Agung Budiman, 2015 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Berpikir Kreatif Matematis dan Habits of Mind
Siswa SMA Melalui Pendekatan Creative Problem Solving Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kaitannya dengan pembelajaran, jika dilihat dari potensi yang mereka miliki, setiap siswa adalah unik berbeda antara satu dengan yang
lainnya. Mereka memiliki karakter, motivasi, dan kemampuan yang berbeda. Konsekuensinya adalah, saat dihadapkan pada pembelajaran matematika,
siswa akan memperlihatkan: perilaku, kinerja dan taraf pemahaman yang berbeda terhadap pembelajaran matematika yang diterima. Tetapi jika dilihat
dari sisi pelayanan guru setiap siswa adalah sama, sama haknya untuk memperoleh pelayanan yang prima dari guru. Kedua kondisi tersebut bisa
menjadi faktor pendukung sekaligus penghambat keberhasilan siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika.
Tingkat keberhasilan siswa terhadap penguasaan konsep matematika yang diajarkan, akan optimal apabila guru dapat memberikan pola bimbingan
yang tepat pada siswa di dalam pembelajaran. Tetapi kondisi sebaliknya akan terjadi apabila siswa tidak memperoleh pola bimbingan yang tepat selama
proses pembelajaran. Agar dapat memberikan pola bimbingan yang tepat kepada siswa, guru harus bisa mengenali karakteristik dari setiap siswa yang
diajarnya. Secara ideal, pengajar akan dapat mengenali karakteristik siswa dalam kemampuan akademis, perilaku, gaya belajar, motivasi juga semangat,
dan berbagai sisi lainnya pada diri siswa melalui interaksi yang intens, dan berlangsung dalam rentang waktu yang lama dengan siswa. Oleh karena itu
pengalaman seorang guru selama berinteraksi dengan siswa, akan berpengaruh besar terhadap pemahamannya tentang keanekaragaman karakteristik siswa.
Beberapa hal dapat dilakukan oleh seorang guru, sebagai upaya agar dapat memiliki pemahaman terhadap karakteristik siswa. Sebagai contoh ia
bisa melaksanakan pengamatan atau wawancara terhadap siswa. Hasilnya akan lebih baik apabila kegiatan tersebut ditunjang dengan adanya penguasaan
guru terhadap ilmu perkembangan psikologis. Semua itu akan melahirkan
Agung Budiman, 2015 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Berpikir Kreatif Matematis dan Habits of Mind
Siswa SMA Melalui Pendekatan Creative Problem Solving Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
pemahaman guru yang utuh, mengenai keanekaragaman karakteristik siswa, sehingga pada akhirnya guru dapat memberikan pola bimbingan yang tepat
terhadap siswa sesuai dengan keanekaragaman karakteristiknya. Selain harus mampu mengenali keanekaragaman karakteristik
siswanya, seorang guru juga harus terampil dalam melaksanakan proses pembelajaran. Keterampilan dalam melaksanakan pembelajaran meliputi: a
keterampilan dasar mengajar, seperti membuka pelajaran, menjelaskan, pola variasi, bertanya, memberi penguatan, dan menutup pelajaran; b
keterampilan dalam menerapkan berbagai jenis pendekatan, strategi maupun metode pembelajaran; c keterampilan dalam menguasai kelas, seperti
mendorong siswa agar aktif bertanya, mampu menjawab dan mengarahkan pertanyaan siswa, mengelola kerja kelompok maupun kerja mandiri, dan lain-
lain; serta d keterampilan dalam mengukur tingkat pencapaian kompetensi siswa selama proses pembelajaran Yasin, 2011.
