PENGARUH KONFLIK PERAN GANDA (WORK FAMILY CONFLICT & FAMILY WORK CONFLICT) DAN STRES KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA (STUDI PADA RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA)

(1)

FAMILY WORK CONFLICT) DAN STRES KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA

(Studi Pada RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta)

THE INFLUENCE DOUBLE ROLE CONFLICT (WORK FAMILY CONFLICT & FAMILY WORK CONFLICT) AND JOB STRESS TO JOB

SATISFACTION

(Study at RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta)

Oleh

IDRIS SARDI NASUTION 20110410155

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

ii

THE INFLUENCE DOUBLE ROLE CONFLICT (WORK FAMILY CONFLICT & FAMILY WORK CONFLICT) AND JOB STRESS TO JOB

SATISFACTION

(Study at RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta) SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Ekonomi Program Studi Manajemen

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

IDRIS SARDI NASUTION 20110410155

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

v Dengan ini saya,

Nama : Idris Sardi Nasution Nomor mahasiswa : 20110410155

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “PENGARUH KONFLIK PERAN GANDA (WORK FAMILY CONFLICT & FAMILY WORK CONFLICT) DAN STRES KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA (Studi Pada RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta)” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, 28 Januari 2016


(4)

vi

KETIKA KEGELISAHAN DIPIKIRKAN, KEMUDIAN TERCETUS IDE BRILIAN DAN AKHIRNYA MENJADI SUMBER PENGHASILAN. KETIKA SUMBER PENGHASILAN TERUS DIJALANKAN, BUKAN HANYA MEIMIRKIN KEUNTUNGAN TETAPI KEMASLAHATAN

BANYAK ORANG. (Penulis)

KEBERUNTUNGAN” MERUPAKAN BONUS DARI USAHA KERASMU, DAN ITU BUKAN KEAJAIBAN. (Penulis)

MIMPIKU ADALAH JEJAK LANGKAHKU DAN DEMI MIMPIKU AKU TERUS MELANGKAH. (Penulis)

SUKSES AKAN MENJADI KATA YANG TIDAK BERHARGA KETIKA KAMU BERFIKIR SUKSES ITU PALING BERHARGA (Penulis)

ORANG-ORANG BESAR ADALAH ORANG YANG LEBIH BANYAK BERSYUKUR DARIPADA MENGKRITIK DIRINYA SENDIRI (Nasehat Prof.

Heru)

BERDAMAILAH DENGAN MASA LALU UNTUK MENYONGSONG MASA DEPAN… LIHAT, PAHAMI, DAN PUTUSKAN


(5)

vii Kupersembahkan karya sederhanaku ini kepada:

Kedua orang tuaku, Mulkan Efendi Nasution dan Ilfah Hannum.

Aku tidak tau dengan cara seperti apa harus mengungkapkan, mungkin harus

diciptakan kata yang lebih tinggi dari “Terima kasih” untuk kutuliskan, kata yang lebih bermakna dari “Bangga” untuk ku ungkapkan, kata yang lebih indah dari “Cinta” untuk kutuangkan, kata yang lebih tulus dari “Kasih sayang” untuk ku beri untukmu (orang tuaku). Kata-kata indah itu tercipta untuk ku ungkapkan padamu, walaupun aku tau lebih dari sekedar rangkaian kata dan syair indah yang harus aku berikan. Bahkan kata indah itu tidak ada gunanya dibandingkan dengan satu tetes keringatmu. Tidak ada kata yang bisa menggambarkan segala kasih sayang, cinta, bimbingan, pengorbanan yang engkau berikan kepadaku. Anakmu yang belum menjadi apa-apa ini hanya bisa mendo’akanmu dari kejauhan, mengingatmu untuk terus menjaga motivasiku. Sekarang kupersembahkan karya sederhanaku, semoga senyum dan wajah yang berbinar-binar terpancar di wajah indahmu kala menatap karyaku.

Untuk Almamaterku: Universitas Muhammdiyah Yogyakarta

Tempatku menyandarkan cita-cita, di mana jejak langkahku telah terukir penuh dengan harapan. Bukan hanya ilmu yang aku dapatkan akan tetapi disinilah aku mendapat banyak inspirasi, pengalaman, pembelajaran hidup, pembalajaran karakter, dan banyak kebaikan lainnya. Dan yang pasti Universitas Muhammadiyah Yogyakarta membuatku belajar menjadi orang yang lebih baik, Aku akan berusaha berjalan beriringan, bergandengan dengan nama baikmu.


(6)

xiii

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH ... viii

INTISARI ... ix

ABSTRAK ... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah Penelitian ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penlitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A. Landasan Teori ... 11

1. Konflik Peran Ganda ... 11

2. Stres Kerja ... 16


(7)

xiv

1. Pengaruh Konflik Peran Ganda Terhadap Stres Kerja ... 30

2. Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kepuasan Kerja ... 32

3. Pengaruh Konflik Peran Ganda Terhadap Kepuasan ... 33

C. Model Penelitian ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 38

A. Obyek dan Subyek Penelitian ... 38

B. Jenis Data ... 38

C. Teknik Pengambilan Sampel ... 38

D. Teknik Pengumpulan Data ... 38

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 39

F. Uji Kualitas Instrumen dan Data ... 43

G. Uji Hipotesis dan Analisis Data ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 53

B. Hasil Uji Kualitas Instrumen dan Data ... 61

C. Proses Analisis Data dan Hasil Penelitian (Uji Hipotesis) ... 70

D. Pembahasan ... 86

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN ... 90

A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 91

C. Keterbatasan Penelitian ... 92 DAFTAR PUSTAKA


(8)

xv

Tabel 4.2. Hasil Uji konfirmatori Work Family Conflict ... 61

Tabel 4.3. Hasil Regression Weights Work Family Conflict ... 62

Tabel 4.4. Hasil Uji konfirmatori Family Work Conflict ... 63

Tabel 4.5. Hasil Regression Weights Family Work Conflict ... 63

Tabel 4.6. Hasil Uji konfirmatori Variabel Stres Kerja ... 64

Tabel 4.7. Hasil Regression Weights Stres Kerja ... 65

Tabel 4.8. Hasil Uji konfirmatori Kepuasan Kerja ... 65

Tabel 4.9. Hasil Regression Weights Kepuasan Kerja ... 66

Tabel 4,10. Hasil Uji konfirmatori Kepuasan Kerja Setelah Drop ... 67

Tabel 4.11. Hasil Regression Weights Kepuasan Kerja Setelah Drop ... 68

Tabel 4.12. Hasil Uji Full Model ... 70

Tabel 4.13. Hasil Regression Weights Analisis Structural Equation Model ... 71

Tabel 4.14. Hasil Uji Reliabilitas ... 73

Tabel 4.15. Statistik Deskriptif ... 75

Tabel 4.16 Pengujian Normalitas ... 78

Tabel 4.17. Notes for model ... 79

Tabel 4.18. Hubungan antara indikator dengan variabel ... 80

Tabel 4.19 Standardized Direct Effects ... 84


(9)

xvi

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 36

Gambar 4.1. Struktur Organisasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta ... 56

Gambar 4.2. Persentase Usia Responden ... 58

Gambar 4.3. Persentase Masa Kerja Responden ... 59

Gambar 4.4. Persentase Tingkat Pendidikan Responden ... 60


(10)

KEPUASAI{ KERJA

(Studi Pada RS PKU Muhammadiyah Yogyakata)

THE INFLAENCE DOABLE ROLE CONFLICT (WORK FAMILY

coNFLrcT

& FAMTLY IilORK CONFLTCT) AND JOB STRESS TO JOB SATISFACTION

(Study at RS PKUMuhammadiyah Yogyakarta)

Diajukan oleh

II}RIS SARI}I NASUTION 20110410155

Prof. Dr. Heru Kurnianto Tjahyono" MM. NrP. 1 97 1 09272000041$47 0

ilt

Telah diset{ui


(11)

PENGARUH KONF'LIK PERAN GANDA (WORK FAMILY CONFLICT

&

FAMILY TTORK CONFLICD DAN STRES KERJA TERHADAP

KEPUASAN KERJA

(Studi Pada RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta)

THE INFL(]ENCE DOUBLE ROLE CONFLICT (WARK FAMILY

O0NFLICT & FAMILY WORK CONFLTCD

A

{D JOB STRESS TO JOB SATISFACTION

(Study at RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta) Diajuk*n oleh

IDRIS SARDI NASUTION

20110410155

Skripsi ini Telah Dipertahankan dan Disahkan di Depan Dewan Penguji Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

kof.

Dr. Hery Kumianto Tiahvonp, MM' Ketua Tim Penguji

g

AnggotaTimPenguji Tanggal24 Agustus 2016


(12)

Dengan ini saya,

Nama

Nomor mahasiswa

: Idris Sardi Nasution

: 201 10410155

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: "PENGARUH KONFLIK PERAN

GANDA {WORK FAMILY CONFLICT & FAMILY WORK CONFLICD DAN

STRES KERJA TERIIADAP KEPUASAF{ KERJA (Studi Pada RS PKU

Muhammadiyah Yoryakarta)' tidak terdapat karya yang pemah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan

di

suatu Perguruan Tinggi,

dan

sepanjang pengetahuan sayajuga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara terhrlis diacu dalam naskah ini dan

disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi

ini

diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain

maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.


(13)

ix

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh work family conflict dan family work conflict terhadap stres kerja dan kepuasan kerja. Subyek penelitian adalah perawat Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan kriteria perawat perempuan yang sudah menikah dan memilki anak. Metode pengumpulan data menggunakan metode survey dengan penyebaran kuesioner dan diperoleh 185 responden. Alat analisis data yang digunakan adalah Structural Equation Modeling (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa; 1) Work family conflict tidak berpengaruh signifikan terhadap stres kerja, 2) Family work conflict tidak berpengaruh signifikan terhadap stres kerja, 3) Stres kerja berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kepuasan kerja, 4) Work family conflict berpengaruh negative dan signifikan terhadap kepuasan kerja, 5) Family work conflict berpengaruh negative dan signifikan terhadap kepuasan kerja.

Kata kunci: Work family conflict, Family work conflict, Stres kerja dan Kepuasan kerja


(14)

x

family work conflict toward job stress and work satisfaction. The subject of this research is nurses of PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hospital. This research used purposive sampling technique by criteria of female nurses who are married and have children. Survey method as the method of data collection by spereading questionnaire to 185 respondents Data analysis tools used in this research is Structural Equation Modeling (SEM). The result of this research shows that; 1) work family conflict does not significantly influence to job stress, 2) family work conflict does not significantly to job stress, 3) job stress has negative and not significantly to work satisfaction, 4) work family conflict has positive and significantly to work satisfaction 5) family work conflict has positive significantly to work satisfaction.

