PERAN ASEAN DALAM MENANGANI ISU TERORISME DI KAWASAN ASIA TENGGARA

(1)

i PERAN ASEAN DALAM MENANGANI ISU TERORISME DI KAWASAN

ASIA TENGGARA Skripsi

Disusun dan diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Politik (S.IP)

Strata-I

Ilmu Hubungan Internasional

Oleh : Indela Maymori NIM. 201010360311111

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2014


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

vi KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’ alamin, segala puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta izin – Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Peran ASEAN dalam Menangani Isu Terorisme di Kawasan Asia Tenggara.” Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide – ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Ruli Inayah Ramadhoan,M.Si dan Bapak M. Syaprin Zahidi, MA sebagai Pembimbing yang memberikan arahan, ilmu pengetahuan, pengalaman, dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2. Kedua Orang tua penulis, Bapak Yufendri dan Ibu Desmayarti yang tak hentinya berdo’a, memberikan dukungan dan semangat nya pada penulis. Maaf telah membuat mama sama bapak dirumah khawatir dan menunggu hingga selesei. Terima kasih atas kasih sayangnya. 3. Uda tersayang satu – satunya di dunia ini Ray Farandi, terima kasih

atas dukungan dan menjadi Uda yang baik. Cepat seleseikan skripsinya Uda Randi.

4. Para narasumber yang banyak memberikan data, dimulai dari Mbah Google hingga menyebar dan memberikan banyak data untuk menyeleseikan penelitian ini, yap... dimulai dari google.

5. Bapak – bapak dan Ibu – ibu Dosen Jurusan Hubungan Internasional yang telah membimbing selama ini terima kasih banyak.

6. Teman – teman penulis yang baik hati ada Anggi Shilvia Astikasari yang selalu tetap bertahan, Mbak Irma tercinta, teman – teman Teater Sinden I Love You Guys, anak – anak kost kuning gang 3b Riska, Devi, Tika, Ema, yang janjian bakal wisuda sama – sama tapi...


(7)

vii yasudahlah... dan kak Fani, serta teman – teman HI angkatan 2010 kelas A,B,C sama – sama berjuang juga. Terima kasih.

7. Kepada keluarga penulis ibuk Fatmawati, Uni Ija, Poppy, Uda Tomi serta semua keluarga yang di Sumbawa, juga Bunda di padang, Mak Uniang, Uni Nenen, Tiwi dan seluruh keluarga besar dipadang terima kasih atas perhatian dan kepeduliannya, juga semua orang yang penulis pernah kenal. Terima kasih

8. Semua pihak yang telah membantu dalam menyeleseikan skripsi ini terima kasih banyak.

Semoga dengan segala bantuan yang diberikan mendapat imbalan di dari Allah SWT sebagai amal ibadah, Amin. Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan – perbaikan kedepan.

Malang, 09 Desember 2014


(8)

viii DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 7

1.3Tujuan Penelitian ... 7

1.4Manfaat Penelitian ... 7

1.5Penelitian Terdahulu ... 8

1.6Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori ... 19

1.7Metodologi Penulisan ... 29

1.8Hipotesis ... 33

1.9Sismatika Penulisan ... 33

BAB II Isu Terorisme dan Peran ASEAN dalam Menangai Isu Terorisme 2.1Isu Terorisme di kawasan Asia Tenggara 2.1.1 Bentuk Terorisme di Asia Tenggara ... ..35

2.1.2 Kelompok Terorisme di Asia Tenggara ... 43


(9)

ix BAB III Alasan ASEAN dalam Perang Melawan Terorisme

3.1Peran ASEAN dalam menangani Isu Terorisme di kawasan Asia Tenggara ... 67 3.2Alasan ASEAN fokus berperan terhadap Isu Terorisme di Asia

Tenggara melalui Rezim Internasional ...79 BAB IV PENUTUP ... 86 DAFTAR PUSTAKA ... xvi


(10)

x DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Posisi Penulisan ... 17 Tabel 1.2 Kelompok Terorisme di Asia Tenggara ... 45 Tabel 1.3 Pemimpin – pemimpin kelompok Abu Sayyaf ... 52 Tebel 1.4 Badan yang dibentuk untuk membantas terorisme oleh Negara – negara Anggota ASEAN ... 64


(11)

xi DAFTAR BAGAN

Gambar A. Struktur Organisasi Jemaah Islamiyah ... 48

Gambar B. Hubungan Antara Kelompok Terorisme di Asia Tenggara ... 55

Gambar C. Terorisme Pada Perang Dingin, Setelah Perang Dingin dan Pasca 9/11 ... 83


(12)

xii DAFTAR SINGKATAN

ASEAN Association South East Asian Nation

ARF ASEAN Regional Forum

ACCT ASEAN Convention on Counter Terrorism KTT Konferensi Tingkat Tinggi

KSAD Kepala Staf Angkatan Darat

ACAMM ASEAN Chief of Army Multilateral Meeting

AS Amerika Serikat

PBB Persatuan Bangsa – Bangsa

AMMTC ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime CFT Convention on Financing Terrorism

JI Jemaah Islamiyah

ASG Abu Sayyaf Group

NPA New People's Army

MILF Moro Islamic Liberation Front

WTC World Trade Center

PULO Pattani United Liberation Organization KMM Kumpulan Mujahidin Malaysia

PNP Phlippine National Police ATTF Anti-Terrorism Task Force AFP Armed Forces of Philippines

AMMTC+3 ASEAN Plus Three Ministerial Meeting on Transnational Crime

SOMTC+3 Senior Officials Meeting on Transnational Crime JCLEC Jakarta Center for Law Enforcement Cooperation

ACPoA on CT ASEAN Comprehensive Plan of Action on Counter Terrorism


(13)

xiii

ASM Asia-Europe Meeting

TTCTF Terrorisme and Transnational Crime Tassk Force NSC The National Security Council

THAI – MECC Thailand Maritime Enforcement Coordination Center ISA Internal Security Act

AML/CFT Strategic anti – money Loundering and Countering the Financing of Terrorism

ARMM Autonomous Region of Muslim Mindanao RCAF Royal Cambodian Army Forces

NCTC Cambodian National Counter Terrorism Committee SEANWFZ South-East Asia Nuclear Weapon Free Zone

CTC Counter Terrorism Committee ASEANPOL ASEAN Chiefs Of Police VAP Viantiane Action Programme

WG on CT Working Group on Counter Terrorism AEMM ASEAN – Uni Eropa Ministerial Meeting


(14)

xiv DAFTAR PUSTAKA

Buku

Cipto, Bambang, 2007, Hubungan Internasional Di Asia Tenggara, Yogyakarta : Pustaka Pelajar (Hal 237)

Lasina, Aspek Hukum Pemberantasan Terrorisme di Indonesia , Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman

Soetriadi, Ewit, 2008, Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme dengan Hukum Pidana, Universitas Diponogoro Semarang

Krasner, S. 1983. International Regime. Cornell University Press, Ithaca

Metodologi Penelitian, Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia

Wibisono, Nuansa, 2014, Kelompok Abu Sayyaf dan Radikalisme di Filipina Selatan : Analisis Organisasi Terorisme – Asia Tenggara

Sulistyo,Adi, 2014, Crime - Terror Nexus di Asia Tenggara, Jakarta

Sudarto, 2009, Manajemen Krisis dalam Penanggulangan Terorisme

Amora,Media, 2010, Arti Strategis Metodologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.

Ahmad S.,Reza, 2010, Pembentukan Badan Metodologi, FISIP, UI.

Jurnal

Mardenis, Perkembangan Konstelasi Politik Internasional dan Implikasinya Terhadap Politik Hukum Nasional Indonesia dalam Pemberantasan Terorisme,

Jurnal Dinamika Hukum, Vol 11 No.1 Januari 2011, Hal 161 - 174

Muh. Arsyad Maf’ul, Peran Komunitas Keamanan ASEAN dalam Menghadapi Masalah Terorisme, Humanis, Volume XII Nomor 2, Juli 2011, Universitas Negeri Makasar (hal. 145)

Diane K. Mauzy and Brian L. Job, The U.S. War on Terror: Southeast Asia as a Second Front, U.S. Policy In Southeast Asia, Asian Survey, Vol. XLVII, No. 4, July/August 2007 (hal 365 – 366)


(15)

xv Mohamad Faisol Keling, Md. Shukri Shuib, Mohd Na’eim Ajis, and Achmad Dzariean Mohd Nadzr, The Problems of Terrorism in Southeast Asia, Journal of Asia Pacific Studies Vol 1, No 1,2009, Universitass Utara Malaysia, Hal. 27-48

Skripsi dan Tesis

Maya Damayanti, 2012 Kerja Sama ASEAN dalam Menghentikan Aliran Dana Operassional Terorisme Internasional di Asia Tenggara, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Dewi Kueniawati (1006743506) , 2012, Peran Strategis Kerjasama Intelejen ASEAN dalam Upaya Pencenggahan Serangan Teroris di Indonesia (Studi Kasus : Kegagalan Intelejen Pada Bom Bali Pertamana 12 Oktober 2002, Tesis Departemen Hubungan Internasional, Universitas Indonesia Jakarta

Evely Adisa (1006743872), 2012, Rezim Non – Proliferasi Nuklir Internasional dan Program Nuklir Iran, Tesis Pascasarjana Hubungan Internasional, Universitas Indonesia, Jakarta

Danang Suko Wiyono, (05260116), 2010, Pengaruh 11 September 2001 terhadap Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat ke Indonesia dalam War On Terrorism,

Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang.

Adhe Nuansa Wibisono (1206299023), Radilakisasi Mantiqi I : Kompetisi Internal dalam tubuh Jamaah Islamiyah, Universitas Indonesia.

