EVALUASI RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN JEPARA DI KABUPATEN JEPARA

(1)

i

EVALUASI RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN JEPARA DI KABUPATEN JEPARA

Skripsi

Diajukan oleh :

Adhitya Puspa Mahardhika Vamnardi 20100210032

Program Studi Agroteknologi

Kepada

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(2)

ii

EVALUASI RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN

JEPARA DI KABUPATEN JEPARA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Guna Memperoleh

Derajat Sarjana Pertanian

Oleh:

Adhitya Puspa Mahardhika vamnardi 20100210032

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(3)

(4)

ix INTISARI

Sebuah penelitian dengan judul “ Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara di Kabupaten Jepara” dilaksanakan di Kecamatan Jepara pada

bulan Maret sampai April 2016. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi ketersediaan lokasi, bentuk ruang terbuka hijau di Kecamatan Jepara.

Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode survei yang teknis pelaksanaanya dengan observasi, kuesioner, dan pengumpulan data sekunder.

Luas ruang terbuka hijau yang berada di Kecamatan Jepara baru mencapai 7,86% dari total luas wilayah Kecamatan Jepara. Kondisi ini belum sesuai dengan Udang-undang No. 26 Tahun 2007.


(5)

x ABSTRACT

A research entitled “the evaluation of green open space in jepara sub

-district, jepara regency”, was conductive from march up to april 2016. The purpose of the reserch is to evaluat the exsistence of green open space in district of jepara.

The research was using dawn observation metode true primary and secondary data collection. The primary data true site observation and respondent interview, while secondary data often from relevan goverment agencies.

The research space us of green open space was only 7.86% area of jepara sub-district and this condition was not in accordance with ordinance No. 26 at 2007th.


(6)

1

ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen serta corak keduniawian, atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala pemusatan penduduk daerah sekitarnya. Beberapa aspek kehidupan di kota, antara lain aspek sosial sebagai pusat pendidikan , pusat kegiatan ekonomi, dan pusat pemerintahan. Ditinjau dari hirarki tempat, kota itu memiliki tingkat atau rangking yang tertinggi, walaupun demikian menurut sejarah perkembangannya kota itu berasal dari tempat-tempat pemukiman sederhana. Fungsi kota antara lain sebagai tempat bermukim warga kota, tempat bekerja, tempat hidup dan rekreasi, sehingga kelangsungan dan kelestarian kota harus didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai untuk waktu yang selama mungkin (Khairuddin, 1992).

Perkembangan kota pada umumnya dicerminkan oleh perkembangan fisik, peningkatan lebih banyak ditentukan oleh sarana dan prasarana yang ada, sehingga pembangunan kota mempunyai kecenderungan meminimalkan ruang terbuka hijau dan menghilangkan wilayah alam. Lahan-lahan pertanaman lebih banyak dialih-fungsikan menjadi pemukiman, pertokoan, indutri, perkantoran, dan srana fisik lainnya, sehingga semakin padatnya suatu kota sudah pasti menimbulkan berbagai macam masalah, antara lain penurunan kualitas


(7)

lingkungan hidup tergantungnya kestabilan ekosistem yang menyebabkan kondisi kota menjadi tidak nyaman karena meningkatnya suhu udara kota dan penurunan standar kenyamanan suatu kota (Sirait, 2009).

Menurut Undang-undang nomor 26 Tahun 2007, ruang terbuka hijau merupakan area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik tanaman yang tumbuh secara alamiah maupun sengaja ditanam. Keberadaan RTH diperlukan untuk menjaga keseimbangan lingkungan alam dan lingkungan binaan pada kawasan perkotaan. Fungsi utama RTH yaitu fungsi ekologis sebagai paru-paru kota, pengatur iklim mikro, peneduh, penyedia oksigen, penyerap air hujan, habitat satwa, penyerap polutan dan penahan angin. Selain itu, RTH juga memiliki fungsi sosial budaya, fungsi ekonomi, dan fungsi estetis. RTH memperindah lingkungan kota dan memberikan serta menciptakan keseimbangan dan keserasian suasana antara area terbangun dan non terbangun.

Menurut UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan, jumlah RTH disetiap kota minimal harus sebesar 30% dari luas kota tersebut. UU No. 26 tahun 2007 pasal 29 ayat (1) Ruang terbuka hijau rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat; ayat (2) Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota; ayat (3) Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20% dari luas wilayah kota.

Keberadaan RTH sangat dibutuhkan dan bermanfaat besar bagi peningkatan kualitas lingkungan kota Jepara terutama dalam mereduksi polutan.


(8)

Tetapi, tidak semua tanaman dapat dijadikan sebagai tanaman bioreduktor polutan. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, agar tanaman yang diperuntukkan dapat benar-benar berfungsi dan tidak menambah permasalahan yang tidak diinginkan. Pemilihan tanaman sebagai pereduksi polutan perlu di dasarkan pada ketahanan tanaman akan partikel polutan maupun kemampuan tanaman dalam menyerap polutan serta lingkungan dimana tanaman tersebut ditanam. Selain itu komposisi baik jumlah, jenis dan fungsi tanaman sangat berpengaruh terhadap konsentrat polutan.

B. Perumusan Masalah

Di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, perencaan tata ruang wilayah Kota harus memuat rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang tebuka hijau yang luas minimalnya sebesar 30% dari luas wilayah kota. Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Kota Jepara sebesar 193.932 hektar yang terdiri dari hutan kota 3,7 hektar, taman kota 118,816 hektar dan jalur hijau jalan 71,416 hektar. Luas kecamatan Kota Jepara sebesar 2466,699 hektar tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang. Dengan demikian penelitian ini memiliki permasalahan:

1. Kurangnya luas Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Kota Jepara 2. Ketersediaanya lahan untuk Ruang Terbuka Hijau

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi ketersediaan lokasi dan bentuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang berada di Kecamatan Jepara.


(9)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat menjadi acuan bagi pemerintah dan dapat dijadikan bahan masukan bagi masing-masing pengelola kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kecamatan Jepara.

E. Batasan Studi

Penelitian ini dilakukan di kawasan Kecamatan Jepara. Objek penelitian yang diambil yaitu Ruang Terbuka Hijau (RTH) kawasan Kecamatan Jepara yang meliputi Jalur Hijau Jalan pada Jalan Utama, Hutan Kota, dan Taman Kota.

F. Kerangka Pikir Penelitian

Kondisi Kecamatan Jepara tidak didukung oleh adanya ruang terbuka hijau kota yang mampu berfungsi secara ekologis, estetika maupun sosial budaya dan ekonomi, hal tersebut terjadi dikarenakan adanya ketidak seimbangan proporsi dan distribusi ruang terbuka hijau pada kawasan pusat Kota Jepara walaupun dilihat dari penggunaan lahan di perkotaan, ternyata masih banyak terdapat lahan kosong yang belum dimanfaatkan secara optimal. Ada 3 bentuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang selalu bersinggungan langsung dengan masyarakat adalah RTH tanam kota, RTH jalan, dan RTH hutan kota.

Kegiatan penelitian ini dilakukan oleh penulis mengenai tentang Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kecamatan Jepara. Penelitian ini dimulai dengan identifikasi kondisi eksisting yang meliputi proporsi dan distribusi/sebaran Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Jepara yang sesuai dengan UU No 26 Tahun 2007, Peraturan Menteri Pekerja Umum No 5 Tahun 2007 dan Peraturan Daerah RTRW Jepara yang menjadi landasan dasar Ruang Terbuka Hijau (RTH).


(10)

Hasil penelitian yang diperoleh nantinya akan menjadi bahan evaluasi terhadap Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Jepara. Kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada gambar. 1

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian

Kecamatan Jepara

Ruang Terbuka Hijau

1. UU No 26 Tahun 2007

2. Permen PU No 5 Tahun 2008 3. Permendagri No 1

Tahun 2007 4. Perda Jepara

RTRW

Kondisi Eksisting RTH di Kec. Jepara

1. Proporsi 2. Distribusi atau

sebaran

Rekomendasi

Evaluasi Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Jepara


(11)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tata Ruang Kota dan Ruang Wilayah

Menurut Witoelar (2001) kegiatan penataan ruang pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjamin lingkungan hidup yang berkelanjutan dengan memperhatikan keunggulan komparatif di suatu wilayah, dan mengurangi kesenjangan pembangunan dengan mengurangi kawasan-kawasan yang miskin, kumuh, dan tertinggal. Salah satu kegiatannya yaitu peningkatan aksesbilitas masyarakat terhadap faktor-faktor produksi, pengolahan dan pemasaran, serta mendorong dan memfasilitasi masyarakat dengan sarananya. Pengembangan wilayah menitikberatkan pada aspek ruang atau lokasi untuk mengoptimalisasi sumber daya alam yang ada dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.

Pendapat lain juga disampaikan oleh Deka (2011) yang mengatakan bahwa tata ruang tidak hanya berupa tampak fisik dari lingkungan saja tapi juga mempengaruhi pengakuan identitas baik individual maupun kolektif. Ruang dengan kapasitas tersebut bisa menghapuskan identitas individu ataupun komunitas bahkan populasi sekalipun, melalui ( sains, teknologi, dan ekonomi ) ilmu pengetahuan, politik etik dan simbol-simbol ritual yang dibuat oleh aparat-aparat kekuasaan.

Beberapa hal yang sangat penting dalam rangka reformasi perencanaan tata ruang kota menurut Sunardi (2004) antara lain:


(12)

Mengubah perencanaan fisik, yang seperti sekarang dilakukan menjadi perencanaan sosial. Pola pikir dan kondisi masyarakat dirubah dengan harapan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan lahan akan meningkat. Advocacy planning sangat diperlukan demi kepentingan masyarakat, demi terakomodasinya aspirasi masyarakat. Dalam hal ini konsultan memberikan masukan-masukan sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan rencana sebagai Peraturan Daerah (Perda) tentang Tata Ruang Kota;

1. Mengubah kebijakan top down menjadi bottom up karena top down merupakan sumber korupsi dan kolusi bagi pihak-pihak yang terlibat. Sering kali proyek-proyek model top down dari pusat kurang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lapangan. Aspirasi dari masyarkat tidak terakomodasikan di dalam keteapan rencana tata ruang kota. Para wakil masyarakat yang diundang dalam seminar , seperti Kepala Kelurahan/Desa, Ketua Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) setempat selain kurang berwawasan terhadap perencanaan makro, juga dapat dikatakan sebagai kepanjangan tangan pemerintah;

2. Comprehensive Planing lebih tepat dari pada sectoral planning. Comprehensive Planing sebagai perencanaan makro untuk jangka panjang bagi masyarakat negara sedang berkembang (dengan dinamika masyarakat yang begitu besar) dirasa kurang sesuai. Akibatnya perencanaan tersebut tidak/kurang efektif, dengan begitu banyaknya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, baik disengaja maupun tidak. Perencanaan sektoral merupakan


(13)

perencanaan terhadap sektor-sektor yang benar-benar dibutuhkan masyarakat dalam waktu mendesak;

3. Peran serta secara aktif para pakar secara terpadu dari berbagai disiplin ilmu sangat diperlukan di dalam proses penyusunan tata ruang kota;

4. Mengubah peraturan-peraturan yang berkaitan dengan tanah, lahan, dan ruang khususnya di perkotaan menjadi lebih berorientasi pada kepentingan dan perlindungan rakyat kecil. Penataan lahan melalui land consolidation, land sharing, dan land readjustment perlu ditingkatkan;

5. Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan menjadi Peraturan Daerah, perlu ditindak-lanjuti dengan implementasinya, menjadi acuan dalam penyusunan program-program kegiatan pembangunan.

B. Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut (Direktorat Jendral Penataan Ruang Departeman Pekerja Umum, 2010). Menurut Kustiawan (2012), Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik tanaman yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

Tujuan pengadaan dan penataan RTH di wilayah perkotaan menurut Permendagri No. 1 tahun 2007, yaitu :


(14)

2. Mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan bagi kepentingan masyarakat;

3. Meningkatkan kualitas lingkungan yang sehat, indah, bersih, dan nyaman. Proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota (UU RI No. 26 Tahun 2007). Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta dapat meningkatkan nilai estetika kota.

Dilihat dari segi fungsi, Ruang Terbuka Hijau (RTH) dapat berfungsi secara ekologis, sosial/budaya, arsitektural, dan ekonomi. Fungsi ekologis; RTH diharapkan dapat memberikan konstribusi dalam peningkatan kualitas air tanah, mencegah terjadinya banjir, mengurangi polusi udara, dan pendukung dalam pengaturan iklim mikro. Fungsi sosial budaya; RTH diharapkan dapat berperan terciptanya ruang untuk interaksi sosial, sarana rekreasi, dan sebagai penanda (tetenger/ landmark) kawasan. Fungsi arsitektural/estetika; RTH diharapkan dapat meningkatkan nilai keindahan dan kenyamanan kawasan, melalui keberadaan taman, dan jalur hijau. Fungsi ekonomi; RTH diharapkan dapat berperan sebagai pengembangan sarana wisata hijau perkotaan, sehingga menarik minat masyarakat/ wisatawan untuk berkunjung ke suatu kawasan, sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kegiatan ekonomi (Samsudi, 2010).

Secara struktur, bentuk dan susunan RTH dapat merupakan konfigurasi ekologis dan konfigurasi planologis. RTH dengan konfigurasi ekologis merupakan RTH yang berbasis bentang alam antara lain, kawasan lindung,


(15)

perbukitan, sempadan sungai, sempadan danau, dan pesisir. RTH dengan konfigurasi planologis dapat berupa ruang-ruang yang dibentuk mengikuti pola struktur kota seperti RTH perumahan, RTH kelurahan, RTH kecamatan, RTH kota maupun taman-taman regional/ nasional. Dari segi kepemilikan RTH dapat berupa RTH publik yang dimiliki oleh umum dan terbuka bagi masyarakat luas, atau RTH privat (pribadi) yang berupa taman-taman yang berada pada lahan-lahan pribadi (UNDIP, 2010).

Maanfaat yang diharapkan dari perencanaan RTH di kawasan perkotaan menurut Samsudi (2010), yaitu :

1. Sarana untuk mencerminkan identitas (citra) daerah; 2. Sarana penelitian, pendidikan, dan penyuluhan;

3. Sarana rekreasi aktif dan rekreasi pasif, serta interaksi sosial; 4. Meningkatkan nilai ekonomis lahan perkotaan;

5. Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah; 6. Sarana aktifitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa, dan manula; 7. Sarana untuk ruang evakuasi untuk keadaan darurat;

8. Memperbaiki iklim mikro;

9. Meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan; C. Taman Kota

Ditinjau dari kondisi fisiknya, taman kota disebut juga dengan ruang terbuka atau open space yang digunakan oleh orang banyak untuk beraktivitas di setiap waktu. Pengertian mengenai taman kota ini adalah taman yang berada diperkotaan dalam skala yang luas dan dapat mengantisipasi dampak-dampak


(16)

yang ditimbulkan oleh perkembangan kota. Taman kota merupakan salah satu ruang terbuka hijau yang berada di kawasan perkotaan dalam skala besar (skala kota) yang dapat mewadahi aktivitas warga kota. Taman kota dapat dinikmati semua orang tanpa harus mengeluarkan biaya (Abdillah, 2005).

Taman dalam pengertian terbatas merupakan sebidang lahan yang ditata sedemikian rupa sehingga mempunyai keindahan, kenyamanan dan keamanan bagi pemiliknya atau penggunanya. Pada masyarakat perkotaan, taman-taman selain bernilai estetika juga berfungsi sebagai ruang terbuka (Arifin dan Nurhayati, 2000 dalam Sirait 2009).

Menurut Abdillah (2005) ada tiga macam taman kota berdasarkan aktivitasnya. Sebagaimana dijelaskan dibawah ini :

1. Taman untuk rekreasi aktif

Taman untuk rekresi aktif adalah taman yang didalamnya dibangun suatu kegiatan pemakai taman yang dilengkapi elemen pendukung taman, sehingga pemakai taman secara aktif menggunakan fasilitas didalamnya, sekaligus memperoleh kesenangan, kesegaran, dan kebuguran, misalnya taman olahraga, aerobic, fitness, camping ground, taman bermain anak, taman pramuka, taman jalur jalan, kebun binatang, danau, pemancingan, dan taman-taman kota.

2. Taman untuk rekreasi pasif

Taman untuk rekreasi pasif adalah taman yang dibentuk agar dapat dinikmati keindahannya dan kerindangannya, tanpa mengadakan aktivitas dan kegiatan apapun, misalnya waduk, hutan buatan, penghijauan tepi kali, jalur hijau, dan lapangan terbang. Taman ini hanya sebagai elemen estetis saja, sehingga


(17)

kebanyakan untuk menjaga keindahan tanaman di dalam taman tersebut akan dipasang pagar di sepanjang sisi luar taman.

3. Taman untuk rekreasi aktif dan pasif

Taman untuk rekreasi aktif dan pasif merupakan taman yang bisa dinikmati keindahan sekaligus ada fungsi lain dan dapat digunakan untuk mengadakan aktivitas, misalnya taman lingkungan. Taman lingkungan atau community park adalah suatu taman yang dibuat dan merupakan bagian dari suatu pemukiman, selain rumah ibadah, pasar, dan sekolah.

Menurut Fetty (2010) taman kota berdasarkan rancangannya terbagi atas : 1. Taman alami (natural)

Taman alami atau natural adalah suatu taman yang dirancang untuk memberikan kesan alami atau menyatu dengan alam. Taman alami sudah terbentuk sebelumnya, namun dalam penataannya disesuaikan dengan kondisi lahan kota, misalnya hutan kota, taman pengarah jalan, taman alami yang tumbuh dalam kota, dan sebagiannya.

2. Taman buatan (artificial)

Taman buatan atau artificial merupakan sebuah taman yang elemen-elemennya lebih banyak didominasi dengan elemen buatan manusia. Taman buatan dirancang untuk menyeimbangkan kondisi kota dan taman kota, antara lain bermanfaat untuk mengendalikan suhu, panas sinar matahari, pengendali angin, memperbaiki kualitas udara, untuk sarana bermain, rekreasi, memberikan kesenangan, kegembiraan, kenyamanan, sebagai pembatas fisik, pengontrol pandangan, dan lain sebagainya.


(18)

Fungsi taman kota sangat besar karena berusaha menciptakan suatu space yang manusiawi bagi penduduk kota. Adapun fungsi taman kota sebagai berikut :

a. Fungsi sosial

Fungsi sosial dari taman kota antara lain: sebagai tempat melakukan aktivitas bersama, komunikasi sosial, peralihan dan menunggu, bermain dan berolah raga, sarana olah raga dan rekreasi, penghubung antara tempat satu dengan tempat lainya, untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian, dan keindahan lingkungan, penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan hidup dan pembatas antara massa bangunan.

b. Fungsi ekologis

Fungsi ekologis dari taman kota antara lain: penyegaran udara, mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro, penyerap air hujan, pengendalian banjir dan pengaturan tata air, memelihara ekosistem tertentu dan perlindungan plasma nuftah (Abdillah 2005).

c. Fungsi estetika

Taman juga berperan untuk keindahan (estetika). Taman kota telah membentuk dan membangun citra dari suatu kota. Pencitraan yang baik tentang sebuah kota, sesungguhnya dipengaruhi oleh dampak dari keadaan lingkungan perkotaan yang nyaman. Taman kota menjadi penting karena dapat berperan sebagai sarana pengembangan budaya kota, pendidikan dan menjadi pusat-pusat kegiatan kemasyarakatan. Pola taman kota yang biasa dilengkapi dengan aneka


(19)

bunga warna-warni, serta penataan yang indah dapat membantu menghilangkan penat dan menjadi sumber inspirasi bagi pengunjungnya.

d. Fungsi kesehatan

Taman kota biasa dijadikan area berolahraga oleh warga sekitarnya. Pada umumnya, taman dipenuhi dengan pepohonan serta bunga-bunga yang cantik mampu menjadi paru-paru kota yang menghisap karbondioksida (C02) dan menggantikannya dengan oksigen (O2) yang sangat segar apabila kita hirup. Pohon-pohon dalam taman kota juga memberikan manfaat keindahan, penangkal angina, penyaring cahaya matahari dan peredam kebisingan.

e. Fungsi rekreasi

Keindahan taman kota yang terjaga dengan baik akan menjadi tujuan masyarakat untuk menghabiskan waktu dengan menikmati indahnya taman tersebut. Taman kota dapat menjadi suatu wadah yang menaungi berbagai interaksi sosial, ekonomi maupun budaya yang tergambar dari aktivitas yang terjadi di dalamnya (Fetty, 2010).

D. Hutan Kota

Hutan kota merupakan salah satu komponen ruang terbuka hijau. Definisi hutan kota adalah ruang terbuka yang ditumbuhi vegetasi berkayu di wilayah perkotaan. Hutan kota memberikan manfaat lingkungan sebesar-besarnya kepada penduduk perkotaan, dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetika, rekreasi dan kegunaan khusus lainnya (Damandiri, 2010).