Keywords: Work family conflict, Family work conflict, Job stress and work satisfaction


(15)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Semakin berkembangnya zaman, persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin ketat. Angkatan kerja dituntut untuk kompeten dan memiliki keterampilan yang mumpuni untuk memenuhi kebutuhan perusahaan akan sumber daya yang berkualitas. Setiap perusahaan membutuhkan sumber daya manusia yang bagus dalam mencapai tujuannya. Perusahaan membutuhkan karyawan yang mampu bekerja secara profesional, karena individu-individu inilah yang akan menjalankan setiap aktivitas perusahaan dan menjadi elemen penting dalam keberhasilan perusahaan kedepannya agar mampu bersaing dalam dunia perbisnisan.

Tingkat persaingan untuk mendapatkan pekerjaan bukan hanya dirasakan oleh laki-laki yang notabene sebagai pencari nafkah, melainkan perempuan juga ikut ambil bagian dalam persaingan seiring dengan digalakkannya emansipasi wanita. Berdasarkan hasil sensus penduduk 2010, jumlah angkatan kerja adalah 107,7 juta jiwa. Dari jumlah tersebut jumlah penduduk yang bekerja adalah 104,9 juta jiwa, terdiri dari 66,8 juta orang laki-laki dan 38,1 juta orang perempuan (informasi tematik sensus penduduk 2010 Badan Pusat Statistik). Ini membuktikan perempuan juga ingin ikut


(16)

serta dalam hal pembangunan dengan terlibat di dunia kerja dan ikut berpartisipasi di berbagai bidang ekonomi sesuai dengan bidang dan kemampuannya masing-masing. Pemikiran masyarakat tradisional di mana perempuan pada hakikatnya menjadi ibu rumah tangga dan mengurusi kebutuhan rumah mulai ditinggalkan. Pemikiran tersebut kemudian beralih pada pemikiran masyarakat modern, di mana ada kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam pemenuhan nafkah bagi keluarga. Hal ini yang menjadikan perempuan memutuskan untuk mencari kerja dan sekarang banyak mengisi posisi vital di berbagai perusahaan.

Tantangan yang kemudian muncul ketika fenomena masyarakat modern terus berkembang di mana banyak perempuan memutuskan untuk bekerja adalah peran ganda yang yang dialami oleh perempuan tersebut. Peran ganda ini muncul ketika kepentingan pekerjaan mengganggu kepentingan keluarga (work family conflict) atau sebaliknya kepentingan keluarga mengganggu kepentingan pekerjaan (family work conflict). Konflik pekerjaan keluarga ini sumber konfliknya dari pekerjaan, disatu sisi seorang perempuan harus menyelesaikan pekerjaan dan tanggung jawabnya dalam perusahaan tetapi di sisi lain dia juga harus mengurusi keperluan keluarga sebagaimana tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga. Sementara konflik keluarga pekerjaan, sumber konfliknya dari keluarga, ada masalah-masalah dalam keluarga yang kemudian berdampak pada terganggunya pekerjaan.

Masalah mengenai konflik peran ganda ini sering kita jumpai pada bidang kerja yang di dalamnya mayoritas perempuan seperti Rumah Sakit,


(17)

terutama perawat. Peran dari seorang perawat sebagai seorang yang memberikan pelayanan untuk menunjang kesembuhan pasien menuntutnya agar selalu siaga dalam bekerja. Setiap hari, dalam melaksanakan pengabdiannya seorang perawat tidak hanya berhubungan dengan pasien tetapi juga dengan keluarga pasien, rekan kerja sesama perawat, berhubungan dengan dokter dan melaksanakan peraturan yang ada di tempat kerja. Peran tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan tugas dan tanggung jawab seorang perawat.

Dalam melaksanakan tugasnya perawat harus bekerja secara profesional. Mereka dituntut untuk melayani dengan baik, apalagi setiap harinya mereka dihadapkan dengan karakter pasien yang beragam, belum lagi ketika perawat mendapat jatah shift malam hari, dengan jumlah perawat yang lebih sedikit dibandingkan dengan pagi dan siang hari dan jumlah pasien yang tetap mengharuskan mereka bekerja lebih ekstra. Dengan peran dan tanggung jawab yang kompleks di dalam pekerjaannya, ada peran yang yang harus dikorbankan oleh perawat yaitu tanggung jawabnya sebagai seorang istri. Profesionalitas mengharuskan mereka untuk tidak mencampur adukkan urusan pekerjaan dan tanggung jawab keluarga sebagai istri atau sebaliknya, tanggung jawab keluarga dengan urusan pekerjaan. Dengan kondisi seperti itu, urusan pekerjaan dan rumah tangga masih sulit untuk diseimbangkan.


(18)

Greenhaus dan Beutell (1985) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga sebagai bentuk konflik peran di mana tuntutan peran pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Ini berarti peran pekerjaan dan peran keluarga menjadi dua sisi yang tidak bisa disatukan. Ketika sedang menjalani peran dalam bekerja maka peran keluarga harus disampingkan, begitu juga sebaliknya ketika sedang menjalani peran dalam keluarga maka itu yang harus diprioritaskan. Konflik keluarga-pekerjaan merujuk kepada suatu bentuk konflik peran di mana tuntutan umum, waktu dan ketegangan yang diciptakan oleh keluarga mengganggu tanggung jawab yang berkaitan dengan pekerjaan, Natemayer et al., 2005 (dalam Yavas et al., 2008).

Konflik peran ganda ini akan menjadi masalah kalau tidak ada solusi yang tepat untuk menanggulanginya, imbasnya adalah terjadinya tekanan, kecemasan yang membuat karyawan mengarah pada stress. Hal ini sesuai dengan pendapat Frone, 2000 (dalam Roboth 2015) yang mengatakan bahwa konflik peran ganda berhubungan sangat kuat dengan depresi dan kecemasan yang diderita oleh wanita dibandingkan pria dan berhubungan juga dengan peran tradisional wanita yang hingga saat ini tidak bisa dihindari, yaitu tanggung jawab dalam mengatur rumah tangga dan membesarkan anak.

Ivancevich et al., (2006) mendefinisikan stres sebagai suatu respon adaptif, dimoderasi oleh perbedaan individu yang merupakan konsekuensi dari setiap tindakan situasi, atau peristiwa dan yang menempatkan tuntutan khusus terhadap seseorang. Secara umum diakui bahwa keluarga mempunyai


(19)

dampak besar terhadap tingkat stres seseorang. Situasi keluarga baik krisis singkat, seperti pertengkaran atau sakit anggota keluarga, atau relasi pada karyawan. Tren sekarang semakin mempersulit karyawan untuk menyeimbangkan tanggung jawab pekerjaan dan keluarga. Saat karyawan bekerja lembur dan membawa pulang pekerjaan pada malam hari, semakin banyak tekanan diberikan pada hubungan kerja-keluarga. Penekanan pada koordinasi kerja dan jadwal liburan atau mencari pilihan layanan perawatan anak dan orang tua menjadi hal penting dan membuat stres, Luthans (2005). Dari penjelasan tersebut menunjukkan bahwa ketidak seimbangan antara pekerjaan dan keluarga ataupun sebaliknya antara keluarga dan pekerjaan mengakibatkan tekanan yang dialami karyawan perempuan, baik itu secara fisiologis maupun mental. Ini sesuai dengan pendapat Judge et al., 1994 (dalam Indriyani 2009) yang menyatakan bahwa konflik pekerjaan-keluarga maupun konflik pekerjaan-keluarga pekerjaan bisa berpengaruh pada stres kerja. Hal ini disebabkan karena keduanya mencerminkan konflik antar peran, sehingga menyulitkan identifikasi diri. Dampak yang ditimbulkan oleh konflik peran ganda yang dialami karyawan perempuan bukan hanya stres kerja saja, akan tetapi kepuasan kerja juga berpengaruh.

Robbins (2002) mengemukakan bahwa kepuasan kerja mengacu pada sikap individu secara umum terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi mempunyai sifat positif terhadap pekerjaannya dan seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya mempunyai sikap yang negatif terhadap pekerjaan tersebut. Kepuasan kerja


(20)

merupakan orientasi emosional karyawan mengenai pekerjaannya. Ketika ada masalah dalam pekerjaan, misalnya waktu kerja yang terlalu lama yang mengakibatkan tanggung jawab dalam keluarga harus dikorbankan maka akan berdampak pada kehidupan keluarga dari karyawan perempuan dan akan berdampak pada tingkat kepuasan kerjanya. Begitu juga sebaliknya, masalah keluarga yang mempengaruhi pekerjaan berdampak tidak baik bagi karyawan dikarenakan masalah tersebut akan mengganggu proses kerjanya di dalam organisasi dan mengurangi tingkat kepuasan dalam bekerja. Hasil penelitian dari Prawirasati dkk. (2007) menyatakan ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara work family conflict dengan kepuasan kerja dan penelitian dari Amelia (2010) menyatakan adanya hubungan negatif antara family-to-work conflict dan kepuasan dalam bekerja.

Selanjutnya kepuasan kerja sangat dipengaruhi oleh stres kerja pada karyawan. Kondisi ini dipengaruhi beberapa faktor, baik itu dari organisasi, tim kerja, antar individidu yang mengakibatkan seorang karyawan tertekan sehingga tingkat kenyamanan dalam bekerja berkurang. Pekerjaan dirasakan sebagai kondisi yang penuh tekanan (stressfull), di mana kondisi ini yang akan mempengaruhi tingkat kepuasan dalam pekerjaan. Bisa dikatakan harapan-harapan dari seorang karyawan akan lingkungan kerja yang baik tidak terpenuhi. Seperti yang dikemukakan oleh Robbins (2006) bahwa dampak stres pada kepuasan jauh lebih langsung. Ketegangan yang terkait dengan pekerjaan cenderung mengurangi kepuasan kerja umum. Meskipun


(21)

tingkat rendah sampai sedang mungkin memperbaiki kinerja, para karyawan merasakan bahwa stres itu tidak menyenangkan.

Penelitian tentang konflik peran ganda sudah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu dan dikaitkan dengan beberapa variabel seperti stres kerja, kinerja, kepuasan, keinginan untuk keluar dan lain-lain. Seperti penelitian Amelia (2010), hasilnya adalah tidak mendukung adanya hubungan antara work-to-family conflict terhadap kepuasan dalam bekerja dan mendukung adanya hubungan negatif antara family-to-work conflict dan kepuasan dalam bekerja. Penelitian dari Buhali dan Margaretha (2013) memperoleh hasil tidak terdapat pengaruh antara work family conflict terhadap kepuasan kerja dan tidak terdapat pengaruh antara family work conflict terhadap kepuasan kerja.

