Arahan dan strategi pengembangan kawasan perdesaan dengan pendekatan agropolitan di kabupaten Blitar

ARAHA
HAN DAN
N STRATE
TEGI
PENGEM
EMBANGA
GAN KAW
WASAN P
PERDESA
SAAN
DENGA
GAN PEND
NDEKATA
TAN AGRO
ROPOLITA
TAN
DI KAB
ABUPATE
TEN BLITA
TAR


OMA
AR BRAH
AHMANTO
TO
A156110
10264

SEKOL
LAH PASC
CASARJA
ANA
INSTITU
UT PERTA
ANIANBOG
OGOR
BOGO
OR
2013
3


PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Arahan dan Strategi
Pengembangan Kawasan Perdesaan dengan Pendekatan Agropolitan di Kabupaten
Blitar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2013

Omar Brahmanto
NRP A156110264

ABSTRACT
OMAR BRAHMANTO. Direction And Strategy of Rural Area Development

Using Agropolitan Approach In Blitar Regency. Under direction of SANTUN
R.P. SITORUS and SETIA HADI.
One of the ways to solve the problem between the urban and rural gaps
was applying the assessment model of regional development by using agropolitan
approach. This approach became relevant to rural areas because agriculture
sector and natural resource management had become the main livelihood of most
rural communities. The aims of this study were: 1). to identify the typology of subdistricts in Blitar regency; 2). to analyze the prime agriculture commodities; 3). to
determine the regional development center; 4). to formulate the direction and
regional development strategy. The data analysis used in this study were Cluster
Analysis, LQ and Shift Share, P-Median and A’WOT. The results showed that the
typology of sub-districts in Blitar regency could be divided in three clusters e.g.:
Cluster 1 with the development centre in Sanankulon sub-district was the paddy
rice producing areas, Cluster 2 with the development centre in Wlingi sub-district
was the plantation commodities areas and Cluster 3 with the development centre
in Panggungrejo sub-district was the dry land farming areas. The direction and
strategy development of those three clusters were increasing the productivity,
cooperating with private sectors, training and disseminating, and supporting the
farmers.
Keywords: typology of sub-districts, prime agriculture commodities, center of
development, development strategy.


RINGKASAN
OMAR BRAHMANTO. Arahan Dan Strategi Pengembangan Kawasan Perdesaan
Dengan Pendekatan Agropolitan Di Kabupaten Blitar. Dibimbing oleh SANTUN
R.P. SITORUS and SETIA HADI.
Kabupaten Blitar merupakan salah satu kabupaten yang terletak di
Provinsi Jawa Timur dengan wilayah administrasi meliputi 22 kecamatan, 220
desa, dan 28 kelurahan. Melihat kondisi tersebut maka dapat diartikan bahwa
mayoritas kawasan di wilayah Kabupaten Blitar adalah kawasan perdesaan.
Belum optimalnya pembangunan di tingkat perdesaan menjadikan
sebagian besar masyarakat lebih memilih untuk bermigrasi ke kota yang lebih
besar atau bahkan ke luar negeri. Menurut Rustiardi, et al. (2005), fenomena
migrasi adalah bentuk respon dari masyarakat karena adanya perbedaan
ekspektasi dalam meningkatkan kesejahteraan dirinya. Dengan kata lain, migrasi
desa-kota akan terus berlangsung sepanjang ada kesenjangan antara desa-kota.
Menurut data podes 2008, jumlah penduduk Kabupaten Blitar yang berprofesi
sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri mencapai 28 430 jiwa.
Salah satu cara dalam menanggulangi permasalahan kesenjangan antara
desa-kota adalah dengan dilakukan kajian model pengembangan wilayah dengan
pendekatan agropolitan. Agropolitan menjadi relevan dengan wilayah perdesaan

karena pada umumnya sektor pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam
memang menjadi mata pencaharian utama dari sebagian besar masyarakat
perdesaan. Untuk mengembangkan agropolitan diperlukan kajian terkait aspek
ekonomi, aspek sosial, aspek wilayah, serta aspek kebijakan daerah. Selanjutnya
dari semua kajian tersebut disusun strategi pengembangannya. Harapannya
dengan memperhatikan kajian tersebut dapat memberikan hasil pembangunan
yang berimbang serta memperhatikan karakteristik wilayah.
Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi hierarki wilayah dalam
mendukung pengembangan agropolitan di Kabupaten Blitar; (2) mengidentifikasi
tipologi wilayah masing-masing kecamatan beserta komoditas unggulan yang
dapat dikembangkan dalam mendukung pengembangan agropolitan Kabupaten
Blitar; (3) mengkaji arahan lokasi pusat pengembangan masing-masing cluster;
(4) merumuskan arahan dan strategi pengembangan kawasan perdesaan dengan
pendekatan agropolitan di Kabupaten Blitar.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder
diperoleh melalui survei ke instansi yang terkait dengan penelitian, seperti : Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Blitar, Badan Pusat
Statistik (BPS) Kabupaten Blitar, Dinas Pertanian Kabupaten Blitar, serta Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Blitar. Data sekunder dianalisis
menggunakan beberapa metode analisis, seperti : analisis skalogram untuk

mengetahui indeks perkembangan kecamatan, analisis Cluster untuk mengetahui
tipologi wilayah, analisis LQ dan Shift Share untuk mengidentifikasi komoditas
unggulan, serta analisis P-Median untuk menentukan lokasi optimal sebagai pusat
pengembangan masing-masing cluster. Data primer diperoleh melalui penyebaran
kuesioner dan wawancara langsung terhadap narasumber yang dianggap expert.
Selanjutnya data primer ini dianalisis menggunakan metode A’WOT untuk

