Proses Komunikasi Terapeutik Oleh Konselor Kepada Pasien Narkoba Di Yayasan Dinamika Rumah Harapan Dan Pemulihan Kota Cimahi

(1)

Konselor kepada Pasien Narkotika dan Zat Adiktif Melalui Konseling di Yayasan Dinamika Rumah Harapan dan Pemulihan Kota Cimahi)

Oleh, Moch. Iqbal Elly

NIM. 41810027

ABSTRACT

THERAPEUTIC COMMUNICATION PROCESS BY COUNSELOR TO PATIENT WITH NARCOTICS AND ADDICTIVE SUBSTANCES IN

YAYASAN DINAMIKA RUMAH HARAPAN DAN PEMULIHAN, CIMAHI CITY

(Descriptive Study of Therapeutic Communication Process by Counselor to Patient with Narcotics and Addictive Substances through Counseling in

Yayasan Dinamika Rumah Harapan And Pemulihan, Cimahi City)

By

MOCH. IQBAL ELLY NIM: 41810027

This thesis was prepared under guidance of Melly Maulin. P. S.Sos., M.Si


(2)

introduction/orientation, work, and termination.

The type of study is qualitative; method being used in this study is descriptive study. Primary data were derived from observations, documentation, and in-depth interviews. Selection of informants uses purposive sampling technique.

The results of the study show that therapeutic communication process in counseling is looked at four phases. Preparation/preinteraction phase: in this phase, counselor is required to hold data on the background of patient. Furthermore, counselor tried to build confidence between counselor and patient. Introduction/orientation phase: counselor will call patient in name, introducing counselor him- or herself, informing the foundation, and asking about constraints facing patient in his or her family. Third phase: counselor use pastoral counseling, teaching health education, and monitoring patient development. Termination phase is broken down into two: initial termination and final termination. Counselor will, in initial termination phase, ask about conversational outputs having been addressed. In addition, counselor provides activities that will be helping patient to be autonomous. In final phase, counselor evaluate the wholly patient, ask what activities are patient did outdoor, and offering educative advices. Conclusions of therapeutic communication process by counselor to patient with narcotics and additive substances are counselor use counseling in which there therapeutic communication phases, and counseling adopted is pastoral counseling. Pastoral counseling is counseling using religious approach to nursing action, thereby making therapeutic communication process unique, different something in the counseling.

Suggestions for counselors of Yayasan Dinamika Rumah Harapan dan Pemulihan are that they should be able to maintain pastoral counseling, as religious approach is particularly effective to help patients with narcotics and additive substances in either the foundation or other rehabilitation centers.

Keywords: Therapeutic Communication, Preparation/Pre-interaction Phase, Introduction/ Orientation Phase, Work Phase, and Termination Phase.


(3)

seseorang yang mempunyai ketergantungan terhadap obat-obatan berbahaya atau narkoba, sehingga harus dilakukan tindakan kesehatan untuk membersihkan individu-individu tersebut dari jeratan narkoba. Mereka yang menggunakan atau yang mengkonsumsi narkoba akan mengalami gangguan mental dan perilaku, sebagai akibat terganggunya system neuro-transmitter pada sel-sel susunan saraf pusat di otak. Gangguan pada system neuro-transmitter tadi mengakibatkan terganggunya fungsi kognitif (alam fikiran), afektif (alam perasaan,mood,emosi), dan psikomotor (prilaku).

Tempat rehabilitasi adalah salah satu jalan keluar atau upaya-upaya yang dilakukan untuk melepaskan seseorang atau individu dari dalam jeratan narkoba. Ada bermacam-macam program rehabilitasi yang diperlukan untuk mencapai maksud dan tujuan dilakukannya rehabilitasi kepada pasien narkoba, antara lain rehabilitasi medic, psikiatrik, psikososial, dan psikoreligius.

Dengan kondisi sehat tersebut, diharapkan mereka akan mampu kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari baik dirumah, disekolah atau kampus, ditempat kerja dan dilingkungan sosial. Program rehabilitasi lamanya tergantung dari metode dan program dari lembaga yang bersangkutan. Salah satu pusat rehabilitasi yang bergerak untuk menangani para pasien narkoba ini adalah Yayasan Dinamika Rumah Harapan dan Pemulihan di Kota Cimahi.


(4)

ini.

Pada umumnya jasa konseling diperlukan apabila ada pihak yang mempunyai kesulitan tentang sesuatu, dan berharap dengan konsultasi sehingga kesulitan tersebut dapat teratasi. Konseling merupakan kegiatan “memberikan nasehat” bagi yang membutuhkan. Narkoba menjadi salah satu kesulitan bagi pasien narkoba untuk meninggalkannya, sehingga jasa konseling diharapkan bisa menjadi salah satu alternative bagi para pasien narkoba untuk terlepas dari lingkaran dan jeratan narkoba

Didalam buku Komunikasi Keperawatan oleh Mundakir dijelaskan mengenai pengertian konseling keperawatan, yaitu:

“Bantuan yang diberikan perawat melalui interaksi yang mendalam, dalam bentuk kesiapan perawat untuk menampung ungkapan perasaan dan permasalahan klien (meliputi aspek kognitif, afektif, behavioral, sosial, emosional, dan religious) kemudian perawat sebagai konselor berusaha untuk memberikan alternative pemecahan masalah untuk menjaga kestabilan emosi dan motivasi klien (konseli) dalam menghadapai masalah kesehatan”.(Mundakir, 2006:98)

Dalam kutipan mengenai konseling diatas, perawat selaku konselor dalam jasa konseling dituntut untuk berinteraksi dengan pasiennya, tentut saja hal ini akan menitik beratkan kepada kemampuan konselor dalam melakukan proses komunikasi dengan pasiennya. Sehingga komunikasi didalam jasa konseling turut


(5)

komunikasi terapeutik dalam praktik keperawatan oleh Mukhripah Damiyanti mengatakan:

“Komunikasi terapeutik itu sendiri adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan dan pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional perawat”. (Mukhripah Damaiyanti 2008:11)

Komunikasi terapeutik mempunyai peran penting dalam tahapan maupun proses penyembuhan pasien. Dalam membina hubungan terapeutik (berinteraksi) perawat mempunyai empat tahap yang pada setiap tahapnya mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat.

Menurut Stuart dan Sundeen dalam buku Komunikasi Terapeutik Dalam Praktek Keperawatan oleh Mukhripah Damaiyanti bahwa empat tahap tersebut adalah:

1. Fase Pra-Interaksi 2. Fase Orintasi/Perkenalan 3. Fase Kerja

4. Fase Terminasi

a. Terminasi Sementara b. Terminasi Akhir

Dengan menggunakan jasa konseling dan memiliki kemampuan komunikasi terapeutik, seorang konselor akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya


(6)

1.2.Rumusan Masalah Mikro

Telah peneliti jelaskan pada latar belakang masalah bahwa dalam Komunikasi Terapeutik ada empat fase penting menyangkut proses penyembuhan pasien narkoba, sehingga dari empat fase tersebut peneliti menyimpulkan rumusan masalah mikro secara lebih spesifik sebagai berikut:

1. Bagaimana fase persiapan/pra-interaksi yang dilakukan konselor kepada pasien narkotika dan zat adiktif melalui konseling di Yayasan Dinamika Rumah Harapan dan Pemulihan?

2. Bagaimana fase perkenalan/orientasi yang dilakukan konselor kepada pasien narkotika dan zat adiktif melalui konseling di Yayasan Dinamika Rumah Harapan dan Pemulihan?

3. Bagaiamana fase kerja yang dilakukan konselor kepada pasien narkotika dan zat adiktif melalui konseling di Yayasan Dinamika Rumah Harapan dan Pemulihan?

4. Bagaimana fase terminasi yang dilakukan konselor kepada pasien narkotika dan zat adiktif melalui konseling di Yayasan Dinamika Rumah Harapan dan Pemulihan?


(7)

konselor di yayasan Dinamika Rumah Harapan dan Pemulihan Kota Cimahi. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Basrowi, M.Pd & Dr. Suwandi, M.Si. bahwasanya:

“Metode penelitian kualitatif adalah salah satu metode penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman tentang kenyataan melalui proses berfikir induktif. Melalui penelitian kualitatif peneliti dapat mengenali subjek, merasakan apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian ini, peneliti terlibat dalam situasi dan setting fenomena yang diteliti. Peneliti diharapkan selalu memusatkan perhatian pada kenyataan atau kejadian dalam konteks yang diteliti. (Dr. Basrowi, M.Pd & Dr. Suwandi, M.Si., 2008:1-2)

Didalam buku Metodologi Penelitian karya Dr. Elvinaro Ardianto, M.Si dikatakan bahwa

“metode deskriptif kualitatif mencari teori, bukan menguji teori. Ciri lain metode deskriptif kualitatif ialah menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah (natural setting). Peneliti terjun langsung ke lapangan, bertindak sebagai pengamat. Ia membuat ketegori perilaku, mengamati gejala, dan mencatatnya dalam buku observasi (instrumennya adalah pedoman observasi, Pen.). Ia tidak berusaha untuk memanipulasi variabel.” (Elvinaro, 2011:60) Didalam penelitian ini metode deskriptif kualitatif di jadikan sebagai desain penelitian. Diamana dalam buku Metodelogi Penelitian yang ditulis oleh Elvinaro Ardianto, dijelaskan bahwa metode deskriptif kualitatif tidak jarang melahirkan apa yang disebut Seltiiz, Wrightsman, dan cook sebagai penelitian yang insightmulating, yakni:


(8)

1.4.Pembahasan

a. Fase Persiapan/Pra-interaksi Yang Dilakukan Oleh Konselor Kepada Pasien Narkotika dan Zat Adiktif Melalui Konseling di Yayasan Dinamika Rumah Harapan dan Pemulihan

Hal-hal yang penting dalam fase ini adalah Konselor di Yayasan Dinamika Rumah Harapan dan Pemulihan akan mencari informasi-informasi mengenai pasien tersebut dari keluarga si pasien itu terlebih dahulu, jika telah mendapatkan data mengenai pasien yang akan menjalani konseling, hal ini tentu saja akan sangat membantu konselor untuk kali pertama berinteraksi dengan pasien.

Setelah data pasien yang akan di konseling didapat, tujuan selanjutnya konselor di Yayasan Dinamika Rumah Harapan dan Pemulihan adalah bagaimana caranya untuk menciptakan kepercayaan diantara pasien dan konselor. Namun menurut hasil observasi peneliti, dengan konselor tinggal bersama-sama dengan pasien, hal ini akan lebih cepat untuk menciptakan rasa kepercayaan diantara pasien dan konselor, karena pasien narkoba di tempat rehabilitasi, akan merasa gelisah dan tidak tenang.

