Identifikasi Masalah PENDAHULUAN Evaluasi Program Sosialisasi Budaya Perusahaan Dalam Upaya Meningkatkan Motivasi Kerja Pilot dan Awak Kabin Perusahaan Penerbangan (Kasus: Sosialisasi Budaya Perusahaan FLY-Hi PT. Garuda Indonesia).

Berdasarkan ketiga pembahasan diatas penelitian ini layak untuk diteliti karena membahas suatu penilaian mengenai main culture atau budaya birokrasi secara menyeluruh dan juga adanya suatu subculture atau budaya kecil yang terdapat pada setiap divisi yang membawahi perusahaan, dan melalui penelitian ini penulis ingin mencoba melihat hubungan antara main culture dengan sub culture tersebut yang nantinya akan menghasilkan suatu penilaian tersendiri apakah kedua budaya ini dapat mencapai sesuatu yang diinginkan.

1.2. Identifikasi Masalah

Dalam pelaksanaannya, secara khusus fungsi Public Relations tentunya sangat dibutuhkan di dalam perusahaan sebagai fungsi terpenting yang akan membantu perusahaan dalam memajukkan performa dan membantu dalam manajemen reputasi. Public Relations memiliki fungsi dalam menjaga dan melakukan manajemen reputasi antara perusahaan dengan kedua publiknya yakni publik internal dan publik eksternal. Banyaknya alasan yang muncul mengapa Public Relations sangat penting di masa kini untuk diperhitungkan, selain mengetahui bahwa Public Relations bukanlah suatu profesi yang statis. Public Relations setidaknya sudah terlatih untuk dapat berintegrasi dengan ilmu pengetahuan lainnya. Setiap ilmu pengetahuan di dunia pasti membutuhkan fungsi komunikasi yang utuh dan menyeluruh dalam rangka mengembangkan teori mereka. Setiap perusahaan pun memiliki target atau tujuan dalam melihat komunikasi yang tidak harus hanya simple and strategic, melainkan untuk dapat menyelaraskan potensi tidak seimbang antara komunikator organisasi dan penerima publik organisasi 8 . 8 Jane Johnston and Clara Zawawi, “Public Relations Theory and Practice”. 2’nd Edition, Australia: Allen and Unwin, 2000, hal. 7-8 9 Penulis bermaksud untuk menghadirkan penelitian evaluasi yang berkaitan dengan topik Corporate Culture Socialization. Penelitian evaluasi yang akan dilakukan adalah evaluasi hasil yang merujuk kepada efektivitas program, dan penulis memiliki keinginan untuk mendeskripsikan suatu hasil evaluasi sebuah perusahaan penerbangan melakukan suatu manajemen Corporate Culture yang berkaitan dengan motivasi para pekerjannya. Berdasarkan hal tersebut itulah yang menyebabkan penelitian ini akan bertemakan “Evaluasi Program Sosialisasi Budaya Perusahaan Dalam Upaya Meningkatkan Motivasi Kerja Penerbang dan Awak Kabin Perusahaan Penerbangan” Kasus: Sosialisasi Budaya Perusahaan FLY-Hi PT. Garuda Indonesia. Sebagai salah satu alasan yang menguatkan penulis untuk mengambil topik ini adalah bagaimana P.T Garuda Indonesia berupaya untuk meningkatkan reputasi dan pengembangan bisnis perusahaan yang akan dimulai dari titik mendasar yakni sumber daya manusia. Selain itu berbagai macam penelitian yang dilakukan di P.T Garuda Indonesia mayoritas mengarah kepada Media Relations, Content Analysis, Crisis Management, dan Communication Strategy. Penelitian ini tentu akan berbeda dengan penelitian Strategi Komunikasi Dalam Sosialisasi Budaya Perusahaan P.T Garuda Indonesia yang sudah ada sebelumnya karena penulis akan mencoba melakukan penelitian evaluasi terhadap sosialisasi budaya dan penelitian ini secara khusus akan memfokuskan kepada dampak terhadap kinerja para penerbang dan awak kabin yang berada pada divisi operasional. P.T Garuda Indonesia dipilih oleh penulis sebagai objek penelitian melihat pada kenyataan bahwa P.T Garuda Indonesia merupakan perusahaan penerbangan terbesar di Indonesia yang telah menganut sistem well-governed corporate culture. Penulis telah melakukan kegiatan magang sebelumnya, dan mengamati program- 10 program corporate culture P.T Garuda Indonesia yang selalu berjalan secara continue dan menarik untuk diteliti. Fungsi ini sudah diintegrasikan ke dalam fungsi