juvenil) yang panjang (8–15 tahun) sehingga menimbulkan keengganan para petani, pengusaha dan masyararakat untuk membudidayakannya.


(23)

Banyak laporan penelitian menyebutkan bahwa lambatnya pertumbuhan manggis antara lain disebabkan oleh (a) buruknya sistem perakaran, sehingga (b) penyerapan air dan hara lambat, (c) rendahnya laju fotosintesis, dan (d) rendahnya laju pembelahan sel pada meristem pucuk (Wible, Chacko & Downtown, 1992; Ramlan et al. 1992; Poerwanto, 2000). Pada tanaman manggis akar tumbuh dengan sangat lambat, rapuh, jumlah akar lateral terbatas dan tidak mempunyai rambut akar, mudah rusak, dan terganggu akibat lingkungan yang tidak menguntungkan, sehingga luas permukaan kontak antara akar dan media tumbuh sempit yang menyebabkan serapan air dan hara terbatas (Cox 1988). Rendahnya serapan hara dan air ke dalam tanaman kurang mendukung aktifitas fisiologi tanaman dan menganggu ritme endogen secara keseluruhan di dalam tanaman (Hidayat 2002).

Upaya penelitian untuk memperbaiki sistem perakaran bibit manggis telah dilakukan oleh Poerwanto et al. (1998) dengan pemberian endomikoriza

Gigaspora sp. pada bibit manggis dan Hidayat et al. (1999) dengan pemberian IBA (50-150 ppm) pada biji dan akar manggis. Percobaan untuk meningkatkan pertumbuhan bibit manggis secara in vitro juga telah dilakukan oleh Goh et al. (1990); Te-chato (1997) dan Pertamawati (2003). Pada penelitian ini dilakukan

percobaan menginokulasi bibit manggis dengan bakteri Agrobacterium

rhizogenes. Perbaikan sistem perakaran menggunakan A. rhizogenes telah banyak dilaporkan sebelumnya pada tanaman buah-buahan, seperti pada kiwi (Rugini et al. 1991), apel (Sutter & Luza 1993; Damiano & Monticelli 1998), almond (Damiano et al. 1995), walnut (Caboni et al. 1996) dan pada beberapa tanaman tahunan berkayu, seperti pada Eucalyptus (MacRae & Staden 1993), Larix dan pinus (McAfee et al. 1993; Li & Leung 2001).

Agrobacterium rhizogenes merupakan bakteri tanah gram-negatif yang termasuk pada kelompok Rhizobiacea, mempunyai kemampuan untuk menstranfer sebagian bahan genetiknya (DNA) pada sel tanaman yang luka (Nilson & Olsson 1997; Han et al. 1997). DNA yang ditransfer disebut dengan T-DNA yang memiliki gen-gen untuk mensintesis fitohormon yaitu auksin. Salah satu fungsi auksin adalah diperlukan dalam proses pembelahan sel dan inisiasi akar (Davies 2004).

Strain A. rhizogenes yang mempunyai virulensi tinggi diduga dapat menstranfer T-DNA ke kromosom tanaman manggis sehingga dapat


(24)

memperbaiki sistem perakaran manggis dengan membentuk akar-akar adventif. Akar ini dapat membantu peningkatan proses penyerapan air dan unsur hara yang diperlukan dalam metabolisme tanaman, sehingga pertumbuhan tanaman manggis yang telah ditransformasi dengan menggunakan A. rhizogenes akan lebih baik dibandingkan yang tidak diinokulasi.

Perumusan Masalah

Produksi bibit merupakan faktor penting pada suatu mata rantai usaha di bidang pertanian sehingga tersedianya bibit bermutu dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang relatif singkat sangat diharapkan dalam menunjang keberhasilan pengembangan budidaya dan perbaikan kualitas produksi. Kendala dalam pengembangan usaha tanaman manggis antara lain pertumbuhannya yang lambat yang disebabkan oleh buruknya sistem perakaran, sehingga penyerapan air dan hara menjadi lambat (Wible et al. 1992; Poerwanto 2000). Menurut Damiano & Monticelli (1998), pada tanaman tahunan berkayu perakaran merupakan masalah utama yang sulit dipecahkan untuk bibit yang diperbanyak dengan perkecambahan biji maupun in vitro. Hal ini disebabkan tingkat oksidasi fenol yang tinggi dan kurangnya ko-faktor perakaran (Mariska & Purnamaningsih 2001).

Pada penelitian ini dilakukan inokulasi bakteri A. Rhizogenes pada bibit manggis dengan tujuan untuk meningkatkan sistem perakaran tanaman manggis. Bakteri A. rhizogenes diharapkan dapat menginfeksi tanaman manggis, sehingga menyebabkan terjadinya proliferasi akar. Akar dapat terbentuk karena terjadi transfer sebagian fragmen DNA yaitu T-DNA dari Agrobacterium ke dalam sel tanaman. T-DNA tersebut membawa gen-gen yang terlibat dalam proses induksi akar yaitu daerah root loci (rol) A, B, C dan D pada bagian TL (Slightom et al. 1986; Chriqui et al. 1996), sedangkan bagian TR membawa gen iaaM dan iaaH yang terlibat dalam biosintesis auksin, selain itu transformasi ini membawa gen yang berguna untuk menyandi sintesis senyawa opin (Giri & Narasu 2000).

Integrasi T-DNA plasmid Ri ke dalam genom sel tanaman, apabila terekspresi menyebabkan terjadinya produksi fitohormon endogenous atau


(25)

reaksi hipersensitif tanaman terhadap auksin sehingga menyebabkan berkembangnya akar (Jeng-Sheng 2001; Gelvin 2003). Akar yang terbentuk dapat terus tumbuh walaupun bakteri sudah mati. Selain itu, jaringan tersebut dapat tumbuh secara in vitro dalam media tanpa zat pengatur tumbuh auksin yang biasa diperlukan untuk memacu pertumbuhan jaringan tanaman. Transformasi genetik ini terjadi secara alami, karena adanya kontak langsung antara bakteri dengan sel tanaman. Daerah TL-DNA dari A. rhizogenes lebih penting untuk menginduksi akar, karena rolB berperan meningkatkan pool

auksin aktif dalam tanaman dengan hidrolisis konjugat IAA inaktif dan mengatur sensivitas sel terhadap IAA. Gen rolC berperan meningkatkan level sitokinin melalui aktivitas β-glucosidase yang mampu melepaskan sitokinin aktif dari konjugatnya. Hasil akhir dari ekspresi berbagai gen rol pada T-DNA dari Ri-plasmid adalah terbentuknya jaringan akar (Jeng-Sheng 2001; Valpuesta 2002).

Sampai sejauh ini, pemanfaatan bakteri A. rhizogenes untuk

meningkatkan sistem perakaran tanaman manggis belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu perlu diteliti bagaimana peranan bakteri A. rhizogenes dalam meningkatkan sistem perakaran tanaman manggis sehingga didapatkan metode yang sesuai untuk memperbaiki sistem perakaran tanaman manggis.

Perbaikan sistem perakaran tanaman manggis diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan karena perakaran yang lebih baik dapat meningkatkan suplai hara ke tanaman, meningkatkan laju metabolisme tanaman dan akhirnya dapat meningkatkan produksi tanaman. Dari penelitian ini diharapkan diperoleh suatu teknologi yang dapat meningkatkan sistem perakaran pada bibit tanaman manggis sehingga mempercepat pertumbuhan bibit di lapangan.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan teknologi perbaikan sistem perakaran tanaman manggis melalui inokulasi A. rhizogenes


(26)

Tujuan Khusus

1. Mendapatkan galur A. rhizogenes yang dapat menginfeksi akar manggis baik secara in vivo maupun in vitro.

2. Mempelajari sistem perakaran tanaman manggis (Garcinia mangostana L.) yang telah diinfeksi A. rhizogenes.

3. Mendapatkan bibit tanaman manggis yang telah terintegrasi T-DNA dari A. rhizogenes.

Hipotesis

1. Satu atau beberapa galur A. rhizogenes dapat menginfeksi tanaman manggis baik secara in vivo maupun in vitro.

2. T-DNA dari A. rhizogenes dapat terintegrasi pada kromosom tanaman manggis.

3. Inokulasi A. rhizogenes dapat menginduksi pembentukan rambut akar pada akar semai dan planlet manggis.

4. Infeksi A. rhizogenes memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan,

morfologi, anatomi akar dan penyerapan hara bibit manggis.

