ASEAN Community 2015 Dan Keamanan Regional (Studi Kasus : Upaya ASEAN Dalam Mengatasi Terorisme Di Kawasan Asia Tenggara)
ASEAN COMMUNITY 2015 DAN KEAMANAN
REGIONAL
(Studi Kasus : Upaya ASEAN Dalam Mengatasi
Terorisme Di Kawasan Asia Tenggara)
D
I
S
U
S
U
N
O L E H :
FUAD HASAN LUBIS
040906055
Dosen Pembimbing : Indra Kesuma Nst, S.IP, M.SI
Dosen Pembaca : Warjio, SS, M.A, Dipl
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
ABSTRAKSI
Serangan terorisme yang diwarnai dengan ledakan bom yang menewaskan
banyak korban di beberapa kawasan Asia Tenggara telah mengubah sejarah dunia,
sejarah bangsa dan sejarah organisasi internasional yang ada di kawasan Asia
Tenggara. Tindak kejahatan terorisme merupakan kejahatan yang memiliki
jaringan yang luas antarnegara sehingga upaya untuk mengatasinya juga harus
melibatkan banyak pihak termasuk Negara-negara. Negara-negara yang
merupakan aktor dalam hubungan internasional harus berfikir aktif dalam
mengatasi kejahatan terorisme, termasuk melaksanakan suatu kerjasama.
Sehingga yang terjadi adalah kerjasama antar Negara-negara untuk mengatasi
terorisme sekaligus untuk meraih tujuan bersama.
ASEAN yang merupakan organisasi internasional di kawasan Asia
Tenggara merupakan garda terdepan dan sebagai wadah yang menaungi
Negara-negara Asia Tenggara dalam bekerja sama mengatasi kejahatan terorisme
sekaligus mencapai tujuan yang mereka ingin capai. Upaya yang dilakukan
ASEAN menghasilkan suatu konvensi yang bernama ASEAN Convention on
Counter Terrorism (ACCT) yang merupakan tata cara kerjasama untuk
bersama-sama mengatasi terorisme di kawasan Asia Tenggara.
Kata Kunci : Hubungan Internasional, Organisasi Internasional, Kerjasama
Kawasan, ASEAN dan Terorisme
(3)
DAFTAR ISI
Abstraksi ...………..i
Daftar Isi ………..………...ii
BAB I PENDAHULUAN ………...1
I.1. Latar Belakang Masalah ……….……….……..1
I.1.1 Hubungan Internasional Kontemporer……….……1
I.1.2 Komunitas ASEAN dan Keamanan Regional ………3
I.1.3 Posisi ASEAN dalam Mengatasi Terorisme di Asia Tenggara 7 I. 2 Perumusan Masalah ………9
I. 3 Pembatasan Masalah ………..………..9
I. 4 Tujuan Penelitian ………..……..……….9
I. 5 Manfaat Penelitian ……..………....………10
I. 6 Kerangka Dasar Pemikiran ………..….………..10
I.6.1 Teori Hubungan Internasional ………..….10
I.6.2 Organisasi Internasional ……….…………...12
I.6.3 Kesatuan Regional ……….………….……..15
I.6.4. Komunitas Keamanan ……….………….…...15
I.6.5 Komunitas ASEAN 2015 (ASEAN Community 2015)………16
I.6.6 Terorisme ………...……….19
I.6.7 Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme (ASEAN Convention on Counter Terrorism/ACCT)…...…………..22
I.7 Metodologi Penelitian ………..……….22
I.7.1 Jenis Penelitian ………..……….22
I.7.2 Teknik Pengumpulan Data ………...…..………23
I.7.3 Teknik Analisis Data ………....………..23
I.7.4 Sistematika Penulisan……….…….…24
BAB II SEJARAH ASEAN ………..…….…..………25
II.1 Latar Belakang Pembentukan ASEAN …....……….25
(4)
II.2 Maksud dan Tujuan ASEAN ………..………….33
II.3 Struktur Organisasi ASEAN ………....34
II.3.1 Sebelum KTT I di Bali 1976 ……….34
II.3.2 Sesudah KTT I di Bali 1976 ………..35
II.4 Keanggotaan ASEAN ……….……..38
II.5 Kerjasama-Kerjasama ASEAN ……….39
II.5.1 Kerjasama di Bidang Ekonomi ..………39
II.5.1.1 Sektor Perdagangan dan Pariwisata ……….….….39
II.5.1.2 Sektor Pangan, Pertanian dan Kehutanan ………...40
II.5.1.3 Sektor Industri, Pertambangan dan Energi ……….….41
II.5.1.4 Sektor Keuangan dan Perbankan ……….………41
II.5.1.6 Bidang Sosial Budaya ….……….……….42
II.5.1.6 Kerjasama dengan Pihak Swasta ………...44
BAB III ASEAN COMMUNITY 2015 DAN ASEAN SECURITY COMMUNITY..45
III.1 Lahirnya ASEAN COMMUNITY 2015 …………..……….45
III.2 Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN SECURITY COMMUNITY) ………..49
BAB IV UPAYA ASEAN DALAM MENGATASI TERORISME DI ASIA TENGGARA..………..53
IV.1 Pentingnya Pemberantasan Terorisme di Asia Tenggara ………....53
IV. 2 Analisis Mengenai ASEAN Convention On Counter Terrorism ..57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………..64
V.1 Kesimpulan ………64
V.2 Saran …..………..………68
DAFTAR ISI ………...69
(5)
ABSTRAKSI
Serangan terorisme yang diwarnai dengan ledakan bom yang menewaskan
banyak korban di beberapa kawasan Asia Tenggara telah mengubah sejarah dunia,
sejarah bangsa dan sejarah organisasi internasional yang ada di kawasan Asia
Tenggara. Tindak kejahatan terorisme merupakan kejahatan yang memiliki
jaringan yang luas antarnegara sehingga upaya untuk mengatasinya juga harus
melibatkan banyak pihak termasuk Negara-negara. Negara-negara yang
merupakan aktor dalam hubungan internasional harus berfikir aktif dalam
mengatasi kejahatan terorisme, termasuk melaksanakan suatu kerjasama.
Sehingga yang terjadi adalah kerjasama antar Negara-negara untuk mengatasi
terorisme sekaligus untuk meraih tujuan bersama.
ASEAN yang merupakan organisasi internasional di kawasan Asia
Tenggara merupakan garda terdepan dan sebagai wadah yang menaungi
Negara-negara Asia Tenggara dalam bekerja sama mengatasi kejahatan terorisme
sekaligus mencapai tujuan yang mereka ingin capai. Upaya yang dilakukan
ASEAN menghasilkan suatu konvensi yang bernama ASEAN Convention on
Counter Terrorism (ACCT) yang merupakan tata cara kerjasama untuk
bersama-sama mengatasi terorisme di kawasan Asia Tenggara.
Kata Kunci : Hubungan Internasional, Organisasi Internasional, Kerjasama
Kawasan, ASEAN dan Terorisme
(6)
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
I.1.1 Hubungan Internasional Kontemporer
Perubahan konstelasi politik dunia dewasa ini membawa perubahan dalam
hubungan antar elemen-elemen yang terdapat dalam tataran hubungan internasional.
Hubungan internasional yang pada awalnya mengkaji peperangan dan perdamaian serta
kemudian meluas untuk mempelajari perkembangan, perubahan dan kesinambungan yang
berlangsung dalam hubungan antara negara atau antarbangsa dalam konteks sistem
global, menjadi kajian hubungan internasional yang tidak hanya fokus pada hubungan
politik yang berlangsung antar negara, tapi juga mencakup peran dan kegiatan yang
dilakukan oleh actor-aktor bukan negara (non – state sector), inilah kemudian yang
disebut dengan hubungan internasional kontemporer.1 Dalam perkembangan selanjutnya, hubungan internasional kontemporer bukanlah ilmu yang mengkaji hubungan politik
an-sich, tetapi juga mencakup sekelompok kajian lainnya seperti tentang interdependensi
perekonomian, kesenjangan utara dan selatan, keterbelakangan, perusahaan transnasional
(TNC’s / MNC’s), hak asasi manusia, organisasi-organisasi dan lembaga swadaya
masyarakat (LSM) internasional, lingkungan hidup, gender dan sebagainya.2
Hal ini mengakibatkan ruang lingkup yang dikaji oleh ilmu hubungan
internasional menjadi lebih luas dengan mencakup bahan pengkajian mengenai berbagai
1
T. May Rudi, Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah-Masalah Global Isu, Konsep, Teori, dan Paradigma, Bandung : PT Refika Aditama, 2003, hal. 1.
2 Dikutip oleh Rudi dari Robert Jackson dan George Sorensen, Introduction to International
(7)
aspek dalam kehidupan masyarakat seperti politik, ekonomi, sosial budaya dan lain-lain.
Meskipun begitu, hubungan internasional bukanlah ilmu yang mencakup kajian yang
begitu luas, batasan yang dipakai dalam hubungan internasional adalah mengkaji hal-hal
atau aspek-aspek tersebut dari sudut pandang keterhubungan global (global connections)
yang bersifat non domestik, yang melintasi batas wilayah masing-masing negara.
Pola interaksi hubungan internasional tidak dapat dipisahkan dengan segala
bentuk interaksi yang berlangsung dalam pergaulan masyarakat internasional, baik oleh
pelaku negara-negara (state actors) maupun oleh pelaku-pelaku bukan negara (non state
actors).3
Di era globalisasi sekarang ini, pola-pola kerjasama bilateral, multilateral dan
global penting diperbanyak dan ditingkatkan, karena semakin luas dan banyaknya
permasalahan global yang tidak dapat lagi ditanggulangi oleh banyak negara, apalagi
hanya satu negara, tetapi perlu pemecahan masalah yang dilakukan secara kolektif atau
bersama banyak negara serta dengan mengikutsertakan pula aktor-aktor non negara.
Selain masalah global yang merupakan kelanjutan dari masalah yang sudah ada seperti
pertumbuhan penduduk yang tidak sebanding dengan pertambahan produksi energi,
ketersediaan air yang minim, kemiskinan, kelaparan dan masalah lainnya, sekarang
muncul pula masalah-masalah baru seperti perusakan dan pencemaran lingkungan hidup Pola hubungan atau interaksi ini dapat berupa kerjasama (cooperation),
persaingan (competition), dan pertentangan (conflict). Dari ketiga pola interaksi ini, tentu
yang diaharapkan adalah pola yang berbentuk kerjasama. Masalah yang muncul adalah
bagaimana memelihara, mempertahankan dan meningkatkan kerjasama yang berlangsung
secara adil, dan saling menguntungkan, kemudian bagaimana mencegah dan menghindari
konflik, serta bagaimana mengubah kondisi-kondisi persaingan konflik menjadi
kerjasama.