Hal ini dikarenakan pasien narkoba itu harus beradaptasi dengan lingkungan baru di yayasan, di tambah kegelisahan akan obat-obatan yang


(9)

Pasien Narkotika dan Zat Adiktif Melalui Konseling di Yayasan Dinamika Rumah Harapan dan Pemulihan

Untuk pertama kalinya berinteraksi dan berkomunikasi dengan pasien, biasanya konselor di Yayasan Dinamika Rumah Harapan dan Pemulihan memanggil nama dari pasien narkoba tersebut, walaupun konselor sendiri sudah mengetahui nama dari pasien narkoba itu, tapi menurut konselor, itu adalah langkah awal yang sangat penting untuk melakukan komunikasi dan interaksi awal dengan pasien narkoba.

Setelah itu, konselor akan memperkenalkan diri konselor, bahwa konselor disini akan membantu pasien dalam menjalani kehidupan si pasien selama di yayasan. Disamping itu, konselor juga turut menjelaskan kepada pasien narkoba itu bahwa ini adalah tempat rehabilitasi dan pasien tersebut akan di ajarkan mengenai agama kristiani, karena konseling yang di pakai di Yayasan Dinamika Rumah Harapan dan Pemulihan adalah konseling pastoral.

Konseling Pastoral adalah Konseling yang digunakan oleh konselor-konselor kristen untuk membantu sodara-sodara mereka juga yang Kristen mengenai tingkah laku yang tidak efektif dan di tolong untuk mempelajari tingkah laku yang lebih baik. Disini konselor Kristen berperan memberikan pengejaran dan pendidikan Alkitab kepada pasien narkoba.


(10)

narkoba adalah permasalahannya di lingkungan keluarganya.

Dari hasil pengamatan peneliti, tak menutup kemungkinan bahwa pasien narkoba juga ada yang biasa berfikiran negative ketika konselor ingin memulai percakapan awal dengan pasien tersebut. Hal ini terjadi karena pasien tersebut belumlah bisa menerima dan masih dalam keadaan marah karena di tempatkan di tempat seperti itu. Solusi dari masalah tersebut dimana konselor akan memberikan waktu kepada pasien untuk tenang, karena konselornya tinggal sama-sama dengan pasiennya, maka konselor bisa memantau dengan baik dan jelas, apakah pasiennya ini sudah tenang dan bisa diajak ngobrol apa tidak.

c. Fase Kerja Yang Dilakukan Oleh konselor Kepada Pasien Narkotika dan Zat Adiktif Melalui Konseling di Yayasan Dinamika Rumah Harapan dan Pemulihan

Pada fase ini, konselor akan melakukan konseling dengan pasiennya secara pribadi, menggunakan komunikasi antarpribadi, dimana hanya konselor dan pasien yang berkomunikasi, disitu konselor akan membuka kitab suci umat Kristen dan coba memberikan dan membacakan ayat-ayat suci kepada pasien narkoba itu, karena konselingnya memakai jenis konseling pastoral. Biasanya pasien akan menerimanya dan mengaku akan kesalahannya setelah di lakukan


(11)

2002:30)

Istilah pastoral berasal dari “pastor” dalam bahasa Latin atau bahasa Yunani disebut “Poimen”, yang artinya “gembala”. Secara tradisional, dalam kehidupan gerejawi merupakan tugas “pendeta” yang harus menjadi gembala bagi jamaat atau “domba”-nya. Pengistilahan ini dihubungkan dengan diri Yesus Kristus dan karya-nya sebagai “Pastor Sejati” atau “Gembala Yang

Baik”(Yohanes 10). Ungkapan ini mengacu pada pelayanan Yesus yang tanpa

pamrih, bersedia memberikan pertolongan dan pengasuhan terhadap para pengikutnya, bahkan rela mengorbankan nyawanya. Pelayanan yang diberikannya ini merupakan tugas manusia yang teramat mulia.(Aart Martin van Beek, 2001:10)

Di Yayasan Dinamika Rumah Harapan dan Pemulihan, para pasien juga diberikan pendidikan dasar mengenai kesehatan oleh para konselornya, diantaranya bagaimana cara mandi yang bersih, bagaimana cara cuci tangan yang bersih bagaiamana cara makan yang sehat, dan sebagainya, sehingga pola hidup mereka akan menjadi sehat. Dari hasil observasi peneliti, ada seorang pasien yang pada awal pasien tersebut masuk yayasan, badannya kurus sekali, namun setelah dia tinggal beberapa bulan di yayasan, berat badannya naik depan pesat, hal ini tentu saja membuktikan bahwa penerapan


(12)

sangatlah penting dalam menyamangati pasien untuk menjalankan kehidupannya yang lebih baik dan memotivasinya untuk tidak kembali lagi dalam lingkaran narkoba. Namun, keluarga disini tidak mengerti dan telah salah memposisikan perannya.

Jika keluarga ingin pasien tersebut sembuh, yang pertama keluarga harus lakukan adalah, sering-seringlah untuk melihat anak anda yang sedang di rehabilitasi, karena sesungguhnya, dari hasil observasi peneliti, kebanyakan pasien sangat ingin bertemu keluarganya. Ketika mereka dimasukan ke panti rehabilitasi, sesungguhnya mereka merasa dibuang, mereka marah, namun akhirnya mereka memaafkan keluarganya dan malah ingin bertemu dengan keluarga mereka, namun tak satupun dari keluarga mereka datang untuk sekedar menengok mereka. Sehingga mereka semakin drop dan merasa bahwa hidup mereka sudahlah tidak berguna lagi.

Keluarga tidak mengerti akan perannya dalam proses penyembuhan anaknya yang menjadi pasien narkoba di yayasan. Yayasan dijadikan tempat penitipan. Mengapa peneliti mengatakan seperti ini, karena hasil dari pengamatan peneliti selama dilapangan, ada beberapa pasien yang sudah bisa dikatakan bisa dipulangkan, dan dirawat saja oleh keluarganya. Namun, tidak ada satupun keluarga yang mau datang untuk mengambil anaknya atau


(13)

hidup pasien narkoba itu.

Selain itu, konselor juga sering untuk memonitoring perkembangan pasien setiap harinya. Karena konselor tinggal bersama-sama pasien di Yayasan Dinamika Rumah Harapan dan Pemulihan, maka konselor bisa untuk mengobservasi serta memonitor pasiennya dengan sangat efektif untuk melihat perkembangan pasien dari hari ke hari.

d. Fase Terminasi Yang Dilakukan Oleh konselor Kepada Pasien Narkotika dan Zat Adiktif Melalui Konseling di Yayasan Dinamika Rumah Harapan dan Pemulihan

 Terminasi Sementara

Terminasi sementara adalah akhir pertemuan antara konselor dengan pasien, namun disini pasien dan konselor masih akan berjumpa pada waktu yang telah ditentukan.

Karena konselor di yayasan tinggal bersama pasiennya, maka biasanya janji-janji untuk bertemu jarang dibuat. Biasanya konselor jika ingin melakukan konseling, konselor langsung saja memanggil pasien yang bersangkutan. Tetapi ketika pasiennya yang ingin mengobrol dengnan konselornya mengenai permasalahannya, dan konselor lagi dalam keadaan sibuk, nah disitu baru bisa diadakan perjanjian waktu untuk bertemu


(14)

minggu baru konselor akan menanyakan kembali hasil percakapan koselor dengan klien, dan disitu akan terlihat perubahan bahwa, apakah percakapan konselor dengan pasien itu ada pengaruhnya apa tidak terhadap perkembangan pasien.

Konselor juga sering menyuruh pasien untuk melakukan apa yang dibicarakan oleh konselor, contohnya cuci piring, berawal dari pirng dia saja dulu, sendok dia, gelas dia, karena tujuannya adalah untuk membuatnya mandiri. Sehingga ketika pulang nanti, pasien sudah tidak perlu dibantu oleh orang lain dan tidak merepotkan orang lain.

 Terminasi Akhir

Terminasi akhir adalah fase dimana pasien telah selesai praktek di yayasan dan akan segera pulang. Sebelum pulang biasanya konselor melakukan konseling sekali lagi dan menanyakan beberapa pertanyaan untuk pasiennya tersebut.

Konselor akan mngevaluasi pasien secara keseluruhan mengenai apa yang pasien dapat selama di yayasan, dimana jawaban-jawaban pasien tersebut akan dinilai oleh konselor, apakah pasiennya benar-benar sudah bisa pualng atau tidak.


(15)

jelas mereka harus bergerak untuk dapat melatih otot-otot mereka agar tidak kaku. Hal ini menjadi keterusan dan menjadi kebiasaan pasien untuk selalu bekerja, tentu saja ini menjadi hal yang positif untuk perkembangan diri pasien.

Disamping itu, konselor akan memberikan nasihat-nasihat kepada pasiennya sebelum pasiennya meninggalkan yayasan, nasihat-nasihat itu bahwa pasien haruslah memikirkan masa depannya, karena terjerat dalam lingkaran narkoba dapat merusak masa depan siapa saja, dan ingatlah selalu sama keluargamu, itulah beberapa nasihat-nasihat yang diberikan oleh konselor kepada pasiennya.

1.5.Kesimpulan

Bedasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada fase pertama, yaitu fase persiapan/pra-interaksi, peneliti melihat adanya persamaan setiap konselor, dimana mereka mengevaluasi diri mereka untuk mengatasi ketidakpastian dengan cara mengikuti pelatihan-pelatihan dan seminar-seminar yang diselenggarakan oleh pemerintah setiap tahunnya, dan sebelum konselor memulai perkenalan awal dengan


(16)

konselor di Yayasan Dinamika Rumah Harapan dan Pemulihan biasanya menyapa pasien, memanggil nama pasien atau menanyakan nama pasien, memperkenalkan diri konselor, memberitahukan informasi seputar Yayasan DInamika Rumah Harapan dan Pemulihan, dan yang terakhir adalah menanyakan apakah ada kendala-kendala pasien dalam lingkungan keluarga, karena biasanya pasien tersebut memakai narkoba dikarenakan permasalahannya didalam lingkungan keluarga.

3. Selanjutnya adalah fase kerja, peneliti melihat bahwa konseling yang dipakai oleh konselor di Yayasan Dinamika Rumah Harapan dan Pemulihan adalah konseling pastoral, dimana konseling pastoral adalah jenis konseling yang dipakai oleh konselor-konselor Kristiani untuk menolong umat Kristiani. Pada fase ini, peneliti juga melihat bahwa pasien narkoba di yayasan tersebut diberikan pendidikan kesehatan, namun pendidikan kesehatannya masilah yang mendasar, dan hal yang dilakukan oleh konselor selanjutnya pada fase ini adalah melakukan tindakan konseling terhadap keluarga pasien, karena hal ini sangat penting dalam menunjang proses penyembuhan pasien. Konselor juga selalu memonitoring perkembangan pasien dari waktu kewaktu.


