Transportasi Perkotaan di Asia Tenggara

Transportasi Perkotaan di Asia Tenggara pada abad XX
Oleh: Apriliandi Damar Priyambodo/ C0510011
Transportasi merupakan elemen penting dalam jalannya roda perekonomian dan
kehidupan sosial budaya bagi negara-negara di wilayah Asia Tenggara. Awal stimulus
sebuah kota adalah dengan adanya sebuah jalan yang menghubungkan antara daerah satu
dengan daerah lainnya. Pembuatan jalan ini awalnya adalah untuk memudahkan mobilisasi
atau perpindahan orang atau barang dari satu tempat ke tempat yang lain. Asia Tenggara
yang didominasi oleh negara-negara berkembang seperti, Indonesia, Malaysia, Thailand,
dan Vietnam sangat bergantung terhadap transportasi dan pendukungnya untuk menunjang
perekonomian mereka.
Secara historis, pola pemukiman di Asia Tenggara yang dibentuk oleh akses ke
laut dan sungai. Maritim adalah sarana di mana-mana subsisten dan berlayar di laut
pertukaran dan perdagangan adalah fitur utama dari sebagian besar masyarakat di seluruh
wilayah Asia Tenggara. Transportasi darat dipersulit dengan jalan yang berliku-liku, jalan
raya primitif (belum diaspal) hingga memasuki abad kedua puluh. Transportasi dan
infrastruktur komunikasi yang diperluas pada masa penjajahan, tetapi prioritas diberikan
kepada orang Eropa yang menghuni kota-kota besar dan daerah pedesaan yang mana orang
Eropa memiliki usaha ekonomi, seperti pertambangan dan perkebunan. Hanya dengan
kebijakan pembangunan berwawasan setelah kemerdekaan politik itu jalanan modern dan
transportasi meluas ke sebagian besar pedalaman pedesaan Asia Tenggara.1
Pada masa kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara, dari kerajaan Hindu-Budha seperti

Sriwijaya, Ayuttaya, dan Khmer hingga masa kerajaan-kerajaan Islam, Samudra Pasai, dan
Malaka sangat mengandalkan kapal sebagai alat transportasi. Hal ini menunjukkan adanya
hubungan dagang antar kerajaan bahkan hubungan dagang dengan kerajaan di Tiongkok
sudah berlangsung, dibuktikan dengan banyak ditemukannya keramik-keramik yang
berasal dari Cina di sepanjang Semenanjung Malaka hingga ke Jawa dan juga penemuan

1

Charles Hirschman dan Sabrina Bonaparte, Population And Society In Southeast
Asia: A Historical Perspective, hlm 3

kapal-kapal karam di sepanjang Laut Tiongkok Selatan serta Teluk Thailand.2 Penggunaan
kapal sebagai alat transportasi pada sebelum abad ke-8 juga diperkuat dengan adanya relief
di Candi Borobudur berupa kapal jung.

Gambar 1 Relief Kapal Jung di Candi Borobudur
Sumber: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/3/30/Borobudur_ship.JPG

Wilayah Asia Tenggara yang dekat dengan garis Ekuator membuat sebagian besar
wilayahnya berupa hutan hujan tropis yang lembab dan juga dilintasi oleh sungai-sungai

besar, seperti Chao Praya, Mekong, Kapuas, dan Irrawaddy yang didominasi oleh tanah
berlumpur yang subur.3 Sehingga hampir mayoritas negara-negara di Asia Tenggara
merupakan negara Agraris yang menghasilkan komoditas beras, selain beras komoditas
utama lainnya adalah kayu. Transportasi yang cocok untuk medukung kegiatan tersebut
adalah dengan menggunakan bantuan hewan. Sapi, kerbau, bahkan kuda selain dapat
digunakan sebagai pengangkut hasil panen para petani juga bisa diandalkan untuk
membajak sawah. Orang-orang di Thailand, Myanmar, dan Laos menggunakan gajah
sebagai sarana untuk membawa kayu-kayu gelondongan dari hutan.
Sungai merupakan salah satu elemen penting di negara-negara Asia Tenggara,
mulai dari penggerak kehidupan sosial ekonomi hingga sebagai sarana interaksi sosial.
Pasar apung yang berada di Bangkok dan Muara Kuin, Kalimantan Selatan menjadi salah
satu contoh kehidupan yang tergantung pada sungai. Pasar apung ini pada prinsipnya sama
Terrence H Witkowski. “Early History and Distribution of Trade Ceramics in
Southeast Asia” diterbitkan oleh, (Long Beach: Department of Marketing, California State
University, 2013). hlm.3
3
Southeast Asia dalam Majalah National Geography. hlm. 706
2