Penelitian Indriyani (2009), mengambil obyek di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang. Hasilnya kedua bentuk konflik peran ganda (work family conflict dan family work conflict) berpengaruh signifikan terhadap stres kerja. Sementara itu, Raharjo (2009) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa work family conflict mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap stres kerja dan family work conflict mempunyai pengaruh positif yang tidak signifikan terhadap stres kerja. Penelitian lain yang menghubungkan stres terhadap kepuasan adalah Dhania (2010), hasilnya stres kerja tidak secara signifikan mempengaruhi kepuasan kerja. Sedangkan penelitian dari Setyono (2007) memperoleh hasil job stress berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan.


(22)

Dari uraian di atas penulis ingin meneliti kembali variabel konflik peran ganda (work family conflict dan family work conflict), stres kerja dan kepuasan kerja. Penelitian ini masih layak untuk diteliti kembali karena di samping belum banyak yang menghubungkan keempat variabel tersebut, hasil peneliti-peneliti terdahulu juga menunjukkan adanya perbedaan. Selain itu, penelitian ini nantinya bisa berguna bagi perusahaan atau organisasi yang akan dijadikan objek untuk mengetahui dan menyelesaikan permasalahan yang ada si perusahaan atau organisasinya.

Penelitian ini terinspirasi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Indriyani (2009). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada variabel dependen yang diganti dengan kepuasan kerja seperti penelitian Amelia (2010), serta obyek yang akan diteliti. Berangkat dari uraian di atas, peneliti ingin mengajukan sebuah penelitian yang berjudul: PENGARUH KONFLIK PERAN GANDA (WORK FAMILY

CONFLICT & FAMILIY WORK CONFLICT) DAN STRES KERJA

TERHADAP KEPUASAN KERJA. B. Rumusan Masalah

Tanggung jawab yang dihadapi oleh perawat perempuan dalam menjalankan pekerjaannya, di mana ada dua peran penting yang harus dijalankan secara bersamaan yaitu tanggung jawab pekerjaan dan tanggung jawab dalam rumah tangga. Peran ganda tersebut mengakibatkan terjadinya stres yang dialami oleh perawat dan mempengaruhi tingkat kepuasan kerja. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti seberapa besar


(23)

pengaruh konflik peran ganda (work family conflict dan family work conflict) terhadap tingkat stres dan kepuasan kerja perawat perempuan pada RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah work family conflict berpengaruh terhadap stres kerja ? 2. Apakah family work conflict berpengaruh terhadap stres kerja ? 3. Apakah stres kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja ?

4. Apakah work family conflict berpengaruh terhadap kepuasan kerja ? 5. Apakah family work conflict berpengaruh terhadap kepuasan kerja ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis pengaruh work family conflict terhadap stres kerja ? 2. Untuk menganalisis pengaruh family work conflict terhadap stres kerja ? 3. Untuk menganalisis pengaruh stres kerja terhadap kepuasan kerja? 4. Untuk menganalisis pengaruh work family conflict terhadap kepuasan

kerja ?

5. Untuk menganalisis pengaruh family work conflict terhadap kepuasan kerja ?


(24)

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu proses pembelajaran serta pengaplikasian ilmu pengetahuan, terutama yang berhubungan dengan Manajemen Sumber Daya Manusia yang berkaitan dengan Pengaruh work family conflict, family work conflict, stres kerja dan kinerja.

2. Bagi perusahaan

Memberikan masukan bagi perusahaan yang berupa informasi-informasi tentang upaya yang tepat dalam mengurangi tingkat konflik peran ganda perempuan dan stres kerja dan upaya peningkatan kinerja karyawan. 3. Bagi pihak lain

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan atau untuk pengembangan ide-ide baru untuk penelitian selanjutnya, dan sebagai bahan pertimbangan perusahaan atau instansi lain yang menghadapi permasalahan yang sama.


(25)

11

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Konflik peran ganda

Konflik peran ganda merupakan salah satu konflik yang paling banyak terjadi saat ini pada perempuan yang telah berkeluarga. Konflik peran ganda terjadi ketika dua peran sekaligus saling berbenturan atau tidak dapat diseimbangkan. Duxbury and Higgins 1991 (dalam Dhewanty 2014) mendefinisikan konflik peran ganda sebagai bentuk dari interrole conflict di mana tekanan peran, pekerjaan dan lingkungan keluarga satu sama lain saling bertentangan. Greenhaus dan Beutell (1985) ada tiga macam konflik peran ganda yaitu:

a. Time-based conflict.

Waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan salah satu tuntutan (keluarga atau pekerjaan) dapat mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang lainnya (pekerjaan atau keluarga).

b. Strain-based conflict.

Terjadi tekanan dari salah satu peran mempengaruhi kinerja peran lainnya.


(26)

c. Behavior-based conflict. Berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua bagian (pekerjaan atau keluarga).

Lebih lanjut dijelaskan bahwa konflik peran memiliki dua bentuk, yaitu konflik pekerjaan keluarga serta konflik keluarga pekerjaan.

a. Pengertian Konflik Pekerjaan Keluarga (Work Family Conflict) Netemeyer et al., (1996) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga sebagai bentuk konflik dimana tuntutan umum, waktu serta ketegangan yang berasal dari pekerjaan mengganggu tanggung jawab karyawan terhadap keluarga. Greenhaus dan Beutell (1985) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal.

Konflik antara pekerjaan dan keluarga terjadi ketika seseorang harus melaksanakan multi peran, yaitu sebagai karyawan, pasangan dan orang tua. Tekanan dalam lingkungan pekerjaan yang dapat menimbulkan konflik pekerjaan keluarga, antara lain tidak teraturnya atau tidak fleksibelnya jam kerja, overload pekerjaan, perjalanan dinas yang banyak, konflik antar individu karyawan, dan tidak adanya dukungan dari suvervisor. Tekanan dalam lingkungan keluarga yang dapat menghasilkan konflik pekerjaan keluarga, antara lain kehadiran anak yang paling kecil, tanggung jawab terhadap


(27)

anak, konflik antar anggota keluarga dan tidak adanya dukungan dari anggota keluarga.

Frone et al., (1992) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga sebagai konflik peran yang terjadi pada karyawan, di mana di satu sisi ia harus melakukan pekerjaan di kantor dan di sisi lain harus memperhatikan keluarga secara utuh, sehingga sulit membedakan antara pekerjaan mengganggu keluarga dan keluarga mengganggu pekerjaan. Pekerjaan mengganggu keluarga, artinya sebagian besar waktu dan perhatian dicurahkan untuk melakukan pekerjaan sehingga kurang mempunyai waktu untuk keluarga. Sebaliknya keluarga mengganggu pekerjaan berarti sebagian besar waktu dan perhatiannya digunakan untuk menyelesaikan urusan keluarga sehingga menunggu pekerjaan.

Konflik pekerjaan keluarga ini terjadi ketika kehidupan rumah seseorang berbenturan dengan tanggung jawabnya ditempat kerja, seperti masuk kerja tepat waktu, menyelesaikan tugas harian, atau kerja lembur. Demikian juga tuntutan kehidupan rumah yang menghalangi seseorang untuk meluangkan waktu untuk pekerjaannya atau kegiatan yang berkenaan dengan karirnya.

Konflik pekerjaan keluarga dapat berasal dari beragam masalah, mulai dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga. Greenhaus and Beutell (1985) membagi permasalahan


(28)

tersebut menjadi enam faktor yang secara umum dapat mengidentifikasikan terjadinya konflik pekerjaaan keluarga, yaitu : 1) Persepsi yang muncul setelah respon dari konflik itu sudah

terjadi

2) Tekanan dari kedua peran yang pada akhirnya menciptakan konflik

3) Persepsi dari individu terhadap suatu peran berhubungan dengan adanya tekanan dari setiap bidang, yaitu pada pekerjaan dan keluarga

4) Suatu peran yang penting berkaitan erat dengan konflik pekerjaan keluarga

5) Besar kecilnya konflik tergantung pada sangsi yang diberikan kepada pelanggar

6) Dukungan dari keluarga berkaitan erat dengan konflik pekerjaan keluarga

b. Pengertian Konflik keluarga Pekerjaan (Family Work Conflict) Konflik keluarga pekerjaan mengacu pada suatu bentuk konflik peran yang pada umumnya tuntutan waktu untuk keluarga, dan ketegangan yang diciptakan oleh keluarga mengganggu tanggung jawab karyawan terhadap pekerjaan, Natemeyer et al., (1996). Menurut Frone et al., (1992) konflik keluarga pekerjaan menjelaskan terjadinya benturan antara tanggung jawab keluarga di dalam kehidupan rumah tangga dengan tanggung jawab pekerjaan di


(29)

tempat kerja, di mana sebagian besar waktu dan perhatiannya digunakan untuk menyelesaikan urusan keluarga sehingga perkejaanya pun terganggu. Indikator-indikator konflik keluarga-pekerjaan adalah:

1) Tekanan sebagai orang tua

Tekanan sebagai orang tua merupakan beban kerja sebagai orang tua di dalam keluarga. Beban yang ditanggung bisa berupa beban pekerjaan rumah tangga karena anak tidak dapat membantu dan kenakalan anak.

2) Tekanan perkawinan

Tekanan perkawinan merupakan beban sebagai istri di dalam keluarga. Beban yang ditanggung bisa berupa pekerjaan rumah tangga karena suami tidak dapat atau tidak bisa membantu, tidak adanya dukungan suami dan sikap suami yang mengambil keputusan tidak secara bersama-sama.

3) Kurangnya keterlibatan sebagai istri

Kurangnya keterlibatan sebagai istri mengukur tingkat seseorang dalam memihak secara psikologis pada perannya sebagai pasangan (istri). Keterlibatan sebagai istri bisa berupa kesediaan sebagai istri untuk menemani suami dan sewaktu dibutuhkan suami.


(30)

4) Kurangnya keterlibatan sebagai orang tua

Kurangnya keterlibatan sebagai orang tua mengukur tingkat seseorang dalam memihak perannya sebagai orang tua. Keterlibatan sebagai orang tua untuk menemani anak dan sewaktu dibutuhkan anak.

