Arahan Pengembangan Kawasan Agropolitan Berbasis Komoditas Sayuran Unggulan Di Kabupaten Agam

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN
BERBASIS KOMODITAS SAYURAN UNGGULAN DI
KABUPATEN AGAM

HENDRICK KASMADIHARJA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Arahan Pengembangan
Kawasan Agropolitan Berbasis Komoditas Sayuran Unggulan di Kabupaten
Agam adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2016

Hendrick Kasmadiharja
NRP A156140184

RINGKASAN
HENDRICK KASMADIHARJA. Arahan Pengembangan Kawasan Agropolitan
Berbasis Komoditas Sayuran Unggulan di Kabupaten Agam. Dibimbing oleh
SETIA HADI dan SOFYAN SJAF.
Kawasan agropolitan Kabupaten Agam ditetapkan melalui Surat Keputusan
Menteri Pertanian Nomor 312/TU.210/A/X/2002 perihal penunjukan Kabupaten
Agam sebagai wilayah rintisan pengembangan kawasan agropolitan dengan
komoditas unggulan ternak sapi dan kerbau yang kemudian ditetapkan melalui
Surat Keputusan Bupati Agam Nomor 29 Tahun 2003, Tentang Penetapan Pusat
Pertumbuhan serta Daerah Hinterland Pengembangan Kawasan Agropolitan di
Kabupaten Agam. Berdasarkan Perda Kabupaten Agam Nomor 13 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Agam, kawasan
agropolitan ditetapkan sebagai bagian dari kawasan strategis Kabupaten Agam
yang terdiri atas delapan kecamatan yang terbagi atas 27 nagari dengan komoditas

unggulan berupa ternak sapi dan hortikultura.
Rendahnya potensi komoditas unggulan ternak sapi berdasarkan sumbangan
sub sektor peternakan (7,56%) dibandingkan dengan sub sektor tanaman pangan
(37,12%), tanaman perkebunan (31,59%) dan tanaman hortikultura (21,11%)
terhadap PDRB Kabupaten Agam (Bappeda Kabupaten Agam 2015), sehingga
perlu dilakukan kajian terhadap penetapan komoditas unggulan ternak sapi dan
hortikultura sebagaimana yang digagaskan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Agam dalam rangka mempercepat pertumbuhan dan pengembangan
wilayah berbasis kawasan di Kabupaten Agam.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keunggulan komoditas unggulan
pada kawasan agropolitan yang difokuskan pada komoditas sayuran dengan tujuan
: (1) menentukan komoditas sayuran unggulan pada kawasan agropolitan; (2)
menganalisis lahan potensial untuk pengembangan komoditas unggulan; (3)
menganalisis ketersediaan fasilitas, dan (4) menyusun arahan pengembangan
kawasan agropolitan berbasis komoditas sayuran unggulan di Kabupaten Agam.
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan daftar
pertanyaan terstruktur dan metode purposive sampling. Sementara data sekunder
diperoleh melalui studi pustaka dan dinas instansi terkait. Metode analisis yang
digunakan adalah analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis

(SSA), analisis ketersediaan dan kesesuaian lahan, analisis distribusi frekuensi
serta Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS).
Hasil analisis terhadap delapan komoditas sayuran yang diidentifikasi pada
kawasan agropolitan, berdasarkan analisis LQ dan SSA terdapat lima komoditas
sayuran utama yaitu kentang, kubis, buncis, mentimun, bawang merah. Kemudian
berdasarkan hasil analisis TOPSIS terhadap komoditas utama pada kawasan
agropolitan dengan memperhatikan rataan luas panen, tingkat perubahan harga,
tingkat pertumbuhan konsumsi serta preferensi petani terhadap komoditas tersebut
diperoleh hasil bahwa komoditas buncis (R.U.V 0,95745), kubis (R.U.V 0,53175)
dan kentang (R.U.V 0,39550) merupakan komoditas sayuran unggulan pada
kawasan agropolitan Kabupaten Agam.

Analisis terhadap daerah potensial bagi pengembangan komoditas sayuran
unggulan pada kawasan agropolitan diperoleh hasil bahwa luas area yang tersedia
untuk pengembangan komoditas sayuran adalah 22 275,75 Ha dengan luas lahan
yang sesuai untuk komoditas buncis adalah 14 539,71 Ha, kubis 14 539,71 Ha,
dan kentang 24 230,01 Ha. Sementara luas areal yang tersedia dan sesuai untuk
komoditas buncis dan kubis adalah kelas lahan sesuai S3 dengan luas masingmasing adalah 9 570,57 Ha, sementara komoditas kentang adalah lahan kelas
kesesuaian S2 dengan luas 23,74 Ha dan S3 dengan luas 16 429,73 Ha. Potensi
pengembangan di luar kondisi eksisting tegalan diperoleh hasil bahwa luas lahan

potensial untuk pengembangan komoditas buncis dan kubis adalah 7 925,74 Ha
dan kentang 14 808,63 Ha.
Hasil analisis skalogram untuk melihat melihat hirarki wilayah ketersediaan
fasilitas pada kawasan agropolitan diperoleh bahwa rata-rata IPK kawasan
agropolitan adalah 34,85 dengan standar deviasi 6,04. Hirarki wilayah kawasan
menunjukkan bahwa Kecamatan Baso (IPK 43,41 dan 28 jenis fasilitas) dan
Kecamatan Kamang Magek (IPK 41,26 dan 23 jenis fasilitas) berada pada Hirarki
1, diikuti oleh Kecamatan Ampek Angkek pada Hirarki 2, serta Kecamatan IV
Koto, Kecamatan Tilatang Kamang, Kecamatan Banuhampu, Kecamatan Sungai
Pua dan Kecamatan Canduang pada Hirarki 3 dengan nilai IPK di bawah nilai
rata-rata kawasan agropolitan.
Penentuan arahan dan prioritas daerah pengembangan komoditas sayuran
unggulan dilakukan dengan menggunakan metode AHP-TOPSIS terhadap kriteria
lahan potensial yang tersedia dan sesuai untuk pengembangan, hirarki wilayah dan
preferensi petani terhadap masing-masing komoditas unggulan. Hasil analisis
menunjukkan bahwa pada Prioritas 1 terdapat Kecamatan IV Koto (rata-rata nilai
R.U.V 0,8042) dengan komoditas unggulan utama kubis dan Kecamatan
Canduang (rata-rata R.U.V 0,7802) dengan komoditas unggulan utama buncis.
Sementara pada Prioritas 2 terdapat Kecamatan Baso (rata-rata R.U.V 0,7215)
dengan komoditas unggulan utama buncis dan Kecamatan Sungai Pua (rata-rata

R.U.V 0,5991) dengan komoditas unggulan kubis. Kemudian pada Prioritas 3
terdapat Kecamatan Kamang Magek (rata-rata R.U.V 0,5229) dengan komoditas
unggulan utama buncis, Kecamatan Banuhampu (rata-rata R.U.V 0,3209) dengan
komoditas unggulan utama kubis, Kecamatan Tilatang Kamang (rata-rata R.U.V
0,3214) dengan komoditas unggulan utama buncis serta Kecamatan Ampek
Angkek (rata-rata R.U.V 0,1315) dengan komoditas unggulan utama kentang.