dengan pasar tradisional biasa, tapi yang membedakan adalah transaksi jual beli dan barang

dagangan berlangsung di atas sampan. Keunikan dari pasar apung ini adalah proses jual beli
dapat berpindah-pindah sesuai dengan keadaan arus sungai dan tidak ada organisasi seperti
yang ada di pasar di darat. Pasar apung ini juga dapat ditemui di Kamboja dan Vietnam.

gambar 2: Pasar Apung Muara Kuin
Sumber: http://indonesiawow.com

gambar 3: Pasar Apung di Thailand
Sumber: http://onestep4ward.com/

Modernisasi Transportasi Perkotaan : Mobil dan Trem
Pada tahun 1910, ada sebelas kota-kota Asia Tenggara dengan populasi lebih dari
100.000 jiwa seperti: Mandalay, Rangoon, Bangkok, Hanoi, Saigon-Cholon, Georgetown,
Singapura, Batavia, Surakarta, Surabaya, dan Manila. Sekitar 1900, banyak daerah berada
dalam masa transisi dari populasi rendah ke tingkat populasi tinggi. Perluasan sawah irigasi
untuk budidaya padi semakin menuju ke pinggiran Jawa, Burma, pusat Siam, dan Mekong
Delta. Perubahan demografis dan pertanian ini terkait erat dengan besarnya politik dan
kekuatan ekonomi pihak kolonial, termasuk perluasan regional dan pasar jarak jauh,
pengembangan ekonomi tergantung pada ekspor murah buruh migran, dan fasilitas
transportasi yang lebih baik.4

Hampir sebagian besar kebutuhan transportasi di negara-negara Asia Tenggara
hanya dilakukan dengan jalan kaki. Alternatif lainnya adalah munculnya rickshaw5 yang
ditemukan di Jepang sekitar tahun 1860-an dan mencapai popularitasnya pada tahun 1900.
4

Charles Hirschman dan Sabrina Bonaparte., op.cit., hlm 5.
Rickshaw adalah kendaraan seperti becak dengan dua roda dan ditarik oleh
seorang pengemudi yang berada di depan seperti layaknya menarik gerobak.
5

Rickshaw mulai masuk Singapura, Kuala Lumpur, dan Bangkok pada tahun 1920.

Penemuan roda memang semakin membuat berkembangnya alat-alat transportasi yang ada.
Selain rickshaw, terdapat juga beberapa angkutan yang populer pada awal abad XX seperti,
pedicab atau becak, Calesa 6, dokar, dan andong.

Transportasi becak yang dikayuh

manusia, dokar dan andong menjadi transportasi yang banyak digunakan. Selain itu, tahun
1920-an sepeda mulai masuk kawasan Asia dan menjadi salah satu sarana transportasi yang

disukai oleh masyarakat modernis saat itu.
Transportasi merupakan alat pengangkutan atau sarana penting dalam kehidupan
manusia yang berkembang bersamaan sesuai dengan tuntutan kebutuhan manusia. Semakin
bertambah baiknya alat transportasi dan jalan yang semakin besar pula maka semakin tinggi
tingkat mobilitas manusia dan kemungkinan manusia dalam memperoleh sumber
penghidupan yang baik, mulai yang digerakkan oleh kekuatan alam hingga kekuatan
manusia yang kemudian berkembang lebih maju lagi setelah ditemukannya mesin-mesin
otomotif. Ini menimbulkan ironi tersendiri dalam perkembangan perkotaan di Asia
Tenggara, terutama mengenai polusi dan kemacetan.
Jalan juga dinilai sebagai elemen penting dalam keberlangsungan suatu kota,
bahkan juga negara. Hal inilah yang mendorong Daendels ketika menjadi Gubernur
Jenderal untuk membuat akses jalan agar dapat mempertahankan Jawa dari serangan
Inggris. Daendels kemudian membangun jalan dari Anyer-Panarukan atau yang sering
disebut juga sebagai Grote Postweg guna mempermudah dalam mobilisasi militer di Jawa.
Grote Postweg atau jalan raya pos ini memiliki skema yang sama seperti “Roman
Highroads”, dimana pembangunannya untuk kepentingan militer. Pembangunan jalan ini