3 K.J. Holsti, International Politics : A Framework For Analisis, New Jersey : Prentice, hal inc,
1995, terjemahan Wawan Juanda, Politik Internasional : Suatu Kerangka Analisis, Bandung : Bina Cipta, 1997, hal.26-28
(8)
(environmental issues), senjata pemusnah massal (weapon mass destruction),
perkembangan industri dan berbagai dampak dari globalisasi, liberalisasi perdagangan
dunia, terorisme serta ‘triple T revolution’ (revolusi di bidang teknologi, transportasi dan
telekomunikasi)4
Seperti yang telah diungkap sebelumnya bahwa hubungan internasional tidak
hanya mengkaji hubungan politik antarnegara, tetapi juga mengkaji organisasi-organisasi
internasional. Organisasi adalah suatu wadah yang terdiri dari unit-unit yang saling
bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan bersama. Association Of East Asia Nation
(ASEAN) adalah salah satu organisasi internasional yang berbasis negara-negara
sekawasan Asia Tenggara yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Asal mula berdirinya ASEAN tidak terlepas dari peristiwa Perang Dunia Ke-2 (PD 2)
Pasca PD 2 kawasan Asia Tenggara banyak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan
dari negara-negara besar yang terlibat dalam perang tersebut. Selain itu kawasan ini juga
banyak diwarnai konflik kepentingan antar negara tetangga, seperti konfrontasi Indonesia
terhadap Malaysia, klaim teritorial antara Malaysia dan Filipina mengenai Sabah, serta
berpisahnya Singapura dari Federasi Malaysia. .
I.1.2 Komunitas ASEAN dan Keamanan Regional
5
4 Op.Cit., T. May Rudi, hal. 3
5 Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Deplu RI, ASEAN Selayang Pandang, 2007, hal. 1
Dilatarbelakangi oleh hal tersebut,
negara-negara Asia Tenggara menyadari perlunya kerjasama untuk meredakan rasa saling
curiga dan membangun rasa saling percaya (confidence building), serta mendorong
kerjasama pembangunan kawasan. Dampak positif dari meredanya rasa saling curiga dan
konflik di antara negara-negara Asia Tenggara telah mendorong upaya pembentukan
(9)
Upaya tersebut membuahkan hasil dengan ditandatanganinya Deklarasi ASEAN
atau disebut juga Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh lima
negara yakni, Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina dan Singapura yang masing-masing
diwakili oleh Menteri Luar Negeri. Deklarasi ini menandai berdirinya organisasi ASEAN
yang dimasa awalnya lebih diwarnai upaya-upaya pembangunan rasa saling percaya
antarnegara anggota guna mengembangkan kerjasama regional yang bersifat kooperatif
namun belum bersifat integratif.6
Komitmen untuk mewujudkan komunitas ASEAN yang awalnya ditetapkan
tahun 2020 dipercepat menjadi tahun 2015 melalui penandatanganan “Cebu Declaration
on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Commuity by 2015” pada KTT
ke-12 ASEAN di Cebu Filipina pada Januari 2007. Tujuan dari pembentukan Komunitas
ASEAN adalah untuk lebih mempererat integrasi ASEAN dalam menghadapi
Dari awal pembentukannya sampai sekarang, ASEAN telah berusia lebih dari 40
tahun. Selama empat dekade keberadaannya, ASEAN telah mengalami banyak perubahan
dan perkembangan yang positif dan signifikan yang mengarah kepada pendewasaan
ASEAN. Tidak ada yang menyangkal bahwa kerjasama ASEAN selama ini masih banyak
berkutat pada masalah bilateral yang beragam diantara Negara tetangga di kawasan ini.
Di balik masalah bilateral di sana-sini, ASEAN terus direvitalisasi.
Kerjasama ASEAN kini menuju tahapan baru yang lebih integratif dan
berwawasan ke depan melalui dibentuknya Komunitas ASEAN (ASEAN Community)
pada tahun 2015. Hal ini diperkuat dengan telah disahkannya Piagam ASEAN (ASEAN
Charter) yang secara khusus akan menjadi landasan hukum dan landasan jati diri ASEAN
ke depannya.
6 M. Rajendran, ASEAN Foreign Relations The Shift to Collective Action, Kuala Lumpur : Arena
(10)
perkembangan konstelasi politik internasional. ASEAN menyadari sepenuhnya bahwa
ASEAN perlu menyesuaikan cara pandangnya agar dapat lebih terbuka dalam
menghadapi permasalahan-permasalahan internal dan eksternal.7
Ide terciptanya Komunitas ASEAN yang mulai berlaku pada tahun 2015
mengadopsi dari apa yang tengah berlangsung di kawasan Eropa dengan konsep Uni
Eropa yang menyatukan berbagai masyarakat dari Negara-negara Eropa dalam satu
komunitas bersama.
Negara-negara ASEAN menyadari perlunya meningkatkan konsolidasi,
kohesivitas dan efektifitas kerjasama. Dimana kerjasama-kerjasama dalam ASEAN tidak
lagi hanya berfokus pada kerjasama-kerjasama ekonomi namun harus juga didukung oleh
kerjasama lainnya di bidang keamanan dan sosial budaya. Agar tercipta keseimbangan
tersebut, pembentukan ASEAN didasari dengan tiga pilar, yaitu Komunitas Keamanan
ASEAN (ASEAN Security Community), Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic
Community), Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community).
Keseimbangan baru ini diperlukan mengingat banyak masalah bilateral yang terus
membayangi dan karena sensitivitasnya perlu di dorong oleh rasa kekitaan dan
keterbukaan (we feeling), agar urusan tidak menjadi timbunan beban bersama.
8
Semangat keterbukaan, pelan-pelan disebar ke kawasan agar tercipta sebuah
atmosfir tingkat yang sama, diikuti berkurangnya resistensi atau kecurigaan, ketika kita Jadi dengan demikian nantinya akan tercipta keamanan, kegiatan
perekonomian bersama antarnegara ASEAN. Lebih jauh dikatakan Rencana Aksi ASEAN
Security Community (ASC-PoA) juga sederet kegiatan yang digulirkan melalui Vientienne Action Programmes (VAP) perlu dipahami sebagai langkah membangun rasa
kekitaan.
7 Ibid., hal. 28
8 Syamsul Arifin, dkk, Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, Jakarta: Elex Media Komputindo,
(11)
memasuki urusan bilateral begitu luas dan dianggap sensitif. Semangat menciptakan
komunitas keamanan regional adalah starting point dalam mencapai Komunitas ASEAN,
hal ini berarti keamanan dan perdamaian harus lebih dulu tercipta di kawasan Asia
Tenggara sehingga yang selanjutnya adalah terciptanya kemakmuran ekonomi bersama.
Dengan begitu pilar Komunitas Keamanan ini harus menjadi prioritas, apabila stabilitas
keamanan telah tercapai maka kemakmuran masyarakat adalah suatu keniscayaan.
Namun sejarah berdirinya ASEAN tidak bisa dilepaskan dari tarikan ketegangan bilateral.
Walaupun kawasan Asia Tenggara dipandang seperti kawasan yang tertib, namun potensi
konflik untuk muncul tetap besar.
Dalam perjalanannya, ada tiga macam konflik yang sering mempengaruhi
ASEAN , yakni : 1) perselisihan perbatasan atau teritorial, 2) perselisihan yang
mengancam stabilitas keamanan, dan 3) perselisihan yang muncul sehubungan dengan
kebijakan pengelolaan.9
Sebagai organisasi regional, ASEAN bertugas sebagai wadah dalam
menyelesaikan permasalahan keamanan yang mengancam setiap anggotanya. Kalau
sebelumnya ASEAN disibukkan dengan perselisihan dua negara atau lebih mengenai
perbatasan atau teritorial, kini ASEAN menerima beban berat dengan munculnya masalah
primordialisme yang dapat menimbulkan masalah terorisme, sehingga tidak jarang ada Namun belakangan pemasalahan keamanan di kawasan Asia
Tenggara lebih berat dengan munculnya serangkaian aksi serangan teroris di berbagai
Negara anggota ASEAN. Berbeda dengan konflik yang sering terjadi dimana saling
melibatkan dua Negara atau lebih, isu terorisme muncul sebagai musuh baru bersama
yang dapat mengancam setiap Negara dan harus ditanggulangi bersama.
I.1.3 Posisi ASEAN dalam Mengatasi Terorisme di Asia Tenggara
9 Asvi Warman Adam, dkk, Konflik Teritorial di Negara-Negara ASEAN, Jakarta : PPW-LIPI,
(12)
anggapan bahwa di kawasan ini terorisme dapat tumbuh dengan subur. Issue terorisme
adalah issue yang mengancam Negara-negara Asia Tenggara, meskipun lebih banyak
terjadi di Indonesia, tetapi tetap saja turut melibatkan negara lain khususnya Negara
tetangga di Asia Tenggara. Berikut ini data-data serangan terorisme yang terjadi di
Indonesia10
I. Kasus Pemboman yang terjadi Tahun 1999 dan Malam Natal tahun 2000
LOKASI TARGET
MEDAN
BATAM
PEKAN BARU
JAKARTA
JAKARTA
BANDUNG
MOJOKERTO
MATARAM
JAKARTA
15 GEREJA
3 LOKASI
2 LOKASI
7 GEREJA
MESJID ISTIQLAL
4 LOKASI
3 LOKASI
1 LOKASI
KEDUBES PHILIPINA
II. Kasus Pemboman yang terjadi tahun 2001
• Plaza Atrium Jakarta 1 Agustus 2001
• Gereja Santa Ana Tanggal 1 Agustus 2001 III. Serangan Teror yang berskala besar sejak 2002-2005
• Tanggal 12 Oktober 2002 di Sari Club, Paddy’s Pub, Bali
10 Makalah Rousdy Soeriaatmadja, Strategi Nasional Dalam Mencegah dan Memberantas
Terorisme, dalam seminar Sehari “Sosialisasi ASEAN Convention On Counter Terrorism”, Dirjen Kerjasama ASEAN Deplu RI, Tanggal 21 Agustus 2007
(13)
• Tanggal 5 Agustus 2003 di Hotel JW. Marriot, Jakarta
• Tanggal 9 September 2004 di Gedung Kedubes Australia, Kuningan Jakarta
• Tanggal 1 Oktober 2005 Pantai Jimbaran Bali
Urgensi terciptanya keamanan regional mendapat porsi perhatian lebih oleh
negara-negara ASEAN. Dalam merespon hal tersebut, Negara-negara ASEAN berpegang
teguh pada ASEAN Security Community (ASC). Kesepuluh Negara anggota ASEAN telah
menandatangani sebuah konvensi dengan Judul ASEAN Convention On Counter
Terrorism (ACCT) pada tanggal 13 Januari 2007 di Cebu Filipina. Dengan adanya
konvensi ini, Negara anggota ASEAN didorong untuk bekerja secara proaktif serta
meningkatkan kerjasama dalam rangka mencegah dan menangani terjadinya aksi-aksi
terorisme khususnya di wilayah negara anggota ASEAN. Upaya penanganan aksi
terorisme ini cukup penting, karena dalam satu dekade terakhir sebagian besar wilayah
ASEAN di cap oleh dunia internasional sebagai salah satu sarang teroris sehingga
menjadi salah satu faktor yang mendorong rendahnya iklim investasi di ASEAN. Oleh
karena itu, hasil nyata dari konvensi ini diharapkan menjadi sebuah jawaban kepada
banyak pihak yang telah berpikirkan skeptis terhadap negara anggota ASEAN. Hasil
nyata dari konvensi ini akan menunjukkan bahwa negara anggota ASEAN mampu
bekerjasama untuk mengatasi terorisme dan menjaga kestabilan kawasan. Pada akhirnya,
diharapkan adanya peningkatan iklim investasi di wilayah ASEAN.
I.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan persoalan yang telah diuraikan di atas, maka
penulis dapat menyimpulkan bahwa yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini
(14)
mengatasi aksi terorisme dalam kerangka ASEAN Commuity 2015 dan ASEAN Security
Community.