Kegunaan Penelitian

1. Didapatkan landasan untuk langkah-langkah upaya perbaikan sistem perakaran bibit manggis.

2. Mendapatkan bibit manggis dengan sistem perakaran yang lebih baik dengan pertumbuhan yang lebih cepat.

3. Diperoleh suatu teknologi yang dapat meningkatkan sistem perakaran pada tanaman manggis sehingga dapat mempercepat pertumbuhan bibit manggis

Strategi Penelitian

Disertasi ini disusun berdasarkan dua topik penelitian. Topik penelitian

pertama adalah “Peningkatan perakaran bibit manggis melalui inokulasi A.

rhizogenes terhadap semai manggis”, penelitian ini terdiri atas dua tahapan percobaan yang saling berkaitan, yaitu : Seleksi galur A. rhizogenes spesifik penginduksi perakaran manggis, galur A. rhizogenes yang dapat menginfeksi dan metode inokulasi yang terbaik hasil percobaan pertama, dilanjutkan untuk


(27)

percobaan kedua yang berjudul “Pengembangan protokol inokulasi A. rhizogenes yang efektif untuk menginduksi perakaran manggis”.

Topik penelitian kedua adalah “Induksi perakaran eksplan tunas manggis dengan A. rhizogenes secara in vitro, penelitian ini terdiri atas dua tahapan percobaan yang saling berkaitan, yaitu Multiplikasi tunas tanaman manggis melalui kultur in vitro, yang bertujuan untuk mendapatkan media yang terbaik untuk multiplikasi tunas manggis secara in vitro. Eksplan manggis yang dihasilkan pada percobaan ini, diinduksi perakarannya dengan berbagai galur A. rhizogenes pada percobaan kedua yang berjudul “Induksi perakaran eksplan tunas manggis dan aklimatisasi planlet manggis hasil inokulasi A. rhizogenes. Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan galur A. rhizogenes

yang dapat menginduksi perakaran eksplan tunas manggis secara in vitro. Bagan alur kerja penelitian yang menunjukkan keterkaitan antar penelitian disajikan pada Gambar 1.


(28)

Gambar 1. Alur kerja penelitian

Agrobacterium

rhizogenes

Peningkatan

perakaran

bibit

manggis

melalui

inokulasi

A.

rhizogenes

terhadap semai manggis

Induksi perakaran eksplan tunas

manggis dengan

A. rhizogenes

secara

in vitro

Seleksi galur

A. rhizogenes

spesifik

yang menginduksi perakaran bibit

manggis

Pengembangan protokol inokulasi

A. rhizogenes

yang efektif untuk

menginduksi perakaran manggis

Mendapatkan bibit manggis dengan sistem perakaran

yang baik dengan pertumbuhan yang lebih cepat

Multiplikasi

tunas

tanaman

manggis melalui kultur

in vitro

Induksi perakaran eksplan tunas

manggis dan aklimatisasi planlet

manggis

hasil

inokulasi

A.

rhizogenes

Bibit Tanaman

Manggis


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Tanaman Manggis

Manggis (Garcinia mangostana L.) yang termasuk ke dalam familia Guttiferae merupakan tanaman yang berasal dari daerah Asia Tenggara khususnya Thailand, Malaysia dan Indonesia (Nakasone & Paull 1999). Tanaman manggis merupakan pohon besar berdaun lebar dan rimbun. Tinggi pohon yang telah dewasa mencapai 10-25 m. Bentuk tajuk pohon bervariasi dari bulat silindris hingga kerucut dengan penyebaran simetris ke semua arah. Lebar tajuk merentang hingga 12 m dan semakin mengecil ke arah puncak pohon. Diameter batang pokok pohon dewasa dapat mencapai 60 cm dengan percabangan ke semua arah. Daunnya tunggal dan berpasangan di sisi ranting. Bentuk daun bulat panjang dengan ukuran panjang 13-26 cm dan lebar 6-12 cm. Helai daunnya kaku dan tebal. Daun muda yang baru tumbuh berwarna cokelat kemerahan, kemudian sesuai dengan umur pertumbuhannya berubah menjadi cokelat kehijauan, hijau muda, lalu hijau tua (Tirtawinata et al. 2000).

Bunga manggis terletak di ujung ranting, memiliki tangkai bunga yang pendek dan tebal, daun kelopak empat helai tersusun dalam dua pasang dan daun mahkota empat helai. Kedua pasang kelopak memiliki panjang 2 cm, berwarna hijau kekuningan, berlekuk dan tumpul, sedangkan mahkotanya berwarna hijau kekuningan dengan bagian di sekelilingnya berwarna kemerahan, tebal, tumpul dan berdaging. Bunga manggis muncul secara menyendiri atau berpasangan pada bagian ujung ranting di luar kanopi (Nakasone & Paull 1999). Bunga manggis adalah dioecious (berumah dua), tetapi hanya bunga betina yang banyak ditemui karena bunga jantan tidak berkembang sempurna (Cox 1988).

Proses pembentukan dan perkembangan buah manggis terjadi pada laju yang konstan antara 100–160 hari dari awal pembungaan hingga pematangan buah. Buah manggis berdiameter 4–8 cm, berbentuk bulat, berwarna kekuningan hingga berwarna ungu kehitaman pada saat masak dan beratnya berkisar 30-180 g. Daging buah (aril) terdiri atas 5-7 segmen berwarna putih, rasanya manis dan hanya mengandung 1-2 biji. Menurut Prove (1998), komponen nutrisi dalam 100 g buah manggis yang dapat dimakan adalah : 34,0 kkal energi; 87,6% air; 0,6 g protein; 1,0 g lemak; 5,6 g karbohidrat; 5,1 g serat;


(30)

7,0 mg kalsium; 13,0 mg magnesium; 13,0 mg fosfor; 7,0 mg sodium; 45,0 potasium; 1,0 mg zat besi; 0,03 mg vitamin B1; 0,03 mg vitamin B2; dan 4,2 mg asam arkorbat (vitamin C).

Buah manggis dapat disajikan dalam bentuk segar sebagai buah kaleng, dibuat sirop dan sari buah. Secara tradisional buah manggis adalah obat sariawan, wasir dan luka. Kulit buah dimanfaatkan sebagai pewarna termasuk untuk tekstil dan air rebusannya dimanfaatkan sebagai obat diare. Batang pohon dipakai sebagai bahan bangunan, kayu bakar dan kerajinan.

Biji manggis merupakan biji apomiktik, yaitu biji yang dihasilkan tanpa fertilisasi, berwarna coklat, pipih, tidak berendosperm yang ditutupi permukaannya oleh jaringan pembuluh (vascular bundles). Biji manggis bersifat poliembrioni dan nutrisi untuk perkembangan embrionya didukung oleh nuselus atau jaringan integumen dan inti endosperm. Secara normal biji manggis selalu dalam keadaan lembab dan bila keadaan lembab tersebut berkurang maka biji dapat mati, keadaan biji seperti ini dikenal dengan nama recalcitrant seed. Sekitar 10% dari biji yang berkecambah dapat menumbuhkan lebih dari satu tunas dan masing-masing tunas dapat tumbuh pada posisi yang berlainan dan masing-masing membawa perakarannya sendiri-sendiri (Nakasone & Paull 1999).