Media Internet

Fakta Tentang Tragedi 11 September, dalam http://forum.viva.co.id/index2.php

(diakses pada 15 April 2014, 09.12 WIB)

Tentara ASEAN Bentuk Unit Kecil Atasi Terorisme, dalam

http://www.tempo.co/nasional/ (diakses pada 18 April 2014, Pukul 16.49 WIB) Zuhairi Misrawi , Terorisme dan "Politik Kambing Hitam" dalam http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=521&coid=3&caid=22&gid=1 (diakses pada Tanggal 28 April 2014, Pukul 12. 41 WIB)

Lembar Pengertian Terorisme Sesuai UU.No.2 Tahun 2002, dalam

http://www.kodam-tanjungpura.mil.id/penpas/Edisi%2011%20Nopember%202011.pdf (diakses pada tanggal 05 April 2014, Pukul 11.13 WIB)


(16)

xvi

Pengertian Terorisme dan Menurut Para Ahli dan Organisasi Terorisme, dalam

http://www.lintas.me/go/sarjanaku.com/pengertian-terorisme-menurut-para-ahli (diakses pada tanggal 05 April 2014, Pukul 12.28 WIB)

Dian Kurnia, 2012, Apa Itu Terorisme?, dalam http://www.tnol.co.id/blog-anda/15707-apa-itu-terorisme.html (diakses pada tanggal 05 April 2014, Pukul 12.45 WIB)

Adeyaka Wuri Aksani Rezim dan Organisasi Internasional, dalam http://adeyaka-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-74596-Rezim Rezim Internasional-Rezim dan Organisasi Internasional.html (diakses pada Tanggal 10 Juni 2014, Pukul 11.05 WIB)

Euodia Rinthania Kristi, Rezim Internasional dalam http://rinthania-kristi-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-76772-Rezim%20Internasional (diakses pada Tanggal 10 Juni 2014, Pukul 09.33 WIB)

Krasner, Stephen D. 1982. “Structural Causes and Regime Consequences: Regimes as Intervening Variables.” International Organization 36/2 (Spring). Reprinted in Stephen D. Krasner, ed., International Regimes, Ithaca, NY: Cornell University Press, 1983 Created by Euodia Rinthania Kristi dalam http://rinthania-kristi-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-76772-Rezim%20Internasional (diakses pada Tanggal 10 Juni 2014, Pukul 10.21 WIB)

Haggard, Stephan & Simmons, Beth A. 1987. “Theories of International Regimes”,International Organization, Vol. 41, No.3 (Summer, 1987). pp. 491-517, dalam http://mandayuanita-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-75033-Rezim%20Internasional-Teori%20Rezim%20Internasional.html (diakses pada Tanggal 10 Juni 2014, Pukul 16.42 WIB)

Fenomena Terorisme di Asia Tenggara, 2014, dalam

http://www.damailahindonesiaku.com/tinjauan/271-fenomena-terorisme-di-asia-tenggara.html (diakses pada tanggal, 02/09/2014, pukul 10.42 WIB)

Isu Terorisme di Asia Tenggara, 2014, dalam http://jurnalsrigunting.com/ (diakses pada tanggal 25/08/2004, Pukul 09.01 WIB)

Terorisme Di Indonesia: Jaringan Noordin Top ,2006, Crisis Group Asia Report (diakses pada Tanggal 25 Agustus 2014, Pukul 09.26 WIB)

Felin Kinanti, 2012, Terrorism and Piracy in Southeast Asia, http://fellinkinanti-fisip10.web.unair.ac.id/index.html (diakses pada tanggal 25/08/2014, Pukul 09.34 WIB)


(17)

xvii Baiq Wardhani, 2012, Iredentismes Islamis di Asia Tenggara, dalam http://baiq-

wardhani-fisip.web.unair.ac.id/artikel_detail-64327-Umum-Iredentisme%20Islamis%20di%20Asia%20Tenggra.html (diakses pada tanggal 25/08/2014, Pukul 10.57 WIB)

Diane K. Mauzy and Brian L. Job, The U.S. War on Terror: Southeast Asia as a Second Front, U.S. Policy In Southeast Asia, Asian Survey, Vol. XLVII, No. 4,

July/August 2007 (hal 365 – 366) dalam

http://www.hks.harvard.edu/fs/pnorris/Acrobat/Burma_Mauzy_Job.pdf (diakses pada tanggal 16/08/2014, pukul 09.57 WIB)

Engel, Mathew. “US may turn attention to far east terror groups”, The Guardian, dikutip dari Dewitri, Arah Politik Keamanan Amerika Pasca 9/11 untuk Asia Tenggara, 2010, dalam http://dewitri.wordpress.com/about-international-studies/ (diakses pada tanggal 16/08/2014, pukul 10.05 WIB)

Meylysania, 2012, Jaringan Terorisme di Asia Tenggara, dalam

http://meylysania-o-d-fisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail-49131-Umum-JARINGAN%20TERORISME%20DI%20ASIA%20TENGGARA.html (diakses

pada tanggal 01/09/2014, pukul 09.29 WIB)

Mengintip Struktur Jaringan Teroris Jamaah islamiyah, 2010, dalam

http://www.tribunnews.com/nasional/2010/09/24/mengintip-struktur-jaringan-teroris-jamaah-islamiah (diakses pada tanggal 01/09/2014, pukul 09.43 WIB) Rommel C. Banlaoi, “Al (arakatul Al )slamiyah : Essays On the Abu Sayyaf Group”, Philippine Institute for Political Violence and Terrorisme Research, 2008, dikutip dari Adhe Nuansa Wibisono, S.IP, 2014, Kelompok Abu Sayyaf dan Radikalisme di Filipina Selatan : Analisis Organisasi Terorisme – Asia Tenggara

(diakses pada tanggal 02/09/2014, Pukul 10.56 WIB)

Asia Program Special Report, 2003, Fighting Terrorism On The Southeast Asian

Front, dalam

http://wilsoncenter.org/sites/default/files/Asia%20Report%20112.pdf (diakses pada tanggal 16/08/2014, pukul 12.05 WIB)

Ketahanan Human Security di ASEAN, dalam

http://digilib.unpas.ac.id/files/disk1/11/jbptunpaspp-gdl-achmadfend-537-3-babiii.pdf (diakses tanggal 21/09/2014, pukul 14.45 WIB)


(18)

xviii

Igor Dirgantara, Asean Charter, Asean Political Security Community & Isu

keamanan Non-tradisional, dalam

file:///C:/Users/S210/Downloads/Asean%20Charter,%20Asean%20Political%20S

ecurity%20Community%20&%20Isu%20keamanan%20Non-tradisional%20_%20One%20Southeast%20Asia.htm (diakses pada tanggal

10/10/2014, pukul 11.20 WIB)

Faustinus Andrea, 2003, Pasca Tragedi Marriott, dalam http://csis.or.id/ (diakses pada tanggal 10/10/2014, pukul 11.35 WIB)

Reza Ahmad Syaifulah, 2010, Pembentukan Badan Metodologi, FISIP, UI.

Yanyan M. Yani, Keharmonisan Kerjasama Kontra Terorisme Negara – Negara Anggota ASEAN dalam Kerangka ASEAN Security Community, Volume 1 No. 2 Agustus 2012, dalam http://jurnal.unpad.ac.id/jsp/article/view/4103/2452 (diakses pada tanggal 11/10/2014, pukul 11.13 WIB)

Kerjasama ASEAN dan Mitra Wicara, dalam

http://www.kemlu.go.id/Documents/Kerjasama%20ASEAN%20dan%20Mitra%2

0Wicara/Kerjasama%20ASEAN%20dan%20Mitra%20Wicara.PDF (diakses pada

tanggal 10/10/2014, pukul 12.28 WIB)

Kerjasama Politik Keamanan ASEAN, dalam

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rj a&uact=8&ved=0CDQQFjAD&url=http%3A%2F%2Fkemlu.go.id%2FDocument s%2FKerjasama%2520Politik%2520Keamanan%2520ASEAN.doc&ei=ihMqVO oizfLxBd_cgsgM&usg=AFQjCNFxkA2aJJDpDEFC4gTlh6MluZmEqQ&sig2=b0 SlJcJSNze140eRqiJf5A (diakses pada tanggal 10/10/2014, pukul 16.23 WIB)

ASEAN Regional Forum, dalam

http://ditpolkom.bappenas.go.id/basedir/Politik%20Luar%20Negeri/3%29%20Ke anggotaan%20Indonesia%20dalam%20Organisasi%20Internasional/1%29%20AS

EAN/Peranan%20Indonesia%20di%20ASEAN/ARF%20Indonesia.pdf (diakses

pada tanggal 20/10/2014, pukul 09.58 WIB)

ASEAN Charter/ Piagam ASEAN, dalam

http://www.kemlu.go.id/Documents/ASEAN%20CHARTER/PiagamASEAN.pdf

(diakses tanggal 20/10/2014, pukul 10.18 WIB)

KTT ASEAN Membahas Penanganan Terorisme, 2011, dalam

http://www.jpnn.com/ (diakses pada tanggal 29/08/2014, Pukul 09.32 WIB)

Forum Regional ASEAN dan Terorisme, 2005, dalam http://csis.or.id/post/forum-regional-asean-dan-terorisme (diakses pada tanggal 28/08/2014, Pukul 15.27 WIB)


(19)

xix

Piagam ASEAN, dalam

http://www.kemlu.go.id/Documents/ASEAN%20CHARTER/PiagamASEAN.pdf

(diakses pada tanggal 10/09/2014, pukul 10.41 WIB)

Konvensi ASEAN soal Terorisme Perlu Diratifikasi,2012, dalam

http://www.tempo.co/politik/ (diakses pada tanggal, 29/08/2014, pukul 09.21 WIB)

Terorisme masih menjadi Isu Utama dalam Pertemuan ARF, 2004, dalam

http://tempo.co.id/hg/luarnegeri/ (diakses pada tanggal 10/10/2014, pukul 17.08 WIB)

Peran ASEAN dalam Memerangi Terorisme, dikutip dalam

http://www.aseansec.org/15060.htm (diakses pada tanggal 11/10/2014, pukul 08.41 WIB)

Direktorat Jendral Kerja sama ASEAN, 2010, ASEAN Selayang Pandang, Jakarta : Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.

Dikutip http://www.policylaundering.org/keyplayers/ASEAN-aseanapol.html

dalam Yanyan M. Yani, Keharmonisan Kerjasama Kontra Terorisme Negara – Negara Anggota ASEAN dalam Kerangka ASEAN Security Community, Volume 1 No. 2 Agustus 2012, dalam http://jurnal.unpad.ac.id/jsp/article/view/4103/2452

(diakses pada tanggal 21/10/2014, pukul 12.13 WIB)

A Kardiyat Wiharyanto, Proses Berdirinya ASEAN, dalam

https://www.usd.ac.id/lembaga/lppm/f1l3/Jurnal%20Historia%20Vitae/vol24no2o

ktober2010/PROSES%20BERDIRINYA%20ASEAN%20kardiyat.pdf (diakses

pada tanggal 22/09/2014, pukul 11.23 WIB)

Keohane, Robert O. (1982). “The Demand for International Regimes”. Dalam Stephen D. Krasner (ed.), International Regimes, Hal. 325-355.. Cambridge University Press dikutip dalam http://muhammad-ahalla-

fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-76262-umum-Rezim,%20Teori%20Stabilitas%20Hegemoni%20dan%20Teori%20permintaan.ht ml (diakses pada tanggal 11/10/2014, 15.25 WIB)


(20)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Isu Terorisme mencuat kembali Pasca peristiwa 9/11 atau dengan runtuhnya gedung World Trade Center di Amerika Serikat, peristiwa tersebut menjadi hari buruk bagi pemerintah Amerika dan warganya. Saat itu Bush Presiden AS kecewa atas kejadian tersebut dan menilai bahwa kejadian itu merupakan tindakan pengecut untuk menyerang AS dan menyebutnya sebagai tindakan “Terroris”. AS meyakini peristiwa tersebut dilatarbelakangi oleh Al – Qaeda1 yang dipimpin oleh Osama bin Laden2 yang kerap kali menjadi otak diberbagai penyerangan seperti pembajakan pesawat ataupun peledakan bom yang memakan korban tentara AS. Peristiwa 9/11 kerap menjadi pertanyaan bagi banyak masyarakat di Amerika, mengapa gedung tersebut menjadi sasaran teroris serta peledakan yang menggunakan pesawat hingga bom untuk menghancurkan gedung tersebut. Dilansir pada media elektronik bahwa peristiwa tersebut di latar belakangi oleh sekelompok teroris yang awalnya membajak 4 pesawat jet penumpang milik AS, dua pesawat dijatuhkan di menara kembar WTC dan runtuh dalam kurun waktu 2 jam dan pesawat ketiga ditabrakan ke Pentagon di Arlington, Virginia. Pesawat keempat yang berusaha diambil oleh penumpang dan berakhir jatuh di Shanksville, Pennsylvania yang semula ditujukan ke

1 Al Qaeda adalah organisasi yang beratasnamakan Islam dengan tujuan melindungi hak hak kaum Islam

yang tertindas di Dunia, menjadikan Jihad sebagai jalan terakhir untuk memerangi pihak – pihak yang menekan kaum islam.