I.3 Pembatasan Masalah
Dalam upaya memfokuskan permasalahan dalam penelitian ini, akan lebih baik
jika dibuat pembatasan masalah. penelitian ini hanya mengkaji upaya ASEAN sebagai
sebuah organisasi kerjasama di Asia Tenggara mengatasi aksi terorisme yang
berlandaskan pada ASEAN Convention On Counter Terrorism (ACCT) yang
ditandatangani tanggal 13 Januari 2007 di Cebu, Filipina.
I.4 Tujuan Penelitian
Secara umum, tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana dan apa saja upaya kerjasama regional yaitu ASEAN dalam mengatasi aksi
terorisme di kawasan Asia Tenggara.
Selain tujuan umum, dapat pula diambil tujuan khusus sebagai penjabaran dari
tujuan umum di atas, yaitu :
• Untuk mengetahui bagaimana upaya suatu kerjasama dalam mengatasi bahaya yang mengancam keamanan anggotanya khususnya kerjasama di kawasan.
• Untuk mengetahui sejauh mana dan apa saja upaya yang dilakukan suatu kerjasama dalam mengatasi ancaman keamanan bagi Negara anggotanya.
• Untuk melihat dan menyelesaikan potensi terorisme di kawasan
• Bagi mahasiswa departemen Ilmu Politik agar dapat melihat bagaimana pentingnya sebuah kerjasama dalam lingkup internasional
• Untuk dapat mengetahui peran penting dari suatu kerjasama antar Negara sekawasan khususnya kerjasama regional ASEAN
(15)
Penelitian yang dilakukan dalam mengetahui ASEAN Community dan ASEAN
Security Community dan prospeknya terhadap perkembangan pertahanan dan keamanan
negara-negara ASEAN. Serta juga dapat melihat apakah bibit teror di kawasan ASEAN
masih berpotensi untuk berkembang serta agar dapat melihat secara dini untuk dicegah.
I.6 Kerangka Dasar Pemikiran
I.6.1 Teori Hubungan Internasional
Teori adalah konsep-konsep yang saling berhubungan menurut aturan logika
menjadi suatu bentuk pernyataan tertentu sehingga menjelaskan fenomena secara
ilmiah.11 Teori sebagai perangkat preposisi yang terintegrasi secara sintaksis, yaitu untuk mengikuti aturan-aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan yang
lainnya dengan data dasar sehingga dapat diamati dan berfungsi sebagai wahana untuk
menjelaskan fenomena yang diamati.12
Apa yang terjadi dalam dunia internasional dapat memberikan pengaruh bagi
setiap negara di dunia dan Hubungan Internasional menjelaskan apa yang terjadi dan
pengaruh-pengaruh yang diakibatkan, bisa berakibat baik dan juga bisa berakibat fatal.
Hal ini mengesahkan perlunya studi hubungan internasional karena asumsi dari studi ini
adalah bahwa potensi bahaya itu bisa dikurangi dan kemungkinan untuk menciptakan
perdamaian bisa ditingkatkan, asalkan umat manusia mau melakukan sesuatu demi tujuan
itu.
13
11 Mokhtar Mas’oed, Teori dan Metodologi Hubungan Internasional, Yogyakarta : Pustaka Antar
Universitas Studi Sosial UGM, 1998, hal. 61
12 Gleen E Smellbecker dan Lexy J Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja
Rosda Karya, hal. 61
13 MokhtarMas’oed, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi, Jakarta : LP3ES,
1990, hal. 31
(16)
Hubungan internasional dibentuk oleh hubungan antarnegara yang saling
memiliki nilai berharga yang ingin diraih demi kehidupan warga negaranya,
nilai-nilai tersebut adalah hal-hal yang sangat dibutuhkan oleh warga negara seperti keamanan,
kebebasan, ketertiban, keadilan dan kesejahteraan. Negara dipandang sebagai yang
essensial bagi kehidupan warga negaranya, tanpa negara kehidupan manusia menjadi
dibatasi, tidak menyenangkan, terpencil, miskin serta tidak berperikemanusian.14
Dalam studi Hubungan Internasional, terorisme sudah menjadi bagian dari isu
global saat ini. Bahkan dikatakan bahwa terorisme adalah non state sector baru dalam HI,
seperti yang telah ditulis di awal bahwa HI kontemporer tidak hanya berfokus pada
negara tetapi juga aktor-aktor
Ada beberapa pendekatan yang terdapat dalam Teori Hubungan Internasional
yang salah satunya akan digunakan untuk menjelaskan fenomena secara ilmiah.
Pendekatan hendaknya dinilai secara positif untuk memberikan sumbangan kepada ilmu
Hubungan Internasional. Pendekatan merupakan cara yang memungkinkan setiap orang
berusaha untuk menyelidiki, menyelami dan memecahkan masalah.
15
Dalam pandangan Liberalis meyakini bahwa kerjsama negara dalam sebuah
institusi/organisasi internasional dapat terwujud bukan sekedar distribusi power saja
sebab pandangan liberalis tentang sistem internasional tidak terlalu buruk. Liberalis juga di luar negara. Terminologi terorisme dicirikan oleh dan
hampir seluruhnya dengan penggunaan kekerasan (use of violence) dengan melibatkan
jaringan yang luas melintasi batas-batas negara. Disini HI berperan membentuk kesadaran
untuk menciptakan kerjasama antarnegara untuk mengatasinya. Pendekatan yang
mementingkan kerjasama banyak digunakan dalam pendekatan liberalis dalam HI.
14 Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2005, hal. 3
15
Menurut Couloumbis dan Wolfe, aktor adalah unit yang mampu melakukan tindakan dalam mencapai tujuan tertentu, misalnya Negara sebagai suatu organisasi diciptakan dan disiapkan untuk mencapai tujuan tertentu melalui berbagai tindakan yang direncanakan. dikutip dari R. Soeprapto, Hubungan Internasional, Sistem, Interaksi dan Perilaku, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997, hal. 4
(17)
menolak pandangan yang mengatakan bahwa politik sebagai hutan rimba dan lebih
mengumpamakan menanam perang atau damai . Dibutuhkan bentuk kerjasama antar
aktor politik yang dijalankan dengan damai dan diwujudkan dalam suatu struktur
kelembagaan berupa institusi atau organisasi internasional.
Mengenai sistem internasional, kaum liberalis memiliki asumsi; pertama, lebih
menekankan kepada penjelasan mengapa kerjasama ekonomi dan lingkungan lebih
dimungkinkan. Kedua, kerjasama tersebut akan mengurangi perang. Ketiga, kecurangan
dianggap sebagai faktor yang dapat menghambat kerjasama internasional. Keempat,
institusi akan memberikan jalan keluar untuk mengadapi persolaan dan kelima,
pembentukan institusi akan mengekang negara melakukan tindakan berbahaya. Jadi jelas
kerjasama yang dilakukan dalam satu wadah organisasi internasional dapat dilakukan
untuk mencapai tujuan bersama.16
“anarchy as a condition of possibility for or permissive cause of war, arguing that wars occur because there is nothing to prevent them”.
Sedangkan pendekatan neorealis dapat melihat
terjadinya tindakan terorisme sebagai akibat dari apa yang telah dibuat oleh Negara
sehingga menciptakan suatu sistem. Seperti yang dituliskan oleh Kenneth Waltz :
17
Menurut Daniel S. Cheever dan H. Field Haviland Jr. organisasi
internasional adalah pengaturan bentuk kerjasama internasional yang melembaga
antara negara-negara, umumnya berlandaskan suatu persetujuan dasar, untuk
melaksanakan fungsi-fungsi yang memberi manfaat timbal-balik yang
I.6.2 Organisasi Internasional
16
Makalah Dewi Triwahyuni, Teorisme dalam non state sekto baru dalam HI, diakses dar
17 Friedrich Kratochwil dan Edward D. Mansfield, International Organization A Reader, 1994,
(18)
diejawantahkan melalui pertemuan-pertemuan serta kegiatan-kegiatan staf secara
berkala. Dari definisi tadi secara sederhana organisasi internasional mencakup
adanya tiga unsur, yakni :
181.
Keterlibatan Negara dalam suatu pola kerjasama
2.
Adanya pertemuan-pertemuan secara berkala
3.
Adanya staf yang bekerja sebagai “pegawai sipil internasional’
(International civil servant)
Sementara pendapat yang lain yakni T. May Rudi menjelaskan bahwa
organisasi internasional adalah pola kerjasama yang melintasi batas-batas Negara,
dengan di dasari struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta diharapkan atau
diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara
berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan
yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara pemerintah dengan
pemerintah maupun antara sesama kelompok non-pemerintah pada Negara yang
berbeda. Dari penjelasan May Rudi tadi dapat diuraikan unsur-unsur yang terdapat
dalam organisasi internasional, yaitu :
191.
Kerjasama yang ruang-lingkupnya melintasi batas Negara
2.
Mencapai tujuan-tujuan yang disepakati bersama
3.
Baik antar pemerintah maupun non-pemerintah
4.
Struktur organisasi yang jelas dan lengkap
5.
Melaksanakan fungsi secara berkesinambungan
Lebih jauh lagi dalam Hubungan Internasional, seperti yang dikemukakan oleh
Kratochwil dan Gerard Ruggie, apa yang disebut sebagai pemerintahan internasional
18 T. May Rudi, Administrasi & Organisasi Internasional, Bandung : PT Rafika Aditama, 2005,
hal. 2
(19)
adalah apa yang dilakukan oleh Organisasi Internasional. Kemudian, ada beberapa peran
aktual dan potensial dari organisasi internasional dalam pengungkapan yang lebih luas
dari proses pemerintahan internasional. Perspektif ini dibagi dalam tiga wilayah, yaitu :20
- wilayah pertama, penekanan pada peran dari organisasi internasional dalam
meresolusi inti permasalahan internasional. Seperti displomasi preventif dan
penjaga perdamaian sebagai suatu peran dalam wilayah perdamaian dan
keamanan, pengawasan penggunaan nuklir oleh IAEA, memfasilitasi proses
dekolonisasi dan masalah lainnya.
- Wilayah kedua, perspektif perubahan peran organisasi dari fokus pada solusi dari
pada masalah kepada konsekwensi kelembagaan jangka panjang tertentu dari
suatu kegagalan untuk mengatasi substansi masalah melalui alat kelembagaan
yang tersedia.
- Wilayah ketiga didalam perspektif peran organisasi dimulai dengan sebuah kritik
pada pengharapan transformasional dari teori integrasi dan kemanusian berubah
fokus kepada perhatian yang lebih general dengan bagaimana institusi
inernasional merefleksikan dan sampai taraf tertentu memperbesar dan
memodifikasi karakteristik tampilan dari sistem internasional. Disini, organisasi
internasional dilihat sebagai pemberi legitimasi bersama yang potensial,
kendaraan dalam politik internasional dalam agenda penyatuan, forum untuk
membentuk koalisi antarpemerintah yang dikenal sebagai alat koordinasi
kebijakan antarpemerintah.
Singkatnya Organisasi Internasional di bentuk oleh anggota-anggotanya sebagai
wadah kerjasama untuk menyelesaikan permasalahan dan pencapaian tujuan bersama.
Semua anggotanya berperan membesarkan dan menggerakkan jalannya organisasi
(20)
tersebut sebaliknya organisasi membantu mereka meraih apa yang mereka inginkan
seperti dalam kepentingan nasionalnya.