Kata kunci: pengembangan kawasan, komoditas unggulan, agropolitan

SUMMARY
HENDRICK KASMADIHARJA. The Direction of Agropolitan Area
Development Based on Vegetables as Leading Commodity in Agam Regency.
Supervised by SETIA HADI and SOFYAN SJAF.
Agropolitan area in Agam Regency established by the Decree of The
Minister of Agriculture No.312/TU.210/A/X/2002 with concerning in
appointment of Agam Regency as a stub agropolitan area development with cattle
and buffaloes as the leading commodity and then assigned by the Decree of The
Regent of Agam Regency No. 29 in 2003, concerning in Determination of Growth
Centre and Regional Hinterland for Agropolitan Area Development in Agam
Regency. Based on Agam Regency Regulation No. 13 in 2011 an Spatial Planning

(RTRW) of Agam Regency, agropolitan area established as part of a strategic area
in Agam Regency that consists of eight districts and divided into 27 villages with
cattle and horticulture as the leading commodities.
The low potency of cattle as the leading commodity by livestock sub-sector
contribution (7,56%) compared to the food crops sub-sector (37,12%), plantation
crops (31,59%) and horticulture crops (21,11%) to the GDP of Agam Regency
(Bappeda Agam 2015), so that there is should be need a review of the
determination of cattle and horticulture as the leading commodity as an initiated in
the Spatial Planning of Agam Regency in order to accelerate the regional growth
and development based on area in Agam Regency.
This study to determine superiority of the leading commodity in agropolitan
area with more focused on vegetable commodities in order to : (1) determine the
vegetable leading commodities in agropolitan area; (2) analyze the land potential
for vegetable leading commodities area development; (3) to analyze the hierarchy
of regional in agropolitan area; and arrange the direction of agropolitan area
development based on vegetables as the leading commodity in Agam Regency.
The data used in this study consisted of primary and secondary data. The
primary data obtained through interviews and questionnaire using a purposive
sampling method. While the secondary data obtained through by literature and
official agencies. The analytical method used is Location Quotient (LQ) and Shift

Share Analysis (SSA), analysis of land availability and suitability, frequency
distribution analysis and Technique for Order Preference by Similarity to Ideal
Solution (TOPSIS).
The result of leading commodity analysis shows that from the eight of
vegetable commodities it was identified in the agropolitan area, based on LQ and
SSA analysis there are five major of vegetable commodities are potatoes, cabbage,
beans, cucumbers, onions. Based on TOPSIS analysis against to the vegetable
major commodities in the agropolitan area with due regard to the average area
harvested, the rate of price changes, the growth rate of consumption and farmers'
preference of the vegetable major commodities obtained results that beans
commodity (RUV 0.95745), cabbage (RUV 0.53175) and potatoes (RUV
0.39550) as the vegetable leading commodities at agropolitan area in Agam
Regency.

Analysis of potential areas for vegetables leading commodity area
development in agropolitan area result that availability area development for
vegetable crops is 22 275,75 ha with an area of land suitable for beans commodity
is 14 539,71 ha, cabbage is 14 539,71 ha and potatoes 24 230,01 ha. While the
land availablility and suitability area of beans and cabbage commodity are S3
class of land suitability with respectively of broad is 9 570,57 ha, while the potato

is S2 class of land suitability with an area of broad is 23,74 Ha and S3 class of
land suitability with area of broad is 16 429,73 Ha. The potential area
development outside the moor existing condition result that potential area
development for the commodity of beans and cabbage are 7 925.74 ha and 14
808,63 ha of potatoes.
The results of schallogram analysis for looking at the availability of
facilities in the region hierarchy at agropolitan area obtained that the average GPD
of agropolitan area is 34,85 with the deviation standard is 6.04. Hierarchy within
the region indicate that the District Baso (GPD of 43,41 and 28 types of facilities)
and the District Kamang Magek (GPD of 41,26 and 23 types of facilities) are in
the 1st hierarchy, followed by the District Ampek Angkek in the 2 nd hierarchy, and
then the District IV Koto, District Tilatang Kamang, District Banuhampu, District
Sungai Pua and District Canduang in the 3th hierarchy with a GPD score below of
the average value in agropolitan area.
Determining in the direction and priority of area development for the
vegetables leading commodity is done by using AHP-TOPSIS methode against to
potential area development criteria based on land availability and suitability,
hierarchy territory and preferences of the individual farmer's in leading
commodity. The analysis result show at the 1st Priority is IV Koto District
(average value of R.U.V is 0,8042) with cabbage as their primary leading

commodities and Canduang District (average value of R.U.V is 0,7802) with
beans as their primary leading commodities. While in 2nd Priority is Baso District
(average value of R.U.V is 0,7215) with beans as their primary leading
commodities and Sungai Pua District (average value of R.U.V is 0, 5991) with
cabbage as their primary leading commodities. While in 3th Priority is Kamang
Magek District (average of R.U.V is 0,5229) with beans as the primary leading
commodities, Banuhampu District (average of R.U.V is 0,3209) with cabbage as
the primary leading commodities, Tilatang Kamang District (average of R.U.V is
0,3214 ) with beans as their leading commodities and Ampek Angkek District
(average of R.U.V is 0.1315 ) with potatoes as their primary leading commodities.