Tanaman manggis dapat tumbuh baik pada ketinggian 460-610 m dpl di atas permukaan laut. Verheij (1992) menyatakan bahwa di daerah tropis tanaman manggis masih dapat tumbuh pada ketinggian tempat lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut, tetapi semakin tinggi tempat tumbuh akan semakin lambat pertumbuhannya dan semakin lama awal pembungaannya.

Tanah yang disukai tanaman manggis adalah jenis tanah gembur yang kaya kandungan bahan organik dengan drainase yang baik. Tanaman manggis tumbuh baik pada tanah lempung berpasir dengan kandungan bahan organik yang tinggi, di samping itu untuk pertumbuhan yang optimum tanah harus subur, air tanahnya harus dangkal dengan ke dalaman 2-3 meter dari permukaan tanah dan dijaga agar tanah tidak sampai kering. Derajat keasaman tanah yang baik untuk tanaman manggis antara 5-7, tetapi tanaman toleran terhadap pH tanah yang rendah.

Untuk kesuksesan penanaman, manggis membutuhkan curah hujan merata dengan 10 bulan basah dalam setahun dengan curah hujan antara


(31)

1500-2500 mm per tahun, untuk menstimulir pembungaan tanaman manggis membutuhkan curah hujan lebih dari 100 mm per bulan dengan musim kering yang pendek. Menurut Tirtawinata et al. (2000) bahwa pada masa awal pertumbuhan, manggis menyukai naungan, akan tetapi menjelang dewasa, sinar matahari penuh dapat mempercepat masa awal produksinya.

Nakasone & Paull (1999) mengemukakan bahwa udara yang lembab

dengan suhu udara berkisar 25-35oC sangat menunjang pertumbuhan tanaman

manggis. Pada suhu di bawah 20oC pertumbuhannya terhambat dan suhu di bawah 5oC dan di atas 38oC menyebabkan kematian tanaman manggis. Kelembaban udara optimal untuk tanaman manggis ialah sekitar 80% (Verheij 1992).

2.2. Sistem Perakaran dan Upaya Perbaikan Akar Bibit Manggis

2.2.1. Pertumbuhan dan Perkembangan Akar

Organ yang pertama terbentuk pada kebanyakan tanaman adalah akar. Akar yang tumbuh langsung dari benih (radikel) berkembang menjadi akar primer atau disebut akar tunggang (tap root) pada tanaman dikotil. Pertumbuhan lebih lanjut dari akar primer tergantung pada aktivitas dari meristem apikalnya. Pembelahan sel berlansung sangat aktif pada bagian meristem akar ini. Bagian meristem akar ini dilindungi oleh tudung akar (root cap). Peranan tudung akar penting sekali dalam proses pemanjangan akar pada saat akar melakukan penetrasi ke dalam tanah. Tudung akar juga menghasilkan sejenis bubur polisakarida yang disebut musigel (mucigel) yang berfungsi sebagai pelumas untuk mempermudah penetrasi akar ke dalam tanah (Lakitan 1995).

Sel-sel muda yang terbentuk pada meristem kemudian berkembang menjadi sel-sel epidermis, korteks, endodermis, perisikel, xilem, dan floem. Di balik tudung akar (di depan meristem) terdapat suatu zona yang terdiri beberapa sel yang tidak aktif membelah diri. Zona ini disebut quinscent center. Zona ini berfungsi sebagai pengganti jika tudung akar atau meristem mengalami kerusakan. Zona pemanjangan (elongation zone) akar berkisar antara 0.5-1.5 cm pada bagian ujung akar. Laju pemanjangan akar dapat mencapai 2 cm/hari (Gambar 2). Akar primer memanjang lebih cepat dibandingkan dengan akar sekunder, demikian pula akar sekunder memanjang lebih cepat dibandingkan


(32)

dengan akar tersier. Laju pemanjangan akar juga dipengaruhi oleh faktor internal dan berbagai faktor lingkungan. Faktor internal yang mempengaruhi laju tersebut adalah pasokan fotosintat (umumnya dalam bentuk sukrosa) dari daun. Faktor lingkungan yang berpengaruh antara lain suhu tanah dan kandungan air tanah (Campbell et al. 2000).

Selain tumbuh memanjang, akar juga tumbuh secara radial. Akar tanaman gimnosperma dan tanaman dikotil mempunyai kambiun vaskuler yang terletak pada posisi di antara pembuluh floem dan xilem. Kambiun berperan dalam penambahan diameter akar (pertumbuhan radial), terutama karena kambiun ini berperan dalam pembentukan sel-sel xilem (ke arah internal) dan sel-sel floem (ke arah eksternal). Tanaman monokotil tidak memiliki kambiun vaskuler. Pertumbuhan radial pada akar tanaman monokotil hanya disebabkan oleh pembesaran sel-sel nonmeristematik. Dengan demikian, pertumbuhan radial pada akar tanaman monokotil sangat terbatas.

Gambar 2. Penampang membujur zona pertumbuhan pada ujung akar (Sumber : Campbell et al. 2000)

Akar primer selanjutnya akan membentuk cabang yang disebut sebagai akar sekunder. Akar sekunder umumnya tumbuh secara lateral (horizontal) oleh sebab itu sering pula disebut sebagai akar lateral. Akar sekunder ini terbentuk beberapa milimeter atau beberapa sentimeter dari ujung

Epidermis Rambut

akar Stele Kortek

Tudung

akar Meristem

apikal Zona

pemanjangan

Zona

pembelahan Zona diferensiasi

Meristem primer Protoderm Meristem dasar Prokambium


(33)

akar primer. Pertumbuhan akar sekunder dimulai pada sel-sel perisikel calon akar sekunder ini sangat aktif membelah diri dan tumbuh menembus lapisan sel-sel korteks dan epidermis akar primer. Sel-sel-sel perisikel calon akar sekunder ini diduga menghasilkan enzim hidrolitik yang berperan mengurai bahan-bahan penyusun dinding sel korteks dan epidermis yang dilalui dalam proses pertumbuhannya (Lloret & Casero 2000). Melalui proses yang sama, akar-akar tertier akan tumbuh dari sel-sel perisikel akar sekunder (Lakitan 1995).

2.2.2. Rambut Akar

Absorpsi air dan zat-zat terlarut oleh tumbuhan berlansung melalui sistem perakaran. Sebagian besar absorbsi terjadi pada daerah rambut akar yang terletak beberapa milimeter di atas ujung akar. Rambut akar adalah sel epidermis berbentuk tabung memanjang mempunyai vakuola lebar dan biasanya berdinding tipis, hanya beberapa tumbuhan rambut tersebut bercabang. Rambut akar panjangnya 80–1500 µm dengan diameter antara 5–20 µm dan dapat mencapai 200 lembar/mm2 (Hidayat 1995).

Rambut akar mulai dibentuk di luar daerah meristematik bagian akar muda yang epidermisnya masih dapat memanjang. Rambut akar biasanya pertama kali tampak sebagai gelembung kecil di dekat ujung apikal sel epidermis. Jika sel epidermis terus memanjang setelah terlihat adanya gelembung, rambut akar ditemukan agak jauh dari ujung apikal sel epidermis yang menjelang dewasa. Rambut akar memanjang di ujungnya yang dindingnya tipis, lunak dan lebih lembut.

Pada beberapa tanaman hanya sel epidermis akar tertentu yang disebut trikoblas yang dapat menghasilkan rambut akar, yakni berupa sel-sel kecil hasil pembelahan sel epidermis yang tidak sama. Cutter & Feldman (1970)

dalam Fahn (1995) mempelajari trikoblas pada Hydrocharis, selama perkembangan trikoblas, nukleus dan nukleolus bertambah volumenya. Trikoblas berisi lebih banyak nukleohiston, protein total, RNA dan DNA inti. Trikoblas tidak berbagi, dan nukleusnya makin menjadi poliploid makin jauh dari ujung akar. Hal tersebut merupakan akibat pengunduran proses pendewasaan dari rambut akar yang berkembang. Terlambatnya pendewasaan ini mungkin merupakan suatu faktor yang sangat diperlukan dalam diferensiasi rambut akar.