I.6.3 Regionalisme
Snyder berpendapat bahwa region atau kawasan diartikan sebagai sekumpulan
negara yang memiliki kedekatan geografis karena berada dalam satu wilayah tertentu.
Meskipun demikian, kedekatan geografis saja tidak cukup untuk menyatukan negara
dalam satu kawasan. Hettne dan Soderbaun mengemukakan bahwa kedekatan geografis
tersebut perlu didukung adanya kesamaan budaya, keterikatan sosial dan sejarah yang
sama. Dengan demikian, syarat terbentuknya satu kawasan dapat terpenuhi secara
geografis dan struktural. Dengan logika ini, maka seharusnya semua kawasan di dunia
dapat menjadi sekumpulan negara yang mendeklarasikan diri mereka sebagai satu
kawasan yang sama. Namun pada kenyataannya, tidak semua kawasan memiliki
intensitas interaksi dan kemajuan yang sama antara satu kawasan dengan yang lainnya.21
21 Wiwien Apriliani, Kevinder, Muhammad Fitriady, Teori Regionalisme, dapat diakses di
Kesamaan budaya, ekonomi, politik, ideologi, dan geografis dalam suatu wilayah
diasumsikan dapat memunculkan organisasi yang lebih efektif. Organisasi regional telah
siap untuk bekerjasama, dan pengalaman organisasi regional yang sukses akan
mempengaruhi dan mendorong ke arah integrasi yang lebih jauh. Regionalisme dapat
menghasilkan “model masyarakat” atau “model negara.” Bentuk regionalisme dapat
dibedakan berdasarkan kriteria geografis, militer/politik, ekonomi, atau transaksional,
bahasa, agama, kebudayaan, dan lain-lain. Tujuan utama dari organisasi regional adalah
untuk menciptakan perjanjian perdamaian dan kerjasama yang saling menguntungkan di
berbagai aspek dan penguatan area saling ketergantungan pada negara-negara
superpower.
(21)
Organisasi regional paska Perang Dunia II terdiri dari tiga tipe yaitu:
22Selain teori di atas, Hennet membagi tingkatan regionalisme ke dalam lima
tahapan yang meningkat secara gradual. Lima tahapan ini menunjukkan kematangan
suatu kawasan seiring dengan meningkatnya intensitas hubungan internasional antar
negara di kawasan. Tahapan ini dapat menjawab pertanyaan mengapa satu kawasan dapat
1. Organisasi regional gabungan. Dibentuk dari banyak tujuan dan melakukan
banyak aktivitas. Contoh : OAS, OAU, Liga Arab, dll.
2. Organisasi pertahanan regional. Sebagai organisasi militer antar negara dalam
satu wilayah tertentu. Contoh: SEATO, NATO, Pakta Warsawa, dll.
3. Organisasi fungsional regional. Bekerja dengan pendekatan fungsional
terhadap Integrasi regional. Contoh: OPEC, ASEAN, NAFTA, dll.
Kawasan yang dapat memulai interaksi antar negara di dalamnya, akan terus
berkembang karena efek kerjasama “spillovers” hingga akhirnya tercipta integrasi
kawasan. Hal ini berbeda dengan kawasan lain yang tidak memiliki kerjasama kawasan.
Maka kawasan tersebut akan tertinggal dibanding kawasan yang lain.
Sementara itu, berdasar “New Regional Theory”, perkembangan regionalisme
tergantung pada tiga hal. Yakni, dukungan dari kekuatan besar di dalam kawasan
(regional great power), tingkat interaksi antar negara dalam kawasan, dan saling
kepercayaan antar negara dalam kawasan. Melalui teori ini, dapat dipahami bahwa
mengapa satu kawasan lebih tertinggal dibanding yang lainnya adalah karena
permasalahan kekuatan dan keinginan negara yang bersangkutan untuk membentuk satu
kawasan. Bisa jadi suatu kawasan tidak tercipta integrasi karena memang integrasi
tersebut tidak diinginkan dan diupayakan oleh para great powers.
(22)
lebih maju dibandingkan dengan kawasan yang lain dan persyaratsn apa yang harus
diupayakan agar tercipta integrasi kawasan yang lebih matang.
Tahapan tersebut adalah :23
Ada kombinasi kekuatan, meski bukan berupa penggabungan apalagi peleburan 1. Simple Geographic Unit of States
Kriteria:
Tidak ada kerjasama dan interaksi rutin antar negara di dalam kawasan.
Kerjasama terjadi hanya ketika ada ancaman, dan kerjasama tersebut juga berakhir ketika ancaman sudah berakhir.
Sangat bergantung pada sumber daya pribadi, yakni pada masing-masing negara. 2. Set of Social Interactions
Kriteria :
Dalam kawasan sudah tercipta interaksi antar negara namun hanya diatur norma-norma atau institusi informal
3. Collective Defense Organisation
Kriteria :
Negara mulai bersekutu dengan negara lain yang memiliki pemikiran yang sama di dalam satu kawasan untuk melawan ancaman bersama atau musush bersama.
Ada perjanjian formal yang mengikat dan mengatur negara-negara dalam satu kawasan.
(23)
4. Security Community
Kriteria:
Interaksi antar masyarakat sipil antar negara sudah mulai dikembangkan.
Tercipta hubungan yang damai antar nmegara dalam kawasan.
Adanya kesepakatan untu memilih menggunakan cara-cara damai untuk menyelesaikan masalah.
5. Region State
Kriteria:
Kawasan sudah memiliki identitas bersama yang berbeda dari kawasan lain
Kawasan memiliki kapabilitas bersama sebagai satu kawasan
Kawasan memiliki legitimasi sebagai satu kesatuan regional
I.6.4 Keamanan Kolektif (Collective Security)
Keamanan kolektif, menurut Inis Claude dari artikel "Keamanan Kolektif
sebagai Pendekatan untuk Perdamaian", dilihat sebagai kompromi antara konsep dunia
dan pemerintah negara-negara berbasis keseimbangan daya sistem, di mana yang kedua
adalah dianggap sebagai merusak atau bukan cukup baik untuk menjaga perdamaian, dan
yang pertama dianggap tidak dapat dilaksanakan saat ini.24
24
http://www.colorado.edu/conflict/peace/treatment/collsec.htm
Ketika keamanan kolektif
adalah memungkin, ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk bekerjanya
keamanan kolektif. Kolektif keamanan adalah salah satu jenis strategi dalam membangun
(24)
membela satu serangan terhadap salah satu dari yang lain, jika serangan itu dilakukan.
Dimana "satu serangan terhadap satu pihak, ini adalah satu serangan terhadap semua. "Ini
berbeda dari" pertahanan kolektif "yang merupakan koalisi dari berbagai negara yang
setuju untuk mempertahankan kelompok mereka sendiri terhadap serangan dari luar.
Oleh karena itu NATO dan Pakta Warsawa adalah contoh pertahanan kolektif, sedangkan
PBB merupakan keamanan kolektif. Pendukung dari keamanan kolektif mengatakan ini
jauh lebih efektif daripada pendekatan keamanan negara yang mencoba untuk bertindak
sendiri, sebagai negara yang lemah mungkin tidak dapat membela diri mereka sendiri,
dan negara-negara yang mencoba menjadi sering tidak pernah terlibat dalam perlombaan
senjata yang sebenarnya memperkecil, daripada meningkatkan, keamanan mereka selama
jangka panjang.
Pecahnya Perang Dunia ke 2 menuntun pada penyelesaian yang ditegaskan dalam
Perjanjian Versailles. Perjanjian Versailles merupakan anjuran oleh Presiden Amerika
Serikat Woodrow Wilson yang beranggapan bahwa perang dapat dihindari dengan
menciptakan organisasi internasional berdasarkan prinsip collective security. Kemudian
dibentuklah Liga Bangsa-Bangsa yang beranggotakan Negara-negara yang cinta damai,
setiap pelanggaran kedaulatan Negara anggota oleh Negara lain, merupakan suatu agresi
yang pada akhirnya mengancam semua, sehingga harus direspon secara kolektif.25
25 Yanuar Ikbar, Ekonomi Politik Internasional 1 Konsep dan Teori, Bandung : PT Refika
Aditama, 2006, hal.210 I.6.5 Kesatuan Regional
(25)
Regional integration or political refers primarily to the creation, by a number states,of larger unit (community) at the international level, through peaceful and noncoercive means.26
Lebih jauh ia mengatakan bahwa kesatuan regional melibatkan kesatuan di
seluruh bidang dalam keikutsertaan suatu negara termasuk militer, ekonomi, dan
kesejahteraan sosial.27
Pendapat yang lain, Amitai Etzimi mencoba untuk mengartikan kesatuan
regional, yaitu hasil akhir dari penyatuanyang bersifat politik. Lain hal dengan Philipe C.
Schmitter memandangnya sebagai adaptasi dan oreintasi dari susunan fakta-fakta dan
mendefinisikannya sebagai sebuah proses dimana unit-unit nasional yang terbagi
sebagian atau seluruhnya dari keputusan yang berwenang dengan sebuah organisasi
internasional yang muncul.
28
Karl W. Deutchs mendefinisikan komunitas keamanan sebagai kelompok Negara
yang telah terintegrasi sedemikian rupa sehingga bisa dikatakan bahwa hubungan damai
antarnegara di dalamnya telah terjalin dengan mapan dan dalam waktu yang cukup
lama.
I.6.6 Komunitas Keamanan
29
26
M. Rajendran, Op.Cit., hal. 2
27 Ibid. 28 Ibid.
29 Bambang Cipto, Hubungan Internasional Di Asia Tenggara, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2007, hal. 5
Berdasarkan definisi ini, komunitas keamanan memiliki beberapa sifat utama.
Pertama, interaksi damai yang terjalin cukup lama membuat upaya kekerasan dalam
menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi di dalamnya sebagai suatu hal yang tidak
dikehendaki dan dengan sendirinya membuat perang dapat dihindarkan. Komunitas
(26)
pada bagaimana menghilangkan perbedaan di antara Negara-negara anggota yang secara
alamiah selalu memiliki perbedaan visi tentang persoalan yang mereka hadapi bersama.
Sifat utama kedua, adalah bahwa di dalam komunitas keamanan tidak terdapat
upaya melakukan perencanaan darurat yang menuju ke persiapan peperangan atau
ketiadaan perlombaan senjata diantara para anggotanya. Oleh karena itu, menurut
Deutschs, keberadaan atau keterlembagaan komunitas keamanan dapat diukur dari ada
atau tidak adanya hubungan kekerasan berskala besar antaranggota di dalamnya.30
Perkembangan Organisasi ASEAN memasuki babak baru dengan diadopsinya
Visi ASEAN 2020 di Kuala Lumpur tahun 1997 yang mencita-citakan ASEAN sebagai
komunitas negara-negara Asia Tenggara yang terbuka, damai, stabil dan sejahtera, saling
peduli, diikat bersama dalam kemitraan yang dinamis di tahun 2020. Selanjutnya ASEAN
juga mengadopsi Bali Concord II pada KTT ke 9 ASEAN di Bali Tahun 2003 yang
menyetujui pembentukan Komunitas ASEAN (ASEAN Community). Pembentukan
Komunitas ASEAN ini merupakan bagian dari upaya ASEAN untuk lebih mempererat
integrasi ASEAN. Selain itu, juga merupakan upaya evolutif ASEAN untuk
menyesuaikan cara pandang agar dapat lebih terbuka dalam membahas permasalahan
domestik yang berdampak kepada kawasan tanpa meninggalkan prinsip-prinsip utama
I.6.7 Komunitas ASEAN 2015 (ASEAN Community 2015)
(27)
ASEAN yaitu saling menghormati (mutual respect), tidak mencampuri urusan dalam
negeri (non-interference), konsensus, dialog dan konsultasi.31
Komunitas ASEAN terdiri dari tiga pilar yaitu Komunitas Keamanan ASEAN
(ASEAN Security Community/ASC), Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic
Community/AEC) dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Social-Cultural Community/ASCC). Pencapaian Komunitas ASEAN semakin kuat dengan
ditandatanganinya “Cebu Declaration on the Acceleration of the Establishment of an
ASEAN Community by 2015” oleh para pemimpin ASEAN pada KTT ke 12 ASEAN di
Cebu Filipina, 13 Januari 2007. Dengan ditandatanganinya deklarasi ini, para pemimpin
ASEAN menyepakati percepatan pembentukan Komunitas ASEAN dari tahun 2020
menjadi tahun 2015.