Keywords: regional development, leading commodity, agropolitan

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

vii

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN
BERBASIS KOMODITAS SAYURAN UNGGULAN DI
KABUPATEN AGAM

HENDRICK KASMADIHARJA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2016

viii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc. Agr

ix
Judul Tesis : Arahan Pengembangan Kawasan Agropolitan
Komoditas Sayuran Unggulan di Kabupaten Agam
Nama
: Hendrick Kasmadiharja
NRP
: A156140184

Berbasis

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Setia Hadi, M.Si
Ketua

Dr Sofyan Sjaf, S.Pt, M.Si
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr Ir Ernan Rustiadi, M.Agr

Tanggal Ujian: 18 April 201615

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, M.Sc Agr

Tanggal Lulus:

x

PRAKATA

Alhamdulillah, Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena
atas rahmat dan karunia-Nya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
tulis ilmiah ini yang berjudul Arahan Pengembangan Kawasan Agropolitan
Berbasis Komoditas Sayuran Unggulan di Kabupaten Agam.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr Ir Setia Hadi, M.Si sebagai ketua komisi pembimbing dengan
kesabaran dan keikhlasannya telah meluangkan waktu untuk mengarahkan
dan membuka wawasan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
2. Bapak Dr Sofyan Sjaf, S.Pt, M.Si sebagai anggota komisi pembimbing yang
juga dengan kesabaran dan keikhlasannya telah meluangkan waktu untuk
mengarahkan dan membuka wawasan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
3. Bapak Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc. Agr selaku dosen penguji luar
komisi atas masukan dan sarannya.
4. Segenap dosen dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah IPB yang telah mengajar dan membantu penulis selama mengikuti
studi.
5. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang
diberikan kepada penulis.
6. Bapak Bupati, Sekretaris Daerah, Kepala Badan Kepegawaian Daerah, serta
Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan Kehutanan dan
Ketahanan Pangan Kabupaten Agam yang telah memberikan ijin serta
dukungan baik moril maupun materil unuk mengikuti tugas belajar pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB.
7. Ayah Ibunda terkasih yang telah memberikan ridho, doa serta dorongan
semangat sehingga memberikan kekuatan yang besar kepada penulis.
8. Rekan-rekan PWL IPB baik kelas khusus Bappenas maupun reguler yang
juga memberikan dorongan moral untuk kesuksesan penulis.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan baik
moril maupun materil selama studi dan penulisan tesis ini
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan
dan ketidaksempurnaan. Kritik dan saran yang bermanfaat sangat diharapkan
penulis untuk lebih menyempurnakan karya tulis ini. Semoga karya ilmiah
memberikan manfaat.
Bogor, Mei 2016

Hendrick Kasmadiharja

xi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
5
7
7
7
10

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kawasan Agropolitan
Pengembangan Wilayah
Pengembangan Kawasan Agropolitan
Pembangunan Berbasis Komoditas Unggulan
Penelitian Terdahulu Terkait Topik Penelitian

10
10
13
16
18
20

3 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Bahan dan Alat
Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
Tahapan Penelitian

22
22
22
23
23
25
35

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Kondisi Fisik Wilayah
Kondisi Sosial Wilayah
Kondisi Perekonomian Wilayah

37
38
41
44

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kawasan Agropolitan Kabupaten Agam
Komoditas Hortikultura Sayuran Basis Berdasarkan Keunggulan
Komparatif dan Kompetitif pada Kawasan Agropolitan
Lahan yang Berpotensi untuk Pengembangan Komoditas Sayuran
Unggulan pada Kawasan Agropolitan Kabupaten Agam
Hirarki Wilayah Komoditas Hortikultura Sayuran pada Kawasan
Agropolitan Kabupaten Agam
Arahan Pengembangan Kawasan Agropolitan Berbasis Komoditas
Sayuran Unggulan di Kabupaten Agam

46
46

75

6 SIMPULAN DAN SARAN

88

49
59
73

xii
Simpulan
Saran

88
89

DAFTAR PUSTAKA

90

LAMPIRAN

94

RIWAYAT HIDUP

140

DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7
Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10
Tabel 11

Tabel 12
Tabel 13
Tabel 14
Tabel 15
Tabel 16
Tabel 17
Tabel 18
Tabel 19

Tujuan penelitian, jenis data, teknik pengumpulan data, sumber
data, teknik analisis dan output penelitian
Preferensi petani terhadap komoditas sayuran unggulan pada
kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Penyusunan tabel skalogram dapat dilihat pada kawasan
agropolitan
Wilayah administrasi Kabupaten Agam berdasarkan jumlah
kecamatan, nagari, jorong dan luas daerah
Luas wilayah, jumlah dan tingkat kepadatan penduduk Kabupaten
Agam Tahun 2013
Perbandingan sex ratio penduduk Kabupaten Agam Tahun 2013
Jumlah penduduk 15 tahun ke atas menurut jenis kegiatan utama
dan jenis kelamin di Kabupaten Agam Tahun 2013
Persentase penduduk angkatan kerja yang bekerja menurut tingkat
pendidikan di Kabupaten Agam Tahun 2013
Persentase penduduk yang bekerja menurut jenis pekerjaan di
Kabupaten Agam Tahun 2013
Jumlah penduduk menurut agama di Kabupaten Agam Tahun
2009 44
PDRB Kabupaten Agam atas dasar harga berlaku dan harga
konstan 2010 menurut lapangan usaha Tahun 2010-2014 (juta
rupiah)
Hasil Analisis LQ dan SSA sektor peternakan Kabupaten Agam
Tahun 2010 dan Tahun 2014
Nilai LQ luas panen komoditas hortikultura sayuran Kabupaten
Agam Tahun 2014
Nilai SSA luas panen komoditas hortikultura sayuran Kabupaten
Agam Tahun 2010 dan 2014
Kombinasi nilai LQ>1 dan SSA>0 luas panen komoditas
hortikultura sayuran Kabupaten Agam Tahun 2010 dan 2014
Rata-rata luas panen komoditas hortikultura sayuran pada
kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Statistik harga komoditas hortikultura sayuran utama pada
kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Data konsumsi komoditas hortikultura sayuran utama pada
kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Hasil analisis MCDM-TOPSIS terhadap komoditas hortikultura
sayuran utama pada kawasan agropolitan Kabupaten Agam

24
29
31
39
41
42
43
43
44

45
48
51
51
51
52
53
54
59

xiii
Tabel 20 Penggunaan lahan masing-masing kecamatan di dalam kawasan
agropolitan Kabupaten Agam
Tabel 21 Luas tutupan lahan setiap kecamatan di dalam kawasan
agropolitan Kabupaten Agam
Tabel 22 Luas ketersediaan lahan masing-masing kecamatan di dalam
kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Tabel 23 Kesesuaian lahan komoditas buncis pada kawasan agropolitan
Kabupaten Agam
Tabel 24 Faktor penghambat ketidaksesuaian komoditas buncis pada
kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Tabel 25 Luas ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk pengembangan
komoditas buncis pada kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Tabel 26 Kesesuaian lahan komoditas kubis pada kawasan agropolitan
Kabupaten Agam
Tabel 27 Faktor penghambat ketidaksesuaian komoditas kubis pada
kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Tabel 28 Luas ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk pengembangan
komoditas kubis pada kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Tabel 29 Kesesuaian lahan komoditas kentang pada kawasan agropolitan
Kabupaten Agam
Tabel 30 Faktor penghambat ketidaksesuaian komoditas kentang pada
kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Tabel 31 Luas ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk pengembangan
komoditas kentang pada kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Tabel 32 Hirarki wilayah komoditas hortikultura sayuran pada kawasan
agropolitan Kabupaten Agam Tahun 2014
Tabel 33 Preferensi positif komoditas sayuran pada kawasan agropolitan
Kabupaten Agam Tahun 2014
Tabel 34 Hasil pembobotan kriteria dan nilai CR berdasarkan analisis AHP
Tabel 35 Hasil penilaian prioritas komoditas sayuran unggulan pada
kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Tabel 36 Kriteria penentuan arahan dan prioritas pengembangan kawasan
agropolitan berbasis komoditas sayuran unggulan di Kabupaten
Agam