(34)

Rambut akar biasanya hanya hidup dalam waktu yang singkat, umumnya hanya beberapa hari. Dengan kematian rambut akar dan jika sel tidak mengelupas, dinding sel epidermis menjadi bergabus dan lignin. Pada beberapa tumbuhan, rambut akar ditemukan tetap ada pada tumbuhan. Dinding dari rambut akar seperti itu menebal dan kehilangan kemampuan mengambil air dari tanah.

2.2.3. Struktur Internal Akar

Epidermis adalah jaringan pelindung dan terdiri atas satu lapisan sel yang tersusun padat. Di bawah epidermis terdapat daerah yang relatif tebal disebut korteks. Korteks terutama tersusun dari sel-sel yang tidak terspesialisasi secara struktural, sel parenkima, dengan ruang antar sel yang luas. Lapisan terdalam korteks terdiri atas sebaris sel disebut endodermis. Dalam keadaan primer dinding semua sel endodermis itu tipis kecuali penebalan seperti pita pada sisi-sisi radial dan melintang sel terdebut. Penebalan ini dikenal sebagai jalur Caspary atau pita Caspary (Fahn 1995). Pada akar primer jalur caspary merupakan batas dalam dari ruang bebas dan tidak permeabel terhadap air dan zat-zat terlarut, sehingga air dan ion-ion terlarut dipaksa melewati protoplas sel untuk mencapai jaringan pembuluh (Harran & Tjondronegoro 1992).

Gambar 3. Sayatan melintang akar tumbuhan dikotil (Sumber : Campbell et al. 2000)

Xilem

Perisikel Floem kambium Endodermis

Rambut akar Kortek


(35)

Bagian tengah akar dinamakan silinder pembuluh. Silinder ini terdiri atas jaringan penyalur air (xilem) dan jaringan penyalur makanan (floem). Antara jaringan pembuluh (xilem dan floem) dan endomermis terdapat lapisan sel parenkima yang tak terpsesialisasi (perisikel) yang berasal dari kumpulan sel meristimatik yang sama seperti xilem dan floem. Perisikel yang tetap mempertahankan sifat meristematiknya membentuk akar-akar lateral. Xilem terdiri atas sel-sel penyalur (trakeid) dan anggota pembuluh maupun serat dan parenkima. Trakeid dewasa merupakan sel tunggal yang memanjang. Di dalam dinding yang menebal terdapat bagian-bagian tipis (noktah) yang dapat menyalurkan air dengan mudah. Anggota pembuluh juga terdiri atas sel-sel tunggal dengan dinding yang serupa dengan trakeid tetapi penuh berlubang-lubang ujungnya (Gambar 3). Sel-sel tersebut biasanya lebih pendek dibandingkan trakeid dan tersusun dalam baris vertikal. Sebaris anggota pembuluh dinamakan trakea. Serat merupakan sel lancip memanjang yang berdinding tebal terutama berfungsi dalam memperkuat jaringan. Parenkima merupakan semacam jaringan pengisi dan berfungsi dalam penyimpanan makanan (Mauseth 1988).

Floem terdiri atas pembuluh tapis, sel pengiring, serat dan parenkima. Anggota pembuluh tapis merupakan sel hidup, tersusun dalam barisan vertikal, yang dikenal sebagai jaringan pembuluh tapis dan berfungsi dalam translokasi zat-zat organik. Sel-sel pengiring merupakan sel seasal dengan anggota pembuluh tapis dan tetap berhubungan rapat sesamanya.

2.2.4. Sistem Perakaran Tanaman Manggis

Tanaman manggis biasa diperbanyak dengan menggunakan biji, waktu yang dibutuhkan untuk perkecambahan antara 10–45 hari. Perkecambahan dimulai dengan pembengkakan pada benih. Akar pertama muncul dari satu bagian pembengkakan (ujung), sedangkan tunas akan tumbuh dari bagian pembengkakan yang lain. Selanjutnya sistem perakaran berkembang dari bagian dasar tunas dan sistem perakaran yang pertama terbentuk berhenti berfungsi (Verheij 1992).

Satu bulan setelah biji berkecambah, sistem perakaran tanaman manggis masih sangat jarang. Bijinya tetap melekat pada pangkal tunas sampai dengan umur 11 bulan, baik tunas maupun biji yang masih melekat tersebut


(36)

masing-masing masih memperlihatkan perakarannya. Pada umur 2-4 bulan terjadi peningkatan akar sekunder, sedangkan pertumbuhan akar tersier dimulai pada umur 3 bulan. Akar sekunder maupun tersier tebal, dengan permukaan halus dan tidak berakar rambut pada semua stadia tumbuh (Rukayah & Zabedah 1992).

Pertumbuhan tanaman manggis yang lambat berkaitan erat dengan sistem perakarannya. Tanaman manggis mempunyai akar tunggang yang panjang dan kuat tetapi percabangan akarnya sangat sedikit, juga tidak memiliki bulu-bulu akar. Uniknya di antara seluruh spesies Garcinia, hanya Garcinia mangostana saja yang mempunyai perakaran lemah, sedangkan jenis lainnya memiliki perakaran kuat dan lebat. Hasil pemeriksaan sitologi terhadap tanaman manggis memperlihatkan bahwa tanaman ini mempunyai kromosom poliploid 2n=96 yang sifatnya sangat lemah, laju pembelahan selnya rendah demikian pula pembesaran selnya lambat, sedangkan spesies Garcinia lainnya yaitu G. Hombroniana dan G. Malaccencis, masing-masingnya memiliki jumlah kromosom, yaitu 2n=48 dan 2n=46 (Verheij 1992).

Menurut Cox (1988) pohon manggis dengan tinggi 3.8 m dan lebar tajuk 2.5 m mempunyai sebaran akar terbanyak pada kedalaman 5-30 cm dan akar terpanjang tidak lebih dari 1 m dari pangkal batang. Selain itu Gonzales &

Anoos (1952) dalam Pertamawati (1994) mengatakan bahwa pada setiap

tanaman manggis yang tingginya lebih dari 1 m, rata-rata mempunyai 5,6 akar primer yang lurus dan panjang, tetapi hanya 1 atau 2 dari akar primer tersebut yang dapat berkembang baik. Hidayat (2002) melaporkan juga bahwa, semakin tua tanaman manggis persentase akar tersier (diameter < 2 mm = feeder root) semakin rendah. Sebaliknya persentase akar primer dan akar sekunder semakin tinggi dengan semakin tuanya umur tanaman manggis. Akar tersier merupakan akar penyerap air dan hara mineral, sedangkan akar primer dan akar sekunder berperan sebagai organ penyangga batang dan penyimpan cadangan karbohidrat. Rendahnya persentase akar tersier pada tanaman manggis menyebabkan serapan air dan hara rendah.

2.2.3. Upaya Perbaikan Akar Bibit Manggis

Dewasa ini pemerintah sedang menggalakkan komoditas nonmigas, melalui pengembangan agribisnis yang dapat meningkatkan perolehan devisa


(37)

Negara. Upaya peningkatan ekspor komoditas pertanian memerlukan dukungan penyediaan bibit untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat. Penyediaan bibit yang berkualitas merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam pengembangan pertanian di masa mendatang. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memperbaiki sistem perakaran bibit manggis baik secara konvensional (in vivo) maupun secara in vitro. Pemberian mikorhiza dapat memperbaiki pertumbuhan dan perakaran bibit manggis. Poerwanto et al. (1998) melaporkan bahwa pemberian mikorhiza dapat meningkatkan pertumbuhan bibit manggis umur 4 minggu. Peningkatan pertumbuhan bibit terbaik diperlihatkan oleh pemberian endomikorhiza

Gigaspora sp dengan meningkatkan panjang akar primer, panjang total akar dan luas daun serta berat kering akar, batang dan daun. Sementara itu, di Malaysia dilaporkan bahwa mikorhiza jenis Scutellospora calospora dan Glamus mosseae

mampu meningkatkan panjang dan percabangan akar, meningkatkan pertumbuhan bibit manggis dan mempersingkat waktu di pembibitan dari 24 bulan menjadi 18 bulan (Masri et al. 1998).