32
Berikut ini kerjasama yang terkait dalam upaya pembentukan ASEAN
Community 2015 :
33
1. Kerjasama terkait dengan Pilar Komunitas Keamanan ASEAN
Kerjasama ini terdiri dari :
Beberapa perkembangan mengenai implementasi Rencana Aksi Komunitas
Keamanan ASEAN adalah sebagai berikut :
- Piagam ASEAN (ASEAN Charter)
- Traktat Bantuan Hukum Timbal Balik di Bidang Pidana (Treaty on Mutual
Legal Assistance in Criminal Matters/MLAT)
- Konvensi ASEAN tentang pemberantasan terorisme (ASEAN Convention on
Counter Terorism/ACCT)
31
Dirjen Kerjasama ASEAN Deplu RI, Op.Cit.
32 Menunggu Implementasi Piagam ASEAN
2008
(28)
- ASEAN Defence Ministers Meeting (ADMM)
- Rencana pembentukan Traktat Ekstradisi ASEAN
- Penyelesaian sengketa laut China selatan
2. Kerjasama terkait Pilar Komunitas Ekonomi ASEAN
Kerjasama ini terdiri dari :
a. Kerjasama di sektor industri
b. Kerjasama di sektor perdagangan
- ASEAN Free Trade Area (AFTA)
- Perdagangan bebas dan Mitra Wicara (FTA)
c. Kerjasama di sektor jasa
d. Kerjasama di sektor Investasi
e. Kerjasama di sektor Komoditi dan Sumber Daya Alam
f. Kerjasama disektor Usaha Kecil dan Menengah
g. Kerjasama ekonomi subregional ASEAN
3. Kerjasama terkait Komunitas Sosial Budaya ASEAN
Kerjasama ini terdiri dari :
a. Kerjasama kebudayaan, penerangan dan pendidikan
b. Kerjasama Bidang Pembangunan Pedesaan dan Pengentasan Kemiskinan
c. Kerjasama Bidang Ketenagakerjaan
d. Kerjasama Pembangunan dan Kesejahteraan Sosial
e. Kerjasama IPTEK, lingkungan hidup dan bencana alam
f. Kerjasama Bidang Sumber Daya Manusia dan Yayasan ASEAN
I.6.8 Terorisme
Sejarah tentang terorisme berkembang sejak berabad lampau, ditandai dengan
(29)
tujuan. Perkembangannya bermula dari bentuk fanatisme aliran kepercayaan yang
kemudian berubah menjadi pembunuhan, baik secara perorangan maupun oleh suatu
kelompok terhadap penguasa yang dianggap sebagai tiran. Pembunuhan terhadap
individu ini sudah dapat dikatakan sebagai bentuk murni dari terorisme.34
Terorisme sudah dikenal dari masa Yunani Kuno ketika Xenophon (431-350
SM), Kaisar Tiberius (14-37 M), Caligula (37-41 M) dari Romawi telah mempraktikkan
terorisme dalam penyingkiran atau pembuangan, perampasan harta benda dan
menghukum lawan-lawan politiknya.
35
Pada sejarah terorisme modern, terorisme muncul pada akhir abad ke 19 dan
menjelang terjadinya Perang Dunia I dan hampir di seluruh permukaan bumi. Pasca
Perang Dunia II, dunia tidak pernah mengenal damai. Berbagai pergolakan berkembang
dan berlangsung secara berkelanjutan. Konfrontasi Negara super power yang meluas
menjadi konflik timur – barat dan menyeret ke beberapa dunia ketiga menyebabkan
timbulnya konflik utara-selatan. Perjuangan melawan penjajah, pergolakan rasial, konflik
regional yang menarik campur tangan pihak ketiga, pergolakan dalam negeri di sekian
banyak Negara Dunia Ketiga, membuat dunia labil dan bergejola. Ketidakstabilan dunia
dan rasa frustasi dari banyak Negara dunia ketiga dalam perjuangan menuntut hak-hak
yang dianggap fundamental dan sah, membuka peluang muncul dan meluasnya terorisme. Namun sampai saat ini untuk mendefinisikan
terorisme sangat sulit karena terorisme dapat dipandang dari beberapa sudut ilmu
sosiologi, kriminologi, politik, hubungan internasional, psikiatri dan hukum, ditambah
lagi terorisme terus berubah wajah dari waktu ke waktu, pada suatu waktu terorisme
merupakan tindakan yang dilakukan oleh Negara, pada waktu yang lain terorisme juga
dapat dilakukan oleh kelompok non Negara atau oleh keduanya.
34 Andre H Pareira, Perubahan Global dan Perkembangan Studi Hubungan Internasional,
Bandung : PT Citra Adityabhakti, 1999
35 Sunan J Rustam, Terorisme Dalam Perspektif Hukum Internasional, Artikel Harian Kompas
(30)
Terorisme berkembang dikarenakan fenomena globalisasi, kemajuan
transportasi dan arus informasi. Selain itu terorisme dicirikan oleh dan hampir seluruhnya
dengan penggunaan kekerasan. Kekerasan tersebut dapat beupa penyenderaan,
pembajakan ( hijack), pemboman dan penyerangan-penyerangan yang tidak mengenal
sensor (undiscriminated) yang biasa menjadi targetnya adalah masyarakat sipil.
Walaupun terorisme belum dapat didefinisikan secara baku, ada beberapa sarjana maupun
lembaga yang membentuk satu definisi terorisme, yakni :
a. Menurut Walter Laqueur :
“terrorism has been defined as the substate application of violence or threatened violence intended to show panic in society, to weaken oe even overthrow the incumbents, and to bring about political change. It shades on occasion into guerilla warfare (although unlike guerillas, terrorist are unable or enwilling to take or hold territory) and even a substitute for war between states.”36
b. Menurut The Central Intelligence Agency (CIA) :
“the threat or use of violence for political purpose by individuals or groups, wheter acting for, or in opinion to established governmental authority, when such actions are intended to shock or intimidate at target group wider than the immediate victims.”37
c. Menurut Konvensi PBB 1937 : Segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan
langsung kepada Negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap
orang-orang tertentu atau kelompok atau masyarakat luar.38
d. Menurut W J S Purwadarminta : Praktik-Praktik tindakan terror, penggunaan
kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha untuk mencapai sesuatu
(khususnya tujuan politik).39
36 Lukman Hakim, Terorisme di Asia Tenggara, Surakarta : FSIS, 2004, hal.9 37 Ibid.,hal.14
38 Ibid.
(31)
e. Menurut Pasal 6 UU No.15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme : setiap
orang dengan sengaja menggunakan kekerasan menimbulkan suasana teror atau
rasa takut terhadap orang lain secara meluas atau menimbulkan korban yang
bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau
harta benda milik orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau keahancuran
terhadap objek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik dan
fasilitas internasional.40
Sedangkan kalau berbicara mengenai mengapa aksi terorisme terjadi, tentu ada
sebab yang mendahuluinya. Fenomena terorisme selalu dimuati rasa sakit hati yang
mendalam terhadap ketidakadilan sosial, ketidakadilan politik maupun ketidakadilan
ekonomi dimana sebagai sasaran utama adalah sang penguasa atau sistem yang berlaku.
Kelompok ekstrim yang menganggap terorisme sebagai satu-satunya cara yang dapat
membawa perubahan. Mereka menginginkan terjadinya perubahan radikal secara status
qou atau bertujuan untuk mempertahankan hak-hak istimewa yang terancam.41
Terorisme yang disebabkan faktor nasionalisme, yaitu : untuk menuntut hak-hak
politik, menuntut untuk pembebasan tanah air, dan nasionalisme kelompok minoritas
yang merasa tertindas. sedangkan terorisme yang disebabkan oleh faktor politik
umumnya adalah tuntutan kelompok yang merasa lebih berhak untuk mendapatkan
kekuasaan atau bagian dari kekuasaan.
Dengan
demikian terorisme dianggap satu-satunya cara, sarana, strategi dan teknik mutakhir yang
fanatis untuk membuahkan hasil yang diinginkan sesegera mungkin. Teroris umumnya
disebabkan oleh faktor-faktor ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah, pertentangan
ideologi, agama, etnik, perbedaan pandangan individu, keinginan memisahkan diri dari
suatu negara, maupun akibat dari kesenjangan sosial.
39 Ibid., hal.16
40 Pasal 6 UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme 41 Andre H Pareira, Op. Cit., hal.185
(32)
Ditinjau dari aspek kemiskinan, banyak ahli yang tidak sependapat, atau kalau
pun sependapat, maka faktor ini hanya menjadi pemicu tidak langsung. tidak dapat
disangkal bahwa aksi-aksi terorisme, baik yang berdimensi lokal maupun yang
berdimensi internasional juga merupakan sebuah bentuk penolakan, resistensi, atau pun
reaksi tandingan yang diperlihatkan sebuah kelompok dalam lingkungan terbatas ataupun
luas, karena persamaan gagasan dan persepsi terhadap sistem ekonomi dunia yang dinilai
timpang tidak adil dan merugikan mayoritas masyarakat dunia, atau masyarakat lain yang
minoritas, yang aspirasinya disalurkan oleh perjuangan gerakan tersebut.
Keprihatinan yang besar atas realitas kemiskinan yang semakin meluas dan
kesenjangan yang tinggi dalam sebuah Negara, maupun antara sedikit Negara maju dan
banyak Negara berkembang dan terbelakang di Asia, Amerika Latin, Timur Tengah,
Afrika dan bahkan Eropa serta sebagian benua Amerika lainnya, adalah kondisi yang
menyuburkan pertumbuhan gerakan terorisme dan aksi-aksi mereka diberbagai belahan
dunia. Sehingga walaupun munculnya gerakan dan aksi-aksi terorisme yang dilancarkan
tidak selalu tepat dalam waktu yang bersamaan atau serentak, namun tingkat keprihatinan
yang sama atas realitas kemiskinan dan kesenjangan sosial disekitarnya, maupun atas
sistem dunia yang terus berlangsung telah menyebabkan mudah berkembangnya gerakan
dan aksi-aksi terorisme di suatu Negara, kawasan dan dunia secara lebih luas. Dengan
kata lain, ketidakadilan sosial dan ekonomi secara akumulatif akan menjadi lahan yang
subur bagi terciptanya radikalisme dan terorisme.