Salah satu keterampilan yang harus dikuasai guru agar dapat melaksanakan proses pembelajaran dengan baik adalah keterampilan dalam
menerapkan berbagai jenis pendekatan, strategi maupun metode pembelajaran. Pemahaman guru terhadap landasan teori dari pendekatan yang akan
diterapkan menjadi
pondasi keberhasilan
penguasaan keterampilan
menerapkan suatu pendekatan, sedangkan pengalaman guru dalam melaksanakan suatu pendekatan akan mengasah keterampilan guru dalam
menerapkan pendekatan tersebut. Aspek lainnya yang tidak kalah penting untuk dikuasai guru, agar
siswa dapat memperoleh pemahaman konsep matematika yang optimal, adalah pemahaman guru terhadap kurikulum. Apabila memperhatikan perkembangan
kurikulum dari masa ke masa, meskipun kenyataannya muatan materi ajar yang terdapat dalam setiap kurikulum tidak banyak berubah, namun
pendekatan maupun strategi pembelajaran akan berkembang dari masa ke masa. Hal ini terjadi sebagai kompensasi, untuk mengimbangi pergeseran pola
perilaku yang ditunjukkan siswa dalam proses pencapaian keberhasilan pembelajaran. Salah satu pergeseran perilaku tersebut adalah pola belajar
Agung Budiman, 2015 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Berpikir Kreatif Matematis dan Habits of Mind
Siswa SMA Melalui Pendekatan Creative Problem Solving Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
siswa saat menghadapi tantangan belajar yang dihadapinya, termasuk kurikulum yang digunakan.
Saat ini di Indonesia digunakan dua jenis kurikulum, yaitu KTSP dan kurikulum 2013. Pada awalnya kurikulum 2013 digunakan untuk mengganti
KTSP. Kurikulum 2013 adalah pengembangan dari KTSP. Menurut BPSDMPPMP 2014 pengembangan kurikulum perlu dilakukan karena
adanya berbagai tantangan yang dihadapi, baik tantangan internal maupun eksternal, serta faktor-faktor pendorong lainnya. Dengan diterapkannya
kurikulum 2013 berbagai tantangan yang dihadapi siswa saat ini, yang semakin beragam dan kompleks, diharapkan akan dapat teratasi.
Namun dalam pelaksanaannya Kurikulum 2013 ini melahirkan dualisme. Selain bisa menjadi peluang juga bisa menjadi permasalahan baru,
baik bagi guru atau pun siswa yang tidak siap menghadapi kurikulum baru ini, yang jika tidak segera diantisipasi akan menyebabkan kegagalan proses
pembelajaran. Terbukti setelah beberapa smester diterapkan, kurikulum 2013 ini menuai banyak koreksi dari berbagai pihak terutama guru dan sekolah.
Koreksi tersebut sebagian besar muncul dari pandangan yang menyatakan bahwa, penerapan kurikulum ini kurang memperhatikan faktor kesiapan guru
dan sekolah, yang menjadi ujung tombak pelaksanaan kurikulum. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah menetapkan untuk menggunakan dua jenis
kurikulum. Pertama Kurikulum 2013 digunakan oleh sekolah-sekolah yang sudah melaksanakan Kurikulum 2013 selama 3 smester, dan kedua KTSP
digunakan kembali oleh sekolah-sekolah yang baru melaksanakan Kurikulum 2013 selama satu smester.
Mengingat bahwa perbedaan pemahaman antara guru dengan siswa akan menjadi hambatan bagi siswa dalam memahami materi yang diajarkan,
maka dalam praktik pembelajaran di kelas, untuk mencapai keberhasilan pembelajaran, saat menjelaskan materi sebaiknya guru mengupayakan apa
yang ada di pikirannya sama dengan apa yang ada di pikiran siswa. Dengan kata lain guru dituntut untuk dapat mentransfer pemahamannya ke dalam
pikiran siswa secara utuh. Penggunaan bahasa pengantar yang dapat diterima
Agung Budiman, 2015 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Berpikir Kreatif Matematis dan Habits of Mind
Siswa SMA Melalui Pendekatan Creative Problem Solving Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
oleh siswa akan lebih memberikan pemahaman bermakna bagi siswa, dibandingkan dengan pengantar yang tidak dapat diterima oleh siswa. Oleh
karena itu pemilihan kata-kata yang tepat dan mudah dipahami siswa, menjadi sebuah keharusan yang tidak dapat ditawar. Sebab hal-hal yang menurut
pikiran guru masuk akal belum tentu demikian menurut pemikiran siswa. Pemberian contoh-contoh sederhana, yang dapat dipahami siswa ketika
menjelaskan materi, juga akan berdampak positif terhadap kualitas pemahaman siswa. Semua itu merupakan usaha untuk menjembatani
perbedaan pemahaman antara guru dan siswa. Selaras dengan pemikiran tersebut, ketika guru akan menjelaskan suatu
materi, sebaiknya penjelasan tersebut diawali dari pengetahuan yang mudah diterima oleh pemikiran siswa. Sehingga siswa akan merasakan bahwa
pembelajaran yang dilakukan adalah bagian dan atau sebagian dari alat yang dibutuhkan dalam kehidupan mereka, dan pada akhirnya siswa akan merasa
tertarik untuk terus mempelajarinya. Selain itu siswa hendaknya diberikan kesempatan untuk mengkaji ide-ide matematika dari berbagai sudut pandang.