(17)

menanyakan hasil-hasil percakapan yang telah dibicarakan. Setelah itu, konselor biasanya menyuruh pasien untuk melakukan suatu kegiatan, contohnya bersih-bersih kamar, cuci piring dan sebagainya, hal ini bertujuan agar pasien tersebut bisa mandiri.

 Terminasi Akhir

Pada terminasi akhir, peneilit melihat bahwa konselor di Yayasan Dinamika Rumah Harapan dan Pemulihan akan mengevaluasi pasiennya secara keseluruhan terlebih dahulu, setelah itu menanyakan kegiatan apa yang akan pasien lakukan diluar, dan memberikan beberapa nasihat-nasihat mendidik untuk pasiennya setelah keluar dari yayasan.


(18)

Ardianto, Elvinaro. 2010. Metodologi Penelitian untuk Public Relations: Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Damaiyanti, Mukhripah. 2010. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan. Bandung: PT Refika Aditama.

Moleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Effendy, Onong Uchana. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Kurniawati, Rd. Nia Kania. 2014. Komunikasi Antarpribadi: Konsep dan Teori Dasar. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kriyantono, Rachmat. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan: Aplikasi dalam Pelayanan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Pitojo, Setijo. 2006. Ganja, Opium, dan Coca Komoditas Terlarang. Bandung: Penerbit Angkasa.

Hawari, Dadang. 2000. Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA. Balai Penerbit FK. UI. Jakarta.

Supriadi & Erdina Indrawati. 2011. Psikologi Konseling. Inti Prima Promosindo Jakarta

Moleong, Lexy J. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Albineno, J.L. Ch. 2002. Pedoman Praktis Untuk Pelayanan Pastoral. Jakarta: Gunung Mulia.


(19)

JURNAL & KARYA ILMIAH

Lusiana Atik. , 2011. Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Pasien di Rumah Sakit Santa Elizabeth Semarang, Universitas Pembangunan “Veteran” Yogyakarta.

Ilya Putri Rhedian. ,2011. Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Pasien Anak Dan Orang Tua, Universitas Diponegoro Semarang

Kumia Aodrania. ,2011, Pola Komunikasi Orangtua Muda Dalam Membentuk Perilaku Positif Anak Di Kota Bandung, UNIKOM BANDUNG.

Yusuf Nixon Hoklay Simbolon. 2008. Konseling Pastoral Bagi Penyalahgunaan Narkoba di Rumah Harapan dan Pemulihan Cimahi, Institut Alkitab Tiranus Bandung.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjuan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Tentang Penelitian Terdahulu

Dalam tinjauan pustaka, peneliti mengawali dengan menelaah penelitian terdahulu yang berkaitan dan relevan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti. Dengan demikian, peneliti mendapatkan rujukan pendukung, pelengkap, pembanding, dan memberi gambaran awal mengenai kajian terkait permasalahan dalam penelitian ini.

Berikut ini peneliti temukan beberapa hasil penelitian terdahulu yakni sebagai berikut:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Nama

Penelitian

Judul Pendekatan Penelitian

Hasil Perbedaan

1 Lusiana Atik, Universitas Pembangunan “Veteran” Yogyakarta (2011) Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Pasien di Rumah Sakit Santa Elizabeth Semarang Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan memakai studi deskriptif analisis dengan cara menemukan data di lapangan Hasil dari penelitian ini adalah pesan, feedback, keterbukaan, empati, perilaku positif, kesetaraan merupakan faktor penunjang efektivitas komunikasi terapeutik Perbedaan dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan adalah penelitian ini membahas tentang efektivitas sedangkan peneliltian yang dilakukan peneliti mengenai proses komunikasi


(21)

dengan persfektif komunikasi antarpribadi 2 Ilya Putri

Rhedian Universitas Diponegoro Semarang (2011) Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Pasien Anak Dan Orang Tua Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif

Semua teknik dan cara komunikasi terapeutik yang perawat lakukan tidak akan dapat terlaksana dengan baik tanpa adanya bantuan dari orangtua pasien. Peran orangtua sangat dibutuhkan dalam melakukan komunikasi terapeutik pada pasien anak-anak Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti terletak pada objeknya, dan penelitian yang peneliti lakukan adalah proses mengenai komunikasi terapeutik

3 Kumia

Aodrania, UNIKOM (2011) Pola Komunikasi Orangtua Muda Dalam Membentuk Perilaku Positif Anak Di Kota Bandung Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penilitan deskriptif Hasil dari penelitian ini adalah proses komunikasi akan berjalan baik jika dipersiapkan lebih dahulu dan di konsepkan secara matang Persfektif penelitian ini memang sama yaitu komunikasi antarpribadi, namun perbedaan terletak pada objek dan subjeknya Sumber: Peneliti 2015

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi 2.1.2.1 Definisi Komunikasi

Sebagai mahkluk sosial setiap manusia secara alamiah memiliki potensi komunikasi, bahkan ketika manusia itu sedang berkomunikasi, mengkonsumsikan keadaan perasaannya. Baik secara sadar maupun tidak manusia asti berkomunikasi, komunikasi pun data kita temukan di semua


(22)

sendi-sendi kehidupan, dimana setiap proses interaksi antara manusia dengan manusia lain pasti terdapat komunikasi.

Ilmu Komunikasi meruakan ilmu sosial terapan, bukanilmu sosial murni, ilmu komunikasi tidak bersifat absolut, siat ilmu komunikasi data berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman, hal tersebut dikarenakan ilmu komunikasi sangat erat kaitannya dengan tindak-tanduk perilaku manusia, sedangkan perilaku atau tingkah laku manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungan, termasuk perkembangan zaman.

Pengertian komunikasi berasal dari bahasa latin communication yang berarti pemberitahuan, pemberian bagian, pertukaran, ikut ambil bagian, pergaulan, peran serta, atau kerja sama. Asal katanya sendiri berasal dari communis yang berarti common (bersifat umum, sama, atau bersama-sama). Sedangkan kata kerjanya communicare yang berarti berdialog, berunding atau bermusyawarah. Berdasarkan buku mengenai Ilmu Komunikasi, komunikasi menurut Sir Geral Barry (2010:15) menyatakan :

“Dengan komunikasi orang akan memperoleh informasi, pengetahuan, pengalaman, terbentuknya saling pengertian berlangsungnya sebuah percakapan, keyakinan, kepercayaan, dan

control juga sangat diperlukan”.

Dan menurut Effendi (1993:28) menyatakan :

“Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia,

dimana orang dinyatakan itu adalah pikiran, perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat


(23)

Definisi Komunikasi yang dikemukakan itu belum mewakili definisi-definisi yang dibuat oleh para ahli, karena komunikasi menyangkut banyak tahap sehingga sifatnya dinamis atau berkembang, karena itu sebuah kegiatan komunikasi disebut sebagai sebuah proses komunikasi. Dari definisi yang telah dikemukakan tersebut kita sedikit memperoleh gambaran tentang komunikasi tersebut, bahwa kegiatan komunikasi yang dilakukan mempunyai tujuan seperti mendapatkan inormasi yang menggunakan bahasa sebagai alat bertukar informasi tersebut.

2.1.2.2.Faktor-faktor Penunjang Komunikasi Efektif

Wilbur Schramm menampilkan apa yang ia sebut “the condition of

success in communication”, yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki.

Kondisi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menarik perhatian komunikan.

2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti.

3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.


(24)

4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikendaki.

2.1.2.3. Hambatan Komunikasi 1. Gangguan

Ada dua jenis gangguan terhadap jalannya komunikasi yang sifatnya dapat diklasifikasikan sebagai gangguan mekanik dan gangguan semantic.

 Gangguan Mekanik

Yang dimaksud dengan gangguan mekanik ialah gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersidat fisik.

Sebagai contoh bunyi mengaung pada pengeras suara atau riuh hadirin atau bunyi kendaraan lewat ketika seseorang berpidato dalam suatu pertemuan.

 Gangguan Semantik

Gangguan jenis ini bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya jadi rusak. Gangguan semantic tersaring kedalam pesan melalui penggunaan bahasa. Lebih banyak kekacauan mengenai pengertian sesuatu istilah atau konsep yang terdapat pada komunikator, akan lebih banyak


(25)

gangguan semantic dalam pesannya. Gangguan semantic terjadi dalam salah pengertian.

2. Kepentingan

Interest atau kepentingan akan memebuat seseorang selektif dalam menanggapi atau menghayati suatu pesan. Orang hanya akan memperhatikan perangsang yang ada hubungannya dengan kepentingannya. Apabila kita tersesat didalam hutan dan beberapa hari tak menemukan makanan sedikitpun, maka kita akan lebih memperhatikan perangsang-perangsang yang mungkin dapat dimakan daripada yang lainnya. Andai kata dalam situasi demikian kita dihadapkan pada pilihan antara makanan dan sekantong berlian, maka pastilah kita akan memilih makanan, berllian barulah akan diperhatikan kemudian.

3. Motivasi Terpendam

Motivasi akan mendorong sesorang berbuat sesuatu yang sesuai dengan keinginan, kebutuhan dan kekurangannya. Semakin sesuai komunikasi dengan motivasi seseorang akan semakin besar kemungkinan komunikasi itu dapat diterima dengan baik oleh pihak yang bersangkutan. Sebaliknya, komunikan akan mengabaikan suatu komunikasi yang teak sesuai dengan motivasinya.


(26)

4. Prasangka

Prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan berat bagi suatu kejadian komunikasi, oleh karena orang yang mempunyai prasangka belum apa-apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang hendak menjalankan komunikasi. Emosi seringkali membutakan pikiran dan pandangan kita terhadap fakta yang nyata, oleh karena sekali prasangka itu sudah mencekam, maka seseorang tak dapat berfikir secara objektif dan segala apa yang dilihatnya selalu akan dinilai secara negative. 2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Terapeutik

2.1.3.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik

“Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien” (Heri Purwanto,1994).

Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan (As Hornby dalam intan, 2005). Maka disini dapat diartikan bahwa terapeutik adalah segala sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan seseorang. Sehingga komunikasi terapeutik itu sendiri dapat di definisikan sebagai komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu klien atau pasien dalam penyembuhan/pemulihan klien atau pasiennya. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional bagi perawat.


(27)

Di dalam bukunya Stuart G.W mengatakan:

“Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi sangat penting karena komunikasi merupakan alat dalam melaksanakan proses keperawatan. Dalam asuhan keperawatan, komunikasi ditunjukan untuk mengubah perilaku klien dalam mencapai tingkat kesehatan

yang optimal” (Stuart, G.W.,1998).

Karena bertujuan untuk terapi maka komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik.