2


(21)

2 Washington D.C. Menurut laporan dari tim investigasi 911 sekitar 3000 jiwa tewas dalam serangan tersebut.

Fakta lain tentang peristiwa 9/11 adalah selain runtuhnya gedung kembar WTC terdapat satu gedung lagi yang ikut runtuh yaitu menara WTC 7 yang memiliki 47 lantai, namun rubuhnya gedung tersebut tidak terlalu terespos dan dipicu oleh rembetan runtuhnya gedung kembar WTC. Total korban tewas dalam tragedi 9/11 ini nyaris mencapai 3.000 orang. Korban tewas tersebut tidak hanya berasal dari Amerika Serikat saja, namun juga negara lain. Korban tewas berasal dari lebih 80 negara, antara lain Jepang, Irlandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Swiss, India, Meksiko, Brasil, Afrika Selatan, Kanada, termasuk Indonesia. Namun warga asing yang paling banyak menjadi korban berasal dari Inggris, di mana dari total 372 warga asing yang tewas, sekitar 67 orang di antaranya berkewarganegaraan Inggris.3

Terorisme menjadi penting sejak terjadinya peristiwa 9/11 kampanye anti – terorisme yang dilancarkan presiden Bush telah menjadikan Asia Tenggara sebagai “Front Kedua” setelah Afghanistan. Asia Tenggara menjadi target kampanye terorisme karena dua hal pertama, mayoritas penduduk dikawasan ini beragama Islam. Kedua, dikawasan Asia Tenggara terdapat beberapa kelompok minoritas Islam yang cendrung keras dalam menyampaikan aspirasi mereka. Selain di Indonesia aksi terorisme pun terjadi di Philipina dan Malaysia.4 Di Indonesia isu terorisme berawal dari kasus pemboman yang terjadi di Bali 1 dan

3

Fakta Tentang Tragedi 11 September, dalam http://forum.viva.co.id/index2.php (diakses pada 15 April 2014, 09.12 WIB)

4


(22)

3 2, peledakan Hotel JW Marriot, peledakan beberapa gedung kedutaan, dan peledakan beberapa tempat ibadah. Kemudian Malaysia yang warga negara bermayoritas Islam serta Philiphina dan Thailand dengan kelompok kecil Islam yang membentuk komunitas. Salah satu latar belakang tersebut tidak dipungkiri adanya jaringan teroris yang terbentuk dan saling berkaitan.

Beberapa hal yang telah dilakukan ASEAN untuk menindak lanjuti isu terorisme yang berkembang adalah dengan saling bertukar informasi antar setiap negara tentang ancaman teroris, membentuk ruang diskusi yang disebut sebagai ARF (ASEAN Regional Forum) yang bermanfaat menjalin komunikasi dan bertukar informasi. ASEAN sepakat membentuk suatu kelompok kerja yang disebut Inter- Sessional Meeting on Counter Terrorisme and Transnational Crime

untuk mengembangkan kerjasama ARF dalam memerangi Terorisme. Untuk memperkuat kerjasama, ASEAN juga menyusun dan mentandatangani ASEAN Convention on Counter Terrorisme (ACCT, Saat KTT ASEAN ke – 12 di Cebu – Filiphina pada tanggal 13 Januari 2007.5 Konvensi tersebut merupakan instrument penting yang memberikan dasar hukum yang kuat guna meningkatkan kerjasama untuk pencegahan penanggulangan dan pemberantasan Terrorisme.

Selain itu tahun 2004 tentara ASEAN sepakat membentuk unit kecil untuk memberantas aksi Terroris. terutama untuk negara-negara yang berbatasan, baik dalam bentuk bilateral maupun multilateral, guna mengantisipasi ancaman terorisme. dari sembilan negara ASEAN lainnya, yaitu Malaysia, Singapura,

5 Maya Damayanti, 2012 Kerja Sama ASEAN dalam Menghentikan Aliran Dana Operassional Terorisme


(23)

4 Thailand, Filipina, Laos, Myanmar, Vietnam, Kamboja dan Brunei Darussalam mengatakan, pembentukan unit-unit itu sebagai realisasi kerja sama tentara darat ASEAN dalam menghadapi terorisme. Pertemuan KSAD (Kepala Staff Angkatan Darat) ASEAN ini merupakan pertemuan rutin tahunan yang disebut ASEAN Chief of Army Multilateral Meeting (ACAMM). Selain sepakat menghadapi acaman terorisme, KSAD ASEAN juga sepakat meningkatkan kerja sama di bidang militer, seperti tukar-menukar siswa (prajurit), informasi, lomba tembak, diskusi militer dan kegiatan lainnya untuk meningkatkan profesionalisme dan interaksi sesama prajurit ASEAN.6

Mengingat Konvensi ASEAN mengenai pemberantasan Terorisme bahwa Isu terorisme tersebut tidak dapat di kaitkan oleh agama, kewarganegaraan, ataupun kelompok etnis. Isu terorismepun menjadi isu yang serius yng dapat mengancam hidup manusia apabila tidak di tindaklanjuti. Melihat dari Konvensi yang dilakukan ASEAN sederet rangkaian telah di upayakan oleh ASEAN untuk mengatisipasi pemberantasan aksi teroris, namun aksi tersebut tetap saja mampu terjadi diluar kemampuan dan pengawasan pemerintah sehingga banyak pihak yang menjadi terancam. Dalam konvensi ASEAN juga di jelaskan bahwa aksi terorisme tidak boleh disangkut pautkan oleh agama tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Islam kerap disangka sebagai pelaku utama dalam aksi teroris. Belum lagi beberpa pelaku yang berlatarkan muslim sehingga Amerika melihat bahwa Asia Tenggara dalam sarang terorisme setelah peristiwa 9/11.

6

Tentara ASEAN Bentuk Unit Kecil Atasi Terorisme, dalam http://www.tempo.co/nasional/ (diakses pada 18 April 2014, Pukul 16.49 WIB)


(24)

5 Melihat dari rentetan peristiwa atau aksi teroris di Indonesia yang terjadi seperti maraknya pemboman dan aksi bom bunuh diri, lalu beberapa pelaku teroris yang telah diketahui identitasnya dan berada dalam kawasan Asia Tenggara. Penangkapan Agus Budiman di Amerika Serikat dan Fathurrahman Al-Ghazi di Manila, Filipina. Penangkapan Oskar Makawata di Manila dan pemberitaan majalah Time tentang Umar Farouq yang diduga sebagai agen jaringan Al Qaeda di Asia Tenggara.7

Dugaan yang dilakukan AS terhadap Asia Tenggara berdampak bagi negara – negara lain, tentu saja negara lain menganggap negara yang terlibat aksi teroris menjadi ancaman bagi negara kelak. AS bisa saja meluncurkan peperangan melawan teroris ke beberapa negara yang menjadi tuduhannya namun hal tersebut tidak menjadi kuat karena AS bisa dikatakan hanya mencari kesalahan pada negara – negara lain atau menjadikannya sasaran jika sudah dipandang dapat mengancam keamanan negaranya. Walaupun AS dipandang sebagai negara yang kuat yang mampu berpengaruh dalam bidang apapun dan negara manapun atau mampu mempengaruhi suatu kebijakan negara lain. Namun, tidak menjadikan AS sebagai negara yang selalu didukung oleh negara lain.

AS dengan kekuatan yang dimilikinya mampu saja menjadikan negara – negara lain untuk mendukungnya tetapi tidak semua negara menganggap bahwa AS adalah negara yang “baik” maksudnya adalah ketika nantinya lebih banyak negara yang kontra dengan AS dan membuat mereka bersatu maka hal tersebut

7

Zuhairi Misrawi , Terorisme dan "Politik Kambing Hitam" dalam

http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=521&coid=3&caid=22&gid=1 (diakses pada Tanggal 28 April 2014, Pukul 12. 41 WIB)


(25)

6 menjadi ancaman besar bagi AS. Bisa saja dalam “tuduhan” AS yang mengatakan bahwa negara di Asia Tenggara menjadi sarang Terorisme bagi Al – qaeda yang bisa menjadi ancaman bagi negara lain. Dengan dugaan seperti itu jelas menjadikan citra negara Asia Tenggara jelek dimata negara lainnya dan menjadikan Asia Tenggara sebagai ancaman bagi negara lainnya.

Negara – negara Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN tentu saja tidak hanya tinggal diam. ASEAN yang berperan besar dalam keamanan setiap negaranya memiliki peran penting, maka disini peneliti ingin meneliti peranan ASEAN dalam menangani Isu terorisme dalam kawasannya untuk meningkatkan keamanan nasionalnya. ASEAN sebagai organisasi Internasional yang telah dikenal di hubungan antar negara di kawasannya menjadikannya “Ibu” dari anggota – anggotanya. ASEAN juga menjadi jembatan bagi hubungan antar setiap negara dalam Asia Tenggara sendiri ataupun dengan negara lain.

Terbentuknya ASEAN ini menjadi pertimbangan banyak negara anggotanya. ASEAN yang dibentuk dengan latarbelakang negaranya dan tujuan yang sama. ASEAN yang selama ini terbentuk dengan 3 prinsip dasar yaitu tidak ada intervensi terhadap negara anggota lainnya, ASEAN Way, dan Soft Regionalism yang menjadi hambatan bagi ASEAN untuk segera menangani setiap masalah yang ada di kawasan Asia Tenggara. Hal inilah yang menjadi menarik bagi peneliti untuk meneliti peran ASEAN, dilihat dari AS yang menyebutkan Asia Tenggara sebagai sarang terorisme, keterbatasan ASEAN untuk ikut dalam menangani kasus terorisme dalam anggotanya. Maka disinilah peran ASEAN dibutuhkan tidak terkecuali dalam kasus teroris. ASEAN menunjukan kinerjanya


(26)

7 sebagai Organisasi Regional yang mampu mengatasi Isu terorisme dalam kawasannya.