Menurut Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (2002) cit Fandeli et al. (2004), hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang


(20)

bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat didalam wilayah perkotaan baik di dalam tanah Negara maupun tanah hak yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sebagai hutan kota. Fandeli (2001) cit. Fandeli et al. (2004) mendefinisikan hutan kota yang lebih fleksibel sebagai sebidang lahan di dalam kota atau sekitar kota ditandai atas asosiasi jenis tanaman pohon yang kehadirannya mampu menciptakan iklim mikro yang berbeda dengan luarannya.

Keberadaan hutan kota sangat berfungsi sebagai sistem hidrologi, menciptakan iklim mikro, menjaga keseimbangan oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2), mengurangi polutan, dan meredam kebisingan. Selain itu, berfungsi juga untuk menambah nilai estetika dan keasrian kota sehingga berdampak positif terhadap kualitas ligkungan dan kehidupan masyarakat (Sibarani, 2003).

Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota menyebutkan fungsi dari hutan kota, yaitu :

1. Memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika; 2. Meresapkan air;

3. Menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota; 4. Mendukung pelestarian keanekaragaman hayati kota.

Pelaksanaan pembangunan hutan kota dan pengembangannya ditentukan berdasarkan pada objek yang akan dilindungi, hasil yang dicapai dan letak dari hutan kota tersebut. Berdasarkan letaknya, hutan kota dapat dibagi menjadi lima kelas sebagaimana terurai di bawah ini :


(21)

1) Hutan Kota Pemukiman

Hutan kota pemukiman adalah pembangunan hutan kota yang bertujuan untuk membantu menciptakan lingkungan yang nyaman, menambah keindahan dan dapat menangkal pengaruh polusi kota terutama polusi udara yang diakibatkan oleh adanya kendaraan bermotor yang terus meningkat di wilayah pemukiman;

2) Hutan Kota Industri

Hutan kota industri berperan sebagai penangkal polutan yang berasal dari limbah yang dihasilkan oleh kegiatan-kegiatan perindustrian, antara lain limbah padat, cair maupun gas;

3) Hutan Kota Wisata/Rekreasi

Hutan Kota Wisata/Rekreasi berperan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan rekreasi bagi masyarakat kota yang dilengkapi dengan sarana bermain untuk anak-anak atau remaja, tempat peristirahatan, perlindungan dari polutan berupa gas, debu dan udara, serta merupakan tempat produksi oksigen;

4) Hutan Kota Konservasi

Hutan Kota Konsevasi mengandung arti penting untuk mencegah kerusakan, memberi perlindungan serta pelestarian terhadap objek tertentu, baik flora maupun faunanya di alam;

5) Hutan Kota Pusat Kegiatan

Hutan Kota Pusat Kegiatan berperan untuk meningkatkan kenyamanan, keindahan, dan produksi oksigen di pusat-pusat kegiatan seperti pasar, terminal,


(22)

perkantoran, pertokoan dan lain sebagainya. Peran hutan kota lainnya juga sebagai jalur hijau di pinggir jalan yang berlalulintas padat (Damandiri, 2010).

Bentuk hutan kota menurut Irwan (2011) sebagaimana terurai dibawah ini: a. Berbentuk bergerombol atau menumpuk

Berbentuk bergerombol atau menumpuk adalah hutan kota dengan komunitas tumbuh-tumbuhannya terkonsentrasi pada satu areal dengan jumlah tumbuh-tumbuhannya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan;

b. Bentuk menyebar

Berbentuk menyebar adalah hutan kota yang tidak mempunyai pola tertentu, dengan komunitas tumbuh-tumbuhannya menyebar terpencar-pencar dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil;

c. Berbentuk jalur

Berbentuk jalur adalah hutan kota dengan komunitas tumbuh-tumbuhannya tumbuh pada lahan yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentuk sungai, jalan, pantai, saluran dan lainnya.

Struktur hutan kota adalah komposisi dari tumbuh-tumbuhan, jumlah dan keanekaragaman dari komunitas tumbuh-tumbuhan yang menyusun hutan kota. Struktur hutan kota menurut Irwan (2011) dapat dibagi menjadi:

1. Berstrata dua yaitu komunitas tumbuh-tumbuhan hutan kota hanya terdiri dari pepohonan dan rumput atau penutup tanah lainnya;

2. Berstrata banyak yaitu komunitas tumbuh-tumbuhan hutan kota selain terdiri dari pepohonan dan rumput juga terdapat semak, terna, liana, epifit, ditumbuhi


(23)

banyak anakan dan penutup tanah, jarak tanam rapat tidak beraturan, dengan strata dan komposisi mengarah meniru komunitas tumbuh-tumbuhan hutan alam.

E. Jalur Hijau Jalan

Jalur hijau adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang terletak di dalam ruang milik jalan maupun di dalam ruang pengawasan jalan. Sering disebut jalur hijau karena didominasi elemen lansekapnya adalah tanaman yang pada umumnya berwarna hijau.

Pemilihan untuk jenis tanaman tepi jalan juga perlu mempertimbangkan aspek karakter dan aspek arsitektur pohon, yang akan menunjang tanaman tepi jalan secara fungsional dan secara estetika. Aspek artistic-visual dari tanaman, baik secara individu ataupun dalam bentuk koloni.

Menurut Departemen Pekerja Umum (2010), untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan penempatan tanaman antara 20-30% dari ruang milik jalan sesuai dengan klas jalan. Pemilihan jenis tanaman perlu memperhatikan 2 (dua) hal, yaitu fungsi tanaman dan persyaratan penempatannya. Jenis tanaman khas daerah setempat yang disukai oleh burung-burung dan tingkat evapotranspirasi rendah disarankan sebagai komponen utama jalur hijau jalan.


(24)

Perencanaan RTH pada tanaman tepi jalan harus memenuhi beberapa persyaratan. Persyaratan tersebut terbagi atas beberapa fungsi sebagaimana terurai di bawah ini :

1. Peneduh

Tanaman peneduh ditempatkan pada jalur tanaman (minimal 1,5 m dari tepi jalan), percabangan 2 m di atas tanah, bentuk percabangan batang tidak merunduk, bermassa daun padat, berasal dari perbanyakan biji, ditanam secara berbaris, dan tidak mudah tumbang. Contoh tanaman peneduh, seperti Kirai Payung (Filicium decipiens), Tanjung (Mimusops elengi), Bungur (Lagerstroemia floribunda).


(25)

2. Penyerap polusi udara

Tanaman dengan fungsi ini terdiri dari pohon, perdu/semak, memiliki kegunaan untuk menyerap udara, jarak tanam rapat, dan bermassa daun padat. Contoh tanaman penyerap polusi udara, seperti Angsana (Ptherocarphus indicus), Bogenvil (Bougenvillea sp).

Gambar 4. Jalur Tanaman Tepi Penyerap Polusi Udara 3. Peredam kebisingan

Tanaman dengan fungsi ini terdiri dari pohon, perdu/semak, membentuk massa, bermassa daun rapat, berbagai bentuk tajuk. Contoh tanaman peredam kebisingan seperti, Tanjung (Mimusops elengi), Kirai Payung (Filicium decipens), Teh-tehan pangkas (Acalypha sp), Kembang Sepatu (Hibicus rosasinensis), Bogenvil (Bougenvillea sp), dan Oleander (Nerium oleander).


(26)

Gambar 5. Jalur Tanaman Tepi Penyerap Kebisingan 4. Pemecah angin

Ciri-ciri tanaman yang memiliki fungsi sebagai pemecah angin yaitu tanaman tinggi, perdu/semak, bermassa daun padat, ditanam berbaris atau membentuk massa, dan jarak tanam rapat <3 m. Contoh tanaman pemecah angina seperti Cemara (Cassuari equisetifolia), Mahoni (Swetania mahagoni), Tanjung (Mimusops elengi), Kirai Payung (Filicium decipiens), Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis).


(27)

Gambar 6. Jalur tanaman Tepi Pemecah Angin 5. Pembatas pandang

Ciri-ciri tanaman untuk pembatas pandang, tanaman tinggi, perdu/semak, bermassa daun padat, ditanam berbaris atau membentuk massa, dan jarak tanam rapat. Contoh tanaman pembatas pandang seperti Bambu (Bambusa sp), Cemara (Cassuari equisetifolia), Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis), Oleander (Nerium oleander).


(28)

6. Median jalan

Median jalan berfungsi sebagai pembatas jalur dan penahan silau lampu kendaraan tanaman perdu/semak. Syarat-syarat tanaman untuk median jalan yaitu ditanam rapat, ketinggian 1,5m, bermassa daun, dan padat. Contoh tanaman untuk median jalan Bogenvil (Bougenvillea sp), Oleander (Nerium oleander), Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis), dan Nusa Indah (Mussaenda sp).

Gambar 8. Jalur Tanaman Pada Median Penahan Silau Lampu Kendaraan 7. Persimpangan jalan

Hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam persimpangan jalan yakni mengenai daerah bebas pandang di mulut persimpangan, artinya pada mulut persimpangan diperlukan daerah terbuka agar tidak menghalangi pandangan pemakai jalan. Khusus daerah bebas pandang ada ketentuan mengenai letak tanaman yang disesuaikan dengan kecepatan kendaraan dan bentuk persimpangannya. Penataan lanskap pada persimpangan akan menjadi ciri dari


(29)

persimpangan tersebut atau lokasi setempat. Penempatan dan pemilihan tanaman dan ornamen hiasan harus disesuaikan dengan ketentuan geometrik persimpangan jalan dan memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Daerah bebas pandang tidak diperkenankan ditanami tanaman yang menghalangi pengemudi. Persimpangan jalan sebaiknya menggunakan tanaman rendah berbentuk tanaman perdu dengan ketinggian <0.80 m, dan jenisnya merupakan tanaman berbunga atau berstruktur indah, misalnya Soka berwarna-warni (Ixora stricata), Lantana (Lantana camara), dan Pangkas Kuning (Durant sp).

b. Bila di persimpangan terdapat pulau lalu lintas atau kanal yang dimungkinkan untuk ditanami, sebaiknya digunakan tanaman perdu rendah dengan pertimbangan agar tidak mengganggu penyebrang jalan dan tidak menghalangi pandangan pengemudi kendaraan.

c. Penggunaan tanaman tinggi berbentuk tanaman pohon sebagai tanaman pengarah, misalnya:

1) Tanaman berbatang tunggal seperti jenis palem. Contoh: Palem Raja (Oreodaxa regia), Pinang Jambe (Areca catechu) dan Lontar/Siwalan (Borassus flabellifer).