mengetahui pendapat narasumber mengenai strategi pengembangan kawasan
perdesaan dengan pendekatan agropolitan di Kabupaten Blitar.
Berdasarkan analisis cluster diperoleh tipologi kecamatan di Kabupaten
Blitar yang ada dapat dibedakan menjadi 3 cluster, yaitu : Cluster 1 merupakan
kawasan penghasil utama pertanian tanaman pangan dengan kondisi
perkembangan wilayah yang tinggi, Cluster 2 merupakan kawasan penghasil
komoditas perkebunan dengan kondisi perkembangan wilayah yang sedang, dan
Cluster 3 merupakan kawasan penghasil utama komoditas pertanian lahan kering
dengan kondisi perkembangan wilayah yang rendah.
Dalam menentukan pusat pengembangan masing-masing cluster digunakan
pendekatan lokasi optimum berdasarkan faktor jarak minimum (analisis PMedian) dan hasilnya sebagai berikut : a). Cluster 1 (komoditas tanaman pangan)
dengan pusat pengembangan di Kecamatan Sanankulon dan daerah layanannya
meliputi : Kecamatan Kanigoro, Kecamatan Talun, Kecamatan Sutojayan,

Kecamatan Selopuro, Kecamatan Srengat, Kecamatan Wonodadi, Kecamatan
Udanawu, dan Kecamatan Ponggok; b). Cluster 2 (komoditas perkebunan) dengan
pusat pengembangan di Kecamatan Wlingi dan daerah layanannya meliputi :
Kecamatan Nglegok, Kecamatan Garum, Kecamatan Gandusari, Kecamatan
Doko, dan Kecamatan Kesamben, Kecamatan Selorejo; c). Cluster 3 (komoditas
pertanian lahan kering) dengan pusat pengembangan di Kecamatan Panggungrejo
dan daerah layanannya meliputi : Kecamatan Kademangan, Kecamatan Bakung,
Kecamatan Wonotirto, Kecamatan Binangun, dan Kecamatan Wates.
Dari arahan cluster pengembangan tersebut, kemudian dirumuskan strategi
pengembangan untuk masing-masing cluster sebagai berikut :
a. Strategi pengembangan Cluster 1 (tanaman pangan) : mendorong peningkatan
kualitas dan kuantitas produk dengan penerapan teknologi budidaya dan
pasca panen, pengembangan industri pengolahan hasil pertanian untuk
meningkatkan nilai tambah, melakukan pendampingan kepada masyarakat
yang berusaha dibidang pertanian
b. Strategi pengembangan Cluster 2 (perkebunan) : mendorong peningkatan
kualitas dan kuantitas produk dengan penerapan teknologi budidaya dan
pasca panen, diversifikasi komoditas perkebunan yang lebih ekonomis
dengan mengoptimalkan pemanfaatan potensi lahan yang masih luas,
menawarkan paket investasi kepada swasta untuk pengembangan agrowisata

berbasis perkebunan.
c. Strategi pengembangan Cluster 3 (pertanian lahan kering) : mendorong
peningkatan kualitas dan kuantitas produk dengan penerapan teknologi
budidaya dan pasca panen, diversifikasi komoditas pertanian lahan kering
yang lebih ekonomis dengan mengoptimalkan pemanfaatan potensi lahan
yang masih luas serta fasilitas KUR, menawarkan paket investasi kepada
swasta untuk pengembangan industri pengolahan hasil pertanian (pabrik gula)
dengan harapan dapat menyerap tenaga kerja local, melakukan pendampingan
kepada masyarakat yang ingin berusaha dibidang pertanian lahan kering.
Kata kunci

: tipologi kecamatan, komoditas unggulan, pusat pengembangan,
strategi pengembangan

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

ARAHAN DAN STRATEGI
PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN
DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN
DI KABUPATEN BLITAR

OMAR BRAHMANTO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIANBOGOR
BOGOR

2013

Judul Tesis

:

Nama
NRP

:
:

Arahan dan Strategi Pengembangan Kawasan Perdesaan
dengan Pendekatan Agropolitan di Kabupaten Blitar
Omar Brahmanto
A156110264

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Prof. Dr. Ir. Santun R. P. Sitorus
Ketua

Dr. Ir. Setia Hadi, M.S.
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Santun R. P. Sitorus

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

Tanggal Ujian : 23 Januari 2013

Tanggal Lulus :

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Widiatmaka, DAA

Kupersembahkan karya ini
kepada:
kedua orang tua tercinta;
ayahanda R. Latijono dan ibunda Sumarmi (Almarhumah),
istriku terkasih Puspita Ratri, SH dan anakku tersayang Akbar Omar Dzaky,
serta keluarga besarku
yang telah memberikan dukungan selama ini.

PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 sampai
Oktober 2012 ialah penembangan wilayah, dengan judul Arahan dan Strategi
Pengembangan Kawasan Perdesaan dengan Pendekatan Agropolitan di Kabupaten
Blitar.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Santun R. P. Sitorus selaku ketua komisi pembimbing dan ketua
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah atas segala motivasi, arahan, dan
bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hinga penyelesaian tesis ini.
2. Dr. Ir. Setia Hadi, M.S. selaku anggota komisi pembimbing atas segala
dukungan, arahan, dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hinga
penyelesaian tesis ini.
3. Dr. Ir. Widiatmaka, DAA selaku penguji luar komisi atas segala masukan dan
arahan dalam penyempurnaan tesis ini.
4. Segenap dosen pengajar, asisten dan staf manajemen Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah IPB.
5. Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan
beasiswa yang diberikan kepada penulis.
6. Pemerintah Kabupaten Blitar yang telah memberikan izin kepada penulis
untuk mengikuti program tugas belajar ini.
7. Rekan-rekan PWL kelas Bappenas maupun reguler angkatan 2011 dan semua
pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tesis ini.
Terima kasih yang istimewa khusus disampaikan kepada isteriku Puspita
Ratri, SH dan anakku Akbar Omar Dzaky beserta seluruh keluarga, atas segala
do’a, dukungan, kasih sayang dan pengorbanan yang telah diberikan selama ini.
Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga
dalam penelitian ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan. Akhirnya,
semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Terimaksih.