1.2 Rumusan dan Batasan Masalah

Mengapa ASEAN fokus berperan terhadap penanganan Isu Terorisme di kawasan Asia Tenggara?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui dan menganalisa fokus peran ASEAN dalam menangani Isu Terorisme dalam kawasannya.

1.4 Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih pikirian melalui penelitian ini kepada peneliti – peneliti lainnya yang fokus pada isu terorisme. Penelitian ini juga diharapkan dapat membantu peneliti – peneliti untuk memahami sudut pandang yang berbeda tentang berbagai kasus yang menyeret keamanan negara dengan isu terorisme.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi pandangan baru tentang peran ASEAN dalam menangani isu terorisme yang berada di kawasan Asia Tenggara. Juga dapat mengubah anggapan ataupun cara pandang dalam menangani kasus terorisme yang berada di Asia Tenggara. Serta mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat luas untuk memerangi terorisme untuk membantu negara serta ASEAN.


(27)

8 1.5 Penelitian Terdahulu

Berbagai penelitian telah dilakukan dengan fenomena atau isu yang relevan sama, namun sebuah peneltian akan berbeda dilihat dari setiap sudut pandang penelitian tersebut, maka dari itu untuk membedakan penelitian ini peneliti mengambil bebrapa penelitian terdahulu sebagai bahan pertimbangan dan berpedaan terkait ASEAN dan Isu terorisme.

Dalam penelitian pertama yang diteliti oleh Dewi Kurniawati8 meneliti tentang Peran Strategis Kerjasama Intelejen ASEAN dalam Upaya Pencenggahan Serangan Teroris di Indonesia (Studi Kasus : Kegagalan Intelejen Pada Bom Bali Pertamana 12 Oktober 2002. Berangkat dari latar belakang yang melihat tragedi 9/11 sebagai pencuat kembali isu terorisme dan disusul dengan aksiteroris berikutnya di Indonesia yaitu pada peristiwa Bom Bali menjadikan isu terorisme menghampiri Asia Tenggara dan menjadikannya sebagai “Terroris Haven” bagi jaringan terorisme sekaligus front kedua dalam perang global melawan teror. Permasalahan tidak berhenti sampai disana, serngan bom bali pertama 12 oktober 2002 bukanlah serangan teroro bom yang pertama dan terakhir. Hampir setiap setiap tahun setelah serangan di Bali tahun 2002, Indonesia secara beruntun diguncang oleh berbagai teror bom bunuh diri. Disamping hal tersebut latar belakang dalam penelitian Dewi melihat dari sudut pandang intelejen Indonesia yang dianggap gagal mengantisipasi terjadinya bom bali, maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah “mengapa Intelijen Indonesia gagal

8

Dewi Kueniawati (1006743506) , 2012, Peran Strategis Kerjasama Intelejen ASEAN dalam Upaya Pencenggahan Serangan Teroris di Indonesia (Studi Kasus : Kegagalan Intelejen Pada Bom Bali Pertamana 12 Oktober 2002, Tesis Departemen Hubungan Internasional, Universitas Indonesia Jakarta


(28)

9 mengantisipasi terjadinya bom bali pertama tahun 2002, serta kemungkinan apa yangmuncul jika kerja sama intelejen di kawasan ASEAN sudah hadir sebelum kejadian tersebut?”. Untuk menjawab rumusan masalah tersebut Dewi menggunakan penjabaran tipologi kegagalan intelejen dari Thomas Copeland, yaitu Problem With Warning Information, Organizational and Bureaucratic issues, dan Leadership and Policy Failures.

Kemudian dari tipologi tersebut maka Dewi Menarik kesimpulan kegagalan muncul diakibatkan karena para pengambil keputusan yang gagal untuk mengenali potensi permasalahan tersebut. Kegagalan ini terjadi diakibatkan karena pemimpin yang sedang berkuasa menyangkal terhadap keberadaan kelompok radikal, yang sudah di indikasi beroperasi aktif di Indonesia dengan afiliansi terhadap jaringan kelompok radikal global. Dilihat dari tahap kegagalan yang bersifat Organisasional dan Birokratis, kesulitan ini muncul ketika ada keengganan untuk berbagi informasi baik secara internal maupun eksternal. Dewi menemukan dua fakta yang bertolak belakang namun cukup menarik. Terlihat secara konsisten bahwa nara sumber yang berasal dari BIN pada dasarnya menyatakan mereka memiliki indikasi – indikasi, walaupun demikian tidak dapat mendapatkan soal kepastian kapan dan dimana bom akan meledak. Dan analisa terakhir keterkaitan dengan permasalahan berasal dari Analisa Intelejen ketegori pada bagian inibersifat sangat taktis, karena bergantung pada sumber daya manusia, yaitu agen intelejen di lapangan serta yang melakukan analisa pada bom Bali 2002. Untuk mengakhiri analisa dari penelitian ini peneliti menggunakan metode Counterfactual Reasoning hal yang dibahas dalam konteks


(29)

10 ini yaitu, bahwa Indonesia seharusnya bisa lebih memanfaatkan keanggotaannya di ASEAN untuk membantu meningkatkan keamanan nasionalnya.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian pertama milik Dewi adalah penelitian ini lebih melihat peran ASEAN secara menyeluruh terhadap penanganan isu terorisme di Asia Tenggara, sedangkan Dewi lebih fokus pada isu terorisme di Indonesia dan peran dari Interlegen ASEAN dalam kasus Bom Bali. Masih dalam satu isu yaitu isu terorisme namun berbeda dalam kawasan dan penelitian ini lebih kepada kawasan Asia Tenggara.

Penelitian kedua menganalisis “Kerjasama ASEAN dalam Menghentikan

Aliran Dana Operasional Terorisme Internasional di Asia Tenggara” oleh Maya Damayanti9. Memandang Visi ASEAN 2020, yaitu menciptakan ASEAN sebagai komunitas negara – negara Asia Tenggara, yaitu mencita - citakan ASEAN sebagai komunitas negara Asia Tenggara yang terbuka, damai, stabil, dan sejahtera, saling peduli, diikat bersama dalam kemitraan yang dinamis Tahun 2020. ASEAN menyatakan komitmen untuk memerangi terorisme sesuai dengan Piagam PBB, hokum Internasional lainnya, dan Ressolusi PBB yang relevan. ASEAN menetapkan delapan jenis kejahatan lintas negara yang ditangani dalam kerjasama ASEAN, yaitu terorisme, perompakan, penyelundupan manusia, perdagangan gelap, narkoba penyelundupan senjata, kejahatan ekonomi Internasional, pencucian uang, kejahatan internet/ dunia maya. Pemberantasan terorisme merupakan salah satu bentuk kerjasama di bawah mekanisme AMMTC.

9

Maya Damayanti (106083003630) , 2012, Kerjasama ASEAN dalam mengehentikan Aliran Dana Operasional Terorisme Internasional di Asia Tenggara, Skripsi Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta


(30)

11 Untuk memperkuat kerjasama, ASEAN juga telah menyusun dan mendatangi

ASEAN Convention on Counter Terrorisme (ACCT), kerjasama ini memberikan dasar hukum yang kuat guna meningkatkan kerjasama untuk pencegahan, penanggulangan dan pemberantasan terorisme. Kerjasama dan saling berbagi data intelijen diantara negara – negara ASEAN yang mengaruh pada penangkapan terorisme juga merupakan factor pendorong peningkat rasa percaya diri di kawasan. Kerjasama ASEAN di bidang pertukaran informasi intelejen selama ini telah berjalan sangat baik terutama setelah terbentuknya ASEAN Regional Forum (ARF) tahun 1994. Karena serangkaian serangan terorisme, teroris memerlukan dana unutk melakukan aksinya. Menurut Maya para teroris memerlukan banyak uang untuk menjalankan berbagai aksinya. Dengan Resolusi pada pertemuan ke empat tanggal 9 September 1999, Majelis Umum PBB mengadopsi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorsm yang selanjutnya disingkat sebagai Konvensi Pendanaan terorisme (Convention on Financing Terrorism/CFT, melarang segala tindakan untuk mendanai terorisme. Maka dari hal tersebut Maya mengajukan pertanyaan “bagaimanakan kerjasama ASEAN dalam menghentikan aliran dana operasional terorisme internasional di Asia Tenggara?”

Untuk menjawab pertanyaannya Maya menggunakan konsep kerjasama Internasional adalah sisi lain dari konflik Internasional yang juga merupakan salah satu aspek dalam hubungan Internasional. Isu keamanan regional dan global memerlukan keterlibatan aktif semua negara untuk mewujudkan perdamaian dan ketertiban dunia. Seperti yang dikemukakan oleh K.J Holsti, bahwa kerjasama


(31)

12 Internasional menjadikan hidup lebih mudah, nyaman, dan efisien. Berikutnya konsep keamanan dari Buzan dperkenalkan dimana substansi studi keamanan diperluas tanpa meninggalkan fokus utamanya pada aspek kekuatan militer.

Dengan demikian Maya menyimpulkan beberapa poin yaitu dalam pemberantasan terorisme, ASEAN memberikan secara khusus mengenai bagaimana cara untuk memberantas organisasi terorisme, memberantas dukungan infrasturtur yang menunjang terorisme seperti pendanaan terorisme, dan diajukan ke pengadilan bagi pelaku kegiatan terorisme. Para pemimpin ASEAN juga sepakat untuk mengembangkan program dalam rangka peningkatan kemampuan negara anggota ASEAN untuk melakukan investigasi, deteksi, monitoring, dan pelaporan kegiatan terorisme, membahas dan menggali ide – ide dan inisiatif yang praktis untuk meningkatkan peran ASEAN. Selanjutnya, kerjasama pemberantasan terorisme dilakukan dengan membentuk ASEAN Convention on Counter Terrorism (ACCT). Kerjasama berikutnya dilakukan untuk tukar menukar informasi intelejen, koordinasi penegek hukum , pertukaran informasi penggerakan kelompok teroris, modus operasi di teroris, penyidikan rekening teroris di negara yang diduga teroris tersebut menyembunyikan uangnya mampu melakukan pencucian uang, membekukan asset teroris, training/ pelatihan menangani bagaimana mengontrol persebaran bahan – bahan peledak.

Menurut Maya kerjasama – kerjasama ASEAN tersebut belum efektif karena ASEAN belum efektif dalam pengambilan keputusan sehingga belum mampu mengatasi perbedaan pendapat yang cukup mendasar dalam merumuskan strategi yang diperlukan untuk memerangi terorisme, dan tantangan terbesar yang


(32)

13 akan dihadapi ASEAN adalah mengatasi nilai – nilai historis yang selama ini telah tertanam, yaitu ketetapan mereka untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri masing – masing negara.