2) Tanaman pohon bercabang >2 m. Contohnya: Khaya (Khaya sinegalensis), Bungur (Lagerstromea loudonii), dan Tanjung (Mimosups elengi) (Departemen Pekerja Umum, 2010).


(30)

Gambar 9. Jalur Tanaman pada Daerah Bebas Pandang F. Kriteria Pemilihan Vegetasi untuk RTH

Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.

1. Kriteria vegetasi untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) menurut Peraturan Menteri Pekerja Umum No 5 Tahun 2008 adalah sebagai berikut:

a. Kriteria pemilihan vegetasi untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) Taman Kota adalah (1) tidak beracun, tidak berduri, dahan tidak mudah patah, perakaran tidak mengganggu pondasi, (2) tajuk cukup rindang dan kompak, tetapi tidak terlalu gelap, (3) ketinggian tanaman bervariasi,


(31)

warna hijau dengan variasi warna lain seimbang, (4) perawakan dan bentuk tajuk cukup indah, (5) kecepatan tumbuh sedang, (6) berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya, (7) jenis tanaman tahunan atau musiman, (8) tahan tehadap hama penyakit tanaman, (9) mampu menjerap dan menyerap polusi udara.

Tabel 1. Contoh Tanaman Untuk Taman Kota

No Jenis dan Nama Tanaman Nama Latin Keterangan

1 Bunga Kupu-Kupu Bauhinia Purpurea Berbunga

2 Sikat Botol Calistemon lanceolatus Berbunga

3 Kemboja Merah Plumeria rubra Berbunga

4 Kersen Muntingia calabura Berbuah

5 Kendal Cordia sebestena Berbunga

6 Kesumba Bixa orellana Berbunga

7 Jambu Batu Psidium guajava Berbuah

8 Bungur Sakura Lagerstroemia loudonii Berbunga 9 Bungur Saputangan Amherstia nobilis Berbunga

10 Lengkeng Ephorbia longan Berbuah

11 Bunga Lampion Brownea ariza Berbunga

12 Bungur Lagerstroemea floribunda Berbunga

13 Tanjung Mimosups elengi Berbunga

14 Kenanga Cananga odorata Berbunga

15 Sawo Kecik Manilkara kauki Berbuah

16 Akasia Mangium Accacia mangium

17 Jambu Air Eugenia aquea Berbuah

18 Kenari Canarium commune Berbuah

Catatan: pemilihan tanaman disesuaikan dengan kondisi tanah dan iklim setempat Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2008

b. Kriteria vegetasi untuk hutan kota adalah sebagai berikut: (1) memiliki ketinggian yang bervariasi, (2) tajuk cukup rindang dan kompak, (3) mampu manjerap dan menyerap polusi udara, (4) tahan terhadap hama penyakit, (5) toleran terhadap keterbatasan sinar matahari dan air, (6) Tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor dan industri, (7) batang dan sistem percabangan kuat, (8) sistem perakaran yang kuat sehingga mampu mencegah terjadinya longsor, (9) jenis tanaman yang ditanam


(32)

termasuk golongan evergreen bukan dari golongan tanaman yang menggugurkan daun (deciduous), (10) memiliki perakaran yang dalam. Tabel 2. Contoh tanaman untuk hutan kota

No Nama Tanaman Nama Latin Jenis burung/potensi

1 Kiara Ficus spp Punai (treron sp)

2 Beringin Ficus benyamina

3 Loa Ficus glaberrima

4 Dadap Erytrhina varigata Betet(Psittacula alexandri), Srindit (Loriculus pusillus) Jalak (sturnidae); dan beberapa jenis burung madu

5 Dangdeur Gosampinus heptaphylla Burung ukut-ukut Srigunting

6 Aren Arenga piñata Bahan pembuat sarang

7 Buni antidesma binius Buah dapat dimakan

8 Buni hutan Antidesma montanum

9 Kembang merak Caesalpinia pulcherrima Pengundang serangga 10 - Syzygium paucipuncatum Kategori pohon langka

11 Serut Streblus asper Tahan pangkas

12 Jamblang Syzygium cumini Buah dapat dimakan 13 Salam Syzygium polyanntum Bumbu dapur Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2008

c. Kriteria vegetasi untuk jalur hijau

1) Kriteria jalur hijau dilihat dari aspek silvikultur adalah sebagai berikut: (a) berasal dari biji terseleksi sehat dan bebas penyakit, (b) memiliki pertumbuhan sempurna baik batang maupun akar, (c) perbandingan bagian pucuk dan akar seimbang, (d) batang tegak dan keras pada bagian pangkal, (e) tajuk simetris dan padat, (f) sistem perakaran padat.

2) Kriteria jalur hijau dilihat dari sifat biologisnya adalah sebagai berikut: (a) sistem perakaran masuk kedalam tanah, tidah merusak konstruksi dan bangunan, (b) batang dan sistem percabangan kuat, (c) tajuk cukup


(33)

rindang dan kompak, tetapi tidak terlalu gelap, (d) ukuran dan bentuk tajuk seimbang dengan tinggi pohon, (e) daun sebaiknya berukuran sempit, (f) daun tidak mudah rontok karena terpaan angin kencang. Tabel 3. Contoh tanaman untuk jalur hijau

No Nama Lokal Nama Latin Tinggi

(m)

Jarak Tanam (m) I Pohon

1 Bunga kupu-kupu Bauhinia purpurea 8 12

2 Bunga kupu-kupu ungu Bauhinia blakeana 8 12

3 Trengguli Cassia fistula 15 12

4 Kayu manis Cinnamommum iners 12 12

5 Tanjung Mimosups elengi 15 12

6 Salam Euginia polyantha 12 6

7 Melinjo Gnetum gnemon 15 6

8 Bungur Lagerstroemia 18 12

9 Cempaka Michelia champaca 18 12

II Perdu/semak/groundcover

1 Canna Canna varigata 0.6 0.2

2 Soka Jepang Ixora spp 0.3 0.2

3 Puring Codiaeum varigatum 0.7 0.3

4 Pedang-pedangan Sansiviera sp 0.5 0.2

5 Lili pita Ophiopogon jaburan 0.3 0.15


(34)

29

III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Keadaan Geografis

Secara geografis Kabupaten Jepara terletak antara 1100 9’ 48.02’’sampai 1100 58’ 37.40’’ Bujur Timur dan 50 43’ 20.67’’ sampai 60 74’ 25.83’’ Lintang Selatan. Secara administrasi Kabupaten Jepara terbagi menjadi 16 Kecamatan yang terbagi dalam 11 kelurahan dan 184 Desa, 1.041 Rukun Warga (RW) dan 4.467 Rukun Tetangga (RT). Total luas wilayah Kabupaten Jepara 1.00.413,189 hektar. Luas daerah Kabupaten Jepara dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 4. Luas daerah Kabupaten Jepara

No Nama Kecamatan Hektar Km2 Persentase

1 Kedung 4.306,281 43,063 4,29

2 Pecangaan 3.587,806 35,878 3,57

3 Welahan 2.764,204 27,642 2,75

4 Mayong 6.504,268 65,043 6,48

5 Batealit 8.887,865 88,879 8,85

6 Jepara 2.466,699 24,667 2,46

7 Keling 12.311,588 123,116 12,26

8 Karimunjawa 7.210,000 71,200 7,09

9 Tahunan 3.890,581 38,906 3,87

10 Nalumsari 5.696,538 56,965 5,67

11 Kalinyamatan 2.370,001 23,700 2,36

12 Kembang 10.812,384 108,124 10,77

13 Pakis aji 6.055,280 60,553 6,03

14 Donorojo 10.864,216 108,642 10,82

15 Mlonggo 4.240,236 42,402 4,22

16 Bangsri 8.535,241 85,352 8,50

Jumlah 100.413,189 1.004,123 100,00

Sumber: Jepara dalam angka 2014

Batas-batas wilayah Kabupaten Jepara adalah sebagai berikut; 1. Sebelah utara : Laut Jawa

2. Sebelah barat : Laut Jawa

3. Sebelah timur : Kabupaten Kudus dan Kabupaten Pati 4. Sebelah selatan : Kabupaten Demak


(35)

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Gambar 1. Peta wilayah Kabupaten Jepara per Kecamatan B. Iklim

Jepara memiliki kondisi iklim tropis, hampir sebagian besar bulan ditandai dengan curah hujan yang signifikan. Musim kemarau singkat memiliki dampak yang kecil, iklim di Jepara diklasifikasikan suhu rata-rata 27.00 C, curah hujan rata-rata di Jepara 2643mm. Bulan terkering adalah bulan Agustus, dengan 20mm curah hujan. Presipitasi paling besar terlihat pada Januari, dengan rata-rata 646 mm. Suhu terhangat sepanjang taun adalah Oktober dengan suhu rata-rata 28.2º C. Suhu terendah dalam setahun terlihat di Januari, saat suhu ini berkisar 26.4º C.


(36)

Perbedaan dalam prestisipitasi antara bulan kering dan bulan terbasah adalah 626 mm.

C. Kondisi Sosial 1. Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jepara secara agregat rata-rata mencapai angka 5,31%. Pertumbuhan ekonomi ini cenderung meningkat selama lima tahun terakhir 5,02% menjadi 5,77% pada tahun 2013. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jepara paling rendah pada tahun 2010 yang mengalami penurunan sebesar 4,52% pada tahun 2013 pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan menjadi5,77%. Namun demi tingkat pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah sebesar 5,81% dan Nasional sebesar 5,78%. Data pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jepara dapat dilihat pada Tabel 5

Tabel 5. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jepara.

Tahun Jepara Jawa Tengah Nasional

2009 5,02% 5,14% 4,58%

2010 5,84% 5,84% 6,10%

2011 5,44% 6,03% 6,46%

2012 5,79% 6,34% 6,23%

2013 5,77% 5,81% 5,78%

Sumber data: Disdukcapil 2013, diolah 1. Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan salah satu ukuran untuk kualitas penduduk. Semakin tinggi tingkat yang ditamatkan semakin baik kualitas SDM di wilayah tersebut. Namun ukuran ini masih harus ditambah dengan etos kerja dan ketrampilan baik hard skill maupun soft skill. Beberapa pelaku usaha menyatakan bahwa yang dibutuhkan tidak saja ketrampilan tetapi juga kepribadian, karena ketrampilan bisa ditingkatkan melalui pelatihan-pelatihan.