2.1.3.2Hubungan Terapeutik

Hubungan terapeutik berbeda dari hubungan dimana perawat lebih memaksimalkan keterampilan komunikasinya, pemahaman tingkah laku manusia dan kekuatan pribadi untuk meningkatkan pertumbuhan klien. Fokus hubungan adalah ide klien, pengalaman dan perasaan klien. Perawat dan klien mengidentifikasi area yang memerlukan eksplorasi dan evaluasi secara periodik terhadap tingkat perubahan klien. Peran tidak akan berubah dan hubungan tetap konsisten berfokus pada masalah klien. King cit. Varcarolis (1990) menggambarkan hubungan terapeutik sebagai pengalaman belajar baik bagi klien dan perawat. Dia mengidentifikasi empat tindakan yang harus diambil diantara perawat dan klien:

1. Tindakan diawalli oleh perawat; 2. Respon reaksi dari klien;

3. Interaksi dimana perawat dan klien mengkaji kebutuhan klien dan tujuan;

4. Transaksi dimana hubungan timbal balik pada akhirnya dibangun untuk mencapai tujuan hubungan.


(28)

2.1.3.3Tujuan Hubungan Terapeutik

Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Keliat, 2003) yang di kutip dalam buku Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan, 2009:21 adalah:

1. Realisasi diri, penerimaan diri, dan rasa hormat terhadp diri sendiri. 2. Identitas diri yang jelas dan rasa integritas diri yang tinggi.

3. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang intim, saling tergantung dan mencintai.

4. Peningkatan fungsi dan kemampuan memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang realistis.(Mukhripah Damiyanti, 2008:21)

2.1.3.4Tahapan Dalam Hubungan Terapeutik

Dalam membina hubungan terapeutik (berinteraksi) perawat mempunyai empat tahap yang pada setiap tahapannya mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat (Stuart dan Sundeen, dalam Christina, dkk., 2003).

1. Fase Pra-Interaksi

Prainteraksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan berkomunikasi dengan klien.

2. Fase Orintasi/Perkenalan

Perkenalan merupakan kegiatan yang anda lakukan saat pertama kali bertemu dengan klien.


(29)

3. Fase Kerja

Fase kerja merupakan inti hubungan perawatan klien yang terkait erat dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai dangan tujuan yang akan dicapai.

4. Fase Terminasi

Terminasi merupakan akhir dari setiap pertemuan perawat dengan klien. Terminasi dibagi dua, yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir.

a. Terminasi Sementara

Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan klien. Pada terminasi sementara, perawat akan bertemu lagi dengan pasien pada waktu yang telah ditentukan.

b. Terminasi Akhir

Terminasi akhir terjadi jika klien akan pulang dari rumah sakit atau setelah klien selesai praktek dirumah sakit.( Mukhripah Damiyanti, 2008:22 )

2.1.3.5Tujuan Komunikasi Terapeutik

Dengan memiliki keterampilan dan kemampuan berkomunikasi terapeutik, perawat akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya dengan klien, sehingga akan lebih efektif dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang telah diterapkan, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan akan meningkatkan profesi.


(30)

Tujuan komunikasi terapeutik (Purwanto, 1994) adalah:

a. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.

b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.

c. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiridalam hal peningkatan derajat kesehatan.

d. Mempererat hubungan atau interaksi antara klien dengan terapis (tenaga kesehatan) secara professional dan proporsional dalam rangka membantu penyelesaian masalah klien.

2.1.3.6 Manfaat Komunikasi Terapeutik

Manfaat komunikasi terapeutik (Christina, dkk, 2003) adalah: 1. Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dengan

pasien melalui hubungan perawat-klien

2. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan dan mengkaji masalah dan mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat. (Mukhripah Damiyanti, 2008:12)

2.1.3.7Fungsi Komunikasi Terapeutik

Untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama antara perawat dan klien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha bisa untuk mengungkapkan perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta


(31)

mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).

2.1.3.8Syarat –syarat Komunikasi Terapeutik

Stuart dan Sundeen (dalam Christina, dkk, 2003) mengatakan ada dua persyaratan dasar untuk komunikasi terapeutik efektif:

1. Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan.

2. Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan terlebih dahulu sebelum memberikan sarana, informasi maupun masukan.

Persyaratan-persyaratan untuk komunikasi terapeutik ini dibutuhkan untuk membentuk hubungan perawat – klien, sehingga klien memungkinkan untuk mengimplementasikan proses keperawatan. Komunikasi terapeutik ini akan sangat efektif bila melalui penggunaan dan latihan yang sering. (Mukhripah Damiyanti, 2008:12)

2.1.3.9 Hambatan Komunikasi Terapeutik

Hambatan komunikasi terapeutik daam hal kemajuan hubungan perawatklien terdiri dari tiga jenisl utama: resistens, transferens, dan kontertransferens (Hamid, 1998). Ini timbul dari berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk berbeda, tetapi semuanya menghambat komunikasi terapeutik. Perawat harus segera mengatasinya. Oleh karena itu hambatan ini menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat maupun


(32)

bagi klien. Untuk lebih jelasnya marilah kita bahas satu-persatu mengenai hambatan komunikasi terapeutik itu.

1. Resisten

Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau seperti penghindaran verbalisasi yang telah dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah aspek diri seseorang. Resisten sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah.

2. Transferens

Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya akan terkait dengan tokoh yang ada didalam kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan mekanisme pertahanan pengisaran (displacement) yang maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi bermusuhan dan tergantung.

3. Kontertranferens

Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien. Konterrtransferens merujuk pada respon emosional spesifik


(33)

oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi yang sangat mencintai, reaksi yang sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon terhadap resisten klien. Untuk mengatasi hambatan dalam komunikasi terapeutik, perawat harus siap untuk mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat-klien (Hamid, 1998). Awalnya, perawat haruslah mempunyai pengetahuan tentang hambatan komunikasi terapeutik dan dapat mengenali perilaku yang tentu menunjukkan adanya hambatan tersebut. Latar belakang perilaku digali baik klien atau perawat bertanggung jawab atas hambatan terapeutik dan dampak negatif pada proses terapeutik. (Mukhripah Damiyanti, 2008:38) 2.1.4 Tinjauan Tentang Komunikasi Antar Pribadi

2.1.4.1. Definisi Komunikasi Antar Pribadi

Manusia adalah makhluk yang berkomunikasi. Komunikasi menjadikan dasar pemaknaan dalam hubungan manusia. Melalui komunikasi pula manusia memanusiakan manusia lainnya, oleh karena itu komunikasi tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia.

Dalam suatu hubungan antarpribadi komunikasi menjadi suatu sumber yang penting untuk mengidentifikasi pribadi dan dalam mengekspresikan siapa diri kita, dan itu adalah cara utama kita


(34)

membangun, memperbaiki, mempertahankan, dan mengubah hubungan baik dengan orang lain.

Dibawah ini adalah pengertian dari beberapa pakar mengenai komunikasi antarpribadi, yaitu:

“Komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan peseratanya menangkpa reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun non verbal dengan bentuk

komunikasi diadik yang melibatkan hanya dua orang.”(Stewart L.

Tubbs dan Silvia Moss, 1977 dalam Mulyana, 2004:73)

“Komunikasi yang dilakukan antara seseorang dengan orang lain

dalam suatu masyarakat maupun orang dengan menggunakan media komunikasi tertentu dan bahasa yang mudah dipahami untuk

mencapai suatu tujuan tertentu.”(Purwanto, 2005:20)

Kesehatan dan daya tahan dalam hubungan antarpribadi tergantung pada kemampuan kita untuk berkomunikasi secara efektif.Hubungan akan menjadi bermakna apabila kita tahu bagaimana mengekspresikan perasaan, kebutuhan, dan ide-ide kita dengan cara yang orang lain dapat mengerti.

Begitupun komunikasi antarpribadi dengan secara verbal dan non verbal dapat memberitahukan apakah kita orang yang termasuk dominan atau menghargai, ramah atau menutup diri, peduli atau tidak peduli, berekspresi secara emosi atau bersikap hati-hati, mementingkan diri sendiri atau tertarik pada orang lain, tegas atau pasif, menerima ataua menghakimi, dan lain sebagainya.

2.1.4.2Karakteristik Komunikasi Antarpribadi

Dalam komunikasi antarpribadi ada enam karakteristik komunikasi antarpribadi yang diungkapkan oleh Sihabudin dan Winangsih yang di


(35)

ungkap dalam buku Komunikasi AntarPribadi Konsep dan Teori Dasar oleh Rd. Nia Kania, yaitu:

1. Komunikasi antarpribadi selalu diawali dari komunikasi dengan diri sendiri (my self communication), sehingga tidak ada alas an manusia tidak dapat berkomunikasi.

2. Komunikasi antarpribadi bersifat transaksional karena antar pihak yang terlibat akan dikaitkan dengan hubungan yang terbina untuk memperoleh keuntungan atau tidak.

3. Komunikasi antarpribadi ada hubungan dalam pesan. 4. Komunikasi antarpribadi ada kedekatan fisik.

5. Komunikasi antarpribadi ada ketergantungan.

6. Komunikasi antarpribadi tidak bisa diulang atau dikembalikan kesemula.(Rd. Nia Kania, 2013:8)

2.1.4.3Komunikasi Verbal Dalam KAP

“Pesan verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata entah lisan maupun tulisan. Komunikasi ini paling banyak dipakai dalam hubungan antar manusia. Melalui kata-kata, mereka mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan, atau maksud mereka, menyampaikan fakta, data, dan informasi serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan pemikiran, saling

berdebat, dan bertengkar.”(Hardjana, 2003:22)

“Komunikasi verbal terkait dengan pemakaian symbol-simbol bahasa yaitu berupa kata atau rangkaian kata yang mengandung makna tertentu. Makna kata tidak semata terletak dalam kata itu sendiri, melainkan ada dalam diri manusia. Jadi manusialah, yang memberi makna terhadap kata.(Mashoedi dan Wisnuwardhani, 20012:49)


(36)

Untuk manusia, kata-kata bersifat ambigu dan berlapis dengan beberapa makna. Meskipun kita biasanya tidak sadar dari upaya untuk menafsirkan kata-kata, kita terus menerus terlibat dalam proses membangun makna.

Dengan demikian komunikasi verbal adalah komunikasi yang disampaikan secara lisan, tulisan berupa ucapan (bahasa). Dalam komunikasi verbal bahasa memegang peranan penting. Hamper semua ransangan wicara yang disadari termasuk kedalam kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan.

Bahasa disebut sebagai lambang verbal. Bahasa digunakan dalam proses komunikasi sebagai lambang verbal yang paling banyak digunakan, karena hanya bahasa yang mampu mengungkapkan pikiran komunikator mengenai hal atau peristiwa baik yang konkrit maupun abstrak yang terjadi dimasa lampau, sekarang dan masa yang akan datang. Bahasa verbal adalah sarana utama untuk pikiran manusia, perasaan dan maksudnya. Bahsa verbal menggunakan kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek realitas individual manusia.