60
61
62
63
64
65
67
67
68
70
70
72
74
75
77
80

83

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2

Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6

Kerangka pemikiran
Tahapan proses pemilihan arahan prioritas pengembangan
komoditas sayuran unggulan pada kawasan agropolitan dengan
metode AHP-TOPSIS
Tahapan penelitian
Piramida penduduk Kabupaten Agam Tahun 2013
Peta kawasan strategis agropolitan Kabupaten Agam
Persentase preferensi budidaya komoditas bukan sayuran pada
kawasan agropolitan Kabupaten Agam

9

34
37
42
47
55

xiv
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10

Gambar 11
Gambar 12
Gambar 13
Gambar 14
Gambar 15
Gambar 16
Gambar 17
Gambar 18

Gambar 19
Gambar 20
Gambar 21
Gambar 22
Gambar 23
Gambar 24
Gambar 25
Gambar 26
Gambar 27
Gambar 28
Gambar 29

Persentase preferensi budidaya komoditas sayuran pada
kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Persentase preferensi pengembangan komoditas sayuran utama
pada kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Rata-rata respon petani terhadap pengembangan komoditas
sayuran utama pada kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Rata-rata respon pengembangan komoditas sayuran utama
terhadap daerah sebarannya pada kawasan agropolitan
Kabupaten Agam
Rata-rata respon petani terhadap budidaya komoditas sayuran
utama pada kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Peta ketersediaan lahan kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Peta daerah sebaran kesesuaian lahan komoditas buncis pada
agropolitan Kabupaten Agam
Peta daerah sebaran ketersediaan dan kesesuaian lahan
komoditas buncis pada kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Peta daerah sebaran kesesuaian lahan komoditas kubis pada
kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Peta daerah sebaran ketersediaan dan kesesuaian lahan
komoditas kubis pada kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Peta daerah sebaran kesesuaian lahan komoditas kentang pada
kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Peta daerah sebaran ketersediaan dan kesesuaian lahan
komoditas kentang pada kawasan agropolitan Kabupaten
Agam
Peta hirarki wilayah komoditas hortikultura sayuran pada
kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Hasil analisis AHP-TOPSIS komoditas buncis pada kawasan
agropolitan Kabupaten Agam
Hasil analisis AHP-TOPSIS komoditas kubis pada kawasan
agropolitan Kabupaten Agam
Hasil analisis AHP-TOPSIS komoditas kentang pada kawasan
agropolitan Kabupaten Agam
Peta arahan pengembangan komoditas buncis pada kawasan
agropolitan Kabupaten Agam
Peta arahan pengembangan komoditas kubis pada kawasan
agropolitan Kabupaten Agam
Peta arahan pengembangan komoditas kentang pada kawasan
agropolitan Kabupaten Agam
Peta arahan dan prioritas pengembangan komoditas sayuran
unggulan pada kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Persentase preferensi pengetahuan petani dan perolehan
informasi tentang kawasan agropolitan di Kabupaten Agam
Persentase preferensi perolehan informasi oleh petani terhadap
kawasan agropolitan di Kabupaten Agam
Persentase preferensi keikutsertaan di dalam menyampaikan
pendapat tentang kawasan agropolitan di Kabupaten Agam

55
56
56

57
57
62
64
66
68
69
71

72
74
79
79
80
81
81
82
84
85
86
86

xv
Gambar 30 Persentase preferensi keikutsertaan di dalam pengambilan
keputusan pada kawasan agropolitan di Kabupaten Agam
Gambar 31 Hasil analisis preferensi pengaruh kawasan agropolitan
terhadap kesejahteraan petani di Kabupaten Agam

87
88

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
Lampiran 12
Lampiran 13
Lampiran 14
Lampiran
Lampiran 16
Lampiran 17
Lampiran 18
Lampiran 19
Lampiran 20
Lampiran 21
Lampiran 22

PDRB Kabupaten Agam Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas
dasar Harga Konstan Tahun 2010-2014
Indikator penilaian yang dilakukan pada setiap analisis yang
digunakan dalam penelitian
Peta daerah administrasi Kabupaten Agam
Luas wilayah kecamatan dan nagari pada kawasan
agropolitan Kabupaten Agam
Data populasi ternak Kabupaten Agam Tahun 2010 dan 2014
Data luas panen komoditas sayuran Kabupaten Agam Tahun
2010
Data luas panen komoditas sayuran Kabupaten Agam Tahun
2014
Kuesioner untuk input data pada analisis preferensi petani
Karakteristik responden dalam analisis preferensi pada
kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Tahapan penentuan komoditas sayuran unggulan dengan
analisis MCDM TOPSIS
Hasil analisis MCDM-TOPSIS terhadap komoditas sayuran
utama pada kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Peta penggunaan lahan kawasan agropolitan Kabupaten
Agam
Peta tutupan lahan kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Peta satuan tanah dan lahan kawasan agropolitan Kabupaten
Agam
15 Peta kelerengan kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Peta curah hujan kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Peta temperatur udara kawasan agropolitan Kabupaten Agam
Keterangan land unit satuan peta tanah pada kawasan
agropolitan Kabupaten Agam
Land unit satuan peta tanah pada kawasan agropolitan
Kabupaten Agam
Curah hujan kecamatan pada kawasan agropolitan Kabupaten
Agam
Temperatur udara kecamatan pada kawasan agropolitan
Kabupaten Agam
Kriteria kesesuaian lahan komoditas buncis berdasarkan
kriteria kesesuaian lahan komoditas sayuran yang
dikeluarkan oleh BBPPSDLP

95
98
105
106
108
109
110
111
118
118
119
120
120
121
121
122
122
123
124
128
128