(37)

Tamat sekolah didefinisikan sebagai jenjang pendidikan yang berhasil diselesaikan oleh seseorang dengan bukti adanya ijazah atau surat tanda tamat belajar. Tetapi jika menggunakan ukuran menurut jenjang tertinggi merupakan jenjang atau kelas tertinggi yang pernah ditempuh oleh seseorang. Data jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Jenjang

Pendidikan

Laki-laki Perempuan Jumlah

Jiwa % Jiwa % N %

1 Tidak/belum sekolah

87.020 15,05 88.657 15,75 175.677 15,39

2 Belum tamat

SD/sederajat

70.543 12,20 73.196 13,00 143.739 12,6 3 Tamat SD/sederajat 205.919 35,61 207.452 36,84 413.371 36,22 4 SLTP/sederajat 119.346 20,64 110.083 19,55 229.429 20,10 5 SLTA/sederajat 77.908 13,47 67.017 11,90 144.925 12,70 6 Diploma I/II 2.384 0,41 3.029 0,54 5.413 0,47 7 Akademi/Diploma

III/Sarjana muda

3.506 0,61 4.034 0,72 7.540 0,66 8 Diploma IV/Strata I 10.798 1,87 9.271 1,65 20.069 1,76

9 Strata II 728 0,13 272 0,05 1.000 0,09

10 Strata III 41 0,01 32 18,93 73 0,01

Jumlah 578.193 100 563.043 100 1.141.236 15,39 Sumber data Disdukcapil Kabupaten Jepara 2014

Tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tertinggi penduduk Kabupaten Jepara adalah Strata III namun potensinya kecil sekali hanya 0,01 persen. Rata-rata pendidikan diantara beberapa jenjang pendidikan yang ditamatkan oleh penduduk Kabupaten Jepara. Bahkan angka ini dicapai oleh penduduk laki-laki sebagai kepala rumah tangga. Padahal jika dilihat dari permintaan pasar tenaga kerja rata-rata masyarakat minimal pendidikan Strata I atau SLTA. Angka ini menjadi perhatian dari pemerintah Kabupaten Jepara bagaimana tingkat kesejahteraan penduduk Kabupaten Jepara.


(38)

1. Penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Jepara pada tahun 2013 sebanyak 1.153.023 jiwa terdiri dari penduduk laki-laki 578.155 jiwa. Sedangkan tahun 2014 pada akhir bulan Oktober mencapai 1.137.414 jiwa, terdiri dari 576.021 penduduk laki-laki dan 561.393 jiwa perempuan, sebagaimana terdapat dalam tabel dibawah ini. Tabel 7. Jumlah Penduduk

No Nama Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Kedung 36.524 35.757 72.281

2 Pecangaan 39.745 38.969 78.714

3 Welahan 37.352 36.642 73.994

4 Mayong 41.870 41.094 82.964

5 Batealit 40.858 39.436 80.294

6 Jepara 40.606 39.634 80.240

7 Keeling 31.907 31.580 63.487

8 Karimunjawa 4.606 4.371 8.977

9 Tahunan 52.238 50.429 102.667

10 Nalumsari 35.582 35.235 70.817

11 Kalinyamatan 29.079 28.290 57.369

12 Kembang 34.783 34.764 69.547

13 Pakis aji 29.921 28.335 58.256

14 Donorojo 30.326 29.664 59.990

15 Mlonggo 41.327 39.468 80.795

16 Bangsri 49.297 47.725 97.022

Jumlah 576.021 561.393 1.137.414

Sumber data base: Disdukcapil tahun 2014

Sebaran penduduk paling banyak berada di Kecamatan Tahunan (102.667 jiwa pada tahun 2014) dan kecamatan paling sedikit penduduknya adalah kecamatan Karimun Jawa (8.977 jiwa pada tahun 2014).

2. Tenaga kerja

Angkatan kerja (labor force) adalah penduduk usia 15 tahun keatas (tenaga kerja/man power) dan tidak termasuk didalamnya penduduk yang sedang sekolah, pensiunan, mengurus rumah tangga, dan lainnya. Angkatan kerja dibagi


(39)

menjadi 2 (dua) yaitu bekerja (employed) dan mencari pekerjaan/menganggur (unemployed).

Penduduk yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun/lebih) yang bekerja, ataupun punya pekerjaan namun sementara waktu tidak bekerja dan menjadi pengangguran. Untuk melihat jumlah proporsi tenaga kerja/angkatan kerja di Kabupaten Jepara dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 8. Jumlah proporsi tenaga kerja/angkatan kerja di Kabupaten Jepara Kelompok

Umur

Jumlah Jiwa (Orang) Angkatan Kerja

L P L+P Bekerja Pencari

Kerja

Angkatan Kerja (Bekerja + Pencari Kerja) 15-19 51.464 49.027 100.491 5.299 3.935 56.234 20-24 52.587 50.878 103.465 80.057 6.026 86.083 25-29 53.509 53.326 106.835 85.108 6.406 91.515 30-34 55.632 54.844 110.476 86.458 6.508 92.966 35-39 49.456 48.743 98.199 70.969 5.342 76.311 40-44 45.679 45.256 90.935 58.107 4.347 62.481 45-49 38.109 38.645 76.754 44.919 3.381 48.300 50-54 33.035 33.217 66.252 35.152 2.646 37.798 55-59 26.021 23.607 49.628 19.696 1.478 21.174 60-64 19.678 18.254 37.941 8.860 667 9.527 Sumber: Disdukcapil 2013, diolah


(40)

35

IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret 2016 sampai bulan April 2016. Penelitian ini meliputi obsevasi wilayah RTH, pengumpulan data, dan analisis data sampel.

B. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan adalah peta wilayah dan hasil survei berupa kondisi fisik yang tampak. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat tulis, kamera, dan alat bantu gambar.

C. Metode Penelitian dan Analisis Data 1. Metode penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode survey, yang teknis pelaksanaannya dilakukan dengan observasi, kuesioner, wawancara, dan pengumpulan data sekunder, survey dilakukan terhadap pengelolaan ruang terbuka hijau kota Jepara yang meliputi identifikasi (kondisi tapak, elemen penyusun, dan kondisi elemen penyusunnya) dan evaluasi (perencanaan pengelolaan dan perawatan terhadap elemen lunak dan keras). Menurut Moh Nazir (1999) dalam Widyatama (2011), metode survei adalah gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, menurut Singarimbun dan Efendi (1989), metode survei ditandai dengan proses pengambilan sampel dari suatu populasi.


(41)

2. Metode Pemilihan Lokasi

Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara purposive, artinya sengaja dipilih sesuai dengan tujuan penelitian. Lokasi yang dipilih yaitu di kawasan Kecamatan Jepara didasarkan pada ruas-ruas jalan, taman kota dan hutan kota. Alasan pemilihan Kecamatan Jepara sebagai objek penelitian dikarenakan Kecamatan Jepara merupakan daerah di Kabupaten Jepara yang paling ramai dan sebagai pusat kegiatan masyarakat. Data yang diperoleh merupakan gambaran umum serta dokumentasi untuk mewakili kondisi wilayah setempat (Widyatama, 2011).

3. Metode Pemilihan Sampel

Teknik penentuan responden dilakukan dengan teknik Non-probability sampling. Artinya, pengambilan sampel penelitian secara non random (non acak). Responden dipilih dengan cara Accidental sampling atau juga sering disebut Convience Sampling. Masyarakat yang dijadikan sampel tidak direncanakan terlebih dahulu tetapi dapat dijumpai secara tiba-tiba (Supardi, 2005). Responden yang dipilih yakni masyarakat yang berada di kawasan Kecamatan Jepara yang sengaja dipilih sesuai dengan tujuan penelitian dan paham terhadap kondisi Kecamatan Jepara.

Penyebaran kuesioner dilakukan dengan memberikan sejumlah daftar pertanyaan kepada responden dengan harapan dapat mewakili sifat populasi secara keseluruhan. Menilik Sugiono (2009), memberikan saran-saran tentang ukuran sampel untuk penelitian diantaranya adalah:


(42)

a. Ukuran sampel yang layak antara 30-500;

b. Apabila sampel dibagi dalam beberapa kategori maka jumlah sampel setiap kategori minimal 30.

Responden yang dipilih adalah masyarakat yang berada di kawasan Kota Jepara. Penggunaan jumlah sampel menggunakan Rumus Yamane (Eko Prabowo, 2012) sbb.

n=

��2+

x 10%

d= batas toleransi kesalahan sebesar 5% n= ukuran sampel

N= ukuran populasi

n= 8

8 . ,

x %

=8 4,6

x %

=

39,8

di bulatkan menjadi 40 responden

4. Metode Analisis

Data-data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode untuk meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kilas peristiwa pada sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki (Nazir,1999 dalam Widyatama 2010). Analisis deskriptif digunakan untuk


(43)

memberikan gambaran, penjelasan dan uraian hubungan antara satu faktor dengan faktor yang lain berdasarkan fakta, data dan informasi kemudian dibuat dalam bentuk tabel atau gambar.

D. Jenis Data

Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil observasi secara langsung. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua dengan mendokumentasi data yang telah tersedia pada instansi pemerintah terkait Kecamatan Jepara (Dinas CIPTARU, Dinas Kependudukan, BPS), serta dokumen lain seperti buku, jurnal, atau data dari internet, yang terkait dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH).


(44)

Tabel 9. Jenis data yang diperoleh

No Jenis data Lingkup Bentuk

Data Sumber 1 2 3 4 5 Peta kota Geografis wilayah Iklim

Kondisi sosial Koondisi eksisting

- Batasan wilayah Luas wilayah Curah hujan Suhu

Kelembaban relative Jumlah penduduk Kepadatan penduduk

Kondisi eksisting Kota Jepara 1. Taman kota

a. Proporsi

b. Distribusi/sebaran 2. Jalur hijau

a. Proporsi

b. Distribusi/sebaran 3. Hutan kota

a. Proporsi

b. Distribusi/sebara

Hard dan soft copy Hard dan soft copy Hard dan soft copy

Hard dan soft copy Hard dan soft copy

CIPTARU BPS CIPTARU

Disdukcapil

E. Luaran Penelitian

Penelitian ini akan menghasilkan suatu model evaluasi komposisi RTH pada Kecamatan Jepara yang sesuai dengan karakteristik kawasan yang dapat menjadi masukan atau bahan pertimbangan bagi pemerintah setempat.


(45)

40

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara

Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi ekologis tetapi juga sosial ekonomis. Fungsi ekologis sebagai paru-paru kota, penyerap air hujan, pengendali iklim mikro, habitat flora dan fauna mencegah erosi dan lain sebagainya. Fungsi estetis ruang terbuka hijau yaitu ruang terbuka hijau menjadi unsur arsitektural dan keindahan sebagai elemen penyempurna perancangan kota yang membanggakan warga kota. Evaluasi ruang terbuka hijau melalui tiga bentuk yaitu jalur hijau jalan, taman kota, dan hutan kota.