Pengalaman belajar siswa hendaknya dimulai dari bentuk-bentuk yang dapat disaksikan siswa di dunia nyata, misalnya berupa alat-alat bantu pembelajaran
yang konkrit untuk merepresentasikan konsep-konsep matematis. Selanjutnya penjelasan materi ajar didesain bergerak menuju representasi yang lebih
abstrak Wahyudin, 2008. Di samping itu strategi mengajar pun harus disesuaikan dengan batas-
batas kemampuan siswa, baik dari sisi kognitif, afektif, maupun psikomotor. Strategi pembelajaran yang akan dilaksanakan harus mempertimbangkan
kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah siswa dalam memahami, menerima, atau mempraktikan materi
yang diajarkan. Strategi pembelajaran seperti ini dilakukan agar pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa. Ausubel menuturkan bahwa supaya
pembelajaran lebih bermakna bagi siswa, pembelajaran tersebut harus bisa mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep yang terdapat dalam struktur
kognitif siswa Rudy, 2011. Maksudnya adalah pembelajaran tersebut harus
Agung Budiman, 2015 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Berpikir Kreatif Matematis dan Habits of Mind
Siswa SMA Melalui Pendekatan Creative Problem Solving Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
bisa mengaitkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa, dengan materi pembelajaran baru yang akan dipelajarinya. Dengan kata lain pembelajaran
harus dapat membimbing siswa, untuk menemukan sendiri pengetahuannya dari apa yang ia pelajari, dengan cara mengaitkan pengetahuan baru tersebut
dengan pengetahuan yang sudah ia kuasai. Apabila di dalam pembelajaran ditemukan siswa yang mengalami
kesulitan, atau kebuntuan dalam menyelesaikan permasalahan, upaya yang dapat dilakukan guru untuk mengatasi situasi tersebut adalah dengan
menjelaskan kembali maksud dari permasalahan tersebut, dengan melakukan analogi atau menyajikan permasalahan tersebut ke dalam representasi yang
lebih sederhana. Permintaan guru kepada siswa untuk menyatakan kembali suatu masalah yang diajukan, dengan kata-kata mereka sendiri, akan
membantu siswa dalam memahami masalah. Guru juga dapat menganjurkan siswa, agar membuat sebuah masalah yang memiliki struktur serupa dengan
masalah aslinya, tetapi misalnya menggunakan bilangan-bilangan yang lebih sederhana. Dalam kesempatan yang lain, barangkali guru pun boleh
menyajikan suatu permasalahan secara lisan, dan mengantinya dengan permasalahan yang lebih sederhana tetapi jenisnya sama. Selanjutnya guru
meminta peserta didik untuk memecahkan permasalahan tersebut, dan kemudian membandingkan permasalahan yang lebih sederhana itu dengan
permasalahan aslinya. Setelah memperhatikan uraian di atas, kita akan memperoleh kesan,
mudah untuk mendesain pembelajaran agar menjadi lebih bermakna dan menyenangkan bagi siswa. Namun tentu kita pun harus menyadari bahwa
segala sesuatu tidak mudah seperti yang terlihat. Selalu ada jarak antara apa yang terdapat pada tataran ideal, dengan apa yang tampak di hadapan mata.
