Kerjasama ASEAN dalam menghentikan aliran dana operasional terorisme internasional di Asia Tenggara

KERJASAMA ASEAN DALAM MENGHENTIKAN ALIRAN
DANA OPERASIONAL TERORISME INTERNASIONAL
DI ASIA TENGGARA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Ilmu Sosial

oleh:
MAYA DAMAYANTI
NIM. 106083003630

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2012

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 28 Maret 2012

Maya Damayanti

ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis “Kerjasama ASEAN dalam Menghentikan Aliran
Dana Operasional Terorisme Internasional di Asia Tenggara”. Tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui kerjasama yang dilakukan
negara-negara anggota ASEAN dalam memberantas terorisme serta aspek-aspek

yang mendukung kegiatan terorisme, khususnya pendanaan terorisme. Penulis
menemukan, bahwa upaya ASEAN untuk mengatasi terorisme sebagai suatu
wilayah telah disahkan sepuluh negara anggota ASEAN dan mengadopsi
Deklarasi ASEAN Aksi Bersama untuk Counter Terrorism pada KTT ASEAN
ke-7 tanggal 5 November 2001 di Brunei Darussalam. Para pemimpin ASEAN
memandang terorisme sebagai ancaman besar bagi perdamaian dan keamanan
internasional dan tantangan langsung terhadap pencapaian perdamaian, kemajuan
dan kemakmuran ASEAN serta realisasi visi ASEAN 2020. Komponen dalam
kerjasama ASEAN adalah ASEAN Regional Forum (ARF). ARF merupakan
salah satu forum dialog yang dimiliki oleh ASEAN yang memfasilitasi kerjasama
negara kawasan Asia Tenggara dan kawasan Asia-Pasifik untuk membahas
masalah terorisme. Terorisme merupakan ancaman serius terhadap stabilitas,
perdamaian dan keamanan di kawasan Asia-Pasifik dan sekitarnya. Namun
kerjasama ASEAN tersebut belum efektif karena adanya kelemahan-kelemahan
dalam proses pengambilan keputusan sehingga belum mampu mengatasi
perbedaan pendapat yang cukup mendasar dalam merumuskan strategi yang
diperlukan untuk memerangi terorisme, namun terorisme dapat diredam dengan
adanya kerjasama internasional dan konvensi-konvensi teresebut. Kerjasamakerjasama tersebut dilakukan dalam hal tukar menukar informasi intelijen,
koordinasi penegak hukum, pertukaran informasi pergerakan kelompok teroris,
modus operandi teroris, penyidikan rekening teroris, membekukan aset teroris,

training/pelatihan menangani bagaimana mengontrol persebaran bahan-bahan
peledak.
Skripsi ini menggunakan kerangka pemikiran kerjasama internasional oleh
K.J Holsti dan konsep keamanan Barry Buzan. Jenis penelitian ini adalah jenis
deskriptif analisis yang mengandalkan data berupa data primer seperti wawancara,
dokumen-dokumen resmi ASEAN. Sementara data sekunder berupa studi
kepustakaan, didapat melalui buku-buku, jurnal, multimedia, hasil penelitian, dan
terbitan-terbitan lainnya.
Kata kunci: Kerjasama ASEAN, Terorisme, Pendanaan Terorisme, dan
Keamanan.

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta izin-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kerjasama ASEAN
Dalam Menghentikan Aliran Dana Operasional Terorisme Internasional di
Asia Tenggara”. Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak

yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun
pemikiran. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Kiky Rizky, M.Si. sebagai Pembimbing Skripsi penulis yang telah
memberikan arahan, data-data skripsi, ilmu yang bermanfaat, dan saran
sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
2. Bapak dan Mama Tercinta, Abdul Wahab dan Sri Sukinem selaku orang tua
penulis yang telah memberikan dorongan semangat, yang tidak kenal lelah
mengumandangkan ayat suci, berdoa untuk kebaikan putri-putrinya, dukungan
baik moral maupun material selama penulis menuntut ilmu serta doa restunya
yang selalu menyertai penulis. Terimakasih Mah, Pa... semoga Allah SWT
selalu melindungi, memberikan kesehatan, ketentraman batin, rezeki untuk
mama dan bapak. Amin…. I Love You.
3. Prof. Dr.Bahtiar Effendy sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dina Afrianty, Ph.D., sebagai Ketua Program Studi Hubungan
Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
5. Sejumlah narasumber seperti J.S.George Lantu (Direktorat Politik dan
Keamanan ASEAN Kementrian Luar Negeri RI), Al Chaidar (seorang

pengamat teroris yang juga merupakan mantan DI/TII), Usep Fathoni
(seorang

anggota Darul

Islam/DI),

AKP Terima

Sembiring,

SH.

(Kaurkermin DAGRI Densus 88 AT POLRI), Kompol. Wino Sumarno
(Kaurmin Bagkouminter Set NCB Interpol Indonesia Div.Hubinter Polri),
Nuriani Ratu Inten (Asisten Analis Hukum, Direktorat Hukum dan Regulasi,

v

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/PPATK), Supriyanto

Suwito (Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN Kementrian
Luar Negeri RI), Johannes O.S Manginsela (bagian Kerjasama Multilateral,
Badan

Nasional

Penanggulangan

Terorisme/BNPT),

Farah

Monika

(Technical Officer, Security Cooperation Division, ASEAN Secretary).
6. Bapak Agus Nilmada Azmi, S.Ag, M.Si., sebagai Sekretaris Program Studi
Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
7. Bapak Nazaruddin Nasution, SH, MA., sebagai Dosen Pembimbing Akademik
penulis.

8. Bapak Armein Daulay M.Si. dan Bapak Badrus Sholeh, MA sebagai dosen
Program Studi Hubungan Internasional yang telah banyak memberikan datadata skripsi, informasi narasumber, ilmu yang bermanfaat, memberikan saran
serta mengajarkan dan membimbing penulis sejak awal memasuki Jurusan
Hubungan Internasional.
9. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang
telah mengajarkan berbagai ilmu dan telah membantu penulis dalam
meyelesaikan tugasnya sebagai mahasiswi.
10. Terimakasih untuk perpustakaan Sekertariat ASEAN, perpustakaan Freedom
Institute, Perpustakaan Utama UIN Jakarta, Perpustakaan IISIP, Perpustakaan
PDHI