Penelitian Hidayat et al. (1999) diketahui bahwa pemberian 50-150 ppm IBA terhadap biji dan akar manggis meningkatkan pertambahan panjang akar, diameter batang, bobot total tanaman, kandungan dan serapan hara daun manggis. Pemberian trikontanol (0.075-0.150 ppm) meningkatkan panjang akar, luas daun, bobot tanaman serta serapan hara daun bibit yang berumur 7 bulan.

Upaya perbaikan sistem perakaran manggis juga dilakukan dengan mengiduksi perakaran manggis secara in vitro. Goh et al. (1994), berhasil menginduksi perakaran manggis dengan menggunakan IBA yang ditanam dalam vermikulit. Hasil penelitian Te-chato & Lim (1999) perakaran manggis lebih cepat terbentuk, lebih panjang dan kualitasnya lebih baik pada perlakuan perendaman 4,4 mM IBA selama 15 menit dalam gelap dan dikulturkan pada media WP yang ditambah 34,5 µM phloroglucinol. Perlakuan 10-20 ppm IBA diinkubasi dalam gelap selama 14 hari memberikan persentase perakaran yang baik (Triatminingsih et al. 2001).

Pertumbuhan dan perkembangan akar manggis yang dikulturkan secara in vitro dapat juga ditingkatkan dengan menerapkan sifat tumbuhan tersebut di lapangan, yaitu dengan mengontrol faktor lingkungan in vitro seperti perlakuan pengaturan CO2 dan peningkatan intensitas cahaya dalam wadah


(38)

kultur sehingga eksplan yang mempunyai klorofil dapat melakukan proses fotosintesis dengan optimal. Kultur seperti ini dikatakan bahwa eksplan tumbuh dalam keadaan fotoautotrofik (perbanyakan mikro dengan media bebas gula). Ermayanti et al. (1999) menyatakan bahwa planlet manggis yang ditanam dalam media bebas gula, menggunakan substrat vermikulit dan dengan pengaturan CO2 menghasilkan persen perakaran dan panjang akar yang lebih tinggi

dibandingkan kontrol. Pertamawati (2003) juga mendapatkan bahwa, planlet manggis yang dikulturkan secara in vitro dalam keadaan fotoautotrofik nyata lebih baik pertumbuhannya, akar planlet lebih panjang dan daunnya lebih luas dibandingkan dengan keadaan miksotrofik (medium tumbuh mengandung gula).

2.3. Perbaikan Sistem Perakaran Tanaman dengan Transformasi

Agrobacterium rhizogenes

2.3.1. Agrobacterium rhizogenes

Agrobacterium adalah bakteri tanah termasuk famili Rhizobiaceae bersifat aerobik, bereaksi negatip terhadap pewarnaan gram, dapat tumbuh secara saprofit atau parasit dan menyebabkan penyakit tumor (grown gall) dan akar rambut (hairy root) pada tanaman dikotil dan monokotil. Sel-selnya yang normal berukuran 0,6–1,0 µm dan memiliki 1-6 flagela (Schaad 1988). Menurut Winans (1992) genus ini terdiri dari dua spesies yang bersifat patogen yaitu

Agrobacterium tumefaciens dan Agrobacterium rhizogenes keduanya menginfeksi berbagai tanaman pada bagian yang luka. Infeksi sel bakteri pada bagian yang luka menyebabkan sel tanaman berproliferasi membentuk tumor dan akar. Infeksi oleh A. tumefaciens menyebabkan tumor yang tidak terorganisasi dan infeksi oleh A. rhizogenes menyebabkan proliferasi akar.

Induksi tumor dan akar yang terjadi disebabkan oleh terjadinya transfer sebagian fragmen DNA atau yang disebut dengan T-DNA dari Agrobacterium

ditransfer ke dalam sel tanaman. T-DNA memiliki gen-gen untuk mensintesis auksin dan sitokinin, sehingga apabila berinfeksi dengan DNA tanaman mengakibatkan terjadinya over produksi fitohormon tersebut di dalam sel tanaman (Klee et al. 1987; Winans 1992).

T-DNA ini terdapat pada plasmid besar yang disebut Ti-plasmid (tumor inducing) pada Agrobacterium tumefaciens dan Ri (root inducing) pada


(39)

terdapat pada A. rhizogenes umumnya berukuran sekitar 140–235 kbp dan fragmen DNA yang ditransfer ke dalam sel tanaman sekitar 14-42 kb yang

merupakan daerah TR dan TL-DNA. Plasmid Ri yang terdapat pada A.

rhizogenes mempunyai satu atau dua macam T-DNA yaitu left T-DNA (TL-DNA) dan right T-DNA (TR-DNA). Berbeda dengan TL-DNA, TR-DNA mempunyai

persamaan dengan T-DNA A. tumefaciens. TR-DNA mengandung gen-gen

iaaM dan iaaH yang berfungsi dalam biosintesis auksin dan membawa gen-gen untuk menyandi sintesis senyawa opin (Giri & Narasu 2000). Sedangkan TL-DNA mengandung gen-gen rol (root loci) yaitu : rolA, rolB, rolC dan rolD (Slightom et al. 1986). Hasil pengujian White et al. (1985) menunjukkan bahwa protein produk dari berbagai gen rol berperan dalam meningkatkan sensitivitas sel tanaman terhadap auksin. Selain itu produk gen rol juga diduga mendorong tanaman inang untuk mensintesis auksin.

Ri-plasmid dapat dibedakan berdasarkan tipe opin yang dihasilkan yaitu agropin, manopin atau kukumopin (van der Salm et al., 1996). Senyawa-senyawa tersebut merupakan sumber karbon dan nitrogen bagi Agrobacterium

yang tidak dihasilkan oleh tanaman normal. Bakteri dengan tipe agropin mempunyai kedua bagian DNA, sedangkan bakteri dengan tipe manopin hanya memiliki TL-DNA.

A. rhizogenes galur agropin yang mengandung TL dan TR-DNA

mengandung lokus rol yang bertanggung jawab terhadap pembentukan penyakit

akar rambut. TL-DNA ini homolog dengan T-DNA tunggal dari galur A. rhizogenes yang lain. TR-DNA membawa gen agropin (ags), mannopin (mas2’ dan mas1) dan auksin (iaaM dan iaaH) yang terlibat dalam biosintesis auksin yang juga ditemukan pada T-DNA strain A. tumefaciens (Jeng-Sheng, 2001) (Gambar 4). A.rhizogenes tipe agropin mempunyai kisaran inang yang lebih

luas dibandingkan dengan A. rhizogenes tipe lainnya. Umumnya galur

Agrobacterium yang digunakan dalam proses transformasi merupakan galur dengan inang luas dengan demikian strain bakteri tersebut patogenik terhadap banyak spesies tanaman.


(40)

Gambar 4. Peta genetik Agrobacterium rhizogenes (Sumber : Jeng-Sheng 2001).

2. 3.2. Interaksi Agrobacterium dengan Tanaman

Proses transfer T-DNA dari Ti atau Ri plasmid ke dalam genom inti tanaman terjadi akibat adanya interaksi antara A. tumefaciens atau A. rhizogenes dengan sel tanaman yang luka. Sel tanaman yang luka menghasilkan senyawa gula, asam amino atau senyawa fenol (Winans, 1992). Dengan adanya isyarat tersebut maka Agrobacterium bergerak aktif menuju sel

tanaman yang luka. Untuk memperkuat interaksi ini Agrobacterium

mengeluarkan β-1,2-glukan. Beberapa gen dalam kromosom Agrobacterium

diketahui merupakan penyandi enzim yang berperan dalam sintesis berbagai senyawa glukan, yaitu chvA, chvB dan pscA (exoC) serta gen cel yang berfungsi mensintesa selulosa fibril (Zambryski et al. 1989).