Karena seperti yang kita maklumi, saat ini kita hidup di suatu zaman yang perubahannya terasa begitu luar biasa dan semakin cepat, yang berdampak
pada munculnya tantangan-tantangan baru dalam pembelajaran. Hal-hal baru dalam bidang pengetahuan, alat, cara mengerjakan atau mengkomunikasikan
matematika terus tumbuh dan berkembang. Perhatikan saja perkembangan
Agung Budiman, 2015 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Berpikir Kreatif Matematis dan Habits of Mind
Siswa SMA Melalui Pendekatan Creative Problem Solving Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
komputer, pada dekade 80-an alat tersebut dirasakan terlalu mahal untuk digunakan secara luas, tetapi sekarang tidak saja lazim digunakan dan mudah
diperoleh tetapi juga berkembang jauh lebih hebat. Data-data kuantitatif dan kualitatif yang pada beberapa tahun lalu hanya tersedia bagi kalangan tertentu,
saat ini tersebar luas melalui saluran-saluran populer seperti televisi dan internet.
Dengan semakin mudahnya memperoleh data-data tersebut saat ini, kesadaran akan perlunya pemahaman dan kemampuan menggunakan prinsip-
prinsip matematika, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di dunia kerja terasa begitu besar dan terus meningkat Wahyudin, 2008. Hal itu bisa dilihat
dalam beberapa penjelasan berikut ini: 1.
Matematika untuk kehidupan, menguasai pemahaman matematika dapat memberikan kepuasan secara pribadi serta lebih memberdayakan.
Berbagai sarana pendukung kehidupan sehari-hari kini terasa semakin matematis dan teknologis. Misalnya ketika akan membuat keputusan-
keputusan tentang pembelian barang, memilih asuransi atau perencanaan keuangan, serta pemungutan suara seluruhnya memerlukan sofistifikasi
secara kuantitatif atau kecermatan dalam perhitungan. 2.
Matematika sebagai bagian dari warisan budaya manusia, matematika adalah salah satu pencapaian kultural dan intelektual terbesar sepanjang
sejarah umat manusia, maka sewajarnya kita sebagai bagian dari sejarah umat manusia memiliki kecenderungan untuk mengembangkan apresiasi
dan pemahaman atas pencapaian itu, termasuk aspek-aspek estetik dan rekreasional yang terdapat di dalamnya.
3. Matematika untuk dunia kerja, seiring dengan meningkatnya kemampuan
matematis yang diperlukan dalam kehidupan manusia, terjadi pula peningkatan kemampuan berpikir matematis dan pemecahan masalah
matematis yang diperlukan di dunia kerja. 4.
Matematika untuk bidang keilmuan dan teknik, pada umumnya semua bidang pekerjaan memerlukan dasar-dasar pengetahuan matematis,
beberapa diantaranya memanfaatkan matematika secara intensif. Bagi
Agung Budiman, 2015 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Berpikir Kreatif Matematis dan Habits of Mind
Siswa SMA Melalui Pendekatan Creative Problem Solving Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
siswa yang bercita-cita memiliki pekerjaan sebagai matematikawan, statistikawan, insinyur, atau ilmuwan, mereka harus menempuh
pendidikan yang lebih banyak mempelajari matematika sebagai bahan persiapan untuk menghadapi bidang pekerjaan pilihan mereka.
Adanya pemahaman dan kemampuan menggunakan prinsip-prinsip matematika ditunjukkan dengan keterampilan dalam berpikir matematik.