membutuhkan biaya dan pekerja dalam jumlah besar. Dampak positif dari Jalan raya pos ini
adalah mampu meningkatkan keuntungan penduduk lokal baik industri maupun
perdagangan dan bagi pemerintah kolonial dapat memudahkan mobilisasi militer. Jalan

juga merubah orientasi perumahan-perumahan di seluruh Asia Tenggara yang awalnya
menghadap ke sungai menjadi menghadap ke jalan dan membelakangi sungai.
6

Kalesa adalah mode transportasi yang ditarik oleh seekor kuda, memiliki dua
roda dan dikenderai oleh seorang sopir. Dibawa oleh para koloni Spanyol di Filipina pada
abad 18. Di Indonesia dikenal juga dengan nama delman.

Berkembangnya

transportasi

mesin

di

Indonesia

membuat


jalanan

Poerwasarieweg di Surakarta sudah dipenuhi dengan para pejalan kaki dan gerobak-

gerobak kuda atau sapi yang hilir mudik sepanjang jalan. Para pejalan kaki ini umumnya
berjalan tanpa alas kaki, mereka harus berbagi jalan dengan gerobak-gerobak sapi yang
kadang kala membuang kotoran di sepanjang jalan dan belum lagi debu-debu yang
dihasilkan saat mobil-mobil melintas menambah kesengsaraan para pejalan kaki ini.
Perkembangan dalam dunia otomotif ini semakin menggusur para pejalan kaki ini, hal ini
menyimbolkan bahwa adanya penindasan para pejalan kaki yang kebanyakan merupakan
pribumi oleh para pengemudi mobil-mobil yang kebanyakan merupakan orang Eropa
seperti yang diungkapkan oleh Mas Marco dalam Doenia Bergerak. Jalan awalnya memang
dibuat untuk memudahkan mobilisasi orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain,
namun seiring dengan berkembangnya zaman jalan memiliki makna dan implikasi yang
semakin luas. Jalan tidak lagi sebagai infrastruktur kota tapi juga sebagai arena untuk
mempertontonkan kekuasaan, kekayaan, gaya hidup, dan bahkan dalam waktu yang
bersamaan dapat juga untuk meminggirkan kelompok-kelompok tertentu yang kalah dalam
persaingan.7
Pada awal tahun 1920-an, mobil telah menjadi hal yang biasa di kalangan elite di
kota-kota Asia Tenggara dan telah mencapai jumlah yang cukup untuk menyebabkan

beberapa masalah kemacetan di pusat-pusat kota. Meskipun penggunaannya

hampir

semata-mata oleh elit Eropa yang kaya, pada 1930-an mobil sudah mendominasi lalu lintas
di kota-kota Asia kolonial tertentu, seperti Kuala Lumpur, Jakarta, dan Bangkok. Di
Surakarta, Pakubuwono X menggunakan mobil sebagai simbol perlawanan terhadap
Belanda, sikap ini diperjelas dengan pembelian mobil Daimler tersebut oleh keluarga Sunan
Solo, disebabkan karena Sunan tidak mau kalah gengsi dengan Gubernur Jenderal.
Sebelumnya, ketika Gubernur masih menggunakan mobil merk Fiat atau sebuah kereta
yang ditarik dengan 40 ekor kuda, tidak seorang pun berani menyainginya. Tetapi tiba-tiba

7

167.