UI,

Perpustakaan

Univ.Budi

Luhur,


Perpustakaan

KEMLU,

Perpustakaan Fak.Hukum UI, MABES POLRI, Densus AT 88, BNPT,
PPATK.
11. Teruntuk Mba Emmi Dhamayanti, kak Ferry Irwansyah, Al Masih (Sihu), dan
Syifa Aulia Irwansyah selaku kakak, adik, dan keponakan yang penulis
sayangi, terimakasih atas dukungan dan do’a kalian.
12. Teruntuk sahabat-sahabat terbaik penulis di HI; Mawar Meirizka Ramdhani,
Nurhasanah, Siti Alfiah (Ulil), Siti Hasanahwati (Nyu’nyan), Tulus Mira
Solikah (Ikobano), Yeyen Magreyeni Sinapa (Uni yeyen). Kalian semua telah
memberikan pertemanan yang indah dengan segala suka duka dan canda tawa
sejak awal perkuliahan hingga saat ini, serta telah memberikan dorongan

vi

semangat di saat penulis putus asa dalam pembuatan skripsi ini. “sayang
kalian TOMODACHITACHI....!”.
13. Sahabat Rosy Kamalia (Otchy) dan Iyul Yanti, teman seperjuangan penulis

selama di HI yang telah banyak membantu penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini dengan segala saran dan kritikan. Jatuh bangun bersama mencari
data skripsi. “Otchy, Yunk...terimakasih karena kalian berdua selalu ada untuk
menyeka air mataku disetiap keterpurukanku...SEMANGAT!!!!!”.
14. Rusman Fauzy, terimakasih telah menjadi sahabat yang baik, terimakasih atas
do’a nya, semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan. ”selesaikan
skripsimu Rusman!!!”.
15. Sahabat-sahabat seperjuangan penulis di HI angkatan 2006 (kelas B plus kelas
A); Astrid Issmulyanti, Lilis Widyasari, Ita Fatimah, Anne Normadiah, Irvan
Nasrullah, (Almh) Izzun Nahdliyah, Sabriela Yolanda, Chairunnisa, Ibnu
Arifiyanto, Nadya Hajarani Dwilestari, Rifqi Achmad Sazali, Muhammad
Zubir, Benardy Ferdiansyah, Starlet Rallysa Injaya, Prila Chandra Ramadhani,
Yeni Puspitasari, Ade Hernando Ikhsan, Wibisono Dwi Octavianto, Dwi
Wahyuni, Muhammad Ikhsan, Cristya Anyarani, Puji Nia Rahmatika, Riana
Amelia, Shinta Oktalia, Syaid Haikal Quraisy, Umi Kulsum, Muhammad
Iqbal, Muhammad Firmansyah, Viky Hamka. Terimakasih atas persahabatan
kalian.
16. Semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini namun
tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima kasih.
Semoga dengan segala bantuan yang tidak ternilai harganya ini mendapat

imbalan di sisi Allah SWT sebagai amal ibadah, Amin. Penulis menyadari bahwa
skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikanperbaikan ke depan.
Jakarta, 28 Maret 2012

Maya Damayanti

vii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ....................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI.................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL........................................................................................... x
DAFTAR BAGAN........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
DAFTAR SINGKATAN …………………………………………………… xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 7
D. Kerangka Pemikiran ............................................................................ 7
E. Metoda Penelitian ...............................................................................

13

F. Sistematika Penulisan .......................................................................... 14
BAB II

PERSOALAN PENDANAAN TERORISME DAN UPAYA
PENCEGAHANNYA DI NEGARA-NEGARA ASEAN

A. Metoda Pendanaan Terorisme di Asia Tenggara.................................. 18
B. Pendanaan Terorisme di Negara-negara Asia Tenggara……………... 26
C. Kelompok Teroris Internasional di Asia Tenggara............................... 46
D. Upaya Pemberantasan Terorisme di Negara-negara Asia Tenggara…. 52

viii

BAB III KERJASAMA KEAMANAN KAWASAN ASEAN
A. Prinsip-prinsip ASEAN......................................................................... 55
B. Pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN Terkait Isu Terorisme... 58
C. Isu-Isu Keamanan ASEAN................................................................... 60
C.1 Keamanan Tradisional............................................................... 61
C.2 Keamanan Non-Tradisional....................................................... 63
D.Konvensi ASEAN Tentang Pemberantasan Terorisme (ACCT)............ 65
E. Peran ARF dalam Kontra-Terorisme…………………………………. 68
BAB IV KERJASAMA ASEAN DALAM MENGHADAPI UPAYA
MENGHENTIKAN

ALIRAN

DANA

OPERASIONAL

TERORISME
A. Reaksi Negara-negara ASEAN Terhadap Isu Terorisme
Internasional......................................................................................... 71
B. Kerjasama Bilateral Negara-negara ASEAN dalam KontraTerorisme.............................................................................................. 77
C. Respon ARF Terhadap Pendanaan Terorisme...................................... 82
BAB V

PENUTUP….................................................................................. 92

Daftar Pustaka ............................................................................................... xv
Lampiran-Lampiran

ix

DAFTAR TABEL
Table A. Legal framework (kerangka hukum) di Asia Tenggara …………….. 21
Table B. Konvensi Internasional Terkait dengan Anti-Terorisme…………….. 75
Tabel C. Kerjasama ASEAN dalam Memberantas Terorisme……………….. 85

x

DAFTAR BAGAN
Bagan A. Struktur Jaringan Teroris Jamaah Islamiyah…………………………. 48

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Wawancara
Lampiran 2. Surat Keterangan Wawancara
Lampiran 3. Konvensi-konvensi