komunikasi internal dan dibawah departemen sumber daya manusia, yang memfokuskan pada pengembangan karyawan mencakup badan direksi sampai kepada karyawan kelas bawah. Namun, P.T Garuda Indonesia memiliki berbagai macam divisi dan sebagai perusahaan besar setiap divisi ini memiliki suatu culture atau budaya sendiri-sendiri, yang dinamakan subculture. Secara dominan dan birokratis budaya perusahaan P.T Garuda Indonesia bersifat hierarkis. Dalam pengertiannya, budaya hirarki adalah suatu budaya perusahaan yang bersifat formal dan memiliki suatu struktur terperinci. Prosedur sangat diperlukan dalam mentata kehidupan organisasi, dengan aturan-aturan formal, dan juga berbagai kebijakan yang dikeluarkan dan harus dipatuhi. Sehingga suatu kesuksesan dalam membina organisasi dilihat dari berbagai macam kriteria seperti pembinaan ketetapan yang baik, serta penjadwalan yang lancar, dan bersifat low cost 9 . Budaya ini sesuai dengan keberadaan P.T Garuda Indonesia sebagai perusahaan yang bergerak di bidang jasa transportasi penerbangan, kita dapat melihat bahwa P.T Garuda Indonesia sebagai perusahaan besar dan memiliki suatu sistem hirarki yang cukup jelas dan terperinci, dimana setiap arus komunikasi pun mengalir sesuai dengan jalurnya. Sedangkan untuk melihat subculture atau cabang budaya yang ada, pada kali ini penulis hanya membahas mengenai budaya yang ada di divisi operasi karena melihat dalam hal ini narasumber penelitian adalah para penerbang dan awak kabin berada di bawah divisi tersebut. Khusus pada divisi operasi P.T Garuda Indonesia penulis menilai divisi ini memiliki 3 subcultures berbeda. Berdasarkan lingkup 9 Kim S. Cameron and Robert E. Quinn, “Diagnosing and Changing Organizational Culture”, Reading, MA: Addison – Wesley, 1999, hal. 204. 11 profesinya divisi operasi ini bersifat macho culture, dalam pengertian sesuai dengan yang dikemukakan oleh Deal dan Kennedy, Macho Culture ini merupakan suatu budaya yang ditujukan bagi perusahaan dan divisi yang berada dalam kategori ”high risk” atau memiliki resiko besar, dan juga bersifat professional 10 . Kita mengetahui bahwa berbagai macam profesi yang terdapat di divisi operasi merupakan profesi yang bersifat core competency dan memiliki resiko kerja yang sangat tinggi, seperti penerbang, teknisi, dan awak kabin sehingga mengapa penulis menilai bahwa budaya di divisi ini bersifat macho culture . Melihat dari suasana kerja di divisi operasi, divisi ini bersifat Clan Culture, yang berarti memiliki suasana kerja yang sangat friendly yang dimana setiap insan di dalamnya saling berbagi di dalamnya. Dalam budaya ini, pemimpin merupakan seorang mentor dan yang menganyomi mereka. Mereka di didik untuk bekerja sesuai dengan komitmen tinggi, loyalitas, dan pengembangan pada diri sumber daya manusia. Organisasi menempatkan teamwork kerja tim, partisipasi dan konsensus yang cukup tinggi 11 . Di dalam implementasinya, setiap penerbang dan awak kabin memiliki ’mentor’ atau pendamping sesuai dengan jabatan tertinggi dalam kegiatan birokrasinya atau managementnya seperti dengan adanya chief pilots setiap armada pesawat maupun umum dan juga chief flight attendant. Dalam kegiatan kerja keseharian dalam setiap penerbangan para profesi penerbang pasti terdiri atas 2 pilot, yang dimana sebagai pemimpin penerbangan adalah Captain, dan junior bawahan disebut First Officer atau Co-Pilot. Sedangkan untuk flight attendant dalam keseharian terdapat Purser sebagai In-flight service coordinator director, ada senior flight attendants, galley stewardsstewardess, junior flight attendants. Keempat jenis 10 Terrence E. Deals and Allan A. Kennedy, “Corporate Cultures: The Rites and Rituals of Corporate life”, Reading, MA: Addison – Wesley, 1982. 11 Kim S. Cameron and Robert E. Quinn, “Diagnosing and Changing Organizational Culture”, Reading, MA: Addison - Wesley, 1999, hal. 204. 