Pada penelitian kedua Maya mengambil fokus penelitian tentang dana operasional pelaku terorisme, dimana aksi terorisme lebih didukung dengan peralatan yang lengkap dan canggih, ini pula yang membedakan penelitian milik Maya dengan penelitian ini. Walaupun pada dasarnya ada Peran ASEAN dalam penelitian Maya tersebut namun berbeda dengan penelitian ini yang mencari alasan dari Peran ASEAN terhadap isu terorisme

Penelitian ketiga oleh Evely Adisa10 dengan penelitian yang berjudul

Rezim Non – Proliferasi Nuklir Internasional dan Program Nuklir Iran. Dalam penelitian ini membahas fenomena lemahnya rezim non proliferasi nuklir internasional dalam mengahadapi perilaku nuklir Iran. Negara tersebut dapat tetap membangun program nuklirnya meskipun telah menandatangani Traktat Non – Proliferasi Nuklir (NPT). Teori signifikansi rezim Stephen D. Krasner menyatakan adanya faktor factor yang mempengaruhi perkembangan rezim internasional. Faktor – faktor tersebut yaitu egoistic self – interest, political power, dan norms and principles digunakan untuk membantu menjelaskan fenomena ini. Maka hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah faktor – faktor seperti egoistic self – interest, political power, dan norms and principles

mempengaruhi rezim internasional . Rezim non – proliferasi nuklir internasional

10 Evely Adisa (1006743872), 2012, Rezim Non Proliferasi Nuklir Internasional dan Program Nuklir Iran,


(33)

14 mengalami hambatan dalam mengatasi isu nuklir Iran karena (1) perilaku egoistic self – interest Iran dalam mendahulukan kepentingannya yang diwujudkan dalam program nuklirnya; (2) Iran memiliki kekuatan politik (politic power) yang diwujudkan dalam kemampuan diplomasinya; dan (3) Iran tidak mentaati norma dan prinsip (norms and principles) yang terdapat dslam rezim non – ploriferasi nuklir internasional. Kepemilikan material nuklir oleh negara yang kurang dapat memfasilitasi keamanan dari material tersebut dapat menimbulkan ancaman bagi negara itu sendiri, negara tetangga dan juga dunia. Keamanan dari material nuklir merupakan hal yang utama mengingat partikel – partikel radioaktif yang terkandung di dalam material tersebut sangat berbahaya bagi manusia.

Pada penelitian ketiga milik Evely ada perbedaan kasus atau isu yang dibahas dengan penelitian ini namun menggunakan teori yang sama untuk menjawab fenomena atau isu yang diangkat yaitu menggunakan Rezim Internasional.

Kemudian penelitian keempat, Mardenis11 dengan jurnalnya yang berjudul Perkembangan Konstelasi Politik Internasional dan Implikasinya Terhadap Politik Hukum Nasional Indonesia dalam Pemberantasan Terorisme.

Sedikit banyaknya jurnal ini membahas politik luar negeri AS dengan menjadikan Isu Terorisme sebagai agenda utama. Tahun 2001 AS yang menjadi korban dari aksi besar – bearan teroris dengan meledakan gedung kembar yaitu WTC atau lebih di kenal dengan peristiwa 9/11 membuat AS siap siaga dengan keamanan

11

Mardenis, Perkembangan Konstelasi Politik Internasional dan Implikasinya Terhadap Politik Hukum Nasional Indonesia dalam Pemberantasan Terorisme, Jurnal Dinamika Hukum, Vol 11 No.1 Januari 2011, Hal 161 - 174


(34)

15 negaranya. Pasca peristiwa tersebut AS sangat memerangi aksi terorisme yang membuat banyak korbannya. Berdasarkan cara berpikir demikian, AS kemudian secara sistematis membangun opini internasional bahwa kampanye anti terorisme yang dipeloporinya merupakan upaya membela kemanusian. Berdasarkan ini pulahlah AS melegitimasi aksinya keseluruhan dunia, seperti menyerang ke Afganistan dan invansi ke Irak, mengelompokan group atau orang tertentu sebagai teroris, menangkap, membekukan aset dan tindakan lain yang dianggap penting oleh AS, termasuk menekan negara – negara lain (khususnya negara – negara berkembang, termasuk Indonesia). Dengan menanggapi respon AS yang menjadi korban aksi terorisme maka, banyak negara yang ikut memerangi terorisme mengubah kebijakan negaranya terhadap isu terorisme. K.J Holsty menyatakan bahwa kebanyakan studi politik internasional (World Politics)

merupakan studi mengenai kebijakan politik luar negeri, di mana kebijakn ini didefinisikan sebagai keputusan – keputusan yang merumuskan tujuan menentukan presiden, atau melakukan tindakan – tindakan tertentu, dan tindakan – tindakan yang diambil untuk mengimplementasikan keputusan – keputusan it. Studi – studi ini memusatkan perhatian pada usaha – usaha menggambarkan tindakan dan elemen – elemen kekuasaan negara – negara besar.

Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah (1) politik hukum nasional Indonesia dalam pemberantasan terorisme belum sesuai dengan prinsip – prinsip negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD – 1945, karena kurang menghormati dan melindungi hak – hak asasi manusia, berpotensi mengancam hak – hak asasi manusia, berpotensi mengancam integrasi bangsa, kurang


(35)

16 menghormati nilai – nilai demokrasi dan kurang memenuhi rasa keadilan rakyat dan bangsa Indonesia. (2) Perkembangan konstelasi politik Internasional dalam kaitannya dengan pemberantasan terorisme, dalam hal ini sangat didominasi oleh kepentingan politik, ekonomi dan ideology AS, baik dalam regulasinya dalam berbagai konvensi internasional. (3) Perkembangan konstelasi politik internasional berimplikasi cukup signifikan terhadap politik hukum nasional Indonesia pemberantasan terorisme, baik dalam proses penerapan dan penegakan hukumnya.

Penelitian keempat milik Mardenis membahas tentang isu terorisme menjadi poliki internassional oleh AS, serta berpengaruhnya terhadap politik internasional dan implikasinya terhadap hukum di Indonesia untuk memberantas terorisme. Dalam isu penelitian milik Mardenis dan penelitian ini sama yaitu Isu terorisme, namu berbeda fokus yang diambil. Mardenis memilih pemberantasan terorisme dapat mempengaruhi politik internasional dan hukum pada suatu negara yaitu AS dan Indonesia inilah yang membedakannya dengan penelitian ini.

Peneliti memberikan empat penelitian terdahulu sebagai bahan perbandingan pada penelitian ini. Pada penelitian pertama, kedua, dan keempat

masih dalam fenomena yang sama yaitu isu terorisme di Asia Tenggara. Di penelitian ketiga fenomena yang dibahas berbeda dengan peneliti, tetapi landasan teori yang digunakan sama dengan peneliti gunakan. Maka dari itu yang membedakan penelitian ini dengan penelitian – penelitian sebelumnya adalah penelitian ini mengambil sudut pandang Peran ASEAN yang concern terhadap isu terorisme di Asia Tenggara.


(36)

17 Tabel 1.1 Posisi Penelitian

No. Judul dan Nama Peneliti

Jenis Penelitian

dan Alat Analisa Hasil

1. Peran Strategis Kerjasama Intelejen ASEAN dalam Upaya

Pencenggahan Serangan Teroris di Indonesia (Studi Kasus : Kegagalan Intelejen Pada Bom Bali Pertama 12 Oktober 2002

Oleh : Dewi Kurniawati Eksplanatif Pendekatan : tipologi kegagalan intelejen dari Thomas Copeland dan Counterfactual Reasoning

Metode Counterfactual Reasoning hal yang dibahas dalam konteks ini yaitu, bahwa Indonesia seharusnya bisa lebih memanfaatkan keanggotaannya di ASEAN

untuk membantu

meningkatkan keamanan nasionalnya. Kegagalan Intelejen yang ditujukan melalui tipilogi Thomas Copeland sebelumnya jelas memperlihatkan bahwa pada saat Indonesia mengalalami situasi transisional pasca pergantian rezim.Hal – hal

yang diakibatkan

olehpergantian rezim itu memperlihatkan bahwa kegagalan dapat terjadi secara berlapis – lapis dan tahapan yang bersifat politis, kepemimpinan, maupun isu birokratiss dinas intelejen haruslah dapat dipecahkan secara domestic melalui jalur demokratis yang sudah dipilih sebagai jalan bersama, sebelum Indonesia bisa bergerak keluar dan memberikan pengaruh secara regional di Asia Tenggara.

2. Kerjasama ASEAN

dalam Menghentikan

Aliran Dana

Operasional Terorisme

Internasional di Asia Tenggara

Deskriptif Pendekatan:

Kerjasama Internasional oleh

K.J Holsti dan Konsep Keamanan Barry

Memberantas organisasi terorisme, memberantas dukungan infrasturtur yang menunjang terorisme seperti pendanaan terorisme, dan diajukan ke pengadilan bagi pelaku kegiatan terorisme. Para pemimpin ASEAN juga


(37)

18 Oleh : Maya

Damayanti

Buzan sepakat untuk

mengembangkan program dalam rangka peningkatan kemampuan negara anggota ASEAN untuk melakukan investigasi, deteksi, monitoring, dan pelaporan kegiatan terorisme, membahas dan menggali ide – ide dan inisiatif yang praktis untuk meningkatkan peran ASEAN dan keikutsertaan ASEAN bersama masyarakat. Selanjutnya, kerjasama pemberantasan terorisme dilakukan dengan membentuk

ASEAN Convention on

Counter Terrorism,

mencangkup berbagai program program kerjasama termasuk bagaimana menghentikan pembiayaan terorisme.

3 Rezim Non

Proliferasi Nuklir Internasional dan Program Nuklir Iran

Oleh : Evelyn Adisa

Eksplanatif Pendekatan : Rezim Internasional Stephen D. Krasner

Faktor – factor seperti egoistic self – interest, political power,

dan norms and principles

mempengaruhi rezim internasional .Rezim non – proliferasi nuklir internasional mengalami hambatan dalam mengatasi isu nuklir Iran karena (1) perilaku egoistic self – interest Iran dalam mendahulukan

kepentingannya yang diwujudkan dalam program nuklirnya; (2) Iran memiliki kekuatan politik (politic power) yang diwujudkan

dalam kemampuan

diplomasinya; dan (3) Iran tidak mentaati norma dan prinsip (norms and principles) yang terdapat dalam rezim non – ploriferasi nuklir


(38)

19 internasional.