5) Campur tangan pekerjaan

Campur tangan pekerjaan menilai derajat di mana pekerjaan seseorang mencampuri kehidupan keluarganya. Campur tangan pekerjaan bisa berupa persoalan-persoalan pekerjaan yang mengganggu hubungan di dalam keluarga yang tersita.

2. Stres kerja

a. Pengertian Stres Kerja

Ivancevich et al., (2007) mendefinisikan stres sebagai suatu respon adaptif, dimoderasi oleh perbedaan individu yang merupakan konsekuensi dari setiap tindakan situasi, atau peristiwa dan yang menempatkan tuntutan khusus terhadap seseorang. Ada baiknya untuk memandang stres sebagai suatu respons yang dibuat seseorang dan untuk mengidentifikasikan kondisi stimulus (tindakan, situasi, peristiwa) sebagai stressor. Hal ini memungkinkan kita untuk memusatkan perhatian pada aspek-aspek lingkungan organisasi yang merupakan penghasil stres yang potensial. Stres yang dirasakan atau dialami oleh seorang individu tertentu akan bergantung pada


(31)

karakteristik khas orang tersebut, selain itu definisi ini menekankan bahwa stres merupakan suatu respon adaptif.

Richard L. Draft (2006) mengatakan bahwa stres adalah sebuah respon fsiologis dan emosional pada rangsangan yang memberikan tuntutan-tuntutan fisik atau psikologis pada satu individu dan menciptakan ketidakpastian serta kurangnya kontrol diri ketika terdapat hasil-hasil penting yang dipertaruhkan. Rangsangan-rangsangan ini yang disebut stressor, menghasilkan beberapa kombinasi dan frustasi (ketidakmampuan mencapai tujuan, seperti ketidakmampuan memenuhi tenggat waktu karena kurangnya sumber daya) dan kegelisahan (seperti takut akan adanya pendisiplinan untuk tidak memenuhi waktu).

Luthans (2005) mendefinisikan stres sebagai respon adaptif terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi. Kreitner and Kinicki (2005) mendefinisikan stres sebagai suatu respon yang adaptif, dihubungkan oleh karakteristik atau proses psikologis individu yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan eksternal, situasi, atau peristiwa yang menempatkan tuntutan psikologis atau fisik khusus pada seseorang.

Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa stres merupakan kondisi atau perasaan tertekan yang dialami oleh seseorang yang merupakan akibat dari suatu tindakan atau peristiwa yang dapat


(32)

mempengaruhi kondisi fisik dan psikologi seseorang. Biasanya stres muncul karena masalah-masalah dalam pekerjaan dan masalah diluar pekerjaan.

b. Penyebab Stres

Luthans (2005) mengatakan bahwa anteseden stres sering disebut juga dengan stres yang mempengaruhi karyawan penyebabnya berasal dari luar dan dalam organisasi, dari kelompok yang dipengaruhi karyawan dan dari karyawan itu sendiri. terdapat 4 jenis stressor yang mempengaruhi stres kerja yaitu:

1) Stressor di luar organisasi

Stressor yang berasal dari variabel organisasi mencakup: perubahan sosial/individu, globalisasi, keluarga, relokasi, kondisi ekonomi, dan keuangan, ras, dan kelas, serta kondisi tempat tinggal/masyarakat.

2) Stressor organisasi

Selain stressor potensial yang terjadi diluar organisasi, terjadi juga stressor yang berhubungan dengan organisasi itu sendiri. Meskipun organisasi terbentuk dari kelompok dan individu, terdapat dimensi yang lebih makro level, khususnya pada organisasi yang terdapat stressor di dalamnya, stressors makro level dapat dibedakan menjadi:

a) Kebijakan dan strategi administratif b) Struktur dan desain organisasi


(33)

c) Proses organisasi d) Kondisi kerja

3) Stressor kelompok

Stressor kelompok dapat dikategorikan menjadi dua area, yaitu : a) Kurangnya kohesivitas kelompok

Kohesivitas atau kebersamaan merupakan hal penting pada karyawan, terutama pada tingkat organisasi yang lebih rendah. Jika karyawan tidak mengalami kesempatan kebersamaan karena desain kerja, karena penyelia melarang atau membatasinya, atau karena ada anggota kelompok yang menyingkirkan karyawan lain, kurangnya kohesivitas akan menyebabkan stres.

b) Kurangnya dukungan sosial

Karyawan sangat dipengaruhi oleh dukungan anggota kelompok yang kohesiv. Dengan berbagai masalah dan kebahagiaan bersama-sama, mereka jauh lebih baik. Jika jenis dukungan sosial ini berkurang pada individu, maka situasi akan membuat stres.

4) Stressor individu

Terdapat penelitian dan kesepakatan mengenai dimensi situasi dan disposisi individu yang dapat mempengaruhi stres. Misalnya, disposisi individu seperti pola kepribadian tipe A, kontrol personal, ketidakberdayaan yang dipelajari, dan daya tahan


(34)

psikologis. Selain itu, tingkat konflik antar individu yang berakar pada frustasi, tujuan, dan peranan yang dibahas pada bagian konflik, secara jelas mempunyai implikasi terhadap stressor individu.

Menurut Richard L. Draft (2006) satu cara untuk mengidentifikasi stressor kerja adalah dengan menempatkan mereka dalam empat kategori, yaitu :

1) Tuntutan tugas

2) Tuntutan-tuntutan fisik 3) Tuntutan-tuntutan peran

4) Tuntutan-tuntutan interpersonal

c. Gejala-gejala stres

Luthans (2005) mengatakan masalah karena tingkat stres yang tinggi dapat ditunjukkan secara fisik, psikologis dan perilaku. 1) Masalah fisik

a) Masalah sistem kekebalan tubuh, dimana terdapat pengurangan kemampuan untuk melawan sakit dan infeksi. b) Masalah sistem kardiovaskular, seperti tekanan darah tinggi

dan penyakit jantung.

c) Masalah sistem musculoskeletal (otot dan rangka), seperti sakit kepala dan sakit punggung.

d) Masalah sistem gastrointestinal (perut), seperti diare dan sembelit.


(35)

2) Masalah psikologis a) Kinerja yang buruk

b) Penghargaan diri yang rendah c) Benci pada pengawasan

d) Ketidakmampuan berkonsentrasi dan membuat keputusan e) Ketidakpuasan kerja

3) Masalah perilaku a) Tidak dapat tidur b) Merokok dan minum

c) Penyalahgunaan obat-obatan

3. Kepuasan Kerja

a. Pengertian Kepuasan Kerja

Perspektif karyawan mengenai pekerjaan yang dilakukan sangat penting guna mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Perspektif tersebut digambarkan dengan kepuasan kerja yang mereka rasakan. Secara umum, kepuasan kerja adalah tingkatan kenikmatan yang diterima oleh seseorang dari pekerjaan yang mereka lakukan. Apabila orang menikmati pekerjaan mereka, mereka cukup puas, bila mereka tidak menikmati pekerjaan tersebut mereka tidak puas, Griffin and Ebert (2003). Sikap tersebut merupakan hal yang wajar mengingat sumbangan-sumbangan positif yang diberikan oleh seseorang sudah sepatutnya diberikan ganjaran dan ganjaran tersebut


(36)

harus sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Robbins (2002) mengemukakan bahwa kepuasan kerja mengacu pada sikap individu secara umum terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi mempunyai sifat positif terhadap pekerjaannya dan seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya mempunyai sikap yang negatif terhadap pekerjaan tersebut.

Luthans (2006) mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Robbins dan Judge (2015) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Kreitner and Kinicki (2005) mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu efektivitas atau respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Definisi ini berarti bahwa kepuasan kerja bukanlah suatu konsep tunggal. Sebaliknya, seseorang dapat relatif puas dengan suatu aspek dari pekerjaannya dan tidak puas dengan salah satu atau lebih aspek lainnya.

Dari definisi di atas bisa dipahami bahwa pandangan mengenai konsep kepuasan kerja bisa diartikan dalam perspektif yang luas tergantung dari sudut pandang mana melihatnya. Hal ini dikarenakan individu-individu yang ada dalam sebuah organisasi memiliki situasi dan kondisi yang berbeda, misalkan seorang


(37)

karyawan merasa puas terhadap sistem yang ada dalam organisasi. akan tetapi dari segi gaji karyawan tersebut merasa puas. Bisa juga karyawan merasa puas dengan gaji, reward, penghargaan dari organisasi tetapi dari segi lingkungan kerja tidak merasa puas. Terlepas dari beberapa pandangan mengenai kepuasan kerja, peneliti menyimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah sikap karyawan tentang baik atau tidaknya, suka atau tidak terhadap pekerjaannya serta seberapa jauh harapan dari karyawan tersebut terpenuhi. Harapan-harapan tersebut mencakup beberapa aspek seperti gaji, lingkungan kerja, aturan-aturan kerja, kepemimpinan atasan dan lain sebagainya.

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Luthans (2005) mengemukakan bahwa ada lima faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja:

1) Pekerjaan itu sendiri

Dalam hal di mana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab.

2) Gaji

Sejumlah upah yang diterima dan tingkat di mana hal ini bisa dipandang sebagai hal yang dianggap pantas dibandingkan dengan orang lain di organisasi.


(38)

3) Kesempatan promosi

Kesempatan untuk maju dalam organisasi. 4) Pengawasan

Kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku.

5) Rekan kerja

Tingkat dimana rekan kerja pandai secara teknis dan mendukung secara sosial.

Sutrisno (2010) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai berikut :

1) Faktor psikologis

Merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja, dan keterampilan.

2) Faktor sosial

Merupakan faktor yang berhubungan interaksi sosial antar karyawan maupun karyawan dengan atasan.

3) Faktor fisik

Merupakan fakor yang berhubungan dengan kondisi fisik karyawan meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur, dan sebagainya.


(39)

4) Faktor finansial

Merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahtraan karyawan meliputi besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan sebagainya.

Kreitner dan Kinicki (2005) mengemukakan lima model kepuasan kerja yang menonjol akan menggolongkan penyebabnya, yaitu:

1) Pemenuhan kebutuhan

Model-model ini menjelaskan bahwa kepuasan ditentukan oleh karakteristik dari sebuah pekerjaan memungkinkan seorang individu untuk memenuhi kebutuhannya.

2) Ketidakcocokan

Model-model ini menjelaskan bahwa kepuasan adalah hasil dari harapan yang terpenuhi. Harapan yang terpenuhi mewakili perbedaan antara apa yang diharapkan oleh seorang individu dari sebuah pekerjaan, seperti upah dan kesempatan promosi yang baik dan apa yang kenyataannya diterima. Pada saat harapan lebih besar daripada yang diterima, seseorang tidak akan puas. Sebaliknya, model ini memprediksi bahwa individu akan puas pada saat ia mempertahankan output yang diterimanya dan melampaui harapan pribadinya.