129

xvi
Lampiran 23 Kriteria kesesuaian lahan komoditas kubis berdasarkan
kriteria kesesuaian lahan komoditas sayuran yang
dikeluarkan oleh BBPPSDLP
Lampiran 24 Kriteria kesesuaian lahan komoditas kentang berdasarkan
kriteria kesesuaian lahan komoditas sayuran yang
dikeluarkan oleh BBPPSDLP
Lampiran 25 Hasil analisis Skalogram terkait ketersediaan fasilitas pada
kawasan agropolitan di Kabupaten Agam
Lampiran 26 Kuesioner untuk input data pada metode AHP-TOPSIS
Lampiran 27 Hasil pembobotan kriteria penentuan prioritas dengan AHP
Lampiran 28 Hasil penentuan daerah prioritas pengembangan komoditas
sayuran unggulan dengan analisis MCDM TOPSIS

130

131
132
134
139
139

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya
mengandalkan perekonomian dan pemenuhan kebutuhan hidup dari kegiatan
pertanian sebagai sumber mata pencaharian. Hal ini didukung oleh kondisi alam
Indonesia yang berada pada wilayah tropis dengan variasi iklim yang sangat
memungkinkan untuk pengembangan sektor budidaya pertanian.
Pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi yang menyerap tenaga kerja
paling besar dan merupakan sektor yang paling mampu bertahan diantara sektorsektor ekonomi lainnya dalam menghadapi krisis ekonomi seperti yang terjadi
pada tahun 1998. Sektor pertanian menjadi salah satu fokus pemerintah hingga
saat ini, hal ini terlihat dari besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap
pendapatan nasional Indonesia berdasarkan besarnya peningkatan nilai Produk
Domestik Bruto (PDB), yaitu atas dasar harga berlaku sebesar Rp 1 310,4 triliun
yang meningkat menjadi Rp 1 446,7 triliun pada tahun 2014 dengan pertumbuhan
sebesar 3,24%. Berdasarkan distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau
lapangan usaha atas dasar harga berlaku menunjukkan peranan dan perubahan
struktur ekonomi dengan kontribusi terhadap PDB yaitu sektor industri
pengolahan 21,14%, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan 13,75% dengan
sub sektor pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian 10,64% dari
keseluruhan sektor ini, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan
sepeda motor 13,24% (BPS 2015).
Besarnya sumbangan sektor pertanian seringkali tidak diimbangi dengan
pertumbuhan wilayah pada daerah sentra penghasil komoditas pertanian itu
sendiri, terutamanya daerah perdesaan yang memiliki ketertinggalan dari daerah
perkotaan. Desa sebagai daerah hinterland bagi kawasan perkotaan mengalami
backwash effect berupa terserapnya sumberdaya pembangunan baik modal,
sumberdaya alam maupun tenaga kerja ahli menuju daerah perkotaan sebagai
pusat pertumbuhan. Hal ini menyebabkan tujuan dari strategi pembangunan
dengan model pusat pertumbuhan untuk dapat memberikan dampak luas (spread
effect) ataupun dampak ganda (multiplier effect) melalui dampak penetesan
kebawah (trickle down effect) terhadap daerah hinterland melalui mekanisme
hirarki perkotaan hanya menyisakan efek negatif dari pembangunan. Hal ini
kemudian melahirkan kesenjangan ekonomi desa dengan kota maupun
kesenjangan sektoral yang terjadi antara sektor-sektor ekonomi pada wilayah itu
sendiri. Selain itu juga menyebabkan konsep pembangunan dengan model
pembentukan daerah nodal dan daerah sekitarnya yang saling melengkapi dan
terpadu sebagaimana disebutkan oleh Soepono (1999) mengalami hambatan
dalam perkembangan pembangunan suatu wilayah.
Kegagalan proses pembangunan dengan pusat pertumbuhan telah
mendorong terjadinya perubahan paradigma pembangunan ekonomi melalui
desentralisasi ekonomi, pemberian otonomi daerah, ekonomi kerakyatan dan
pemberdayaan usaha kecil dan menengah serta penguatan sektor pertanian.
Paradigma pembangunan ini memberikan justifikasi tentang pentingnya
pemerataan dan keberimbangan, yaitu bahwa pembangunan diarahkan pada

2
tercapainya pemerataan dan keberimbangan yang akan mendorong pertumbuhan
dan keberlanjutan.
Konsep tersebut dikembangkan dengan mewujudkan kemandirian
pembangunan perdesaan yang didasarkan pada potensi wilayah desa itu sendiri.
Menurut Sadjad (2006) desa dan pertanian harus dirubah menjadi industri, yaitu
dengan desa industri berbasis pertanian. Menurut Andry (2006) proses
transformasi wilayah perdesaan menjadi suatu kawasan agroindustri menjadi
suatu tuntutan nyata dalam proses perkembangan modernisasi masyarakat
pertanian karena kegiatan pertanian berada di perdesaan. Pandangan inferior
terhadap desa harus dirubah dengan memandang desa sebagai basis potensial
kegiatan ekonomi melalui investasi sarana dan prasarana yang menunjang
keperluan pertanian serta mengarahkannya secara terpadu. Desa tidak lagi
dipandang hanya sebagai wilayah pendukung perkotaan melainkan pembangunan
wilayah perdesaan dan perkotaan haruslah dilakukan secara menyatu.
Pengembangan kawasan potensial dengan basis perdesaan sebagai pusat
pertumbuhan akan mentransformasikan perdesaan menjadi kota pertanian sebagai
konsep pembangunan pengembangan perdesaan dalam kerangka keberimbangan
antar wilayah di dalam konsep agropolitan. Agropolitan merupakan strategi
pembangunan pusat pertumbuhan dengan konsep keberimbangan dan sinergi antar
pusat dengan hinterland, terutama dengan memperhatikan pada kesalahan
konfigurasi spasial, aktivitas ekonomi dan optimalisasi dampak pembangunan
(Parr 1999). Integrasi fungsional-spasial ini dilakukan melalui pengembangan
pusat pertumbuhan dengan beragam ukuran dan karekteristik fungsional serta
pengembangan kawasan perdesaan dan sektor pertanian (Rondinelli, 1985 dalam
Rustiadi dan Hadi 2006).
Konsep agropolitan pertama kali dikemukakan oleh Friedman dan Douglas,
yang menyarankan suatu bentuk agropolitan sebagai aktivitas pembangunan yang
terkonsentrasi di wilayah perdesaan dengan jumlah penduduk antara 50 000
sampai 150 000 orang (Rustiadi dan Hadi 2006). Agropolitan merupakan kota
pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha
agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan
pembangunan pertanian di wilayah sekitarnya.
Pembangunan kota-kota tani sebagai kota kecil menengah di kawasan
perdesaan dilakukan dengan membangun fungsi pelayanan perkotaan sehingga
diharapkan mampu mengurangi kebocoran nilai tambah sektor pertanian dan
dapat dinikmati oleh masyarakat perdesaan. Selain itu dengan tumbuhnya kotakota kecil menengah, fasilitas-fasilitas pelayanan dasar bisa disediakan, pasar
untuk produk-produk perdesaan juga bisa dikembangkan sehingga diharapkan
akan mendorong perkembangan dari wilayah hinterland-nya, terutama untuk
mentransformasikan pola pertanian perdesaan yang subsisten menjadi pola
pertanian komersial dan mengintegrasikan ekonomi perkotaan dan perdesaan.
Tumbuhnya kota-kota pertanian diharapkan mampu mengimbangi interaksi
antar wilayah secara sehat yang dapat menimbulkan aspek positif untuk
mengurangi arus urbanisasi penduduk, mencegah terjadinya pengangguran di
perdesaan dan mendorong penduduk untuk tetap bekerja dan berpartisipasi dalam
pembangunan perdesaan yang juga merupakan suatu pusat pertumbuhan ekonomi.
Menurut Mercado (2002) gambaran kawasan agropolitan adalah : 1) skala
geografinya relatif kecil, 2) proses perencanaan dan pengambilan keputusan