Dari hasil obsevasi lapangan dan pengumpulan data, ketersediaan ruang terbuka hijau yang berada di Kecamatan Jepara belum sesuai dengan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau yang luas minimalnya sebesar 30% dari luas wilayah. Kecamatan Jepara mempunyai luas sebesar 2.466,699 hektar dan ruang terbuka hijau yang tersedia sebesar 193,932 hektar terdiri dari luas jalur hijau jalan (jalan kolektor dan jalan lokal) 71,461 hektar, taman kota (RTH pertamanan dan RTH olahraga) sebesar 118,816 hektar dan luas hutan kota sebesar 3,7 hektar. Persentase dari keseluruhan luas ruang terbuka hijau di Kecamatan Jepara 7,86%. Data sebaran Ruang Terbuka Hijau (RTH) dapat dilihat pada Tabel 10.


(46)

Tabel 10. Sebaran RTH di Kabupaten Jpara

Sebaran ruang terbuka hijau di Kecamatan Jepara terdiri dari jalur hijau jalan, taman kota, dan hutan kota.

1. Jalur Hijau Jalan Kecamatan Jepara

Salah satu aspek yang tidak luput dari program penghijauan yakni fasilitas jalan raya. Kehadiran jalur hijau jalan sangat penting bagi penciptaan lingkungan yang menyenangkan bagi pengguna jalan. Selain itu jalur hijau jalan/tanaman tepi jalan berfungsi sebagai pengatur iklim lingkungan, penyuplai oksigen, dan menjaga keseimbangan ekologi. Jalur hijau jalan/tanaman tepi jalan juga bisa mengurangi faktor pembatas yaitu dapat mengurangi kebisingan, menyaring udara kotor, menahan tiupan angin kencang, menahan panas sinar matahari. Kehadiran

Jepara Pecangaan Tahunan

1 Sawah yang dipertahankan 462,168 1666,022 1148,206 3276,396

2 Tegalan 730,927 152,202 783,609 1666,738

3 Kebun 234,077 662,812 428,034 1324,923

6268,057 91,85012

1 Taman Kota / Tugu / Monumen 14,35 0,97 1,24 16,56 0,242665

1 Lapangan 4,15 0,76 1,62 6,53

2 Rumput 100,316 29,821 13,289 143,426

149,956 2,197408 1 Jalur Hijau Jalan

a. Jalan Kolektor 7,926 7 7,27 22,196

b. Jalan Lokal 63,49 37,31 81,61 182,41

2 Rawa/Danau/Kolam 163,652 - 16,852 180,504

385,11 5,64328

1 Makam Kawasan Mantingan - - 0,84 0,84 0,012309

1 Hutan Kota 3,7 - - 3,7 0,054219

6824,223 100

Sumb er :

1. Peta Tutupan Lahan Eksisting RTRW Kab upaten Jepara Tahun 2011 - 2031 2. Identifikasi RTH dilapangan dan Data Sekunder

E. RTH PEMAKAMAN

F. RTH KEHUTANAN

% Luas A. RTH PERTANIAN

B. RTH PERTAMANAN

D. RTH JALUR HIJAU C. RTH OLAHRAGA

No Jenis RTH Luas RTH Eksisting (Ha) Total Luas (Ha)


(47)

jalur hijau jalan di Kecamatan Jepara sangatlah dibutuhkan, mengingat tingginya suhu udara di Kecamatan Jepara akan mengganggu kenyamanan pengguna jalan. Kondisi eksisting jalur hijau jalan yang berada pada ruas-ruas jalan di Kecamatan Jepara ternyata beberapa jalan memiliki memiliki ketersediaan tanaman yang cukup baik,tetapi ada juga ruas jalan yang sedikit kurang mendapat perhatian tentang jalur hijau dan bahkan ada beberapa ruas jalan yang tidak ditanami tanaman sama sekali.

Objek pengamatan jalur hijau jalan di Kecamatan Jepara ini dilakukan pada ruas jalan utama yang yang dibagi ke dalam tiga kriteria jalan yaitu jalan besar, jalan sedang dan jalan kecil.

a. Jalan kolektor primer / jalan besar

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan, jalan kolektor primer adalah jalan yang menghubungkan berdaya guna antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antara pusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal yang mempunyai lebar jalan 8-11 meter. Sedangkan Departemen Pekerja Umum (2010), untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan penempatan tanaman antara 20-30% dari ruang milik jalan sesuai dengan klas jalan. Pemilihan jenis tanaman perlu memperhatikan 2 (dua) hal, yaitu fungsi tanaman dan persyaratan penempatannya. Jenis tanaman khas daerah setempat yang disukai oleh burung-burung dan tingkat evapotranspirasi rendah disarankan sebagai komponen utama jalur hijau jalan.


(48)

Salah satu jalan kolektor primer yang mempunyai peranan penting di daerah pantai utara Jawa adalah Jalan KH. Wakhid Hasyim.

Jalan KH. Wakhid Hasyim (gambar 11) merupakan jalan penghubung antara Kabupaten Jepara dengan Kabupaten lain, seperti kabupaten Kudus, Demak, dan Pati. Jalan ini mempunyai lebar 8 meter dengan bahu jalan sebesar 2 meter yang difungsikan sebagai trotoar. Trotoar di jalan ini digunakan para pejalan kaki dan diisi oleh berbagai jenis tanaman, seperti Palem raja, Glodokan tiang, dan Teh-tehan. Sebagai satu-satunya jalan yang menjadi penghubung beberapa kabupaten, lalulintas kendaraan di Jalan KH. Wakhid Hasyim menjadi sangat padat. Dengan kondisi seperti ini membuat jalan tersebut menjadi tidak nyaman untuk dilintasi karena banyaknya polusi udara yang disebabkan oleh kendaraan bermotor.

Gambar 11. Jl. KH. Wakhid Hasyim

Dari observasi yang telah dilakukan, kondisi jalur hijau jalan KH. Wakhid Hasyim belum sesuai dengan Peraturan Pemerintah melalui Departemen Pekerjaan Umum (2010) tentang jalur hijau jalan. Tanaman seperti Palem Raja dan Glodokan tiang tidak cocok untuk untuk dijadikan sebagai pengisi jalur hijau jalan, karena jenis tanaman ini tidak mempunyai tajuk yang lebar, bermassa daun sedikit sehingga tidak dapat digunakan


(49)

sebagai tanaman peneduh. Jenis tanaman yang sebaiknya dijadikan sebagai pengisi di sepanjang ruas jalan KH. Wakhid Hasyim adalah Angsana dan Teh-tehan sebagai pembatas dengan jarak tanam rapat. Tanaman angsana mempunyai fungsi sebagai peneduh, karena mempunyai tajuk yang lebar, batang yang kuat, dan bermassa daun padat. Selain itu, tanaman Angsana juga dapat menyerap polusi udara yang yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor. Tanaman Teh-tehan mempunyai fungsi sebagai peredam kebisingan yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor.

b. Jalan lokal primer / jalan sedang

Jalan lokal primer menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan, jalan lokal primer adalah jalan yang menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan, antar pusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, serta antar pusat kegiatan lingkungan dengan lebar 4-6 meter. Sedangkan Departemen Pekerja Umum (2010), untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan penempatan tanaman antara 20-30% dari ruang milik jalan sesuai dengan klas jalan. Pemilihan jenis tanaman perlu memperhatikan 2 (dua) hal, yaitu fungsi tanaman dan persyaratan penempatannya. Jenis tanaman khas daerah setempat yang disukai oleh burung-burung dan tingkat evapotranspirasi rendah disarankan sebagai komponen utama jalur hijau jalan. Salah satu jalan lokal primer yang


(50)

mempunyai peranan sebagai penghubung antar kecamatan adalah Jalan Jendral Anton Soejarwo.

Kondisi jalur hijau di ruas jalan Jendral Anton Soejarwo (gambar 12) yang mempunyai lebar 5 meter dan lebar bahu jalan 1,5 meter sama sekali tidak di tanami oleh tanaman dan tidak ada penerangan untuk jalan tersebut. Jenis vegetasi yang dapat dijumpai adalah rumput yang tumbuh secara liar. Dengan kondisi jalan seperti ini menyebabkan area di ruas jalan Jendral Anton Soejarwo menjadi sangat panas pada waktu siang hari dan pada malam hari kondisi jalan tersebut menjadi sangat gelap.

Gambar 12. Jl. Jendral Anton Soejarwo

Dari hasil observasi yang telah dilakukan Jalan Anton Soejarwo merupakan jalan yang menghubungkan antar kecamatan belum sesuai dengan Peraturan Pemerintah melalui Departemen Pekerjaan Umum (2010). Kondisi jalan yang setiap hari dilintasi oleh kendaraan bermotor membuat kondisi jalan Jendral Anton Soejarwo menjadi tidak nyaman karena banyak polusi udara yang yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Selain itu, fasilitas penerangan di jalan ini sangat minim, sehingga jalan menjadi sangat gelap pada malam hari. Pengadaan penanaman dan fasilitas penerangan sangat dibutuhkan untuk jalan ini.


(51)

Penanaman perlu dilakukan, karena tanaman mempunyai fungsi sebagai pengurai gas emisi kendaraan bermotor, peredam kebisingan, dan fungsi estetika. Pemilihan jenis tanaman perlu menjadi bahan pertimbangan agar tanaman dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Jenis tanaman yang cocok untuk jalan Jendral Anton Soejarwo adalah Mahoni dan Bougenvil. Tanaman Mahoni mempunyai fungsi sebagai peneduh, penyerap polusi udara dan pemecah angin, sedangkan tanaman Bougenvil mempunyai fungsi sebagai peredam kebisingan dan fungsi estetika.

c. Jalan lingkungan primer / jalan kecil

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan, jalan lingkungan primer adalah jalan yang menghubungkan antar pusat kegiatan di dalam kawasan pedesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan pedesaan yang mempunyai lebar 3-5 meter. Salah satu jalan lingkungan primer yang menjadi penghubung antar desa adalah jalan Ratu Kalinyamatan.

Jalan Ratu Kalinyamatan (gambar 13) adalah jalan yang menghubungkan antar desa dengan lebar 3 meter. Kondisi eksisting pada jalan Ratu Kalinyamatan ini sama sekali tidak ada tanaman dan lampu penerangan yang berada di ruas jalan tersebut, sehingga pada siang hari jalan tersebut menjadi panas dan pada malam hari kondisi jalan manjadi gelap.