Secara umum berpikir matematik dapat diartikan sebagai melaksanakan kegiatan atau proses matematika
doing math
atau tugas matematik
mathematical task
. Ditinjau dari kedalaman atau kekompleksan kegiatan matematika yang terlibat, Sumarmo 2012 menggolongkan berpikir
matematik ke dalam dua jenis yaitu berpikir matematik tingkat rendah
low order
mathematical thinking
dan berpikir matematik tingkat tinggi
high order
mathematical thinking
. Sementara itu Bloom Sumarmo, 2012 menggolongkan tujuan dalam domain kognitif menjadi enam tahap yaitu:
pengetahuan hapalan, C1, pemahaman C2, aplikasi C3, analisis C4, sintesis C5, dan evaluasi C6. Dari keenam tahap domain kognitif tersebut,
berdasarkan karakteristik kegiatan yang termuat di dalam masing-masing tahap, tiga tahap pertama tergolong sebagai kegiatan berpikir tingkat rendah,
dan tiga tahap berikutnya tergolong kegiatan berpikir tingkat tinggi. Menurut Sumarmo 2012 berdasarkan jenisnya, berpikir matematik
dapat diklasifikasikan dalam lima kompetensi utama yaitu; pemahaman matematik
mathematical understanding
, pemecahan masalah
mathematical problem
solving
, komunikasi matematika
mathematical communication
, koneksi matematik
mathematical connection
, dan penalaran matematik
mathematical reasoning
. Dengan melihat banyaknya aspek yang termasuk ke dalam kemampuan-kemampuan matematis, dan dengan melihat kondisi
siswa terkait dengan kemampuan matematik yang relevan, maka dalam hal ini penulis bermaksud untuk memfokuskan diri pada penelitian mengenai
kemampuan pemecahan masalah dan kreativitas matematis siswa. Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan
berpikir matematik yang penting dan harus dimiliki oleh siswa. Hal ini
Agung Budiman, 2015 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Berpikir Kreatif Matematis dan Habits of Mind
Siswa SMA Melalui Pendekatan Creative Problem Solving Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
dikarenakan dalam kehidupan mereka setiap hari, disadari atau tidak, siswa senantiasa berhadapan dengan berbagai permasalahan yang menuntut
kemampuan pemecahan masalah. Oleh karena itu seorang guru harus dapat membangun dan menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah pada diri
siswa. Seperti pendapat Zulkarnaen 2009 yang mengungkapkan bahwa pemecahan masalah bukan sekedar keterampilan untuk diajarkan dan
digunakan dalam matematika, tetapi juga merupakan keterampilan yang akan dibawa pada masalah-masalah siswa sehari-hari atau situasi-situasi yang
membutuhkan pengambilan keputusan, sehingga dapat membantu mereka dalam kehidupannya. Pentingnya peranan pembelajaran matematika dalam
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah adalah karena matematika merupakan pengetahuan yang logis, sistematis, berpola, artifisial, abstrak dan
menghendaki pembuktian menggunakan kemampuan-kemampuan dasar dalam memecahkan masalah, seperti berfikir logis sehingga pembelajaran
matematika bisa menjadi wahana yang tepat dalam mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siswa.
Kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan kemampuan literasi yang perlu dimiliki siswa melalui pembelajaran matematika.
National Council
of Teacher
Mathematics
NCTM menyebutkan bahwa, kompetensi- komptensi yang perlu dimiliki siswa melalui pembelajaran matematika adalah:
1 pemecahan masalah
problem solving
; 2 penalaran dan pembuktian
reasoning and
proof
, 3 komunikasi
communication
; 4 koneksi
connection
; dan 5 representasi
representation
. Kompetensi-kompetensi tersebut termasuk pada kemampuan berpikir tingkat tinggi
high order
mathematical thinking
yang harus dikembangkan dalam pembeljaran matematika.