Purnawan Basundoro., Pengantar Sejarah Kota , (Jogjakarta: Ombak, 2012).hlm.

saja Sunan Solo memesan mobil dari pabrik dan merk yang sama, Kanjeng Raden
Sosrodiningrat memesan mobil Daimlernya lewat Prottel & Co.8

Jalan-jalan disebagian besar negara Asia Tenggara memang belum sepenuhnya
bagus yang membuat resiko pengangkutan hail-hasil panen yang akan di ekspor semakin
tinggi. Untuk mengurangi resiko tersebut, para pengusaha harus menyediakan alat-alat
penunjang seperti transportasi dan jalan untuk mengembangkan hasil produksi. Jhr. Van der
Wijk mengusulkan untuk membangun rel di Jawa pada 1840 untuk mempermudah
membawa barang ekspor. Rel pertama di Jawa dibangun rute dari Semarang-TanggungKedung Jati, untuk mengangkut komoditas hasil ekspor dari Vorstenlanden menuju
Semarang. Pembangunan rel pertama di wilayah tersebut dikarenakan melimpahnya
komoditas ekspor seperti tembakau, teh, kopi, dan tebu di wilayah Vorstenlanden dan juga
terjadinya krisis keuangan para penguasa tanah di wilayah Batavia yang membuat para
penguasa tanah enggan melepaskan tanahnya untuk pembangunan rel.
Keberadaan rel ini membuat mode transportasi kereta api dan trem menjadi
populer di kawasan Asia Tenggara. Pada periode 1910 sampai 1930-an trem menjadi sangat
populer sebagai transportasi perkotaan di negara-negara di Asia Tenggara. Pembentukan
badan-badan yang mengurusi perkeretaapian seperti NISM (Nederland Indische Spoorweg
Maatschpij) di Indonesia, FMSR (Federated Malay States Railway) di Malaysia, dan SRT (
State Railway of Thailand) diakhir abad ke-19 membuat transportasi perkotaan di Asia

Tenggara semakin semarak. Jalur kereta api di Malaysia pertama kali dibuka adalah rute
Taiping-Port Weld pada tahun 1885 kemudian tahun 1886 dibuka jalur dari Kuala LumpurKlang. Sedangkan di Thailand dibuka jalur pertama pada tahun 1892 dari BangkokAyutthaya.
Pada awalnya trem masih ditarik dengan hewan-hewan sesuai dengan iklim

daerahnya, untuk wilayah Asia tengara hewan seperti kerbau, sapi, kuda, unta, dan gajah
digunakan untuk menarik trem sebelum trem uap dan listrik ditemukan. Jalur trem ini
8

Joko Prayitno, Mobil Masa Kolonial Belanda, Sebuah Pameran Kekuasaan
dalam
http://phesolo.wordpress.com/2011/12/21/mobil-masa-kolonial-belanda-sebuahpameran-kekuasaan/ diakses pada 21 Mei 2014.

biasanya melintasi sepanjang pusat kota dan melewati tempat-tempat penting seperti pasar,
kuil, istana, tempat hiburan, kuburan, dan tempat ibadah. Stratifikasi kelas sosial dan ras
oleh kolonial menciptakan aturan unik dalam trem, tempat duduk kelas satu dan dua
digunakan untuk orang-orang Eropa dan bangsawan dimana tempat duduknya sangat
nyaman. Sedangkan, di kursi bagian belakang yang dari kayu yang keras untuk orang-orang
kelas bawah. Bahkan penumpang tanpa pakaian dan sedang menderita penyakit yang
menular dilarang untuk naik trem.9

Gambar 4: Trem ditarik Kuda di Surakarta

Gambar 5: Trem dipenuhi oleh Biksu di Rangoon


Sumber: http://www.skyscrapercity.com

Sumber : http://www.tramz.com/tva/mm.html

Trem harus berbagi jalan dengan mobil, motor, sepeda, gerobak, dan pejalan kaki
yang masih mendominasi jalanan di perkotaan besar di Asia Tenggara. Kolonialisme di
Asia Tenggara membawa pengaruh yang besar bagi dunia transportasi perkotaan Asia
Tenggara. Masuknya listrik juga semakin menambah semarak dunia transportasi di
perkotaan, siang dan malam kota tidak pernah mati dengan kehidupannya. Segala bentuk
teknologi atau inovasi dalam dunia transportasi menjadi sebuah simbol modern bagi
penduduk perkotaan.
Trem listrik mulai masuk ke Asia Tenggara pada tahun 1891 di Singapura dan
mulai digunakan permanen pertama kali di Bangkok pada 1893. Di Jawa sendiri baru pada

9

A Survey Of Tramways In Colonial
www.tramz.com/tva/tvs.html. diakses pada 20 Juni 2014.