Bogor, Februari 2013

Omar Brahmanto

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Merauke pada tanggal 22 Desember 1981 dari ayah
R. Latijono dan ibu Sumarmi (almh). Penulis adalah putra kelima dari enam
bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah
dan Kota, Fakultas Teknik Undip, lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2011,
penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan ke program magister di
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah pada Program Pascasarjana IPB.
Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Pusat Pembinaan, Pendidikan,
dan Pelatihan Perencana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Pusbindiklatren Bappenas).
Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) Daerah Kabupaten
Blitar sejak tahun 2006 dan ditempatkan di Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda).

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vii
1 PENDAHULUAN ........................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ...........................................................................
3
1.3 Tujuan Penelitian ...............................................................................
4
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................
5
1.5 Kerangka Pemikiran Penelitian ..........................................................
5
2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
7
2.1 Pengertian Dasar Wilayah dan Kawasan Perdesaan ..........................
7
2.2 Konsep Perencanaan Pembangunan Wilayah ....................................
8
2.3 Konsep Agropolitan ...........................................................................
9
2.4 Teori Lokasi Pusat ..............................................................................
13
2.5 Sektor Basis ........................................................................................
13
2.6 Komoditas Unggulan ..........................................................................
14
2.7 Analytic Hierarchy Process (AHP) ....................................................
15
2.8 Analisis SWOT ..................................................................................
16
3 METODOLOGI ............................................................................................
17
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................
17
3.2 Jenis Data dan Alat ............................................................................
17
3.3 Metode Analisis Data .........................................................................
17
3.3.1 Analisis Skalogram ..................................................................
19
3.3.2 Analisis Gerombol (Cluster Analysis) ......................................
20
3.3.3 Analisis Location Quotient (LQ) .............................................
21
3.3.4 Shift Share Analysis .................................................................
22
3.3.5 Spatial Interaction Analysis Location-allocation Model .........
23
3.3.6 Analisis A’WOT ......................................................................
25
4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR ........................................
31
4.1 Kondisi Fisik Wilayah .......................................................................
31
4.1.1 Kondisi Geografis ....................................................................
31
4.1.2 Kondisi Topografi ....................................................................
31
4.1.3 Kondisi Iklim ............................................................................
33
4.2 Kependudukan ...................................................................................
34
4.3 Penggunaan Lahan .............................................................................
35
4.4 Perekonomian Daerah ........................................................................
36
4.4.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ..............................
36
4.4.2 Potensi Pertanian Kabupaten Blitar .........................................
37
4.4.2.1 Tanaman Bahan Makanan ...........................................
37
4.4.2.2 Peternakan ...................................................................
38
4.4.2.3 Perkebunan ..................................................................
39

ii
5 HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................
5.1 Hirarki Wilayah di Kabupaten Blitar ................................................
5.2 Tipologi Wilayah Kecamatan di Kabupaten Blitar ............................
5.3 Komoditas Unggulan Cluster Agropolitan..........................................
5.4 Lokasi Pusat Pengembangan Cluster Agropolitan .............................
5.5 Arahan dan Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan ...............
5.5.1 Arahan Pengembangan Kawasan Agropolitan .........................
5.5.2 Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan ........................
5.5.2.1 Strategi Pengembangan Cluster 1 ................................
5.5.2.2 Strategi Pengembangan Cluster 2 ................................
5.5.2.3 Strategi Pengembangan Cluster 3 ................................
5.5.3 Strategi Pengembangan Kawasan Perdesaan di Kabupaten
Blitar ........................................................................................
6 SIMPULAN DAN SARAN .........................................................................
6.1 Simpulan ............................................................................................
6.2 Saran ..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
LAMPIRAN ....................................................................................................

41
41
44
48
53
58
58
60
60
65
69
73
77
77
78
79
83

DAFTAR TABEL
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.

Tujuan, jenis, sumber data dan cara pengumpulan data serta analisis
data ............................................................................................................
Skala dasar ranking Analytical Hierarchy Process (AHP) ......................
Matriks Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS) .................
Matriks Eksternal Strategic Factor Analysis Summary (EFAS) .............
Curah Hujan Rata-Rata Per Bulan di Kabupaten Blitar ...........................
Jumlah penduduk tiap kecamatan di Kabupaten Blitar tahun 2010 .........
Penggunaan Lahan di Kabupaten Blitar ...................................................
Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral PDRB ADHK Tahun
2006-2010 (dalam persen) .......................................................................
Nilai IPK dan Hirarki Kecamatan di Kabupaten Blitar ...........................
Hasil Analisis Gerombol (Cluster) ..........................................................
Karakteristik Tipologi Wilayah Kecamatan di Kabupaten Blitar .............
Nilai LQ komoditas pertanian lahan kering pada Cluster 1......................
Nilai LQ komoditas perkebunan pada Cluster 2 ......................................
Nilai LQ komoditas pertanian lahan sawah pada Cluster 3 .....................
Nilai DS komoditas pertanian lahan kering pada Cluster 1 .....................
Nilai DS komoditas perkebunan pada Cluster 2 ......................................
Nilai DS komoditas pertanian lahan sawah pada Cluster 3 ......................
Hasil analisis matriks Internal Strategic Factors Analysis Summary
(IFAS) Pengembangan Cluster 1 ..............................................................
Hasil analisis matriks External Strategic Factors Analysis Summary
(EFAS) Pengembangan Cluster 1 .............................................................
Hasil analisis matriks Internal Strategic Factors Analysis Summary
(IFAS) Pengembangan Cluster 2 .............................................................
Hasil analisis matriks External Strategic Factors Analysis Summary
(EFAS) Pengembangan Cluster 2 ............................................................
Hasil analisis matriks Internal Strategic Factors Analysis Summary
(IFAS) Pengembangan Cluster 3 .............................................................
Hasil analisis matriks External Strategic Factors Analysis Summary
(EFAS) Pengembangan Cluster 3 ............................................................