Sementara itu Mgombello dan Jamani 2011 menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan komponen kunci dari pengajaran dan
pembelajaran matematika efektif. Menurut pendapat mereka sangatlah penting bagi seorang guru matematika untuk memiliki pemahaman yang mendalam
terhadap asumsi-asumsi dan teori-teori yang berkaitan dengan pengajaran dan
Agung Budiman, 2015 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Berpikir Kreatif Matematis dan Habits of Mind
Siswa SMA Melalui Pendekatan Creative Problem Solving Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
pembelajaran pemecahan masalah, karena pemecahan masalah merupakan komponen utama yang efektif untuk digunakan dalam mengembangkan
pengajaran dan pembelajaran matematika. Dengan melihat pemikiran-pemikiran dari para ahli di atas, kita dapat
menarik kesimpulan bahwa pemecahan masalah merupakan aspek yang penting dalam pembelajaran matematika. Namun nyatanya dalam pelaksanaan
pembelajaran matematika di sekolah, guru memiliki keterbatasan dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan matematis siswa. Seperti yang
diutarakan oleh Suherman 2004, guru mengalami kesulitan dalam mengajarkan cara menyelesaikan permasalahan yang baik, sementara siswa
menghadapi kesulitan memperoleh cara menyelesaikan permasalahan yang diberikan guru. Pada umumnya, meskipun secara tidak langsung, peserta lebih
diarahkan untuk menghafal konsep ataupun materi yang diajarkan. Hal ini berdampak pada kurang berkembangnya kemampuan siswa dalam memahami
konsep dan memecahkan permasalahan, terutama permasalahan kontekstual yang berhubungan dengan konsep tersebut.
Kesulitan guru dalam mengajarkan cara meyelesaikan permasalahan yang baik ditandai dengan munculnya paradigma pembelajaran sebagai
transfer of knowledge
bukan sebagai
transfer of skill.
Dalam paradigma ini siswa dipandang sebagai sasaran atau objek belajar, pembelajaran hanya
bersifat satu arah dan lebih didominasi guru mulai dari mencari, mengumpulkan, memecahkan, dan menyampaikan informasi. Sementara siswa
hanya menerima dan aspek kreativitasnya kurang dikembangkan. Brooks Brooks Tandililing, 2011 menyebut pembelajaran seperti ini sebagai
pembelajaran konvensional biasa, yang umum dilaksanakan di lapangan, guru mendominasi suasana kelas dan titik pembelajaran ada pada keterampilan
dasar. Pembelajaran biasa yang mekanistik ini menekankan pada latihan mengerjakan soal atau
drill
dengan mengulang prosedur serta lebih banyak menggunakan rumus atau algoritma tertentu. Konsekwensi dari pendekatan
pembelajaran seperti ini adalah menjadikan siswa kurang aktif dan pola pembelajaran seperti ini kurang mengembangkan keterampilan berpikir
Agung Budiman, 2015 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Berpikir Kreatif Matematis dan Habits of Mind
Siswa SMA Melalui Pendekatan Creative Problem Solving Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
tingkat tinggi sehingga kurang mengundang sikap kritis, siswa akan mengalami kebingungan manakala diberikan soal yang berbeda karena tidak
tahu harus memulai dari mana. Untuk menanggulangi situasi yang terjadi, seperti yang digambarkan
pada paragraf sebelumnya, maka perlu dirancang suatu pembelajaran yang mampu merangsang perkembangan kemampuan pemecahan masalah siswa,
sehingga mereka tidak hanya mampu menghafal tetapi juga mampu menemukan strategi pemecahan permasalahan, terkait dengan konsep yang
diajarkan, dengan cara menganalisis permasalahan tersebut dari berbagai sudut pandang, kemudian secara kreatif siswa memunculkan alternatif-alternaltif
pemecahan yang mungkin. Diharapkan hal ini akan berpengaruh terhadap meningkatnya kualitas siswa dalam memecahkan permasalahan sehari-hari.
Kemampuan berpikir matematik lainnya yang harus dikembangkan melalui pembelajaran matematika adalah kemampuan berpikir kreatif, hal ini
tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan pada KTSP untuk satuan pendidikan dasar dan menengah pada mata pelajaran matematika. Dalam
Standar Kompetensi Lulusan pada KTSP, disebutkan bahwa setiap lulusan diharuskan memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan
kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerjasama. Dengan demikian berpikir kreatif menjadi salah satu kemampuan yang harus diasah oleh setiap siswa
sekolah menengah. Pentingnya pengembangan kemampuan berpikir kreatif dalam
pembelajaran matematika dikemukakan juga oleh Bishop Pehnoken, 1997 yang menyatakan bahwa seseorang memerlukan dua keterampilan berpikir
matematis, yaitu berpikir kreatif yang sering diidentikkan dengan intuisi dan kemampuan berpikir analitik yang di identikkan dengan kemampuan berpikir
logis. Sementara itu Kiesswetter Pehnoken, 1997 menyatakan bahwa kemampuan berpikir fleksibel merupakan salah satu aspek kemampuan
berpikir kreatif yang penting untuk dimiliki siswa dalam menyelesaikan permasalahan matematis.