(52)

Gambar 13. Jl Ratu Kalinyamatan

Dari observasi yang telah dilakukan, kondisi jalur hijau jalan Ratu Kalinyamatan belum sesuai dengan Peraturan Pemerintah melalui Departemen Pekerjaan Umum (2010) tentang jalur hijau jalan. Di sepanjang jalan tersebut sama sekali tidak di tanaman tepi jalan. Jenis tanaman yang sebaiknya dijadikan sebagai pengisi di sepanjang ruas jalan Ratu Kalinyamatan adalah Angsana sebagai tanaman peneduh dan Teh-tehan sebagai pembatas dengan jarak tanam rapat. Tanaman angsana mempunyai fungsi sebagai peneduh, karena mempunyai tajuk yang lebar, batang yang kuat, dan bermassa daun padat. Selain itu, tanaman Angsana juga dapat menyerap polusi udara yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor. Tanaman Teh-tehan mempunyai fungsi sebagai peredam kebisingan yang disebabkan oleh kendaraan bermotor.

2. Taman Kota Jepara

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 tentang taman kota, lahan yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat kota.

Taman kota (gambar 14, 15, dan 16) di Kecamatan Jepara mempunyai luas sebesar 118,816 hektar yang terdiri dari taman Alun-alun, taman Kerang, dan Traffic Island. Kondisi taman kota yang berada di Kecamatan Jepara


(53)

sudah tertata, ditanami berbagai macam jenis tanaman, dan terdapat fasilitas yang bisa digunakan oleh masyarkat setempat seperti tempat duduk, lapangan olahraga, dan tempat bermain untuk anak. Jenis tanaman yang terdapat di taman kota Kecamatan Jepara adalah Bougenvil, Glodokan tiang, Palem, Sansivera, Pucuk merah, Teh-tehan, Beringin, dan Rumput gajah mini.

Gambar 14. Taman Alun-alun Kecamatan Jepara


(54)

Gambar 16. Traffic Island

Dari hasil observasi yang telah dilakukan kondisi taman yang berada di Kecamatan Jepara sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pekerjaan Umum No 5 Tahun (2008) tentang taman kota, yaitu lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat kota. Taman kota yang berada di Kecamatan Jepara mempunyai fasilitas yang dapat digunakan oleh masyarakat, seperti track jogging, tempat duduk, dan lapangan rumput dapat digunakan oleh masyarakat untuk berolah raga dan bersosialisasi. Kondisi taman yang di isi berbagai jenis variasi tanaman seperti pohon, perdu/semak, dan penutup tanah yang mampu memberikan fungsi ekologis, sosial, kesehatan dan estetika pada pengguna ruang terbuka hijau taman kota yang berada di Kecamatan Jepara.

3. Hutan Kota

Menurut Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang hutan kota, suatu lahan yang berisi pepohonan kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang dan mempunyai fungsi sebagai menjaga iklim


(55)

mikro, sebagai daerah resapan air, menjaga kelestarian dan keaneka ragaman hayati lokal.

Hutan kota (gambar 16) di Kecamatan Jepara berada di Kelurahan Ujung Batu dengan luas 3,7 hektar dan ditanami berbagai jenis tanaman seperti Cemara, Ketapang dan Rumput gajah mini. Kondisi tanaman hutan kota yang berada di Kecamatan Jepara dapat tumbuh dengan baik, hal ini bisa dilihat dari kondisi fisik tanaman seperti tanaman dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar, tanaman tidak terjangkit oleh hama dan penyakit.

Gambar 17. Hutan Kota Kecamatan Jepara

Dari hasil observasi yang telah dilakukan, hutan kota yang berada di Kecamata Jepara merupakan jenis hutan kota bergerombol atau menumpuk. Hutan kota yang berbentuk bergerombol adalah hutan kota yang komunitas tumbuhnya terkonsentrasi pada satu area dengan jarak tanam rapat dan tidak beraturan yang mempunyai fungsi sebagai pengatur iklim mikro,daerah resapan air dan tempat hidup untuk satwa liar. Dilihat dari fungsi dan kondisi tanaman, hutan kota yang berada di Kecamatan Jepara sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 yang mengatur tentang hutan kota.


(56)

B. Persepsi Masyarakat Tentang Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara

Peran masyarakat sangat penting dalam perkembangan kota, dan tidak ketinggalan pula dalam perkembangan ruang terbuka hijau. Masyarakat secara sadar maupun tidak sadar sangat bergantung pada tuang terbuka hijau yang ada. Oleh karena itu, persepsi masyarakat terhadap ruang terbuka hijau sangat diperlukan karena langsung bersinggungan dan merupakan suatu kebutuhan.

Persepsi masyarakat dibagi menjadi tiga tema yaitu identitas responden (Tabel 11), kondisi Kecamatan Jepara (Tabel 12) dan ruang terbuka hijau (Tabel 13). Analisis penduduk yang berada di Kecamatan Jepara dapar diketahui dengan melihat parameter usia, pendidikan dan jenis pekerjaannya. Hasil analisis menggunakan kuisioer dengan 40 responden.

Berdasarkan tabel 11, persentase responden menurut umur 15-20 tahun yaitu 10%, 21-40 tahun yaitu sebanyak 47,5%, 41-60 tahun sebanyak 42,5% dan umur lebih dari 60 tahun sebanyak 0%. Berdasarkan jenis pekerjaannya sebagian responden bekerja sebagai wiraswasta, hal ini dapat dilihat pada tabel dengan persentase 50% pekerjaan responden sebagai wiraswasta. Pekerjaan sebagai nelayan menempati posisi kedua dengan persentase 17,5% dari total responden.

Tingkat pendidikan juga sangat berpengaruh terhadap jawaban responden dalam menjawab kuisioner, karena semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuan dan kepedulian terhadap lingkungan di Kecamatan Jepara. Sebagian besar responden mempunyai tingkat pendidikan SMA sederajat yaitu sebanyak 42,5% kemudian S1 sebanyak 22,5%.


(57)

Tabel 11. Identitas responden

Identitas Jumlah (%)

1. Jenis Pekerjaan

a. PNS 4 10

b. Wiraswasta 20 50

c. Petani 1 2,5

d. Nelayan 7 17,5

e. Pelajar 3 7,5

f. Lainnya 5 12,5

2. Pendidikan Terakhir

a. SD 3 7,5

b. SMP 5 12,5

c. SMA 17 42,5

d. Diploma 5 12,5

e. S1 9 22,5

f. Lainnya 1 2,5

3. Umur

a. 15-20 4 10

b. 21-40 19 47,5

c. 41-60 17 42,5

d. >61 -

Sumber: wawancara responden, 2016

Berdasarkan tabel 12, persepsi masyarakat tentang kondisi Kecamatan Jepara sebagian besar reponden menjawab panas dengan persentase 77,5% dan terbanyak kedua menjawab berdebu dengan persentase 12,5%. Pertanyaan selanjutnya tentang kondisi taman kota, hutan kota dan jalur hijau jalan yang berada pada Kecamatan Jepara, sebagian besar responden menjawab masih perlu perlu penataan dan perawatan dengan persentase taman kota sebesar 77,5%, hutan kota sebesar 67,5% dan jalur hijau jalan sebesar 80%.


(58)

Tabel 12. Persepsi Masyarakat Tentang Kondisi Lingkungan Kecamatan Jepara

Pertanyaan Jumlah (%)

1. Bagaimanakah kondisi lingkungan Kecamatan Jepara saat ini?

a. Panas 31 77,5

b. Berdebu 5 12,5

c. Banyak polusi 3 7,5

d. Sejuk 1 2,5

Lainnya………….

2. Bagaimana kondisi RTH taman kota yang berada di Kecamatan Jepara?

a. Sudah tertata dengan baik 6 15

b. Masih perlu penataan dan perawatan 31 77,5 c. Beberapa tanaman tidak sesuai penempatan 2 5 d. Tidak sesuai dan perlu penataan ulang 1 2,5

Lainnya…………..

3. Bagaimana kondisi RTH hutan kota yang berada di Kecamatan Jepara?

a. Sudah tertata dan terawatt dengan baik 7 17,5 b. Masih perlu perawatan dan penataan 27 67,5 c. Beberapa tanaman tidak sesuai penempatan 5 12,5 d. Tidak sesuai dan perlu penataan ulang 1 2,5

Lainnya………..

4. Bagaimana kondisi RTH jalur hijau jalan yang berada di Kecamatan Jepara

a. Sudah tertata dan terawat dengan baik 4 10 b. Masih perlu perawatan dan dan penataan 32 80 c. Beberapa tanaman tidak sesuai dengan penempatan. 2 5 d. Tidak sesuai dan perlu penataan ulang 2 5

Lainnya………

Berdasarkan tabel 13, untuk pertanyaan no 1 sebagian masyarakat

menjawab “ruang kosong yang di isi oleh tanaman atau tumbuhan” sebesar 60%, pertanyaan no 2 sebagian masyarakat menjawab “tanaman berbentuk pohon besar” dengan persentase 50%, pertanyaan no 3 sebagian masyarakat menjawab

“jalur hijau jalan” dengan persentase 42,5%, pertanyaan no 4 sebagian masyarakat menjawab “pinggir jalan” sebesar 50% dan pertanyaan no 5 sebagian masyarakat


(59)

menjawab “menciptakan keindahan dan kenyamanan” sebesar 50%. Dari hasil kuesioner tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi Kecamatan Jepara khususnya pada jalur hijau masih membutuhkan tanaman berbentuk pohon sebagai peneduh untuk para pengguna jalan.

Tabel 13. Persepsi masyarakat tentang RTH dan lokasi RTH

Pertanyaan Jumlah (%)

1. Apakah pengetian RTH menurut anda?

a. Ruang kosong yang di isi oleh tanaman atau tumbuhan 24 60 b. Kumpulan pepohonan dalam areal tertentu 12 30 c. Kumpulan pohon yang menyebar dan atau dalam

gerombolan kecil

3 7,5

Lainnya……….. 1 2,5

2. Jenis tanaman apakah yang sebaiknya ditanam di Kecamatan Jepara?

a. Tanaman berbentuk pohon besar 20 50

b. Tanaman perdu 3 7,5

c. Tanaman produksi/buah-buahan 5 12,5

d. Tanaman hias 12 30

Lainnya………

3. Dalam model bentuk RTH apakah yang anda inginkan?

a. Hutan kota 9 22,5

b. Taman kota 14 35

c. Jalur hijau jalan 17 42,5

Lainnya…………

4. Lokasi manakah yang baik untuk dijadikan RTH?

a. Alun-alun 2 5

b. Dipinggir jalan 20 50

c. Setiap lahan kosong 12 30

d. Setiap kelurahan 6 15

Lainnya……….