19
26
26
27
33
35
36
37
42
45
48
50
50
50
51
52
52
62
62
66
67
71
71

DAFTAR GAMBAR

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.

Halaman
Kerangka Pemikiran .................................................................................
6
Peta Lokasi Penelitian . .............................................................................
18
Model Matriks Space ...............................................................................
28
Matriks SWOT .........................................................................................
29
Peta Kelerengan . ......................................................................................
32
Peta Curah Hujan . ....................................................................................
34
Hirarki Wilayah Kecamatan di Kabupaten Blitar ....................................
43
Hasil Analisis Gerombol Berhirarki . .......................................................
44
Hasil Cluster Analysis dengan metode K-Means . ....................................
46
Tipologi Wilayah Kecamatan di Kabupaten Blitar ..................................
47
Komoditas Unggulan Cluster 1 ................................................................
52
Komoditas Unggulan Cluster 2 ................................................................
53
Komoditas Unggulan Cluster 3 ................................................................
53
Proses Penentuan Pusat Pengembangan pada Cluster 1 . .........................
55
Proses Penentuan Pusat Pengembangan pada Cluster 2 . .........................
55
Proses Penentuan Pusat Pengembangan pada Cluster 3 . .........................
56
Lokasi pusat pengembangan cluster agropolitan . ....................................
57
Arahan pengembangan kawasan agropolitan . ..........................................
59
Hasil Analisis AHP Faktor Internal dan Eksternal Cluster 1 ...................
61
Hasil Analisis Matriks Space pada Cluster 1 . ..........................................
63
Hasil Analisis Matriks SWOT pada Cluster 1 . ........................................
64
Hasil Analisis AHP Faktor Internal dan Eksternal Cluster 2 ...................
65
Hasil Analisis Matriks Space pada Cluster 2 . ..........................................
68
Hasil Analisis Matriks SWOT pada Cluster 2 . ........................................
69
Hasil Analisis AHP Faktor Internal dan Eksternal Cluster 3 ...................
70
Hasil Analisis Matriks Space pada Cluster 3 . ..........................................
72
Hasil Analisis Matriks SWOT pada Cluster 3 . ........................................
73

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

Hasil Perhitungan Analisis Skalogram . ...................................................
Input Data Analisis Gerombol (Cluster) . .................................................
Matriks Tipologi Kecamatan Berdasarkan Analisis Fungsi Diskriminan.
Fungsi Klasifikasi Berdasarkan Analisis Fungsi Diskriminan . ...............
Hasil Analisis LQ dan Shift Share Komoditas Cluster 1 . ........................
Hasil Analisis LQ dan Shift Share Komoditas Cluster 2 . ........................
Hasil Analisis LQ dan Shift Share Komoditas Cluster 3 . ........................
Input Data Metode P-Median Cluster 1 . ..................................................
Input Data Metode P-Median Cluster 2 . ..................................................
Input Data Metode P-Median Cluster 3 . ..................................................
Hasil Perhitungan A’WOT Cluster 1 . ......................................................
Hasil Perhitungan Rating Faktor Internal Dan Eksternal Cluster 1 . ........
Hasil Perhitungan A’WOT Cluster 2 . ......................................................
Hasil Perhitungan Rating Faktor Internal Dan Eksternal Cluster 2 . ........
Hasil Perhitungan A’WOT Cluster 3 . ......................................................
Hasil Perhitungan Rating Faktor Internal Dan Eksternal Cluster 3 . ........

85
88
88
88
89
89
89
90
90
90
91
92
93
94
95
96

1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan secara umum dipandang sebagai proses multidimensional
yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap
masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi
pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan
kemiskinan. Berdasarkan pengertian ini maka pada hakekatnya pembangunan
harus diarahkan kepada efisiensi (efficiency), kemerataan (equity) dan
keberlanjutan (sustainability) (Rustiadi et al., 2011).
Proses pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini ternyata tidak
sesuai dengan hakekat pembangunan bahkan telah menimbulkan berbagai
permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kesejahteraan antar wilayah yang
tidak berimbang. Hal ini terutama bias dilihat dari interaksi antara desa dan kota,
yang secara empiris menunjukkan suatu hubungan yang saling memperlemah.
Berkembangnya kota sebagai pusat-pusat pertumbuhan ternyata tidak memberikan
efek penetesan ke bawah, tetapi justru menimbulkan efek pengurasan sumberdaya
di wilayah sekitarnya. Hubungan antara wilayah perdesaan dan perkotaan yang
tidak seimbang telah menimbulkan berbagai permasalahan baik di perdesaan dan
perkotaan. Padahal seharusnya antara wilayah perdesaan dan perkotaan terjadi
mekanisme pertukaran sumberdaya yang saling menguntungkan sehingga
hubungan yang saling memperkuat ini akan mampu mewujudkan keberlanjutan
pembangunan dalam jangka panjang.
Pada skala nasional, tingkat kesejahteraan antar wilayah menjadi tidak
berimbang dengan pendekatan pertumbuhan ekonomi makro, dan sistem
pemerintahan yang sentralistik yang cenderung mengabaikan terjadinya
kesetaraan dan keadilan pembangunan antar-wilayah yang cukup besar. Investasi
dan sumberdaya terserap dan terkonsentrasi di perkotaan dan pusat-pusat
pertumbuhan, sementara wilayah-wilayah hinterland mengalami pengurasan
sumberdaya yang berlebihan. Secara makro dapat kita lihat terjadinya
ketimpangan pembangunan yang signifikan misalnya antara desa-kota, antara
wilayah Indonesia Timur dan wilayah Indonesia Barat, antara wilayah Jawa dan
luar Jawa, dan sebagainya.
Ada beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya backwash effect
tersebut. Pertama, terbukanya akses ke daerah perdesaan seringkali mendorong
kaum elit kota, dan perusahaan besar untuk mengeksploitasi sumberdaya yang ada
di pedesaan. Masyarakat desa sendiri tidak berdaya karena secara politik dan
ekonomi memiliki posisi tawar yang jauh lebih rendah. Kedua, kawasan
perdesaan sendiri umumnya dihuni oleh masyarakat yang kualitas sumber daya
manusia dan kelembagaannya kurang berkembang (lemah). Kondisi ini
mengakibatkan ide-ide dan pemikiran modern dari kaum elit kota sulit untuk
didiseminasikan. Oleh karena itu, sebagian besar aktivitas pada akhirnya lebih
bersifat enclave dengan mendatangkan banyak SDM dari luar yang dianggap lebih
mempunyai ketrampilan dan kemampuan (Rustiadi et al., 2011).
Dalam mempercepat pembangunan perdesaan dan pertanian diperlukan
komitmen dan tanggung jawab moral pembangunan dari segenap aparatur