12 jenjang ini merupakan suatu hal yang random dan berarti berganti-ganti setiap hari. Konsistensi dan kekompakkan sangat dijaga dalam meningkatkan performa tim pada setiap penerbangan yang secara tidak langsung akan memberikan pandangan positif ataupun negatif terhadap citra perusahaan. FLY-Hi Efficient Effective, Loyalty, Customer Centricity, Honesty Openness, Integrity merupakan kampanye Corporate Culture P.T Garuda Indonesia yang sudah dijalankan semenjak 30 Oktober 2007. FLY-Hi merupakan budaya perusahaan P.T Garuda Indonesia yang juga merupakan sebuah sistem meritokrasi dimana seluruh karyawan diberikan kebebasan dan kesempatan untuk menggali dan meningkatkan kemampuan mereka selama bekerja, dan perusahaan akan memberikan apresiasi melalui sistem remunerasi yang berdasarkan pada kontribusi yang mereka berikan kepada perusahaan. Kualitas budaya FLY-Hi merupakan sebuah strong culture. Strong Culture dalam pengertiannya menurut Robbins dikategorikan sebagai nilai inti organisasi yang dijalankan secara intens, serta secara luas di sosialisasikan 12 . Budaya kuat strong culture akan memberikan suatu hasil spesifik yang dapat dijadikan sebagai ukuran yakni rendahnya tingkat employee’s turnover atau pergantian pegawai 13 . Strong culture memperlihatkan adanya suatu high agreement kesepahaman dan juga komitmen diantara semua anggota perusahaan yang ada di dalamnya terhadap budaya perusahaan yang dianut. Program FLY-Hi yang dianut oleh P.T Garuda Indonesia sebagai program revitalisasi mengandung lima unsur corporate values yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan mutu sumber daya manusia atau para insan Garuda untuk bekerja secara Efisien dan Efektif, menjunjung tinggi Loyalitas, menjunjung Customer Centricity, menjunjung tinggi Kejujuran dan Keterbukaan, dan memiliki 12 Stephen P. Robbins, “Organizational Behavior: Concept, Controversies, and Applications”. 4’th Edition, New Jersey: Prentice-Hall , 1989, hal. 470 13 Ibid 13 Integritas. Program ini pun sudah dijalankan selama lebih dari 3 tahun dan sudah dilakukan sosialisasi penuh. Melalui program FLY-Hi inilah diharapkan bahwa karyawan akan dapat membangun kesadaran diri dan komitmen kepada perusahaan demi tercapainya tujuan, visi dan misi perusahaan. Dan perlu bagi P.T Garuda Indonesia sendiri melakukan suatu penilaian evaluasi dari pihak internal maupun eksternal secara independen bagaimana program FLY-Hi ini telah memotivasi karyawan, melalui program-program FLY-Hi. Sosialisasi FLY-Hi sudah berlangsung cukup lama selama kurang lebih 3 tahun, dan sudah seharusnya program budaya perusahaan ini memberikan suatu perubahan dalam menciptakan pribadi sumber daya manusia yang diharapkan oleh perusahaan. Batasan penelitian evaluasi ini kiranya hanya dilakukan kepada para pilot dan awak kabin yang berada pada divisi operasional. Seperti kita ketahui sebagai perusahaan besar dan memiliki hirarki yang cukup rumit, penelitian ini kiranya perlu untuk dibatasi, menyadari bahwa keberadaan Garuda sebagai perusahaan penerbangan yang memiliki urat nadi “safety” atau keselamatan, sehingga hal itu merupakan sebuah harga mati yang tidak dapat ditawar. Mengapa penulis tertarik untuk memfokuskan kepada para pilot dan awak kabin? Berbicara mengenai keselamatan atau safety, setiap perusahaan penerbangan memfokuskan kepada kemampuan core competency dan profesionalisme kinerja para pilot dan awak kabin sebagai front liner team dalam bisnis penerbangan. Kedua profesi tersebut termasuk di dalam divisi operasi yang menjadi bagian terpenting. Walaupun demikian, suatu perusahaan tentu tidak akan bergerak apabila tidak ada bagian lain seperti management yang mengatur segala aspek dari keuangan, legalitas, sumber daya manusia, pemasaran, dan sebagai macamnya. Keseluruhan elemen tersebut harus mampu bekerja maksimal dan 14 menyeluruh demi perusahaan. P.T Garuda Indonesia mempekerjakan kurang lebih 5,355 orang dan 2,086 pekerja atau hampir 50 dari pekerjanya bekerja sebagai penerbang dan awak kabin yang termasuk di bagian divisi operasi. 14

1.3. Rumusan Masalah