Bahasa memungkinkan kita untuk berfikir secara abstrak, kualitas organisasi bahasa juga memungkinkan kita untuk berfikir tentang konsep-konsep abstrak seperti keadilan, integritas, dan kehidupan keluarga yang sehat. Kita menggunakan konsep luas untuk mengatasi memasuki dunia


(37)

pemikiran konseptual. Karena kita berfikir abstrak, kita tidak harus mempertimbangkan setiap objek yang spesifik dan pengalaman individual.

Bahasa mengandung dua jenis pengertian yang perlu dipahami oleh komunikator atau orang yang menyampaikan pesan, yaitu:

1. Denotatif, yaitu bahasa yang maknanya atau artinya mengandung makna yang sebenarnya.

2. Konotatif, yaitu bahasa yang artinya mengandung pengertian emosional atau efaluatif.

2.1.4.4. Hambatan Dalam Komunikasi verbal

Menurut DeVito yang di ungkap dalam buku Komunikasi Antarpribadi oleh Rd. Nia Kania bahwa omunikasi dapat tersendat/macet atau menjumpai hambatan pada sembarang titik dalam proses dari pengirim kepenerima, dan hambatan-hambatan ini dinamakan Distorsi Kognitif, antara lain:

1. Polarisasi adalah kecenderungan untuk melihat dunia dalam bentuk lawan kata dan menguraikannya dalam bentuk dua ekstrem yang tidak realistis, misalnya hitam dan putih, atau baik dan buruk. 2. Orientasi Intensional terjadi bila kita menanggapi apa yang sebagai

suatu kenyataan, suatu kecenderungan untuk menanggapi sesuatu lebih sebagai apa adanya dan bukan menurut apa yang dikatakan orang.

3. Kekacauan karena menyimpulkan fakta terjadi bila kita memperlakukan kesimpulan sebagai fakta.


(38)

4. Potong kompas terjadi ketika pembicara dan pendengar saling salah paham akan makna yang mereka maksudkan ini terjadi bila kata yang berbeda digunakan untuk makna yang sama atau kata yang sama digunakan untuk makna yang berbeda.

5. Kesemuaan mengacu pada kecenderungan untuk menganggap bahwa orang yang mengetahui hal tertentu pasti menguasai segalanya, atau bahwa apa yang telah dikatakan pasti sudah seluruhnya.

6. Evaluasi statis terjadi bila kita mengabaikan perubahan dan menganggap bahwa realitas merupakan hal yang statis.

7. Indiskriminasi terjadi bila kita mengelompokkan hal-hal yang tidak sama kedalam satu kelompok dan menganggap mereka berada dikelompok yang sama, mereka semuanya sama.(Rd. Nia Kania, 2013:29)

2.1.4.5. Komunikasi Non-Verbal Dalam KAP

“Komunikasi Nonverbal adalah semua aspek komunikasi selain kata-kata. Ini meliputi tidak hanya gerakan dan bahasa tubuh, tetapi juga bagaimana kita mengucapkan kata-kata: infeksi, jeda, nada, volume, dan aksen. Tanda-tanda non verbal tterlihat dari tampilan

wajah dan gerakan tangan.”(Rd. Nia Kania, 2013:35)

Kutipan diatas menjelaskan bahwa lambang non verbal digunakan untuk mempertegas lambang verbal. Komunikasi non verbal adalah kegiatan pengoperan atau penyampaian pesan tidak menggunakan lambang komunikasi bahsa lisan atau tulisan. Komunikasi non verbal juga mencakup fitur lingkungan yang mempengaruhi interaksi, benda personal


(39)

seperti perhiasan dan pakaian, penampilan fisik, dan ekspresi wajah. Fungsi lambang-lambang non verbal itu sendiri membantu komunikator unutk menerjemahkan dan memperkaya fariasi pesan agar lebih mudah dimengerti oleh komunikan.

Kita tersenyum untuk melambangkan kesenangan, cemberut untuk menunjukkan kemarahan, dan memperluas mata kita untuk menunjukkan kejutan.

Komunikasi non verbal mungkin sengaja dikontrol atau tidak disengaja. Sebagai contoh kita memilih pakaian secara cermat untuk menciptakan kesan professional ketika akan melakukan wawancara kerja dan sengaja mengontrol bahasa verbal dalam wawancara tersebut untuk menampilkan diri sebagai orang yang tegas dan percaya diri.

Secara umum kendali sadar diberlakukan atas komunikasi nonverbal dan verbal, akan tetapi kadang-kadang dapat terjadi tidak sadar dan tidak direncanakan. Contoh tanpa sadar kita mungkin meringis ketika ditanta pertanyaan yang sulit oleh pewawancara dan menggunakan tata bahasa yang salah ketika ditanya pertanyaan yang sulit oleh pewawancara. 2.1.4.6. Fungsi Komunikasi Non-Verbal

Periset nonverbal mengidentifikasikan enam fungsi utama (Ekman, 1965; Knapp, 1978) yang di ungkap di dalam buku Komunikasi Antarpribadi oleh Rd. Nia Kania, yaitu:


(40)

1. Untuk menekankan. Kita menggunakan komunikasi non verbal untuk menonjolkan atau menekankan beberapa bagian dari pesan verbal.

2. Untuk melengkapi. Menggunakan komunikasi nonverbal untuk memperkuat warna atau sikap umum yang dikomunikasikan oleh pesan verbal.

3. Untuk menunjukkan konttradiksi. Kita dapat juga secara sengaja mempertentangkan pesan verbal kita dengan gerakan nonverbal. 4. Untuk mengatur. Gerak gerik non verbal dapat mengendalikan atau

mengisyaratkan keinginan untuk mengatur arus pesan verbal. 5. Untuk mengulangi. Kita juga dapat mengulangi atau merumuskan

ulang makna dari pesan verbal.

6. Untuk menggantikan. Komunikasi non verbal juga dapat

menggantikan pesan verbal, anda dapat mengatakan “Oke” dengan

tangan tanpa berkata apa-apa.

2.1.8.2Tinjauan Tentang Komunikasi Keperawatan

Komunikasi adalah sesuatu yang sangat penting dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Seseorang tidak akan dappat melaksanakan tahapan-tahapan proses keperawatan dengan baik bila tidak terjalin komunikasi yang baik antara perawat dengan klien, perawat dengan keluarga atau orang yang berpengaruh bagi klien, dan perawat dengan tenaga kesehatan yang lainnya. Kemampuan komunikasi yang baik dari perawat merupakan salah satu factor


(41)

keberhasilan dalam melaksanakan proses keperawatan yang meliputi tahap pengkajian, perumusan diagnose, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

2.1.5.1Tahap Proses Keperawatan

Proses keperawatan adalah metode sistematik dimana secara langsung perawat bersama klien mengidentifikasi dan menentukan masalah, merencanakan dan melaksanakan tindakan, serta mengevaluasi keberhasilan tindakan yang dilakukan kepada klien . tahapan proses keperawatan terdiri dari lima tahap yaitu: pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dalam proses keperawatan. Pengkajian dilakukan oleh perawat dalam rangka pengumpulan data klien. Data klien diperlukan sebagai dasar pijakan dalam melaksanakan proses keperawatan pada tahap berikutnya. Data klien diperoleh melalui wawancara (anamnesa), pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic (laboratorium, foto), informasi atau catatan dari tenaga kesehatan lain, dan dari keluarga klien. Hamper dipastikan bahwa semua data yang didapat tersebut diperoleh melalui proses komunikasi, baik komunikasi secara langsung (verbal, tertulis) maupun secara tidak langsung (non-verbal). Pada tahap ini dapat dikatakan bahwa proses komunikasi berlangsung paling banyak dibandingkan komunikasi pada tahap berikutnya.


(42)

5. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data-data yang didapatkan dalam tahap pengkajian. Perumusahn diagnosa keperawatan merupakan hasil penilaian perawat dengan melibatkan klien, keluarga klien, dan tenaga kesehatan lainnya tentang masalah yang dialami klien. Proses penentuan masalah klien dengan melibatkan beberapa pihak tersebut adalah upaya untuk memfalidasi, memperkuat dan menentukan prioritas maslah klien dengan benar. Penentuan diagnosis tanpa mengkomunikasikan kepada klien dapat berakibat salahnya penilaian perawat terhadap masalah yang dialami klien. Sikap perawat yang komunikatif dan sikap klien yang kooperatif merupakan faktor penting dalam penetapan diagnosa keperawatan ayng tepat. Kemampuan komunikasi disini juga diperlukan dalm menulis analisis data yang didapat dari pengkajian serta mendiskusikannya masalah yang ditemukan baik kepada klien, keluarga maupun kepada sesama perawat.

2. Perencanaan

Dalam mengembangkan rencana tindakan keperawatan kepada klien, interaksi dan komunikasi dengan klien sangatlah penting untuk menentukan pilihan rencana keperawatan yang akan dilakukan. Misalnya, sebelum perawat memeberikan diet makanan bagi kien, perawat perlu mengetahui makanan pilihan, yang


(43)

disukai, atau yang alergi bagi klien sehingga tindakan yang dilakukan menjadi eferktif. Rencana tindakan yang dibuat perawat merupakan media komunikasi anatar petugas kesehatan sehingga perencanaan yang disusun perawat dinas pagi dapat dievaluasi atau dilanjutkan oleh perawat dinas sore atau seterusnya. Model komunikasi ini memungkinkan pelayanan keperawatn dapat dilaksanakan secara berkesinambungan, terurkur dan efektif. Pada tahap perencanaan ini, perawat harus menentukan prioritas masalah yang harus diselesaikan, merumuskan tujuan tindakan dan kriteria hasil (kriteria evaluasi). Rencana tindakan dibuat untuk mengatasi etiologi atau penyebab terjadinya masalah. Penetuan etiologi atau penyebab dari masalah kliaen memerlukan kecermatan dan pengetahuan yang lebih agar acuan dalam membuat rencana tindakan sesuai dengan sasaran. Kegagalan dalama menentukan etiologi dengan tepat akan berpengaruh terhadap rumusan tujuan tindakan keperawatan dan mengganggu keberhasilan tindakan. Misalnya penetuan tujuan dan intervensi pada klien dengan masalah komunikasi yang disebabkan oleh gangguan fisik/ anatomis akan berbeda dengan masalah komunikasi verbal yang disebabkan karena perbedaan budaya. Masalah komunikasi yang dissebabkan karena gangguan fisik relatif lebih mudah dan terukur waktunya dibanding dengan ayng disebabkan karena perbedaan


(44)

budaya yang memerlukan perbedaan waktu dan proses yang relatif lama.

3. Implementasi/Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang sudah ditentukan sebelumnya. Selama aktifitas pada tahap ini menuntut perawat untuk terampil dalam berkomunikasi dengan klien. Umumnya ada dua kategori aktifitas perawat dalam berkomunikasi, yaitu saat mendektai klien untuk membantu memenuhi kebutuhan fisik klien dan ketika klien mengalami masalah psikologis.