Agung Budiman, 2015 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Berpikir Kreatif Matematis dan Habits of Mind
Siswa SMA Melalui Pendekatan Creative Problem Solving Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Pendapat-pendapat ahli yang dijelaskan di atas, menegaskan bahwa eksistensi kemampuan berpikir kreatif matematis dalam praktik pembelajaran
sangatlah penting. Akan tetapi studi yang dilakukan Fardah 2012 mengenai kemampuan berpikir kreatif matematis, menyatakan bahwa kualitas
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa masih rendah. Oleh karena itu pembelajaran yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan berpikir
kreatif siswa menjadi sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi. Sebab kemampuan berpikir kreatif matematis akan memberikan modal pada siswa
dalam kehidupan bermasyarakat. Di sisi lain kita juga harus menyadari bahwa hasil akhir yang
diharapkan tercapai setelah kegiatan pembelajaran, tidak hanya terbatas pada penguasaan kemampuan pemecahan masalah matematis dan berpikir kreatif,
tetapi juga harus diikuti dengan hadirnya suatu perilaku positif yang terinternalisasi ke dalam diri siswa, misalnya kebiasaan untuk selalu
melakukan proses berpikir dalam setiap aspek kehidupannya.
Habits of
Mind
atau kebiasaan berpikir adalah kerangka atau pola kognitif yang berguna sebagai pedoman seseorang dalam berpikir, bertindak, dan bertingkah laku
saat merespon suatu situasi baik dalam konteks pembelajaran di sekolah maupun di lingkungan hidup sehari-hari. Perilaku tersebut seharusnya dapat
dilakukan dengan mudah dan tanpa konsentrasi khusus karena adanya latihan dan pembiasaan.
Costa dan Kallick 2012 mengidentifikasi bahwa terdapat 16 gambaran kebiasaan berpikir
habits of
mind
yakni: 1 bertahan atau pantang menyerah; 2 mengatur kata hati; 3 mendengarkan dengan pemahaman dan
empati; 4 berpikir luwes; 5 berpikir metakognisi; 6 berusaha bekerja teliti dan tepat; 7 bertanya dan mengajukan masalah secara efektif; 8
mengaplikasikan pengetahuan lama dalam membentuk pengetahuan baru; 9 berpikir dan berkomunikasi secara jelas dan tepat; 10 memanfaatkan indera
dalam mengumpulkan dan mengolah data; 11 mencipta, membayangkan, dan berinovasi; 12 bersemangat dalam merespon; 13 berani bertanggung
Agung Budiman, 2015 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Berpikir Kreatif Matematis dan Habits of Mind
Siswa SMA Melalui Pendekatan Creative Problem Solving Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
jawab dan menghadapi resiko; 14 humoris; 15 berpikir saling bergantungan; 16 belajar berkelanjutan.
Untuk mencapai tujuan ideal seperti yang disebutkan di atas, atau secara spesifik terwujudnya kondisi peserta didik yang memiliki kemampuan
pemecahan masalah, berfikir kreatif matematis dan
Habits of
Mind
yang baik, maka perlu diterapkan suatu pendekatan atau strategi pembelajaran tertentu,
yang memungkinkan terciptanya situasi, dimana siswa terstimulasi untuk membangun dan menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir
kreatif matematis. Selain itu pembelajaran ini juga harus mampu membuat siswa memiliki kesadaran akan pikirannya sendiri, membuat rencana secara
efektif, menyadari dan menggunakan sumber daya yang diperlukan, sensitif terhadap umpan balik, mengevaluasi efektivitas dari setiap tindakannya,
pantang menyerah dalam mengejar kejelasan dari pengetahuan yang sedang ditekuni, mampu mengendalikan dorongan hati, dan tidak berhenti
mengembangkan kreativitas dalam menghasilkan cara baru di luar batas standar yang telah disepakati.