2
pemerintah, masyarakat maupun swasta, sehingga pembangunan pertanian dapat
dilakukan secara efektif, efisien, terintegrasi dan sinkron dengan pembangunan
sektor lainnya dan berwawasan lingkungan. Menyikapi berbagai tantangan dan
ancaman dalam pengembangan agribisnis dan perdesaaan, maka diperlukan
terobosan program, yang melibatkan berbagai pihak yang perlu dilakukan secara
terarah dan terkoordinasi.
Salah satu ide yang dikemukakan adalah dengan mewujudkan kemandirian
pembangunan perdesaan yang didasarkan pada potensi wilayah desa itu sendiri,
dimana ketergantungan dengan perekonomian kota harus bisa diminimalkan.
Berkaitan dengan ide inilah Friedmann dan Douglass (1976), menyarankan suatu
bentuk pendekatan agropolitan sebagai aktivitas pembangunan yang
terkonsentrasi di wilayah perdesaan dengan jumlah penduduk antara 50 000
sampai 150 000 orang. Agropolitan menjadi relevan dengan wilayah perdesaan
karena pada umumnya sektor pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam
memang menjadi mata pencaharian utama dari sebagian besar masyarakat
perdesaan. Otoritas perencanaan dan pengambilan keputusan akan
didesentralisasikan sehingga masyarakat yang tinggal di perdesaan akan
mempunyai tanggung jawab penuh terhadap perkembangan dan pembangunan
daerahnya sendiri.
Pengembangan wilayah perlu dimulai dengan analisis kondisi wilayah,
potensi unggulan wilayah, dan permasalahan yang ada di wilayah tersebut. Hasil
analisis kondisi wilayah selanjutnya digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam
menentukan strategi pengembangan wilayah. Keterkaitan antara perkembangan
kondisi sosial ekonomi masyarakatnya, potensi sumberdaya alam, serta
ketersediaan sarana dan prasarana wilayah juga perlu diperhatikan dalam
mendukung aktivitas perekonomian di wilayah tersebut.
Kenyataan telah membuktikan akan pentingnya peran strategis sektor
pertanian sebagai pilar penyangga atau basis utama ekonomi nasional dalam
upaya penanggulangan dampak krisis yang lebih parah. Sektor pertanian rakyat
serta usaha kecil dan menengah relatif mampu bertahan dalam menghadapi krisis
ekonomi dan menyelamatkan negara kita dari situasi yang lebih parah. Disamping
pendekatan kemitraan dan penguatan jaringan, akan disinergikan pula dengan
pendekatan peningkatan nilai tambah produksi pada usaha-usaha kecil yang
berorientasi pada pasar/ekspor sesuai dengan kompetensi ekonomi lokal
daerahnya.
Pemerintah daerah perlu menentukan sektor dan komoditas apa saja yang
diperkirakan dapat tumbuh dan berkembang cepat di wilayah tersebut. Sektor dan
komoditas tersebut haruslah yang merupakan sektor unggulan atau mempunyai
prospek untuk dipasarkan ke luar wilayah dan dapat dikembangkan secara
maksimal. Sektor tersebut perlu didorong, dikembangkan dan disinergikan dengan
sektor-sektor lain, yang pada akhirnya akan mempercepat pertumbuhan ekonomi
wilayah.
Diberlakukannya Undang-Undang (UU) Nomor 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan yang diperbaharui dengan UU Nomor 32 tahun 2004, menegaskan
bahwa pemerintah pusat memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk
mengembangkan semaksimal mungkin potensi wilayah yang dimilikinya.
Undang-undang ini diperkuat dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden

3
Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2001 yang mengatur kewenangan setiap
kabupaten/kota untuk menjalankan rumah tangganya sendiri.
Keberadaan undang-undang otonomi daerah ini diharapkan memberikan
dampak positif kepada daerah, yaitu terciptanya daerah-daerah pertumbuhan baru
di kabupaten/kota. Model pembangunan ini menggantikan model pembangunan
terpusat yang selama ini dianggap oleh banyak kalangan sebagai penyebab
lambatnya pembangunan di daerah, sehingga memperbesar ketimpangan
pembangunan antar daerah. Dengan model pembangunan yang baru ini
diharapkan dapat menciptakan percepatan pembangunan daerah, sehingga daerah
yang selama ini lambat untuk berkembang akan mampu untuk memacu
ketertinggalannya.
Pelaksanaan otonomi daerah secara tidak langsung akan memaksa daerah
untuk melakukan perubahan-perubahan baik perubahan struktur maupun
perubahan proses dan kultur birokrasi. Proses perencanaan pembangunan di
daerah juga mengalami perubahan, daerah dituntut mampu melakukan
perencanaan pembangunan dengan memanfaatkan potensi yang ada dan sesuai
dengan karakteristik wilayahnya. Perencanaan pembangunan suatu wilayah tidak
terlepas dari potensi sumber daya alam yang melekat di wilayah tersebut dan
pemanfaatan sumber daya alam tersebut secara bijaksana, yaitu terarah, efisien,
sistematik dan berkelanjutan.
Salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang sedang dikembangkan
sebagai kawasan agropolitan adalah Kabupaten Blitar. Daerah ini memiliki
potensi sumberdaya alam dan lahan yang potensial untuk komoditi unggulannya
yang bernilai komersial. Sebagian besar luas wilayah Kabupaten Blitar sangat
potensial untuk kegiatan budidaya yaitu sekitar 78.91 persen dari luas wilayah
Kabupaten Blitar atau sekitar 125 336.63 Ha. Wilayah administrasi Kabupaten
Blitar yang meliputi : 22 kecamatan, 220 desa, dan 28 kelurahan dapat diartikan
bahwa mayoritas kawasan di wilayah Kabupaten Blitar adalah kawasan
perdesaan. Kenyataan ini didukung pula oleh keadaan struktur perekonomian
yang masih mengandalkan sektor pertanian sebagai sektor penyumbang yang
terbesar.
Berdasarkan uraian di atas, maka pengembangan wilayah melalui
pendekatan agropolitan menjadi hal yang penting untuk dipertimbangkan, dengan
alasan: 1) memiliki tujuan meningkatkan kapasitas produksi lokal dan nilai
tambah melalui pelaksanaan pembangunan pertanian secara terpadu dengan
aktivitas pendukung usaha budidaya seperti pengolahan, pemasaran, dan
agrowisata, 2) agropolitan dapat menurunkan ketimpangan spasial yang terjadi, 3)
dapat menurunkan angka pengangguran yang berpendidikan tinggi di perdesaan,
4) dapat memfasilitasi pembangunan sektoral (sektor pertanian dan sektor lain)
dan pembangunan spasial (perkotaan dan perdesaan) dalam rangka pembangunan
ekonomi perdesaan (Harun, 2004).
1.2 Perumusan Masalah
Perbedaan karakteristik geografis yang dimiliki wilayah di Kabupaten Blitar
berdampak pada belum berimbangnya pembangunan wilayah hingga di tingkat
perdesaan di kedua wilayah tersebut. Belum berimbangnya pembangunan wilayah

4
mengakibatkan sebagian besar masyarakat lebih memilih untuk bermigrasi ke kota
yang lebih besar atau bahkan ke luar negeri. Berdasarkan data BPS dan Bappeda
Kabupaten Blitar (2011), laju pertumbuhan penduduk per kecamatan ada yang
mencapai level minus, yaitu : Kecamatan Bakung (-0.4), Panggungrejo (-0.03),
dan Wates (-0.05).
Berdasarkan data BPS dan Bappeda Kabupaten Blitar (2011), diketahui
sektor ekonomi yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Kabupaten
Blitar berturut-turut adalah : sektor pertanian (45.85 persen), sektor perdagangan,
hotel dan restoran (28.91 persen), serta sektor jasa (11 persen). Sektor yang
memberikan kontribusi terkecil berturut-turut adalah : sektor keuangan (4.39
persen), sektor pertambangan (2.36 persen), sektor industri (2.36 persen), sektor
bangunan (2.19 persen), sektor angkutan dan komunikasi (2.05 persen), serta
sektor listrik,gas, dan air bersih (0.9 persen). Apabila ditinjau dari kontribusi
terhadap PDRB maka dapat dipastikan di Kabupaten Blitar belum banyak
dikembangkan sektor industri pengolahan khususnya yang berbasis pada
pengolahan hasil pertanian. Kontribusi sektor pertanian yang mencapai
45.85 persen belum dioptimalkan pemanfaatannya oleh sektor industri yang
kontribusinya baru mencapai 2.36 persen. Hal ini menunjukan belum ada
keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor industri.
Dengan memperhatikan kondisi dan permasalahan tersebut maka diperlukan
suatu pengembangan wilayah perdesaan dengan konsep agropolitan di Kabupaten
Blitar yang mengedepankan prinsip keterkaitan antar sektor maupun keterkaitan
antar hirarki wilayah pengembangan. Dengan demikian kawasan agropolitan yang
nantinya ditetapkan dapat berkembang demi peningkatan kesejahteraan
masyarakat perdesaan.
Dengan memperhatikan permasalahan di atas, maka dapat disusun
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana hierarki wilayah dalam mendukung pengembangan agropolitan di
Kabupaten Blitar?
2. Bagaimana tipologi wilayah masing-masing kecamatan beserta komoditas
unggulannya dalam mendukung pengembangan agropolitan Kabupaten Blitar?
3. Bagaimana arahan pusat pengembangan masing-masing cluster?
4. Bagaimana arahan dan strategi pengembangan kawasan perdesaan dengan
pendekatan agropolitan di Kabupaten Blitar?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian dan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan
yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengidentifikasi hierarki wilayah dalam mendukung pengembangan
agropolitan di Kabupaten Blitar.
2. Mengidentifikasi tipologi wilayah masing-masing kecamatan beserta
komoditas unggulan yang dapat dikembangkan dalam mendukung
pengembangan agropolitan Kabupaten Blitar.
3. Mengkaji arahan lokasi pusat pengembangan masing-masing cluster.
4. Merumuskan arahan dan strategi pengembangan kawasan perdesaan dengan
pendekatan agropolitan di Kabupaten Blitar.