4. Evaluasi

Komunikasi antar perawat dan klien pada tahap ini adalah untuk mengevaluasi apakah tindakan yang telah dilakukan perawat atau tenaga kesehatan lain membawa pengaruh atau hasil yang positif bagi klien, sebagaimana kriteria hasil yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya. Evaluasi yang dilaksanakan meliputi aspek kognitif, sikap dan keterampilan yang dapat diungkapkan klien secara verbal maupun non-verbal. Tanpa komunikasi perawat tidak cukup dalam menilai apakah tindakan yang dilakukan berhasil atau tidak. Pada tahap ini juga memberi kesempatan bagi perawat untuk melihat kembali tentang efektifitas rencana tindakan yang telah dilakukan. Komunikasi merupakan kegiatan mengumpulkan,


(45)

memadukan, menyamakan, dan menyalurkan informasi dalam pelayanan kesehata.

2.1.5.2 Hambatan Klien Dalam Berkomunikasi

Hambatan klien dalam berkomuniasi yang harus diperhatikan oleh perawat antara lain:

1. Language Deficits

Perawat perlu menentukan bahasa yang difamai oleh klien dalam berkomunias karena penguasaan bahasa akan sangat mempengaruhi persepsi dan interpretasi klien dalam menerima pesan secara adekuat.

2. Sensory Deficits

Kemampuan mendengar, melihat, merasa dan membau merupakan faktor penting dalam komunikasi, sebab pesan komunikasi akan dapat diterima dengan baik apabila kemampuan sensory klien berfungsi dengan baik. Untuk klien yang mengalami kelemahan mendengar, maka ada tahapan yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian, yaitu mencari kepastian medik yang mengindikasikan adanaya kelemahan mendengar, memperhatikan apakah klien menggunakan alat bantu dengar yang masih berfungsi,memperhatikan apakah klien mampu melihat muka dan bibir kita saat berbicara, dan memperhatikan apakah klien mampu menggunakan tangannya sebagai bentuk komunikasi non-verbal.


(46)

3. Cognitive Impairmants

Adalah suatu kerusakan yang melemahkan fungsi kognitif (misalnya pada klien tumor otak) dapat mempengaruhi kemampuan klien dalam mengungkapkan dan memahami bahasa. Dalam mengkaji pada klien yang mengalami gangguan kognitif, perawat dapat menilai apakah klien merespon (baik respon verbal dan non-verbal).

4. Structural Deficits

Adanya gangguan pada struktur tubuh terutama pada struktur yang berhubungan langsung dengan temapat keluarnya suara, misalnya mulut dan hidung akan dapat mempengaruhi terjadinya komunikasi.

5. Paralysis

Kelemahan yang terjadi pada klien terutama pada ekremitas atas akan menghambat kemampuan komunikasi klien baik melalui lisan maupun tulisan. Perawat perlu memperhatikan apakah ada kemampuan non-verbal klien yang bisa ditunjukkan dalam rangka memberikan informasi kepada perawat.

2.1.6. Tinjauan Napza & Narkoba

Napza merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya. Napza merupakan persamaan dari narkoba, yaitu singkatan dari kata narkotika dan obat berbahaya lainnya. Adapun istilah narkoba, lebih umum dipergunakan oleh masyarakat dan penegak hukum. Narkoba tersebut


(47)

sebenarnya telah lama dikenal oleh masyarakat sejak ribuan tahun yang lalu, dan juga telah lama dikenal di Indonesia. Napza adalah bahan atau zat obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan berpengaruh terhadap tubuh, terutama bagian otak, susunan syaraf pusat, dan menyebabkan gangguan kesehatan fisik, mental, emosional serta fungsinya. Penggunaan napza dapat menyebabkan terjadinya kebiasaan, ketagihan atau adiksi dan ketergantungan terhadap napza. Adapun yang termasuk napza yaitu bahan atau obat-obatan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.

2.1.6.1Penggolongan Narkotika

Menurut UU R.I No. 22/1997 tentang Narkotika bahwa yang dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penururnan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Istilah narkotika berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu

“narcotics”, atau kata “narcosis” didalam bahasa Yunani, yang berarti obat bius, menidurkan atau membiuskan. Didalam rumusan undang-undang tersebut diatas, yang dimaksud dengan narkotika adalah sebagai berikut:

a. Tanaman Cannabis Sativa, damar ganja, tanaman Papaver somniverum, opium mentah, opium masak, opium obat, morfin,


(48)

tanaman Erythroxylone coca, daun coca, cocain mentah, cocaine, dan ekgonina.

b. Garam-garam dan turunan dari morfina, cocaina, dan cannabis. c. Bahan-bahan lain alamiah serta sintetis yang dapat digunakan

sebagai pengganti morfina atau cocaina.

d. Campuran dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan yang bersumber dari Papaver erythroxylone coca dan cannabis sativa. 2.1.6.2 PSIKOTROPIKA

Menurut UU. RI. No. 5/1997 tentang psikotropika bahwa yang dimaksudkan dengan psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui proses selektif susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. Psikotropika dapat dikelompokkan atas dasar pengaruhnya terhadap susunan syaraf pusat (SSP) di otak, sebagai berikut:

1. Psikotropika yang bersifat depressant, yaitu psikotropika yang mengakibatkan mengendorkan atau mengurangi aktivitas susunan syaraf pusat. Psikotropika depressant antara lain yaitu sedatin, magadon, valium dan Librium.

2. Psikotropika yang bersifat stimulant, yaitu psikotropika yang mengakibatkan mengaktifkan kerja susunan syaraf pusat. Psikotropika stimulant antara lain yaitu amphetamine, dan ekstasi, biphetamine, Ritalin, becarate, dan didrex.


(49)

3. Psikotropika yang bersifat halusinogen, yaitu psikotropika yang mempengaruhi kerja susunan syaraf pusat sehingga mangakibatkan timbulnya perasaan halusinasi atau khayalan. Psikotropika halusinogen antara lain yaitu lasergid acid diethylamide (LSD), dan phencyclidine hydroclorida.

2.1.6.3 ZAT ADIKTIF

Menurut UU. RI. No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan, yang dimaksud dengan zat adiktif adalah bahan selain narkoba dan psikotropika yang berpengaruh psikoaktif. Penggunaan zat adiktif tersebut dapat menimbulkan ketergantungan psikis, terhadap zat adiktif tersebut. Beberapa literature menyebutkan bahwa yang termasuk bagian dari narkoba yaitu bahan berbahaya, seperti yang telah disebutkan di depan. Bahan berbahaya tersebut meliputi bahan kimia yang mudah meledak, mudah menyala atau terbakar, menimbulkan iritasi, sentilasi luka dan nyeri, menimbulkan bahaya elktronik. Bahan berbahaya tersbut dikelompokkan menjadi empat kelas yaitu:

 Bahan berbahaya kelas 1:

Bahan berbahay kelas satu adalah bahan yang dapat menimbulkan bahay fatal dan luas, secara langsung dan tidak langsung. Contohnya antara lain yaitu pestisida. Jenis bahan berbahay kelas satu misalnya pestisida dengan berbagai bahan aktif misalnya chlor, zink, atau pospor. Resiko kerusakan lingkungan merupakan kasus yang menonjol misalnya penggunaan pestisida berbahan aktif


(50)

chlor akan memberikan dampak rantai chlor yang menimbulkan berbagai kerugian kepada hewan dan manusia.

 Bahan berbahaya kelas 2:

Bahan yang sangat mudah meledak karena gangguan mekanik. Contohnya antara lain yaitu minuman keras yang mengandung alcohol, spiritus dan bensin.

1. Alkohol

Alkohol dengan nama kimia ethanol (ethyl alcohol). Fisik alkohol berupa cairan, yaitu produk fermentasi atau peragian dari buah-buahan biji-bijian atau umbi-umbian. Fermentasi tersebut dapat dilaksanakan dalam skala kecil atau home industi hingga skala industry besar. Alkohol berupa cairan bening, tidak bewarna, memiliki sifat meudah menguap, mudah terbakar, beraroma khas dan berasa panas. Berdasarkan kandungan alkoholnya maka dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan minuman beralkohol, sebagi berikut:

 Golongan A, yaitu minuman yang mengandung alkohol berkadar 1-5%, antara lain yaitu minuman Bir Bintang.

 Golongan B, yaitu minuman yang mengandung alkohol berkadar 5-20% antara lain yaitu minuman Anggur Malaga.


(51)

 Golongan C, yaitu minuman yang mengandung alkohol berkadar 20-55%, antara lain yaitu Brandy, Wisky, Vodca, Mansion House, dan Johny Walker. 2. Jenis Inhalansia dan Solven

Inhalansia yaitu berupa gas yang dihirup dan solven yaitu zat mudah menguap dan banyak digunakan bersama dengan bahan kimia lainnya. Beberapa diantara zat tersebut adalah sebagai berikut:

 Volatil Solvent yaitu cairan yang menguap pada suhu kamar, antara lain thinner, bensin, lem, tip ex.

 Aerosol antara lain hair spray, cat spay.  Gas antara lain gas rumah tangga.

 Nirit yang digunakan untuk obat jantung.  Bahan Berbahaya Kelas 3:

Bahan yang bersifat karsinogenik dan mutagenic. Contohnya antara lain yaitu zat pewarna dan zat pemanis makanan. Jenis bahan berbahay kelompok tiga yaitu zat zat pewarna termasuk didalamnya yaitu zat pewarna makanan yang bukan pada porsinya. Jika zat pewarna bukan untuk makanan atau minuman digunakan sebagai campuran maka akan berdampak meracuni bagi yang memakan atau meminumnya. Penyalahgunaan zat tersebut biasanya terjadi karena kekurang pahaman bagi yang bersanngkutan.


(52)

 Bahan Berbahaya Kelas 4:

Jenis bahan berbahaya yang ke empat yaitu nikotin. Nama samara untuk nikotin yaitu nicotine tobacum, fag, coffin nail. Fisik nikotin berupa cairan bening dan jika terkena udara maka akan berubah warna menjadi kecoklatan serta rasa membakar bagi yang menggunakannya. Nikotin berguna untuk kepentingan medias yaitu obat muntah. Penggunaan nikotin dengan cara menghisap asap dari tembakau yang dibakar. Harapan penggunaan nikotin antara lain untuk mendapatkan ketenangan dan penyesuaian diri. Penggunaan nikotin jangka panjang akan menyebabkan kerusakan jantung, kehilangan nafsu makan, dan gangguan kanker paru-paru, mulut dan tenggorokan. Nikotin terdapat pada tembakau atau rokok yang terbuat dari daun tembakau. Rokok yang dibakar jika dihisap akan menimbulkan asap utama, dan asap tersebut dihisap oleh perokok aktif. Sedangkan asap rook sampingan yaitu asap rokok yang keluar dari rokok bagian ujung yang dibakar. Asap tersebut dapat terhisap oleh orang yang lain, dan secara tidak langsung orang yang menghisap asap tersebut adalah perokok pasif.