xii

DAFTAR SINGKATAN

ACCT

ASEAN Convention on Counter Terrorism

AMLC

Anti-Money Laundering Council

AMLO

Anti Money Laundering Office

AMMTC

ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime

APG

Asia Pacific Group on Money Laundering

ARF

ASEAN Regional Forum

ARMM

Autonom Region of Muslim Mindanao

AS

Amerika Serikat

ASC

ASEAN Security Community

ASEAN

Association South East Asian Nation

AUSTRAC

Australian Transaction Reports and Analysis Center

CENTO

Central Treaty Organization

CFT

Convention Financing Terrorism

DI

Darul Islam

FATF

Financial Action Task Force

FIU

Financial Intelligence Unit

ICJ

International Court of Justice

IMF

International Monetary Fund

JA

Jamaah As Sunnah

JI

Jamaah Islamiyah

KEMLU

Kementerian Luar Negeri

KMM

Kumpulan Mujahidin Malaysia

KoFIU

Korea Financial Intelligence Unit

KTT

Konferensi Tingkat Tinggi

LSM

Lembaga Swadaya Masyarakat

MILF

Moro Islamic Liberation Front

MNLF

Moro National Liberation Front

MoU

Memorandum of Understanding

MLAT

Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters

NATO

North Atlantic Treaty Organization

xiii

NCB

National Central Bureau for Interpol

OIC

Organization of1 the Islamic Conference

PAS

Partai Islam seMalaysia

PBB

Perserikatan Bangsa-bangsa

PPATK

Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan

PUPJI

Pedoman Perjuangan Islamiyah Umam Al-Jamaah

SEATO

Southeast Asia Treaty Organization

SFT

Suppression of the Financing Terrorism

SOMTC

Senior Official Meeting on Transnational Crime

TC

Transnational Crime

TOC

Transnational Organized Crime

UMNO

Organisasi Nasional Malaysia Bersatu

WTC

World Trade Center

xiv

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Upaya ASEAN untuk mengatasi terorisme sebagai suatu wilayah telah
disahkan 10 negara anggota ASEAN dan mengadopsi Deklarasi ASEAN Aksi
Bersama untuk Counter Terrorism pada KTT ASEAN ke-7 tanggal 5 November
2001 di Brunei Darussalam. Para pemimpin ASEAN memandang terorisme
sebagai ancaman besar bagi perdamaian dan keamanan internasional dan
tantangan langsung terhadap pencapaian perdamaian, kemajuan dan kemakmuran
ASEAN serta realisasi visi ASEAN 2020.1 Visi ASEAN 2020, yaitu mencitacitakan ASEAN sebagai komunitas negara-negara Asia Tenggara yang terbuka,
damai, stabil, dan sejahtera, saling peduli, diikat bersama dalam kemitraan yang
dinamis di tahun 2020. ASEAN menyatakan komitmen untuk memerangi
terorisme sesuai dengan Piagam PBB, hukum internasional lainnya, dan resolusi
PBB yang relevan.2 ASEAN menetapkan delapan jenis kejahatan lintas negara
yang ditangani dalam kerjasama ASEAN, yaitu terorisme, perompakan,
penyelundupan manusia, perdagangan gelap, narkoba, penyelundupan senjata,
kejahatan ekonomi internasional, pencucian uang, dan kejahatan internet/dunia
maya.3

1

S. Pushpanathan (Asisten Direktur, Sekretariat ASEAN), Upaya ASEAN Untuk
Memerangi Terorisme, http://www.asean.org/15060.htm. Diakses pada 15 Oktober 2011, Pukul.
06.29.
2
Ditjen Kerjasama ASEAN, ASEAN Selayang Pandang, Jakarta: Ditjen Kerjasama
ASEAN, DEPLU RI, 2007, h.27.
3
Yulia Diniastuti, “Masa Depan Kerjasama Keamanan ASEAN: Tantangan bagi
Pengembangan ASEAN Regional Forum”, Analisis CSIS no.5, 1996, h.11.

2

Pemberantasan terorisme merupakan salah satu bentuk kerjasama di
bawah mekanisme AMMTC. Untuk memperkuat kerjasama, ASEAN juga telah
menyusun dan menandatangani ASEAN Convention on Counter Terrorism
(ACCT), saat KTT ASEAN ke-12 di Cebu, Filipina, pada tanggal 13 Januari 2007.
Konvensi ini merupakan instrumen penting kerjasama ASEAN yang memberikan
dasar hukum yang kuat guna meningkatkan kerjasama untuk pencegahan,
penanggulangan dan pemberantasan terorisme.4
Dalam memberantas kejahatan terorisme, ASEAN memberikan perhatian
secara khusus mengenai bagaimana mencari cara untuk memberantas organisasi
terorisme, memberantas dukungan infrastruktur yang menunjang terorisme seperti
pendanaan terorisme, dan diajukan ke pengadilan bagi pelaku kegiatan terorisme.
para pemimpin ASEAN juga sepakat untuk mengembangkan program dalam
rangka peningkatan kemampuan negara anggota ASEAN untuk melakukan
investigasi, deteksi, monitoring, dan pelaporan kegiatan terorisme, membahas dan
menggali ide-ide dan inisiatif yang praktis untuk meningkatkan peran ASEAN
dan keikutsertaan ASEAN bersama masyarakat internasional termasuk dengan
mitra diluar kawasan ASEAN seperti ASEAN+3 (China, Jepang, dan Republik
Korea), dan dengan negara-negara mitra wicara lainnya (Amaerika Serikat,
Australia,Kanada, Selandia Baru, Rusia, dan India) serta ASEAN Regional Forum
(ARF), agar perang terhadap terorisme benar-benar merupakan kerjasama pada

4

Kerjasama
Politik
Keamanan
ASEAN.
www.kemlu.go.id/.../Kerjasama%20Politik%20Keamanan%20ASEA.. Diakses pada 12 oktober
2011, pukul 10.08.

3

tingkat bilateral secara komprehensif dan bahwa pada tingkat internasional, PBB
mempunyai tugas utama dam hal pemberantasan terorisme.5
Kerjasama dan saling berbagi data intelijen diantara negara-negara
ASEAN yang mengarah pada penangkapan terorisme juga merupakan faktor
pendorong peningkatan rasa percaya diri di kawasan. Kerjasama ASEAN di
bidang pertukaran informasi intelijen selama ini telah berjalan sangat baik
terutama setelah terbentuknya ASEAN Regional Forum (ARF) tahun 1994.
Ketika krisis ekonomi tahun 1997 mulai menghantam ASEAN, kerjasama
intelijen ini mulai melemah. Ketika terjadi peristiwa 11 September 2011,
kerjasama intelijen praktis tidak ada. Isu terorisme dengan demikian memulihkan
kembali kerjasama intelijen yang telah melemah. Namun, ASEAN sendiri masih
mempunyai kelemahan-kelemahan dalam proses pengambilan keputusan sehingga
tidak mampu mengatasi perbedaan pendapat yang cukup mendasar dalam
merumuskan strategi yang diperlukan untuk memerangi terorisme, terutama dalam
hal urgensi pembentuk konvensi seperti yang diusulkan oleh sekjen PBB
tersebut.6
Globalisasi dan perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan
kelompok-kelompok teroris lokal dapat bekerjasama dengan jaringan terorisme
internasional. Hal ini memaksa kerjasama antarpemerintah dalam skala global
sebagai upaya untuk mengimbangi aksi-aksi teroris internasional.7 Salah satu

5

Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN Deplu, “Kerjasama ASEAN dalam Upaya
Nasional Menuju peran ASEAN untuk memerangi Terorisme melalui Pemberantasan Pencucian
Uang dan Penyelundupan Senjata”.Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN Deplu, 2003, h.14.
6
Poltak Partogi Nainggolan (Ed), Terorisme dan Tata Dunia Baru, Jakarta: Sekjen DPR
RI, 2002, h. 147.
7
Sukawarsini Djelantik, “Terorisme dan Kerjasama Internasional”, Jurnal Ilmiah
Hubungan Internasional. Parahyangan Center for International Studies, Bandung. Vol.3. No. 7.
Januari, 2007, h.583.