4. Perkembangan

Konstelasi Politik Internasional dan Implikasinya Terhadap Politik Hukum Nasional Indonesia dalam Pemberantasan Terorisme, Jurnal Dinamika Hukum, Vol 11 No.1 Januari 2011, Hal 161 - 174 Oleh : Mardenis

Diskriptif Pendekatan : Kebijakan Luar Negeri K.J Holsti

(1) politik hukum nasional

Indonesia dalam

pemberantasan terorisme belum sesuai dengan prinsip – prinsip negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD – 1945, karena kurang menghormati dan melindungi hak – hak asasi manusia, berpotensi mengancam hak – hak asasi manusia, berpotensi mengancam integrasi bangsa, kurang menghormati nilai – nilai demokrasi dan kurang memenuhi rasa keadilan rakyat dan bangsa Indonesia. (2) Perkembangan konstelasi politik Internasional dalam

kaitannya dengan

pemberantasan terorisme, dalam hal ini sangat didominasi oleh kepentingan politik, ekonomi dan ideology AS, baik dalam regulasinya dalam berbagai konvensi internasional. (3) Perkembangan konstelasi politik internasional berimplikasi cukup signifikan terhadap politik hukum nasional Indonesia pemberantasan terorisme, baik dalam proses penerapan dan penegakan hukumnya.

1.6 Landasan Konsep dan Teori

Dalam melakukan suatu penelitian yang bersifat ilmiah, diperlukan seperangkat teori maupun konsep sebagai pijakan dasar untuk memulainya. Tentu


(39)

20 saja teori dan konsep di sini harus relevan dengan penelitian yang dilakukan. Peneliti memulai dengan tinjauan pustaka tentang Terorisme.

a. Terorisme

Persoalan keamanan lainnya yang seharusnya juga mandapat perhatian yang sama pentingnya adalah keamanan masyarakat atau manusia dalam sebuah negara. Persoalan keamanan demikian ini berkaitan dengan senjata ringan dan kaliber kecil, proliferasi dan penggunaanya dapat memberi pengaruh terhadap hak asasi manusia (keamanan dan kekerasan negara); proteksi minoritas dari konflik komunal dan represi, dan terorisme. Keamanan seperti ini sangat berbeda dari keamanan negara, misalnya keamanan dari gangguan-gangguan eksternal (intervensi). Banyak pendapat yang mendifinisikan Terorisme, satu diantaranya adalah pengertian yang tercantum dalam Pasal 14 ayat 1 The Prevention Of Terorrism (Temporary Provisions) act, 1984, sebagai berikut : “terrorism means

the use of violence for political ends includes any use of violence for the purpose

putting the public or any section of the public in fear”. Kegiatan Terorisme mempunyai tujuan untuk membuat orang merasa ketakutan sehingga dengan demikian dapat menarik perhatian orang, kelompok, atau suatu bangsa. Perbuatan terror yang dilakukan apabila tidak ada jalan lain untuk ditempuh untuk melalsanakan kehendaknya. Terorisme digunakan sebagai senjata psikologis untuk menciptakan suasana panik, tidak menentu serta menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan memaksa masyarakat atau kelompok tertentu untuk menaati kehendak pelaku teror.12

12 Lasina, Aspek Hukum Pemberantasan Terrorisme di Indonesia , Fakultas Hukum, Universitas


(40)

21 Dalam mendefinisikan terorisme, kesulitan yang dihadapi adalah berubahnya wajah terorisme dari waktu ke waktu. Pada saat tertentu terorisme merupakan tindakan yang dilakukan negara, pada waktu yang lain terorisme dilakukan oleh kelompok non negara, atau oleh kedua-duanya. Walter Laquer menyatakan bahwa tidak akan mungkin ada sebuah definisi yang bisa meng-Cover ragam terorisme yang pernah muncul dalam sejarah.

Menurut T. P. Thornton dalam Terror as a Weapon of Political Agitation

terorisme didefinisikan sebagai penggunaan teror sebagai tindakan simbolis yang dirancang untuk mempengaruhi kebijaksanaan dan tingkah laku politik dengan cara-cara ekstra normal, khususnya dengan penggunaan kekerasan dan ancaman kekerasan. Terorisme adalah faham yang berpendapat bahwa penggunaan cara-cara kekerasan dan menimbulkan ketakutan adalah cara-cara yang sah untuk mencapai tujuan.13

Penegertian Terorisme sesuai UU. No.2 Tahun 2002 adalah terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban serta merupakan salah satu ancaman serius terhadap kedaulatan setiap negara, karena terorisme sudah merupakan kejahatan yang bersifat Internasional yang menimbulkan bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat sehingga perlu dilakukan pemberantasan secara berencana dan berkesinambungan sehingga hak asasi orang banyak dapat dilindungi dan dijunjung tinggi.14

13

Ewit Soetriadi, SH, 2008, Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme dengan Hukum Pidana, Universitas Diponogoro Semarang

14

Lembar Pengertian Terorisme Sesuai UU.No.2 Tahun 2002, dalam

http://www.kodam-tanjungpura.mil.id/penpas/Edisi%2011%20Nopember%202011.pdf (diakses pada tanggal 05 April 2014, Pukul 11.13 WIB)


(41)

22 Seorang ahli bernama Jack Gibbs menyatakan, suatu tindakan dapat didefinisikan sebagai terorisme apabila merupakan suatu kejahatan atau suatu ancaman secara langsung terhadap kemanusiaan atau terhadap objek tertentu. Namun, hal tersebut menurut Gibbs masih merupakan definisi yang umum, artinya cakupan dari definisi tersebut masih terlalu luas dan masih mencakup juga definisi dari kejahatan biasa. (Dengan pengertian tersebut, definisi itu mencakup kejahatan biasa seperti pembunuhan atau perusakan gedung, sehingga tidak terlihat perbedaan antara kejahatan biasa (ordinary crime) dengan terorisme.15

Secara umum istilah terorisme diartikan sebagai bentuk serangan (faham/ideologi) terkoordinasi yang dilancarkan oleh kelompok tertentu dengan maksud untuk membangkitkan perasaan takut di kalangan masyarakat. Badan Intelijen Pertahanan Amerika Serikat memberikan definisi terorisme sebagai berikut, “Bentuk tindak kekerasan apa pun atau tindak paksaan oleh seseorang untuk tujuan apa pun selain apa yang diperbolehkan dalam hukum perang yang meliputi penculikan, pembunuhan, peledakan pesawat, pembajakan pesawat, pelemparan bom ke pasar, toko, dan tempat-tempat hiburan atau yang sejenisnya, tanpa menghiraukan apa motivasi mereka.”

Menurut Oxfords Advanced Learners Dictionary terorisme adalah “Segala bentuk tindakan kekerasan untuk tujuan politis atau untuk memaksa sebuah pemerintah untuk melakukan sesuatu, khususnya untuk menciptakan ketakutan dalam sebuah komunitas masyarakat.” Selanjutnya, dengan mengutip dari Juliet

15

Pengertian Terorisme dan Menurut Para Ahli dan Organisasi Terorisme, dalam

http://www.lintas.me/go/sarjanaku.com/pengertian-terorisme-menurut-para-ahli (diakses pada tanggal 05 April 2014, Pukul 12.28 WIB)


(42)

23 Lodge dalam The Threat of Terrorism “teror” itu sendiri sesungguhnya

merupakan pengalaman subjektif, karena setiap individu memiliki ambang ketakutannya masing-masing. Ada orang yang bertahan meski lama dianiaya. Ada orang yang cepat panik meski hanya karena ketidaktahuan. Di dalam dimensi subjektif inilah terdapat peluang untuk kesewenangan atigmatisasi atas pelaku terorisme (teroris).16

Dari beberapa definisi terorisme diatas dapat disimpulkan bahwa tindak terorisme adalah hal yang berbahaya yang mampu mengancam pihak lain demi tujuan tidak menentu, pelaku terorismepun biasanya adalah orang – orang yang memilih untuk tidak takut mati atas perbuatannya. Terorismepun didasari oleh organisasi – organisasi yang menjalankan suatu misi tertentu dan mengatasnamakan jalan kebenaran.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori yaitu Rezim Internasional, membahas tentang rezim internasional tidak lepas dari pembahasan organisasi atau lembaga internasional. Istilah Lembaga Internasional telah digunakan dalam beberapa dekade untuk menunjukan pada beberepa fenomena.’Lembaga Internasional’ selalu menunjuk pada orgaisasi internasional formal.

16 Dian Kurnia, 2012, Apa Itu Terorisme?, dalam


(43)

24

International Regime Theory

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori rezim internasional sebagai dasar untuk menganalisa ASEAN yang berperan dalam menangani isu terorisme di kawasan Asia Tenggara.

“…An international regime is viewed as a set of implicit and explicit principles, norms, rules, and procedures around which

actors’ expectation converge in a particulas issue –area..”.17

Menurut Barkin pendekatan institusional memandang rezim dari apa yang dilakukan para aktor dalam suatu organisasi internasional, sebaliknya, pendekatan rezim melihat organisasi internasional dari pengaruh perlakuan aktor terhadap norma, aturan, prosedur, dan prinsip pembuatan kebijakan serta keputusan. Pendekatan rezim melihat darimana organisasi internasional itu muncul dan bagaimana keefektifannya.18

Rezim internasional (International Regime) itu sendiri dapat ditentukan sebagai prinsip-prinsip, norma-norma, aturan, dan diantara pembuat keputusan yang dibuat aktor-aktor internasional dalam sebuah isu atau kasus. Pertanyaan mendasar dalam pembahasan rezim internasional ini adalah apa hubungan antara kekuatan, kepentingan, nilai serta rezim dalam pembelajaran ilmu hubungan internasional itu sendiri. Perkembangan dari rezim internasional dapat dikaji dari beberapa hal yaitu egoist self interest, political power, norms, and principles, habits and custom, and knowledge. Stein menegaskan bahwa egoist self interest ini suatu keadaan dimana aktor memaksakan kehendak atau kepentingan

17 Krasner, S. 1983. International Regime. Cornell University Press, Ithaca 18

Adeyaka Wuri Aksani Rezim dan Organisasi Internasional, dalam

http://adeyaka-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-74596-Rezim Rezim Internasional-Rezim dan Organisasi Internasional.html (diakses pada Tanggal 10 Juni 2014, Pukul 11.05 WIB)


(44)

25 pribadinya dalam suatu sistem anarki, hal ini yang membentuk suatu rezim internasional.19

Variabel yang terdapat dalam rezim internasional adalah kekuatan politik atau political power ,dimana variable ini memiliki andil dalam penjelasan mengenai perkembangan rezim. Ada dua orientasi dapat mebuat power menjadi berbeda, yaitu cosmopolitan dan instrumental. Kekuatan ini digunakan aktor untuk meningkatkan nilai yang terdapat dalam sistem Negara tersebut. Dengan kekuatan, sebuah Negara dapat mengelola negaranya sesuai dengan kehendaknya demi mencapai kebaikan bersama. Variabel selanjutnya ialah norma dan prinsip. Prinsip menjadi kepercayaan yang menjadi dasar dari pembuatan aturan tersebut diiringi oleh norma yang menjadi standard tingkah laku yang diharapkan diaplikasikan dalam tindakan yang disatukan dalam sebuah aturan yang kemudian dipraktikan dalam mengimplementasikannya.20