Terbentuknya senyawa fenol seperti asetosiringon (AS) dan hidroksiasetosiringon (OH-AS) dari sel tanaman yang luka menyebabkan aktifnya ekspresi gen-gen vir (virulensi). Aktivasi ekspresi gen vir dilakukan oleh


(41)

protein sensor (bertugas mendeteksi adanya senyawa fenol) yang disandikan oleh gen virA. Produk dari virA menginduksi fosforilasi dari produk virG yang kemudian mengaktifkan ekpresi dari berbagai gen vir lainnya (Powell et al. 1989; Zambryski et al. 1989; Winans 1992; Gelvin 2003).

Gen-gen lain yang aktif diantaranya adalah gen virD1 dan virD2.

Produk kedua gen ini merupakan endonuklease yang dapat menimbulkan nick (terputusnya rantai DNA) pada basa ketiga dan keempat pada LB dan RB sehingga dapat terjadi proses sintesis utas tunggal (ss)T-DNA. Jika virD1 dan virD2 berada dalam kondisi terbatas, digunakan juga produk virC untuk

meningkatkan sintesis (ss)T-DNA (Gelvin, 2003). Selanjutnya (ss) T-DNA ditransfer dengan cara membentuk T-kompleks dengan produk virE2 (virE2

-T-DNA). VirE2 mengikat ssT-DNA pada situs yang tidak spesifik, berfungsi untuk

menjaga kestabilan ssT-DNA dari kerusakan akibat nuklease (Jeng-Sheng, 2001; Gelvin, 2003).

Menurut Winans (1992) produk dari virD2 akan tetap terikat pada ujung

5 dari T-kompleks dan diduga berfungsi sebagai protein pemandu dalam pelepasan T-kompleks dari Agrobacterium ke sel tanaman, sedangkan virD1

tidak lagi berikatan dengan T-kompleks karena tidak diperlukan dalam proses transfer T-DNA. Produk dari virB menyebabkan terbentuknya pori atau lubang yang dilewati oleh T-DNA pada proses transfer T-kompleks dari bakteri ke tanaman.

2.3.3. Integrasi dan Ekspresi pada Genom Tanaman

Secara umum proses infeksi A. rhizogenes mirip dibandingkan dengan

A. tumefaciens. Proses transfer ssT-DNA bersifat polar, yaitu bergerak dari batas kanan ke batas kiri dimulai dari ujung 5’ ke ujung 3’ (5’–3’) mirip dengan proses konjugasi. Satu atau beberapa kopi ssT-DNA dapat terintegrasi ke dalam genom tanaman pada satu situs yang sama atau terpisah-pisah pada situs yang berbeda (Armitage et al. 1987). Masuknya suatu gen asing dari suatu organisme ke sel lain (tanaman) mengalami beberapa tahap yaitu pengikatan dan pengambilan bahan genetik pada tanaman dan penurunan sifat genetik pada tanaman yang diregenerasikan.

Tanaman yang telah mengalami integrasi T-DNA selanjutnya mengekspresikan enzim baru, mensintesis fitohormon sehingga terjadi over


(42)

produksi fitohormon. Fitohormon tersebut diperlukan tanaman untuk meningkatkan sintesis protein dan memacu pertumbuhan akar primordia yang meningkatkan pertumbuhan akar. Gen-gen yang terdapat pada T-DNA dibedakan menurut peranannya yaitu gen-gen yang mempengaruhi keseimbangan fitohormon dalam sel tanaman inang (oncogene) atau gen yang mempengaruhi produksi opin (opin sintetase). Pada TR-DNA gen yang berfungsi untuk pembentuk auksin adalah iaaM (tms 1), dan iaaH (tms 2), dan juga membawa gen untuk menyandi sintesis senyawa opin. Gen iaaM menyandi pembentukan triptofan 2-monooksigenase yang mengkatalisis perubahan L-triptofan menjadi senyawa indole-3-asetamida. Sedangkan iaaH menyandi enzim amino hidrolase yang mengubah indole-3-asetamida menjadi asam indole-3-asetat (IAA) (van der Salm et al. 1996; Jeng-Sheng 2001).

Daerah TL-DNA berukuran 20 kb, mengandung empat root loci (rol

A-D) yang terlibat dalam induksi akar, yakni rolA, rolB, rolC dan rolD yang berhubungan dengan open reading frames ORFs 10, 11, 12, dan 15 (Chriqui

1996). Jeng-Sheng (2001) menjelaskan bahwa gen rolB (ORF11) mengkodeβ

-glucosidase yang menghidrolisis indol β-glucosida yang diduga berperan meningkatkan pool auksin aktif dalam tanaman dengan hidrolisis konjugat IAA inaktif, mengatur sensivitas sel terhadap IAA dan mendorong pembentukan meristem. Gen rolC (ORF12) diduga berperan meningkatkan level sitokinin melalui aktivitas β-glucosidase yang mampu melepaskan sitokinin aktif dari konjugatnya. Gen rolA (ORF10) terlibat lansung dalam induksi akar sedangkan

rolD (ORF15) berperan menginduksi pembungaan, namun fungsi biokimia dari kedua gen rol ini belum diketahui (Jeng-Sheng 2001; Valpuesta 2002). Rugini et al. (1992) telah membuktikan bahwa kemampuan perakaran, jumlah akar dan massa akar meningkat ketika gen rolABC terekspresi pada tanaman kiwi.

2.3.4. Perbaikan Sistem Perakaran dengan Agrobacterium rhizogenes

Perakaran masih menjadi masalah utama yang sulit dipecahkan pada tanaman tahunan berkayu yang diperbanyak dengan metode perkecambahan biji maupun kultur in vitro. Percobaan untuk memperbaiki sistem perakaran selama ini lebih banyak dilakukan dengan penambahan zat pengatur tumbuh dan bahan kimia lainnya. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa awal pembentukan akar dapat dipacu lebih cepat, tetapi percepatan peningkatan akar


(43)

yang terbentuk tidak terlalu besar. Oleh karena itu perlu dicari upaya lain yang dapat mengatasi masalah perakaran pada tanaman tahunan.

Saat ini telah banyak percobaan yang dilakukan untuk mengatasi masalah pengakaran pada tanaman buah-buahan dan tanaman tahunan berkayu dengan menggunakan A. rhizogenes. A. rhizogenes dapat menginduksi pembentukan akar pada tanaman yang terinfeksi. Akar yang terbentuk dapat tumbuh dengan cepat dan biasanya tidak memerlukan hormon pertumbuhan eksogen. Akar tersebut sering disebut dengan ”hairy root” (akar rambut) karena umumnya memperlihatkan morfologi yang berbeda dengan akar tanaman induknya. Akar-akar tersebut biasanya membentuk cabang-cabang lateral dan rambut-rambut akar yang lebih banyak dibandingkan akar normal.

A. rhizogenes telah banyak ditransformasikan pada berbagai jenis tanaman, terutama pada tanaman buah-buahan dan kehutanan. Strobel et al. (1987) berhasil meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman olive (Olea europaea L.) dengan transformasi Ri-plasmid A. rhizogenes galur 232, dan anatomi akar menunjukkan bahwa sistem jaringan pembuluh tanaman olive hasil transformasi sama dengan tanaman kontrol.

Strobel & Nachmias (1985) melaporkan bahwa transformasi A. rhizogenes galur 232 pada akar almond meningkatan jumlah dan massa akar, diameter batang serta jumlah daun setelah 90 hari transformasi. Dilaporkan juga bahwa terjadinya peningkatkan pertumbuhan dan produksi setelah transformasi A. rhizogenes galur 232 pada bagian akar tanaman olive (Strobel et al. 1988). McAfee et al. (1993) berhasil menginduksi perakaran Pinus dan Larix

spp menggunakan A. rhizogenes galur A4. Damiano & Monticelli (1998) berhasil menginduksi perakaran semua kultivar almond dan apel setelah transformasi dengan A. rhizogenes galur 1855.