ASIA

dalam

http://

tahun 1899 trem listrik mulai berkembang. Berikut ini tabel tahun penggunaan trem di
beberapa kota Asia tenggara :
Tabel. 1
Tahun Penggunaan Beberapa Jenis Trem di Asia Tenggara
Trem hewan

Trem Uap

Trem Listrik

Akhir
Penggunaan

Jakarta

1869

1881

1899

1962

Surabaya

-

1890

1923

1968

Saigon

-

1881

1923

1953

Rangoon

-

1884

1906

Perang Dunia
II

Penang

1898

1880

1906

1956

Manila

1880

1880

1920

1944

Singapore

-

1885-1894

1891

1927

Sumber : A Survey Of Tramways In Colonial ASIA dalam http://www.tram.com

Trem berkembang seiring dengan datangnya kolonialisme dan investasi orang
Eropa di wilayah Asia Tenggara dan akhir dari penggunaan trem juga dipengaruhi oleh
keberadaan Orang Eropa di Kota-kota di wilayah Asia Tenggara. Beberapa sebab
mempengaruhi berakhirnya era kejayaan trem sebagai mode transportasi perkotaan antara
lainnya adalah, depresi ekonomi yang melanda tahun 1930 atau disebut juga dengan zaman
malaise10, berakhirnya kolonialisme di Asia Tenggara dan terjadinya Perang Dunia II juga

turut andil dalam merosotnya penggunaan trem.

10

Zaman malaise adalah sebuah peristiwa menurunnya tingkat ekonomi secara
dramatis di seluruh dunia yang mulai terjadi pada tahun 1929. Depresi dimulai dengan
peristiwa Selasa Hitam, yaitu peristiwa jatuhnya bursa saham New York pada tanggal 24
Oktober dan mencapai puncak terparahnya pada 29 Oktober 1929. Depresi ini
menghancurkan ekonomi baik negara industri maupun negara berkembang. Volume
perdagangan internasional berkurang drastis, begitu pula dengan pendapatan perseorangan,
pendapatan pajak, harga, dan keuntungan.

Transportasi Murah Masyarakat Perkotaan
Yang dimaksud dengan transportasi perkotaan yang murah untuk penduduk
berpenghasilan rendah adalah dengan memenuhi penggunaan bahan bakar yang rendah,
dikhususkan untuk buruh, dan jangkauannya daerah yang kecil. 11 Mode transportasi ini
memiliki popularitas yang sangat tinggi di perkotaan negara-negara Asia tenggara yang
memiliki latar belakang ekonomi maupun pemerintahan dan perbedaan dalam kapasitas
penumpang.
Tahun 1950-1960-an menjadi akhir dari periode transportasi trem, seiring dengan
berakhirnya kolonalisme di Asia Tenggara. Sebagian besar penduduk di kota-kota besar
Asia Tenggara masih menjadikan jalan kaki sebagai sarana mobilisasi terutama bagi
mereka kaum miskin. Tercatat pada sekitar tahun 1970 hampir 60% penduduk Jakarta
berjalan kaki menuju tempat mereka bekerja.12 Mode transportasi murah menjadi populer
setelah era trem karena memang ditunjukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Di
beberapa kota di Asia Tenggara mode transportasi oplet, mikrolet, jeepney, dan tuk-tuk
menjadi sangat populer di era 1970 hingga sekarang.
Oplet merupakan mode transportasi yang dikenal di daerah Jakarta dan sejak tahun
1930 sudah eksis, namun baru pada tahun 1960-1970-an menjadi populer. Oplet merupakan
hasil modifikasi dari Sedan Morris oleh perusahaan Karoseri di Meester Cornelis. Dengan
interior yang terbuat dari kayu, oplet hanya dapat menampung sekitar 10 orang. Bagian
jendela sampingnya dibiarkan terbuka agar bisa menikmati udara luar, sedangkan pintu
masuk di bagian belakang dibuat 2 daun mirip pintu “cowboy” oplet jaman dulu. Bagian
atap mobil juga dilapis anyaman tikar dan sedikit diberikan “overstek” guna melindungi
dari terpaan air hujan bagi penumpangnya. Satu lagi yang menarik adalah desain interior
mobil berikut bangku penumpang juga terbuat dari bahan bambu dan tikar. Pada tahun
11