Beberapa alasan berikut menyatakan bahwa pendekatan memiliki peranan yang penting dalam mereformasi pembelajaran, yaitu: Pertama,
pendekatan merupakan variabel manipulatif, yang memungkinkan setiap guru memilih dan menggunakan pendekatan, sesuai dengan karakteristik materi
yang akan diajarkannya. Kedua, pendekatan memberikan kemudahan kepada siswa, dalam memperoleh pengalaman belajarnya. Ketiga, pendekatan yang
ditingkatkan secara terus-menerus dan komprehensif, akan meningkatkan mutu perolehan hasil belajar Noortsani, 2013.
Sebagai pendekatan,
Creative Problem Solving CPS
tidak hanya ditujukan untuk sekadar melakukan pemecahan
masalah, tetapi kreativitas pun sangat dibutuhkan dalam CPS. Aktifitas kreatif ini dibutuhkan dalam mencari
berbagai gagasan atau ide, untuk akhirnya dipilih solusi yang optimal dan terbaik. Untuk memperoleh solusi yang optimal dan terbaik, dibutuhkan
adanya kemampuan berpikir kritis dalam menyeleksi gagasan atau ide yang kurang optimal. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Isaksen
Agung Budiman, 2015 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Berpikir Kreatif Matematis dan Habits of Mind
Siswa SMA Melalui Pendekatan Creative Problem Solving Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Isrok’atun, 2012 bahwa CPS bukan hanya pemecahan masalah. Aspek kreatif pada CPS terletak pada fokus dalam memandang masalah baru sebagai
peluang untuk menghadapi situasi yang tidak menentu atau ambigu dan secara produktif mengelola persinggungan yang disebabkan oleh perbedaan visi
tentang realitas di masa depan dengan realitas yang sedang terjadi saat ini. Senada dengan pernyataan Isaksen tersebut, Helie dan Sun Isrok’atun, 2012
mengatakan bahwa pendekatan pemecahan masalah biasa pada umumnya tidak efisien ketika dihadapkan pada masalah yang terlalu kompleks, ambigu,
dan susah dimengerti. Dalam kasus tersebut pendekatan kreatif pada penyelesaian masalah akan lebih tepat.
Dalam penelitian ini, selain aspek pembelajaran dan aspek psikologis, aspek kemampuan awal matematika KAM siswa juga dijadikan sebagai
fokus dalam penelitian ini. Hal itu terkait dengan efektivitas implementasi pendekatan pada proses pembelajaran. Tujuannya yaitu untuk melihat apakah
implementasi pendekatan
Creative Problem Solving
dapat merata di semua kategori KAM siswa atau hanya kategori KAM tertentu saja. Jika merata di
semua KAM, maka penelitian ini dapat digeneralisir bahwa implementasi pendekatan
Creative Problem Solving
cocok diterapkan untuk semua level kemampuan.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, penulis bermaksud untuk mengadakan sebuah penelitian dalam bidang pendidikan, mengenai
kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa berdasarkan kemampuan awal matematis, yang dikaitkan
dengan
Habits of
Mind
siswa terhadap pembelajaran matematika. Yang dilaksanakan dengan menerapkan pembelajaran matematika melalui
pendekatan
Creative Problem Solving
. Judul penelitian yang akan kami
lakukan adalah: “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah
, Berpikir Kreatif Matematis dan Habits of Mind Siswa SMA Melalui Pendekatan
Creative Problem Solving”.
Agung Budiman, 2015 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Berpikir Kreatif Matematis dan Habits of Mind
Siswa SMA Melalui Pendekatan Creative Problem Solving Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
B. Rumusan Masalah Penelitian