3
berdasarkan partisipasi dan aksi kooperatif pada tingkat lokal, 3) pemanfaatan
teknologi dan budaya setempat, 4) berfungsi sebagai urban-rural industrial.
Program agropolitan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat perdesaan dengan meningkatkan pendapatan petani dan memberikan
kesempatan pekerjaan alternatif di luar pertanian bagi masyarakat perdesaan.
Program ini termasuk pembangunan infrastruktur seperti jalan dan infrastruktur
pelengkap perdagangan lainnya seperti pasar. Dalam struktur tata ruang
agropolitan terdapat tingkatan atau hirarki wilayah desa yang diseleksi
berdasarkan suatu penelitian yang pada akhirnya terdapat pusat agropolitan di
mana pelaksanaan pembangunan infrastruktur dipusatkan. Pusat agropolitan ini
menjadi pusat pertumbuhan yang kemudian dapat memberikan efek ganda bagi
wilayah desa hinterlandnya (Elestianto 2005).
Menurut UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa
kawasan agropolitan adalah kawasan-kawasan yang terdiri atas satu atau lebih
pusat kegiatan pada wilayah pedesaan sebagai sistem produksi pertanian dan
pengelolaan sumberdaya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan
fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem
agrobisnis. Tujuan dari kebijakan program ini adalah pengembangan kawasan
pertanian pedesaan dan pengembangan potensi lokal sebagai motor pertumbuhan
ekonomi di wilayah perdesaan. Kawasan agropolitan yang dikembangkan
merupakan bagian dari pengembangan potensi wilayah melalui penguatan sentrasentra produksi pertanian yang berbasis potensi lokal sehingga kawasan
agropolitan mampu memainkan peran sebagai kawasan pertumbuhan ekonomi
yang berdaya kompetensi interregional maupun intraregional.
Selain itu kawasan agropolitan ini diharapkan mampu memberikan
pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di kawasan produksi pertanian
sekitarnya. Melalui konsep pengembangan wilayah ini diharapkan hubungan
fungsional yang kuat antara pusat kawasan agropolitan dengan wilayah produksi
pertanian dalam sistem kawasan agropolitan dapat tercipta. Pusat pelayanan
diberikan baik dalam bentuk pelayanan teknik budidaya pertanian, kredit modal
kerja dan informasi pasar sehingga dapat menekan biaya produksi dan biaya
pemasaran. Pengembangan juga berorientasi pada kekuatan pasar yang
dilaksanakan melalui pemberdayaan usaha budidaya dan kegiatan agribisnis hulu
sampai dengan hilir. Pengembangan kawasan ini diharapkan dapat memberikan
kemudahan sistem agribisnis yang utuh dan terintegrasi dengan penyediaan
infrastruktur (sarana dan prasarana) seperti peningkatan jalan lingkungan poros
desa, peningkatan jalan usaha tani, Stasiun Terminal Agribisnis (STA), dan
pembangunan lainnya yang memadai dan mendukung pengembangan agribisnis.
Penetapan kawasan agropolitan di daerah Kabupaten Agam merupakan
tindak lanjut dari Surat Menteri Pertanian No.144/OT.210/A/V/2002 yang
selanjutnya ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
312/TU.210/A/X/2002, perihal penunjukan Kabupaten Agam sebagai salah satu
wilayah rintisan pengembangan kawasan agropolitan pada Kecamatan Ampek
Angkek dan Kecamatan Candung dengan komoditas unggulan berupa sapi dan
kerbau. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian tersebut, kemudian
ditetapkan kembali melalui Surat Keputusan Bupati Agam Nomor 29 Tahun 2003,
Tanggal 29 Januari 2003, Tentang Penetapan Pusat Pertumbuhan serta Daerah
Hinterland Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten Agam. Surat