Pada kultur in vitro, A. rhizogenes galur A4 dan 232 berhasil menginduksi perakaran eksplan tunas apel ’Golden delicious’ (Patena et al. 1988). Infeksi A. rhizogenes galur 1855, dengan dan tanpa penambahan hormon pada kultur in vitro almond, apel, plum, pyrus pyraster dan dua hibrid rootstocks, Citation (plum X peach) dan GF677 (almond X peach) menghasilkan tiga respon, yaitu : genotif yang berakar tanpa auksin, genotif yang berakar hanya dengan auksin dan genotif yang berakar setelah diinfeksikan A. rhizogenes (Damiano & Monticelli. 1998). Induksi akar dengan A. rhizogenes galur LBA9402 ternyata


(44)

lebih efektif dalam meningkatkan persen akar dan jumlah akar pada eksplan radiate pine (Pinus radiata D.) dibandingkan galur A4T (Li & Leung 2003).

Pembentukan akar oleh transformasi A. rhizogenes sangat dipengaruhi lingkungan tumbuh, diantaranya suhu, kelembaban udara, pH dan cahaya. Menurut Whiteman et al. (1988) bahwa efektivitas A. rhizogenes dalam menginduksi pembentukan akar dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pH mendekati netral (6.0), suhu 25oC dan bagian tanaman yang diinokulasi.

Biosintesis IAA

Infeksi A. rhizogenes pada bagian yang luka dapat menyebabkan sel berproliferasi membentuk akar. Akar yang tumbuh disebabkan oleh adanya transfer sebagian fragmen DNA atau yang disebut dengan T-DNA dari

Agrobacterium ditransfer ke dalam sel tanaman. T-DNA memiliki gen-gen untuk mensintesis fitohormon, sehingga apabila terekspresi mengakibatkan terjadinya over produksi fitohormon tersebut di dalam sel tanaman (Klee et al., 1987; Winans, 1992).

Fitohormon adalah zat pengatur tumbuh yang dihasilkan oleh tanaman dan aktif dalam jumlah yang kecil (10-6–10-5 mM). Dikenal beberapa macam golongan fitohormon salah satunya Indole Asetic Acid (IAA). Asam-asam amino aromatik triptofan (Trp) termasuk dalam jalur utama biosintesis dari IAA. Hasil-hasil intermediet yang terdapat antara triptofan dan IAA adalah asam indol piruvat, triptoamin, dan indol asetaldehida. Triptofan sendiri dihasilkan dari senyawa berkarbon 7, yakni 3-deoksi-7-fosfo-D-asam arabinoheptulosonat yang merupakan hasil kondensasi dari D-eritrosa-4-fosfat (senyawa berkarbon 4) dan fosfo-enol-piruvat (senyawa berkarbon 3). Hormon IAA juga dapat dibentuk secara langsung dari asam amino serine dengan indol (Wattimena, 1988).

Menurut Davies (2004) bahwa jalur pembentukan IAA melalui senyawa intermediat indole-3-pyruvate (IPA) dan indole-3-acetamide (IAM) biasa terjadi pada oleh mikroorganisme, sedangkan jalur lain terdapat dalam tanaman. Jalur IAM terdapat pada semua bakteri Agrobacterium, Bradyrhizobium japonicum,

Rhizobium fredii, Azospirillum brasilense, dan Streptomyces (Manulis et al., 1998). Sedangkan biosintesis IAA melalui IPA dijumpai pada tanaman tingkat tinggi dan beberapa jenis bakteri meliputi Rhizobium spp, Azospirillum spp,


(45)

Gen-gen pada jalur IAM menyandikan tryptophan monoxygenase

(iaaM) dan IAM hydrolase (iaaH), sedangkan enzim kunci pada jalur IPA adalah

indole-pyruvate decarboxylase (Gambar 5). Hormon IAA yang dihasilkan oleh tanaman dapat ditransportasikan dan digunakan langsung oleh tanaman, akan tetapi apabila ketersediaannya berlebih maka IAA dapat diikat oleh senyawa-senyawa tertentu menjadi IAA asam aspartat, IAA-mioinositol dan IAA glukosa. Senyawa-senyawa tersebut tidak aktif sebagai auksin kecuali bila dihidrolisis kembali menjadi IAA bebas. Pengaturan ini penting bagi tanaman untuk mengatur ketersediaan IAA di dalam tanaman sesuai dengan kebutuhan tanaman (Wattimena 1988; Davies 2004).


(46)

Kultur Jaringan Tanaman

Kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuh-kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan, atau organ dalam kondisi aseptik secara in vitro di laboratorium. Teknik ini dicirikan oleh kondisi kultur yang bebas kuman, penggunaan media kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan ZPT (Zat Pengatur Tumbuh), serta kondisi ruang kultur yang suhu dan pencahayaannya terkontrol (Yusnita, 2003)

Wattimena (2006) menyatakan bahwa perbanyakan secara in vitro

dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain melalui multiplikasi tunas dari mata tunas aksilar, melalui pembentukan tunas adventif, atau somatik embriogenesis secara langsung (pembentukannya terjadi lansung dari bagian jaringan eksplan) dan tidak lansung (pembentukannya terjadi setelah melalui tahap pembentukan kalus atau protokorm). Semua sistem propagasi dan kultur

jaringan dimulai dengan pemotongan bagian kecil dari tanaman,

membebaskannya dari kontaminasi mikroorganisme dan menempatkannya dalam media kultur. Bagian tanaman yang dikulturkan tersebut dikenal dengan sebutan eksplan dan merupakan bahan untuk perbanyakan kultur in vitro.

Teknik perbanyakan in vitro umumnya dilakukan melalui lima tahap (Werbrouck & Debegh, 1994) ;

Tahap 0 : Persiapan dan perlakuan tanaman (sumber eksplan) Tahap 1 : Inisiasi eksplan

Tahap 2 : Multiplikasi tunas

Tahap 3 : Pemanjangan, induksi akar dan perkembangan akar Tahap 4 : Aklimatisasi dan penanaman di lapangan

Tahap 0 dilakukan untuk mendapatkan bahan tanam (eksplan) yang sehat dan kondisi fisiologisnya bagus. Pada tahap ini, tanaman sebagai sumber eksplan perlu dirawat dengan baik dan kadang-kadang perlu perlakuan khusus seperti pemangkasan, penyemprotan zat pengatur tumbuh sehingga kondisi fisiologinya lebih baik. Pada tahap inisiasi, kegiatan yang dilakukan adalah memilih bagian tanaman yang akan dijadikan eksplan, mencari prosedur sterilisasi yang efektif namun tidak mematikan eksplan, dan memilih komposisi media yang tepat. Tahap multiplikasi merupakan tahap yang penting dalam perbanyakan in vitro.


(47)

Multiplikasi tunas dilakukan dengan menambahkan zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin dalam media dan mensubkultur planlet pada media yang sama atau media yang berbeda. Pada beberapa kasus, penggunaan sitokinin cukup optimal untuk multiplikasi tunas (Werbrouck & Debergh, 1994). Tahap pengakaran dapat menghasilkan akar sehingga bisa segera diaklimatisasi. Apabila sitokinin yang digunakan pada tahap 2 relatif tinggi, kadang-kadang tunas yang dihasilkan pendek dan sulit berakar. Agar dihasilkan tunas yang panjang dan berakar, planlet ditransfer ke media yang berbeda. Pada tahap aklimatisasi pemilihan media dan kondisi lingkungan rumah kaca perlu diperhatikan untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik.