I.6.7 Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme (ASEAN
Convention on Counter Terrorism/ACCT)
Konvensi ini ditandatangani pada KTT k-12 ASEAN di Cebu, Filipina,
Januari 2007. Konvensi ini merupakan Rencana Aksi Komunitas Keamanan
(33)
ASEAN yang ditetapkan di Vientiane, Laos.Indonesia sebagai Lead Sheppherd di
bidang perumusan pemberantasan teorisme telah memelopori proses perumusan
ACCT. Konvensi ini memberikan dasar hukum yang kuat guna peningkatan
kerjasama ASEAN di bidang pemberantasan terorisme. Selain memiliki karakter
regional, ACCT bersifat komprehensif (meliputi aspek pencegahan, penindakan,
dan program rehabilitasi) sehingga memiliki nilai tambah bila dibandingkan
dengan konvensi sejenis. dalam memahami tindakan terorisme, pemahaman
ASEAN mengacu pada lingkup yang terdapat pada perjanjian-perjanjian berikut
:
42a. Convention for the Suppression of Unlawful Seizure of Aircraft, signed at The
Hague on 16 December 1970;
b. Convention for the Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Civil
Aviation, concluded at Montreal on 23 September 1971;
c. Convention on the Prevention and Punishment of Crimes Against Internationally
Protected Persons, Including Diplomatic Agents, adopted in New York on 14
December 1973;
d. International Convention Against the Taking of Hostages, adopted in New York
on 17 December 1979;
e. Convention on the Physical Protection of Nuclear Material, adopted in Vienna on
26 October 1979; Protocol for the Suppression of Unlawful Acts of Violence at
Airports Serving International Civil Aviation, supplementary to theConvention
for the Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Civil Aviation, done
at Montreal on 24 February 1988;
(34)
f. Convention or the Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Maritime
Navigation, done at Rome on 10 March 1988;
g. Protocol for the Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Fixed
Platforms Located on the Continental Shelf, done at Rome on 10 March 1988;
h. International Convention for the Suppression of Terrorist Bombings, adopted in
New York on 15 December 1997;
i. International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism,
adopted in New York on 9 December 1999;
j. International Convention for the Suppression of Acts of Nuclear Terrorism,
adopted in New York on 13 April 2005;
k. Amendment to the Convention on the Physical Protection of Nuclear Material,
done at Vienna on 8 July 2005;
l. Protocol of 2005 to the Convention for the Suppression of Unlawful Acts Against
the Safety of Maritime Navigation, done at London on 14 October 2005; and
m. Protocol of 2005 to the Protocol for the Suppression of Unlawful Acts Against
the Safety of Fixed Platforms Located on the Continental Shelf, done at London
on 14 October 2005.
I.7 Metodologi Penelitian
I.7.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode
deskriptif dengan pendekatan analitis. Penelitian deskriptif bertujuan untuk
mendeskripsikan apa yang sedang berlaku. Di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan,
mencatat, analisis, da menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau
ada.43
43 Mardalis, Metode Penelitian; Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta : Bumi Aksara, 1995, hal. 26
(35)
dianalisis. Menurut Masri Singarimbun artinya penelitian dilakukan dengan cara
mengembangkan konsep dan menghimpun data-data serta fakta-fakta yang ada kemudian
melakukan analisis terhadap data-data dan fakta-fakta tersebut.44
Teknik analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, para peneliti tidak mencari kebenaran dan
moralitas, tetapi lebih kepada upaya mencari pemahaman (understanding).
I.7.2 Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik yang digunakan untuk memperoleh data-data dan fakta-fakta
dalam rangka pembahasan masalah dalam skripsi ini adalah melalui observasi dan
wawancara terhadap pejabat ASEAN di Departemen Luar Negeri atau jajaran yang
merupakan representatif dari Derpartemen Luar Negeri, serta penelitian ini juga
menggunakan penelitian kepustakaan (library research) yang berupa buku-buku,
literature, kamus, artikel-artikel dalam majalah, jurnal ilmiah, bulletin, dll, dan juga
dokumentasi atas dokumen resmi ASEAN yang didapat dari akses internet.
I.7.3 Teknik Analisis Data
45
Dalam kerangkan penelitian kualitatif untuk mendeskripsikan data hendaknya
peneliti tidak memberikan interpretasi sendiri. Temuan lapangan hendaknya dikemukakan
dengan berpegang pada prinsip emik dalam memahami realitas. Penulisan hendakya tidak
bersifat penafsiran atau evaluatif.46
44 Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, (editor), Metode Penelitian Survey, Edisi Revisi, LP3ES,
Jakarta, 1989, hal. 4
45 Lexy Moelong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Karya, 1990, hal. 108 46 Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta : Raja Grafindo Perkasa, 2001, hal. 187
(36)
Penulisan skripsi ini direncanakan terdiri dari beberapa bab, kemudian tiap bab
terdiri dari beberapa sub bab, yaitu :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan dan pengantar dari keseluruhan skripsi.
Dalam bab ini akan dijelaskan dan diuraikan tentang latar belakang
penulisan, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan kegunaan
penelitian, landasan teoritis, metodologi penelitian, serta sistematika
penulisan.
BAB II : SEJARAH ASEAN
Bab ini akan membahas tentang sejarah pembentukan ASEAN, proses dan
perkembangan ASEAN serta tujuan dan sasarannya.
BAB III : GAMBARAN MENGENAI ASEAN COMMUNITY 2015 DAN ASEAN
SECURITY COMMUNITY
Bab ini akan membahas tentang sejarah pembentukan ASEAN Community,
Kerangka, proses dan perkembangan ASEAN Community dan ASEAN
Security Community serta tujuan dan sasarannya.
BAB IV : UPAYA ASEAN DALAM MENGATASI TERORISME DI ASIA
TENGGARA
Bab ini akan membahas mengenai upaya-upaya yang dilakukan ASEAN
dalam mengatasi terorisme di kawasan Asia Tenggara.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
(37)
BAB II
SEJARAH ASEAN
2.1 Latar Belakang Pembentukan ASEAN
Sejak jaman prasejarah, yaitu sekitar tahun 2000 SM, seluruh kawasan Asia
Tenggara merupakan daerah penyebaran rumpun budaya dan bahasa Melayu Austronesia,
yaitu berasal dari pusatnya sekitar Teluk Tonkin dan lembah sungai Mekong.
Kebudayaan dan bahasa Austronesia ini merupakan dasar tata kehidupan dan pergaulan
bangsa-bangsa di wilayah Asia Tenggara ini.47
Tetapi mulai abad ke-16 mulailah malapetaka yang menimpa kawasan ini.
Bangsa-bangsa barat mulai berdatangan dan berebut pengaruh di kawasan ini. Mula-mula
mereka datang sebagai pedagang tetapi kemudian sebagai penjajah. Satu demi satu
Baru semenjak abad pertama masehi, sebagian besar Asia Tenggara mendapat
pengaruh dari luar. Unsur-unsur peradaban dan kebudayaan India, Hindu dan Budha
mulai masuk. Sedangkan wilayah Vietnam, Laos dan Kampuchea (Kamboja) banyak
mendapat pengaruhi dari peradaban dan kebudayaan China.
Berbagai kerajaan, besar dan kecil telah lahir, bangun dan berkembang yang pada
umumnya beragama Hindu dan Budha. Yang tersebar diantaranya kerajaan Sriwijaya dan
Majapahit. Di Malaysia dan Brunei Darussalam berdiri kerajaan Islam sampai sekarang
ini, bahkan kerajaan Malaysia sekarang ini adalah gabungan kerajaan Islam tersebut.
Kedatangan Islam telah memperkaya hidup dan budaya Asia Tenggara, disamping agama
Hindu dan Budha.
(38)
kerajaan merdeka itu mereka taklukkan sehingga akhirnya seluruh Asia Tenggara, kecuali
Muangthai (sekarang disebut Thailand), menjadi daerah jajahan mereka.
Adapun yang menjadi alasan utama bangsa-bangsa Barat tersebut menjajah Asia
Tenggara yaitu :48
1.
Karena letaknya yang sangat strategis untuk pelayaran dan perniagaan
2.
Kawasan ini memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah
3.
Wilayah ini mempunyai penduduk yang cukup banyak sebagai calon
pembeli barang industri dunia barat (pasar yang potensial).
Imperialis Inggris menguasai Malaysia (1814), Singapura (1849), Burma
(Myanmar) pada tahun 1894, dan Kalimantan Utara (1880). Imperialism Perancis
menguasai Indocina (Kamboja,Vietnam dan Laos) sejak tahun 1896. Kerajaan Spanyol
menguasai Filipina sampai tahun 1898, kemudian pada tahun tersebut Amerika Serikat
mengalahkan Spanyol dan menduduki Filipina. Sedangkan seluruh Indonesia dikuasai
sepenuhnya oleh pemerintahan Kolonial Belanda sejak tahun 1908, meskipun sudah
banyak daerah Indonesia satu demi satu jatuh ketangan pemerintahan mereka sejak abad
ke-17. Pada tahun 1941 meletus Perang Dunia II di kawasan Pasifik. Jepang menyerang
dan menduduki Pearl Harbour. Kemudian satu demi satu negara Asia Timur, Asia Selatan
dan Asia Tenggara jatuh ketangannya. Pada jaman pendudukan Jepang ini pusat
pemerintahannya berada di Dalat (Saigon) sebuah kota di Vietnam.
Demikianlah apa yang terjadi dimana seluruh rakyat dan bangsa di Asia Tenggara
selama sekitar setengah abad mengalami penderitaan yang sama sebagai daerah jajahan
(39)
bangsa Barat dan Jepang. Selain persamaan karena mengalami penjajahan, ada beberapa
persamaan lain diantara kelima pendiri ASEAN tersebut yakni :49
1.
Negara yang sedang berkembang;
2.
Penghasilan Bahan Mentah, kecuali Singapura;
3.
Negara yang memerlukan modal asing dan tekhnologi canggih untuk
membangun ekonomi nasionalnya;
4.
Negara yang bersifat agraris, (kecuali Singapura) dan industrinya
masih pada tahap permulaan dan lainnya.
Persamaan nasib ini kemudian menimbulkan perasaan senasib sepenanggungan
dan setia kawan yang kuat di kalangan bangsa Asia Tenggara. Perasaan setia kawan ini
pulalah yang merupakan salah satu pendorong lahirnya ASEAN. Di laut yang sama yaitu
Selat Malaka dan Selat Sunda. Perairan ini merupakan urat nadi lalu lintas pelayaran dan
perdagangan dunia, juga merupakan pintu gerbang utama di sebelah barat. Selain itu
perairan Laut China Selatan adalah daerah perairan pokok yang dikelilingi oleh
Negara-negara Asia Tenggara. Karena itu pada hakikatnya merupakan daerah perairan bersama
bagi Negara-negara tersebut, bahkan tidak mengherankan jika sejak jaman bahari telah
terdapat saling pengaruh antara Negara-negara yang ada di kawasan ini.
ASEAN adalah singkatan dari “Association Of South East Asian Nations” yang
berarti Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara. ASEAN merupakan organisasi
regional (kawasan) yang dibentuk oleh pemerintahan lima Negara pendiri utama di
kawasan Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand
dengan penandatanganan Deklarasi ASEAN atau sering juga disebut Deklarasi Bangkok
oleh kelima menteri luar negeri masing-masing Negara tersebut pada tanggal 8 Agustus
49 Syahmin AK, Masalah-Masalah Aktual Hukum Organisasi Internasional, Bandung : CV
(40)
1967 di Bangkok ibukota Thailand. Tanggal itu juga diperingati sebagai hari lahirnya
ASEAN.50
1.