(40)

3) Pencapaian nilai

Gagasan yang melandasi pencapaian nilai adalah bahwa kepuasan berasal dari persepsi bahwa suatu pekerjaan memungkinkan untuk pemenuhan nilai-nilai kerja yang penting dari individu.

4) Persamaan

Dalam model ini, kepuasan adalah suatu fungsi dari bagaimana seorang individu diperlakukan secara adil di tempat kerja. Kepuasan berasal dari persepsi seseorang bahwa output pekerjaan relatif sama dengan inputnya, perbandingan yang mendukung input/output lain yang signifikan.

5) Komponen watak/genetik

Secara khusus, model watak/genetik didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja merupakan sebagian fungsi dari sifat pribadi maupun faktor genetik. Oleh karenanya model ini menunjukkan bahwa perbedaan individu yang stabil adalah sama pentingnya dalam menjelaskan kepuasan kerja dengan karakteristik lingkungan kerja.

c. Dampak Kepuasan Kerja dan Ketidakpuasan Kerja

Dampak perilaku kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja telah banyak dikaji oleh para peneliti. Dampak dari kepuasan tersebut sebagai bahan pertimbangan dan acuan perusahaan atau organisasi betapa pentingnya kepuasan kerja dari karyawan untuk


(41)

keberlangsungan perusahaan atau organisasi demi memenuhi tujuannya. Berberapa hasil tentang dampak kepuasan kerja, menurut Sutrisno (2010) dampak kepuasan dan ketidakpuasan kerja sebagai berikut:

1) Dampak terhadap produktivitas

2) Dampak terhadap ketidakhadiran dan keluarnya tenaga kerja 3) Dampak terhadap kesehatan

Kreitner dan Kinicki (2005) mengemukakan dampak pekerja yang puas dan tidak puas terhadap tempat kerja, yaitu:

1) Keluar

Respons keluar mengarahkan perilaku untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari sebuah posisi yang baru serta pengunduran diri. Para peneliti mempelajari pemberhentian individu dan perputaran pekerja kolektif, kerugian total bagi organisasi atas pengetahuan, keahlian, kemampuan, dan karakteristik lainnya dari pegawai itu.

2) Suara

Respons suara termasuk secara aktif dan konstruktif mencoba untuk memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan. Mendiskusikan masalah dengan atasan dan mengambil beberapa bentuk aktivitas serikat.


(42)

3) Kesetiaan

Respons kesetiaan berarti secara pasif tetap optimis menunggu kondisi membaik, termasuk berbicara untuk organisasi saat menghadapi kritikan eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk melakukan hal yang benar.

4) Pengabaian

Respons pengabaian secara pasif membiarkan kondisi-kondisi itu memburuk, termasuk absen atau keterlambatan kronis dan tingkat kesalahan yang bertambah.

d. Teori-teori kepuasan kerja

Teori teori yang disampaikan oleh beberapa orang dalam Munandar (2001).

1) Teori pertentangan (Discrepancy Theory)

Teori pertentangan dari Locke menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan terhadap beberapa aspek dari pekerjaan mencerminkan penimbangan dua nilai yaitu, pertentangan yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan seseorang individu dengan apa yang ia terima, dan pentingnya apa yang diinginkan individu. Kepuasan kerja secara keseluruhan bagi seorang individu adalah jumlah kerja dari kepuasan kerja dari setiap aspek pekerjaan dikalikan dengan derajat pentingnya aspek pekerjaan bagi individu.


(43)

2) Model dari kepuasan bidang/bagian (Facet Satisfaction)

Model Lawler dari kepuasan bidang berkaitan erat dengan teori keadilan dari Adams. Menurut model Lawler orang akan puas dengan bidang tertentu dari pekerjaan mereka (misalnya dengan rekan kerja, atasan, gaji) jika jumlah dari bidang mereka persepsikan harus mereka terima untuk melaksanakan kerja mereka sama dengan jumlah yang mereka persepsikan dari secara aktual yang mereka terima.

3) Teori proses-bertentangan (Opponet-process theory)

Teori proses-bertentangan dari Landy memandang kepusan kerja dari perspektif yang berbeda secara mendasar daripada pendekatan yang lain. Teori ini menekankan bahwa orang ingin mempertahankan suatu keseimbangan emosional (emotional equilibrium). Teori proses-bertentangan mengasumsikan bahwa kondisi emosional yang ekstrim tidak memberikan kemaslahatan. Kepuasan atau ketidakpuasan kerja (dengan emosi yang berhubungan) memacu mekanisme fisiologikal dalam sistem pusat saraf yang membuat aktif emosi yang bertentangan atau berlawanan. Dihipotesiskan bahwa emosi yang berlawanan, meskipun lebih lemah dari emosi yang asli akan terus ada dalam jangka waktu yang lebih lama.


(44)

B. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis

1. Pengaruh konflik peran ganda (Work family conflict and Family work conflict) terhadap stres kerja

Tuntutan peran pekerjaan pada karyawan menyebabkan peran dalam keluarga tidak efektif dan sering menimbulkan efek yang tidak baik bagi kondisi fisik karyawan. Frone et al., (1992) menyatakan bahwa konflik antara pekerjaan dan keluarga mempunyai hubungan dengan depresi dan keluhan sosmatik. Berdasarkan teori yang relevan mendukung beberapa prediksi yang menyatakan bahwa konflik peran ganda mengarah pada stres kerja. Teori peran menjelaskan bahwa konflik peran individu terjadi ketika pengharapan dalam hal kinerja salah satu peran menimbulkan kesulitan dalam peran lain.

Konflik pekerjaan keluarga cenderung mengarah pada stres kerja karena ketika urusan pekerjaan mencampuri kehidupan keluarga, tekanan sering kali terjadi pada individu untuk mengurangi waktu yang dihabiskan dalam pekerjaan dan menyediakan lebih banyak waktu untuk keluarga. Sama halnya dengan konflik keluarga pekerjaan dapat mengarah pada stres kerja dikarenakan banyaknya waktu yang dibutuhkan dalam menangani urusan pekerjaan dan ini merupakan sumber potensial terjadinya stres kerja, Judge et al., 1994 (dalam Indriyani 2009). Efek negatif tersebut terjadi karena posisi karyawan yang serba salah sehingga mengalami intensitas tekanan yang tinggi.


(45)

Ketika konflik peran ganda yang berkepanjangan tersebut tidak ditangani secara tepat, maka akan mengarah pada stres kerja karyawan. Tanggung jawab seorang karyawan pada pekerjaannya tentu mengganggu tanggung jawabnya pada keluarga atau sebaliknya peran keluarga yang mengakibatkan terganggunya peran dalam bekerja sehingga proses menyelesaikan pekerjaannya, karyawan mengalami rasa cemas, gelisah dan tertekan.

Penelitian yang dilakukan oleh Raharjo (2009) mengatakan bahwa work family conflict berpengaruh positif yang signifikan terhadap variabel job stress atau stres kerja dan family work conflict berpengaruh positif yang tidak signifikan terhadap variabel job stress atau stres kerja. Penelitian dari Indrayani (2009). Pranandari (2014) mengemukakan bahwa konflik peran ganda (work family conflict dan family work conflict) berpengaruh positif signifikan terhadap stres kerja. Begitu juga dengan penelitian dari Suryani dkk. (2014) mengatakan bahwa Family conflict shows a positive and significant influence on employees’ job stress. Dari uraian di atas maka hipotesis penelitiannya adalah:

H1: Work family conflict berpengaruh positif signifikan terhadap

stres kerja

H2: Family work conflict berpengaruh positif signifikan terhadap


(46)

2. Pengaruh stres kerja terhadap kepuasan kerja

Stres dalam pekerjaan merupakan hal yang lumrah terjadi pada diri karyawan, di mana pada waktu bekerja banyak terjadi hal-hal yang diluar kemampuan dan diluar harapan yang membuat karyawan menjadi kebingungan, cemas bahkan tertekan. Keadaan tersebut memaksa karyawan untuk terus bekerja dan mengeluarkan seluruh kemampuan demi menjalankan tuntutan pekerjaan sesuai dengan aturan dan standar yang ditetapkan perusahaan. Namun, tidak semua tuntutan peran kerja tersebut bisa diselesaikan dengan baik yang disebabkan beberapa hal. Menurut Murray dan Forbes 1986 (dalam Cahyono 2006) dikutip kembali oleh Setyono 2007, stres lebih disebabkan oleh meningkatnya tuntutan akan manajemen partisipatori, sistem yang komputeris, dan meningkatnya ketidakpastian.

Stres dan keadaan tegang yang berkepanjangan, tanpa adanya penyelesaian yang kuat dapat mengganggu kesehatan fisik dan mental pekerja yang muncul dalam bentuk keluhan-keluhan psikosomatik. Selanjutnya, gangguan kesehatan tersebut akan menjadi suatu stres baru, dan membentuk suatu lingkaran masalah yang kompleksitas. Robbins (2006) mengemukakan bahwa dampak stres pada kepuasan jauh lebih langsung. Ketegangan yang terkait dengan pekerjaan cenderung mengurangi kepuasan kerja umum. Meskipun tingkat rendah sampai sedang mungkin memperbaiki kinerja, para karyawan merasakan bahwa stres itu tidak menyenangkan. Semakin karyawan mengalami tekanan


(47)

dan kecemasan dalam bekerja maka efeknya berimbas kepada kurang senang atau karyawan merasa tidak suka dengan pekerjaannya.

Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dhania (2010), hasilnya stres kerja tidak secara signifikan mempengaruhi kepuasan kerja. Penelitian dari Setyono (2007), Tunjungsari (2011), Leila (2002) memperoleh hasil job stres berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Dari uraian di atas maka hipotesis penelitiannya adalah:

H3: Stres kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap kepuasan

kerja

3. Pengaruh konflik peran ganda (Work family conflict and Family work conflict) terhadap kepuasan kerja

Konflik peran ganda terjadi ketika seorang karyawan tidak mampu menyeimbangkan antara kepentingan pekerjaan dengan tanggung jawab pada keluarga atau sebaliknya. Ini tentu menjadi dilema bagi karyawan karena disatu sisi kepentingan pekerjaan menjadi kewajiban yang harus di kerjakan dan di selesaikan, disisi lain tanggung jawab pada keluarga juga tidak boleh diabaikan. Hal ini biasanya terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya atau sebaliknya, di mana pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi oleh kemampuan orang tersebut dalam memenuhi tuntutan dengan tekanan yang berasal dari beban kerja


(48)

yang berlebihan dan waktu seperti pekerjaan yang harus diselesaikan terburu-buru dan deadline sedangkan tuntutan keluarga berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menangani tugas-tugas rumah tangga.