5. Menurut anda, apa manfaat RTH yang berada di Kecamatan Jepara?

a. Menciptakan keindahan dan kenyamanan 28 70

b. Menyerap konsentrat polutan 9 22,5

c. Sebagai peneduh bagi pengguna RTH 3 7,5

Dari hasil kuesioner yang dibagi menjadi 3 (tiga) tema, yaitu identitas responden, kondisi lingkungan Kecamatan Jepara, dan persepsi masyarakat


(1)

54

menjawab “menciptakan keindahan dan kenyamanan” sebesar 50%. Dari hasil kuesioner tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi Kecamatan Jepara khususnya pada jalur hijau masih membutuhkan tanaman berbentuk pohon sebagai peneduh untuk para pengguna jalan.

Tabel 13. Persepsi masyarakat tentang RTH dan lokasi RTH

Pertanyaan Jumlah (%)

1. Apakah pengetian RTH menurut anda?

a. Ruang kosong yang di isi oleh tanaman atau tumbuhan 24 60 b. Kumpulan pepohonan dalam areal tertentu 12 30 c. Kumpulan pohon yang menyebar dan atau dalam

gerombolan kecil

3 7,5

Lainnya……….. 1 2,5

2. Jenis tanaman apakah yang sebaiknya ditanam di Kecamatan Jepara?

a. Tanaman berbentuk pohon besar 20 50

b. Tanaman perdu 3 7,5

c. Tanaman produksi/buah-buahan 5 12,5

d. Tanaman hias 12 30

Lainnya………

3. Dalam model bentuk RTH apakah yang anda inginkan?

a. Hutan kota 9 22,5

b. Taman kota 14 35

c. Jalur hijau jalan 17 42,5

Lainnya…………

4. Lokasi manakah yang baik untuk dijadikan RTH?

a. Alun-alun 2 5

b. Dipinggir jalan 20 50

c. Setiap lahan kosong 12 30

d. Setiap kelurahan 6 15

Lainnya……….

5. Menurut anda, apa manfaat RTH yang berada di Kecamatan Jepara?

a. Menciptakan keindahan dan kenyamanan 28 70

b. Menyerap konsentrat polutan 9 22,5

c. Sebagai peneduh bagi pengguna RTH 3 7,5

Dari hasil kuesioner yang dibagi menjadi 3 (tiga) tema, yaitu identitas responden, kondisi lingkungan Kecamatan Jepara, dan persepsi masyarakat


(2)

55

tentang Ruang Tebuka Hijau (RTH). Dalam memilih jawaban tingkat pedidikan sangat mempengaruhi tingkat pemahaman responden tentang ruang terbuka hijau. Masyarakat Kecamatan Jepara umumnya sudah mengetahui tentang pengertian dan kebutuhan ruang terbuka hijau. Hal ini bisa dilihat dari besarnya persetase jawaban yang di pilih oleh responden yaitu, 50% responden menginginkan penanaman di pinggir jalan, 42,5% responden memilih ruang terbuka hijau dalam bentuk jalur hijau jalan, dan 50% responden menyarankan tanaman berbentuk pohon besar. Dari hasil kuesioner tersebut masyarakat Kecamatan Jepara menginginkan penambahan tanaman dalam bentuk pohon besar yang ditanam di sepanjang jalur hijau Kecamatan Jepara. Hal ini disebabkan karena kondisi jalur hijau jalan yang berada di Kecamatan Jepara belum sepenuhnya di isi oleh tanaman, sehingga kondisi jalan menjadi panas dan banyak polusi yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Hasil kuesioner tersebut bisa menjadi bahan pertimbangan pemerintah setempat untuk menambah jumlah taman di sepanjang jalan agar masyarakat mandapatkan manfaat dan merasa nyaman saat melintasi jalan yang berada di Kecamatan Jepara.


(3)

56

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Luas ruang terbuka hijau yang berada di Kecamatan Jepara baru mencapai 7,86% dari total luas wilayah kecamatan Jepara. Kondisi ini belum sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2007 yang mengatur luas minimal untuk ruang terbuka hijau kawasan perkotaan sebesar 30% dari luas wilayah kota.

B. Saran

Pemerintah Kabupaten Jepara sebaiknya melakukan penambahan kawasan untuk ruang terbuka hijau agar kondisi lingkungan di Kecamatan Jepara menjadi lebih nyaman.


(4)

57

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, J. 2005. Pola Penyebaran Taman Kota Dan Perannya Terhadap Ekologi Di Kota Jepara. Dalam http://digilib.unnes.ac.id/ gsdl/ collect/ skripsi/ archives/ HASH0116/ df2fe2e0. dir/doc.pdf akses pada tanggal 2 Oktober 2015.

Bintarto, R. 2011. Pengertian, Arti dan Definisi Desa dan Kota – Belajar Pelajara Ilmu Sosiologi Geografi. http://organisasi.org/ diakses tanggal 10 Oktober 2015

Branch, MC. Perencanaan Kota Komprehensif: Pengantar dan Penjelasan, Diterjemahkan oleh Bambang Hari Wibosono, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995. Dalam http:// eprints. undip.ac.id/ 3154/ 1/ akses tanggal 8 Oktober 2015.

Carpenter, PL dan Walker, TD. 1998. Plants In The Landscape. Waveland Press, Inc. USA. 401 hal.

Damandiri. 2010. Ruang Terbuka Hijau. Dalam http://www.da mandiri.or.id/ file/ riswandi ipb bab 2. pdf. Akses 21 November 2015

Deka, A.2011. Definisi Tata Kota dan Ruang Wilayah. Dalam http://annesdecha. blogspot.com/ 2011/ 03/ definisi tata ruang kota dan ruang wilayah. html akses pada tanggal 6 Oktober 2015.

Departemen Pekerjaan Umum. 2013 Perraturan Menteri Pekerja Umum Nomor:05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan. Direktorat Jendral Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

Departemen Pekerja Umum. 2010. Tata cara Perencanaan Teknik Lanskap Jalan. Dalam http:// www. bintek nspm.com/ download/7. Perencanaan Teknik Lanskap Jalan.pdf akses tanggal 15 November 2015

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Jepara.2014. Profil Perkembangan Kependudukan Kabupaten Jepara Tahun2013. DISDUKCAPIL, Jepara.

Fandeli, c., Kaharuddin. Mukhlison. 2004. Perhutanan Kota. Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Hal 32.


(5)

58

Fetty. 2010. Standar Taman Kota, Menjaga Taman Ku Agar Tetap Indah. Dalam

http://fettydepret.wordpress.com/2010/10/11/standar-taman-kota-menjaga-taman-ku-agar-tetap- indah/ akses 23 November 2015

Irwan, ZD. 2011. Pengertian dan Fungsi Hutan Kota. Dalam http://www.unja bisnis. net/ pengertian dan fungsi hutan kota.html. akses 12 November 2015

Kanara, N. 2009. Taman Dalam Lanskap. Dalam http:// agrikanara. blogspot.com/ 2009/ 03/ tanaman dalam lanskap.html akses tanggal 23 November 2015 Khairuddin H, Pembangunan Masyarakat: Tinjauan Aspek Sosiologi, Ekonomi dan

Perencanaan (Yogyakarta: Liberty, 1992) Dalam http://eprints. undip.ac.id/ 3154/ 1/ akses tanggal 1 Oktober 2015.

Kustiawan, I. 2012. Evaluasi Penyedia Ruang Terbuka Hijau Sebagai Infrastruktur Hijau Berdasarkan Tipologi Ukuran Dan Posisi Kota Dalam Ekoregion. Dalam http://www.sappk.itb.ac.id/ppk/index.php?option=com_content&task=category &sectionid=6&Itemid=87 akses 12 November 2015

Masri Singarimbun & Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES

Peraturan Menteri Dalam Negeri. 2007. Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan No: 1 Tahun 2007

Prabowo. 2012. Populasi dan Sample dalam https:// samoke 2012. files. wordpress.com/ 2012/ 10/ populasi.pdf. Akses tanggal 1 Februari 2016

Samsudi. 2010. Ruang Terbuka Hijau Kebutuhan Tata Ruang Perkotaan Kota Surakarta. Dalam Journal of Rural and Development Volume 1 No 1 Februari 2010

Sibarani, J. P., 2003. Potensi Kampus Universitas Sumatra Utara Sebagai Salah Satu Hutan Kota di Kota Medan. Fakultas Pertanian Program Studi Budidaya Hutan, Universitas Sumatra Utara dalam http://www. library. usu.ac.id/ modules.php? op modload&name Downloads & file indeks & req getit & lid 593. Akses 23 November 2015

Sirait, MJH. 2009. Konsep Pengembangan Kawasan Kota. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Vol.4, No.3, April 2009. 11 hal. Dalam http://repository.usu.ac.id/ bitstream/wah apr 2009 4% 20 (5). pdf akses tanggal 1 Oktober 2015.


(6)

59

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. alfabeta Bandung.335 hal.

Sunardi. 2004. Reformasi Perencanaan Tata Ruang Kota. Workshop dan Temu Alumni Magister Perencanaan Kota dan Daerah UGM. Dalam http://geografi. ums.ac.id/ ebook/ perenc_kota akses tangga 5 Oktober 2015.

Supardi. 2005. Metode Penelitian Ekonomi dan Bisnis. UII Press Yogyakarta. Yogyakarta. 354 hal

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Dalam http://www.penataan ruang.net/taro/nspm/UU No 26 2007 Tentang Penataan Ruang.pdf akses tanggal 1 Oktober 2015.

Undip. 2010. Kuantitas dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau. Dalam http://eprints. undip.ac.id/ 1470/ 1/ Kuantitas_dan_Kualitas_Ruang_Terbuka_Hijau.pdf akses tanggal 5 Oktober 2015

Witoelar, E. 2001. Strategi Pembangunan Wilayah Dan Perkotaan Indonesia. Dalam Seminar Reformasi Kebijakan Perkotaan Dalam Era Desentralisasi Jakarta, 5 Juni 2001. Dalam http://www.penataan ruang.net/ taru/ Makalah/ Men_Seminar 050601_reformasi perkotaan.doc. Akses tanggal 3 Oktober 2015.

Widyatama. 2011. Objek dan Metode Penelitian Dalam http://dspace. widyatama.ac.id/ bitstream/ handle/ 10364/ 583/ bab3. pdf? sequence 5 akses tanggal 22 November 2015

Wikipedia. 2011. Kota. http://id.wikipedia.org/wiki/Kota di akses tanggal 3 Oktober 2015