4

upaya yang dilakukan adalah dengan memblokade sumber-sumber dana kelompok
teroris. Karena dalam melakukan serangkaian serangan terorisme, teroris
memerlukan dana untuk melakukan aksinya dan asal para teroris itu mendapatkan
dana untuk melakukan aksinya.8 Menurut penulis para teroris membutuhkan
banyak uang untuk menjalankan berbagai aksinya. Semakin canggih dan rumit
aksi teroris, semakin banyak dana yang dibutuhkan. Teroris memerlukan dana
untuk mendapatkan senjata, termasuk juga untuk mendapatkan bahan-bahan
peledak yang belakangan ini banyak digunakan. Oleh karena itu, ASEAN sepakat
dalam pertemuan Tingkat Menteri ARF ke-9 di Bandar Seri Begawan, tanggal 31
Juli 2002, isu terorisme kembali dibahas. Para peserta sidang mendukung
pernyataan ketua sidang tentang Unit Finansial mencegah terorisme, berisi
kesepakatan untuk mencegah pemanfaatan sistem keuangan masing-masing
negara untuk kegiatan terorisme. pertemuan tersebut juga menyepakati untuk
membentuk suatu keompok kerja (Inter-Sessional Meeting on Counter Terrorism
and Transnational Crime) untuk mengembangkan kerjasama ARF dalam
memerangi terorisme.9
Sebelumnya pada tanggal 24-26 Maret 2002 diselenggarakan ARF
Workshop on Counter-Terrorism dengan memfokuskan pada financing of terrorist
activites di Honohulu, dan pada tanggal 17-19 April 2002 juga diselenggarakan

8

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 pasal 1 ayat 1
tentang konvensi internasional pemberantasan pendanaan terorisme, "Dana" berarti berbagai
macam aset, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang bergerak maupun yang tidak
bergerak, yang didapatkan, dan dokumen-dokumen atau instrumen-instrumen hukum dalam
bentuk apapun, termasuk dalam bentuk elektronik atau digital, yang menjadi barang bukti, atau
bunga, aset-aset semacam itu, termasuk, tapi tidak terbatas pada, kredit bank, travel cek, bank cek,
pos wesel, saham, keamanan, obligasi, draft dan surat pengakuan hutang.
www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/37/183.bpkp, diakses pada 15 Maret 2011. Pukul, 14.30.
9
Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN Deplu, “Kerjasama ASEAN dalam Upaya
Nasional Menuju peran ASEAN untuk memerangi Terorisme melalui Pemberantasan Pencucian
Uang dan Penyelundupan Senjata”, h. 21.

5

ARF Workshop on Prevention of Terrorism di Bangkok. Hasil workshop pertama
adalah Draft Statement on Terrorist Financing yang isinya adalah memutus akses
terorisme ke sistem finansial dan penyalahguanan jaringan perbankan informal.
Rekomendasi yang kedua adalah pembuatan daftar badan yang relevan dan daftar
kegiatan anti terorisme yang telah dilakukan, memperkuat usaha pemberantasan
terorisme dengan cara-cara pertukaran informasi dan intelijen.10
Perkembangan ancaman terorisme di Asia Tenggara, latar belakangnya
tidak lepas dari tumbuhnya jaringan organisasi Jamaah Islamiyah (JI), JI terbentuk
karena mempunyai keterkaitan yang kuat dengan Al-Qaeda, mereka bersamasama memerangi Uni Soviet di Afghanistan, dan menjadi awal terbentuknya
jaringan tersebut. Setelah perang selesai mereka kembali ke negara masingmasing, namun tetap menjalin kerjasama. JI adalah suatu jaringan organsisasi
yang ingin memperjuangkan suatu negara Islam diseluruh wilayah Asia Tenggara,
mulai seluruh wilayah Indonesia, Malaysia, Thailand Selatan hingga ke Filipina,
terjadi pengelompokan-pengelompokan di wilayah Asia Tenggara.11
Masyarakat internasional juga mulai bertindak mengatasi terorisme
melalui penghentian dana-dana yang diduga ditujukan bagi pelaksanaan terorisme.
Dengan Resolusi 54/109 pada pertemuan ke empat tanggal 9 Desember 1999,
Majelis Umum PBB mengadopsi International Convention for the Suppression of
the Financing of Terrorism yang selanjutnya disingkat sebagai Konvensi
Pendanaan Terorisme (Convention on Financing Terrorism/CFT), melarang

10

Ibid,h.27.
Wawancara dengan Bpk. Johannes O.S. Manginsela (Kerjasama Multilateral, Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme/BNPT), pada 5 Desember 2011, pukul 11.30.
11

6

segala tindakan untuk mendanai terorisme.12 Bahkan, sebelumnya Resolusi
Majelis Umum PBB Nomor 51/210 tanggal 17 Desember 1996 ayat 3 (f) sudah
mengambil langkah-langkah mencegah dan menangkal, pendanaan teroris dan
organisasi teroris, baik pendanaan tersebut secara langsung maupun tidak
langsung melalui organisasi-organisasi yang mempunyai atau menyatakan diri
bertujuan untuk kegiatan-kegiatan amal, sosial, dan kebudayaan atau organisasiorganisasi yang juga terlibat dalam tindakan-tindakan melawan hukum, seperti
jaringan perdagangan senjata gelap, transaksi narkoba, dan penggelapan uang,
termasuk eksploitasi orang-orang dengan tujuan pendanaan kegiatan-kegiatan
teroris.

B. Rumusan Masalah
Sejak terjadi serangan 9/11, kawasan Asia Tenggara memperoleh sorotan
khusus internasional dalam kampanye melawan terorisme karena sejumlah
kelompok yang diduga memiliki hubungan dengan Al-Qaeda disinyalir beroperasi
di wilayah Asia Tenggara. Terungkapnya sel-sel Al-Qaeda di kawasan Asia
Tenggara setidaknya telah menyadarkan negara-negara ASEAN bahwa stabilitas
keamanan di kawasan Asia Tenggara terancam. Untuk menghadapinya ASEAN
memerlukan sebuah strategi yang dapat menjamin bahwa Asia Tenggara bukanlah
tempat yang ideal bagi persembunyian atau pusat kegiatan teroris.13 Di samping
memerangi terorisme, juga dibutuhkan upaya untuk menghentikan aliran dana
operasional terorisme karena tanpa unsur pendanaan, aksi teroris tidak akan
berjalan.
12

International Convention For The Suppression of The Financing of Terrorism.
http://www.un.org/law/cod/finterr.htm. Diakses pada tanggal 27 September 2009, Pukul 20.38.
13
Poltak Partogi Nainggolan, Terorisme dan Tata Dunia Baru, h.145.

7

ASEAN mulai mengambil peranannya dan menanggapi isu terorisme yang
dituduhkan oleh Amerika Serikat terhadap kawasan ini dengan mengadakan
pertemuan-pertemuan melalui forum-forum dialog yang ada secara resmi maupun
tidak. Di sinilah peran ASEAN akan terlihat upayanya dalam memerangi
terorisme. Dalam pertemuan mengenai ARF Workshop on The Prevention of
Terrorism di Honohulu pada 17-19 April 2002 menghasilkan Draft Statement on
Terrorist Financing yang berisikan pemutusan akses terorisme ke sistem finansial
dan penyalahgunaan jaringan perbankan informal. Dari beberapa penjelasan di
atas, penulis mengajukan pertanyaan bagaimanakah kerjasama ASEAN dalam
menghentikan aliran dana operasional terorisme internasional di Asia
Tenggara?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui
kerjasama yang dilakukan negara-negara anggota ASEAN dalam memberantas
terorisme serta aspek-aspek yang mendukung kegiatan terorisme, khususnya
pendanaan terorisme.

D. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan pertanyaan penelitian mengenai bagaimana kerjasama
ASEAN dalam menghentikan aliran dana operasional terorisme internasional di
Asia Tenggara, dalam skripsi ini penulis memakai konsep yang saling berkaitan
satu sama lain, yaitu konsep kerjasama internasional dan konsep keamanan.
Dalam

suatu

kerjasama

internasional

bertemu

berbagai

macam

8

kepentingan nasional dari berbagai negara dan bangsa yang tidak dapat dipenuhi
di dalam negaranya sendiri. Kerjasama internasional adalah sisi lain dari konflik
internasional yang juga merupakan salah satu aspek dalam hubungan
internasional.14 Isu keamanan regional dan global memerlukan keterlibatan aktif
semua negara untuk mewujudkan perdamaian dan ketertiban dunia. Kerjasama
internasional merupakan bukti dari adanya saling pengertian antarbangsa
(international understanding) sebagai akibat dari adanya interdependensi
antarbangsa

dan

bertambah

kompleksnya

kehidupan

dalam

masyarakat

internasional.15 Seperti yang dikemukakan oleh K.J Holsti, bahwa kerjasama
internasional menjadikan hidup lebih mudah, nyaman, dan efisien.16
Pemerintah

Indonesia

bersama-sama

Malaysia

dan

Filipina

menandatangani suatu persetujuan antiterorisme (Agreement on Information
Exchange and Establishment of Communication Procedures) pada 7 Mei 1992 di
Manila.17 Perjanjian ini menyediakan suatu kerangka kerjasama dalam pertukaran
informasi dan pembentukan prosedur komunikasi untuk operasi bersama.
Perjanjian ini menunjukkan betapa rawannya kegiatan terorisme di tiga negara ini
yang memang telah diduga menjadi sarang terorisme internasional. Kerjasama
regional sekaligus menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Indonesia
dengan segala macam persoalan domestiknya tidak dapat diabaikan begitu saja
dan dibiarkan sendiri dalam memerangi terorisme internasional.

14

Yanyan Moch, Yani dan Banyu Perwita, Pengantar Ilmu Hubungan
Bandung: Rosda Karya, 2006, h.33.
15
Ibid, h.121.
16
KJ.Holsti, International Politics: A Framework for Analysis, Seventh
Jersey: Prentice Hall, 1995, h.361.
17
Anak Agung Banyu Perwita, Indonesia, ASEAN dan Isu Terorisme
Dalam situs http://www.balipost.com/balipostcetaK/2002/12/30/o2.htm. Diakses
2010, pukul 13.51.

Internasional,

Edition. New
Internasional.
pada 17 Juli

9

Berbagai pertemuan dan kesepakatan yang telah dihasilkan ASEAN di
atas, pada dasarnya, merupakan bentuk keberanian dalam meninjau, merevisi pola
dan bentuk kerja sama regional ASEAN. Bentuk kerjasama ini akan menjadi
kunci yang sangat penting bagi ASEAN dalam memerangi teroris dan menjaga
kohesivitas di antara sesama negara ASEAN dalam upayanya membentuk
komunitas keamanan di Asia Tenggara.18 Di tingkat kawasan, negara-negara di
Asia Tenggara yang rawan terorisme seperti Indonesia, Filipina, dan Thailand juga
bekerjasama.19 Rawannya keamanan ASEAN sebagai target terorisme ditandai
dengan peringatan perjalanan (travel warning) kepada warga negara Amerika
Serikat, Inggris dan Kanada untuk berpergian di beberapa negara seperti Indonesia
dan Filipina. Kerjasama ASEAN sangat diperlukan mengingat ASEAN memiliki
daftar panjang aksi terorisme setelah empat serangan besar terjadi di Indonesia
pada 4 tahun terakhir; Bom Bali 1 (2002) dan Bom Bali 2 (2005), Bom Hotel JW
Marriot (2003), Bom di depan Kedubes Australia (2004). Kerjasama internasional
di ASEAN meliputi kesepakatan pertukaran informasi untuk mencari para
tersangka terorisme dengan rencana pembangunan pusat data informasi yang
terhubung ke kepolisian seluruh kawasan. Kerjasama seperti ini sangat diperlukan
di tingkat operasional guna mempermudah proses pengadilan, pengevakuasian
para tersangka teroris dan pemblokiran gerakan teroris serta menciptakan
keamanan kawasan.
Selanjutnya, konsep keamanan. Menurut Indria Samego dalam bukunya
yang berjudul System Pertahanan-Keamanan Negara: Analisis Potensi dan Problem

18
19

Ibid.
Djelantik, “Terorisme dan Kerjasama Internasional”, h.584-585.

10

terdapat dua konsep keamanan,20 yaitu pertama, Territorial Security/territorial
defense adalah konsep pertahanan yang dikembangkan atas pertimbangan
kedaulatan negara, integritas wilayah dan keutuhan perbatasan yang merupakan
perhatian (fokus) utama untuk mempertahankan teritorial. Ke dua, Regional
security, yaitu konsep security pada dua negara atau lebih yang berada pada
wilayah tertentu. Konsep ini terbagi menjadi 3 macam: (a) Collective security:
Konsep pertahanan yang dibangun dua negara atau lebih dalam suatu kerjasama
pertahanan berbentuk pakta (allied) berdasarkan pertimbangan adanya ancaman.
Contoh: NATO, SEATO, CENTO. (b) Common security: Konsep pertahanan
yang dibangun dua negara atau lebih dalam suatu kerjasama pertahanan atas
pertimbangan kepentingan bersama (common interest). Contoh: NCB (Narcotic
Control Board) Internasional. (c) Comprehensive security: Konsep keamanan
menyeluruh yang dilakukan dua negara atau lebih dalam bentuk forum kerasama
dan dialog keamanan dengan fokus peace resolution, peace keeping, operation
dan berbagai bentuk kerjasama keamanan pada aspek politik ekonomi, psikologi,
militer. Contoh: ARF yang dikembangkan ASEAN.
ASEAN mengadopsi pemikiran keamanan komprehensif (comprehensive
security) sebagai landasan kerjasama keamanan. Keamanan komprehensif
mengakui bahwa masalah keamanan tidak hanya terdiri dari masalah-masalah
militer, tetapi juga non-militer.21 Masalah-masalah non-militer mencakup masalah
ekonomi, politik domestik, lingkungan hidup, terorisme, penyakit menular,

20

Indria Samego, System Pertahanan-Keamanan Negara: Analisis Potensi dan Problem.
Jakarta: Habibie Center, 2001, h.25.
21
Diniastuti, “Masa Depan Kerjasama Keamanan ASEAN: Tantangan bagi
Pengembangan ASEAN Regional Forum”, h.376.