Adam Malik dari Indonesia
Kelima menteri luar negeri tersebut adalah :
2.
Tun Abdul Razak dari Malaysia
3.
S. Rajaratnam dari Singapura
4.
Thanat Koman dari Thailand
5.
Narcisco Ramos dari Filipina
Dalam kenyataannya tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan ASEAN tidak
dapat dipisahkan dari perkembangan Asia Tenggara sebelumnya, terutama dalam
hubungan dua kerjasama, ASA dan Maphilindo. Oleh sebab itu untuk dapat mengetahui
latar belakang ASEAN, perlu kiranya untuk mengetahui pengalaman MAPHILINDO dan
ASA.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa kerjasama regional pertama di Asia
Tenggara yang dibentuk oleh negara-negara Asia Tenggara sendiri tanpa ikut sertanya
negara lain di luar kawasan adalah Maphilindo dan ASA. Walaupun kedua kerjasama
regional ini masing-masing dibentuk atas dasar kepentingan negara yang hendak
membentuknya. ASA (Association Of South East Asia) misalnya, dibentuk pada tahun
1961 yang dengan tujuan untuk membendung pengaruh komunis dari Uni Soviet.
Kemudian tidak ketinggalan dengan Maphilindo, organisasi yang dibentuk sebenarnya
untuk mencegah lahirnya Negara imperialis Malaysia.
50 Sekretariat Nasional ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, ASEAN Selayang
(41)
Walaupun kedua kerjasama tersebut dibentuk, tapi sayang umurnya tidak
bertahan lama. Organisasi ASA hanya dapat bertahan selama enam tahun mulai dibentuk
pada tahun 1961 dan resmi dibubarkan pada tahun 1966, karena sengketa Sabah yang
dituntut Filipina terhadap Malaysia. Tidak begitu halnya dengan Maphilindo, bahkan
umurnya lebih pendek lagi, organisasi ini hanya berusia dua minggu lebih.
Pada mulanya ketika pemikiran untuk melanjutkan kerjasama regional di Asia
Tenggara mulai timbul terutama pada saat-saat mulai berakhirnya konfrontasi Indonesia
terhadap Malaysia, pihak Malaysia menginginkan ASA dapat dipertahankan dan jika
perlu memperluas keanggotaannya. Sebaliknya, Indonesia menyodorkan Maphilindo
untuk dijadikan dasar kerjasama regional yang akan datang.
Selain itu dalam menelusuri terbentuknya ASEAN, dianggap perlu pula untuk
mengikuti peristiwa-peristiwa yang terjadi di Asia Tenggara sekitar tahun 1965-1966.
Peristiwa itu yang berkaitan erat dengan pembentukan ASEAN. Mungkin yang paling
erat kaitannya adalah munculnya Orde Baru di Indonesia menggantikan Orde Lama.
Dalam tampilnya Orde Baru, konfrontasi terhadap Malaysia diakhiri, dan dengan
demikian hubungan Indonesia dengan Malaysia yang berantakan sejak lahirnya Malaysia
tahun 1963 kembali normal.51
51 M. Sabir, ASEAN Harapan dan Kenyataan, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1992, hal.30
Pada waktu yang bersamaan terjadi pula peristiwa lain dalam bentuk pertukaran
pemimpin di Filipina dari Presiden Macapagal kepada Presiden Marcos. Pada masa
Macapagal, hubungan Filipina dengan Malaysia menjadi tegang akibat sengketa Sabah.
Masalah itu sempat membekukan hubungan kedua Negara. Sebagai presiden terpilih yang
baru, Marcos melunakkan sikap Filipina terhadap Sabah. Hal itu dengan sendirinya ikut
(42)
Peristiwa itu disusul pula dengan keluarnya Singapura dari federasi Malaysia. Hal
itu member suasana baru di kawasan Asia Tenggara yang sedang dilanda oleh kemelut
konfrontasi. Sebelumnya, sewaktu Singapura masih bergabung dengan Malaysia, ada
perbedaan dalam mengelola kebijaksanaan ekonomi yang akhirnya menjadi pendorong
bagi Singapura untuk keluar dari federasi itu. Tanpa pulihnya kembali hubunan
Singapura-Malaysia, kedudukannya malah akan terjepit antara dua Negara
Melayu-Malaysia dan Indonesia.
2.1.1 Motivasi Para Pendiri ASEAN
Negara Indonesia dengan politik luar negerinya yang bebas dan aktif senantiasa
melakukan kerjasama multilateral dan bilateral dengan tidak ingin masuk ke dalam salah
satu blok yang sedang melakukan konfrontasi. Artinya, tidak masuk ke dalam blok
manapun, blok komunis maupun blok kapitalis. Sebagai contoh ciri kerjasama luar negeri
yang dianut Indonesia adalah non-blok.
Pada masa orde baru kebijakan kerjasama Indonesia mengalami perubahan yang
dulunya menitikberatkan kerjasama multilateral menjadi kerjasama regional. Walaupun
Indonesia sudah pernah masuk dalam sebuah kerjasama regional yaitu Maphilindo.
Motivasi Indonesia terutama Orde Baru untuk masuk dalam kerjasama regional Asia
Tenggara adalah untuk mendapatkan kembali kepercayaan yang telah luntur dan
kredibilitas yang telah hancur akibat politik konfrontasi terhadap Malaysia yang terjadi
pada masa OrdeLama, dan pertimbangan keamanan untuk menyokong proses
pembangunan di dalam negeri.52
Selain motivasi yang melatarbelakangi, ternyata Indonesia juga berperan penting
dalam membentuk ASEAN. Yaitu sebagai penggagas pentingnya kerjasama ASEAN,
walaupun Thailand adalah pendorong utama. Indonesia menginginkan adanya
(43)
keseimbangan antara Negara yang beraliansi dengan Negara adikuasa (ASA) dengan
negara-negara yang tergabung dalam gerakan non-blok.
Lain halnya dengan motivasi Filipina untuk ikut serta dalam kerjasama regional
ASEAN, yaitu ingin dikenal sebagai bagian dari masyarakat Asia Tenggara berhubungan
dengan kebanyakan Negara Asia Tenggara menyebutnya sebagai “Amerika di Asia”.
Thailand sebagai salah satu negara yang tergabung dalam kerjasama ASEAN mempunyai
motivasi yang luhur yaitu ingin mendamaikan negara-negara yang ada di Asia Tenggara
yang masih bersengketa.
Sedangkan Malaysia sebagai negara yang paling banyak didera konfrontasi dan
sengketa mempunyai motivasi yang lain untuk masuk ke dalam ASEAN, pada dasarnya
menganggap bahwa Indonesia dibawah pemerintahan Orde Baru lebih mudah dijinakkan
ketimbang pada masa pemerintahan Orde Lama dibawah Soekarno. Dan terakhir kalau
kita lihat motivasi Singapura yang merupakan negara yang melepaskan diri dari negara
federasi Malaysia, mereka menganggap bahwa apabila masuk dalam kerjasama ASEAN,
maka akan dapat memperbaiki hubungan dengan negara tetangganya. Serta ingin
mendapatkan keuntungan ekonomi dan keuangan yang sebenar-benarnya.
Dengan motivasi yang beraneka ragam tadi, tetapi dengan tekad yang tunggal
untuk membentuk kerjasama regional baru, kelima Negara Asia Tenggara itu berkumpul
di kota Bangkok, Thailand pada tanggal 5 Agustus 1967, untuk menyelesaikan tahap
akhir dari pembentukan ASEAN. Dalam pertemuan itu masalah pangkalan asing kembali
diperdebatkan. Seperti diketahui bahwa dala rancangan Indonesia yan dikenal dengan
gagasan SEAARC tercantum kalimat berikut : “mempercayai bahwa pangkalan asing
adalah bersifat sementara dan tidak boleh dipergunakan langsung atau tidak langsung
untuk menumbangkan kemerdekaan nasional Negara-negara dan bahwa pengaturan
(44)
negara besar. Namun Filipina mendesak agar kalimat tersebut dicoret dan ditiadakan
saja, karena dapat menyulitkan hubungan dengan Amerika Serikat yang mempunyai
Security Arrangement dengan Filipina. Filipina dalam hal ini didukung oleh Malaysia,
Singapura dan Thailand.
Adam Malik tidak dapat menerima usul itu dan dengan sungguh-sungguh
menyerukan kepada sidang agar kalimat tersebut tetap dipertahanakan berhubung kalimat
itu sangat penting artinya dalam kelangsungan hidup politik Orde Baru. Akhirnya dicapai
kesepakatan dengan menghapuskan bagian akhir yang berbunyi : “dan bahwa pengaturan
pertahanan kolektif seyogianya jangan dipakai untuk melayani kepentingan khusus
negara besar”.
Pada bagian lainnya hanya diadakan perubahan redaksional sehingga akhirnya
seperti tercantum dalam Deklarasi Bangkok sebagai berikut : menegaskan bahwa semua
pangkalan asing adalah bersifat sementara dan hanya akan bertahan selama masih
dikehendaki oleh Negara yang bersangkutan dan pangkalan-pangkalan asing itu tidak
dimaksudkan untuk menumbangkan kemerdekaan nasional negara-negara di kawasan itu
atau mengganggu proses lancarnya pembangunan nasional.”
Dengan kompromi yang dicapai mengenai pangkalan asing itu masing-masing
pihak merasa puas. Bagi Indonesia yang non-blok hal itu sudah tentu merupakan
kebanggaan. Bagi Filipina dan Thailand yang masih menjadi anggota SEATO dan
mempunyai pangkalan asing di wilayahnya, dan bagi Malaysia dan Singapura yang
terkait dalam AMDA, pernyataan itu malah memperbaiki citranya sebagai Negara yang
(45)
2.2 Maksud dan Tujuan ASEAN
Maksud dan tujuan dibentuknya ASEAN seperti yag tercantum dalam Deklarasi Bangkok
adalah :53
1.
Untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial serta
pengembangan kebudayaan di kawasan ini melalui usaha bersama
dalam semangat kesamaan dan persahabatan untuk memperkokoh
landasan sebuah masyarakat bangsa-bangsa Asia Tenggara yang
sejahtera dan damai;
2.
Untuk meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan
menghormati keadilan dan tertib hukum di dalam hubungan antara
Negara-negara di kawasan ini serta mematuhi prinsip-prinsip Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa;
3.
Untuk meningkatkan kerjasama yang aktif dan saling membantu dalam
masalah-masalah yang menjadi kepentingan bersama di bidang-bidang
ekonomi, sosial, tekhnik, ilmu pengetahuan dan administrasi;
4.
Untuk saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana-sarana
pelatihan dan penelitian dalam bidang-bidang pendidikan, profesi,
tekhnik, dan administrasi;
5.
Untuk bekerjasama dengan lebih efektif guna peningkatan
pemanfaatan pertanian dan industri mereka, perluasan perdagangan
dan pengkajian masalah-masalah komoditi internasional. Perbaikan
sarana-sarana pengangkutan dan komunikasi serta peningkatan taraf
hidup rakyat-rakyat mereka;
(46)
6.
Untuk memajukan pengkajian mengenai Asia Tenggara;
7.