Pemikir lainnya Robert Jervis berpendapat bahwa konsep rezim bukanlah hanya sebagai norma – norma dan harapan yang timbul untuk memfasilitasi sebuah kerjasama, namun dapat dikatakan sebagai suatu bentuk kerjasama yang lebih dari sekedar kepentingan nasional dalam jangka pendek. Rezim dapat mengatur koordinasi dari perilaku negara sehingga dapat diraih hasil yang diinginkan pada area isu tertentu yang nantinya akan menguntungkan bagi dunia internasional. Rezim dapat dinyatakan lemah apabila dalam prakteknya didunia

19

Euodia Rinthania Kristi, Rezim Internasional dalam

http://rinthania-kristi-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-76772-Rezim%20Internasional (diakses pada Tanggal 10 Juni 2014, Pukul 09.33 WIB)

20

Euodia Rinthania Kristi, Rezim Internasional dalam

http://rinthania-kristi-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-76772-Rezim%20Internasional (diakses pada Tanggal 10 Juni 2014, Pukul 10.21 WIB)


(45)

26 nyata tidak konsisten dengan prinsip, norma, aturan, dan prosedur yang berlaku dalam suatu rezim.21

Dari berbagai macam definisi yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa rezim dapat diartikan sebagai sebuah media yang digunakan untuk mengatur aktor-aktor dalam bertindak dalam sistem internasional. Atau dalam pengertian lain, rezim merupakan aturan main yang digunakan oleh para aktor hubungan internasional dalam mengelola negara dalam sebuah sistem yang anarki serta Rezim internasional menjadi instrument vital dalam sistem internasional yang dapat digunakan untuk menjalankan fungsi hubungan internasional dalam mengakomodasi kerjasama antar negara.22

Menurut Stephen D. Krasner, rezim internasional adalah seperangkat prinsip, norma aturan, dan prosedur pengambilan keputusan dimana harapan dari aktor – aktor yang terlibat didalamnya difokuskan pada satu area tertentu dalam hubungan internasional. Dalam konteks ini, prinsip adalah kepercayaan akan fakta, hubungan sebab – akibat, dan juga nilai – nilai kejujuran yang dianggap benar. Berikutnya norma adalah standar perilaku mengenai hak dan kewajiban. Sedangkan aturan adalah kewajiban dan larangan yang diberlakukan secara spesifik. Kemudian prosedur pengambilan keputusan adalah ketentuan yang

21

Ibid., hlm 12

22 Krasner, Stephen D. 1982. “Structural Causes and Regime Consequences: Regimes as Intervening

Variables.” International Organization 36/2 (Spring). Reprinted in Stephen D. Krasner, ed., International Regimes, Ithaca, NY: Cornell University Press, 1983 Created by Euodia Rinthania Kristi dalam http://rinthania-kristi-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-76772-Rezim%20Internasional (diakses pada Tanggal 10 Juni 2014, Pukul 10.21 WIB)


(46)

27 berlaku dalam pembuatan dan pengimplementasian pilihan ataupun keputusan kolektif.23

Rezim timbul karena adanya kerjasama dari negara – negara anggota dan menjadi kuat apabila dilatarbelakangi oleh komitmen masing – masing negara untuk menaati prinsip, norma dan aturan dalam suatu rezim yang telah disepakati bersama dengan harapan negara – negara anggota lainnya akan melakukan hal yang sama sehingga kepentingan bersama dapat tercapai.

Teori rezim internasional oleh Stephen D. Krasner menunjukan bahwa terdapat variable – variable kausal dasar yang dapat digunakan untuk melihat hubungan kausal (sebab – akibat) antara faktor – faktor tertentu dengan keberadaan suatu rezim internasional. Maka dari itu, rezim merupakan sesuatu yang bersifat dependent karena dipengaruhi oleh variable – variable kausal dasar.24

Sebuah rezim keamanan hanya terbentuk dan bertahan apabila memenuhi empat persyaratan, yaitu : (1) Pendirian rezim harus minimal didukung oleh persetujuan dari negara – negara kuat, dan bahwa seluruh negara calon anggota cukup puas dengan “status quo” (2) aktor – aktor yang bereda didalamnya bersama – sama menjunjung nilai yang berdasarkan pada kerjasama dan keamanan timbal – balik, (3) rezim keamanan tidak akan dapat terbentuk apabila ada aktor di dalamnya yang menganggap bahwa keamanan hanya dapt dicapai

23 Evely Adisa (1006743872), 2012, Rezim Non – Proliferasi Nuklir Internasional dan Program Nuklir Iran,

Tesis Pascasarjana Hubungan Internasional, Universitas Indonesia, Jakarta. Hlm 12

24


(47)

28 dengan melakukan ekspansi, (4) perang dan penyediaan keamanan secara individu harus dianggap memiliki resiko tinggi.25

Terdapat empat pendekatan dalam rezim yaitu :

1. Pendekatan Struktural menjelaskan khususnya teori stabilitas hegemoni mencoba menunjukkan bagaimana kondisi internasional dalam melakukan kerjasama.

2. Pendekatan game-theoretic merupakan teori yang menjelaskan kondisi di mana rezim mungkin timbul sebagai turunan dari perilaku kooperatif dan juga dapat menunjukkan kondisi yang kondusif untuk menstabilkan kepatuhan, tetapi memiliki kesulitan menjelaskan bentuk organisasi, ruang lingkup, atau perubahan

3. Pendekatan functional Teori fungsional menjelaskan kekuatan rezim, terutama teka-teki mengapa kepatuhan terhadap rezim cenderung bertahan bahkan ketika struktural kondisi yang awalnya memunculkan perubahan. 4. Pendekatan cognitif merupakan pendekatan yang ada karena adanya

pembelajaran dari pendekatan-pendekatan sebelumnya, yaitu structural,

game-theoretic dan functional, kerjasama yang tidak dapat sepenuhnya dijelaskan tanpa mengacu pada ideologi, nilai-nilai aktor, keyakinan yang mereka pegang tentang saling ketergantungan isu, dan tersedia bagi mereka pengetahuan tentang bagaimana mereka dapat mewujudkan tujuan

25


(48)

29 tertentu. Kerjasama dipengaruhi oleh persepsi dan mispersepsi, kapasitas dalam proses informasi, dan pembelajaran.26

Seperti yang dijelaskan diatas rezim internasional memiliki empat pendekatan, dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yang pertama yaitu pendekatan struktural khususnya teori stabilitas hegemoni mencoba menunjukan bagaimana kondisi internasional dalam melakukan kerjasama. Negara – negara kawasan Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN menjalin kerjasama dalam berbagai bidang demi mencapai tujuan dan stabilitas negara masing – masing. Tentu saja ASEAN berperan dalam menangani berbagai isu global salah satunya adalah isu terorisme. Dianalisa melalui pendekatan tersebut ASEAN yang berperan dalam menangi isu terorisme selain mengajak negara anggotanya bekerjasama menanangi teroris juga menunjukan bahwa ASEAN adalah organisasi yang mampu menunjukan kekuatannya dalam regional Asia Tenggara. Indikator dalam peran ASEAN menangani isu terorisme adalah dengan membentuknya suatu kelompok kerja yang disebut Inter- Sessional Meeting on Counter Terrorisme and Transnational Crime untuk mengembangkan kerjasama dalam ASEAN Regional Forum (ARF) yang membahas dan menghasilkan Konvensi tentang terorisme dan berlaku untuk negara anggotanya. Dengan adanya Konvensi tersbut memberikan pengaruh baru bagi negara – negara kawasan Asia Tenggara dalam memerangi aksi terorisme, seperti pertukaran informasi satu sama

26Haggard, Stephan & Simmons, Beth A. 1987. “Theories of International Regimes”,

International Organization, Vol. 41, No.3 (Summer, 1987). pp. 491-517, dalam

http://mandayuanita-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-75033-Rezim%20Internasional-Teori%20Rezim%20Internasional.html (diakses pada Tanggal 10 Juni 2014, Pukul 16.42 WIB)


(49)

30 lain terhadap informasi aksi teroris dan menempatkan pelaku teroris dalam hukum yang ditetapkan.

1.7 Metodologi Penelitian

1.7.1 Variabel Penelitian Dan Level Analisa

Terdapat dua variable penelitian yaitu variable dependen dan variable independen :

a. Variable dependennya adalah Peran ASEAN sebagai Organansasi Regional di Asia Tenggara.

b. Variable independennya adalah Peran ASEAN menangani Isu Terorisme di Asia Tenggara.

Pada penelitian ini level analisa yang peneliti ambil adalah korelasionis, yaitu tingkat unit eksplanasinya dan unit analisanya adalah sama. Dalam penelitian ini unit eksplanasinya adalah Isu Terorisme dan unit analisanya adalah ASEAN yang menjadi sistem sehingga kedudukannya sama.

1.7.2 Metode/ Tipe Penelitian

Jenis penelitian skripsi ini adalah adalah jenis eksplanatif, yaitu metode yang digunakan untuk menjelaskan hubungan kaussal antara variable – variable melalui penguji hipotesis. Menurut Kriyanto (2006) periset perlu melakukan kegiatan berteori untuk menghasilkan dugaan awal (hipotesis) antar variable yang satu dengan yang lainnya. Sama halnya dengan penjelasan Bungin (2001) bahwa kuantitatif eksplanatif adalah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan suatu variable dengan variable lain untuk menguji suatu hipotesis.


(50)

31 Penelitian eksplanatif dilakukan terhaddap sample dan hasil penelitian tersebut dapat digeneralisasikan terhadap populassinya.27

1.7.3 Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisa data yang disebut dengan yaitu data mengenai fenomena yang diteliti diujikan dengan teori sebagai basis analisis dalam penelitian yang mempengaruhi proses pembentukan hipotesa.

1.7.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam sebuah penelitian dibutuhkan sumber – sumber data yang kuat untuk mendukung penelitian ini. Data – data dapat diperoleh dari penelitian terdahulu dan data – data dari sumber – sumber terpercaya sekiranya dapat membantu berjalannya proses penelitian ini. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang sesuai dengan waktu atau batasan peneliti sehingga data yang digunakan tidak terlalu luas dan dapat mengarah kepenelitian.

Dalam sebuah penelitian metode merupakan unsur yang berpengaruh dalam mencapai sebuah keberhasilan dari suatu penelitian. Metode secara tidak langsung mengatur didalamnya bagaimana pengumpulan data untuk penelitian tersebut. Data merupakan instrumen penting yang berguna untuk memperkuat asumsi serta argumen dari peneliti terhadap penelitiannya. Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengumpulkan data adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan Penelitian

27


(51)

32 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan secara kualitatif. Dimana dalam penelitian ini peneliti melakukan pengumpulan data tidak berupa angka melainkan dalam bentuk dokumen-dokumen resmi.