(1)

Lampiran 2. Pembuatan larutan Scanning Electron Microscop (SEM)

Pembuatan larutan stok bufer cacodilat 0.2 M

Melarutkan sebanyak 42 8 g sodium cacodilat trihidrat (Na (CH,)2As2O3 dengan akuades sehingga volume larutan menjadi 1000 ml

Pembuatan working solution

Sebanyak 50 ml larutan stok + 5,4 ml 0 1 M HCI dan ditambahkan akuades sehingga volume menjadi 200 ml, sehinga, didapat larutan ber pH 7,4.

Formula Larutan Glutaraldehid 2%.

9 ml tarutan bufer sodium cacodilat + I ml glutaraldehid Larutan glutaraldehid harus dibuat segar, dari larutan stok glutaraldehid 20%.

Formula Larutan Tannic Acid 2%

Ditimbang 2 g tannic acid kemudian ditambahkan bufer sodium cacodilat sehingga volume larutan menjadi 100 ml


(2)

Lampiran 3. Komposisi larutan dan bahan-bahan yang digunakan untuk isolasi DNA, PCR dan elektroforesis (Sambrook et al. 1989).

I. Ekstraksi/isolasi DNA 1. Larutan CTAB 10 % NaCl 4,1 gr. CTAB 10 gr

Larutkan dengan aquades hingga 100 ml. 2. Buffer tris-Hcl 1 M pH 8,0

Tris base 12,11 gr HCl pekat 4,2 ml Akuades 80 ml

Atur pH larutan hingga 8,0 volume total 100 ml dan sterilisasi (otoklaf)

3. Larutan EDTA 0,5 M pH 8,0. EDTA 18,61 ml

NaOH 2,0 ml Akuades 80 ml

Atur pH larutan hingga 8,0 volume total 100 ml dan sterilisasi (otoklaf)

4. NaCl 5 M

NaCl 29,22 gr

Larutkan dengan aquades hingga volume 100 ml dan sterlisasi dengan otoklaf.

5. Etanol 70% Etanol 70 ml Akuades 30 ml

Simpan dalam lemari es. 6. Isopropanol dingin.

7. Buffer ekstrak (Doyle dan Doyle, 1987) Larutan CTAB 10 % 5 ml

Larutan EDTA 0,5 M pH 8,0 = 1 ml. Buffer tris-HCl 1 M pH 8,0 = 2,5 ml NaCl 5 M = 7,5 ml. Akuades steril = 8,35 ml Mercaptoetanol = 0,75 ml 8. Kloroform : isoamil alkohol ( 24 : 1) Kloroform 48 ml

Isoamil alkohol 2 ml. 9.Natrium asetat 3 M pH 5,2 10. Buffer phenol.

0,2 gr hidroquinon dalam 20 ml phenol, Kloroform : isoamil alkohol (24 : 1)


(3)

II. Pembuatan RNAse

10 mg/ml (dalam Na asetat 0,01 M pH 5,2)

Timbang 0,01 g RNAse (SIGMA) masukan kedalam tabung 1,5 ml kocok dan panaskan pada suhu 100oC selama 15 menit.

Dinginkan pada suhu kamar dan tambahkan 100 µl ( 1/10 v) Tris-Cl pH 7,4 simpan pada suhu – 20oC.

III. Pereaksi PCR

1. PCR kit ( PCR core system ) ( PROMEGA) Buffer reaksi

MgCl2 25 nM

PCR nukleotida (dNTP) 2,5 mµ Tag DNA polimerase

2.Primer 1 dan 2 3.DNA sampel 50 ng 4.H2O (bebas ion) 5.Mineral oil 20 µl IV. Elektroforesis.

1. Buffer TAE 50 X Tris base : 24,2 g

Asam asetat glacial : 5,7 ml EDTA 0,5 M pH 8,0 : 1 ml

Larutkan dengan akuades hingga 100 ml 2. Ethidium bromida 1%

Et br 1 ml Akuades 99 ml


(4)

Lampiran 4. Penetapan kandungan nitrogen dengan metode semi-mikro kjeldahl

Pereaksi : 1. H2SO4 99%

2. Campuran selen (K2 SO4 : Cu SO4 : selenium = 50 : 10 :1) 3. H3BO3 4%

4. Indikator con way (0,3 g Bromoresol hijau + 0,2 gr metil merah) + etanol 90%.

5. NaOH 50 %.

Cara kerja : 1. Masukan 0,2 contoh kedalam kjeldahl 2. Tambahkan 0,2 g campuran selenium 3. Tambahkan 5 ml H2SO4 99%

4. Tambahkan parafin cair 5 tetes

5. Destruksi pada suhu 300oC sampai berwarna jernih kehijauan.

6. Dinginkan dan tambahkan 50 ml akuades.

7. Masukan kedalam labu penyuling (labu didih), tambahkan 20 ml NaOH 50 %. Kemudian disuling segera

8. Hasil sulingan (amoniak) ditampung dengan 10 ml H3BO3 4%, ditambahkan 5 tetes indikator con way

9. Titrasi sampai titik akhir dengan 0,3 N HCl Perhitungan : Kadar N total = (Vc – Vb) x N x 14 x 100 %

mg contoh

Keterangan : Vc . Vb = ml peniter contoh dan blangko. N = kenormalan.


(5)

Lampiran 5. Penetapan kandungan P dan K dengan metode pengabuan. Pereaksi :1. HCl 12 N dan 1 N.

2. Pelarut Pb (a) larutan 3,8 g amoniak molibdat dalam 30 ml pada suhu 60oC dinginkan, saring. (b) larutkan 5 g H3BO3 dalam 500 ml air lalu ditambahkan 75 ml HCl. (c) campurkan a dan b kemudian encerkan menjadi 1000 ml. 3. Larutkan pereduksi : campuran dan giling bersama-sama

2,5 g 1-amino-2-napthal-4-sulfanic acid, 5 g Na2So4 dan 146 gr Na2S2O5 hingga menghasilkan serbuk pereduksi. Ambil 8 gr serbuk pereduksi tersebut kemudian masukan kedalam 50 ml air panas, biarkan selama 16 jam hingga menghasilkan larutan pereduksi.

Cara kerja : 1. Masukan 1 g contoh kedalam cawan porselin.

2. Masukan ke alat pemanas “muffle” pemanas pada suhu 550oC selama 2 jam sejak panas konstan.

3. Dinginkan kemudian tambahkan 5 tetes HCl pekat 12 N, aduk sampai rata, diamkan sampai kering. Ulangi sebanyak 3 kali.

4. Tambahkan 10 ml HCl 1 N kocok sampai kering. 5. Pipet 1 ml, masukan ke dalam labu ukur 50 ml.

6. Untuk penetapan kandungan K, ambil 5 ml kemudian ukur dengan alat flame fotometer.

7. Untuk penetapan kandungan P, ambil 5 ml tambahkan pelarut (b) 5 ml tambahkan larutan pereduksi 5 ml kemudian kandungan P diukur dengan alat spektrophotometer uv-vis.


(6)

Lampiran 6. Prosedur analisis hormon IAA ( Ergün et al. 2001)

1 g akar segar diekstrak (60 ml) (MeOH : CHCl3 : 2N NH4OH, 12 : 5 :3 v/v/v)

+ 25 ml aquades

Fase kloroform Dibuang

Fase air

Atur pH 2.5 dan ekstrak 3x dengan etil asetat (15 ml)

etil asetat (IAA bebas)

Fase air

Evaporasi

TLC

(sistem pelarut : i-PrOH : NH4OH: H2O 10 : 1: 1 v/v/v)

Dilarutkan dgn metanol Spektrofotometer 222 nm / 280 nm Fase air

Atur pH 11, dihidrolisis 1 jam suhu 70oC

Fase air

etil asetat (IAA terikat)

TLC

(sistem pelarut : i-PrOH : NH4OH: H2O 10 : 1: 1 v/v/v)

Evaporasi Atur pH 2.5 dan ekstrak 3x

dengan etil asetat (15 ml)

Dilarutkan dgn metanol Spektrofotometer 222 nm / 280 nm Fase air