Marie Danielle Guillen. A Study on Development of Local Public Transport
Policy: The Case of Tricycles and “Habal-habal” in Davao City, Philippines dalam the
Graduate School of Systems and Information Engineering in Partial Fulfillment of the
Requirements for the Degree of Master of Policy and Planning Sciences di University of
Tsukuba. hlm.20.
12

The state of Asian urban transport dalam
/sustrannet/actionguide/TSCh2.pdf yang diakses pada 19 Juni 2014.

www.oocities.org

1979 izin dari oplet dicabut, karena akan diganti dengan mikrolet (mikro oplet). Oplet
sempat terangkat kembali pada tahun 1990-an ketika tampil dalam serial “Si Doel Anak
Sekolahan”. Mikrolet merupakan pengganti oplet sebagai transportasi perkotaan yang
murah, mulai beroperasi pada tahun 1980. Awalnya sopir mikrolet ini diprioritaskan kepada
para sopir oplet yang sudah 3 tahun bekerja, namun dalam prakteknya gagal karena
mikrolet ini kemudian dimiliki oleh para juragan besar sehingga memunculkan sopir-sopir
setoran. Persentase pengguna angkutan umum perkotaan di Indonesia terus mengalami
penurunan persentasi, rata-rata sebesar 1% per tahun (MTI, 2005), bahkan di kota Jakarta
diperkirakan mencapai 3% per tahun (Sitramp, 2004, JUTPI, 2010). Kepemilikan
kendaraan pribadi baik sepeda motor dan mobil yang meningkat karena kemudahan yang
dinikmati penggunanya memberikan kontribusi terhadap kenaikan jumlah tersebut.
Mode transportasi perkotaan yang murah di Filipina yang paling populer adalah
Jeepney. Terbuat dari mobil jeep militer milik Amerika Serikat peninggalan Perang Dunia

II. Secara etimologis Jeepney berasal dari kata jeep (mobil jeep) dan knee (lutut), dimana
saat jeep penuh sesak penumpang akan saling berhadapan lututnya. Jeep dimodifikasi
dengan penambahan atap serta kursi penumpang yang saling berhadapan dan dicat dengan
warna yang menarik. Perusahaan pertama yang memproduksi Jeepney adalah Sarao pada
tahun 1953. Selain oplet, mikrolet, dan jeepney terdapat pula transportasi perkotaan yang
murah yang beada di Thailand yaitu tuk-tuk.

Gambar 6: Jeepney di jalanan kota Manila
Sumber: www.tourisinthephilippines.com

gambar 7: Oplet dalam serial Si Doel
sumber: newup2date.blogspot.com

Banyak Asap Di Sana
Semakin berkembangnya dunia otomotif di Asia Tenggara memunculkan berbagai
masalah perkotaan yang baru. Hal yang tidak bisa dihindari dari berkembangnya industri
otomotif adalah kemacetan dan polusi udara yang semakin menghantui perkotaanperkotaan di Asia tenggara. Disisi lain Asia Tenggara diserbu oleh eksportir-eksportir
otomotif dari mancanegara terutama Jepang, Cina, dan Amerika Serikat. Kota-kota besar
seperti Bangkok, Manila, Jakarta, Surabaya, dan Kuala Lumpur menjadi sasaran utama bagi
industri otomotif negara maju.
Sejarah industri otomotif Thailand dimulai pada tahun 1960, ketika pemerintah
Thailand mengesahkan sebuah kebijakan substitusi impor untuk meningkatkan industri
lokal. Pada tahun 1961, perusahaan yang pertama adalah , "Anglo-Thai Motor Company"
(perusahaan patungan antara Ford dari Inggris dan Thailand Industri Motor Co), mulai
perakitan lokal.13 Pasar ini sangat kecil, dengan hanya 3.232 mobil penumpang yang dijual
dan hanya 525 kendaraan (310 mobil, 215 truk) dirakit di Thailand pada tahun 1961.
Meskipun demikian produsen baru dengan cepat muncul, seperti Fiat "Karnasuta Majelis
Umum Co" dan perusahaan patungan antara Siam Motors dan Nissan.