2. Sumber Data :

Data yang diperoleh berasal dari jurnal, penelitian terdahulu, buku, media massa, dokumen-dokumen resmi dari instansi terkait serta histori. 1.7.5 Ruang Lingkup Penelitian

a. Batasan Waktu

Dalam penelitian ini peneliti mengambil batasan waktu agar pembahasan tidak terlalu luas. tentu saja Isu terorisme bukan menjadi satu – satu isu global yang menarik perhatian internasional, tetapi tetap eksis dan menjadi perhatian dunia internasional. Maka dari itu penelitian ini akan menggunakan kurun waktu dari tahun 2001 - 2013.

b. Batasan Materi

Dalam sebuah penelitian tentu akan dipastikan batasan masalah ataupun materi yang menjadi pokok pembahasannya. Maka dari itu peneliti mengambil batasan masalah dalam penelitian ini yaitu seputar isu terorisme yang terjadi di AsiaTenggara dan peran ASEAN untuk keamanan kawasan anggotanya.


(52)

33 1.8 Hipotesa

Isu terorisme menjadi isu global yang penting dan serius bagi kemanan setiap negara. Aksi teroris kian banyak terjadi mulai dari pembajakan pesawat, peledakan bom di gedung – gedung hingga bom bunuh diri yang menggemparkan masyarakat. Aksi teroris tentu saja meresahkan masyarakat dan menimbulkan ancaman bagi negara karena dianggap dapat merugikan negara. Asia Tenggara menjadi sorotan sebagai sarang terorisme setelah peristiwa 9/11 dan munculnya aksi – aksi teroris di beberapa negara ASEAN seperti Indonesia, Philipina, Malaysia. Hal tersebut membuat ASEAN harus turun tangan terhadap isu global tersebut. Melalui pendekatan rezim internasional menunjukan bahwa ASEAN sebagai organisasi regional memiliki wewenang terhadap Asia Tenggara. Dengan ditandatanganinya ASEAN Convention on Counter Terrorisme menjadi langkah besar ASEAN untuk menciptakan kembali perdamaian di ASEAN. Sehingga menciptakan kepatuhan dan menegaskan kembali aturan tentang isu terorisme di Asia Tenggara.

1.9 Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan 1.1Latar belakang 1.2Rumusan Masalah 1.3Tujuan Penelitian 1.4Manfaat Penelitian 1.5Penelitian Terdahulu


(53)

34 1.7Metodologi Penulisan

1.8Hipotesis

1.9Sistematika Penulisan

Bab II Isu Terorisme dan Peran ASEAN dalam Menangani Isu Terorisme 2.1Isu Terorisme di kawasan Asia Tenggara

2.1.1 Bentuk Terorisme di Asia Tenggara 2.1.2 Kelompok Terorisme di Asia Tenggara 2.2 Isu Terorisme dalam Kerangka ASEAN

Bab III Alasan ASEAN dalam Perang Melawan Terorisme

3.1Peran ASEAN dalam menangani Isu Terorisme di kawasan Asia Tenggara

3.2Alasan ASEAN fokus berperan terhadap Isu Terorisme di Asia Tenggara melalui Rezim Internasional

Bab IV Penutup Daftar Pustaka


(1)

tertentu. Kerjasama dipengaruhi oleh persepsi dan mispersepsi, kapasitas dalam proses informasi, dan pembelajaran.26

Seperti yang dijelaskan diatas rezim internasional memiliki empat pendekatan, dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yang pertama yaitu pendekatan struktural khususnya teori stabilitas hegemoni mencoba menunjukan bagaimana kondisi internasional dalam melakukan kerjasama. Negara – negara kawasan Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN menjalin kerjasama dalam berbagai bidang demi mencapai tujuan dan stabilitas negara masing – masing. Tentu saja ASEAN berperan dalam menangani berbagai isu global salah satunya adalah isu terorisme. Dianalisa melalui pendekatan tersebut ASEAN yang berperan dalam menangi isu terorisme selain mengajak negara anggotanya bekerjasama menanangi teroris juga menunjukan bahwa ASEAN adalah organisasi yang mampu menunjukan kekuatannya dalam regional Asia Tenggara. Indikator dalam peran ASEAN menangani isu terorisme adalah dengan membentuknya suatu kelompok kerja yang disebut Inter- Sessional Meeting on Counter Terrorisme and Transnational Crime untuk mengembangkan kerjasama dalam ASEAN Regional Forum (ARF) yang membahas dan menghasilkan Konvensi tentang terorisme dan berlaku untuk negara anggotanya. Dengan adanya Konvensi tersbut memberikan pengaruh baru bagi negara – negara kawasan Asia Tenggara dalam memerangi aksi terorisme, seperti pertukaran informasi satu sama

26Haggard, Stephan & Simmons, Beth A. 1987. “Theories of International Regimes”,

International Organization, Vol. 41, No.3 (Summer, 1987). pp. 491-517, dalam

http://mandayuanita-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-75033-Rezim%20Internasional-Teori%20Rezim%20Internasional.html


(2)

lain terhadap informasi aksi teroris dan menempatkan pelaku teroris dalam hukum yang ditetapkan.

1.7 Metodologi Penelitian

1.7.1 Variabel Penelitian Dan Level Analisa

Terdapat dua variable penelitian yaitu variable dependen dan variable independen :

a. Variable dependennya adalah Peran ASEAN sebagai Organansasi Regional di Asia Tenggara.

b. Variable independennya adalah Peran ASEAN menangani Isu Terorisme di Asia Tenggara.

Pada penelitian ini level analisa yang peneliti ambil adalah korelasionis, yaitu tingkat unit eksplanasinya dan unit analisanya adalah sama. Dalam penelitian ini unit eksplanasinya adalah Isu Terorisme dan unit analisanya adalah ASEAN yang menjadi sistem sehingga kedudukannya sama.

1.7.2 Metode/ Tipe Penelitian

Jenis penelitian skripsi ini adalah adalah jenis eksplanatif, yaitu metode yang digunakan untuk menjelaskan hubungan kaussal antara variable – variable melalui penguji hipotesis. Menurut Kriyanto (2006) periset perlu melakukan kegiatan berteori untuk menghasilkan dugaan awal (hipotesis) antar variable yang satu dengan yang lainnya. Sama halnya dengan penjelasan Bungin (2001) bahwa kuantitatif eksplanatif adalah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan suatu variable dengan variable lain untuk menguji suatu hipotesis.


(3)

Penelitian eksplanatif dilakukan terhaddap sample dan hasil penelitian tersebut dapat digeneralisasikan terhadap populassinya.27

1.7.3 Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisa data yang disebut dengan yaitu data mengenai fenomena yang diteliti diujikan dengan teori sebagai basis analisis dalam penelitian yang mempengaruhi proses pembentukan hipotesa.

1.7.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam sebuah penelitian dibutuhkan sumber – sumber data yang kuat untuk mendukung penelitian ini. Data – data dapat diperoleh dari penelitian terdahulu dan data – data dari sumber – sumber terpercaya sekiranya dapat membantu berjalannya proses penelitian ini. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang sesuai dengan waktu atau batasan peneliti sehingga data yang digunakan tidak terlalu luas dan dapat mengarah kepenelitian.

Dalam sebuah penelitian metode merupakan unsur yang berpengaruh dalam mencapai sebuah keberhasilan dari suatu penelitian. Metode secara tidak langsung mengatur didalamnya bagaimana pengumpulan data untuk penelitian tersebut. Data merupakan instrumen penting yang berguna untuk memperkuat asumsi serta argumen dari peneliti terhadap penelitiannya. Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengumpulkan data adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan Penelitian


(4)

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan secara kualitatif. Dimana dalam penelitian ini peneliti melakukan pengumpulan data tidak berupa angka melainkan dalam bentuk dokumen-dokumen resmi.

2. Sumber Data :

Data yang diperoleh berasal dari jurnal, penelitian terdahulu, buku, media massa, dokumen-dokumen resmi dari instansi terkait serta histori.

1.7.5 Ruang Lingkup Penelitian

a. Batasan Waktu

Dalam penelitian ini peneliti mengambil batasan waktu agar pembahasan tidak terlalu luas. tentu saja Isu terorisme bukan menjadi satu – satu isu global yang menarik perhatian internasional, tetapi tetap eksis dan menjadi perhatian dunia internasional. Maka dari itu penelitian ini akan menggunakan kurun waktu dari tahun 2001 - 2013.

b. Batasan Materi

Dalam sebuah penelitian tentu akan dipastikan batasan masalah ataupun materi yang menjadi pokok pembahasannya. Maka dari itu peneliti mengambil batasan masalah dalam penelitian ini yaitu seputar isu terorisme yang terjadi di AsiaTenggara dan peran ASEAN untuk keamanan kawasan anggotanya.


(5)

1.8 Hipotesa

Isu terorisme menjadi isu global yang penting dan serius bagi kemanan setiap negara. Aksi teroris kian banyak terjadi mulai dari pembajakan pesawat, peledakan bom di gedung – gedung hingga bom bunuh diri yang menggemparkan masyarakat. Aksi teroris tentu saja meresahkan masyarakat dan menimbulkan ancaman bagi negara karena dianggap dapat merugikan negara. Asia Tenggara menjadi sorotan sebagai sarang terorisme setelah peristiwa 9/11 dan munculnya aksi – aksi teroris di beberapa negara ASEAN seperti Indonesia, Philipina, Malaysia. Hal tersebut membuat ASEAN harus turun tangan terhadap isu global tersebut. Melalui pendekatan rezim internasional menunjukan bahwa ASEAN sebagai organisasi regional memiliki wewenang terhadap Asia Tenggara. Dengan ditandatanganinya ASEAN Convention on Counter Terrorisme menjadi langkah besar ASEAN untuk menciptakan kembali perdamaian di ASEAN. Sehingga menciptakan kepatuhan dan menegaskan kembali aturan tentang isu terorisme di Asia Tenggara.

1.9 Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan

1.1Latar belakang 1.2Rumusan Masalah 1.3Tujuan Penelitian 1.4Manfaat Penelitian 1.5Penelitian Terdahulu


(6)

1.7Metodologi Penulisan 1.8Hipotesis

1.9Sistematika Penulisan

Bab II Isu Terorisme dan Peran ASEAN dalam Menangani Isu Terorisme

2.1Isu Terorisme di kawasan Asia Tenggara 2.1.1 Bentuk Terorisme di Asia Tenggara 2.1.2 Kelompok Terorisme di Asia Tenggara 2.2 Isu Terorisme dalam Kerangka ASEAN

Bab III Alasan ASEAN dalam Perang Melawan Terorisme

3.1Peran ASEAN dalam menangani Isu Terorisme di kawasan Asia Tenggara

3.2Alasan ASEAN fokus berperan terhadap Isu Terorisme di Asia Tenggara melalui Rezim Internasional

Bab IV Penutup Daftar Pustaka