11

narkoba.22 Studi mengenai terorisme terkait dengan isu keamanan tradisional dan
nontradisional. Kelompok tradisonalis memandang isu keamanan terkait dengan
ancaman politik dan militer, dengan memfokuskan pada aksi-aksi yang dilakukan
untuk menyelesaikan ancaman. Jika dipandang dari sudut pandang nontradisional,
terorisme juga mempengaruhi pola hubungan sosial, aktivitas-aktivitas ekonomi
dan lingkungan.23
Menurut Buzan, kerangka analisis keamanan diperkenalkan dimana
substansi studi keamanan diperluas tanpa meninggalkan fokus utamanya pada
aspek penggunaan kekuatan militer.24 Kejahatan internasional seperti terorisme,
penyelundupan manusia, kejahatan lingkungan, kejahatan hak asasi manusia, dan
sebagainya menunjukkan peningkatan cukup tajam dan berkembang menjadi isu
keamanan internasional.25
Keamanan suatu negara berhubungan dengan keamanan seluruh negara
dalam satu kawasan. Seperti ancaman keamanan oleh teroris di Indonesia juga
merupakan ancaman keamanan bagi seluruh negara di kawasan ASEAN. Oleh
sebab itu diadakan kerjasama untuk memberantas terorisme tersebut untuk
menciptakan stabilitas keamanan nasional juga regional ASEAN. Perdamaian juga
berkaitan dengan konsep keamanan yang menurut Arnold wolfer dapat dilihat
secara objektif dan subjektif.26 Keamanan secara objektif adalah suatu keadaan
yang bebas dari berbagai ancaman terhadap nilai-nilai yang diperoleh sedangkan
22

Yulius P.Hermawan, Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2007, h. 43.
23
Sukawarsini Djelantik, Terorisme:Tinjauan Psiko-politis, Peran Media, Kemiskinan
dan Keamanan Nasional, Terorisme: Tinjauan Psiko-politis, Peran Media, Kemiskinan dan
Keamanan Nasional. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010, h.275.
24
Aleksisu Jemadu, Politik Global dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Garaha Ilmu,
2008, h.140 .
25
Perwita, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, h. 120.
26
Barry Buzan, 1991, People, State and Fear: An Agenda for International Security
Studies in The Post Cold War Era, London : Harvester Wheatsharf, h.17.

12

keamanan secara subjektif berarti bebas dari segala rasa takut atas serangan
terhadap nilai-nilai yang telah diperoleh tersebut.
Sementara, pakar studi keamanan internasional lainnya, seperti Klare dan
Thomas, telah mencoba melihat dimensi internasional dari gerakan terorisme,
dengan melihat kaitannya dengan realitas tatanan dunia yang tidak adil.27
Karenanya, dengan mengikuti argumentasi mereka, adalah logis jika kemudian
kerjasama global di antara gerakan terorisme dapat terbentuk, sekalipun terdapat
perbedaan latar belakang ideologis diantara mereka. Sebab, muncul kesadaran
akan musuh bersama, yakni tata dunia baru yang tidak adil, di bawah hegemoni
para pemimpin negara maju, yang secara langsung telah mempengaruhi. Sikap
para pemimpin nasional yang menentang gerakan mereka di masing-masing
negara. Tekanan globalisasi yang meningkatkan proses marjinalisme dan
keterancaman kelompok, diketahui telah menimbulkan resistensi dan reaksi
perlawanan dari kelompok-kelompok yang terancam. Tidak terwakilinya aspirasi
dan kepentingan kelompok-kelompok tersebut secara memadai, baik di tingkat
nasional maupun global, mendorong mereka untuk membenarkan aksi-aksi
kekerasan dalam wujud yang ekstrem, yaitu terorisme untuk mendestabilisasi
negara, kawasan, dan sistem dunia yang tengah berjalan.
Selanjutnya dalam perspektif literatur hubungan internasional, terorisme
dianalisis sebagai ancaman baru yang serius karena mendorong peranan negara,
pemerintah dan lembaga-lemabaga multilateral yang mengatur pembangunan dan

27

Poltak Partogi Nainggolan, “Terorisme dan Perspektif Keamanan Paska Perang
Dingin”, ANALISIS CSIS xxxi/2002, No.1.h.77.

13

keamanan internasional, seperti Bank Dunia dan PBB dengan dampak yang
mengancam eksistensi negara, keamanan kawasan, dan global.28

E. Metoda Penelitian
Jenis penulisan skripsi ini adalah jenis deskriptif analisis, yaitu suatu cara
untuk membuat gambaran dan analisis berupa gejala dan situasi yang menjadi
bagian permasalahan yang diteliti.29 Jenis penelitian seperti ini menggunakan
metoda analisis kualitatif30 yang mendasarkan pada penelitian kepustakaan. Hal
ini dilakukan dengan kunjungan ke beberapa perpustakaan di Jakarta, yaitu
perpustakaan Sekertariat ASEAN, perpustakaan Freedom Institute, Perpustakaan
Utama UIN Jakarta, Perpustakaan IISIP, Perpustakaan PDHI UI, Perpustakaan
Univ.Budi Luhur, Perpustakaan KEMLU, Perpustakaan Fak.Hukum UI, MABES
POLRI, Densus 88, BNPT, PPATK. Penelitian dilakukan melalui pengumpulan
data dan informasi lainnya dengan menggunakan berbagai sumber seperti buku,
jurnal, majalah, makalah-makalah seminar, penelusuran data melalui internet yang
dapat dipertanggungjawabkan situsnya serta wawancara dengan sejumlah
narasumber seperti J.S.George Lantu (Direktorat Politik dan Keamanan ASEAN
Kementrian Luar Negeri RI), Al Chaidar (seorang pengamat teroris yang juga
merupakan mantan anggota DI/TII), Usep Fathoni (seorang anggota Darul Islam /
DI), AKP Terima Sembiring, S.H. (Kaurkermin DAGRI Densus 88 AT POLRI),
Kompol. Wino Sumarno (Kaurmin Bagkouminter Set NCB Interpol Indonesia
Div.Hubinter Polri), Nuriani Ratu Inten (Asisten Analis Hukum, Direktorat
28

Ibid, h.78.
John Creswell, Research Design: Qualitative and Quantitative Approach, California:
Sage Publication, 1994, h.148.
30
Lissa Harrison, Metodologi Penelitian Politik, Jakarta: Kencana, 2007, h. 87.
29

14

Hukum dan Regulasi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/
PPATK), Supriyanto Suwito (Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan
ASEAN Kementrian Luar Negeri RI), Johannes O.S. Manginsela (bagian
Kerjasama Multilateral, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme/BNPT),
Farah Monika (Staf Ahli, Divisi Kerjasama Keamanan Sekertariat ASEAN).
Wawancara dilakukan dengan narasumber yang dapat dipercaya dan juga
merupakan sumber utama dalam menggali informasi mengenai skripsi yang
penulis buat.