Untuk memelihara kerjasama yang erat dan berguna dengan
organisasi-organisasi internasional dan regional dengan tujuan serupa
yang ada dan untuk menjajagi segala kemungkinan untuk saling
bekerjasama secara erat di antara mereka sendiri.
2.3 Struktur Organisasi ASEAN
2.3.1 Sebelum KTT I di Bali 1976
Untuk mencapai maksud dan tujuan ASEAN seperti yang telah disebutkan
sebelumnya. Disusunlah suatu struktur organisasi ASEAN yang pada saat ini telah
mengalami pengembangan dengan ketentuan deklarasi ASEAN yang merupakan dasar
pembentukan ASEAN tersebut.
Struktur organisasi ASEAN sebelum Konferensi Tingkat TInggi (KTT) I di Bali
tahun 1967 di dasarkan pada deklarasi Bangkok tanggal 8 Agustus 1967 adalah sebagai
berikut :
a.
Sidang Tahunan Para Menteri. Sidang ini merupakan sidang tertinggi yang
dihadiri oleh para Menteri Luar Negeri Negara-negara ASEAN secara
bergiliran menurut abjad. Apabila dipandang perlu, dapat pula diadakan
suatu sidang khusus para menteri luar negeri.
b.
Panitia Tetap ASEAN (Standing Committee). Panitia tetap ASEAN ini
merupakan sebuah badan yang bersidang diantara dua sidang
Menteri-Menteri Luar Negeri ASEAN untuk menangani persoalan-persoalan yang
memerlukan keputusan para menteri. Badan ini dipimpin oleh Menteri
Luar Negeri dimana sidang tersebut akan diadakan pada tahun berikutnya
(47)
dan beranggotakan para duta besar negara-negara anggota ASEAN di
Negara tersebut
c.
Komite-Komite Tetap dan Komite-Komite Khusus
d.
Sekretariat Nasional ASEAN pada ibukota Negara-negara anggota
ASEAN
Dalam perkembangan sampai tahun 1976 struktur seperti yang terurai di
atas ditambah dengan sidang para Sekretaris Umum Sekretariat ASEAN yang
tugasnya selain mempersiapkan sidang-sidang menteri, juga mengkoordinasi dan
membahas laporan-laporan komite-komite tetap dan komite-komite khusus.
2.3.2 Sesudah KTT I di Bali 1976
Susunan organisasi ASEAN setelah KTT ke I di Bali, mengalami revisi sebagai
berikut :
a.
Sidang Kepala-Kepala Pemerintahan (Summit Meeting). Sidang Ini
merupakan otoritas atau kekuasaan tertinggi di ASEAN. Pertemuan ini
diadakan apabila dianggap perlu untuk memberikan
pengarahan-pengarahan pada ASEAN
b.
Sidang Tahunan Menteri-Menteri Luar Negeri ASEAN (Annual
Ministerial Meeting). Peranan dan tanggung jawab sidang ini untuk
merumuskan garis kebijakan dan koordinasi kegiatan-kegiatan ASEAN
tetap diakui sesuai dengan Deklarasi Bangkok. Kemudian sidang tahunan
menteri luar negeri ASEAN ini akan memeriksa implikasi-implikasi dalam
bidang politik atas keputusan-keputusan ASEAN mengingat dalam semua
kegiatan atau aktivitas ASEAN selalu terdapat implikasi politik dan
diplomatik.
(1)
terbuka, berdasarkan pendekatan keamanan komprehensif, dan tidak ditujukan untuk membentuk suatu pakta pertahanan / aliansi militer, maupun kebijakan luar negeri bersama (common foreign policy). Salah satu amanat yang terdapat dalam ASC ini adalah dibentuknya konvensi penanggulangan terorisme yang dikenal dengan nama ASEAN Convetion on Counter Terrorism (ACCT) yang berisikan cara bagaimana Negara-negara ASEAN menanggulangi aksi terorisme di kawasan. Dalam Konvensi tersebut banyak memuat tentang bagaimana memerangi terorisme mulai dari kerjasama informasi dan intelijen, kerjasama dalam penanganan tranportasi, perbatasan dan logistik untuk para teroris.
Keenam, pemandangan konvensi tersebut merupakan suatu keberhasilan (landmark) bagi kemajuan kerjasama ASEAN untuk memerangi terorisme. Konvensi tersebut regional yang kuat serta menjadi payung hukum berbagai bentuk kerjasama yang memuat kepentingan bersama termasuk kerjasama dalam bidang pencegahan, penegakan hukum dan program rehabilitasi yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya tindak pidana terorisme.
Ketujuh, jika dikelola dengan baik dan serius, ASEAN dapat berkembang menjadi sebuah Security Community komprehensif yang sejalan dengan kebutuhan dan karakteristik regional, tidak dalam pengertian security community yang Deutschian. Kalau konsep Security Community yang Deutschian didasarkan pada pemahaman mengenai keamanan secara militer, ASEAN berpeluang untuk berkembang menjadi sebuah security community yang lebih komprehensif, yang mencakup, dan memberi penekanan kuat pada, aspek-aspek keamanan non-militer. Namun, yang penting untuk ditekankan adalah sebuah Security Community bukanlah Pakta Pertahanan (Defence Pact) atau aliansi militer.
(2)
Kedelapan, Dalam jangka panjang, sebuah masyarakat ekonomi yang berkelanjutan (a sustainable economic community) hanya dapat dijamin dengan terbentuknya sebuah security community. Sebaliknya, sebuah security community tidak akan terjamin kelangsungannya tanpa adanya fundasi kepentingan bersama yang dihasilkan oleh economic community. Dengan kata lain, economic community dan security community akan saling mendukung dan memperkuat satu sama lainnya. Karena itu, gagasan mengenai ASEAN Community, dimana adanya keterkaitan kuat antara integrasi ekonomi dan cooperative security, bukanlah sesuatu yang tidak mungkin untuk diwujudkan dimasa mendatang.
Kesembilan, dibentuknya kerjasama ASEAN dalam mengatasi terorisme melalui Perjanjian ACCT merupakan langkah awal yang tepat. dan dapat dijadikan payung hukum Negara-negara anggota ASEAN. Perjanjian ACCT ini memberikan keuntungan tetapi juga tidak dapat dipungkiri memiliki keterbatasan, setidaknya ini adalah langkah awal yang baik dan diperlukan perbaikan kedepannya
5.2 Saran
Pertama, perlu adanya sosialisasi tentang masalah terorisme kepada masyarakat sehingga terdapat pemahaman yang sama tentang terorisme antara masyarakat dan pemerintah Indonesia, karena bagaimanapun masyarakat adalah ujung tombak dari setiap perjanjian.
Kedua, perlu sosialisasi tentang penanggulangan terorisme di Asia Tenggara kepada masyarakat khususnya tentang pemberlakuan ACCT. Ketiga, perlu adanya latihan bersama bagi angkatan bersenjata negara-negara anggota ASEAN sebagai pemantapan strategi pelaksanaan konvensi ACCT. Mempersiapkan hal-hal yang penting guna menunjang
(3)
hasil konvensi, konvensi ACCT juga memerlukan follow up yang begitu banyak termasuk penciptaan lembaga-lembaga yang diperlukan.
Keempat, perlu melanjutkan komitmen Indonesia sebagai Negara yang berperan aktif untuk menjaga perdamaian dunia dan juga terhadap pembentuka identitas dan pemantapan integrasi regional.
Kelima, membangun lebih kuat lagi trust building yang merupakan modal dasar untuk tercapainya Komunitas ASEAN.
Keenam, mengusahakan kepada seluruh Negara, kelompok atau lembaga untuk dapat menghapuskan ketidakadilan global, karena walaupun para teroris sudah tertangkap ataupun sudah tewas, selama ketidakadilan global masih bersemayam, ibarat menyimpan bom waktu yang suatu saat pasti akan meledak, akan ada lagi aksi teroris yang dapat menghancurkan ketertiban dunia.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang
Undang-undang no 15 tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Buku
Arifin, Syamsul, dkk, Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008
ASEAN Selayang Pandang, 1992, Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Deplu RI
ASEAN Selayang Pandang, 2007, Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Deplu RI
Adam, Asvi Warman, dkk, Konflik Teritorial di Negara-Negara ASEAN, Jakarta : PPW-LIPI, 1992.
Bungin, Burhan, Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta : Raja Grafindo Perkasa, 2001.
Cipto, Bambang, Hubungan Internasional Di Asia Tenggara, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007.
Hakim, Lukman, Terorisme di Asia Tenggara, Surakarta : FSIS, 2004
Holsti, K.J, International Politics : A Framework For Analisis, New Jersey : Prentice, hal inc, 1995, terjemahan Wawan Juanda, Politik Internasional : Suatu Kerangka Analisis, Bandung : Bina Cipta, 1997.
Kratochwil, Friedrich dan Edward D. Mansfield, International Organization A Reader, Harper Collins College Publishers New York, 1994
(5)
Jackson, Robert dan George Sorensen, Introduction to International Relations, New York : Oxford University Press, 1999
Mardalis, Metode Penelitian; Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta : Bumi Aksara, 1995.
Mas’oed, Mokhtar, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi, Jakarta : LP3ES, 1990
_______________ , Teori dan Metodologi Hubungan Internasional, Yogyakarta : Pustaka Antar Universitas Studi Sosial UGM, 1998
May Rudi, T, Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah-Masalah Global Isu, Konsep, Teori, dan Paradigma, Bandung : PT Refika Aditama, 2003
__________, Administrasi & Organisasi Internasional, Bandung : PT Rafika Aditama, 2005
Moelong, Lexy, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Karya, 1990. Pareira, Andre H, Perubahan Global dan Perkembangan Studi Hubungan
Internasional, Bandung : PT Citra Adityabhakti, 1999
Pujayanti, Adrini, Kebijakan Luar Negeri Pemerintah Bush terhadap Terorisme Internasional, Jakarta : Pusat Kajian dan Pelayanan Informasi SEKJEN DPR RI, 2002
Rajendran, M, ASEAN Foreign Relations The Shift to Collective Action, Kuala Lumpur : Arena Buku sdn.bhd, 1985.
Sabir, M. ASEAN Harapan dan Kenyataan, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1992 Singarimbun, Masri dan Sofian Efendi, (editor), Metode Penelitian Survey, Edisi Revisi,
(6)
Smellbecker, Gleen E dan Lexy J Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 1999
Soeprapto, R., Hubungan Internasional, Sistem, Interaksi dan Perilaku, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997
Syahmin AK, Masalah-Masalah Aktual Hukum Organisasi Internasional, Bandung : CV ARMICO, 1988
Makalah
Makalah Dewi Triwahyuni, Teorisme dalam non state sekto baru dalam HI,
diakses dari
2008
Rousdy Soeriaatmadja, Strategi Nasional Dalam Mencegah dan Memberantas Terorisme, dalam seminar Sehari “Sosialisasi ASEAN Convention On Counter Terrorism”, Dirjen Kerjasama ASEAN Deplu RI, Tanggal 21 Agustus 2007
Wiwien Apriliani, Kevinder, Muhammad Fitriady, Teori Regionalisme, dapat
diakses di
Internet
Menunggu Implementasi Piagam ASEAN,diakses di http://harianberitasore.go.id
http://www.colorado.edu/conflict/peace/treatment/collsec.htm
Sumber Lain
Harian Kompas Edisi 15 Oktober 2002, Jakarta, Sunan J Rustam, Terorisme Dalam Perspektif Hukum Internasional