Penelitian terdahulu mengindikasikan kedua bentuk konflik peran ganda ini berhubungan negatif terhadap kepuasan kerja. Kedua bentuk konflik peran ini berhubungan dengan emosional karyawan tehadap pekerjaannya. Respons emosional tersebut berupa kepuasan dan ketidakpuasan karyawan. Konsekuensi dari konflik dapat dilihat sebagai pengurangan tingkat dari kepuasan individu pada pekerjaannya, keluarga, atau kehidupan, Anafarta (2010). Artinya bahwa semakin karyawan tidak mampu menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga maka tingkat kesenangan dan kenyamanan dalam bekerja semakin berkurang. Harapan akan terciptanya kondisi pekerjaan yang baik plus keadaan keluarga yang harmonis semakin sulit terpenuhi.

Hasil penelitian dari Prawirasati dkk. (2007), Netemayer et al., (1996), Graf (2007), Prajogo (2013), Dhamayanti (2006) memperoleh hasil bahwa konflik pekerjaan keluarga (work family conflict) berhubungan negatif signifikan terhadap kepuasan kerja. Penelitian dari Ratnasari (2003), Ariani (2013), kedua bentuk konflik peran ganda (work family conflict & family work conflict) berpengaruh negatif signifikan terhadap kepuasan kerja. Kemudian hasil yang berbeda didapatkan oleh beberapa peneliti, misalkan penelitian dari Buhali dan


(49)

Margaretha (2013) memperoleh hasil tidak terdapat pengaruh antara konflik pekerjaan keluarga (work family conflict) terhadap kepuasan kerja dan tidak terdapat pengaruh antara konflik keluarga pekerjaan (family work conflict) terhadap kepuasan kerja. Akan tetapi dalam penelitian Amelia (2010) menyebutkan bahwa family work conflict berpengaruh negatif signifikan terhadap kepuasan kerja. Dari uraian di atas maka hipotesis penelitiannya adalah:

H4: Work family conflict berpengaruh negatif signifikan terhadap

kepuasan kerja

H5: Family work conflict berpengaruh negatif signifikan terhadap


(50)

C. Model Penelitian

Kerangka pemikiran teoritis yang dibangun dari uraian di atas dan menjadi dasar dalam penelitian ini ditunjukkan pada gambar berikut:

H1 H4

H3

H2

H5

Sumber: Penelitian dari Indriyani (2009) setelah dimodifikasi Gambar 2.1.

Kerangka Pemikiran Teoritis

Gambar 2.1. bersumber dari penelitian Indriyani (2009) yang telah dimodifikasi. Kerangka pemikiran teoritis di atas pada awalnya terdapat variabel Work family conflict dan Family work conflict berpengaruh terhadap kinerja. Selanjutnya peneliti memodifikasi dengan mengganti variabel kinerja dengan kepuasan kerja. Modifikasi ini dilakukan setelah melihat beberapa penelitian terdahulu yang memperoleh hasil bahwa pengaruh Work

Work family conflict (X1)

Family work conflict (X2)

Stres Kerja (Y1)

Kepuasan Kerja (Y2)


(51)

family conflict dan Family work conflict terhadap kinerja telah signifikan, sedangkan pengaruh Work family conflict dan Family work conflict terhadap kepuasan kerja masih terdapat hasil yang berbeda.

Berdasarkan kerangka penelitian teoritis yang telah diuraikan, maka hipotesis yang diajukan, yaitu :

H1: Work family conflict berpengaruh positif signifikan terhadap stres kerja

H2: Family work conflict berpengaruh positif signifikan terhadap stres kerja

H3: Stres kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap kepuasan kerja

H4: Work family conflict berpengaruh negatif signifikan terhadap kepuasan

kerja

H5: Family work conflict berpengaruh negatif signifikan terhadap kepuasan


(52)

38

A. Obyek dan Subyek

Obyek penelitian ini adalah Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan yang dijadikan sebagai subyek adalah perawat perempuan. B. Jenis Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer, berupa hasil yang diperoleh langsung dari sumber data, dalam hal ini adalah responden penelitian.

C. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu metode pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu. Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah perawat yang sudah berkeluarga (menikah) dan memiliki anak.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan kuesioner. Pertanyaan yang disajikan dalam kuesioner berupa pertanyaan tertutup yang dibuat dengan menggunakan skala interval untuk memperoleh data yang jika diolah menunjukkan pengaruh atau hubungan antar variabel. Dalam penelitian ini pertanyaan dikelompokkan menjadi embat bagian yaitu, Work family conflict, Family Work conflict, Stres kerja dan Kepuasan kerja.


(53)

Kuesioner terdiri dari 37 pertanyaan dengan jawaban seberapa jauh responden setuju atau tidak setuju terhadap pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner. Pemberian skor dengan menggunakan skala Likert 5 point sebagai berikut :

1. Jawaban Sangat Setuju mendapat poin 5 2. Jawaban Setuju mendapat poin 4

3. Jawaban Netral mendapat poin 3

4. Jawaban Tidak Setuju mendapat poin 2

5. Jawaban Sangat Tidak Setuju mendapat poin 1

E. Definisi Operasional Variabel 1. Work family conflict

Dalam penelitian ini variabel work family conflict menggunakan teori dari Greenhaus dan Beutell (1985) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal.

2. Family work conflict

Dalam penelitian ini variabel family work conflict menggunakan teori dari Natemeyer et al., (1996) mengatakan Konflik keluarga-pekerjaan mengacu pada suatu bentuk konflik peran yang pada umumnya tuntutan waktu untuk keluarga, dan ketegangan yang diciptakan oleh keluarga mengganggu tanggung jawab karyawan terhadap pekerjaan.


(54)

Dalam megukur konflik peran ganda (work family conflict dan family work conflict) menggunakan skala yang dikembangkan oleh Natmeyer, McMurrian, dan Boles (1996) dengan menggunakan instrumen :

a. Time-based conflict.

Waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan salah satu tuntutan (keluarga atau pekerjaan) dapat mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang lainnya (pekerjaan atau keluarga).

b. Strain-based conflict.

Terjadi tekanan dari salah satu peran mempengaruhi kinerja peran lainnya.

c. Behavior-based conflict.

Berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua bagian (pekerjaan atau keluarga).

Pengukuran work family conflict dan family work conflict menggunakan skala interval atau skala Likert dengan 5 skala, A untuk Sangat Setuju (SS) sampai E untuk Sangat Tidak Setuju (STS).

3. Stres kerja

Dalam penelitian ini variabel stres kerja menggunakan teori dari Richard L. Draft (2006) mengatakan bahwa stres adalah sebuah respon fsiologis dan emosional pada rangsangan yang memberikan tuntutan-tuntutan fisik atau psikologis pada satu individu dan menciptakan


(55)

ketidakpastian serta kurangnya kontrol diri ketika terdapat hasil-hasil penting yang dipertaruhkan.

Dalam mengukur variabel stres kerja menggunakan skala pengukuran yang dikembangkan oleh Istijanto 2008 (dalam Suprianto dan Machfudz 2010). Kuesioner ini menggunakan skala lima point dan diukur dengan indikator-indikator sebagai berikut:

a. Ketidakjelasan peran b. Konflik kerja

c. Beban pekerjaan d. Fasilitas kerja 4. Kepuasan kerja

Dalam penelitian ini variabel kepuasan kerja menggunakan teori dari Robbins (2002) mengemukakan bahwa kepuasan kerja mengacu pada sikap individu secara umum terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi mempunyai sifat positif terhadap pekerjaannya dan seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya mempunyai sikap yang negatif terhadap pekerjaan tersebut.

Pegukuran variabel kepuasan kerja menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Smith, kendall, dan Hulin, 1969 (dalam Setyani 2014). Lima dimensi yang mencerminkan karakteristik penting tentang


(56)

kerja yang ditanggapi karyawan secara efektif dalam instrumen tersebut adalah :

a. Kepuasan dengan pekerjaan itu sendiri (Satisfaction work itself): Memperhatikan bagaimana pekerjaan memberikan individu tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan memikul tanggung jawab.

b. Kepuasan dengan gaji (Satisfaction with pay): Sejumlah finansial yang diterima dan jabatan, yang dilihat pada tingkatan sama dengan yang diterima oleh individu lain dalam organisasi.

c. Kepuasan dengan promosi (Satisfaction with promotion): Kesempatan untuk meningkatkan jabatan dalam oraganisasi.

d. Kepuasan dengan rekan kerja (Satisfaction with co-workers): Tingkatan dukungan sosial dan bantuan secara teknis yang diberikan oleh rekan kerja.

e. Kepuasan dengan supervisor (Satisfaction with supervisor): Kemampuan supervisor untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan sikap atau moral dalam pekerjaan.

Instrumen ini meggunakan skala Likert lima point. Nilai skala yang semakin tinggi dikategorikan individu tersebut semakin puas terhadap pekerjaannya.


(57)

F. Uji Kualitas Instrumen dan Data

Untuk menguji kualitas instrumen dilakukan beberapa uji diantaranya uji validitas dan reliabilitas.

1. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner. Pengujian kualitas instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan uji validitas konstruk (construct validity) yaitu menguji apakah suatu instrumen mampu mengukur konstruk sesuai dengan yang diharapkan, instrumen dikatakan valid jika signifikan < 0,05 atau < 5 %, (Ferdinand 2011).

2. Uji reliabilitas

Uji reliabilitas merupakan alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu kewaktu. Suatu konstruk atau variabel diakatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach alpha > 0,60 atau 60 %, (Ferdinand 2011).

G. Uji Hipotesis dan Analisis Data

Analisis data adalah interprestasi untuk penelitian yang ditujukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian dalam rangka mengungkap


(58)

fenomena sosial tertentu. Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diimplementasikan (Ferdinand, 2011).

Teknik analisis digunakan untuk menginterpretasikan dan menganalisis data. Sesuai dengan model yang dikembangkan dalam penelitian ini maka alat analisis data yang digunakan adalah SEM (Structural Equation Modeling), yang dioperasikan melalui program IBM SPSS AMOS 20 (Ferdinand, 2011) .