4
keputusan tersebut menetapkan Kecamatan Ampek Angkek dan Kecamatan
Canduang sebagai daerah inti, serta Kecamatan Baso, Kecamatan Sungai Pua,
Kecamatan Banuhampu, Kecamatan Tilatang Kamang, Kecamatan Kamang
Magek dan Kecamatan IV Koto sebagai daerah hinterland kawasan agropolitan.
Berdasarkan Perda Kabupaten Agam Nomor 13 Tahun 2011 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Agam, kawasan agropolitan
merupakan bagian dari kawasan strategis Kabupaten Agam yang terdiri dari atas
delapan kecamatan yang terbagi atas 27 nagari dari total 40 nagari yang ada pada
delapan kecamatan tersebut dengan core bisnis berupa ternak sapi dan kegiatan
hortikultura. Daerah inti kawasan agropolitan terdiri atas tujuh nagari yaitu Nagari
Lambah (sebagai pusat kawasan), Panampuang, Biaro Gadang, Balai Gurah pada
Kecamatan Ampek Angkek dan Nagari Canduang Koto Laweh, Nagari Lasi,
Nagari Bukik Batabuah pada Kecamatan Canduang.
Penetapan komoditas unggulan berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Pertanian berupa ternak sapi dan kerbau pada kawasan agropolitan di Kabupaten
Agam dinilai masih belum menunjukkan keunggulannya terhadap kawasan, hal
terlihat dari sumbangan sub sektor peternakan yang lebih rendah (7,56%) terhadap
PDRB Kabupaten Agam dibandingkan dengan sub sektor tanaman pangan
(37,12%), tanaman perkebunan (31,59%) dan tanaman hortikultura (21,11%) pada
sektor pertanian Kabupaten Agam. Kemudian berdasarkan data populasi ternak
sapi, Kabupaten Agam juga memiliki populasi yang relatif sedikit dibandingkan
daerah lain dengan polpulasi ternak sapi 8,50% atau 46 593 ekor dari 546 862
ekor populasi ternak sapi di daerah Sumatera Barat berdasarkan data Sumatera
Barat Dalam Angka Tahun 2002. Penerapan Perda No 13 Tahun 2011 tentang
kawasan strategis agropolitan Kabupaten Agam dengan komoditas unggulan
ternak sapi dan hortikultura melahirkan peluang pengembangan komoditas
unggulan berupa hortikultura, namun hal ini perlu kajian mengenai tingkat
keunggulan komoditas tersebut terhadap kawasan oleh karena belum adanya
upaya pengembangan kawasan agropolitan berbasis komoditas hortikultura di
Kabupaten Agam.
Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang menjadi
komoditas potensial untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomi dan nilai
tambah relatif lebih tinggi dibandingkan komoditas lainnya. Selain itu, komoditas
hortikultura juga mempunyai peran strategis terutama dalam upaya pemenuhan
ketersediaan dan kecukupan pangan, peningkatan kesejahteraan petani dan
penyediaan lapangan kerja. Komoditas hortikultura juga memiliki nilai jualnya
yang lebih tinggi, keberagaman jenis komoditasnya, ketersediaan lahan,
pengembangan teknologi budidaya yang cukup pesat dan potensi serapan pasar
yang semakin terus meningkat. Komoditas pada sub sektor hortikultura terdiri atas
buah-buahan, sayur-sayuran, bunga dan tanaman hias, di mana salah satu
komoditas yang menjadi objek di dalam penelitian kali ini adalah sayuran.
Sayuran merupakan komoditas sub sektor hortikultura yang berkembang
pesat seiring dengan perkembangan tingkat kehidupan manusia yang semakin baik
dan kesadaran masyarakat akan hidup sehat dengan gizi yang semakin meningkat
yang menyebabkan meningkatnya permintaan terhadap berbagai produk sayuran
dan buah-buahan. Selain sebagai sumber vitamin dan mineral, sayuran juga
merupakan salah satu sub sektor yang berperan dalam mendukung perekonomian
nasional karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan dapat menjadi sumber

5
pendapatan bagi masyarakat atau petani berskala kecil, menengah ataupun besar.
Selain itu sayur-sayuran juga telah memberikan sumbangan dalam sub sektor
maupun sektor pertanian, hal ini dapat dilihat dalam meningkatnya kontribusi sub
sektor hortikultura terhadap PDB (Produk Domestik Bruto Nasional) dari tahun ke
tahun. Indonesia dengan potensi sumber daya lahan dan agroklimat yang beragam
berpeluang untuk mengembangkan berbagai tanaman hortikultura tropis, yang
mencakup 323 jenis komoditas (Dirjen Hortikultura 2012).
Komoditas hortikultura berupa sayuran terutama sayuran dataran tinggi
merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting dan berpotensi untuk
dikembangkan sebagai komoditas unggulan alternatif dalam rangka mempercepat
pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Agam. Hal ini disebabkan oleh
karena selain untuk pemenuhan kebutuhan sayuran bagi masyarakat di Kabupaten
Agam, komoditas sayuran di wilayah ini juga menjadi pemasok bagi kebutuhan
sayuran bagi daerah-daerah lain. Hal ini sebagaimana terlihat dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh Kusumawardhani (2014) terhadap rantai pasok sayuran
dataran tinggi di Kabupaten Agam yang menyatakan bahwa sebagian besar hasil
produksi sayuran yang dihasilkan dan dijual dipasaran pada daerah Kabupaten
Agam selain untuk pemenuhan kebutuhan di dalam daerah adalah untuk
dipasarkan ataupun dijual kembali pada daerah di luar Kabupaten Agam sendiri
terutamanya Provinsi Riau, Provinsi Bengkulu dan Provinsi Jambi.
Daerah sentra penghasil komoditas sayuran di Kabupaten Agam meliputi
Kecamatan Ampek Angkek, Kecamatan Canduang, Kecamatan Baso, Kecamatan
Sungai Pua, Kecamatan IV Koto dan Kecamatan Banuhampu dengan struktur
daerah yang bergelombang hingga berbukit dengan ketinggian 700–2 800 mdpl
serta kondisi iklim berupa suhu rata-rata antara 19-22 0C, kecepatan angin ratarata 20 km/jam, rata-rata jumlah hari hujan 22 hari dan curah hujan bulanan 287
mm/bulan. Kondisi ini kemudian menjadikan komoditas hortikultura sayuran
dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di daerah timur Kabupaten Agam.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Agam No. 13 Tahun 2011 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Agam, daerah sentra produksi sayuran
di atas merupakan daerah-daerah yang termasuk kedalam kawasan agropolitan
Kabupaten Agam. Hal ini menyebabkan di dalam upaya pengembangan kawasan
agropolitan perlu dilakukan kajian mengenai arahan pengembangan komoditas
unggulan di luar komoditas basis utamanya dalam rangka mempercepat
pengembangan kawasan agropolitan Kabupaten Agam yang kemudian dijadikan
dasar dilakukannya penelitian ini.

Perumusan Masalah
Pengembangan wilayah berbasis komoditas pertanian merupakan suatu
kebutuhan untuk mengatasi permasalahan rendahnya pendapatan petani,
produktivitas tanaman, harga produk, teknologi dan kelembagaan petani yang
kurang berkembang. Terutama jika sektor pertanian merupakan sektor utama dan
penyumbang terbesar bagi PDRB suatu wilayah seperti halnya dengan Kabupaten
Agam. Sumbangan sektor pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian
terhadap PDRB Kabupaten Agam atas dasar harga konstan 2010 adalah sebesar
27,68% (3 123,05 miliar) dengan pertumbuhan 5,42% dari total PDRB tahun
2014. Sementara pada sektor pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian,