F. Sistematika Penulisan
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan penitian
D. Kerangka Pemikiran
E. Metoda Penelitian
F. Sistematika Penulisan
Bab II. Persoalan Pendanaan Terorisme dan Upaya Pencegahannya di Negaranegara ASEAN
A. Metoda Pendanaan Terorisme di Asia Tenggara
B. Pendanaan Terorisme di Negara-negara Asia Tenggara
C. Kelompok Teroris Internasional di Asia Tenggara
D. Upaya pemberantasan terorisme di Negara-negara Asia Tenggara
Bab III. Kerjasama Keamanan Kawasan ASEAN
A. Prinsip-prinsip ASEAN
B. Pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN Terkait Isu Terorisme
C. Isu-Isu Keamanan ASEAN
C.1 Keamanan Tradisional
C.2 Keamanan Non-Tradisional

15

D. Konvensi ASEAN Tentang Pemberantasan Terorisme
E. Peran ARF dalam Kontra-Terorisme
Bab IV. Kerjasama ASEAN Menghentikan Aliran Dana Operasional Terorisme di
Asia Tenggara
A. Reaksi Negara-negara ASEAN Terhadap Isu Terorisme Internasional
B. Kerjasama Bilateral Negara-negara ASEAN dalam Kontra-Terorisme
C. Respon ARF Terhadap Pendanaan Terorisme
Bab V. Penutup
Daftar Pustaka

16

BAB II
PERSOALAN PENDANAAN TERORISME DAN UPAYA
PENCEGAHANNYA DI NEGARA-NEGARA ASEAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai berbagai metoda pendanaan teroris
untuk dapat melaksanakan aksi terornya. Pendanaan terorisme dapat terjadi di
berbagai negara dan muaranya mengarah kepada tindak kriminal berupa aksi
terorisme.31 Sumber pendanaan para teroris dapat diperoleh dengan bermacammacam cara. Sebelum penulis mengulas mengenai metoda pendanaan teroris di
Asia Tenggara, terlebih dahulu penulis akan memaparkan beberapa metoda
pendanaan terorisme di dunia seperti Pejuang militan Hamas dan Jihad Islam
Palestina mendapat dana dari kantor Shintrako Ltd. Serta Mayan Custom Brokers
dan International Fowarding daerah pinggiran kota Tel Aviv, Israel.32 Jaringan
teroris di seluruh dunia juga ada yang bergantung pada sistem kerahasian bank
dan korporasi internasional untuk menyembunyikan dan mengalihkan uang
mereka. Struktur ini dimungkinkan karena adanya kesepakatan di antara bankbank di dunia dan karena kekuatan-kekuatan keuangan dunia. Tetapi konsekuensi
yang tidak diinginkan adalah bahwa hal tersebut membantu jaringan dunia para
teroris.33
The Sunday Time London mengatakan bahwa Khalid al-Fawwaz, yang
dicurigai sebagai anggota Osama bin Laden telah menggunakan suatu rekening
yang dibuka pada cabang Barclays Bank di London untuk membiayai sirkulasi

31

h.277.

32

Wawan Purwanto, Membongkar Dana Teroris, Jakarta: Cipta Bina Mandiri, 2010,

Ibid, h.350-352.
Sutan Remi Sjahdeni, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan
Terorisme, Jakarta: PT.Pustaka Utama Grafiti, 2007, h.289.
33

17

perintah dan perjanjian yang dibuat oleh Osama bin Laden dengan bagian-bagian
lain dari jaringan mereka.34 Demikian juga ketika Osama bin Laden dan anggota
National Islamic Front yang kaya mendirikan Al Shamal Islamic Bank di
Khartoum. Osama bin Laden menginvestasikan 50 juta dollar.35
Phillippine Daily Inguirer pada bulan Agustus 2000 melaporkan bahwa
Islamic Relief Organization (IRO) didirikan pada 1992 oleh Bin Laden sebagai
kedok atas aktifitas pendanaan teroris. IRO bekerja dibawah Muslim World
Language, sebuah organisasi yang didukung oleh pemerintah Arab Saudi.
Pertolongan organisasi tersebut diduga adalah untuk menyediakan Bin Laden
dengan uang untuk memperoleh senjata dibawah samaran amal kepada komunitas
muslim. Berbagai cara yang disebut amal sekarang dicurigai menjadi kedok
operasi Bin Laden. Selain itu kecurigaan terhadap amal juga terjadi di Kenya,
pada tahun 1994 Al-Haqq meninggalkan Sudan dan pindah ke Kenya, ia menjadi
seorang direktur sebuah lembaga amal bernama Help Africa People.36
Pada Maret 2005, Washington menangkap pelarian Kuba bernama Luis
Posada Carriles, dengan tuduhan memasuki wilayah Amerika Serikat secara
ilegal. Posada adalah pelaku peledakan bom pesawat Kuba pada 6 Oktober 1976.
Dalam wawancara dengan New York Times, pada tahun 1998, Posada mengakui
terlibat dalam pemboman sebuah hotel di Havana. Posada juga membantu
memastikan dana UU$ 6 juta dari Oliver North, Penasehat Keamanan Nasional
Gedung Putih untuk Gerakan Kontra Nikaragua. Dana tersebut diperoleh dari
keuntungan penjualan senjata ke Iran (secara rahasia) senialai US$ 45 juta.37
34

Ibid.
Purwanto, Membongkar Dana Teroris, h.14.
36
Ibid, h. 341.
37
Ibid. h. 347-348.

35

18

Berdasarkan beberapa metoda teroris medapatkan dana dapat diperoleh
persamaan metoda yang digunakan yaitu mendapatkan dana melalui cara ilegal,
penyelundupan senjata, transfer, sumbangan, melalui badan amal, serta sistem
kerahasian bank. Metoda-metoda tersebut juga digunakan oleh teroris di Asia
Tenggara. Berikut ini penulis akan memberikan penjelasan metoda pendanaan di
Asia Tenggara secara terperinci dalam sub bab pendanaan teroris di beberapa
negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Singapura.
Alasan penulis memilih empat negara tersebut, yaitu karena Wilayah I (Singapura
dan Malaysia) dikenal sebagai pengumpulan dana oleh sebab itu mengapa dua
negara tersebut jarang terjadi bom terorisme. Wilayah II (Kalimantan dan
Jawa/Indonesia) sebagai area perjuangan. Wilayah III (Filipina) merupakan
wilayah pelatihan.38 Dalam subbab ini, dijelaskan dukungan dana yang diberikan
oleh Jamaah Islamiyah dan Al-Qaeda sebagai dua teroris internasional yang
berkembang cukup pesat di Asia Tenggara untuk membeli bahan-bahan dan
merakit bom.

A. Metoda Pendanaan Terorisme di Asia Tenggara
Ada dua metoda pembiayaan bagi kegiatan para teroris.39 Metoda pertama
adalah melibatkan perolehan dukungan keuangan dari negara dan selanjutnya
menyalurkan dana tersebut kepada organisasi teroris. Diyakini bahwa teroris yang
didukung oleh negara (state-sponsored terrorism) telah menurun beberapa tahun
terakhir ini. Dana juga diperoleh dari perorangan yang memiliki kekayaan berupa
dana yang besar. Sebagai contoh peristiwa penyerangan pada 11 September 2001.
38

Wawancara dengan Bpk. Johannes O.S Manginsela, Kerjasama Multilateral BNPT
pada 5 Desember 2011, pukul 11.30.
39
Purwanto, Membongkar Dana Teroris, h. 8-9.