2.1.8.3Tinjauan Konseling

Konseling diakui sebagai salah satu bantuan professional yang biasa diberikan dalam bidang pekerjaan dan kesejahteraan sosial, pendidikan, psikologi klinis-konseling, psikiatri dan kesehatan masyarakat.


(53)

Hakikat perlunya bantuan dari oranglain dapat dilihat dari kenyataan bahwa ketika manusia dilahirkan, ia tidak mungkin bisa memenuhi kebutuhan sendiri untuk menghadapi kehidupan dan dalam kenyataannyaia membutuhkan orang lain. Ketika seseorang dilahirkan, ia berada dalam keadaan tidak berdaya dan ketergantungan mutlak. Demikian seterusnya yang dihadapi dalam kehidupan, tidak mungkin bisa melepaskan diri dari bantuan dan kerjasama dengan orang lain. Bahkab orang lain sering kali memegang peranan besar untuk membentuk dasar kepribadian, misalnya, dalam pengembangan anak. Inilah juga hakikatnya bahwa manusia sebagai makhluk sosial harus berhubungan, kerjasama dan saling membantu antara satu dengan lainnya.

Dalam cakupan bantuan inilah konseling diberikan sebagai aktivitas bantuan yang bersifat professional. Pengertian professional mengacu pada adanya dasar latihan yang cukup untuk bisa melakukan kegiatan berulang-ulang dengan menerapkan metode dan teknik tertentu.

2.1.7.1. Pengertian Konseling

Menurut Demos dan Grant (1973) yang dikutip dalam buku Psikologi Konseling merumuskan konseling dalam rangka bantuan tersebut sebagai:

“Pertemuan yang langsung, saling bertatap muka antara

seseorang yang mencari bantuan dan orang lain yang telah

terlatih secara professional untuk memberikan bantuan”.


(54)

Shertzer dan Stone yang diungkap dalam buku Psikologi Konseling juga mengemukakan bahwa kegiatan bantuan kepada orang lain dalam rangka konseling adalah:

“Usaha melalui hubungan dengan orang lain, mengambil

bagian dalam menyediakan fasilitas atau jalan yang positif untuk kemajuannya.” (Supriadi & Erdina, 2011 : 53)

Shertzer dan Stone mengidentifikasi liama hal pada konseling sebagai bantuan professional, yaitu sebagai berikut:

1. Memakai dasar bahwa perilaku ada sebabnya dan bisa dimodifikasi.

2. Mengambil bagian dari tujuan bantuan agar membantu klien menjadi lebih efektif dan psikis terintegrasi dengan baik.

3. Menggunakan hubungan dalam rangka bantuan sebagai alat permulaan untuk memberikan bantuan.

4. Menitikberatkan pentingnya pencegahan.

5. Telah memperoleh latihan dan pengalaman professional. (Supriadi & Erdina, 2011:53-54)

2.1.7.2 Tujuan Konseling

Tujuan konseling pada umumnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Self-actualization. Konseling dilakukan untuk mengeksplorasi dan mengembangkan potensi klien dan


(55)

aktualisasi diri. Seorang pasien akan merasa dapat mengekspresikan aktualisasi dirinya apabila konselor atau petugas kesehatan lainnya memberi kesempatan dengan tidak membatasi potensi yang dimiliki klien.

2. Personal Growth and Personal Development. Pertumbuhan dan perkembangan individu dalam bersikap, berinteraksi, dan kecakapan dalam pengambilan keputusan menjalani hidup merupakan bagian dari tujuan dilaksanakannya konseling. Klien atau keluarganya menjadi kooperatif, lebih dewasa, lebih tenang dan mantap dalam menghadapi masalah kesehatan yang sedang dialami.

3. Okayness. Sikap menghargai orang lain, peduli terhadap masalah dan kebutuhan orang lain, menjaga hak dan privasi orang lain merupakan aspek-aspek terwujudnya hubungan yang harmonis. Klien menghargai profesi konselor, memahami hak klien yang lain merupakan sikap okayness (harmonis). Klien dapat memanfaatkan layananan kesehatan.

4. Effectiveness. Setelah mengikuti konseling, seseorang diharapkan mampu menjalani hidup lebih efektif, lebih efisien dan sistematis dalam memilih alternaqtif pemecahan masalah. Dengan konseling yang dilakukan


(56)

klien mampu memilih jenis perawatan, kamar rawat inap, atau dokter yang merawat.

5. Competen. Bertambahnya kemampuan, baik dari aspek kognitif, afektif, maupun behavior, merupakan salah satu tujuan penting dalam konseling. Kemampuan klien dalam memahami diet yang tepat, aktivitas yang teratur dan pentingnya mengontrol kadar gula darah secara teratur merupakan contoh dari kompetensi yang dimiliki klien setalah mengikuti konseling.

Apabila konseling dilaksanakan dengan baik, selain tujuan konselling dapat tercapai secara khusus konseling akan bermanfaat bagi klien dalam hal:

 Mengenal masalah

 Merumuskan alternative-alternatif pemecahan masalah  Memilih alternative pemecahan masalah dengan tepat dan

akurat

 Membangkitkan dan mengembangkan potensi yang dimiliki sehingga klien mandiri dalam menghadapi masalahnya.

2.1.7.3. Fungsi Konseling

Fungsi konseling sebagai tenaga kesehatan pada dasarnya mencakup empat hal, yaitu:


(57)

1. Fungsi pencegahan. Konseliing dilakukan untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan yaitu terganggunya pemenuhan kebutuhan dasar klien. Misalnya konseling tentang pencegahan terjadinya gangguan pemenuhan oksigensi dengan banyak olahraga, tidak merokok dan sebagainya.

2. Fungsi adaptasi. Perubahan yang terjadi akibat terganggunya biologis, psikologis, sosial, dan spiritual klien memerlukan pengetahuan, persepsi dan motivasi klien agar dapat menerima kondisinya dan dapat menyesuaikan diri dari perubahan yang terjadi.

3. Fungsi perbaikan. Terjadinya gangguan perilaku atau gangguan kesehatan lainnya pada diri klien membutuhkan advise dan lingkungan yang dapat membangkitkan dan mengoptimalkan potensi kien. Upaya ini dapat terealisasi efektif bila dilaksanakan secara sistematis melalui konseling.

4. Fungsi pengembangan. Salah satu tujuan konseling adalah bertambahnya pengetahuan dan kemampuan klien dalam mengenal dan mengatasi masalah kesehatan. Fungsi pengembangan merupakan dampak luas dari kegiatan konseling dalam rangka peningkatan peran serta


(58)

masyarakat dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat.

2.1.8. Tinjauan Pasien Narkoba

Pasien yang mengkonsumsi narkoba akan mengalami gangguan mental dan perilaku, sebagai akibat terganggunya system neuro transmitter pada sel-sel susunan saraf pusat diotak. Gangguan tersebut mengakibatkan terganggunya fungsi kognititf (alam pikiran), afektif (alam perasaan/emosi), dan psikomotor (Perilaku).

Berbagai jenis pasien narkoba dalam uraian berikut ini adalah pasien narkoba pengguna ganja, opiat (morphine, heroin/putaw), kokain, alkohol (minuman keras). Amphetamine (ekstasi, shabu-shabu) dan tembakau (rokok).

2.1.8.1 Pasien Pengguna Ganja

Pasien yang mengkonsumsi ganja akan memperlihatkan perubahan-perubahan mental dan perilaku sebagai berikut:

1. Jantung berdebar-debar (palpitasi) 2. Gejala psikologik:

a) Euphoria, yaitu rasa gembira tanpa sebab dan tidak wajar.


(59)

Halusinansi adalah penglaman panca indera tanpa adanya sumber stimulus (rangsangan) yang menimbulkannya.

Delusi adalah suatu keyakinan yang tidak rasional meskipun telah diberikan bukti-bukti bahwa pikiran itu tidak rasional, yang bersangkutan tetap meyakininya.

c) Perasaan waktu berlalu dengan lambat

d) Apatis, pasien bersikap acuh tak acuh, masa bodoh, tidak peduli terhadap tugas atau fungsinya sebagai makhluk sosial.

3. Jejala Fisik

a) Mata merah

b) Nafsu makan bertambah c) Mulut kering

d) Perilaku maladaptive. Perilaku yang artinya pasien tidak lagi mampu menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan keadaan secara wajar.

2.1.8.2 Pasien Pengguna Opiat (Morphine, Heroin/Putaw)

Pasien yang mengkonsumsi opiat dengan cara menghirup asap setalah bubuk opiat dibakar atau disuntikan setelah bubuk opiate dilarutkan dalam air akan mengalami hal-hal berikut ini:


(60)

2. Euphoria atas sebaliknya disforia 3. Apatis

4. Retardasi Psikomotor 5. Mengantuk atau tidur 6. Pembicaraan cadel

7. Gangguan pemusatan perhatian atau konsentrasi 8. Daya ingat menurun

9. Tingkah laku maladaptive 2.1.8.3 Pasien Pengguna Kokain

Pasien yang mengkonsumsi kokai dengan cara dihirup (bubuk kokain disedot atau dihirup melalui hidung) akan menglami gangguan mental dan perilaku sebagai berikut:

1. Agitasi Psikomotor (tidak tenang, tidak bisa diam dan gelisah)

2. Rasa Gembira

3. Rasa harga diri meningkat 4. Banyak bicara

5. Kewaspadaan meningkat 6. Jantung berdebar-debar 7. Pupil mata melebar 8. Tekanan darah naik

9. Berkeringat berlebihan dan kedinginan 10.Mual dan muntah


(61)

11.Perilaku maladaptif 2.1.8.4 Pasien Pengguna Alkohol

Alkohol termasuk zat adiktif, artinya zat tersebut dapat menimbulkan adiksi yaitu ketagihan dan depedensi. Penyalahgunaan narkoba jenis alkohol ini dapat menimbulkan gangguan mnetal organik yaitu gangguan dalam fungsi berfikir, berperasaan dan berperilaku. Gangguan mental organic ini disebabkan reaksi langsung alkohol pada susunan sel-sel saraf pusat (otak). Karena sifat adiktifnya itu maka orang yang meminumnya lama kelamaan tanpa disadari akan menambah dosis sampai pada dosis keracunan atau mabuk. Gangguan mental organic yang terjadi pada diri pasien ditandai dengan gejala-gejala berikut ini:

1. Perubahan perilaku

2. Terdapat gejela fisiologik sebagai berikut: a) Pembicaraan cadel

b) Gangguan koordinasi

c) Cara jalan yang tidak mantap d) Mata jereng

e) Muka merah

3. Tampak gejala-gejala psikologik sebagai berikut: a) Perubahan alam perasaan

b) Mudah marah dan tersinggung c) Banyak bicara


(62)

d) Gangguan perhatian atau konsentrasi

2.1.8.4 Pasien Pengguna Amphetamine (Ecstasy, Shabu-shabu) Pasien yang mengkonsumsi narkoba jenis amphetamine, miaslnya ekstasi dan shabu-shabu (dengan cara dihiruo menggunakan

alat khusus yang disebut “bong”) akanmneglami gejala-gejala sebagai berikut:

1. Gejala Psikologik

a) Agitasi Psikomotor b) Rasa gembira

c) Harga diri meningkat d) Banyak bicara

e) Kewaspadaan meningkat f) Halusinasi penglihatan 2. Gejala Fisik:

a) Jantung berdebar-debar b) Pupil mata melebar c) Tekanan darah naik

d) Keringat berlibihan atau kedinginan e) Mual dan muntah

3. Tingkah laku maladaptif 4. Gangguan dilusi


(63)

2.1.8.6 Pasien Pengguna Tembakau (Rokok)

Temabakau atau rokok termasuk zat adiktif karena menimbulkan adiksi dan depedensi. Oleh karena itu tembakau termasuk kedalam golongan narkoba. Mereka yang sudah ketagihan dan ketergantungan tembakau, bila pemakaiannya dihentikan akan timbul syndrome putus tembakau atau ketagihan dan ketergantungan dengan gejala-gejala berikut:

1. Ketagihan tembakau

2. Mudah tersinggung dan marah 3. Cemas dan gelisah

4. Gangguan konsentrasi

5. Tidak dapat diam, tidak tenang 6. Nyeri kepala

7. Mengantuk

8. Gangguan pencernaan

2.2 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran adalah alur pikir peneliti sebagai dasar-dasar pemikiran untuk memperkuat sub fokus yang menjadi latar belakang dari penelitian ini. Dalam penelitian ini sebagai ranah pemikiran yang mendasari peneliti tersusunlah kerangka pemikiran baik secara teoritis maupun konseptual. Adapun kerangka pemikiran secara teoritis dan konseptual sebagai berikut :


(1)

198

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama : Mochammad Iqbal Elly

Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 08-07-1992 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Tinggi, Berat Badan : 181 Cm, 61 kg

Agama : Islam

Alamat : Jl. Sekeloa Utara No. 1

Telepon : 0821 1505 4592

Status : Belum Menikah

Hobby : Futsal dan Renang

Motto : Tidak ada perjuangan dan kerja keras yang sia-sia


(2)

II. PENDIDIKAN FORMAL

NO Tahun Uraian Keterangan

1 2010-2015 Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia.

Berijazah

2 2007-2010 SMA. Negeri 2 Kota Sorong Papua Barat Berijazah 3 2004-2007 SMP. Negeri 5 Kota Sorong Papua Barat Berijazah 4 1998-2004 SD. Impres 109 Kota Sorong Papua Barat Berijazah 5 1997-1998 TK Aisyah 2 Kota Sorong Papua Barat Berijazah

III. PENGALAMAN ORGANISASI

No Tahun Uraian Keterangan

1 2005-2006 Ketua Pramuka SMP Negeri 5 Kota Sorong 2 2005-2007 Pemimpin Paskibraka SMP Negeri 5 Kota

Sorong

3 2005-2006 Anggota OSIS SMP Negeri 5 Kota Sorong 4 2008-2009 Pemimpin Paskibraka SMA Negeri 2 Kota

Sorong

5 2011-2012 Anggota Panitia Preneur Day 3

IV. PENGALAMAN KERJA

No Tahun Uraian Keterangan

1 2014 Praktek Kerja Lapangan Di PT. Galamedia Bandung Perkasa Bagian Divisi Promosi


(3)

v

KATA PENGANTAR

Assalamua’laikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirobbil „alamin. Segala puji dan syukur bagi Allah SWT. yang senantiasa memberikan rakhmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Proses Komunikasi Terapeutik oleh Konselor kepada Pecandu Narkoba ini sebagaimana mestinya dengan segala kekurangan dan kelebihannya.

Shalawat dan salam tercurah kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. beserta keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam penelitian telah dilewati sebagai suatu tantangan yang seharusnya dijalani, disamping sebagai pemenuhan kewajiban yang memang semestinya dilaksanakan. Namun atas izin Allah SWT, juga berkat usaha, doa, semangat, bantuan, bimbingan serta dukungan yang penulis terima baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kedua Orang Tua yakni Bapak M. Taher Elly dan Ibu Tati Suryati yang telah banyak memberikan dukungan berupa doa, dukungan moral maupun moril serta kasih sayangnya yang tiada hentinya untuk penulis. Dengan kerendahan hati penulis akan berusaha sekuat tenaga memberikan yang terbaik agar selalu menjadi anak yang dibanggakan oleh kedua Orangtua peneliti.


(4)

vi

Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak atas segala dukungan, pemikiran, tenaga, materi, semangat dan juga doa dari semua pihak yang telah membantu selama penulis menjalani masa perkuliahan dan penyusunan Skripsi ini, peneliti mengucapkan terimakasih Kepada Yang Terhormat :

1 Yth. Bapak Prof. DR. H. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia atas segala dukungannya.

2 Yth. Ibu Melly Maulin P., S.Sos, M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi dan selaku Dosen pembimbing Skripsi penulis yang telah memberikan dukungan serta contoh yang baik kepada para mahasiswanya khususnya untuk diri pribadi penulis. Terimakasih atas segala kesabaran dan ilmu pengetahuannya sehingga penulis yang awalnya tidak tahu menjadi tahu. Terimakasih “Bu” karena selalu memberikan yang terbaik kepada penulis tanpa merasa lelah untuk mentransfer ilmu pengetahuannya.

3 Yth. Bapak Inggar Prayoga M.I.Kom selaku wali dosen peneliti dan dosen mata kuliah yang telah meluangkan waktu dan pemikirannya dalam mengarahkan dan membimbing penulis Terimakasih untuk segala motivasi dan dukungannya.

4 Khususnya Kepada, Ibu Desayu Eka Surya, S.Sos., M.Si., Ibu Rismawaty S.Sos., M.Si., Bapak Sangra Jaliano M.I.Kom., Bapak Adiyana Slamet S.IP, M.Si., Bapak Olih Solihin, S.Sos., M.I.Kom.,


(5)

vii

Bapak Inggar Prayoga, M.I.Kom., Ibu Tine Agustin Wulandari, M.I.Kom., seluruh dosen Ilmu Komunikasi yang telah mengajarkan penulis selama ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis selama perkuliahan berlangsung.

5 Sekertariat Program Studi Ilmu Komunikasi Ibu Astri Ikawati., A.Md.,Kom. Terimakasih telah banyak membantu penulis dari mulai penulis menginjakan kaki di Unikom Semester 1 hingga Semester 8.

6 Bapak DR. Maidin Simbolon STh., MA. Selaku ketua Yayasan Dinamika Rumah Harapan dan Pemulihan Kota Cimahi yang telah mengijinkan peneliti untuk melakukan penelitian dan membimbing selama melakukan observasi lapangan.

7 Yusuf Nikson Simbolon, S.P., MA. Frisca Rhomatiur Simbolon S.Kep, dan Ferry Pardosi S.Kep. selaku konselor di yayasan dinamika rumah harapan dan pemulihan kota dan selaku informan penelitian yang telah memberikan informasi dan data-data yang diperlukan peneliti selama melakukan observasi lapangan.

8 Teristimewa untuk seluruh keluarga dan adik saya Achmad Syamsudin Elly dan Irfan Ibrahim Elly yang telah banyak membantu baik dukungan doa dan morilnya.

9 Teman-teman seperjuangan, teman-teman kelas IK-1 dan teman-teman Humas 3 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.


(6)

viii

10 Kepada teman-teman kosan 22, Oman, Aris, Ivan, Damar, Mela, Alfi, Ayu, Wildan, Rudy, Dendi, Rivan, Agung yang selalu dijadikan tempat untuk berkumpul dan berbagi ilmu pengetahuan.

11 Kepada semua orang yang sempat bertemu di beberapa kesempatan selama proses penulisan skripsi ini juga banyak memberikan bantuan dan semangat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, di manapun kalian berada semoga Allah SWT membalas semua ketulusan yang telah telah kalian berikan.

Akhir kata, peneliti ingin memberikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan penelitian ini. Jerih payah yang tak ternilai ini akan peneliti jadikan sebagai motivasi dimasa yang akan datang. Guna penyempurnaan penelitian ini peneliti selalu terbuka untuk kritik dan saran. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

Bandung, Februari 2015 Penulis

Moch. Iqbal Elly NIM 41810027


Dokumen yang terkait

PROSES KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM KEGIATAN REHABILITASI PECANDU NARKOBA (STUDI KASUS DI YAYASAN HARAPAN PERMATA HATI KITA (YAKITA) ACEH)

0 14 1

Proses Komunikasi Terapeutik Oleh Konselor Kepada Pasien Narkoba Di Yayasan Dinamika Rumah Harapan Dan Pemulihan Kota Cimahi

1 11 19

Teknik Komunikasi Terapeutik Perawat Pada Pasien Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa (Studi Deskriptif Tentang Teknik Komunikasi Terapeutik Oleh Perawat Kepada Pasien Halusinasi Dalam Proses Penyembuhan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat)

0 5 1

Komunikasi Terapeutik Antara Konselor Dengan Resident di Rumah Cemara Bandung (Studi Deskriptif Mengenai Komunikasi Terapeutik Antara Konselor Dengan Resident di Rumah Cemara Bandung)

0 2 1

Komunikasi Terapeutik Perawat dan Pasien Gangguan Jiwa (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Terapeutik Perawat dalam Pemulihan Pasien di Rumah Sakit Jiwa Bina Karsa Medan)

3 61 149

Komunikasi Terapeutik Konselor Di Rumah Cemara Bandung.

0 0 2

KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM PENYEMBUHAN PECANDU NARKOBA ( Studi Deskriptif Komunikasi Terapeutik dalam Penyembuhan Pasien Pecandu Narkoba di Yayasan Panti Rehabilitasi ORBIT Surabaya).

1 7 8

KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM PENYEMBUHAN PECANDU NARKOBA ( Studi Deskriptif Komunikasi Terapeutik dalam Penyembuhan Pasien Pecandu Narkoba di Yayasan Panti Rehabilitasi ORBIT Surabaya).

3 37 128

Komunikasi Terapeutik Perawat dan Pasien Gangguan Jiwa (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Terapeutik Perawat dalam Pemulihan Pasien di Rumah Sakit Jiwa Bina Karsa Medan)

0 0 15

KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM PENYEMBUHAN PECANDU NARKOBA ( Studi Deskriptif Komunikasi Terapeutik dalam Penyembuhan Pasien Pecandu Narkoba di Yayasan Panti Rehabilitasi ORBIT Surabaya)

0 1 19