5
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Memberikan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Blitar dalam perumusan
kebijakan pengembangan kawasan perdesaan dengan pendekatan agropolitan
di Kabupaten Blitar.
2. Sebagai masukan dalam kegiatan penelitian selanjutnya.
1.5 Kerangka Pemikiran Penelitian
Kabupaten Blitar merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi
Jawa Timur dengan wilayah administrasi meliputi 22 kecamatan, 220 desa, dan 28
kelurahan. Melihat kondisi tersebut maka dapat diartikan bahwa mayoritas
kawasan di wilayah Kabupaten Blitar adalah kawasan perdesaan.
Belum optimalnya pembangunan di tingkat perdesaan menjadikan sebagian
besar masyarakat lebih memilih untuk bermigrasi ke kota yang lebih besar atau
bahkan ke luar negeri. Menurut Rustiardi, et al. (2005), fenomena migrasi adalah
bentuk respon dari masyarakat karena adanya perbedaan ekspektasi dalam
meningkatkan kesejahteraan dirinya. Dengan kata lain, migrasi desa-kota akan
terus berlangsung sepanjang adanya kesenjangan antara desa-kota. Menurut data
podes 2008, jumlah penduduk Kabupaten Blitar yang berprofesi sebagai Tenaga
Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri mencapai 28 430 jiwa.
Salah satu cara dalam menanggulangi permasalahan kesenjangan antara
desa-kota adalah dengan dilakukan kajian model pengembangan wilayah dengan
pendekatan agropolitan. Untuk mengembangkan agropolitan diperlukan kajian
terkait aspek ekonomi, aspek sosial, aspek wilayah, serta aspek kebijakan daerah.
Selanjutnya dari semua kajian tersebut disusun strategi pengembangannya.
Harapannya dengan memperhatikan kajian tersebut dapat memberikan hasil
pembangunan yang berimbang serta memperhatikan karakteristik wilayah.
Dalam mengkaji aspek ekonomi, faktor yang akan dikaji adalah komoditas
pertanian yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Alat analisis
yang digunakan untuk menentukan komoditas unggulan adalah : Analisis LQ dan
Analisis Shift Share. Kemudian untuk mengkaji aspek sosial dan kewilayahan,
faktor yang akan dikaji adalah indeks perkembangan kecamatan dan tipologi
wilayah. Alat analisis yang digunakan adalah: Analisis Skalogram (untuk
menentukan indeks perkembangan kecamatan) dan Cluster Analysis (untuk
menentukan tipologi wilayah). Untuk menyusun strategi pengembangan kawasan
agropolitan di Kabupaten Blitar alat analisis yang digunakan adalah dengan
memadukan antara metode SWOT dengan metode AHP melalui wawancara
terstruktur dengan narasumber kunci.
Langkah-langkah penyusunan studi pengembangan kawasan perdesaan
dengan pendekatan agropolitan di Kabupaten Blitar dapat dilihat pada kerangka
pikir penelitian seperti tertera pada Gambar 1.

6

PENGEMBANGAN WILAYAH
KABUPATEN BLITAR

Mayoritas wilayah berupa perdesaan

Aktivitas ekonomi utama adalah pertanian

PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN DI
KABUPATEN BLITAR

Aspek
Ekonomi





Aspek Sosial

Aspek Wilayah

Aspek
Kebijakan

Data komoditas pertanian
Data demografi
Data sebaran sarana prasarana, dll

Analisis Data





Tipologi Wilayah
Komoditas Unggulan
Lokasi Pusat Pengembangan

Arahan Dan Strategi
Pengembangan Kawasan
Agropolitan

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Persepsi
Narasumber
Expert

2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Dasar Wilayah dan Kawasan Perdesaan
Menurut Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis
beserta segenap unsur yang terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Menurut Rustiadi, et
al. (2011) wilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas
spesifik tertentu dimana komponen-komponennya memiliki arti di dalam
pendeskripsian perencanaan dan pengelolaan sumberdaya pembangunan. Batasan
wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis.
Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan
sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis
tertentu.
Menurut Hagget et al. (1977) dalam Rustiadi et al. (2011), konsep
wilayah yang paling klasik mengenai tipologi wilayah dikelompokan ke dalam
tiga kategori, yaitu: (1) wilayah homogen (uniform/homogenous region), (2)
wilayah nodal (nodal region), dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau
programming region). Sejalan dengan pendapat tersebut, Glason (1974) dalam
Tarigan (2005), mengklasifikasikan region/wilayah berdasarkan fase kemajuan
perekonomian, yaitu : (1) fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan
dengan keseragaman/homogenitas, yaitu suatu wilayah geografik yang seragam
menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, sosial dan
politik, (2) fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi
dan interdependensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian dalam
wilayah tersebut yang terkadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region
dan terdiri dari satuan-satuan yang heterogen, seperti desa-kota yang secara
fungsional saling berkaitan, (3) fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang
memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi.
Dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
disebutkan kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan dan pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Dengan kondisi demikian, strategi
pembangunan bagaimana yang mampu menjawab tantangan pembangunan
perdesaan, sehingga mampu mengangkat kondisi kawasan ini untuk maju dan
seimbang dengan kawasan perkotaan belum terjawab secara sempurna.
Pembangunan perdesaan selama orde baru yang identik dengan pembangunan
padi, secara keseluruhan telah mendudukkan posisi petani sebagai salah satu alat
(obyek) untuk menyukseskan skenario besar pembangunan pertanian, khususnya
untuk mencapai swasembada beras. Untuk mendukung pembangunan pertanian di
era orde baru dilaksanakan berbagai program baik yang sifatnya fisik:
pembangunan irigasi, jalan, pasar, dan lain-lain, maupun pembangunan
sumberdaya manusia dan kelembagaan di perdesaan (Rustiadi dan Hadi, 2006).
Pembangunan sektor pertanian dan wilayah perdesaan sekarang dianggap
sangat penting, karena apabila pembangunan sektor ini di wilayah tersebut