19

Osama Bin Laden yang dipercaya sebagai dalang di belakang penyerangan
tersebut, dituduh telah memberikan kontribusi dana dan mendukung jaringan
teroris Al-Qaeda bersama-sama dengan rezim Taliban yang dahulu memerintah
Afghanistan. Posisi Arab Saudi merupakan salah satu dari banyak aspek yang
menarik dan kontroversial mengenai pertanyaan pendanaan. Dugaan lain yang
telah dibuat adalah bahwa anggota-anggota keluarga kerajaan Saudi yang tidak
puas ada di antara para sponsor keuangan Bin Laden. Metoda ke dua adalah
memperoleh langsung dari berbagai kegiatan yang menghasilkan uang. Kegiatankegiatan tersebut termasuk melakukan berbagai kegiatan tindak pidana. Cara ini
tidak berbeda dengan kegiatan yang dilakukan oleh organisasi-organisasi
kejahatan pada umumnya, kelompok-kelompok teroris juga memperoleh dana
sebagian dari pendapatan yang halal (tidak terkait dengan kejahatan).40 Suatu
kelompok teroris di wilayah tertentu dapat membiayai diri sendiri misalnya
melalui penculikan, pemerasan, penggelapan pajak, penipuan, perampokan,
perdagangan narkotika, dan aktivitas kriminal lainnya. Permintaan dan
pengumpulan dana dari masyarakat adalah salah satu cara memperoleh dana untuk
mendukung kegiatan terorisme. Seringkali pengumpulan dana tersebut dilakukan
atas nama organisasi yang telah memiliki status sebagai organisasi amal atau
lembaga bantuan atau organisasi yang ditujukan untuk komunitas tertentu.
Beberapa metoda lainnya dalam pengumpulan dana antara lain adalah
penarikan dana dari masing-masing anggota, penjualan barang-barang, atraksi
budaya, kegiatan-kegiatan sosial, sosialisasi dari rumah ke rumah di antara
komunitas serta donasi dari anggota-anggota yang tergolong mampu dalam

40

Ibid, h. 9.

20

komunitas.41 Sejak organisasi teroris di Asia Tenggara mengandalkan berbagai
cara untuk meningkatkan dan transfer dana, berbagai tanggapan akan diperlukan
untuk melawan teroris di wilayah ini. Tingkat kepatuhan negara-negara di
kawasan dalam menerapkan standar internasional untuk melawan terorisme dapat
diuji bersama dalam empat dimensi yang berbeda,42 Pertama, kerangka hukum,
dalam hal kerangka hukum, sebagian besar negara di wilayah ini telah mengambil
langkah-langkah dasar untuk mentransfer norma-norma internasional ke dalam
hukum nasional. Sebagai contoh terkait dengan peraturan Bank Indonesia43, aparat
penegak hukum dapat memerintahkan penyitaan aset individu atau entitas baik
yang telah dinyatakan tersangka atau diindikasikan untuk kejahatan, namun dalam
praktiknya untuk mengidentifikasi aktiva tersebut mereka harus bekerjasama
dengan bank. Hanya Brunei, Indonesia, Singapura, Thailand, dan Malaysia telah
mengkriminalisasi pendanaan terorisme. Hal ini terlihat pada tabel sebagai
berikut:

41

Ibid, h.217-218.
Jeanne K.Giraldo dan Harold A.Trinkunas, Terrorism Financing and States Responses,
California: Standford University Press, 2007, h.213-214.
43
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti
Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum, serta SE No.
11/31/2009, perbankan di Indonesia harus membuat kategori nasabahnya berdasarkan tingkat
risiko
berkenaan
dengan
potensi
pencucian
uang.
http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=37614cd638a3b268d2de3795ec1a292
b&jenis=e4da3b7fbbce2345d7772b0674a318d5, Diakses pada 5 Desember 2010 pukul.20.30.
42

21

Myanmar

Kamboja

Indonesia

Laos

Malaysia

Filipina

Singapura

Thailand

Vietnam

Kriminalisasi Obat-obatan dan
Pencucian Uang
Kriminalisasi Selain Obat
Sistem untuk mengidentifikasi
aset
Kriminalisi Pendanaan Terorisme
Bagian Konvensi Internasional
Pembiayaan terorisme
Anggota APG
total

Brunei

Table A. Legal framework (kerangka hukum) di Asia Tenggara

1

1

1

1

0

1

1

1

1

1

1
1

1
1

0
0

1
1

0
0

1
1

1
1

1
1

1
1

1
1

1
1

0
0

0
0

1
0

0
0

1
0

0
1

1
1

1
1

0
1

1
6

0
3

1
2

1
5

0
0

1
5

1
5

1
6

1
6

0
4

Catatan: nilai 1 diindikasikan bahwa ada beberapa kerangka hukum, nilai 0 tidak ada indikasi.
Sumber: Untited State Departement of State, Bureau for International Narcotics and Law
Enforcement Affairs. Dalam buku Jeanne K.Giraldo dan Harold A.Trinkunas, Terrorism
Financing and States Responses, California: Standford University Press, 2007. h.215.

Kedua, langkah-langkah pengaturan yang meliputi sektor formal
(misalnya, perbankan) dan informal (misalnya, amal). Penilaian tanggapan
pemerintah untuk pendanaan teroris juga harus memperhitungkan sejauh mana
pemerintah telah menempatkan berbagai langkah-langkah peraturan untuk
mencegah pendanaan. Secara khusus, pemerintah harus memastikan kepatuhan
perbankan melalui pelaporan yang terus menerus dan harus mengatur sektor
informal, termasuk penukaran uang, kasino, dan amal. Ketiga, tingkat pengalaman
infrastruktur administratif mereka untuk mengatasi pendanaan teroris; Keempat,
bukti penegakan hukum. Sementara bagian dalam kerangka hukum dan peraturan
dapat dilihat sebagai ukuran kepatuhan norma, tindakan administratif dan
penegakan hukum adalah mandat untuk sejauh mana norma-norma benar-benar
telah dilaksanakan.
Empat cara pokok teroris dalam menghasilkan uang di Asia Tenggara
adalah sama dengan hal yang teroris lakukan di tempat lain, yaitu dengan donasi,

22

uang dari badan amal Islam, pendapatan yang dihasilkan dari bisnis yang sah dan
kejahatan.44 Donasi didapat dari berbagai jenis dan dapat bersifat sukarela atau
diperoleh melalui unsur pemaksaan atau perampokan seperti fa’i (harta rampasan
perang). Uang dikumpulkan dari anggota kelompok sebagai iuran keanggotaan.
Menurut Pedoman Perjuangan Islamiyah Umam Al-Jamaah (PUPJI) atau
the general guide for the struggle of Al Jamaah Al Islamiyah, ketetapan konstitusi
dari Jamaah Islamiyah, anggotanya diminta untuk memberikan kontribusi reguler
ke organisasi tersebut. PUPJI juga mengaku