Teknik analisis data menggunakan tahapan pemodelan dan analisis persamaan struktural menjadi 7 langkah menurut Hair, et.al. (1998) dalam Ghozali (2011), yaitu :

1. Pengembangan model secara teoritis 2. Menyusun diagram jalur (path diagram)

3. Mengubah diagram jalur menjadi persamaan struktural 4. Memilih matriks input untuk analisis data

5. Menilai identifikasi model 6. Mengevaluasi estimasi model 7. Interpretasi terhadap model

Berikut ini penjelasan secara detail mengenai masing-masing tahapan a. Langkah 1: Pengembangan model berdasarkan teori

Model persamaan struktural didasarkan pada hubungan kausalitas, di mana perubahan satu variabel diasumsikan akan berakibat pada perubahan variabel lainnya. Kuatnya hubungan kausalitas antara dua


(59)

variabel yang diasumsikan oleh peneliti bukan terletak pada metode analisis yang dipilih, tetapi terletak pada justifikasi (pembenaran) secara teoritis untuk mendukung analisis. Jadi hubungan antar variabel dalam model merupakan deduksi dari teori.

b. Langkah 2 & 3: Menyusun diagram jalur dan persamaan struktural Langkah berikutnya adalah menyusun hubungan kausalitas dengan diagram jalur dan menyusun persamaan struktural. Ada dua hal yang perlu dilakukan yaitu menyusun model struktural yaitu dengan menghubungkan antar konstruk laten baik endogen maupun eksogen menyusun measurement model yaitu menghubungkan konstruk laten endogen atau eksogen dengan variabel indikator atau manifest.

c. Langkah 4 : Memilih jenis input matrik dan estimasi model yang diusulkan

Model persamaan struktural berbeda dari teknik analisis multivariate lainnya. SEM hanya menggunakan data input berupa matrik varian atau kovarian atau matrik korelasi. Data untuk observasi dapat dimasukkan dalam AMOS, tetapi program AMOS akan merubah dahulu data mentah menjadi matrik kovarian atau matrik korelasi. Analisis terhadap data outline harus dilakukan sebelum matrik kovarian atau korelasi dihitung. Teknik estimasi dilakukan dengan dua tahap, yaitu Estimasi Measurement Model digunakan untuk menguji undimensionalitas dari konstruk-konstruk eksogen dan endogen dengan menggunakan teknik Confirmatory Factor Analysis dan tahap Estimasi


(60)

Structural Equation Model dilakukan melalui full model untuk melihat kesesuaian model dan hubungan kausalitas yang dibangun dalam model ini.

d. Langkah 5 : Menilai identifikasi model struktural

Selama proses estimasi berlangsung dengan program komputer, sering didapat hasil estimasi yang tidak logis atau meaningless dan hal ini berkaitan dengan masalah identifikasi model struktural. Problem identifikasi adalah ketidakmampuan proposed model untuk menghasilkan unique estimate. Cara melihat ada tidaknya problem identifikasi adalah dengan melihat hasil estimasi yang meliputi :

1) Adanya nilai standar error yang besar untuk 1 atau lebih koefisien. 2) Ketidakmampuan program untuk invert information matrix. 3) Nilai estimasi yang tidak mungkin error variance yang negatif. 4) Adanya nilai korelasi yang tinggi (> 0,90) antar koefisien estimasi.

Jika diketahui ada problem identifikasi maka ada tiga hal yang harus dilihat:

a) Besarnya jumlah koefisien yang diestimasi relatif terhadap jumlah kovarian.

b) atau korelasi, yang diindikasikan dengan nilai degree of freedom yang kecil.

c) Digunakannya pengaruh timbal balik atau respirokal antar konstruk (model nonrecursive) atau


(61)

e. Langkah 6: Menilai kriteria goodness-of-fit

Pada langkah ini dilakukan evaluasi terhadap kesesuaian model melalui telaah terhadap kesesuaian model melalui telaah terhadap berbagai kriteria Goodness-of-Fit, urutannya adalah:

1. Normalitas data 2. Outliers

3. Multicollinearity dan singularity

Beberapa indeks kesesuaian dan cut-off untuk menguji apakah sebuah model dapat diterima atau ditolak adalah:

a) Likelihood ratio chi square statistic (2)

Ukuran fundamental dari overall fit adalah likelihood ratio chi square (x2). Nilai chi square yang tinggi relatif terhadap degree of freedom menunjukkan bahwa matrik kovarian atau korelasi yang diobservasi dengan yang diprediksi berbeda secara nyata ini menghasilkan probabilitas (p) lebih kecil dari tingkat signifikasi (q). Sebaliknya nilai chi square yang kecil akan menghasilkan nilai probabilitas (p) yang lebih besar dari tingkat signifikasi (q) dan ini menunjukkan bahwa input matrik kovarian antara prediksi dengan observasi sesungguhnya tidak berbeda secara signifikan. Dalam hal ini peneliti harus mencari nilai chi square yang tidak signifikan karena mengharapkan bahwa model yang diusulkan cocok atau fit dengan data observasi. Program IBM SPSS AMOS 20 akan memberikan nilai chisquare dengan perintah \cmin dan nilai


(62)

probabilitas dengan perintah \p serta besarnya degree of freedom dengan perintah \df.

b) Significaned probability: untuk menguji tingkat signifikan model. c) RMSEA

RMSEA (The root Mean Square Error of Approximation), merupakan ukuran yang mencoba memperbaiki kecenderungan statistik chi square menolak model dengan jumlah sampel yang besar. Nilai RMSEA antara 0.05 sampai 0.08 merupakan ukuran yang dapat diterima. Hasil uji empiris RMSEA cocok untuk menguji model strategi dengan jumlah sampel besar. Program AMOS akan memberikan RMSEA dengan perintah \rmsea.

d) GFI

GFI (Goodness of Fit Index), dikembangkan oleh Joreskog dan Sorbon (1984) dalam Ferdinand (2006) yaitu ukuran non statistik yang nilainya berkisar dari nilai 0 (poor fit) sampai 1.0 (perfect fit). Nilai GFI tinggi menunjukkan fit yang lebih baik dan berapa nilai GFI yang dapat diterima sebagai nilai yang layak belum ada standarnya, tetapi banyak peneliti menganjurkan nilai-nilai di atas 90% sebagai ukuran Good Fit. Program AMOS akan memberikan nilai GFI dengan perintah \gfi.

e) AGFI

AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) merupakan pengembangan dari GFI yang disesuaikan dengan ratio degree of


(63)

freedom untuk proposed model dengan degree of freedom untuk full model. Nilai yang direkomendasikan adalah sama atau > 0.90. Program AMOS akan memberikan nilai AGFI dengan perintah \agfi. f) CMIN / DF

Adalah nilai chi square dibagi dengan degree of freedom. Byrne (2001) dalam Santoso (2012) mengusulkan nilai ratio ini < 2 merupakan ukuran Fit. Program AMOS akan memberikan nilai CMIN / DF dengan perintah \cmindf.

g) TLI

TLI (Tucker Lewis Index) atau dikenal dengan nunnormed fit index (nnfi). Ukuran ini menggabungkan ukuran persimary ke dalam indeks komposisi antara proposed model dan full model dan nilai TLI berkisar dari 0 sampai 1.0. Nilai TLI yang direkomendasikan adalah sama atau > 0.90. Program AMOS akan memberikan nilai TLI dengan perintah \tli.

h) CFI

Comparative Fit Index (CFI) besar indeks tidak

dipengaruhi ukuran sampel karena sangat baik untuk mengukur tingkat penerimaan model. Indeks sangat dianjurkan, begitu pula TLI, karena indeks ini relatif tidak sensitif terhadap besarnya sampel dan kurang dipengaruhi kerumitan model nilai CFI yang berkisar antara 0-1. Nilai yang mendekati 1 menunjukan tingkat kesesuaian yang lebih baik.


(64)

i) Measurement model fit

Setelah keseluruhan model fit dievaluasi, maka langkah berikutnya adalah pengukuran setiap konstruk untuk menilai uni dimensionalitas dan reliabilitas dari konstruk. Uni dimensiolitas adalah asumsi yang melandasi perhitungan realibilitas dan ditunjukkan ketika indikator suatu konstruk memiliki acceptable fit satu single factor (one dimensional) model. Penggunaan ukuran

Cronbach Alpha tidak menjamin uni dimensionalitas tetapi

mengasumsikan adanya uni dimensiolitas. Peneliti harus melakukan uji dimensionalitas untuk semua multiple indikator konstruk sebelum menilai reliabilitasnya. Pendekatan untuk menilai measurement model adalah untuk mengukur composite reliability dan variance extracted untuk setiap konstruk. Reliability adalah ukuran internal consistency indikator suatu konstruk. Internal reliability yang tinggi memberikan keyakinan bahwa indikator individu semua konsisten dengan pengukurannya. Tingkat reliabilitas < 0.70 dapat diterima untuk penelitian yang masih bersifat eksploratori. Reliabilitas tidak menjamin adanya validitas. Validitas adalah ukuran sampai sejauh mana suatu indikator secara akurat mengukur apa yang hendak ingin diukur. Ukuran reliabilitas yang lain adalah variance extracted sebagai pelengkap variance extracted > 0.50.


(65)

f. Langkah 7 : Interpretasi dan modifikasi model

Pada tahap selanjutnya model diinterpretasikan dan dimodifikasi. Setelah model diestimasi, residual kovariansnya haruslah kecil atau mendekati nol dan distribusi kovarians residual harus bersifat simetrik. Batas keamanan untuk jumlah residual yang dihasilkan oleh model adalah 1%. Nilai residual value yang lebih besar atau sama dengan 2,58 diintrepretasikan sebagai signifikan secara statis pada tingkat 1% dan residual yang signifikan ini menunjukan adanya predictionerror yang substansial untuk dipasang indikator.

Modifikasi model SEM menurut Hair et al. (2006) dibagi atas tiga jenis cara pemodelan:

1) Confirmatory Modelling Strategy, yakni melakukan konfirmasi

terhadap sebuah model yang telah dibuat (proposed model atau hypothesized model).

2) Competing Modelling Strategy, yakni membandingkan model yang ada dengan sejumlah model alternatif, untuk melihat model mana yang paling fit dengan data yang ada. Termasuk pada cara ini adalh menambah sebuah variabel pada model yang ada.

3) Model Development Strategy, yakni melakukan modifikasi pada sebuah model agar beberapa alat uji dapat lebih bagus hasilnya, seperti penurunan pada angka Chi-Square, peningkatan angka GFI, dan sebagainya.