Pada awal tahun 1980-an muncul fenomena-fenomena mobil nasional di negaranegara Asia Tenggara, terutama di Malaysia dan Indonesia. Malaysia dengan Proton
(Perusahaan Otomobil Nasional Sendirian Berhad) yang merupakan pabrik mobil yang
memproduksi mobil nasional Malaysia. Proton bekerja sama dengan Mitsubishi untuk
memproduksi mobil nasional pada tahun 1985 yang menghasilkan mobil nasional pertama
yang merupakan hasil modifikasi dari Mitsubishi Lancer Fiore yang kemudian menjadi
simbol permulaan bangkitnya industri otomotif di Malaysia. Proton menguasai 65%
penjualan mobil domestik dan mulai melebarkan sayap ke beberapa negara Eropa.

13

Fujita, Mai (1998), "Industrial Policies and Trade Liberalization: The
Automotive Industry in Thailand and Malaysia ", in Omura, Keiji, The Deepening
Economic Interdependence in the APEC Region, Singapore: APEC Study Center, Institute
of Developing Economies.

Tabel.2
Volume Penjualan Kumulatif Proton di pasar yang ditentukan

Negara

Mobil Terjual

Tahun

Malaysia

3.500.000

1985 - 2013

China

186.842

2009 - 2013

UK

151.441

1989 - 2013

33.547

1995 - 2013

Australia
Singapura

23.951

1989 - 2013

Thailand

19.188

2007 - 2012

Jerman

15.479

1995 - 1999

Sumber: Proton Holdings Berhad (http:/ / www. proton. com/ )

Pada pertengahan tahun 1990 di Indonesia juga hadir mobil nasional yang diberi
nama Timor (Teknologi Industri Mobil Rakyat). Pelaksanaan produksi mobil Timor ini
dipegang oleh PT. Timor Putra Nasional yang dimiliki oleh Hutomo Mandala Putra atau
Tommy Soeharto. Habibie sebagai Menristek pernah mengomandoi sebuah proyek mobil
nasional yang diberi nama Maleo, namun dananya tersedot semua untuk pendanaan mobil
Timor sehingga Maleo mengalami kemunduran. Timor sendiri merupakan hasil modifikasi
dari mobil Korea Selatan yaitu Kia Sephia. Sempat mengalami sengketa dengan WTO dan
Jepang soal diskriminasi pembebasan pajak bagi perusahaan Korea Selatan, Kia. Timor
ternyata tidak sesukses mobil nasional milik Malaysia, Proton.
Dengan semakin berkembangnya transportasi perkotaan di Asia Tenggara yang
membuat wilayah ini tidak lagi berada di lingkungan negara yang terbelakang dalam
ekonomis atau

politik. Ditandai dengan luas kota-kota besar dan pedesaan dengan

pemukiman padat,

sulit untuk membayangkan bahwa harimau yang pernah menjadi

ancaman besar bagi orang-orang yang tinggal di pinggiran kota besar Asia Tenggara.
Dengan binatang liar dibuang ke kebun binatang dan bahkan becak dan sepeda hampir