8
menjadi tidak berhasil dikembangkan, terutama dalam jangka menengah dan
jangka panjang, dapat memberi dampak negatif terhadap pembangunan nasional
keseluruhannya, berupa terjadinya kesenjangan yang semakin melebar antar
wilayah dan antar kelompok tingkat pendapatan. Pada gilirannya keadaan ini
menciptakan ketidakstabilan (instabillity) yang rentan terhadap setiap goncangan
yang menimbulkan gejolak ekonomi sosial yang dapat teriadi secara berulang
ulang (Anwar dan Rustiadi, 1999).
2.2 Konsep Perencanaan Pembangunan Wilayah
Perencanaan merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh berbagai
pihak, baik perorangan maupun suatu organisasi. Perencanaan adalah suatu
aktifitas yang dibatasi oleh lingkup waktu sehingga diartikan sebagai suatu
kegiatan terkoordinasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu di dalam waktu
tertentu. Untuk memahami kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan, sangat
bervariasi tergantung dari kompleksitas masalah dan tujuan yang ingin dicapai.
Konsep perencanaan secara sederhana menurut Tarigan (2005) adalah
menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk
mencapai tujuan tersebut. Selanjutnya secara lebih lengkap Tarigan (2005)
memberikan pengertian bahwa perencanaan berarti mengetahui dan menganalisis
kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor yang tidak dapat di
kontrol (noncontrolable) namun relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas,
menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, serta mencari
langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Menurut Kay dan Alder (1999)
dalam Rustiadi et al. (2011) perencanaan adalah suatu proses menentukan apa
yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan
yang dibutuhkan untuk mencapainya. Dengan demikian proses perencanaan
dilakukan dengan menguji berbagai arah pencapaian serta mengkaji berbagai
ketidakpastian yang ada, mengukur kemampuan (kapasitas) kita untuk
mencapainya kemudian memilih arah-arah terbaik dan memilih langkah-langkah
untuk mencapainya.
Pembangunan secara filosofis dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik
dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan
berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling
humanistik sedangkan UNDP mendefinisikan pembangunan dan khususnya
pembangunan manusia sebagai suatu proses memperluas pilihan-pilihan bagi
penduduk (a process of enlarging people’s choices). Todaro (2000),
mendefinisikan pembangunan sebagai proses multidimensional yang mencakup
berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan
institusi- institusi nasional sebagai akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan
ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan. Pembangunan juga dapat
diartikan mengadakan, membuat atau mengatur sesuatu yang belum ada (Rustiadi
et al.,2011).
Dalam menyusun perencanaan pembangunan berbasis pengembangan
wilayah menurut Rustiadi et al. (2011), memandang penting keterpaduan sektoral,
spasial serta keterpaduan antarpelaku pembangunan di dalam dan antarwilayah.
Salah satu ciri penting pembangunan wilayah adalah adanya upaya mencapai

9
pembangunan berimbang (balanced development), dengan terpenuhinya potensipotensi pembangunan sesuai dengan kapasitas pembangunan setiap wilayah
maupun daerah yang beragam sehingga dapat memberikan keuntungan dan
manfaat yang optimal bagi masyarakat di seluruh wilayah.
Sebagai upaya mewujudkan pembangunan berimbang, maka seperti
dikemukakan oleh Anwar (2005), bahwa dalam pembangunan wilayah perlu
senantiasa diarahkan pada tujuan pengembangan wilayah, antara lain mencapai:
(1) pertumbuhan (growth), yaitu terkait dengan alokasi sumber daya-sumber daya
yang langka terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber
daya buatan untuk hasil yang maksimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk
kebutuhan manusia dalam meningkatkan kegiatan produktivitasnya; (2)
pemerataan (equity), yang terkait dengan pembagian manfaat hasil pembangunan
secara adil sehingga setiap warga negara yang terlibat perlu memperoleh
pembagian hasil yang memadai secara adil, dalam hal ini perlu adanya
kelembagaan yang dapat mengatur manfaat yang diperoleh dari proses
pertumbuhan material maupun non-material di suatu wilayah secara adil; serta (3)
keberlanjutan (sustainability), bahwa penggunaan sumber daya baik yang
ditransaksikan melalui sistem pasar maupun di luar sistem pasar harus tidak
melampaui kapasitas kemampuan produksinya.
Untuk dapat mencapai tujuan pembangunan wilayah dimaksud perlu adanya
perencanaan pembangunan wilayah yang berdimensi lokasi dalam ruang dan
berkaitan dengan aspek sosial-ekonomi wilayah. Perencanaan pembangunan
wilayah yang berdimensi ruang menyangkut perencanaan dalam tata guna tanah,
tata guna air, tata guna udara, serta tata guna sumber daya alam lainnya sebagai
satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Perencanaan pembangunan wilayah dari
aspek ekonomi adalah penentuan peranan sektor-sektor pembangunan dalam
mencapai target pembangunan yaitu pertumbuhan, yang kemudian diikuti dengan
kegiatan investasi pembangunan baik investasi pemerintah maupun swasta.
Penentuan peranan sektor-sektor pembangunan diharapkan dapat mewujudkan
keserasian antar sektor pembangunan, sehingga dapat meminimalisasi
inkompabilitas antar sektor dalam pemanfaatan ruang, mewujudkan keterkaitan
antar sektor baik ke depan maupun ke belakang, serta proses pembangunan yang
berjalan secara bertahap ke arah yang lebih maju dan menghindari kebocoran
maupun kemubaziran sumber daya (Anwar, 2005).
2.3 Konsep Agropolitan
Konsep pengembangan agropolitan muncul dari permasalahan adanya
ketimpangan pembangunan wilayah antara kota sebagai pusat kegiatan dan
pertumbuhan ekonomi dengan wilayah perdesaan sebagai pusat kegiatan pertanian
yang tertinggal. Proses interaksi ke dua wilayah selama ini secara fungsional ada
dalam posisi saling memperlemah. Wilayah perdesaan dengan kegiatan utama
sektor primer, khususnya pertanian, mengalami produkt