6
sub sektor tanaman hortikultura menempati posisi ketiga setelah tanaman pangan
dan perkebunan dengan sumbangan 21,11% (659,18 miliar) dan sub sektor
peternakan hanya menempati posisi keempat dengan sumbangan 7,56% (236,0
milyar) terhadap PDRB Kabupaten Agam (Bappeda Kabupaten Agam 2015).
Data PDRB Kabupaten Agam dapat dilihat pada Lampiran 1.
Salah satu komoditas hortikultura yang menjadi unggulan di Kabupaten
Agam adalah sayuran karena selain untuk pemenuhan kebutuhan sayuran bagi
masyarakat di daerahnya, komoditas sayuran juga menjadi pemasok bagi
kebutuhan sayuran daerah lain dan provinsi tetangga yaitu Provinsi Riau, Provinsi
Bengkulu dan Provinsi Jambi. Hal ini kemudian menjadi salah satu potensi
wilayah yang perlu dikembangkan di dalam rangka mempercepat pertumbuhan
dan peningkatan ekonomi wilayah di Kabupaten Agam. Daerah sentra penghasil
sayuran utama pada Kabupaten Agam meliputi Kecamatan Ampek Angkek,
Kecamatan Canduang, Kecamatan Baso, Kecamatan Sungai Pua, Kecamatan IV
Koto dan Kecamatan Banuhampu yang berdasarkan Perda No. 13 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Agam berada di dalam
kawasan agropolitan, baik sebagai daerah inti maupun hinterland kawasan.
Berkaitan dengan potensi tersebut, maka upaya pengembangan kawasan
agropolitan berbasis peternakan pendukung pertanian hortikultura yang
dikembangkan daerah Kabupaten Agam sebagaimana yang disampaikan di dalam
Lokakarya Nasional Evaluasi Kinerja Pengembangan Kawasan Agropolitan
Tahun 2005-2009 oleh Wakil Bupati Ardinal Hasan (2009), maka pengembangan
kawasan agropolitan sangatlah penting didasarkan pada komoditas unggulan
dalam rangka meningkatkan produktivitas dan produksi guna meningkatkan
pendapatan petani. Pengembangan komoditas sayuran sebagai salah satu
komoditas potensial di luar komoditas unggulan utamanya berupa ternak sapi
pada kawasan agropolitan diharapkan dapat membantu percepatan pengembangan
kawasan agropolitan di Kabupaten Agam. Sebagai langkah awal di dalam
pengembangan kawasan berdasarkan komoditas hortikultura sayuran unggulan,
maka pada kawasan agropolitan perlu dilakukan proses identifikasi komoditas
sayuran unggulan yang akan dikembangkan, menganalisis daerah potensial
pengembangan komoditas sayuran unggulan, menganalisis hirarki pertanian
wilayah pada kawasan agropolitan dan menganalisis preferensi petani di dalam
melakukan budidaya komoditas sayuran di dalam kawasan agropolitan.
Kemudian, melalui beberapa pertimbangan kebijakan dan hasil analisis oleh
pemerintah diharapkan mampu menghasilkan suatu arahan bagi pengembangan
kawasan agropolitan berbasiskan komoditas hortikultura sayuran unggulan di
Kabupaten Agam. Permasalahan yang kemudian menjadi pertanyaan di dalam
penelitian ini adalah :
1. Apa saja jenis-jenis komoditas sayuran yang menjadi unggulan pada
kawasan agropolitan Kabupaten Agam?
2. Berapa luas lahan yang berpotensi untuk pengembangan masing-masing
komoditas sayuran yang menjadi unggulan pada kawasan agropolitan
Kabupaten Agam?
3. Seperti apakah bentuk hirarki wilayah pertanian pada kawasan
agropolitan Kabupaten Agam?
4. Seperti apakah arahan prioritas pengembangan komoditas hortikultura
sayuran unggulan pada kawasan agropolitan Kabupaten Agam?

7
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan pada kawasan agropolitan
Kabupaten Agam, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk :
1. Menentukan komoditas sayuran yang menjadi unggulan pada kawasan
agropolitan Kabupaten Agam.
2. Menganalisis lahan yang berpotensi untuk pengembangan masingmasing komoditas sayuran unggulan pada kawasan agropolitan di
Kabupaten Agam.
3. Menganalisis hirarki wilayah pertanian pada kawasan agropolitan
Kabupaten Agam.
4. Menyusun arahan prioritas pengembangan kawasan agropolitan berbasis
komoditas hortikultura sayuran unggulan di Kabupaten Agam.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai :
1. Bahan masukan dan pertimbangan bagi Pemerintahan Kabupaten Agam
di dalam merencanakan dan mengalokasikan prioritas pembangunan
daerah terutama yang berkaitan dengan kebijakan pengembangan
kawasan agropolitan di Kabupaten Agam.
2. Bahan pertimbangan bagi masyarakat dalam melakukan usaha budidaya
komoditas sayuran pada kawasan agropolitan di Kabupaten Agam.

Kerangka Pemikiran
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang dan perumusan masalah yang
ada pada kawasan agropolitan di Kabupaten Agam, dapat dilihat adanya potensi
pengembangan komoditas unggulan di luar komoditas unggulan utama ternak sapi
pada kawasan agropolitan berupa komoditas hortikultura. Salah satu komoditas
hortikultura yang dikembangkan oleh sebagian besar petani yang kemudian
menjadikan daerah tersebut sebagai daerah sentra produksi adalah komoditas
sayuran. Upaya pengembangan kawasan agropolitan berbasis komoditas sayuran
unggulan diharapkan dapat mendukung kegiatan percepatan pengembangan
kawasan dalam rangka meningkatkan ekonomi masyarakat di Kabupaten Agam.
Pengembangan komoditas sayuran pada kawasan agropolitan memiliki
beberapa permasalahan yang perlu dipecahkan seperti penentuan jenis komoditas
yang menjadi komoditas unggulan, kemudian bagaimanakah preferensi petani di
dalam melakukan budidaya komoditas unggulan, diikuti dengan berapakah luas
lahan yang berpotensi bagi pengembangannya pada kawasan agropolitan, serta
perlu diketahuinya hirarki wilayah pada kawasan. Hasil yang diharapkan nantinya
adalah dapat menghasilkan suatu arahan bagi pengembangan kawasan agropolitan
berbasis komoditas hortikultura sayuran unggulan di Kabupaten Agam.
Tahap awal penelitian dimulai dengan identifikasi potensi komoditas
unggulan pada kawasan agropolitan Kabupaten Agam. Metode yang digunakan
adalah analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Analisis
dengan model LQ digunakan untuk melihat sektor basis atau non basis pada suatu

8
wilayah perencanaan untuk mengidentifikasi sektor unggulan atau keunggulan
komparatif suatu wilayah. Metode analisis LQ dapat dilakukan dengan
menggunakan data luas areal, produksi dan nilai ekonomi komoditas. Shift Share
Analysis adalah analisis untuk memahami pergeseran struktur aktivitas di suatu
lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi (dengan cakupan wilayah
lebih luas) dalam dua titik waktu. Output yang diharapkan pada tahap ini adalah
deskripsi pemusatan produksi komoditas pertanian utama pada kawasan
agropolitan. Setelah dilakukan analisis LQ dan SSA untuk berbagai komoditas
sayuran yang ada pada kawasan agropolitan, pemilihan komoditas unggula