hilang, fitur-fitur utama dari Kota Asia Tenggara adalah pusat perbelanjaan, jalan raya
padat, dan asap meresap yang timbul dari industri perkotaan dan transportasi bermotor.14
Kemacetan menjadi makanan sehari-hari masyarakat perkotaan di Asia tenggara.
Karena hampir sebagian besar kota-kota di Asia tenggara seperti Jakarta, Bandung, dan
Manila masih belum memiliki Mass Rapid Transit (MRT) guna menanggulangi masalah
kemacetan yang terjadi di perkotaan. Tercatat hanya Kuala Lumpur, Bangkok dan
Singapura saja yang telah terdapat MRT yang memadai untuk akses transportasi perkotaan.
Jumlah kendaraan bermotor yang cukup tinggi juga menyumbang polusi udara yang
semakin tidak sehat di kawasan perkotaan Asia tenggara terutama Jakarta.
Menurut data dari WHO, menobatkan Asia Tenggara sebagai wilayah dengan
tingkat polusi yang tertinggi di dunia. Polusi menyumbang hampir 2,1 juta kematian di
Asia Tenggara pada tahun 2010 dan mencapai 2,8 juta pada tahun 2012, penyebabnya
antara lain karena penyakit kanker paru-paru. Perlunya kontrol dan kebijakan mengenai
transportasi perkotaan yang murah dan ramah lingkungan menajdi satu-satu solusi untuk
menanggulangi segala masalah yang ada dalam lingkup perkotaan di Asia Tenggara.

14

Charles Hirschman dan Sabrina Bonaparte., op.cit., hlm 1.

Daftar Pustaka
Artikel:
Arkaraprasertkul, Non. 2010. “Dynamic Soi: Neighborhood and Urban Life” dalam Rian
Thai: International journal of Thai Studies Vol.3/2010.
Guillen, Marie Danielle. 2004. “A Study on Development of Local Public Transport Policy:
The Case of Tricycles and “Habal-habal” in Davao City, Philippines” dalam the
Graduate School of Systems and Information Engineering in Partial Fulfillment of
the Requirements for the Degree of Master of Policy and Planning Sciences di
University of Tsukuba.
Hirschman, Charles and Bonaparte, Sabrina. “Population And Society In Southeast Asia: A
Historical Perspective” dalam
Huff, Greg. 2012. “Gateway Cities And Urbanisation In Southeast Asia Before World War
II” dalam Discussion Papers in Economic and Social History Number 96,
February 2012 University of Oxford.
M, Taproh. 2009. “Quadruple murderous imperialist 1900-1945” dalam The History of
Cambodia from 1st Century to 20th Century.
Siti Aminah. “Transportasi Publik dan Aksesibilitas Masyarakat Perkotaan” diterbitkan
oleh Jurusan Ilmu Politik FISIP, Universitas Airlangga.
Stark, Miriam T. 1998. “The Transition to History in the Mekong Delta: A View from
Cambodia” dalam International Journal of Historical Archaeology, Vol. 2, No. 3,
1998.
Ueda, Yoko. 2009. “The Origin and Growth of Local Entrepreneurs in Auto Parts Industry
in Thailand” dalam Center for Contemporary Asian Studies paper no.25 Dosisha
University.
Williamson, Jeffrey G. 2013. “The Commodity Export, Growth, and Distribution
Connection in Southeast Asia 1500-1940” dalam makalah yang dipresentasikan di
Southeast Asian Economic Growth Conference, Bangkok 21-23 Maret 2013.
Witkowski, Terrence H. 2013. “Early History and Distribution of Trade Ceramics in
Southeast Asia” diterbitkan oleh Department of Marketing, California State
University, Long Beach, USA.

Buku:
Bateman, Sam, dkk. 2009. Good Order at Sea in Southeast Asia. Singapore: Nanyang
University.
Bustamam-Ahmad, Kamaruzzaman dan Patrick Jory (ed). 2011. Islamic Studies And
Islamic Education In Contemporary Southeast Asia. Kuala Lumpur: Yayasan
ilmuwan.
Mcvey, Ruth (penyunting). 1998. Kaum kapitalis Asia Tenggara: patronase negara dan
rapuhnya struktur perusahaan. Jakarta: Yayasan Obor.
Mrazek, Rudolf. 2006. Engineers of Happy Land: Perkembangan Tekologi dan
Nasionalisme di sebuah Koloni, Jakarta: Yayasan Obor.
Purnawan Basundoro.2012. Pengantar Sejarah Kota , Jogjakarta: Ombak.
Reid, Anthony. 1992. Asia Tenggara dalam kurun niaga 1450-1680, jilid I : tanah dibawah
angin. Jakarta: Yayasan Obor.
Sudharmono Pratama. 2012. Sejarah asia tenggara modern dari penjajahan ke
kemerdekaan. Jogjakarta: Ombak.