(66)

Pada sebuah model SEM yang telah dibuat dan diuji dapat dilakukan berbagai modifikasi. Tujuan modifikasi untuk melihat apakah modifikasi yang dilakukan dapat menurunkan Chi-Square; seperti diketahui semakin kecilnya angka Chi-Square menunjukkan semakin fit model tersebut dengan data yang ada. Proses modifikasi sebuah model pada dasarnya sama dengan mengulang proses pengujian dan estimasi model. Pada proses ini terdapat tambahan proses untuk mengidentifikasi variabel mana yang akan diolah lebih jauh.


(67)

53

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Obyek/Subyek Penelitian 1. Sejarah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta milik Pimpinan Pusat Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan sebagai Ketua Persyarikatan Muhammadiyah atas inisiatif muridnya, K.H. Sudjak, yang pada awalnya berupa klinik dan poliklinik pada tanggal 15 Februari 1923 dengan lokasi pertama di kampung Jagang Notoprajan No.72 Yogyakarta. Awalnya bernama PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) dengan maksud menyediakan pelayanan kesehatan bagi kaum dhuafa’. Pendirian pertama atas inisiatif H.M. Sudjak yang didukung sepenuhnya oleh K.H. Ahmad Dahlan. Seiring dengan waktu, nama PKO berubah menjadi PKU (Pembina Kesejahteraan Umat).

Pada tahun 1928 klinik dan poliklinik PKO Muhammadiyah pindah lokasi ke Jalan Ngabean No.12 B Yogyakarta (sekarang Jalan K.H. Ahmad Dahlan). Pada tahun 1936 klinik dan poliklinik PKO Muhammadiyah pindah lokasi lagi ke Jalan K.H. Dahlan No. 20 Yogyakarta hingga saat ini. Pada tahun 1970-an status klinik dan poliklinik berubah menjadi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Bersamaan dengan berkembangnya berbagai amal usaha di bidang kesehatan, termasuk di dalamnya adalah RS PKU Muhammadiyah


(68)

Yogyakarta maka Pimpinan Pusat perlu mengatur gerak kerja dari amal usaha Muhammadiyah bidang kesehatan melalui Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah No 86/SK-PP/IV-B/1.c/1998 tentang Qaidah Amal Usaha Muhammadiyah Bidang Kesehatan. Dalam Surat Keputusan tersebut diatur tentang misi utamanya untuk meningkatkan kemampuan masyaraka tagar dapat mencapai derajat kesehatan yang lebih baik, sebagai bagian dari upaya menuju terwujudnya kehidupan yang sejahtera dan sakinah sebagaimana dicita-citakan Muhammadiyah. Qaidah inilah yang menjadi dasar utama dalam menjalankan organisasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Visi dan Misi a. Visi

Menjadi rumah sakit Muhammadiyah rujukan terpercaya dengan kualitas pelayanan yang Islami, bermutu dan terjangkau.

b. Misi

1) Memberikan pelayanan kesehatan paripurna bagi semua lapisan masyarakat sesuai dengan peraturan/ketentuan perundang-undangan.

2) Menyelenggarakan upaya peningkatan mutu Sumber Daya Insani melalui pendidikan dan pelatihan secara profesional yang sesuai ajaran Islam.

3) Melaksanakan da’wah Islam, amar ma’ruf nahi munkar melalui


(69)

3. Motto RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

“ A M A N A H “

(Antusias, Mutu, Aman, Nyaman, Akurat, Handal) Melayani Setulus Hati

Selain Motto di atas RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dikelola berdasarkan manajemen entrepreneural yang bertumpu pada nilai-nilai

yang bersumber dari Al Qur’an sebagai share value yaitu Amanah, Sidiq, Fathonah, Tabligh, Inovatif dan Silaturrahim.

4. Tujuan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta adalah :

a. Terwujudnya pertumbuhan dan perkembangan organisasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

b. Terwujudnya pelayanan kesehatan yang berkualitas, menyeluruh dan holistik.

c. Terwujudnya pendidikan kedokteran dan kesehatan yang unggul dan islami dalam rangka menyiapkan insan kesehatan yang berkarakter. d. Terwujudnya penelitian dan pengabdian masyarakat dalam bidang

kedokteran dan kesehatan yang berguna bagi pengembangan ilmu kedokteran dan kesehatan,


(70)

5. Struktur Organisasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Sumber: Unit Kerja Bagian Humas RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Gambar 4.1.

Struktur Organisasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta 6. Karakteristik Responden

Pengumpalan data penelitian dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada responden, yaitu perawat perempuan yang telah


(1)

Observation number Mahalanobis d-squared p1 p2

67 38,969 ,102 ,190

137 38,969 ,102 ,134

27 38,931 ,103 ,097

97 38,931 ,103 ,064

60 38,472 ,112 ,094

53 37,755 ,128 ,197

123 37,755 ,128 ,144

68 37,679 ,130 ,116

138 37,679 ,130 ,080

156 37,444 ,135 ,085

41 37,254 ,140 ,083

111 37,254 ,140 ,057

143 37,254 ,140 ,038

51 36,997 ,146 ,044

121 36,997 ,146 ,029

14 36,070 ,172 ,131

84 36,070 ,172 ,096

50 35,381 ,192 ,229

120 35,381 ,192 ,178

44 34,906 ,208 ,284

114 34,906 ,208 ,227

148 34,906 ,208 ,177

47 33,756 ,248 ,591

117 33,756 ,248 ,524

48 33,385 ,262 ,630


(2)

Observation number Mahalanobis d-squared p1 p2

52 33,159 ,271 ,607

122 33,159 ,271 ,542

57 33,039 ,276 ,534

127 33,039 ,276 ,469

160 33,039 ,276 ,404

49 32,939 ,280 ,389

119 32,939 ,280 ,328

2 32,838 ,284 ,315

72 32,838 ,284 ,260

19 32,492 ,299 ,356

89 32,492 ,299 ,298

165 32,492 ,299 ,246

40 32,256 ,309 ,293

110 32,256 ,309 ,241

142 32,256 ,309 ,195

109 31,337 ,350 ,570

141 31,337 ,350 ,509

58 30,724 ,379 ,753

128 30,724 ,379 ,702

161 30,724 ,379 ,647

170 30,497 ,390 ,703

66 30,242 ,402 ,767

136 30,242 ,402 ,718

157 30,242 ,402 ,665

158 30,151 ,406 ,655


(3)

Observation number Mahalanobis d-squared p1 p2

125 30,060 ,411 ,589

26 29,871 ,420 ,632

96 29,871 ,420 ,575

3 29,725 ,428 ,595

73 29,725 ,428 ,537

176 29,725 ,428 ,478

12 29,570 ,436 ,505

82 29,570 ,436 ,446

185 29,570 ,436 ,388

56 29,499 ,439 ,370

126 29,499 ,439 ,316

22 29,103 ,460 ,473

92 29,103 ,460 ,414

168 29,103 ,460 ,358

42 29,092 ,460 ,310

112 29,092 ,460 ,260

15 28,668 ,482 ,427

85 28,668 ,482 ,370

16 28,466 ,493 ,425

86 28,466 ,493 ,369

152 28,053 ,515 ,546

5 27,583 ,540 ,745

75 27,583 ,540 ,695

178 27,583 ,540 ,642

43 27,325 ,554 ,725


(4)

LAMPIRAN 10

Hasil Uji Direct dan Indirect

Standardized Direct Effects (Group number 1 - Default model)

FWC WFC SK KK

SK ,479 ,433 ,000 ,000 KK -,228 -,079 -,320 ,000 KK16 ,000 ,000 ,000 ,928 KK15 ,000 ,000 ,000 ,934 KK13 ,000 ,000 ,000 ,892 KK12 ,000 ,000 ,000 ,885 KK10 ,000 ,000 ,000 ,853 KK9 ,000 ,000 ,000 ,867 KK5 ,000 ,000 ,000 ,874 KK4 ,000 ,000 ,000 ,897 KK3 ,000 ,000 ,000 ,848 KK2 ,000 ,000 ,000 ,875 SK1 ,000 ,000 ,873 ,000 SK2 ,000 ,000 ,788 ,000 SK3 ,000 ,000 ,799 ,000 SK4 ,000 ,000 ,834 ,000 SK5 ,000 ,000 ,834 ,000 SK6 ,000 ,000 ,717 ,000 SK7 ,000 ,000 ,819 ,000 SK8 ,000 ,000 ,786 ,000 SK9 ,000 ,000 ,857 ,000 WFC5 ,000 ,828 ,000 ,000


(5)

FWC WFC SK KK WFC4 ,000 ,896 ,000 ,000 WFC3 ,000 ,874 ,000 ,000 WFC2 ,000 ,908 ,000 ,000 WFC1 ,000 ,916 ,000 ,000 FWC1 ,901 ,000 ,000 ,000 FWC2 ,880 ,000 ,000 ,000 FWC3 ,871 ,000 ,000 ,000 FWC4 ,850 ,000 ,000 ,000 FWC5 ,933 ,000 ,000 ,000

Standardized Indirect Effects (Group number 1 - Default model)

FWC WFC SK KK

SK ,000 ,000 ,000 ,000 KK -,153 -,139 ,000 ,000 KK16 -,354 -,202 -,297 ,000 KK15 -,356 -,203 -,299 ,000 KK13 -,340 -,194 -,285 ,000 KK12 -,337 -,192 -,283 ,000 KK10 -,325 -,186 -,273 ,000 KK9 -,330 -,189 -,278 ,000 KK5 -,333 -,190 -,280 ,000 KK4 -,342 -,195 -,287 ,000 KK3 -,323 -,184 -,271 ,000 KK2 -,333 -,190 -,280 ,000 SK1 ,418 ,378 ,000 ,000 SK2 ,377 ,341 ,000 ,000 SK3 ,383 ,346 ,000 ,000


(6)

FWC WFC SK KK SK4 ,399 ,361 ,000 ,000 SK5 ,399 ,361 ,000 ,000 SK6 ,343 ,310 ,000 ,000 SK7 ,392 ,355 ,000 ,000 SK8 ,377 ,340 ,000 ,000 SK9 ,410 ,371 ,000 ,000 WFC5 ,000 ,000 ,000 ,000 WFC4 ,000 ,000 ,000 ,000 WFC3 ,000 ,000 ,000 ,000 WFC2 ,000 ,000 ,000 ,000 WFC1 ,000 ,000 ,000 ,000 FWC1 ,000 ,000 ,000 ,000 FWC2 ,000 ,000 ,000 ,000 FWC3 ,000 ,000 ,000 ,000 FWC4 ,000 ,000 ,000 ,000 FWC5 ,000 ,000 ,000 ,000